ANALISIS KUALITAS DAGING SAPI BERDASARKAN STANDAR ASUH (AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL) PADA TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN DI KOTA GORONTALO TAHUN 2013 MARIKA ASIAMA LUPOYO, RANY A HIOLA, RAMLY ABUDI1
Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif. Populasi dalam penelitian adalah semua daging sapi dari tempat pemotongan hewan yang ada di Kota Gorontalo sebanyak 10 tempat dan sampel masing-masing sebanyak ¼ kg.Analisis data menggunakan analisis univariat.Hasil uji fisik sampel daging sapi pada uji organoleptik yang diambil dari 10 TPH, keseluruhan sampel daging tidak memenuhi kriteria fisik daging yang baik sesuai SNI 3932:2008.Namun dari keseluruhan di dapatkan sampel daging yang paling baik yaitu sampel dari tempat pemotongan hewan 2 dengan warna daging merah terang, warna lemak putih dan marbling sedikit.Dan untuk sampel daging yang tidak baik yaitu dari tempat pemotongan hewan 10 dengan warna daging merah gelap, warna lemak kuning, dan marbling sedang.Hasil uji mikrobiologi semua sampel daging sapi dari 10 TPH hanya TPC yang masih memenuhi syarat batas maksimum, sedangkan untuk coliform dan Staphylococcus aureus tidak memenuhi syarat atau melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh SNI 3932:2008 Mutu Karkas dan Daging Sapi.Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan hasil dari tiap-tiap kriteria pengujian, jika dibandingkan dengan kriteria aman standar ASUH yaitu bebas dari bahaya fisik, kimia dan biologi serta mengacu pada SNI 3932:2008Mutu Karkas dan Daging Sapi, semua daging sapi di Tempat Pemotongan Hewan belum memenuhi standar ASUH tersebut.Disarankan kepada pemilik Tempat Pemotongan Hewan yang berada di Kota Gorontalo agar lebih menjaga kebersihan lokasi tempat pemotongan dan penjualan. Kata Kunci :Pemotongan Hewan, Kualitas Daging Sapi, Standar ASUH.
1
Marika Asiama Lupoyo Mahasiswi di Juruasan Kesehatan Mayarakat Universitas Negeri Gorontalo :Dra. Hj Rany A Hiola, M.Kes Dosen Pembimbing di Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo : Ramly Abudi, S.Psi, M.kes Dosen Pembimbing di Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negerei Gorontalo.
Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim yang dapat mengurai/memecah beberapa komponen gizi (protein, lemak) yang akhirnya menyebabkan pembusukan daging (Lukman, 2008). Daging yang tidak aman dapat membahayakan kesehatan konsumen. Beberapa kriteria daging yang tidak baik adalah bau dan rasa tidak normal, warna daging tidak normal, konsistensi daging tidak normal, kekenyalan rendah, dan daging yang busuk. Bau dan rasa yang tidak normal biasanya akan segera tercium sesudah hewan dipotong. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan-kelaianan seperti Hewan sakit, terutama yang menderita radang yang bersifat akut pada organ dalam, akan menghasilkan daging yang berbau seperti mentega tengik. Hewan dalam pengobatan, terutama dengan pemberian antibiotika, akan menghasilkan daging yang berbau obat-obatan. Warna daging yang tidak normal tidak selalu membahayakan kesehatan konsumen, namun akan mengurangi selera konsumen. Konsistensi daging yang tidak sehat yaitu mempunyai kekenyalan rendah (jika ditekan dengan jari akanterasa lunak), apalagi diikuti dengan perubahan warna yang tidak normal, maka daging tersebut tidak layak dikonsumsi. Daging yang busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen, karena dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi karena penanganan yang kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu relatif lama pada temperatur kamar, sehingga terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim membentuk asam sulfida dan amonia (Lawrie, 1995). Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Kualitas Daging Sapi Berdasarkan Standar ASUH (aman, sehat, utuh dan halal) Pada Tempat Pemotongan Hewan di Kota Gorontalo Tahun 2013”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas daging sapi berdasarkan standar ASUH dengan uji fisik dan uji mikrobiologi. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada penjual daging sapi di tempat pemotongan hewan di Kota Gorontalo dan selanjutnya diambil sampel yaitu daging sapi kemudian diuji di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalodan waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 4 sampai 23 Desember 2013.Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dimana dalam Penelitian ini peneliti ingin mengetahui kualitas daging sapi yang ASUH dengan melakukan uji laboratorium untuk melihat kualitas fisik dan keberadaan bakteri yang terkandung dalam daging sapi yang diambil di sepuluh tempat pemotongan hewan.Dimana dalam Penelitian ini peneliti melakukan uji laboratorium dan melihat kualitas fisik dan keberadaan bakteri yang terkandung dalam daging sapi yang diambil di sepuluh tempat pemotongan hewan kemudian dibandingkan dengan standar ASUH.Populasi dalam penelitian ini adalah semua daging sapi dari tempat pemotongan hewan yang ada di Kota Gorontalo sebanyak 10 tempat yaitu di Kel.Padebuolo, Jl.Sultan Botutihe, Jl.Tondano Kel.Tapa 3 tempat, Jl. Tondano Kel.Bulotadaa B 2 tempat, Kel Donggala, dan Kel. Biawu 2 tempat dan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling
yaitu daging sapi yang diambil dari tempat
pemotongaan hewan tersebut masing-masing sebanyak ¼ kg. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis univariat dimana untuk menggambarkan karakteristik seluruh variabel yang diteliti.Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1) Hasil Uji Organoleptik a) Warna Daging berdasarkan uji organoleptik
Tabel 1 Distribusi Warna Dagingberdasarkan hasil penilaian 27 responden pada 10 sampel daging sapi di Tempat Pemotongan Hewan Kota Gorontalo Tahun 2013 Warna Daging II
III
Merah
Merah
Kegelapan
Gelap
Skor 6-7
Skor 8-9
I Merah Terang No
Lokasi
Skor 1-5
Jumlah
Sampel n
%
n
%
n
%
n
%
1.
TPH 1
6
22,2
6
22,2
15
55,6
27
100
2.
TPH 2
16
59,2
6
22,2
5
18,6
27
100
3.
TPH 3
2
7,4
9
33,3
16
59,2
27
100
4.
TPH 4
4
14,8
3
11,1
20
74
27
100
5.
TPH 5
9
33,3
5
18,6
13
48,1
27
100
6.
TPH 6
26
96,2
0
0
1
3,7
27
100
7.
TPH 7
11
40,7
9
33,3
7
25,9
27
100
8.
TPH 8
26
96,2
1
3,7
0
0
27
100
9.
TPH 9
5
18,5
2
7,4
20
74
27
100
10.
TPH 10
6
22,2
8
29,6
13
48,1
27
100
Sumber : Data Primer 2013 Ket: TPH = Tempat Pemotongan Hewan Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa penilaian responden pada warna daging sapi beragam, namun ditentukan dengan banyaknya presentase pilihan responden yaitu untuk TPH 1 dengan warna daging merah gelap, TPH 2 dengan warna daging merah terang, TPH 3 dengan warna daging merah gelap, TPH 4 dengan warna daging merah gelap, TPH 5 dengan warna daging merah gelap, TPH 6 dengan warna daging merah terang, TPH 7 dengan warna daging merah terang, TPH 8 dengan warna
daging merah terang, TPH 9 dengan warna daging merah gelap dan TPH 10 dengan warna daging merah gelap. b) Warna Lemak berdasarkan uji organoleptik Tabel 2 Distribusi Warna Lemak berdasarkan hasil penilaian 27 responden pada 10 sampel daging sapi di Tempat Pemotongan Hewan Kota Gorontalo Tahun 2013 Warna Lemak II
I Putih No
Lokasi
III
Putih
Skor 1-3
Kekuningan Skor 4-6
Kuning
Jumlah
Skor 7-9
Sampel n
%
n
%
n
%
n
%
1.
TPH 1
26
96,2
1
3,7
0
0
27
100
2.
TPH 2
22
81,4
3
11,1
2
7,4
27
100
3.
TPH 3
11
40,7
14
51,8
2
7,4
27
100
4.
TPH 4
23
85,1
4
14,8
0
0
27
100
5.
TPH 5
22
81,4
5
18,5
0
0
27
100
6.
TPH 6
1
3,7
11
40,7
15
55,5
27
100
7.
TPH 7
3
11,1
8
29,6
16
59,2
27
100
8.
TPH 8
3
11,1
11
40,7
13
48,1
27
100
9.
TPH 9
26
96,2
1
3,7
0
0
27
100
10.
TPH 10
5
18,5
6
22,2
16
59,2
27
100
Sumber : Data Primer 2013 Ket: TPH = Tempat Pemotongan Hewan Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa penilaian responden pada warna lemak sapi beragam, namun ditentukan dengan banyaknya presentase pilihan responden yaitu untuk TPH 1 dengan warna lemak putih, TPH 2 dengan warna lemak putih,
TPH 3 dengan warna lemak putih kekuningan, TPH 4 dengan warna lemak putih, TPH 5 dengan warna lemak putih, TPH 6 dengan warna lemak kuning, TPH 7 dengan warna lemak kuning, TPH 8 dengan warna lemak kuning, TPH 9 dengan warna lemak putih dan TPH 10 dengan warna lemak kuning. c) Marbling berdasarkan uji organoleptik Tabel 3 Distribusi Intesitas Marbling berdasarkan hasil penilaian 27 responden pada 10 sampel daging sapi di Tempat Pemotongan Hewan Kota Gorontalo Tahun 2013 Marbling
No
Lokasi
I
II
III
Banyak
Sedang
Sedikit
Skor 9-12
Skor 5-8
Skor 1-4
n
%
n
%
n
%
n
%
Jumlah
Sampel
1.
TPH 1
3
11,1
16
59,2
8
29,6
27
100
2.
TPH 2
1
3,7
6
22,2
20
74
27
100
3.
TPH 3
8
29,6
13
48,1
6
22,2
27
100
4.
TPH 4
3
11,1
13
48,1
11
40,7
27
100
5.
TPH 5
3
11,1
9
33,3
15
55,5
27
100
6.
TPH 6
2
7,4
14
51,8
11
40,7
27
100
7.
TPH 7
1
3,7
6
22,2
29
74
27
100
8.
TPH 8
2
7,4
10
37
15
55,5
27
100
9.
TPH 9
6
22,2
12
44,4
9
33,3
27
100
10.
TPH 10
10
37
11
40,7
6
22,2
27
100
Sumber : Data Primer 2013 Ket: TPH = Tempat Pemotongan Hewan Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa penilaian responden pada intensitas marbling daging sapi beragam, namun ditentukan dengan banyaknya presentase
pilihan responden yaitu untuk TPH 1 dengan intensitas marbling sedang, TPH 2 dengan intensitas marbling sedikit, TPH 3 dengan intensitas marbling sedang, TPH 4 dengan intensitas marbling sedang, TPH 5 dengan intensitas marbling sedikit, TPH 6 dengan intensitas marbling sedang, TPH 7 dengan intensitas marbling sedikit, TPH 8 dengan intensitas marbling sedikit, TPH 9 dengan intensitas marbling sedang dan TPH 10 dengan intensitas marbling sedang. 2) Hasil Uji Mikrobiologi a) Hasil Pemeriksaan Bakteri Coliform pada daging sapi Untuk melihat keberadaan bakteri Coliform pada daging sapi, peneliti menggunakan pemeriksaan laboratorium.Adapun hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 4 : Tabel 4 Hasil Pemeriksaan Bakteri Coliform Pada 10 Sampel Daging Sapi di Tempat Pemotongan Hewan Kota Gorontalo Tahun 2013 Lokasi Pengenceran MPN Keterangan No -1 -2 -3 Sampel Coliform 10 10 10 1
TPH 1
3
3
3
2,4 x 103
TMS
2
TPH 2
3
3
3
2,4 x 103
TMS
3
TPH 3
3
3
3
2,4 x 103
TMS
4
TPH 4
3
3
3
2,4 x 103
TMS
5
TPH 5
3
3
3
2,4 x 103
TMS
6
TPH 6
3
3
3
2,4 x 103
TMS
7
TPH 7
3
3
3
2,4 x 103
TMS
8
TPH 8
3
3
3
2,4 x 103
TMS
9
TPH 9
3
3
3
2,4 x 103
TMS
10
TPH 10
3
3
3
2,4 x 103
TMS
Sumber : Hasil Coliform 2013 Ket: TPH = Tempat Pemotongan Hewan TMS = Tidak Memenuhi Syarat
Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa setelah diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 37C, dari 10 sampel daging sapi yang diperiksa seluruh sampel mengandung bakteri Coliform. Dimana dari hasil pengamatan, untuk Mengetahui adanya Bakteri Coliform yaitu Pertama adanya gas pada tabung durham dan yang ke dua adanya perubahan warna hijau menjadi orange. 1. Hasil Pemeriksaan Total Plate Count pada daging sapi Untuk melihat total koloni bakteripada daging sapi, peneliti menggunakan pemeriksaan laboratorium. Adapun hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 5 Hasil Pemeriksaan Total Plate Count (duplo) Pada 10 Sampel Daging Sapi di Tempat Pemotongan Hewan Kota Gorontalo Tahun 2013 Total Plate Count (duplo) Lokasi 10-1
Sampel
10-2
10-3
I
II
I
II
I
II
TPH 1
TBUD
TBUD
TBUD
TBUD
920
996
TPH 2
TBUD
TBUD
1.234
1.308
696
680
TPH 3
TBUD
TBUD
1.216
1.204
920
840
TPH 4
TBUD
TBUD
792
612
500
572
TPH 5
466
578
254
366
264
306
TPH 6
1.028
1.144
422
498
130
114
TPH 7
642
736
492
472
192
124
TPH 8
366
316
220
212
206
176
TPH 9
738
780
280
274
218
210
TPH 10
778
680
540
490
404
420
Sumber : Hasil Total Plate Count 2013 Ket: TPH = Tempat Pemotongan Hewan TBUD = Tidak Bisa Untuk Dihitung
Tabel 5 merupakan hasil perhitungan koloni bakteri pada Total Plate Countduplo. Dimana keduanya terdapat bakteri yang jumlahnya hampir sama. Hasil yang diperoleh kemudian akan di rata-rata untuk menghitung nilai total koloni/gram. Tabel 6 Hasil Pemeriksaan Total Plate Count (rata-rata) Pada 10 Sampel Daging Sapi di Tempat Pemotongan Hewan Kota Gorontalo Tahun 2013 Lokasi Pengenceran Total Bakteri Keterangan Sampel
10-1
10-2
10-3
(koloni/gram)
TPH 1
TBUD
TBUD
958
9,6 x 105
MS
TPH 2
TBUD
1.271
688
6,9 x 105
MS
5
TPH 3
TBUD
1.210
880
8,8 x 10
MS
TPH 4
TBUD
702
536
5,4 x 105
MS
TPH 5
522
310
258
2,6 x 105
MS
TPH 6
1.086
460
122
1,2 x 105
MS
TPH 7
689
482
158
1,6 x 105
MS
TPH 8
341
216
191
0,2 x 105
MS
TPH 9
759
277
214
0,3 x 105
MS
TPH 10
729
515
412
4,1 x 105
MS
Sumber : Hasil Total Plate Count 2013 Ket: TPH = Tempat Pemotongan Hewan TBUD = Tidak Bisa Untuk Dihitung MS = Memenuhi Syarat Batas maksimum Total Plate Count pada produk olahan daging segar berdasarkan SNI Mutu Karkas dan Daging Sapi adalah 1x106 koloni/gram. Berdasarkan hasil pemeriksaan Total Plate Count dari daging sapi yang diuji diperoleh keseluruhan sampel tersebut memenuhi standar sesuai dengan SNI.
2. Hasil Pemeriksaan Bakteri Staphylococcus aureus pada daging sapi Untuk melihat keberadaan bakteri S.aureuspada daging sapi, peneliti menggunakan pemeriksaan laboratorium. Adapun hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 7 : Tabel 7 Hasil Pemeriksaan Bakteri S.aureusPada 10 Sampel Daging Sapi di Tempat Pemotongan Hewan Kota Gorontalo Tahun 2013 Sampel Pengenceran Total Keterangan 10-1
10-2
10-3
(koloni/gram)
TPH 1
256
82
63
8,2 x 103
TMS
TPH 2
58
36
30
3,6 x 103
TMS
TPH 3
134
37
21
3,7 x 103
TMS
TPH 4
279
79
40
7,9 x 103
TMS
TPH 5
117
67
0
1,2 x 103
TMS
TPH 6
83
76
40
7,6 x 103
TMS
TPH 7
372
118
3
7,4 x 103
TMS
TPH 8
47
43
6
5,2 x 103
TMS
TPH 9
59
30
21
5,9 x 103
TMS
TPH 10
306
206
69
2,1 x 103
TMS
Sumber :Hasil S.aureus 2013 Ket: TPH = Tempat Pemotongan Hewan TMS = Tidak Memenuhi Syarat Batas maksimum S.aureuspada produk makanan olahan daging sesuai SNI yaitu 1x102 koloni/gram.Berdasarkan Tabel
7, dapat dilihat bahwa setelah diinkubasi
selama 1 x 24 jam pada suhu 37C, dari 10 sampel daging sapi yang diperiksa seluruh sampel mengandung bakteri dan tidak memenuhi syarat sesuai ketentuan batas cemaran bakteri pada bahan makanan khususnya daging sapi.
Pembahasan a.
Kualitas fisik daging sapi Sampel daging sapi diambil pada 10 tempat pemotongan hewan yang tersebar di
wilayah kota Gorontalo. Peneliti terlebih dahulu mengambil sampel daging yang lokasinya terjauh dengan laboratorium sehingga waktu pengambilan sampel berbedabeda namun di hari yang sama. Sampel tersebut di masukkan kedalam wadah yang sudah di sterilkan. Rata-rata sapi yang di potong pada tempat pemotongan hewan berjumlah satu sapi per hari.Untuk lokasi penjualan, ada beberapa tempat pemotongan yang menjual sapi di lokasi pemotongan itu sendiri dan ada pula yang setelah pemotongan dibawa ke pasar. 10 sampel daging tersebut kemudian di uji organoleptik oleh 27 responden/ panelis yang sudah di kumpulkan.Dari hasil penilaian keseluruhan untuk warna daging, warna lemak dan marbling hasilnya beragam, namun di tentukan dengan penilaian terbanyak responden. Faktor yang mempengaruhi warna daging, termasuk pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress (tingkat aktivitas dan tipe otot), pH dan oksigen (Soeparno, 2005 dalam Ridwan). Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi penentu utama warna daging, yaitu konsentrasi pigmen dan mioglobin. Tipe molekul miogobin, dan kondisi kimia serta fisik komponen lain dalam daging mempunyai peranan besar dalam menentukan warna daging (Lawrie, 2003 dalam Ridwan). Kandungan pigmen dalam daging sapi muda lebih rendah sehingga warna daging lebih pucat. Pada umumnya makin bertambah umur ternak, konsentrasi mioglobin makin meningkat walaupun tidak konstan. Bertambahnya tingkat kedewasaan pada sapi akan menyebabkan perubahan warna daging dari merah muda menjadi merah gelap (Aberle et al., 2001 dalam Ridwan).
Lemak marbling atau biasanya disebut lemak intramuskuler terdapat di dalam jaringan ikat perimiseal diantara fasikuli atau ikatan serabut otot. Lemak marbling termasuk faktor yang ikut menentukan kualitas karkas dan mempengaruhi warna daging (hue) menjadi lebih terang, tetapi tidak mempengaruhi mioglobin (Soeparno, 2005 dalam Ridwan). Menurut SNI 3932:2008 Mutu Karkas dan Daging Sapi, kondisi fisik daging sapi yang termasuk kategori baik yaitu memiliki warna daging merah terang, warna lemak putih dan intensitas marbling banyak. Dan dari keseluruhan sampel daging yang dinilai oleh responden, tidak ada sampel yang memenuhi semua kriteria tersebut. b.
Mikrobiologis daging sapi Pada pengujian ini peneliti melakukan pemeriksaan Total Plate Count, Coliform,
dan S.aureus.Sampel daging diambil di lokasi pemotongan.Kondisi tempat pemotongan tidak berbentuk bangunan.Daging yang di jual digantung di tempat terbuka.Sehingga dengan cepat terkontaminasi dengan udara serta mempercepat pertumbuhan mikroba. Untuk pemeriksaan Total Plate Count,cara pengujian dengan menggunakan media NA (nutrient agar) yang dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah terisi sampel daging yang telah diencerkan kemudian di inkubasi selama 1x24 jam. Pemeriksaan TPC menggunakan duplo sehingga hasil yang didapat lebih akurat. Perhitungan jumlah bakteri ditentukan dengan mengamati koloni yang berdiri sendiri di hitung 1 koloni, koloni yang berdempetan (bersusun seperti anggur) di hitung 1 koloni, koloni yang berjajar atau berderet dihitung 1 koloni serta koloni yang saling bersusun dihitung 1 koloni. Keseluruhan sampel daging sapi terdapat bakteri namun masih memenuhi syarat sesuai SNI 3932 tahun 2008 tentang Mutu Karkas dan Daging Sapi yaitu 1x 106 koloni/gram. Untuk pemeriksaan bakteri Coliform, cara pengujian dengan menggunakan media LB (laktosa broth) yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diisi dengan sampel daging yang telah diencerkan. Indikator Coliform yaitu dengan adanya gelembung gas disekitar tabung durham dan terjadinya perubahan warna pada LB.
Hasil yang diperoleh setelah inkubasi 1x24 jam yaitu keseluruhan memenuhi indikator tersebut sehingga menunjukkan adanya kandungan bakteri Coliform pada sampel daging sapi tersebut. Hasil yang didapat yaitu semua sampel daging Tempat Pemotongan Hewan melebihi batas maksimum Coliform sesuai SNI 3938 tahun 2008 tentang Mutu dan Karkas Daging Sapi yaitu 1x 102 koloni/gram. Untuk pemeriksaan bakteri Staphylococcus aureus pengujian menggunakan media MSA yang dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diisi sampel daging sapi yang telah diencerkan kemudian diinkubasi selama 1x24 jam. Cara menghitung koloni S.aureus yaitu dengan mengitung sama seperti perhitungan koloni pada umumnya namun indikatornya yaitu koloni yang berwarna kuning. Hasil yang diperoleh berdasarkan perhitungan tersebut, keseluruhan sampel daging sapi mengandung bakteri S.aureus dan melebihi batas maksimum bakteri S.aureus sesuai sesuai SNI 3938 tahun 2008 tentang Mutu dan Karkas Daging Sapi yaitu 1x 102 koloni/gram. Daging yang sehat seharusnya tidak mengandung mikroorganisme patogen kalaupun ada biasanya berupa mikroorganisme nonpatogen dan dalam jumlah yang sedikit. Kontaminasi mikroorganisme patogen atau perusak yang sangat penting berasal dari luar ternak yang dipotong, yaitu selama pemotongan, penanganan dan proses pengolahan. Kontaminasi mikroorganisme yang berasal dari pekerja antara lain adalah salmonell, Shigella, Escherichia coli, Bacillus proteus, Staphillococcus albus dan Staphylococcus aureus (Lawrie, 1995 dalam Takasari). Menurut Lawrie (1995) mengatakan bahwa kontaminasi mikroba pada daging dapat terjadi pada saat hewan tersebut masih hidup sampai sewaktu akan dikonsumsi. Sumber kontaminasi dapat berasal dari tanah, kulit hewan, alat jeroan, air pencelupan, alat yang dipakai selama proses persiapan karkas, kotoran hewan, udara dan dari pekerja. Jumlah TPC masih memenuhi syarat karena daging di ambil langsung di tempat pemotongan dan baru selesai penyembelihan sehingga belum tercemar banyak
bakteri.Sedangkan Coliform dan Staphylococcus aureus tidak memenuhi syarat karena walaupun daging diambil di tempat pemotongan, sanitasi tempat pemotongan tersebut belum memenuhi syarat.sehingga mempercepat pertumbuhan bakteri tersebut. Setiap bahan pangan selalu mengandung mikroba yang jumlah dan jenisnya berbeda.Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemar mikroba, seperti tanah, air, debu, saluran pencernaan dan pernafasan manusia atau hewan.Dalam batas-batas tertentu kandungan mikroba pada bahan pangan tidak banyak berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan tersebut. Akan tetapi, apabila kondisi lingkungan memungkinkan mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat, maka bahan pangan akan rusak karenanya (Dwidjoseputro 2005 dalam Meilaty). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dilihat dari keseluruhan hasil dari tiap-tiap kriteria pengujian, jika dibandingkan dengan kriteria aman standar ASUH yaitu bebas dari bahaya fisik, kimia dan biologi serta mengacu pada SNI 3932:2008 Mutu Karkas dan Daging Sapi, semua daging sapi di Tempat Pemotongan Hewan belum memenuhi standar ASUH tersebut. Saran Bagi pemilik Tempat Pemotongan Hewan yang berada di Kota Gorontalo agar lebih menjaga kebersihan lokasi tempat pemotongan dan penjualan, lebih memperhatikan kebersihan peralatan yang digunakan terutama dalam penerapan prinsip – prinsip hygiene sanitasi dalam penyajiannya, serta berperilaku bersih apabila hendak melayani pembeli agar terjamin kualitas dari daging sapi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional 2008. Mutu Dan Karkas Daging Sapi. Badan Standar Nasional.Diperoleh dari http://blog.ub.ac.idDiakses pada 10 September 2013. Lawrie.R.A, 2003.Ilmu Daging. Jakarta, UI- Press. Lukman Denny W, 2004.Product Safery pada Rumah Pemotongan Hewan.Diperoleh dari http://higiene-pangan.blogspot.com.Diakses pada 9 September 2013 Meilaty Ika, 2011. Pengujian Total Mikroba Metode Standard Plate Count. Diperoleh dari http://ikameilaty.wordpress.com.Diakses pada 18 Januari 2013. Ridwan Tantan, 2011. Karakteristik Fisik Daging Sapi Dara Brahman cross dengan Pemberian Jenis Konsentrat yang Berbeda. Diperoleh dari http://repository.ipb.ac.id.Diakses pada 17 Janurari 2014. Takasari Cicilia, 2008. Kualitas Mikrobiologis Daging Sapi dengan penambahan Bakteriosin dari Lactobacillus sp. Galur SCG 1223 yang Diisolasi dari Susu Sapi.Diperoleh dari http://repository.ipb.ac.id.Diakses pada 7 Oktober 2013.