ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 1979-2008 Oleh : Evalina, S.E., M.M. Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta Gedung Sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450 Indonesia Telp. 021-31904598 Fax. 021-31904599 Email :
[email protected]
ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Salah satu teori dari pertumbuhan ekonomi yang digunakan oleh para ekonom diantaranya adalah Teori Pertumbuhan Neo yang memfokuskan pada akumulasi stok barang modal dan keterkaitannya dengan keputusan masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi dengan asumsi tingkat teknologi, depresiasi dan pertambahan penduduk (tenaga kerja) konstan dan tidak ada sektor pemerintah dan perdagangan luar negeri. Sedangkan menurut Teori Modern, faktor-faktor produksi yang krusial tidak hanya tenaga kerja dan modal, tetapi juga perubahan teknologi (yang terkandung di dalam barang modal atau mesin), kewirausahaan, bahan baku dan material. Selain itu, faktor-faktor lain yang oleh Teori Modern juga dianggap sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan dan kondisi infrastruktur, hukum serta peraturan, stabilitas politik, kebijakan pemerintah (yang antara lain dicerminkan oleh besarnya pengeluaran pemerintah), birokrasi dan dasar tukar internasional. Kata Kunci : Pertumbuhan, Ekonomi, Ekspor, Investasi
PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. (Tambunan, 2003: 40). Salah satu teori dari pertumbuhan ekonomi yang digunakan oleh para ekonom diantaranya adalah Teori Pertumbuhan Neo klasik (Neo Classic Growth Theory) yang dikembangkan oleh Solow (1956) yang memfokuskan pada akumulasi stok barang modal dan keterkaitannya dengan keputusan masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi dengan asumsi tingkat teknologi, depresiasi dan pertambahan penduduk (tenaga kerja) konstan dan tidak ada sektor pemerintah dan perdagangan luar negeri. (Rahardja dan Manurung, 2001: 195). Sedangkan menurut Teori Modern, faktor-faktor produksi yang krusial tidak hanya tenaga kerja dan modal, tetapi juga perubahan teknologi (yang terkandung di dalam barang modal atau mesin), kewirausahaan, bahan baku dan material. Selain itu, faktor-faktor lain yang oleh Teori Modern juga dianggap sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan dan kondisi infrastruktur, hukum serta peraturan, stabilitas politik, 51
kebijakan pemerintah (yang antara lain dicerminkan oleh besarnya pengeluaran pemerintah), birokrasi dan dasar tukar internasional (terms of trade; ToT). Pentingnya faktor-faktor ini terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari kasus negara-negara di Afrika, terutama Sub - Sahara Afrika. Menurut studi yang ada (Aschaver, 2000) serta beberapa peneliti lainnya bahwa, terhentinya pembangunan ekonomi di negara-negara tersebut disebabkan antara lain oleh kualitas L (tenaga kerja) yang sangat rendah, politik yang tidak stabil, peperangan, defisit keuangan pemerintah dan keterbatasan infrastruktur. (Tambunan, 2003: 47). Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produksi barang dan jasanya meningkat. Angka yang digunakan untuk menaksir perubahan output adalah nilai moneternya (uang) yang tercermin dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB). (Rahardja dan Manurung, 2001: 177-178). Firdaus dan kawan-kawan (2002) melakukan penelitian tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan menggunakan analisis akuntansi (accounting growth analysis) dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1950 sesuai dengan pandangan teori neo klasik yang menyatakan bahwa reformasi ekonomi melalui stabilisasi makroekonomi dan peningkatan perdagangan serta investasi merupakan kondisi pendorong utama yang menyebabkan suksesnya pertumbuhan ekonomi terutama selama periode 1967 sampai 1996. Sehingga pada masa tersebut, Indonesia dikelompokkan sebagai salah satu kejaiban ekonomi di Asia dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dengan rata-rata 7% per-tahun menurut harga konstan atau 20% menurut harga berlaku. Sedangkan Piazolo (1985: 3), menganalisa determinan pertumbuhan ekonomi Korea Selatan, yang juga merupakan salah satu keajaiban ekonomi Asia. Dengan aspek yang diteliti meliputi GDP per capita, pendidikan, jumlah penduduk, ekspor, ekspor barang jadi, investasi, pinjaman luar negeri, penerimaan pemerintah, konsumsi pemerintah, upah dan inflasi. Penelitian menggunakan The Augmented Dickey-Fuller-Test (ADF), the Phillips-Perron-Test (PP), Perron-Break-Test serta Error Correction Model (ECM) dengan jangka waktu penelitian dari tahun 1955 sampai dengan tahun 1990. Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis mencoba menguji apakah terdapat pengaruh PDB per kapita, pendidikan tenaga kerja, jumlah penduduk, investasi, pinjaman luar negeri, total ekspor, ekspor barang jadi, penerimaan pemerintah, konsumsi pemerintah, tingkat upah dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, maka dirumuskan judul penelitian yaitu “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1979-2008” IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. 2. Aktivitas perekonomian masyarakat dan aktivitas perekonomian pemerintah mempengaruhi naik atau turunnya pertumbuhan ekonomi. 3. Keadaan perekonomian dunia secara langsung atau tidak langsung berhubungan dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. 4. Pertumbuhan ekonomi negara maju cenderung lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi negara berkembang. 5. Perekonomian negara maju cenderung lebih stabil daripada perekonomian negara berkembang. 52
6.
Keadaan ekonomi negara maju secara makro cenderung lebih baik daripada keadaan ekonomi negara berkembang.
BATASAN MASALAH Berdasarkan identifikasi masalah, penulis hanya meneliti indikator-indikator ekonomi secara linier, yaitu: PDB per kapita, pendidikan tenaga kerja, jumlah penduduk, total ekspor, ekspor barang jadi, investasi dalam negeri langsung (Domestic Direct Investment/DDI), investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI), pinjaman luar negeri, penerimaan pemerintah, konsumsi pemerintah, upah dan inflasi. Tahun penelitian dibatasi pada tahun 1979 – 2008. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah trend pertumbuhan ekonomi di Indonesia dari tahun 1979 sampai tahun 2008? 2. Sejauhmana PDB perkapita, pendidikan tenaga kerja, jumlah penduduk, total ekspor, ekspor barang jadi, investasi dalam negeri langsung (Domestic Direct Investment/DDI), investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI), pinjaman luar negeri, penerimaan pemerintah, konsumsi pemerintah, upah dan inflasi memiliki hubungan atau korelasi dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode 1979 sampai tahun 2008? 3. Sejauhmana PDB perkapita, pendidikan tenaga kerja, jumlah penduduk, total ekspor, ekspor barang jadi, investasi dalam negeri langsung (Domestic Direct Investment/DDI), investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI), pinjaman luar negeri, penerimaan pemerintah, konsumsi pemerintah, upah dan inflasi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode 1979 sampai tahun 2008? 4. Sejauhmana dampak jangka pendek dan jangka panjang PDB perkapita, pendidikan tenaga kerja, jumlah penduduk, total ekspor, ekspor barang jadi, investasi dalam negeri langsung (Domestic Direct Investment/DDI), investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI), pinjaman luar negeri, penerimaan pemerintah, konsumsi pemerintah, upah dan inflasi Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi selama periode 1979 sampai dengan tahun 2008? TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui trend pertumbuhan ekonomi di Indonesia dari tahun 1979 sampai tahun 2008. 2. Untuk mengetahui sejauhmana PDB per kapita, pendidikan tenaga kerja, jumlah penduduk, total ekspor, ekspor barang jadi, investasi dalam negeri langsung (Domestic Direct Investment/DDI), investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI), pinjaman luar negeri, penerimaan pemerintah, konsumsi pemerintah, upah dan inflasi memiliki hubungan atau korelasi dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode 1979 sampai tahun 2008.
53
3.
4.
Untuk mengetahui pengaruh PDB perkapita, pendidikan tenaga kerja, jumlah penduduk, total ekspor, ekspor barang jadi, investasi dalam negeri langsung (Domestic Direct Investment/DDI), investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI), pinjaman luar negeri, penerimaan pemerintah, konsumsi pemerintah, upah dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode 1979 sampai tahun 2008. Untuk mengetahui dampak jangka pendek dan jangka panjang PDB perkapita, pendidikan tenaga kerja, jumlah penduduk, total ekspor, ekspor barang jadi, investasi dalam negeri langsung (Domestic Direct Investment/DDI), investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI), pinjaman luar negeri, penerimaan pemerintah, konsumsi pemerintah, upah dan inflasi Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi selama periode 1979 sampai dengan tahun 2008.
TINJAUAN TEORI Pertumbuhan Ekonomi “Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produksi barang dan jasanya meningkat. Angka yang digunakan untuk menaksir perubahan output adalah nilai moneternya (uang) yang tercermin dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB)”. (Rahardja dan Manurung, 2001: 177-178). Menurut Sukirno (2002) “pertumbuhan ekonomi merupakan suatu alat pengukuran prestasi dari suatu perkembangan perekonomian. Dalam analisis makro ekonomi tingkat pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai dalam tahun tertentu”. PDB adalah pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa dalam periode tertentu. PDB ini dapat mencerminkan kinerja ekonomi, sehingga semakin tinggi PDB sebuah negara, dapat dikatakan semakin bagus pula kinerja ekonomi di negara tersebut. Karena begitu pentingnya peran PDB di dalam suatu perekonomian, maka perlu kiranya untuk menganalisa faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi PDB. Sebenarnya ada banyak sekali faktor baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut teori Keynes, PDB terbentuk dari empat faktor yang secara positif mempengaruhinya, keempat faktor tersebut adalah konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor neto (NX). Keempat faktor tersebut kembali dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tingkat pendapatan, tingkat harga, suku bunga, tingkat inflasi, money supply, nilai tukar. Beberapa ekonom berpendapat bahwa kecenderungan menaik bagi output perkapita saja tidak cukup, tetapi kenaikan output harus bersumber dari proses intern perekonomian tersebut. Dengan kata lain proses pertumbuhan ekonomi harus bersifat self generating, yang mengandung arti menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan dalam jangka panjang (periode-periode selanjutnya). Menurut Mankiw (2006: 4) “PDB merupakan statistika perekonomian yang paling diperhatikan karena dianggap sebagai ukuran tunggal terbaik mengenai kesejahteraan masyarakat”. PDB mengukur dua hal pada saat bersamaan, yaitu: total pendapatan semua orang dalam perekonomian dan total pembelanjaan negara untuk membeli barang dan jasa hasil perekonomian. Alasan PDB dapat melakukan pengukuran total pendapatan dan pengeluaran adalah karena kedua hal ini benar-benar sama persis. Untuk suatu perekonomian secara keseluruhan, pendapatan pasti sama dengan pengeluaran.
54
Kita dapat menghitung PDB perekonomian dengan menggunakan salah satu dari dua cara, yaitu: menambahkan semua pengeluaran rumah tangga atau menambahkan semua pendapatan (upah, sewa, dan keuntungan) yang dibayar perusahaan. Karena semua pengeluaran dalam perekonomian berakhir sebagai pendapatan seseorang, nilai PDB akan sama terlepas dari bagaimana kita menghitungnya. Teori Pertumbuhan Ekonomi Teori-teori pertumbuhan ekonomi melihat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi (barang modal, tenaga kerja, teknologi, uang, manajemen, kewirausahaan dan informasi). Perbedaan antara teori yang satu dengan yang lain terletak pada perbedaan fokus pembahasan dan atau asumsi-asumsi yang digunakan. (Rahardja dan Manurung, 2008: 139). a.
Teori Jumlah Penduduk Optimal (Optimal Population Theory) Menurut teori ini, berlakunya The Law of Diminishing Return (TLDR) menyebabkan tidak semua penduduk dapat dilibatkan dalam proses produksi. Jika dipaksakan, justru akan menurunkan tingkat output perekonomian.
55
Dalam diagram 1.1, kurva TP1 menunjukkan hubungan antara jumlah tenaga kerja dengan tingkat output (fungsi produksi). Kondisi optimal akan tercapai jika jumlah penduduk (tenaga kerja) yang terlibat dalam proses produksi adalah L1, dengan jumlah output (PDB) adalah Q1. Jika jumlah tenaga kerja ditambah menjadi L2, PDB justru berkurang menjadi Q2. Hal ini karena terjadinya TLDR. Bagaimana agar penambahan tenaga kerja ke L2 dapat meningkatkan output, misalnya, menjadi Q3? Yang harus dilakukan adalah investasi fisik (barang modal) dan SDM yang menunda terjadinya gejala TLDR. Bahkan kedua investasi tersebut menimbulkan sinerji. Jika hal tersebut yang terjadi, maka fungsi produksi meningkat. Hal itu digambarkan dengan bergesernya kurva produksi ke TP 2. Penambahan tenaga kerja akan meningkatkan output (PDB). (Rahardja dan Manurung, 2008: 140). b.
Teori Pertumbuhan Neo Klasik (Neo Classic Growth Theory) Teori ini dikembangkan oleh Solow (1956) dan merupakan penyempurnaan teori-teori klasik sebelumnya. Fokus pembahasan teori pertumbuhan Neo Klasik adalah akumulasi stok barang modal dan keterkaitannya dengan keputusan masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi. Asumsi-asumsi penting dari model Solow antara lain adalah : 1. Tingkat teknologi dianggap konstan (tidak ada kemajuan teknologi), 2. Tingkat depresiasi dianggap konstan, 3. Tidak ada perdagangan luar negeri aliran keluar masuk barang modal, 4. Tidak ada sektor pemerintah, 5. Tingkat pertambahan penduduk (tenaga kerja) juga dianggap konstan), 6. Untuk mempermudah analisis, dapat ditambahkan asumsi bahwa seluruh penduduk bekerja, sehingga jumlah penduduk sama dengan jumlah tenaga kerja.
Dengan asumsi-asumsi tersebut, faktor-faktor penentu pertumbuhan dapat dipersempit menjadi hanya stok barang modal dan tenaga kerja. Lebih lanjut lagi, dapat diasumsikan bahwa PDB per kapita semata-mata ditentukan oleh stok barang modal per tenaga kerja. Jika Q = output atau PDB, K = barang modal dan L = tenaga kerja, maka : y = f (k) dimana, y = PDB per kapita atau Q/L k = barang modal per kapita atau K/L Untuk menjaga agar perekonomian dapat mempertahankan tingkat ouput-nya stok barang modal per kapita tidak boleh berkurang. Untuk itu tingkat investasi yang dilakukan harus mempunyai dua fungsi: 1. Mengganti barang modal yang sudah usang. Jika tingkat depresiasi konstan (asumsi 2) adalah d per tahun, maka tingkat investasi untuk memenuhi fungsi ini adalah d(k/L) atau dk. 2. Menambah stok barang modal sebagai respons terhadap pertambahn tenaga kerja. Jika pertambahan tenaga kerja konstan (asumsi 5) adalah n per tahun, maka tingkat investasi untuk mememuhi fungsi kedua adalah n (K/L) atau nk.
56
Investasi total yang dibutuhkan agar perekonomian dapat mempertahankan tingkat produksinya adalah (n+d)k. Perekonomian dikatakan berada dalam kondisi keseimbangan stabil bila jumlah tabungan sama dengan kebutuhan investasi. c. Teori Pertumbuhan Endojenus (Endogenous Growth Theory) Teori yang dikembangkan oleh Romer (1986) ini merupakan pengembangan mutakhir teori pertumbuhan Klasik-Neo Klasik. Kelemahan model klasik maupun neo klasik terletak pada asumsi bahwa teknologi bersifat eksojenus. Konsekuensi asumsi ini adalah terjadinya TLDR, karena teknologi dianggap sebagai faktor produksi tetap (fixed input). Konsekuensi lebih serius dari memperlakukan teknologi sebagai faktor eksogen dan konstan adalah perekonomian yang telah lebih dahulu maju, dalam jangka panjang akan terkejar perekonomian yang lebih terbelakang selama tingkat pertambahan penduduk, tingkat tabungan dan akses terhadap teknologi adalah sama. d. Teori Schumpeter Schumpeter berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuan kewirausahaan (entrepreneurship). Sebab, para pengusahalah yang mempunyai kemampuan dan keberanian mengaplikasi penemuan-penemuan baru dalam aktivitas produksi. Langkah-langkah pengaplikasian penemuan-penemuan baru dalam dunia usaha merupakan langkah inovasi. e. Teori Harrod-Domar Teori Harod Domar dikembangkan secara terpisah dalam periode yang bersamaan oleh E.S. Domar dan R. F.Harrod. (Rahardja dan Manurung, 2008: 143). Keduanya melihat pentingnya investasi (I) terhadap pertumbuhan ekonomi, sebab investasi akan meningkatkan stok barang modal, yang memungkinkan peningkatan output. Sumber dana domestik untuk keperluan investasi berasal dari bagian produksi (pendapatan nasional) yang ditabung. 1.
Investasi Tingkat output suatu perekonomian mempunyai hubungan proporsional (konstan) dengan jumlah stok barang modal. Seandainya tingkat output dinotasikan dinotasikan Y dan stok barang modal dinotasikan K, maka : Y= K Dimana : = rasio output barang modal (capital output ratio, disingkat COR), yaitu angka yang menunjukkan berapa jumlah output yang dapat dihasilkan dari stok barang modal yang tersedia. Umumnya nilai adalah positif, namun lebih kecil dari satu (0 < < 1).
2. Tabungan Untuk mampu melakukan investasi, perekonomian harus menyisihkan output-nya sebagai tabungan. Bila tabungan merupakan bagian proporsional (konstan) dari pendapatan, hubungan tabungan (S) dengan output (Y) adalah : S= Nilai adalah positif, namun lebih kecil dari satu (0 < < 1). 3. Pertumbuhan Ekonomi Tingkat pertumbuhan output keseimbangan tercapai pada saat I = S, 57
S=
=1 =
Y Dimana : = pertumbuhan ekonomi Y Menurut Idris dan Dan, pada tahap awal, pendapatan per-kapita menjadi alat ukur utama bagi pembangunan. Namun sesuai dengan perubahan waktu, aspek pembangunan manusia dan pembangunan sumber daya alam semakin ditekankan. Pembangunan sumber daya alam melihat kepada aspek manfaat kepada generasi akan datang melalui kebijakan masa kini. Oleh karena itu konsep pembangunan dan pertumbuhan tidak ditafsirkan dari perspektif ekonomi semata-mata, namun meliputi berbagai disiplin seperti pendidikan, perindustrian dan kebijakan (Idris dan Dan, 2004). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi, karena penduduk bertambah terus dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah terus, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini hanya bisa didapat lewat peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau produk domestik bruto (PDB) setiap tahun. Jadi dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB yang berarti juga penambahan pendapatan nasional (Tambunan, 2001a). Pertumbuhan ekonomi bisa dilihat dalam nilai absolut dan nilai relatif (persentase). Pertumbuhan dalam nilai absolut dinyatakan dalam rupiah, misalnya PDB tahun 2000 tumbuh Rp. 2 triliun dibandingkan PDB tahun 1999. Sedangkan pertumbuhan dalam persentase dapat dihitung dengan cara sederhana, sebagai berikut (Tambunan, 2001b) : ΔPDB(t) = [PDB(t) – PDB(t-1) / PDB(t-1)] x 100% dimana ΔPDB(t) = pertumbuhan ekonomi tahun (t) tertentu dalam nilai absolut, t-1 = tahun sebelumnya. Untuk mendapatkan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun, menggunakan rumus sebagai berikut :
atau dengan compounding faktor : tn = t0(1 + r)n-1 dimana r = laju pertumbuhan PDB rata-rata per tahun, n = jumlah tahun (misalnya untuk periode 1990-an, n = 10), tn = tahun akhir periode, (1 + r) n-1 menggambarkan compound factor. Menurut Tambunan (2001 b), pertumbuhan ekonomi dalam nilai absolut selanjutnya dapat dinyatakan dalam nilai nominal berdasarkan harga berlaku dan nilai riil (nyata) berdasarkan harga konstan.
58
Teori Pertumbuhan Baru (New Growth Theory) (Piazolo, 1985:3) : Tingkat pertumbuhan output dipengaruhi oleh : a. Perubahan teknologi b. Peranan pemerintah c. Kebijakan perdagangan d. Pengembangan sumber daya manusia Menurut Piazolo (1985: 3), determinan pertumbuhan ekonomi Korea Selatan meliputi: 1. Pendapatan perkapita 2. Jumlah Penduduk/Angkatan Kerja 3. Pendidikan Menurut Scott (1992:629) modal fisik, faktor yang kedua dari produksi dalam fungsi produksi klasik tampaknya menjadi determinan yang penting dari pertumbuhan ekonomi. Peningkatan investasi tidak hanya meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menghasilkan efek pembelajaran. Pada kasus yang dibahas oleh Piazolo, modal fisik digambarkan oleh pembentukan modal tetap kotor (investasi) dan hutang luar negeri. 4. Investasi kotor (gross investment) 5. Hutang luar negeri/Pinjaman Luar Negeri 6. Ekspor (total ekspor). Pertama kali Korea mengganti orientasi perdagangan pada tahun 1961 dari substitusi impor pada industri padat tenaga kerja kepada kebijakan yang berorientasi keluar mendukung ekspor hasil industri ini. Pada tahun 70-an merupakan periode kedua substitusi impor membangun industri tertentu, seperti industri mesin, baja, elektronik, dan lain-lain. Karena kesalahan pengalokasian sumber daya dan tekanan inflasi. Kebijakan ini dihentikan pada tahun 1980, menuju kepada periode liberalisasi perdagangan dan mengurangi intervensi pemerintah. Berbeda dengan substitusi impor versi Amerika Latin, pemerintah Korea mencoba untuk tidak (a) Mengabaikan ekspor industri ringan dan hal ini (b) “memaksa” industri infant baru go internasional dengan membuat target ekspor. 7. Ekspor Barang Jadi (Finished Export Goods). Pengalaman yang luas terhadap kompetisi internasional meningkatkan tekanan terhadap industri ekspor agar menjaga biaya tetap rendah dan memberikan insentif untuk pengembangan dan produksi teknologi baru, misalnya inovasi produk dan proses produksi yang efisien. (Emery, 1967:471). 8. Inflasi 9. Pendapatan/Penerimaan Pemerintah 10. Konsumsi pemerintah 11. Upah PDB per kapita PDB per kapita dapat dipakai sebagai proksi pendapatan per kapita dan lebih tepat mencerminkan kesejahteraan penduduk suatu negara daripada PDB saja, PDB per kapita adalah jumlah PDB nasonal dibagi dengan jumlah penduduk, atau dapat disebut sebagai PDB rata-rata atau PDB per kepala. (Suparmoko, 2000: 232) Menurut Mankiw (2006: 19), seperti yang dilihat, PDB dapat mengukur total pendapatan maupun total pengeluaran perekonomian untuk barang dan jasa. Jadi, PDB per orang memberi tahu kita pendapatan dan pengeluaran dari rata-rata seseorang dalam perekonomian. Karena kebanyakan orang lebih memilih pendapatan dan pengeluaran 59
yang lebih tinggi. PDB per orang sepertinya merupakan ukuran kesejahteraan rata-rata perorangan yang cukup alamiah. Pendidikan Tingkat pendidikan dari masyarakat menjadi proksi pengembangan sumber daya manusia (sebagai pengukuran kualitatif dari tenaga kerja). Pendidikan meningkatkan kualitas angkatan kerja, oleh sebab itu kurva kemungkinan produksi jangka panjang bergerak keatas. Peningkatan tingkat pendidikan memiliki efek yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. (Piazolo,1995:5) Lucas (1988) menyatakan pendidikan sumber daya manusia mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ia membedakan antara efek internal yang didasarkan atas investasi pendidikan individual dan efek eksternal yang tidak dapat disebut sebagai investasi yang spesifik, misalnya learning-by-doing. Lucas mengasumsikan tingkat pendidikan sumber daya manusia rata-rata meningkatkan produktivitas faktor produksi yang lain. Namun, terdapat hambatan data, sehingga tidak dapat mempertimbangkan efek eksternal dari pendidikan sumber daya manusia. Seperti studi empiris yang dilakukan oleh Barro (1991) dan Edwards (1991), Piazolo pun menggunakan persentase jumlah pelajar pendidikan menengah dan pendidikan tinggi dibandingkan dengan jumlah penduduk sebagai proksi bagi pembangunan sumber daya manusia di Korea. Menurut Mankiw (2006: 68), pendidikan - investasi dalam modal manusia- setidaknya sama pentingnya dengan investasi dalam modal fisik untuk mencapai kesuksesan ekonomi jangka panjang suatu negara. Beberapa ekonom berpendapat bahwa modal manusia sangatlah penting khususnya untuk pertumbuhan ekonomi karena modal manusia membawa eksternalitas positif. Eksternalitas adalah dampak dari tindakan seseorang terhadap kesejahteraan orang lain. Seseorang yang terdidik, misalnya, dapat memikirkan ide baru mengenai cara terbaik untuk menghasilkan barang dan jasa. Jika ide ini menjadi menjadi pengetahuan masyarakat, sehingga semua orang dapat melakukannya, maka ide ini adalah suatu manfaat eksternal dari pendidikan. Pada kasus ini, manfaat dari bersekolah bagi masyarakat lebih besar dibandingkan manfaat dari bersekolah bagi setiap pribadi. Pendapat ini akan membenarkan dilakukannya subsidi besar-besaran untuk investasi sumber daya manusia yang kita lihat terjadi saat ini dalam bentuk pendidikan umum. Jumlah Penduduk Kormendi dan Meguire (1985) menyatakan Teori Pertumbuhan Neoklasik Standar (Standard Neoclassical Growth Theory) mengimplikasikan bahwa tingkat pertumbuhan angkatan kerja (dengan menggunakan pengukuran kuantitatif) memiliki efek yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Mankiw (2006: 74), para ekonom dan ilmuwan sosial lain telah lama memperdebatkan bagaimana pertumbuhan populasi/penduduk mempengaruhi masyarakat. Efek yang paling langsung adalah semakin besarnya ukuran tenaga kerja: semakin besar populasi berarti semakin banyak pekerja untuk menghasilkan barang dan jasa. Pada saat yang bersamaan, ini juga berarti semakin banyak orang yang mengonsumsi barang dan jasa tersebut. Di luar efek-efek nyata tersebut, masih banyak efek-efek lain, yang tidak jelas dan mengundang perdebatan yang muncul dari adanya interasi antara perrtumbuhan populasi dengan faktor-faktor produksi. 60
Thomas Robert Malthus (1766-1834), menteri di pemerintahan Inggris dan salah satu pemikir awal bidang ekonomi dikenal melalui bukunya yang berjudul An Essay on the Principle of Population as it Affects the Future Improvement of Society, berpendapat bahwa populasi yang terus meningkat akan terus-menerus menyulitkan kemampuan masyarakat itu sendiri dalam memenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya, umat manusia ditakdirkan untuk hidup selamanya dalam kemiskinan. Untungnya, perkiraan Malthus melenceng jauh. Walaupun populasi dunia telah naik enam kali lipat selama dua abad terakhir, rata-rata standar hidup di seluruh dunia semakin meningkat. Sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi, masalah kelaparan kronis dan kurang gizi semakin jarang ditemui dibandingkan masa di saat Malthus hidup. Walaupun saat ini kelaparan masih terjadi, hal ini lebih disebabkan oleh distribusi pendapatan yang tidak merata atau akibat instabilitas politik, bukan oleh produksi pangan yang tidak mencukupi. Investasi Investasi merupakan penanaman modal di mana penanaman modal tersebut bisa berasal dari Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Investasi ini merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Investasi sebagai salah satu komponen penting dari Aggregate Demand (AD) merupakan suatu faktor krusial bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi (sustainable development) atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi (barang dan jasa) disemua sektor-sektor ekonomi. Menurut Sukirno (2002) investasi sebagai suatu kegiatan penggunaan uang untuk penyediaan barang-barang modal yang dipergunakan dalam suatu kegiatan untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang. Dalam hal investasi ini, pemerintah Indonesia telah menetapkan suatu kebijaksanaan tentang penanaman modal melalui UU No. 1 Tahun 1967 mengenai Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU No. 6 Tahun 1968 mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Kemudian disempurnakan dengan berlakunya masing-masing UU No. 11 dan UU No. 12 Tahun 1970. Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1967, pengertian penanaman Modal Asing (PMA) adalah : 1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. 2. Alat untuk perusahaan termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing atau bahan-bahan yang dimasukkan dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia. 3. Bagian dari perusahaan yang berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 ini diperkenankan ditransfer tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan Indonesia. Penanaman modal asing sangat besar fungsinya terhadap pembangunan, karena : 1. Dengan adanya penanaman modal asing maka hal ini menciptakan lapangan pekerjaan dan dapat pula meningkatkan pendapatan masyarakat. 2. Sumber modal asing dapat dimanfaatkan oleh negara yang sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
61
3. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka perlu diikuti dengan perubahan struktural produksi dan perdagangan. 4. Modal asing berperan aktif dalam mobilitas dan transformasi struktural. Menurut Kotler (1998) investasi asing memperhatikan minimum empat ciri daya tarik suatu negara bagi investasi asing, yaitu : 1. Keuntungan Komperatif dan Bersaing. Menurut Michael Porter dalam Kotler (1998) bahwa daya tarik suatu bangsa untuk mengadakan investasi dalam suatu industri terletak dalam empat atribut yang luas, yaitu : a. Faktor Kondisi Daya tarik suatu bangsa bagi investasi akan makin besar bila sumber daya alamnya, lokasinya, tenaga kerjanya yang terampil dan prasarana dasar makin baik. b. Kondisi permintaan Makin tinggi kecanggihan permintaan ditempatnya sendiri, baik produk dan pelayanan industri tersebut, makin besar daya tarik suatu bangsa untuk menanamkan modalnya. c. Industri-industri terkait dan pendukung Daya tarik suatu bangsa bagi investasi akan makin besar dengan makin adanya industri yang terkait dan pendukung dalam bangsa tersebut. d. Strategi, struktur dan persaingan yang tegas Makin besar intensitas persaingan di dalam negeri, makin besar daya tarik suatu bangsa bagi penanaman modal. 2. Stabilitas Ekonomi dan Politik Dalam Negeri Situasi pemerintah yang tidak stabil dan keadaan ekonomi yang perkembangannya tidak menentu dapat mengakibatkan perusahaan bisnis akan ragu-ragu untuk menanamkan modalnya di negara-negara lain. Stabilitas ekonomi dan politik merupakan kunsi keberhasiilan dalam menarik investasi asing langsung. 3. Perlindungan Hak Cipta Adanya kepastian hukum dan kelembagaan yang menguasai investasi secara langsung. Kepastian hukum dan kelembagaan ini hendaknya terbuka sehingga dapat diramalkan tetap stabil. Akses bebas ke valuta asing untuk pengalihan keuntungan dan perolehan input hendaknya diterapkan, para penanam modal asing sering khawatir untuk mempribumikan hak milik atau nasionalisme secara langsung. 4. Zona-Zona Perdagangan Asing Salah satu cara untuk menarik investasi asing langsung adalah dengan membangun zona perdagangan asing Foreign Trade Zone (FTZ) di mana perusahaan yang hanya mengekspor dapat didirikan bebas dari kebanyakan perundang-undangan lokal. Multi National Corporation (MNC) diperbolehkan untuk beroperasi, mengimpor, membuat dan bahkan memiliki secara keseluruhan suatu bisnis di dalam lingkungan FTZ. Selama MNC tidak menjual barang-barang impornya di dalam negara tuan rumah, tidak akan ada efek pada pasar setempat. Negara tuan rumah mendapat untung dari penciptaan kerja, keterampilan yang dipakai angkatan kerjanya, pengalihan teknologi dan pendapatan yang meningkat bagi warganya. Zona perdagangan asing didirikan 62
tidak hanya di negara-negara yang sedang berkembang tetapi juga di negara-negara yang sudah berkembang. Berbagai kebijakan investasi PMA di atas harus didukung oleh PMDN yang baik sehingga memberi hasil yang maksimal. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah sebagai berikut : 1.
2.
Bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda baik yang dimiliki oleh negara atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan pasal-pasal Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut di dalam ayat 1 pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1968 dapat terdiri atas perorangan dan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), maka Indonesia memasuki era baru dalam kebijaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia. Dengan adanya kebijaksanaan tersebut maka para investor asing dan swasta nasional berani melakukan penanaman modal untuk kegiatan ekonomi. Investasi merupakan unsur PDB yang paling sering berubah. Ketika pengeluaran atas barang dan jasa turun selama resesi, sebagian besar dari penurunan itu berkaitan dengan penurunan pengeluaran investasi (Mankiw, 2000). Ada tiga bentuk pengeluaran investasi, yaitu investasi tetap bisnis (business fixed investment) mencakup peralatan dan struktur yang dibeli perusahaan untuk proses produksi, investasi residensial (residential investment) mencakup perumahan baru yang orang beli untuk ditinggali dan yang dibeli tuan rumah untuk disewakan, investasi persediaan (inventory investment) mencakup barang-barang yang perusahaan tempatkan di gudang termasuk bahan-bahan perlengkapan, barang setengah jadi dan barang jadi. Investasi tidak berarti pembelian saham, obligasi, atau aset keuangan lain. Investasi terdiri dari belanja untuk (1) pabrik dan peralatan baru, (2) rumah baru, dan (3) kenaikan persediaan neto. Investasi usaha mencakup pembelian barang capital saat ini atas ekspektasi adanya penerimaan di masa mendatang (McEachern, 2000). Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 2002). Pengembangan selanjutnya, pengertian investasi mencakup bidang yang lebih luas di mana investasi adalah keputusan menunda konsumsi sumber daya atau bagian penghasilan demi meningkatkan kemampuan, menambah, menciptakan nilai hidup (penghasilan atau kekayaan) di masa datang atau segala sesuatu yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menambah nilai guna hidup. Jadi investasi bukan hanya dalam bentuk fisik, melainkan juga non fisik, terutama peningkatan sumber daya manusia (SDM). Kegiatan investasi akan menimbulkan dua efek, yaitu efek langsung terhadap tingkat pengeluaran agregat, dan efek terhadap kapasitas produksi nasional. Efek pertama, terjadi pada sisi permintaan agregat, yaitu bila pengeluaran investasi meningkatkan, pengeluaran agregat di pasar uang akan meningkat, yang kemudian akan menaikkan tingkat pendapatan 63
nasional melalui proses multiplier. Efek kedua, terjadi pada sisi penawaran agregat dan efek ini bersifat jangka panjang sehingga kenaikan pengeluaran investasi akan meningkatkan jumlah kapital. Dengan meningkatnya jumlah kapital, produksi perekonomian meningkat yang kemudian akan meningkatkan penawaran agregat. Hutang Asing/Pinjaman Luar Negeri Model dua-gap (two-gap model) dari Chenery dan Strout (1966) menunjukkan bahwa sebuah negara miskin dapat menutup gap investasinya melalui aliran masuk modal asing atau melalui peningkatan pendapatan ekspor. Pada prinsipnya negara berkembang menawarkan tingkat pengembalian terhadap modal asing lebih tinggi daripada yang ditawarkan oleh negara maju. Aliran masuk pertukaran asing dapat meningkatkan tingkat impor barang modal, misalnya teknologi asing, hal ini akan meningkatkan investasi. Efek positif dari hutang luar negeri pada pertumbuhan ekonomi tergantung pada jumlah tenaga kerja, pinjaman dan investasi langsung yang efisien. Krisis hutang negara-negara berkembang pada awal tahun 80-an pada banyak kasus, disebabkan oleh ketidakefisienan tenaga kerja yang bekerja untuk modal asing. Pinjaman juga merupakan sumber pembiayaan pembangunan. Pinjaman dapat dibedakan menjadi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri artinya pinjaman yang diperoleh dari orang atau pemerintah luar negeri. Pinjaman luar negeri sering pula diistilahkan sebagai bantuan luar negeri. Tetapi bantuan luar negeri itu sesungguhnya dibedakan menjadi hadiah (grant) dan pinjaman (debt). Hadiah merupakan bantuan yang diterimakan begitu saja tanpa harus mengembalikan, sedangkan pinjaman merupakan bantuan tetapi harus dikembalikan pokok pinjamannya bahkan disertai dengan pembayaran bunga pinjamannya. (Suparmoko, 2000: 245). Pada saat terjadinya pinjaman dalam negeri tidak terjadi tambahan aliran dana di dalam negara yang bersangkutan, tetapi dengan pinjaman luar negeri akan ada aliran dana yang menambah kekuatan keuangan negara yang secara keseluruhan. Tetapi pada saat pengembalian pinjaman dan pembayaran bunga pinjaman, pinjaman dalam negeri tidak mengurangi kekuatan finansial negara yang bersangkutan karena penerimaan pembayaran hutang itu juga tetap tinggal di negara yang sama. Sebaliknya pinjaman luar negeri cenderung untuk mengurangi kekuatan finansial pada saat terjadi pembayaran kembali pinjaman beserta dengan bunganya, karena ada transfer dana dari dalam negeri ke luar negeri. Untuk mengetahui batas mana suatu negara boleh melakukan pinjaman dengan aman, biasanya digunakan sebagai ukuran Debt Service Ratio (DSR), yaitu perbandingan antara besarnya cicilan utang ditambah dengan bunganya dan besarnya penerimaan ekspor. Dikatakan oleh Bank Dunia bahwa batas kritis suatu pinjaman ialah bila DSR itu telah mencapai 40%; artinya 40% dari jumlah penerimaan ekspor digunakan untuk membayar kembali cicilan utang dan bunga pinjaman. (Suparmoko, 2000: 280-281). Pinjaman luar negeri ini sebaiknya digunakan sebagai sumber pelengkap saja, dan bukan sumber utama, sebab penggunaannya menyangkut masalah pengembalian pokok penjaman dan pembayaran bunga yang tidak jarang pula akan membebani perekonomian negara peminjam. Pemerintah Indonesia berusaha keras untuk menggantikan peranan pinjaman luar negeri itu dengan tabungan pemerintah, yaitu kelebihan penerimaan rutin di atas pengeluaran rutin dalam APBN. Ekspor
64
Setiap negara dalam zaman modern ini selalu mempunyai hubungan dengan negara lain sehingga melakukan kegiatan ekspor maupun impor. Ekspor barang dan jasa banyak dipengaruhi oleh permintaan luar negeri, sedangkan impor dipengaruhi oleh permintaan dalam negeri yang tergantung pada tingkat pendapatan di dalam negeri. Oleh karena itu ekspor bersifat eksogen seperti halnya dengan investasi maupun pengeluaran pemerintah, sedangkan impor bersifat endogen. (Suparmoko, 2000: 59). Ekspor (export) adalah barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri yang di jual secara luas di luar negeri. (Mankiw, 2006: 30). Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam negeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu. Ekspor merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ekspor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai produk ekspor yang mana tanpa produk-produk tersebut, maka negara-negara miskin tidak akan mampu mengembangkan kegiatan dan kehidupan perekonomian nasionalnya. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam menjalankan usaha-usaha pembangunan mereka melalui promosi serta penguatan sektorsektor ekonomi yang mengandung keunggulan komparatif, baik itu berupa ketersediaan faktor-faktor produksi tertentu dalam jumlah yang melimpah, atau keunggulan efisiensi alias produktivitas tenaga kerja. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam mengambil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki (Todaro dan Smith, 2004). Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada umumnya, setiap negara perlu merumuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan internasional yang berorientasi ke luar. Dalam semua kasus, kemandirian yang didasarkan pada isolasi, baik yang penuh maupun yang hanya sebagian, tetap saja secara ekonomi akan lebih rendah nilainya dari pada partisipasi ke dalam perdagangan dunia yang benar-benar bebas tanpa batasan atau hambatan apapun (Todaro dan Smith, 2004). Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat output yang lebih tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2000). Ekspor Barang Jadi Piazolo (1995: 6) membedakan antara total ekspor (EX) dan ekspor barang jadi (Finished Export Goods/FEX). FEX mereprentasikan sebuah sub kelompok dari ekspor yang memberikan nilai tambah lebih tinggi. Menurut Emery, pengalaman yang kuat dalam kompetisi internasional melalui ekspor yang lebih banyak meningkatkan tekanan pada industri ekspor untuk menjaga biaya tetap rendah dan memberikan insentif bagi pengembangan dan teknologi produksi baru, misalnya inovasi produk dan proses produksi yang efisien (Emery, 1967:471).
65
Penerimaan Pemerintah Ranis (1989:1445) menyatakan bahwa kemampuan pemerintah untuk membiayai pengeluaran melalui kebijakan pajak terbuka disamping kebijakan inflasi diketahui sebagai indikator kehomogenan sebuah masyarakat. Efek positif dari sebuah sistem pajak terbuka harus berlawanan dengan kerugian insentif dari berbagai macam pajak, khususnya pajak pertambahan pendapatan yang tinggi. Korea, dibandingkan dengan negara berkembang lain memiliki pemerintah yang relatif efisien, oleh sebab itu efek positif pajak terbuka mungkin menutupi efek negatif yang terjadi. Konsumsi Pemerintah Mengapa sektor pemerintah itu selalu ada dalam setiap perekonomian? Hal ini disebabkan oleh adanya kegagalan dalam mekanisme pasar sehingga dua sektor yang pertama yaitu rumah tangga dan perusahaan tidak mampu mengusahakan bagi tersedianya barang-barang tertentu yang dibutuhkan oleh masyarakat. Barang-barang tersebut adalah apa yang disebut dengan barang publik. Contohnya adalah jalan raya, pelabuhan, pertahanan dan keamanan. Disamping itu karena adanya eksternalitas, yaitu suatu kegiatan yang menimbulkan beban bagi pihak lain, juga mendorong perlunya campur tangan pemerintah karena pihak yang bersangkutan seringkali tidak mau tahu. Contohnya adalah adanya pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi pengeluaran pemerintah yang sifatnya sebagai pembelian barang dan jasa (exhaustive expenditure) dan pengeluaran yang sifatnya transfer atau subsidi. Pengeluaran pemerintah ini kita beri simbol G dan sifatnya eksogen, yaitu tidak merupakan bagian aliran pendapatan nasional. Seperti telah dipahami, keadaan keseimbangan ditentukan oleh permintaan agregat dan penawaran agregat. Dalam model sekarang, permintaan agregat terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga (C), pengeluaran investasi perusahaan (I) dan pengeluaran pemerintah (G). dan ditampilkan dalam persamaan : Y
=
C + I + G ……… Suparmoko (2000: 47-49)
Efek dari pengeluaran/belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dinilai sangat berbeda dari sisi penawaran dan menurut ahli ekonomi Keynesian. Menurut mereka, pengeluaran pemerintah memiliki efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Efek positif ini terutama dari investasi dan pengeluaran untuk barang publik, misalnya infrastruktur, hukum, pendidikan dasar dan sistem kesehatan. Di lain pihak, intervensi pemerintah yang kuat melalui pengeluaran konsumsi pemerintah yang besar mendistorsi pasar dan membawa ketidakefisienan alokasi sumberdaya. (Piazolo, 1995). Upah Pembangunan dari pertumbuhan upah ditunjukkan oleh regulasi pemerintah atau daya tawar secara kolektif, juga mendukung pertumbuhan ekonomi jika dihubungkan dengan produktivitas pembangunan. Di kebanyakan negara berkembang, faktor institusional, seperti tingkat upah minimum, legislasi tenaga kerja, peranan organisasi tenaga kerja dan kebijakan upah pemerintah
66
membawa peningkatan upah yang menunjang pertumbuhan produktivitas (Fields and Wan, 1989: 1471). Ahli-ahli ekonomi ekonomi klasik berpendapat dalam perekonomian yang mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh akan selalu terjadi keadaan dimana penawaran agregat sama besarnya dengan permintaan agregat. Keadaan itu akan tetap wujud karena kebocoran (aliran ke luar) yang berlaku dari aliran pengeluaran sektor rumahtangga - yaitu tabungan - akan diimbangi oleh suntikan (aliran masuk) yang sama besarnya ke dalam aliran pengeluarantersebut, yaitu investasi yang dilakukan oleh para pengusaha. Keadaan yang diterangkan di atas berarti dalam perekonomian tidak akan terdapat kekurangan permintaan, dan ini akan mendorong para pengusaha untuk menggunakan semua faktor-faktor produksi yang tersedia dalam perekonomian. Tujuannya agar semua permintaan yang terdapat dalam perekonomian dapat dipenuhi. Berlandaskan kepada keyakinan ini maka menurut ahli-ahli ekonomi klasik penggunaan tenaga kerja penuh merupakan keadaan yang selalu wujud dalam perekonomian. (Sukirno, 2002: 71-72). Keyakinan ahli-ahli ekonomi klasik bahwa pada umumnya ekonomi akan mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh didasarkan pula kepada satu keyakinan lain, yaitu apabila terjadi pengangguran, mekanisme pasar akan menciptakan penyesuaianpenyesuaian di dalam pasar tenaga kerja sehingga akhirnya pengangguran dapat dihapuskan. Oleh karenanya pengangguran bukanlah suatu keadaan yang selalu terjadi dalam perekonomian. Apabila dalam perekonomian terdapat pengangguran, para penganggur akan bersedia bekerja pada tingkat upah yang lebih rendah dari yang berlaku di pasar. Keadaan-keadaan ini menimbulkan kekuatan-kekuatan yang akan menurunkan tingkat upah dan penurunan dalam tingkat upah ini akan memperluas tingkat kegiatan ekonomi. Didalam analisis mereka ahli-ahli ekonomi klasik berkeyakinan : i. ii.
Para pengusaha akan selalu mencari keuntungan yang maksimum Keuntungan maksimum akan dicapai pada keadaan dimana upah adalah sama dengan produksi fisika marginal.
Berbeda dengan pendapat ahli ekonomi klasik, Keynes berpendapat penggunaan tenaga kerja penuh adalah keadaan yang jarang terjadi dan hal itu disebabkan karena kekurangan permintaan agregat yang wujud dalam perekonomian. Perbedaan pendapat yang sangat bertentangan di antara Keynes dengan ahli-ahli ekonomi klasik ini bersumber dari perbedaan di antara mereka dalam dua persoalan berikut : i. ii.
Faktor-faktor yang menentukan tingkat tabungan dan tingkat investasi dalam perekonomian. Sifat-sifat perkaitan di antara tingkat upah dengan penggunaan tenaga kerja oleh para pengusaha. (Sukirno, 2002:75).
Inflasi Tobin-Mundell effect mempengaruhi pergerakan dari keseimbangan uang riil menuju keseimbangan modal riil sebagai konsekuensi dari inflasi yang lebih tinggi yang dapat diantisipasi. Penyesuaian ini pada portofolio ekonomi cenderung menurunkan tingkat bunga riil, yang mengakibatkan peningkatan investasi dan mempunyai efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Efek yang berlawanan tampak dalam perekonomian 67
dengan tingkat inflasi yang tinggi. Dalam kasus ini, inflasi yang lebih tinggi yang dapat diantisipasi menurunkan aktivitas perekonomian (Stockman, 1981). Khususnya bagi negara berkembang, dimana struktur pasar dan keuangan masih belum sempurna, pengaruh pasar uang pada pengembalian modal riil dapat dipertimbangkan. Juga, negaranegara ini biasanya memiliki pengalaman tingkat inflasi yang tinggi, kadang-kadang berhubungan dengan krisis politik. Fischer (1991: 5) menginterpretasikan tingkat inflasi sebagai indikator bagi kemampuan pemerintah untuk mengontrol fluktuasi perekonomiannya. Jadi, bagi negara kurang berkembang tidak ada pembenaran bagi kebijakan pertumbuhan yang didorong oleh inflasi. Studi empiris oleh Kormendi dan Meguire (1985), Grier dan Tullock (1989) dan Fischer (1991) menyatakan efek negatif dari inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Berlawanan dengan negara-negara Amerika Latin, Korea hanya memiliki pengalaman tingkat inflasi moderat – antara 2% dan 28%. Menurut Sukirno (2002:15), inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam sesuatu perekonomian. Tingkat inflasi (persentasi pertambahan kenaikan harga) berbeda dari satu periode ke periode lainnya, dan berbeda pula dari satu negara ke negara lain. Inflasi dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun, inflasi sedang antara 10% - 30% setahun, inflasi berat antara 30% - 100% setahun dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100%. Putong (2002: 254) menyatakan bahwa, inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus menerus. Sedangkan kebalikan dari inflasi adalah deflasi, yaitu penurunan harga secara terus menerus, akibatnya daya beli masyarakat bertambah besar, sehingga pada tahap awal barang-barang menjadi langka, akan tetapi pada tahap berikutnya jumlah barang akan semakin banyak karena semakin berkurangnya daya beli masyarakat. Angka inflasi dihitung berdasarkan angka indeks yang dikumpulkan dari beberapa macam barang yang diperjual belikan dipasar dengan masing-masing tingkat harga (barang-barang ini tentu saja yang paling banyak dan merupakan kebutuhan pokok/utama bagi masyarakat). Berdasarkan data harga itu, disusunlah suatu angka yang di indeks. Angka indeks yang memperhitungkan semua barang yang dibeli oleh konsumen pada masingmasing harganya disebut sebagai indeks harga konsumen (IHK atau consumer price indeks = CPI). Berdasarkan IHK dapat dihitung berapa besarnya laju kenaikan harga-harga secara umum dalam periode tertentu. Selain menggunakan IHK, tingkat inflasi juga dapat dihitung dengan menggunakan GNP atau PDB deflator, yaitu membandingkan GNP atau PDB yang diukur berdasarkan harga berlaku (GNP atau PDB nominal) terhadap GNP atau PDB harga konstan (GNP atau PDB riil). Adapun rumus untuk menghitung tingkat inflasi adalah :
Keterangan : In : Inflasi IHKn : Indeks harga konsumen tahun dasar IHKn-1 : Indeks harga konsumen tahun berikutnya Dfn : GNP atau PDB deflator tahun berikutnya Dfn-1 : GNP atau PDB deflator tahun awal (sebelumnya) 68
Inflasi dapat menyebabkan gangguan pada stabilitas ekonomi di mana para pelaku ekonomi enggan untuk melakukan spekulasi dalam perekonomian. Disamping itu inflasi juga bisa memperburuk tingkat kesejahteraan masyarakat, akibat menurunnya daya beli masyarakat secara umum karena harga-harga yang naik. Selain itu distribusi pendapatan pun semakin buruk akibat tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan inflasi yang terjadi. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi). Keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pengawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu. Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil). Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Penyebab inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu : 1. Inflasi tarikan permintaan (Demand Pull Inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment. 2. Inflasi desakan biaya (Cost Push Inflation) terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik. KAJIAN TERDAHULU Piazolo (1985: 3), menganalisa determinan pertumbuhan ekonomi Korea Selatan meliputi GDP per capita, pendidikan tenaga kerja, jumlah penduduk, ekspor, ekspor barang jadi, investasi, hutang asing, penerimaan pemerintah, konsumsi pemerintah, upah dan inflasi. Penelitian menggunakan The Augmented Dickey-Fuler-Test (ADF), the Phillips-PerronTest (PP), Perron-Break-Test serta Error Correction Model (ECM) dengan jangka waktu penelitian dari tahun 1955 sampai dengan tahun 1990.
69
Dari penelitian ini disimpulkan upah dan orientasi perdagangan memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Sementara total ekspor dan penerimaan pemerintah mempengaruhi pertumbuhan secara positif pada jangka pendek yang dinamis dari error correction model. Ekspor khususnya ekspor barang jadi (FEX) memiliki pengaruh yang positif terhadap pembangunan ekonomi pada seluruh hubungan kointegrasi dan pada satu error correction model. Tenaga kerja memiliki pengaruh yang positif pada pertumbuhan ekonomi yang dimanifestasikan secara signifikan pada komponen kualitatifnya. Dan disimpulkan pula bahwa, pendidikan tidak mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Pendidikan, mengangkat tingkat kemampuan/keterampilan pekerja, adalah prasyarat untuk membangun industri yang canggih dan kompetitif secara internasional. Seperti yang diperkirakan investasi dalam jangka panjang memiliki pengaruh yang positif secara signifikan. Di lain pihak, hutang asing memiliki pengaruh negatif yang kecil terhadap pembangunan ekonomi. Konsumsi pemerintah Korea memiliki dampak negatif yang relatif besar terhadap pertumbuhan ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Inflasi sangat mempengaruhi pembangunan ekonomi secara negatif. Hamzah (2010) dengan menggunakan pendekatan ECM menjelaskan pada jangka pendek jumlah uang beredar, ekspor, nilai tukar, dan tingkat suku bunga memiliki hubungan yang positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, investasi memiliki hubungan yang negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, sedangkan inflasi memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sedangkan pada jangka panjang jumlah uang beredar, ekspor, nilai tukar, investasi dan tingkat suku bunga memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan inflasi memiliki hubungan yang negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Wiranta (1997) menyatakan bahwa seperti pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran, inflasi merupakan salah satu ukuran utama dalam ekonomi makro. sebagai ukuran menurunnya pendapatan, inflasi, sebenarnya merupakan ukuran berubahnya indeks harga konsumen (IHK), ukuran berubahnya biaya konsumsi barang dan jasa, sekaligus merupakan ukuran kemampuan (daya beli) masyarakat perkotaan. Hamzah dan Sofilda (2006) dengan menggunakan Pendekatan ECM mengungkapkan bahwa jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah dan nilai tukar memiliki hubungan yang positif tetapi tidak signifikan terhadap laju inflasi. Hal ini terjadi karena pada kondisi Indonesia saat ini faktor eksternal lebih dominan mempengaruhi tingkat inflasi dibandingkan variabel jumlah uang beredar. Selain itu kebijakan pemerintah yang menggunakan jumlah uang beredar sebagai variabel kebijakan masih kurang berpengaruh dalam jangka pendek karena laju inflasi di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh sektor riil. Peningkatan kegiatan pada sektor riil dapat meningkatkan permintaan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan jumlah uang beredar dan selanjutnya mendorong inflasi. Kondisi ini juga akan meningkatkan pembayaran bunga utang dan pengeluaran konsumsi atas barang-barang dan jasa-jasa. Disamping itu, kenaikan harga minyak mentah dunia terus meningkat sehingga beban subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah menjadi semakin besar. Kondisi pasar barang di Indonesia sangat rentan terhadap perubahan-perubahan yang bersifat eksternal (dari luar negeri) mengingat
70
tingginya kandungan bahan baku impor pada sebagian kegiatan proses produksi di Indonesia. Hasil penelitian Lihan dan Yogi (2003) menunjukkan bahwa, peranan sektor ekspor di Indonesia tidak berpengaruh nyata terhadap perkembangan PDRB di Indonesia. Hal ini sejalan dengan pendapat Jung dan Marshall yang mengemukakan sebagian besar negaranegara berkembang tidak menunjukkan dukungan empiris bahwa pertumbuhan ekspor akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Temuan ini, juga sejalan dengan pendapat Sritua Arief yang menyatakan jika sektor ekspor ini masih tergantung pada input impor maka pengaruhnya terhadap PRDB tidaklah nyata. Faktor yang berpengaruh nyata dalam penelitian ini adalah ekspor dikurangi dengan impor tahun sebelumnya. Sedangkan menurut Hariyanti (2005) dengan Pendekatan Persamaan Rana Dowling mengungkapkan bahwa dalam jangka pendek pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode 1979-2003 di pengaruhi oleh tingkat investasi dan tabungan domestik, yang signifikan secara statistik. Sedangkan hutang luar negeri, rasio perubahan ekspor dan angkatan kerja tidak signifikan secara statistik. Dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode tahun 1973-2003 dipengaruhi oleh hutang luar negeri, investasi, tabungan domestik, rasio perubahan ekspor dan angkatan kerja yang signifikan secara statistik. KERANGKA PIKIR Berdasarkan pada perumusan masalah pada Bab I maka penulis membuat kerangka pikir agar penulisan thesis ini lebih terarah, yaitu sebagai berikut :
71
Hipotesis Berdasarkan kerangka pikir diatas, dapat dibuat hipotesa sebagai berikut : Hipotesa I PDB per Kapita Ho1 : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh antara PDB per kapita terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Ha1 : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh antara PDB per kapita terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.
Ho1 Ha1
Ho1 Ha1
Ho1 Ha1
Ho1 Ha1
Ho1 Ha1
Ho1 Ha1
Pendidikan : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh antara pendidikan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh antara pendidikan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.
Jumlah Penduduk : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh antara jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh antara jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Investasi Dalam Negeri Langsung : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh antara investasi dalam negeri langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh antara investasi dalam negeri langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Investasi Asing langsung : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh antara investasi asing langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh antara investasi asing langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Pinjaman Luar Negeri : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh antara pinjaman luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh antara pinjaman luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Total Ekspor : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh antara total ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh antara total ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.
72
Ho1 Ha1
Ho1 Ha1
Ho1 Ha1
Ho1 Ha1
Ho1 Ha1
Ekspor Barang Jadi : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh antara ekspor barang jadi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh antara ekspor barang jadi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Penerimaan Pemerintah : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh antara penerimaan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh antara penerimaan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Konsumsi Pemerintah : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh antara konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh antara konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Upah : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh antara upah terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh antara upah terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Inflasi : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh antara inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh antara inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Hipotesa II
PDB per Kapita Ho2 : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh PDB per kapita terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Ha2 : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh PDB per kapita terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Pendidikan Ho2 : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh pendidikan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Ha2 : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh pendidikan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Jumlah Penduduk Ho2 : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Ha2 : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. 73
Investasi Dalam Negeri Langsung Ho2 : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh investasi dalam negeri langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Ha2 : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh investasi dalam negeri langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Investasi Asing langsung Ho2 : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh investasi asing langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Ha2 : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh investasi asing langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Pinjaman Luar Negeri Ho2 : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh pinjaman luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Ha2 : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh pinjaman luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Total Ekspor Ho2 : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh total ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Ha2 : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh total ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Ekspor Barang Jadi Ho2 : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh ekspor barang jadi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Ha2 : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh ekspor barang jadi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Penerimaan Pemerintah Ho2 : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh penerimaan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Ha2 : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh penerimaan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Konsumsi Pemerintah Ho2 : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Ha2 : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Upah Ho2 : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh upah terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Ha2 : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh upah terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
74
Inflasi Ho2 : Diduga tidak terdapat hubungan dan pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Ha2 : Diduga terdapat hubungan dan pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA Aschaver, D. A. 2000. Public Capital And Economic Growth : Issue of Quantity, Finance, and Efficiency. Economic Development And Cultural Change 48 (2) : 391 – 406. BPS. 1997-2008. Laporan Perekonomian Indonesia. Jakarta : Biro Pusat Statistik. BPS. 1997-2008. Statistik Indonesia. Jakarta : Biro Pusat Statistik. Chenery, Hollis B and Strout, A. M. 1966. Foreign Assistance and Economic Development. American Economic Review. September 1966 : 678-733. Edwards, Sebastian. 1991. Trade Orientation, Distortions and Growth in Developing Countries. NBER Working Paper #3716, Cambridge Mass : May 1991. Emery, Robert F. 1967. The Relation of Exports and Economic Growth. Kyklos. 1967: 470-486. Engle,
R. F. and Granger, C. W. J. 1987. Co-integration and Error Correction:Representation, Estimation and Testing. Econometrica 55: 251-276.
Fields. Gary S and Wan, Henry Jr. 1989. Wage-Setting Institutions and Economic Growth. World Development. September 1989 : 1471-1483. Firdaus, Carunia M., Haryo A. dan Lepi T. November 2002. Sources of Indonesian Economic Growth. Edisi 02. Jurnal Ekonomi. Th VII. Fischer, Stanley. 1991. Growth, Macroeconomics and Development. NBER Working Paper # 3702. Cambridge Mass : May 1991. Grier, Kevin B. and Tullock. 1989. An Empirical Analysis of Cross-National Economic Growth 1951-1980. Journal of Monetary Economics. September 1989: 259-276. Gujarati, D. 2004. Basic Econometrics, New York: Mc Graw-Hill Hamzah, Muhammad Zilal dan Sofilda, Eleonora. 2006. Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi Di Indonesia : Pendekatan Error Correction Model (ECM). Jurnal Kebijakan Ekonomi, Vol. 2, No. 1, Agustus 2006(21 – 35). Jakarta : MPKP Universitas Indonesia. Hamzah, Ramadhani. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1983-2009. Thesis. Jakarta: STIEBI 75
Hariyanti, Dini. 2005. Analisis Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia : Pendekatan Persamaan Rana Dowling. Jurnal Media Ekonomi, Vol. II, No. 1, April 2005 (25 – 44). Jakarta : LPFE USAKTI. Idris, Nor Aini Haji dan Ab. Razak Dan. 2004. Teori Perkembangan Dan Pembangunan Ekonomi. Bangi : Penerbit UKM, ISBN 967-942-516-9. Jhingan M.L, 2000. Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan. Penerjemah : D. Guritno. Edisi Pertama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Kormendi, Roger C and Meguire. P.C. 1985. Macroeconomics Determinant of Growth Cross Country Evidence. Journal of Monetary Economics. September 1985 : 141163. Kotler, Philip. 1998. Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi Dan Kontrol. Jakarta : PT Prenhallindo. Lihan, Irham dan Yogi. 2003. Analisis Perkembangan Ekspor Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis No. 1, Jilid 8. Lucas, Robert E. 1988. On The Mechanics of Economic Development. Monetary Economics. July 1988: 3-42
Journal of
Mankiw, N Gregory. 2000. Teori Makro Ekonomi. Jakarta : Penerbit Erlangga. ------------------------. 2006. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat. Mc Eachern, William A. 2000. Ekonomi Makro Pendekatan Kontemporer. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Piazolo, Marc. 1995. Determinants of South Korean Economic Growth. International Economic Journal. Volume 9. Number 4. Winter. Pradumo, B. Rana and J. Malcolm Dowling. 1988. The Impact of Foreign Capital and Growth: Evidences From Asian Developing Countries. The Developing Economies, Vo. XXVI No. 1, Maret 1988 Putong, Iskandar. 2002. Pengantar Ekonomi Mikro Dan Makro, Edisi 2. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia. Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2001. Teori Ekonomi Makro; Suatu Pengantar, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2008. Teori Ekonomi Makro; Suatu Pengantar, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ranis, Gustaf. 1989. The Role of Institutions in Transition Growth: The East Asian Newly Industrialising Countries. World Development, September 1989: 1443-1453.
76
Said E. And David A. Dickey. 1984. Testing for Unit Roots in Autoregressive Moving Average Models of Unknown Order. Biometrika, 71 : 599-607 Scott, M. FG. 1992. Policy Implications of ’A New View on Economic Growth’. Economic Journal. May 1992: 622-632. Solow, Robert M. 1956. A Contribution to the Theory of Economic Growth. Quarterly Journal of Economics. February 1956: 66-94. Stockman, Alan. 1981. Anticipated Inflation and The Capital Stock in Cash-in-Advance Economy. Journal of Monetary Economics. November 1981: 387-393 Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Makroekonomi. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Suliyono, Joko. 2010. 6 Hari Jago SPSS 17. Cetakan 1. Yogyakarta: Penerbit Cakrawala. Suparmoko, M. 2000. Pengantar Ekonomika Makro. Edisi 4. Yogyakarta: BPFEYogyakarta. Susanto. 2008. Materi kuliah Laboratorium SPSS. Jakarta: STIEBI. Tambunan, Tulus. 2001a. Perekonomian Indonesia : Teori dan Temuan Empiris. Jakarta : Ghalia Indonesia. --------------------. 2001b. Transformasi Ekonomi Di Indonesia : Teori Dan Penemuan Empiris. Jakarta : Salemba Empat. --------------------. 2003. Perekonomian Indonesia; Beberapa Masalah Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia. Todaro, Michael, P. dan Stephen C. Smith. 2004. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Edisi Kedelapan. Jakarta : Erlangga. Wiranta, Sukarna. 1997. Kaitan Antara Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan Pertumbuhan Ekonomi : Suatu Ulasan Makro. Jurnal Keuangan Dan Moneter, Vol. 4, No. 1, April 1997 (121). Jakarta : Biro Pengkajian Ekonomi dan Keuangan (BPEK).
77