ANALISIS, DESEMBER 2014, VOL.3 NO.2 : 122 – 131

Download hukum yang diberikan terhadap anak yang menjadi korban eksploitasi seks ..... Hukum Terhadap Korban Eksplo- itasi Seksual Komersial Anak. J...

0 downloads 367 Views 76KB Size
Analisis, Desember 2014, Vol.3 No.2 : 122 – 131

ISSN 2252-7230

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN EKSPLOITASI SEKS KOMERSIAL ANAK Legal Protection against Children as Victims of Sexual Exploitation of Children Dian Rezki Augusmi1, Musakkir2, M. Said Karim1 1

2

Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Bagian Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin (E-mail: [email protected]) ABSTRAK

Kehadiran anak-anak perempuan dalam dunia pelacuran semakin marak terjadi, selain dinilai potensial menjadi primadona untuk menarik pelanggan, dalam banyak kasus mereka juga memang diandalkan sebagai sumber pemasukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang anak perempuan yang di pekerjakan sebagai pekerja seks komersial, serta untuk mengetahui modus dan rekruitmen yang dikembangkan industri seksual komersial untuk memperdaya dan menjerumuskan anak-anak perempuan terlibat dalam pekerjaan di sektor prostitusi. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar, dengan memilih tempat penelitian di Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan, Pemerintah Kota Makassar bagian Perizinan,Dinas Sosial “Mattirodeceng” Kota Makassar, beberapa Lembaga Perlindungan Hukum, serta beberapa lokasi lainnya, seperti tempat hiburan malam di Kota Makassar dan jalan-jalan yang diduga sebagai lokasi praktek ESKA di Kota Makassar. Penulis melakukan penelitian dengan teknik wawancara langsung dengan aparat, pelaku, serta korban eskploitasi seks komersial anak. Temuan yang diperoleh dari penelitian ini, antara lain: Modus Penipuan dengan janji untuk dicarikan pekerjaan dan berbagai tawaran materi secara simpatik dan kadangkala memanfaatkan korban yang terjerat terlebih dahulu; Dengan cara paksaan dengan kekerasan; Melalui proses kaderisasi atau pembelajaran; Melalui jerat utang; danBiasanya para germo dan mucikari juga mencari korban baru untuk dilacurkan dengan cara menciptakan ketergantungan, baik lewat sikap yang baik maupun melalui jerat pengaruh narkotika. Perlindungan hukum yang diberikan terhadap anak yang menjadi korban eksploitasi seks komersial, antara lain pemberian restitusi dan kompensasi, layanan konseling dan pelayanan/bantuan medis, bantuan hukum, dan pemberian informasi. . Kata Kunci: Penegakan Hukum, Korban, Anak, Eksploitasi Seks ABSTRACT The presence of girls in the prostitution industry becoming more frequent, in addition to assessed the potential to be excellent for attracting customers, in many cases they also did relied upon as a source of income. This study aimed to determine the background girls hired as commercial sex workers, as well as to determine the mode of recruitment is developed and the commercial sex industry to deceive and to lead the girls involved in the prostitution sector jobs. This research was conducted in the city of Makassar, by selecting the research site in South Sulawesi Provincial Police, Government of Makassar part Licensing, Social Service "Mattirodeceng" Makassar, some Legal Protection Agency, as well as several other locations, such as nightclubs in Makassar city and the streets are suspected CSEC practice location in the city of Makassar. The author conducted research with direct interview technique with officials, actors, and victims of commercial sexual exploitation of children. The findings obtained from this study, among others, fraud mode with a promise to look for work and offer a wide range of materials are sympathetic and sometimes take advantage of victims who are caught in advance; By way of coercion by force; Through the process of regeneration or learning; Through a debt trap; procurers and pimps are also looking for new victims for prostitution by creating dependency, either through good attitude and a snare through the influence of narcotics. The legal protection given to children who are victims of commercial sexual exploitation, including

122

Penegakan Hukum, Korban, Anak, Eksploitasi Seks

ISSN 2252-7230

restitution and compensation, counseling and care services/medical assistance, legal assistance, and provision of information. Keywords: Law Enforcement, Victim, Children, Sexual Exploitation

dieksploitasi jumlahnya semakin bertambah setiap tahunnya. Berdasarkan status pekerjaan, anak-anak yang bekerja sebagai buruh diduga lebih tidak terlindungi, bahkan rentan terhadap eksploitasi. Anak perempuan yang bekerja sebagai buruh akan mendapat upah yang lebih rendah dibandingkan anak laki-laki, tindak kekerasan, pelecehan seksual, dan bahkan pemerkosaan (Rahman,2011). Eksploitasi mencakup eksploitasi prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya. Bentuk perdagangan anak tidak hanya terbatas pada prostitusi paksaan atau perdagangan seks, melainkan juga meliputi bentuk-bentuk eksploitasi (Adam,2013). Pelibatan anak perempuan di bawah umur dalam industri seksual komersial adalah salah satu bentuk pekerjaan terburuk yang dalam Konvensi ILO No.182 tentang tindakan segera untuk menghapuskan dan mengurangi bentuk-bentuk terburuk pekerja anak, jelas-jelas disebutkan dilarang dan harus dihapuskan. Pelibatan anak perempuan dalam bisnis prostitusi termasuk tindak kejahatan kemanusiaan yang sama sekali bertentangan dengan upaya perlindungan hak anak (Muhammad, 2013). Meningkatnya keterlibatan (atau terjerumusnya) anak-anak perempuan dalam bisnis pelacuran, lebih dari sekadar imbas dari persoalan ekonomi, khususnya tekanan kemiskinan atau imbas dari ketidak adilan gender yang berpangkal dari adanya bias budaya patriarkhis, juga perlu dipahami secara mendalam tentang eksploitasi seksual komersial yang dialami anak perempuan sebagai bentuk pelanggaran hak anak, dan imbas dari ketidakberdayaan anak perempuan ketika berhadapan dengan dominasi serta superioritas kekuatan kapitalis dan orang

PENDAHULUAN Indonesia telah meratifikasi konvensi hak-hak anak (convention on the rights of the child). Konvensi tersebut dihasilkan melalui sidang majelis PBB pada tanggal 20 November 1989. Konsekuensi dari diratifikasinya konvensi tersebut, Indonesia harus memajukan dan melindungi kepentingan anak serta menjamin terpenuhinya hak-hak anak sebagai manusia seperti tertera dalam konvensi tersebut. Dalam konvensi tersebut, disebutkan adanya prinsip umum yang harus diberlakukan kepada anak, antara lain prinisp non-diskriminatif, yaitu meski setiap manusia, tidak terkecuali anak, memiliki perbedaan satu sama lain, namun tidak berarti diperbolehkannya perbedaan penerimaan perlakuan yang didasarkan oleh suku, agama, ras, antar golongan, pendapat, latar belakang orang tua, maupun hal lainnya. Prinsip umum kedua yakni yang terbaik bagi anak (best interest of the child), artinya dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah maupun swasta, lembaga peradilan, lembaga pemerintah atau badan legislatif, kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama (Atriani, 2011). Anak-anak yang bekerja di usia dini, biasanya berasal dari keluarga miskin dengan pendidikan terabaikan, akan melestarikan kemiskinan, karena anak yang bekerja tumbuh menjadi seorang dewasa yang terjebak dalam pekerjaan yang tak terlatih, dengan upah yang sangat buruk. Membiarkan anak-anak bekerja sebagai pengganti sekolah dapat membuat “lingkaran setan” (vicious circle).Laporan UNICEF pada tahun 2012 menyebutkan bahwa anak yang

123

Dian Rezki Augusmi

ISSN 2252-7230

dewasa yang di belakangnya di dukung kekuatan eksternal yang menekan (Rahman,2011). Penelitian tentang anak-anak perempuan yang dilacurkan ini, mendesak dan penting untuk dilakukan, karena ada indikasi besaran masalahnya, baik dari segi jumlah anak yang menjadi korban dan kualitas eksploitasi yang terjadi dan dialami anak-anak perempuan yang dilacurkan dari tahun ke tahun makin mencemaskan. Menurut Brown (2005), salah satu faktor pedorong perempuan terlibat dan menjadi korban sindikat perdagangan perempuan untuk kemudian dilacurkan adalah tekanan kemiskinan dan posisi anak perempuan yang acap kali hanya dipandang membebani keluarga. Tidak jarang terjadi, anak perempuan dengan sengaja dijual oleh orang tuanya sendiri untuk membayar utang yang terlanjur menumpuk. Adapun yang mengatakan bahwa tingginya permintaan anak perempuan dalam dunia industri prostistusi seksual dipicu oleh mitos-mitos seputar keperawanan, dan tuahnya yang dipercaya dapat membuat lelaki hidung belang tetap awet muda, di samping ancaman penyebaran HIV/AIDS karena dianggap lebih bersih dan aman (Irwanto, 2001). Penelitian Djabbar dkk., (2013) menyebutkan, masalah perlindungan hukum bagi anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anakanak Indonesia. Masalahnya tidak semata-mata bisa didekati secara yuridis, tetapi perlu pendekatan yang lebih luas yaitu ekonomi, sosial dan budaya. Olehnya itu, untuk mengurangi keterlibatan anak perempuan dalam dunia pelacuran, apalagi menghapuskannya, harus diakui bukanlah hal yang mudah, karena masalah ini bertali-temali dengan masalah sosial lain. Selain itu, kurangnya pengetahuan anak-anak perempuan mengenai reproduksi sehat, khususnya soal cara dan bagaimana mereka harus menghargai tubuh miliknya sendiri dengan benar.

Berangkat dari uraian di atas, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui modus dan rekruitmen yang dikembangkan industri seksual komersial untuk memperdaya dan menjerumuskan anak-anak perempuan terlibat dalam pekerjaan di sektor prostitusi. Di samping itu, untuk mengetahui bagaimana upayaupaya yang dilakukan oleh aparat terkait dalam hal penanggulangan dan perlindungan hukum terhadap korban eksploitasi seks komersial anak. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dipusatkan di Kepolisian Daerah, Dinas Perizinan Kota Makassar, Dinas Pariwisata Pemerintah Kota Makassar Lembaga Perlindungan Hukum Kota Makassar, Dinas Sosial Kota Makassar, serta beberapa lokasi lainnya, seperti tempat hiburan malam di Kota Makassar dan beberapa titik yang di duga menjadi tempat praktik ESKA di Kota Makassar, dengan pertimbangan bahwa masih banyaknya anak yg menjadi korban eksploitasi seks yang terjadi di Kota Makassar. Jenis dan Sumber Data Adapun jenis dan sumber data yang akan digunakan sebagai dasar untuk menunjang penelitian ini, adalah: 1) Data Primer, data yang diperoleh di lapangan melalui wawancara (interview). Wawancara dilakukan kepada narasumber terkait dengan kegiatan penelitian ini (Dalam hal ini pihak-pihak yang terkait tersebut, antara lain Pemkot Makassar dalam hal ini bagian perizinan, pihak kepolisian, lembaga perlindungan hukum, dinas sosial Kota Makassar, korban ESKA, dan pelaku usaha); 2) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan berupa bahan-bahan tertulis berkenaan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian. Sumber data sekunder mencakup dokumen-dokumen resmi, hasil-hasil penelitian berwujud laporan, media elektronik, dan lain

124

Penegakan Hukum, Korban, Anak, Eksploitasi Seks

sebagainya. Selain itu pula, Penulis mengambil bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder yaitu hasil-hasil penelitian dan pendapat para pakar, dan bahan hukum tersier yang digunakan penulis untuk mendapatkan petunjuk maupun penjelasan.

ISSN 2252-7230

eksploitasi seks komersial. HASIL Women's Crisis Center, Trauma Center, Shelter atau Drop in Center Layanan kepada korban eksploitasi seks komersial juga diberikan oleh Pusat Pelayanan Terpadu, Women's Crisis Center, Trauma Center, Shelter atau Drop in Center yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, LSM dan organisasi masyarakat yang berada di beberapa kota besar di sejumlah propinsi di Indonesia. Women's Crisis Center adalah pusat pelayanan terhadap wanita korban kejahatan perdagangan manusia (termasuk disini korban eksploitasi seks komersial), Trauma Center merupakan pusat pemulihan dari trauma yang dialami korban perdagangan manusia, sedangkan Shelter atau Drop in Center adalah tempat dimana korban perdagangan manusia ditempatkan terlebih dahulu sebelum korban direintegrasi/dipulangkan kembali ke keluarganya (Tabel 1).

Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data primer dan data sekunder yang Penulis gunakan, antara lain: 1) Studi Kepustakaan/ Dokumentasi, yaitu menelaah bahanbahan tertulis berupa buku-buku, dokumen resmi peraturan perundangundangan, serta sumber tertulis lain yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. Data-data yang diperoleh kemudian diolah dengan teknik content analysis untuk menghasilkan suatu kesimpulan; 2) Teknik Wawancara, pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan Tanya jawab berkaitan dengan kegiatan penelitian. Wawancara ini dilakukan kepada pihak yang berkompeten dengan permasalahan yang akan diteliti

Titik-titik lokasi dan ragam bisnis prostitusi di Kota Makassar Berdasarkan hasil penelitian, di berbagai kota besar, tak terkecuali Makassar, industri pelacuran dan wisata seksual yang tersedia umumnya sangat beraneka ragam, mulai dari pelacuran kelas atas denga tarif di atas 1 juta rupiah, kelas menengah dengan tarif 200-500 ribu rupiah, dan pelacur kelas bawah dengan tarif 50 ribu atau di bawah 100 ribu rupiah. Tempat-tempat yang menyediakan jasa seperti ini pun bertebaran, mulaindari hotel bintang lima, losmen, hingga tempat-tempat umum lainnya, seperti terminal, pinggiran kali hingga makam yang gelap dan sepi. Berikut titik-titik lokasi/praktik eksploitasi seks komersial di Kota Makassar sebagaimana diuraikan pada Tabel 2.

Analisis Data Seluruh data yang diperoleh dalam penelitian, baik data primer dan data sekunder akan diolah dan dianalisis berdasarkan rumusan masalah yang telah diterapkan, sehingga diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas (Nasution, 2008). Analisis data yang digunakan adalah analisis data yang berupaya memberikan gambaran secara jelas dan konkrit terhadap objek yang dibahas secara kualitatif dan kuantitatif (Muhadjir, 2000). Penggunaan metode deskriptif ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas, dan dapat memberikan data sedetail mungkin tentang objek yang diteliti, dalam hal ini untuk menggambarkan bagaimana perlindungan hukum yang diberikan terhadap anak sebagai korban

125

Dian Rezki Augusmi

Tabel 1.

ISSN 2252-7230

Isu prioritas dan program intervensi untuk penyelamatan anak-anak perempuan yang dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial Isu Prioritas

Program

Tujuan

Keterlibatan anak-anak perempuan hingga terjerumus dalam praktek industri seksual komersial adalah imbas dan gabungan tekanan kemiskinan, korban penipuan, korban child abuse,korban keuarga broken home,korban dominasi nilai patriakrkhis, dan imbas dari gaya hidup yang makin permisif serta hedonis.

-

Anak-anak perempuan yang dipeker-jakan sebagai pekerja seks komersial umumnya kurang memiliki penge-tahuan yang memadai tentang reproduksi sehat dan rentan tertular PMS dan HIV/AIDS.

-

Anak-anak yang dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial umumnya rawan menjadi korban tindak kekerasan.

-

Penerapan sanksi yang tegas bagi orang yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak yang di pekerjakan sebagai pekerja seks komersial.

Anak-anak yang terlibat dalam industry seks komersial umumnya menjadi korban eksploitasi dan tindak kekerasan germo/mucikari.

-

Penerapan sanksi yang tegas bagi germo yang melakukan mempekerjakan anak

Menjamin efek jera bagi germo yang suka memanfaatkan anak yang dilacurkan.

Anak-anak yang dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial umumnya tidak menguasai keteram-pilan alternatif dan modal untuk pindah okupasi.

-

Pelatihan keterampilan alter-natif bagi anak yang dila-curkan. Bantuan modal usaha bagi anak yang dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial.

Memfasilitasi dan member bekal bagi anak yang di pekerjakan sebagai pekerja seks komersial yang ingin berganti okupasi.

Keinginan anak-anak yang di pekerjakan sebagai pekerja seks komersial keluar dari kompleks lokalisasi sering berhadapan dengan stigma masyarakat yang cenderung mino.

-

Kerjasama dengan Lembaga Perlindungan Anak, LSM, CBO untuk melakukan kam-panye ke masyarakat bahwa anak yang di pekerjakan sebagai pekerja seks komersial bukan terdakwa, melainkan korban.

Menggugah kesadaran masya-rakat untuk lebih berempati kepada pekerja seks komersial anak.

-

-

-

Pemasangan poster atau pamflet yang mensosialisasikan bahaya praktek penipuan terhadap anak perempuan di zona-zona publik (seperti terminal, sekolah, atau kampus). Sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak.

Mencegah kemungkinan ber-tambahnya jumlah baru anak yang akan dipekerjakan seba-gai pekerja seks komersial.

Sosialisasikan tentang reproduksi sehat bagi anak yang dilacurkan. Pemeriksaan rutin dab pengobatan PMS/HIV/AIDS bagi anak-anak yang dipekerjakan di industri seks komersial.

Menumbuhkan pengetahuan dan kesadaran di kalangan anak yang dipekrjakan sebagai pekerja seks komersial tentang reproduksi sehat dan mencegah terjadinya penularan PMS dan HIV/AIDS. Menjamin efek jera bagi orang-orang yang suka memanfaatkan anak yang dilacurkan.

Sumber: Womens Crisis Center, Forum Pemerhati Masalah Perempuan

126

Penegakan Hukum, Korban, Anak, Eksploitasi Seks

ISSN 2252-7230

Tabel 2. Titik-Titik Lokasi/Praktek Eksploitasi Seks Komersial di Kota Makassar No. 1

Lokasi/Praktik ESKA Jl. Nusantara

-

Keterangan Berbentuk pub, cafe, diskotik Tenda-Tenda Biru

2

Jl. Veteran Selatan

3

Jl. Abu Bakar Lambogo

Bebas, mangkal di pinggir jalan Masuk Gang pinggir kanal

4 5

Jl. Pengayoman Jl. Landak

Belakang Ramayana Berkedok Salon

6

Kawasan Industri Makassar (KIMA)

7 8 9 10 11 12

13

Bebas, mangkal pinggir jalan, di bawah Pohon Jl. Bulusaraung Berbentuk hotel Jl. Mesjid Raya Berbentuk Hotel Jl. Gunung Salahutu Rumah dalam gang Jl. Sumba Rumah dalam gang Jl. Sungai Saddang Gadis Becak Jl. Jenderal Sudirman - Bebas, mangkal pinngir jalan - Dalam Lap. Karebosi Mall-Mall, Cafe, dan beberapa hotel di kota Makassar

Bentuk-Bentuk Kegiatan ESKA Dijadikan Penari Streptis Pelayan minuman/waitress Dijadikan alat untuk menemani tamu minum dan dibayarkan berdasarkan jumlah tutup botol/ piceng yang berhasil di jual. - Pekerja Seks Komersial Pekerja Seks Komersial -

Pekerja Seks Komersial

Pekerja Seks Komersial Pekerja salon yang merangkap sebagai pekerja seks komersial Pekerja Seks Komersial

Pekerja Seks Komersial Pekerja Seks Komersial Pekerja Seks Komersial Pekerja Seks Komersial Pekerja Seks Komersial Pekerja Seks Komersial Waria

Sumber: Hasil olah Data Primer, 2014.

protections) yang teralienasi, menjadi korban eksploitasi berbagai pihak, menderita, dan terampas hak-haknya secara sepihak karena tidak berdaya, baik sebagai perempuan, sebagai anak maupun sebagai bagian dari masyarakat marginal yang kerapkali mengalami kesulitan keuangan. Memang benar, bahwa kemiskinan adalah kondisi struktural yang seringkali melatarbelakangi anakanak perempuan terjerumus dalam bisnis jasa pelayanan seksual, tetapi, di luar kemiskinan bukan berarti tidak ada halhal lain yang ikut andil menyebabkan anak-anak perempuan belia terpaksa melacurkan diri. Pandangan tentang seksualitas yang cenderung menekankan arti penting keperawanan, langsung maupun tidak langsung cenderung memojokkan anak-

PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak perempuan yang masuk dalam bisnis industri seks komersial biasanya dipaksa oleh gabungan berbagai faktor dan kondisi lingkungan: tekanan kemiskinan, kekecewaan karena love affair yang gagal, kurangnya kesempatan kerja di pasar kerja, bias nilai patriarkhis, tawaran gaya hidup hedonis, dan kondisi psikologis anak-anak yang rentan terhadap penipuan, pemaksaan dan tekanan-tekanan sosial lainnya. Ini berarti menangani persoalan anak-anak yang dilacurkan semata hanya dari segi ekonomi atau pendekatan moral saja, sama sekali tidak akan memadai. Anak-anak perempuan yang dilacurkan sesungguhnya adalah kelompok anak rawan (children in need of special 127

Dian Rezki Augusmi

ISSN 2252-7230

anak perempuan yang kurang beruntung terjun ke bisnis prostitusi seperti ini. Di luar faktor stigma masyarakat yang diskriminatif terhadap kesucian perempuan, daya tarik ekonomis, suasana lingkungan sekitar atau hubungan sosial yang permisif dan memudarnya batas moralitas, serta mekanisme rekruitmen yang proaktif dilakukan germo, calo, broker, atau sesama pekerja seks lain adalah faktor lain yang kerapkali menjadi penyebab seorang anak perempuan lugu tanpa sadar terjebak dalam profesi yang dulunya mungkin sama sekali tidak pernah mereka cita-citakan. Fakta bahwa di dunia industri seksual komersial, pihak yang acap kali menjerumuskan anak-anak perempuan menjadi pelacur justru kebanyakan adalah orang-orang terdekat korban sendiri, entah itu teman, tetangga, pacar, atau bahkan kerabatnya sendiri. Anak perempuan kerapkali terpaksa dan dipaksa masuk ke dalam dunia prostitusi oleh orang-orang dekatnya sendiri yang menggunakan berbagai sarana, yang berkisar dari sekadar janji-janji muluk pekerjaan, cinta palsu, hingga praktik penipuan. Meski sebagai informan mengaku ada yang terjerumus ke dunia prostitusi karena menjadi korban ancaman dan tindak kekerasan, namun dalam banyak kasus, menemukan bahwa strategi yang memanfaatkan persahabatan dan cinta sebagai sarana guna membeli dan memperdagangkan anak-anak gadis jauh lebih lazim dari pada penggunaan paksaan secara langsung. Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diringkas bahwa bukan hanya dari segi ekonomi, mungkin benar bahwa upah dan penghasilan yang diperoleh anak-anak perempuan yang terjerumus dalam bisnis prostitusi dapat dikategorikan sebagai pekerjaan dengan bayaran tinggi, dan nyaris tidak ada pekerjaan lain yang bisa dikerjakan perempuan yang bisa menyamai upah yang dihasilkan melalui prostitusi. Lebih dari sekadar akibat daya tarik besarnya penghasilan, tekanan

kemiskinan, kurangnya pendidikan, dan tidak dimilikinya akses yang memadai ke dunia pasar kerja, keterlibatan dan terjerumusnya anak-anak perempuan dalam industri seksual komersial sesungguhnya adalah imbas dari perkembangan gaya hidup dan perilaku berpacaran remaja yang makin permisif, korban dating rape, akibat dari terjadinya tindakan kekerasan terhadap anak di rumah (child abuse), korban keluarga yang broken home, korban praktik penipuan dan modus rekruitmen pekerja seks komersial di bawah umur yang berhubungan dengan meningkatnya permintaan pasar terhadap para pekerja seks komersial baru dan belia. Perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban eksploitasi seks komersial secara memadai tidak saja merupakan isu nasional tetapi juga internasional, karena itu hal ini perlu memperoleh perhatian yang serius (Sitompul,2012). Hukum menurut Prasetya dkk., (2005) setidaknya mempunyai 3 (tiga) peranan utama dalam masyarakat, yakni pertama sebagai sarana pengendalian sosial; kedua sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial; ketiga sebagai sarana untuk menciptakan keadaan tertentu. Keadilan dan hak asasi manusia dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana memang bukan merupakan pekerjaan yang sederhana untuk direalisasikan. Selama ini perlindungan hukum terhadap korban kejahatan kurang diperhatikan dalam penegakan hukum. Korban kejahatan pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu tindak pidana, tidak memperoleh perlindungan sebanyak yang diberikan undang-undang kepada pelaku kejahatan. Akibatnya, setelah pelaku kejahatan telah dijatuhi sanksi pidana oleh pengadilan, kondisi korban tidak dipedulikan. Penyelesaian perkara pidana seringkali hukum terlalu mengedepankan hak-hak tersangka atau terdakwa sementara hak-hak korban diabaikan, sebagaimana yang dikemukakan oleh 128

Penegakan Hukum, Korban, Anak, Eksploitasi Seks

Hamzah (2004) bahwa dalam membahas hukum acara pidana khususnya yang berkaitan dengan hak-hak asasi manusia, ada kecenderungan untuk mengupas halhal yang berkaitan dengan hak-hak tersangka tanpa memperhatikan pula hakhak para korban. Dalam kaitannya dengan upaya perlindungan hukum terhadap korban eksploitasi seks komersial, maka upaya perlindungan hukum bagi masyarakat menjadi penting. Hal tersebut disebabkan masyarakat baik kelompok maupun perorangan dapat sewaktu-waktu menjadi korban dari kejahatan tersebut. Perlindungan hukum korban kejahatan eksploitasi seks komersial sebagai bagian dari perlindungan kepada masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk atau model (Agus,2011). Pada dasarnya bentuk-bentuk atau model perlindungan terhadap korban kejahatan dapat juga diberikan kepada korban eksploitasi seks komersial. Setiap korban eksploitasi seks komersial berhak memperoleh restitusi dari pelaku. Restitusi ini merupakan ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan, penderitaan, biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau psikologis dan/atau kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat dari tindakan eksploitasi seks komersial (Mansur dkk., 2007). Pengertian restitusi menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau immaterial yang diderita korban atau ahli warisnya. Restitusi lebih diarahkan pada tanggung jawab pelaku terhadap akibat yang ditimbulkan oleh kejahatan, sehingga sasaran utamanya adalah menanggulangi semua kerugian yang diderita korban (Yophi,2012). Pada umunya perlidungan yang diberikan kepada korban sebagai akibat

ISSN 2252-7230

dari kejahatan eksploitasi seks komersial dapat bersifat fisik maupun psikis. Akibat yang bersifat psikis lebih lama untuk memulihkan daripada akibat yang bersifat fisik. Pengaruh akibat kejahatan eksploitasi seks komersial dapat berlang-sung selama berbulan-bulan bahkan bertahuntahun (Jaqualin,2014). Untuk sebagian korban, pengaruh akibat itu tidak sampai mencapai situasi yang stabil dimana ingatan akan kejadian dapat diterima dengan satu cara atau cara lain. Bagi sejumlah korban pengaruh akibat itu tidak mendapat jalan keluar yang baik seperti tenggelam dalam penderitaan yang disebut psikotrauma. Dengan demikian, maka perlu dilakukan edukasi publik dengan meningkatkan kesadaran, memberikan informasi dan edukasi agar anak-anak terlindungi dari pelanggaran berat atas hak-hak diperlukan pendampingan atau konseling untuk membantu korban dalam rangka memulihkan kondisi psikologisnya seperti semula (Adhyanti, 2012). Prinsip-prinsip pendampingan korban harus benar-benar dikuasai pada saat mendampingi korban. Korban dalam keadaan trauma diperlukan seseorang yang dipercaya dan dapat menimbulkan rasa aman terhadap dirinya. KESIMPULAN DAN SARAN Keterlibatan anak-anak perempuan dalam industri seksual komersial bukan semata karena didorong motif ekonomi dan ketidak berdayaan mereka, tetapi juga berkaitan dengan perubahan gaya hidup yang makin permisif, tindakan child abuse yang dialami dalam keluarga, dan modus rekruitmen yang pro-aktif, yang dikembangkan oleh germo dan mucikari. Ketidak berdayaan menghadapi paksaan dan ancaman kekerasan serta posisi anak perempuan yang dilacurkan ketika berhadapan dengan orang dewasa yang dominan, baik germo, mucikari maupun laki-laki menyebabkan mereka rentan menjadi korban eksploitasi dan tindak kekerasan di industri seksual komersial. 129

Dian Rezki Augusmi

ISSN 2252-7230

Adapun bentuk-bentuk modus dan rekruitmen yang lakukan para germo/ mucikari untuk menarik korbannnya, antara lain: a) Penipuan dengan janji untuk dicarikan pekerjaan dan berbagai tawaran materi secara simpatik dan kadangkala memanfaatkan korban yang terjerat terlebih dahulu; b) Dengan cara paksaan dengan kekerasan; c) Melalui proses kaderisasi atau pembelajaran; d) Melalui jerat utang; dan e) Biasanya para germo dan mucikari juga mencari korban baru untuk dilacurkan dengan cara menciptakan ketergantungan, baik lewat sikap yang baik maupun melalui jerat pengaruh narkotika. Diharapkan bagi kita semua untuk menghormati dan menghargai hak-hak asasi manusia dan tidak mencari kesenangan sesaat, agar kehidupan dapat tercipta secara damai dan sesuai dengan harapan masyarakat. Peran orang tua juga diharapkan dapat lebih perhatian terhadap anak baik mengenali pergaulan anak juga diharapkan mempunyai hubungan yang dekat dengan anak sehingga diharapkan mampu pengertian dan pendampingan untuk anak mengenai masalah eksploitasi seksual. Masyarakat sebaiknya bisa lebih teliti melihat sisi anak yang bekerja di lokalisasi tidak semata-mata sebagai pelaku namun sebagai korban sehingga diharapkan masyarakat tidak terlalu memojokkan anak korban eksploitasi seksual.

itasi Seksual Komersial Anak. Jurnal Ilmu Hukum, Mei 2011, 3(1):1-9 Atriani, Ayu. (2011). Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan oleh Anak. Skripsi, (Tidak diterbitkan) Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Brown, Louise. (2005). Sindikat Perdagangan Perempuan di Asia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Djabbar, Asdar., Sofyan, Andi., dan Akub, Syukri (2013). Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana. Jurnal Analisis Seri Hukum, Juni 2013, 2(1): 51-59. Hamzah, Andi. (2004). Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Bandung: Binacipta. Irwanto. (2001). Perdagangan Anak di Indonesia, Jakarta: ILO. Jaqualin, Noprian. (2014). Penerapan ketentuan Pidana Pada Tingkat Penyidikan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Eksploitasi Seksual yang Korbannya Anak. Jurnal Ilmu Hukum, Maret 2014, 2(1):1-10 Mansur, Dikdik dan Gultom, Elisatris. (2007). Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara Norma dan Realita, Cetakan Pertama. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Muhadjir, Noeng. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta. Rake Sarasin. Muhammad, Lalu. (2013). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Seks Komersial. Jurnal Ilmu Hukum Universitas Brawijaya, Juni 2013, 6(1):1-17 Nasution, Bahder Johan. (2008). Metode Penelitian Ilmu Hukum. Bandung. Mandar Maju. Prasetya, Teguh dan Barkatullah, A.H. (2005). Politik Hukum Pidana: Kajian kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

DAFTAR PUSTAKA Adam, Arlin., Kamaruddin, Syamsu. (2013). Lokasi Pelacuran dan Karakteristik Pekerja Seks. Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Mei 2013, 6(1):97110. Adhyanti, Hijrah. (2012). Kebijakan Kriminalisasi terhadap Pornografi Anak dalam Peraturan Perundangundangan. Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa, 20 (3): 259-272. Agus, Ahmad. (2011). Perlindungan Hukum Terhadap Korban Eksplo-

130

Penegakan Hukum, Korban, Anak, Eksploitasi Seks

Rahman, Astriani. (2011). Eksploitasi Orang Tua Terhadap Anak Dengan Mempekerjakan Sebagai Buruh. Jurnal Ilmu Hukum, Maret 2014, 2(1):1-10 Sitompul, Roswita. (2012). Perlindungan Hukum Terhadap Anak. Jurnal Ilmu

ISSN 2252-7230

Hukum, Juni 2012, 6(1):1-19 Yophi, Syaifulloh. (2012). Perlindungan Hukum Teerhadap Anak Korban Dari Tindak Pidana Perdagangan Orang. Jurnal Ilmu Hukum, Juni 2012, 3(1):1-28.

131