i
ANALISIS PENGARUH INVESTASI, TENAGA KERJA, DAN INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT
ARYANTI UTAMI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Aryanti Utami NIM H14090107
ABSTRAK ARYANTI UTAMI. Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan di suatu daerah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat pada tahun 1990-2011. Penelitian ini menggunakan data runtut waktu tahun 1990-2011 dengan menggunakan analisis regresi OLS melalui perangkat lunak Eviews 6 dan Minitab. Hasil dari penelitian ini menunjukkan variabel independen yaitu PMA, PMDN, dan tenaga kerja memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Panjang jalan memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan pada variabel independen pengeluaran pemerintah untuk belanja modal memiliki hasil tidak signifikan. Upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah, sebaiknya pemerintah menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga realisasi perbaikan infrastruktur dapat cepat dilakukan, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan pengeluaran pemerintah guna meningkatkan jalannya perekonomian provinsi jawa barat. Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Jawa Barat, OLS
iv
ABSTRAK ARYANTI UTAMI. Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan di suatu daerah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat pada tahun 1990-2011. Penelitian ini menggunakan data runtut waktu tahun 1990-2011 dengan menggunakan analisis regresi OLS melalui perangkat lunak Eviews6 dan Minitab. Hasil dari penelitian ini menunjukkan variabel independen yaitu PMA, PMDN, dan tenaga kerja memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Panjang jalan memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan pada variabel independen pengeluaran pemerintah untuk belanja modal memiliki hasil tidak signifikan. Peningkatan pendapatan daerah oleh pemerintah seharusnya dilakukan dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga realisasi perbaikan infrastruktur dapat cepat terselesaikan, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan pengeluaran pemerintah guna meningkatkan perekonomian provinsi jawa barat. Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Jawa Barat, OLS ABSRACT ARYANTI UTAMI. Analyze the Effect of investment, work labour, and infrastructure on the Gross Regional Domestic Product (GDRP) of West Java Province. Supervised by TANTI NOVIANTI. Economic growth is one indicator of development success in an area. This study is to analyze the effect of investment, work labour, and infrastructure to economic growth in West Java during the period 1990-2011. This study using time series data of 1990-2011 and it’s utilizes regression analysis of Ordinary Least Square (OLS) and supporting software from Eviews 6 and Minitab. The results of this study indicate that the independent variables FDI, domestic investment, and work labour has a positive and significant relationship to economic growth. It is also found that road length has a negative and significant relationship to economic growth, while government expenditure has not significant effect. Increased of local revenues by goverment should be done with create a conducive invesment climate so that the realization of infrastructure improvements can be accomplished, expanding employment opportunities, and boost government spending to improve the economy of West Java Province. Keyword: Economic Growth, West Java, OLS
v
ANALISIS PENGARUH INVESTASI, TENAGA KERJA, DAN INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT
ARYANTI UTAMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
vi
vii
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Nama : Aryanti Utami NIM : H14090107
Disetujui oleh
Tanti Novianti, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Tanti Novianti, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan kritik terhadap penelitian ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Wiwik Rindayanti selaku penguji utama dan kepada Dewi Ulfah M.Si selaku penguji Komisi Pendidikan yang telah memberikan masukan berupa saran dan kritik sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Di samping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada staf Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabat Ilmu Ekonomi 46, teman satu bimbingan (Desi, Dita, Mayda), dan chrysalis yang telah memberikan semangat sampai penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima Kasih penulis ucapkan kepada ibunda, manusia yang telah banyak mengajarkan arti hidup.
Bogor, Juli 2013
Aryanti Utami
ix
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
7
Tujuan Penelitian
8
Manfaat Penelitian
8
Hipotesis Penelitian
9
Ruang Lingkup Penelitian
9
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka
9 9
Penelitian Terdahulu
12
Kerangka Pemikiran
15
METODE PENELITIAN
17
Jenis dan Sumber Data
17
Metode Analisis
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
22
Gambaran Umum
22
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat
23
Analisis Model Penelitian
28
SIMPULAN DAN SARAN
33
Simpulan
33
Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
34
LAMPIRAN
37
RIWAYAT HIDUP
40
x
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Urutan komponen indeks pemeringkatan investasi 2008 Penelitian terdahulu Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 1990-2011 (dalam persen) Perkembangan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat, 2000-2011 Perkembangan investasi di Jawa Barat tahun 1990-2011 (jutaan rupiah) Proporsi pengeluaran pemerintah untuk belanja modal terhadap PDRBJawa Barat Tahun 1990-2011 7 Laju perkembangan panjang jalan Provinsi Jawa Barat 8 Hasil estimasi investasi, tenaga kerja, infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat 9 Perkembangan pengangguran dan investasi provinsi Jawa Barat
8 13 23 24 25 26 27 29 31
DAFTAR GAMBAR 1 Produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan 2000 di pulau Jawa, 2004 - 2011 (Juta Rupiah) 2 Realisasi perkembangan PMDN Jawa Barat 2000-2012 (juta rupiah) 3 Realisasi perkembangan PMA Jawa Barat 2000-2012 (ribu US$) 4 Jumlah tenaga kerja Provinsi Jawa Barat 1990-2011 5 Perkembangan pengeluaran pemerintah untuk belanja modal di Provinsi Jawa Barat 6 Panjang jalan Provinsi Jawa Barat tahun 1990-2011 (Km) 7 Kerangka Pemikiran
1 3 4 5 6 7 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Hasil Estimasi Persamaan Persamaan Model Uji Asumsi Matriks Korelasi Data Analisis
37 37 37 38 39
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Jutaan Rupiah
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kearah lebih baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain ketersediaan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, pembentukan modal, dan teknologi (Kurniawan 2011). Dalam proses pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Kenaikan dalam pertumbuhan ekonomi terjadi karena adanya kenaikan di dalam aktivitas ekonomi di daerah tersebut, sebaliknya jika terjadi penurunan maka kegiatan ekonomi di daerah tersebut akan mengalami penurunan (Chandra 2012). Pusat kegiatan yang terdapat di Indonesia berpusat di Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan pusat aktivitas sosial dan ekonomi dengan tingkat yang cukup tinggi. Di antara enam Provinsi di Pulau Jawa, Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat selama 7 tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan dengan posisi tertinggi ketiga dalam PDRB Pulau Jawa selain Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur.
600000000 DKI Jakarta
400000000
Jawa Timur 200000000
Jawa Barat Jawa Tengah
0
Banten DI. Yogyakarta Tahun
Gambar 1 Produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan 2000 dipulau Jawa, 2004 - 2011 (Juta Rupiah) Sumber:
BPS 2012, diolah
Gambar 1menunjukkan bahwa berdasarkan tahun 2004 hingga tahun 2011 Provinsi Jawa Barat menempati posisi ketiga dengan jumlah PDRB terbesar terhadap PDB Indonesia.Hal ini menunjukkan bahwa Jawa Barat memiliki potensi yang sangat tinggi dalam mencapai pembangunan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat diharapkan dapat meningkatkan pembangunan ekonomi baik di tingkat nasional maupun daerah. Peranan pembangunan daerah secara makro tidak lepas dari perkembangan distribusi dan alokasi investasi antar daerah. Persoalan yang muncul sebagai konsekuensi logis dari pembangunan daerah dalam era globalisasi adalah tingkat persaingan yang semakin tajam secara langsung diantara pemda Provinsi, baik di pasar domestik maupun internasional. Selain persoalan eksternal, di era otonomi daerah pemerintah Provinsi juga dihadapkan pada masalah internal. Secara kelembagaan, otonomi daerah memberikan tantangan perubahan peran atau
2
kewenangan Provinsi dalam penanaman modal setelah otonomi daerah yang tidak sebesar masa otonomi daerah (BKPM dan KPPOD 2008). Salah satu teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang berkembang semenjak tahun 1950-an adalah teori ekonomi neo-klasik yang dikemukakan oleh Solow-Swan. Menurut Solow-Swan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja,akumulasi modal, dan tingkat kemajuan teknologi. Investasi merupakan salah satu tolak ukur pertumbuhan ekonomi dalam bentuk akumulasi modal.Dalam Upaya membangun perekonomian baik pada tingkat nasional maupun regional, kegiatan investasi memiliki peran penting dalam memperkuat pertumbuhan ekonomi. Peran investasi merupakan landasan kokoh bagi berlangsungnya pembangunan yang berkualitas dan berkelanjutan. Dari berbagai studi iklim investasi dan daya saing daerah di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir, sebagian besar mengambil fokus pada level kabupaten atau kota. Dalam konteks kewenangan desentralisasi, hal itu bisa dipahami karena desain otonomi kita memang bertitik berat di kabupaten atau kota, dan sebagian besar faktor pengaruh bagi pembentukan iklim usahan ada di ranah tersebut. Namun, itu tak berarti potret iklim investasi di wilayah provinsi tak penting untuk dilihat, terutama dilihat berdasarkan sudut pandang pelaku usaha. Lingkungan usaha pada level provinsi tetap menentukan iklim usaha secara umum. Hal tersebut ditunjukkan oleh beberapa alasan yang pertama adalaheconomies of scale. Fakta menunjukkan, batas wilayah pemerintahan tidak selalu jatuh berhimpitan dengan skala ekonomi dan kegiatan usaha. Terjadinya basis potensi ekonomi atau ruang gerak usaha melampaui batas yuridiksi kabupaten atau kota sehingga membutuhkan peran pemda provinsi yang memiliki kewenangan atas urusan lintas daerah. Kedua, regional specific. Para calon investor yang ingin memiliki usaha di kabupaten atau kota, bahkan di lokasi lebih terbatas, mencermati skala makro, yakni lingkungan regional dan pola kebijakan khusus yang berlaku secara keseluruhan di wilayah provinsi sebelum menentukan pilihan lokasi per lokasi investasi. Ketiga, externality impact, sebagai penentu kebijakan di tingkat kewilayahan (perencanaan, tata ruang, dan lain-lain), jangkauan dampak tentu memengaruhi pilihan kebijakan pemda kabupaten atau kota mengenai penanaman modal (BKPM dan KPPOD 2008). Kuncoro (2004) mengatakan dalam kondisi persaingan daerah yang cukup tajam, pemerintah memiliki beban tugas yang harus dipikul yaitu menyiapkan daerahnya sedemikian rupa sehingga mampu menjadi wadah bagi pertumbuhan dan perkembangan investasi. Pemerintah daerah memiliki cara tersendiri dalam meningkatkan investasi daerahnya dengan pengetahuan akan keunggulan lebih di daerahnya. Ada empat strategi untuk menarik investasi, orang, dan industri masuk ke dalam suatu daerah yaitu image marketing merupakan sejenis citra yang dimiliki orang terhadap suatu daerah, attraction marketing (daya tarik) merupakan alasan penting untuk wisatawan, investor, dan modal datang ke suatu tempat, infrastructure marketing merupakan dasar utama dalam memasarkan daerah seperti kualitas infrastruktur dan aksesibilitas atau kemudahan sarana dan prasarana mencakup jalan, kereta api, bandara, dan pelabuhan, serta people marketingmerupakan strategi dalam memasarkan daerah yang terakhir adalah
3
(juta rupiah)
memasarkan orang seperti sikap masyarakat, orang-orang terkenal, pemimpin daerah, dan orang-orang kompeten atau wirausaha (Kuncoro 2004). Ada beberapa hal yang sebenarnya berpengaruh dalam investasi. Investasi sendiri dipengaruhi oleh investasi asing dan domestik. Investasi yang terjadi di daerah terdiri dari investasi pemerintah dan investasi asing. Investasi dari sektor asing dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri (asing) (Rustiono 2008). Investasi dibagi kembali menjadi dua bagian yaitu berupa investasi asing (Penanaman Modal Asing) dan investasi domestik (Penanaman Modal Dalam Negeri). 18,000,000 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 tahun
Gambar 2Realisasi perkembangan PMDN Jawa Barat 2000-2012 (juta rupiah) Sumber:
BKPM 2012, diolah
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat adanya fluktuasi realisasi PMDN pada provinsi Jawa Barat dari tahun 2000-2012.Realisasi perkembangan PMDN di provinsi Jawa Barat melalui data sepuluh tahunan mengalami trend yang cenderung meningkat. Hal ini didasarkan pada peningkatan pendapatan daerah yang diiringi dengan meningkatnya sektor pembangunan daerah sehingga menarik pada pihak swasta untuk menanamkan modal nya di provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2004 hingga 2007 cenderung mengalami peningkatan sebesar 121.85 persen lalu menurun pada tahun 2008 sebesar -57 persen. Sedangkan investasi PMDN tertinggi terdapat pada tahun 2010 dengan presentasi peningkatan investasi PMDN sebesar 166.59 persen dari tahun sebelumnya yang bernilai 5,926,662,000 juta rupiah menjadi 15,799,857,000 juta rupiah pada tahun 2010. Pada awalnya pelaksanaan penanaman modal asing (PMA) sedikit mengalami kesulitan, karena masih banyak masyarakat yang memiliki pemikiran perebutan kekuasaan daerah oleh pihak swasta. Hal ini, dikhawatirkan pihak swasta yang ikut menanamkan modalnya akan mengeruk keuntungan di daerah tersebut. Penanaman modal asing(PMA) sekarang ini telah dirasakan manfaatnya karena secara tidak langsung akan meningkatkan penanaman modal di daerah. Pada jangka panjang, penanaman modal asing mampu meningkatkan tingkat keahlian pekerja lokal,guna meningkatkan keahlian dalam bidang yang dilakukan oleh investorasing. Penanaman modal asing mampu meningkatkan teknologi di daerah, terutama teknologi yang digunakan untuk pembangunan daerah.
(ribu US $)
4
4,500,000 4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 tahun
Gambar 3 Realisasi perkembangan PMA Jawa Barat 2000-2012 (ribu US$) Sumber:
BKPM 2012, diolah
Gambar 3menunjukkan perkembangan realisasi PMA di provinsi Jawa Barat dari tahun 2000 hingga 2012 yang mengalami trendyang cenderung mengalami peningkatan sebesar 14.31 persen. Pada tahun 2004-2005 terjadi peningkatan PMA hingga mencapai 113.83 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berkisar peningkatan sebesar 7.71 persen pada tahun 2004 namun kembali mengalami penurunan pada tahun 2006 sebesar -36.50 persen dan tahun 2007 sebesar -21.35 persen. Investasi PMA tertinggi diraih oleh provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 dengan peningkatan investasi sebesar 126.91 persen yang bernilai 3,839,360,000 US$ dari tahun sebelumnya yang mengalami penurunan -8.01 persen yang bernilai 1,692,006 US$.Pertumbuhan realisasi PMDN selama 22 tahun terakhir rata-rata tumbuh sebesar 0.53 persen dengan jumlah proyek sebesar 1,672 sedangkan jumlah proyek PMA dari tahun ke tahun meningkat dengan rata-rata tumbuh sebesar 1.48 persen dengan jumlah proyek sebesar 4,718. Investasi merupakan langkah awal dalam kegiatan ekonomi. Dinamika investasi, selanjutnya akan mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan yang ditabung dan diinvestasikan dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari menyebabkan terjadinya akumulasi modal. Akumulasi modal tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk membuat pabrik baru, pengadaan mesin, peralatan, dan material guna meningkatkan stok modal produktif secara fisik suatu daerah dan memungkinkan tercapainya peningkatan output (Wijayanti dan Yusuf 2010). Aspek pemerintah lain yang penting adalah terkait dengan ketersediaan tenaga kerja, fasilitas infrastruktur yang memadai, dan belanja modal. Teori pertumbuhan endogen (endogeneous growth theory) menjelaskan bahwa investasi modal fisik dan modal manusia berperan dalam menentukan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kontribusi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan melalui pengaruhnya dalam melakukan perubahan konsumsi atau pengeluaran untuk investasi publik dan penerimaan dari pajak. Kelompok teori ini juga menganggap bahwa keberadaan infrastruktur, hukum dan peraturan, stabilitas politik, kebijakan pemerintah, birokrasi, dan dasar tukar internasional sebagai faktor penting yang turut memengaruhi pertumbuhan ekonomi (Ma’ruf dan Wihastuti 2008).
5
18000000 16000000 14000000 12000000 10000000 8000000 6000000 4000000 2000000 0 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Jiwa
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam menyelenggarakan pembangunan ekonomi agar makin meningkat. Pada dasarnya tenaga kerja merupakan modal sumberdaya manusia untuk pertumbuhan dan perbaikan suatu wilayah. Partisipasi aktif dari masyarakat dalam perwujudan kuantitas dan kualitas pekerjanya dapat meningkatkan kesejahteraan wilayah tersebut. Peningkatan jumlah penduduk memberikan dampak positif dan negatif dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Peningkatan penduduk menyebabkan bertambahnya tingkat tenaga kerja, sedangkan peningkatan penduduk yang tidak sepadan dengan tingkat kesempatan kerja akan berakibat tingginya tingkat pengangguran yang tercipta.Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut tidak sejalan dengan peningkatan kesejahteraan.
Tahun
Gambar 4 Jumlah tenaga kerja Provinsi Jawa Barat 1990-2011 (jiwa) Sumber:
Statistik Indonesia 2012, diolah
Gambar 4menunjukkan perkembangan jumlah tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat selama periode penelitian. Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat adanya peningkatan tenaga kerja pada tahun 1990 hingga 2000 namun menurun pada tahun 2001 dan 2002 dengan penurunan 0.12 persen sejumlah 14,649,647 jiwa dan 0.07 persen sejumlah 13,750,448 jiwa dari nilai sebelumnya sebesar 16,350,426 jiwa dan kembali meningkat pada tahun 2003 hingga tahun 2011 dengan rata-rata laju peningkatan angkatan kerja 0.005 persen. Hal ini mengindikasikan masih rendahnya tingkat tenaga kerja Provinsi Jawa Barat terhadap pertumbuhan ekonomi. Upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi diantaranya melalui kebijakan pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa yang akan mendorong peningkatan permintaan produksi dalam perekonomian (Kurniawan 2011). Pada peningkatan pendapatan daerah sebagai tolak ukur yang menentukan peningkatan pertumbuhan ekonomi juga tidak terlepas dari pengeluaran pemerintah. Tingginya tingkat penanaman modal di provinsi Jawa Barat menandakan bahwa masih relatif tingginya keinginan pihak asing untuk menanamkan modalnya di provinsi Jawa Barat. Selain pihak swasta yang memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, pemerintah pun memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan guna meningkatkan kekayaan daerah agar terus dinikmati oleh pihak swasta untuk berinvestasi. Pemerintah diharapkan mampu meningkatkan porsi pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal. Untuk mendukung pemerintah dalam rangka meningkatan
6
produktivitas pendapatan daerah maka dilihat melalui berbagai jenis belanja yaitu belana aparatur, belanja publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, serta belanja tak tersangka. Peningkatan pembangunan daerah dapat dilihat dari belanja modal yang dilaksanakan untuk penunjang investasi daerah. 1,200,000.00 jutaan rupiah
1,000,000.00 800,000.00 600,000.00 400,000.00 200,000.00 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
-
Tahun
Gambar 5Perkembangan pengeluaran pemerintah untuk belanja modal di Provinsi Jawa Barat Sumber :
BPS 2012, diolah
Gambar 5 menunjukkan besarnya belanja modal berdasarkan tahun penelitian yang cenderungberfluktuatif. Dengan peningkatan terbesar pada periode setelah krisis tahun 1999 sebesar 1,026,530.36 juta rupiahdan laju 0.66 persen dibandingkan dengan nilai tahun sebelumnya sebesar 617,871,33 juta rupiah. Hal ini disebabkan karena kenaikan pengeluaran pemerintah akibat guncangan besar seperti inflasi. Serupa dengan krisis pada tahun 1998, krisis tahun 2008 pun meningkatkan pengeluaran pemerintah pada tahun setelahnya yaitu tahun 2009 dengan nilai sebesar 726,481 juta rupiah dengan nilai pada tahun krisis sebesar 354,305 juta rupiah. Peningkatan laju belanja modal terlihat pada tahun 2009 dengan peningkatan laju sebesar 1.05 persen. Salah satu hal yang turut membangun pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tertentu adalah sarana infrastruktur. Infrastruktur yang baik akan memudahkan tingkat perdagangan dan perekonomian di daerah tersebut. Infrastruktur membantu terbukanya akses yang lebar dalam memenuhi tuntutan kegiatan perekonomian guna meningkatkan pendapatan daerah. Perkembangan infrastruktur di setiap wilayah merupakan hal yang penting guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebagai contoh, tersedianya jalan akan sangat membantu berkembangnya kegiatan bisnis atau usaha masyarakat suatu wilayah seiring dengan semakin baiknya ketersediaan infrastruktur jalan yang merupakan akses ke wilayah tersebut. Pada Gambar 6 terlihat perkembangan panjang jalan di Provinsi Jawa Barat sepanjang tahun 1990 hingga 2011 cenderung berfluktuatif. Hal ini dikarenakan banyaknya kondisi jalan yang kurang baik sehingga menurukan jumlah panjang jalan beraspal dan meningkatkan jumlah panjang jalan kerikil. Pada tahun 1996 dan 2008 mengalami peningkatan panjang jalan masing-masing memiliki sebesar 23,047.96 km dan 23,017.69 km.
7
30000 25000
Km
20000 15000 10000 5000 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
0
Gambar 6 Panjang jalan Provinsi Jawa Barat tahun 1990-2011 (Km) Sumber: BPS 2012, diolah
Perumusan Masalah Agar terjadi pembangunan ekonomi maka diperlukan syarat perlu dan syarat cukup adanya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai syarat perlu dalam pembangunan jika pertumbuhan ekonomi benar-benar secara fisik telah terjadi, sedangkan pertumbuhan ekonomi sebagai syarat cukup jika telah terjadi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas perkembangan ekonomi, sehingga pertambahan output agregat berarti pula pertambahan pendapatan yang semakin baik. Pertumbuhan ekonomi hanya merupakan salah satu aspek dari pembangunan ekonomi, karena aspek lain seperti pemerataan dan stabilitas juga merupakan dua aspek yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi (Prasetyo 2009). Beberapa hal penting terkait tata kelola ekonomi adalah peningkatan daya saing melalui perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, peningkatan pembangunan industri di berbagai koridor ekonomi, dan penciptaan kesempatan kerja. Langkah-langkah terobosan telah dilakukan dimana salah satunya penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Ditetapkannya delapan program utama dan 22 kegiatan ekonomi utama, dan ditetapkannya enam koridor ekonomi sebagai pusat pertumbuhan yang diharapkan dapat mendorong perkembangan ekonomi di seluruh wilayah Nusantara. Dengan demikian, para pelaku ekonomi dapat memilih bidang usahanya secara jelas sesuai dengan minat maupun keunggulan potensi wilayahnya. Kondisi perkembangan investasi dan pelayanan penanaman modal di provinsi Jawa Barat masih memiliki peringkat cukup rendah yaitu peringkat 15 pada pemeringkatan yang dilakukan KPPOD dan BKPM. Pada komponen indeks infrastruktur, indeks tenaga kerja, indeks pelayanan penanaman modal memiliki nilai cukup rendah sehingga indeks keseluruhan iklim investasi daerah masih menempati peringkat cukup rendah dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Urutan komponen pemeringkatan berdasarkan KPPOD dan BKPM Provinsi Jawa Barat disajikan dalam Tabel 1.
8
Tabel 1. Urutan komponen indeks pemeringkatan investasi Provinsi Jawa Barat 2008 Komponen Urutan Indeks Keseluruhan Iklim Investasi Daerah 15 Indeks Pelayanan Penanaman Modal 23 Indeks Promosi Investasi Daerah 08 Indeks Komitmen Pemprov dalam Mengembangan Dunia Usaha 15 Indeks Infrastruktur 14 Indeks Akses Lahan Usaha 26 Indeks Tenaga Kerja 25 Kondisi Keamanan Usaha 06 Kinerja Ekonomi Daerah 09 Sumber: KPPOD dan BKPM 2008, diolah
Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu akumulasi modal, tenaga kerja, dan teknologi. Penelitian yang dilakukan KPPOD dengan BKPM mendapatkan Jawa Barat dengan peringkat 15 berdasarkan segi investasi total masih lebih rendah nilainya terutama dilihat pada potensi daerah, infrastruktur, tenaga kerja, pelayanan penanaman modal, dan akses lahan usaha. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk melihat pengaruh investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Barat. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik permasalahan dalam penulisan skripsi ini, diantaranya: 1. Bagaimana kondisi umum pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat? 2. Bagaimana pengaruh investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat?
Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan sehingga terdapat beberapa tujuan dalam penelitian kali ini, yaitu: 1. Mendeskripsikan kondisi umum pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat Tahun 1990-2011 2. Menganalisis pengaruh investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat Tahun 1990-2011
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk kehidupan yang lebih baik. Manfaat-manfaat tersebut diantaranya bagi pemerintah daerah provinsi Jawa Barat mampu meningkatkan pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi di masa yang akan datang. Penelitian ini juga diharapkan berguna bagi masyarakat atau peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis
9
sebagai bahan acuan untuk perkembangan pertumbuhan ekonomi khususnya Provinsi Jawa Barat. Hipotesis Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan, maka di penelitian ini dapat dikemukakan beberapa hipotesis sebagai berikut: 1. Investasi diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Adanya pertumbuhan investasi yang meningkat secara langsung dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Barat. 2. Tenaga kerja diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Dengan jumlah penduduk yang tinggi tersedia angkatan kerja yang memadai sehingga meningkatkan pendapatan daerah. 3. Infrastruktur diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa barat. Infrastruktur jalan merupakan faktor utama roda perekonomian. Semakin memadai suatu infrastruktur di daerah tertentu semakin tinggi pula pendapatan yang dapat diterima. 4. Pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Belanja modal merupakan bentuk investasi yang berupa capital expenditure sebagai belanja atau pengeluaran yang memberi manfaat lebih dari satu tahun sehingga peningkatan belanja modal akan menjadi sumbersumber penerimaan daerah.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Barat. Analisis data yang digunakan merupakan data tahunan dari tahun 1990-2011. Data yang diperlukan dalam model penelitian kali ini yaitu PDRB provinsi Jawa Barat dalam harga konstan 2000, pertambahan realisasi Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN), Penanaman Modal Asing (PMA), Pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal, dan panjang jalan yang merupakan proxy dari Infrastruktur.
TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran kuantitatif atas perkembangan suatu perekonomian dalam suatu waktu tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pendapatan nasional adalah nilai barang dan jasa yang diproduksikan dalam suatu negara pada tahun tertentu dan secara konsepsial nilai yang disebut Produk Domestik Bruto (PDB) (Sukirno 2006). Salah satu teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang berkembang sejak tahun 1950-an adalah teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Neo-Klasik yang dikemukakan Solow-Swan. Pertumbuhan ekonomi
10
bergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal (Badrudin 2012). Menurut Solow (1956) mengemukakan suatu model pertumbuhan seperti yang diuraikan dibawah ini. ..............................................................................................(1) Fungsi produksi ini menunjukkan bahwa output nasional adalah fungsi dari input-input yang digunakan dalam proses produksi, yang dalam hal ini diasumsikan terdiri dari faktor modal (K) dan faktor tenaga kerja (L). Fungsi ini bersifat agregat karena menghubungkan antara total ekonomi dengan jumlah keluaran total dua faktor utama yang digunakan untuk menghasilkan keluaran tersebut. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa produktivitas marginal (marginal productivity) setiap faktor produksi yang bersifat constan return to scale yng dinyatakan secara matematis: .........................................................................................(2) dimana X adalah notasi untuk setiap faktor produksi K dan L. Disini terlihat bahwa kedua faktor produksi yaitu modal dan tenaga kerja adalah faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya produksi output. Teori pertumbuhan NeoKlasik dikembangkan oleh dua penulis Amerika, yaitu Charles Cobb dan Paul Douglass, yang sekarang dikenal dengan fungsi produksi Cobb-Douglass. Menurut teori pertumbuhan Neo-Klasik, laju tingkat pertumbuhan yang dapat dicapai suatu negara tergantung kepada tingkat perkembangan teknologi, peranan modal dalam menciptakan pendapatan negara, dan peranan tenaga kerja (Sukirno 2006). Investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya pembangunan. Dalam upaya meningkatkan pertumbuhan perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan asing dalam negeri, tapi juga investor asing. Penggairahan iklim investasi di Indonesia disempurnakan dengan UU No. 11/Tahun 1970 tentang PMA dan UU No.12/Tahun 1970 tentang PMDN (Dumairy 1996). Jenis investasi dapat dibedakan atas public investment dan private investment, domestic investment dan foreign investment, gross investment dan net investment. Public investment adalah investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dan sifatnya resmi. Sedangkan private investment adalah investasi yang dilaksanakan oleh pihak asing. Perbedaan antara investasi pemerintah dan investasi asing adalah, bahwa dalam investasi asing keuntungan menjadi prioritas utama, sedangkan investasi pemerintah adalah untuk melayani dan menciptakan kesejahteraam bagi rakyat banyak. Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri, sedangkan foreign investment adalah penanaman modal asing. Gross investment adalah total seluruh investasi yang dilaksanakan pada suatu waktu, baik itu autonomous maupun induced atau private maupun public. Sedangkan net investment adalah selisih antara investasi bruto dan penyusutan (Sitompul 2007). Sukirno (2006) menyatakan daya beli masyarakat merupakan pasar barang yang dihasilkan oleh sektor produktif. Daya beli masyarakat yang rendah akan
11
menyebabkan pasar untuk barang dan jasa yang diciptakan sektor produktif menjadi sangat terbatas. Ini tidak merangsang para pengusaha untuk menanamkan modal. Karena pasar merupakan faktor terpenting yang akan membatasi penanaman modal, maka dalam menyusun kebijakan dan program pembangunan adalah tingkat produktivitas. Dengan demikian, pembangunan seimbang akan menjadi perangsang untuk memperluas permintaan terhadap modal dan menciptakan perangsang untuk mengadakan lebih banyak penanaman modal. Todaro mengemukakan investasi memainkan peran penting dalam menggerakkan kehidupan ekonomi bangsa, karena pembentukan modal memperbesar kapasitas produksi, menaikkan pendapatan nasional maupun menciptakan lapangan kerja baru, dalam hal ini akan memperluas kesempatan kerja. Menurut UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun memenuhi kebutuhan masyarakat. Rustiono (2008) mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (AK) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meski demikian hal tersebut masih dipertanyakan apakah benar laju pertumbuhan penduduk yang cepat benar-benar akan memberikan dampak positif atau negatif dari pembangunan ekonominya. Pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian daerah tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi. Penanaman modal publik telah memiliki porsi yang relatif besar terhadap pengeluaran pemerintah, pemerintah pusat, dan pemerintah lokal. Telah terjadi kesepakatan bersama mengenai potensi keuntungan dari investasi modal publik untuk meningkatkan produktivias input lain dan pertumbuhan regional. Sehingga modal publik mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Terdapat tiga macam cara yang berbeda yang menyatakan infrastruktur dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pertama, infrastruktur dapat bereaksi langsung ke dalam fungsi produksi suatu perusahaan. Sebagai contoh, ketika layanan yang menyediakan infrastruktur publik dapat langsung mempercepat pertumbuhan produktivitas suatu perusahaan. Kedua, infrastruktur publik juga dapat membuat input lainnya seperti tenaga kerja dan modal asing menjadi lebih produktif. Dalam hal ini, input yang lain (modal atau tenaga kerja) adalah fungsi dari modal publik sehingga infrastruktur publik tersebut melengkapi modal atau tenaga kerja. Ketiga, infrastruktur publik dapat menarik pendapatan dari daerah lain. Oleh karena itu dalam hal ini, infrastruktur publik mempengaruhi output ekonomi dengan meningkatkan investasi dari faktor lainnya seperti tenaga kerja dan modal asing (Kim 2006) Pembangunan infrastruktur, baik ekonomi dan sosial, adalah salah satu faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi, khususnya di negara berkembang. Investasi langsung di infrastruktur menciptakan, fasilitas produksi yang
12
merangsang kegiatan ekonomi, mengurangi biaya transaksi dan meningkatkan daya saing, serta memberikan kesempatan pekerjaan (Sahoo2010). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Ketentuan Pasal 52, belanja modal adalah barang atau jasa yang dianggarkan pada pengeluaran APBD yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Nilai aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli atau bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan atau pembangunan aset tersebut siap digunakan (Badrudin 2012). Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan dari pendapatan nasional yang terjadi dari tahun ke tahun. Sementara itu pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen dari pendapatan nasional. Maka dalam upaya melihat peranan pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi, maka dilihat dari pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional (Salhab dan Soedjono 2010). Teori pertumbuhan endogen (endogeneous growth theory) menjelaskan bahwa investasi modal fisik dan modal manusia berperan dalam menentukan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kontribusi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan melalui pengaruhnya dalam melakukan perubahan konsumsi atau pengeluaran untuk investasi publik dan penerimaan dari pajak. Kelompok teori ini juga menganggap bahwa keberadaan infrastruktur, hukum dan peraturan, stabilitas politik, kebijakan pemerintah, birokrasi, dan dasar tukar internasional sebagai faktor penting yang turut memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah sebagai salah satu instrumen penting kebijakan fiskal diharapkan mampu mendorong kegiatan ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Ma’ruf dan Wihastuti 2008). Teori Rostow dan Musgrave menghubungkan antara pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah dengan tahap-tahap dalam pembangunan ekonomi yakni tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Teori lainnya yang membahas tentang pengeluaran pemerintah yaitu teori Peacock dan Wiseman yang mengemukakan pendapat lain dalam menerangkan perilaku perkembangan. pengeluaran pemerintah. Perkembangan ekonomi mengakibatkan kenaikan jumlah pungutan pajak meskipun tarifnya tidak berubah. Kenaikan penerimaan pemerintah ini juga akan mengakibatkan jumlah pengeluaran pemerintah naik (Chandra 2012).
PENELITIAN TERDAHULU
Beberapa penelitian yang telah dilakukan, sebagian besar pertumbuhan ekonomi digambarkan oleh investasi, pengeluaran pemerintah, dan tenaga kerja. Menurut Sahoo et al (2010) pada penelitiannya menyimpulkan bahwa tenaga kerja, infrastruktur memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
13
Dengan variabel private investment, public investment, tenaga kerja, infrastruktur, dan pengeluaran pemerintah. Pengembangan infrastruktur di China memiliki kontribusi positif dibandingkan dengan public investment dan private investment. Penelitian sebelumnya yang menganalisis alokasi belanja modal pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat menyimpulkan DAK, penerimaan pembiayaan, angkatan kerja, jumlah penduduk, pendidikan penduduk usia kerja, belanja pegawai berpengaruh signifikan. Sedangkan belanja modal, PAD pendidikan dasar memiliki nilai positif namun tidak signifikan.Alexiou (2009) menyimpulkan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh belanja modal pemerintah, belanja konsumsi pemerintah, investasi, tenaga kerja, perdagangan bebas serta bantuan luar negeri. Sodik (2007) meneliti pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi regional dengan studi kasus data panel di indonesia. Variabel yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah pengeluaran pemerintah, investasi pemerintah, tenaga kerja, dan keterbukaan perdagangan. Variabel investasi asing didapat hasil tidak memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Canning (1999) menganalisis kontribusi infrastruktur terhadap agregat output menyimpulkan efek infrastruktur telepon memiliki dampak positifdan signifikan sedangkan panjang jalan diperoleh hasil negatif dan signifikan. Beberapa penelitian menggunakan pendekatan panel data, persamaan simultan, dan regresi berganda. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur. Metode yang digunakan adalah OLS, sehingga dapat melihat besaran pengaruh suatu variabel dalam memengaruhi variabel lain. Secara ringkas dalam Tabel disajikan penelitian-penelitian sejenis yang menjadi referensi dalam penelitian ini.
Tabel2. Penelitian terdahulu Judul dan peneliti
Variabel
Metode
1. Infrastructure Development and Economic Growth in China (Pravakar Sahoo, Ranjan Kumar Dash, 2010)
Private invesment, public invesment, labour, infrastruktur, pengeluaran publik (seperti untuk kesehatan dan pendidikan)
ARDL dan GMM
Hasil -
-
Infrastruktur, Labour, public and private invesment berperngaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di China Pengembangan infrastruktur di China memiliki kontribusi yang positif dibanding dengan public and private invesment
14
(Lanjutan Tabel 2) Judul dan peneliti
Variabel
Metode
2. Goverment Spending and Economic Growth: Econometric Evidence from the South Europe (SEE) (Constantinos Alexiou, 2009) 3. On Export and Economic Growth (Gershon Feder, 1982)
Private investment, labour force, goverment spending for capital information, and trade-openness
Panel Data
4. Analisis Peranan Pengeluaran Pemerintah, Tenaga Kerja, dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur Tahun 2001-2010 (Eddy Wibowo Candra, 2012) 5. Pengaruh Inflasi, Jumlah Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Bali (Amira Salhab, Lasmini Soedjono, 2012)
Pengeluaran Pemerintah, Tenaga Kerja, dan Penanaman Modal Dalam Negeri
Rate of Growth (%), labour growth, export
Inflasi, Jumlah Tenaga Kerja, Pengeluaran Pemerintah
Hasil -
Regresi Berganda
OLS
-
-
Regresi Linier Berganda
Pengeluaran pemerintah untuk pembentukan modal memiliki dampak positif dan signifikan begitu pula investasi swasta dan keterbukaan perdagangan Angkatan kerja ditemukan tidak signifikan Penambahan faktor ekspor memberikan kontribusi positif dan signifikan sehingga faktor lainnya seperti modal dan tenaga kerja bisa di realokasi kepada pertumbuhan ekspor Variabel berpengaruh positif dan signifikan kecuali variabel penanaman modal dalam negeri Pengeluaran pemerintah, tenaga kerja, penanaman modal dalam negerii tidak mempunyai hubungan dengan variabel pertumbuhan ekonomi
Secara simultan dan parsial tingkat inflasi, jumlah tenaga kerja, dan pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali
15
(Lanjutan Tabel 2) Judul dan peneliti
Variabel
Metode
6. Infrastructure’s Contribution to Aggregate Output (David Canning, 1999)
Telepon, listrik, transportasi, lamanya pendidikan
7. Pengaruh Ketersediaan Tenaga Kerja, Infrastruktur, Pendapatan Perkapita dan Suku Bunga terhadap Investasi Industri Kota Semarang
Investment in Industrial Sector,namely labour, infrastructure, income per capita, and loan interest rates
ECM
8. Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Kasus Data Panel di Indonesia (Jamzani Sodik, 2007)
Private investment, goverment investment, goverment consumption, and labor force, openess economic provinces (X-M)
Panel Data
Hasil
Berdasark an fungsi produksi Coubb Dougglas, panel data: fixed effect model -
-
-
Efek infrastruktur lebih besar dari human capital, karena sampel sizenya terlalu kecil Hasilnya hampir sama dari dua grup negara tsb Telepon memiliki dampak yang positif dan signifikan di dua grup negara tersebut Tenaga kerja dan infrastruktur memiliki tidak mempengaruhi investasi industri di jangka pendek dan jangka panjang Pendapatan per kapita dan tingkat suku bunga memiliki pengaruh terhadap investasi industri pada jangka pendek maupun jangka panjang Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh investasi pemerintah, pengeluaran pemerintah, tenaga kerja, dan keterbukaan perdagangan memiliki pengaruh positif dan signifikan, sedangkan investasi swasta tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Kerangka Berfikir Peningkatan agregat output diharapkan mampu meningkatan pertumbuhan ekonomidi Provinsi Jawa Barat. Karakteristik alam, ekonomi, sosial, dan budaya yang beraneka ragam diharapkan dapat menjadi modal dalam peningkatan pendapatan daerah. Kerangka pemikiran tersebut menjelaskan adanya saling keterkaitan antara peran pemerintah dan pihak asing dalam meningkatkan pendapatan daerah, dengan asumsi ada lima variabel yang memengaruhi yaitu tenaga kerja, realisasi perkembangan PMA dan PMDN, keadaan infrastruktur yang dilihat melalui moda transportasi darat atau penggunaannya yaitu panjang jalan, dan pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat menjadi faktor pendukung pertumbuhan ekonomi
16
dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja. Hal ini didasari oleh peningkatan investasi baik dalam negeri maupun yang berasal dari asing. Dari sisi penawaran, tenaga kerja, investasi, dan infrastruktur merupakan faktor pendorong bagi pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi laju PDRB Provinsi Jawa Barat antara lain tenaga kerja, investasi, dan infrastruktur sehingga didapat rekomendasi kebijakan yang sesuai agar terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Analisis tersebut dilakukan dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Peningkatan Agregat Output di Provinsi Jawa Barat
Keadaan Ekonomi di Provinsi Jawa Barat
Tenaga Kerja
Kapital
Investasi
Teknologi
Infrastruktur
Infrastruktur Ekonomi
Pengeluaran Pemerintah Untuk Pembentukan Modal
Infrastruktur Sosial
Pertumbuhan Ekonomi
Rekomendasi Kebijakan
Keterangan: Gambar 7 Kerangka Pemikiran
bukan merupakan variabel yang akan diteliti
17
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam data penelitian kali ini menggunakan data sekunder time series tahunan periode 1990-2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi Jawa Barat, Panjang Jalan (Km), investasi yang diteliti adalah dalam bentuk penanaman modal yaitu Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA), Perkembangan Realisasi Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN), tenaga kerja, (AK) dan Pengeluaran Pemerintah dalam bentuk belanja modal (EXPD). Sumber-sumber tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), selain itu sumber data dan literatur yang digunakan berasal dari penelusuran internet dan literatur terkait.
Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi berganda. Teknik estimasi variabel dependen yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS), diharapkan dengan menggunakan metode ini dapat diketahui pengaruh dari investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Barat. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel 2007, Minitab 16, dan Eviews 6. Analisis regresi berganda pada dasarnya adalah studi ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi ratarata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati 2003).
Model Penelitian Model yang digunakan dalam penelitian mengacu pada teori pendekatan Neo-Klasik Solow-Swan didasarkan pada fungsi produksi yang sudah dikenal, yang menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan angkatan kerja yang dituliskan pada persamaan berikut:
dimana: Y : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) K : Pembentukan Modal L : Tenaga Kerja Berdasarkan penelitian Guseh (1997), Alexiou (2009), Cooray (2009), dan Sahoo, et al. (2010) pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal (G) dapat dimasukkan sebagai variabel independen dan dirumuskan sebagai:
18
Perumusan model yang digunakan berdasarkan pada model umum pertumbuhan ekonomi dengan elaborasi yang mengacu pada model dalam penelitian Alexiou (2009), Candra (2012), Rustiono (2008), dan Sahoo, et al. (2010). Model yang digunakan untuk menganalisis pengaruh investasi, tenaga kerja, pengeluaran pemerintah, dan infrastruktur di provinsi Jawa Barat adalah: PDRBt =f(AKt, EXPDt, PMAt, PMDNt, RDt) Dalam penelitian ini, model pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana: : Logaritma Natural untuk Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (persen) : Logaritma Natural untuk Jumlah Angkatan Kerja yang Bekerja (persen) : Logaritma Natural untuk Pengeluaran Pemerintah dalam bentuk Belanja Modal (persen) : Logaritma Natural untuk Realisasi Penanaman Modal Asing (persen) : Logaritma Natural untuk Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (persen) : Logaritma Natural untuk Panjang Jalan (persen) : Nilai Koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas : Konstanta : Kesalahan Pengganggu (error)
Definisi Operasional Variabel Analisis regresi berganda pada dasarnya adalah studi ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi ratarata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati 2003). Adapun variabel memiliki definisi operasional variabel sebagai berikut: 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu daerah tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. PDRB atas dasar harga konstan sangat penting untuk melihat perkembangan Riil dari tahun ke tahun berbagai agregat ekonomi yang diamati, dan benar-benar menggambarkan kenaikan pendapatan yang riil tanpa pengaruh kenaikan harga. Data PDRB
19
2. 3.
4.
5.
6.
dapat diperoleh dari Badan Pusat Statistik provinsi Jawa Barat. Satuan harga yang digunakan adalah jutaan rupiah. Tenaga kerja merupakan tenaga kerja di provinsi Jawa Barat. Satuan yang digunakan menggunakan satuan jiwa. Pengeluaran Pemerintah adalah pengeluaran pemerintah yang dilakukan guna meningkatkan pendapatan daerah tersebut. Pengeluaran pemerintah yang diambil merupakan pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal karena pengeluaran tersebut merupakan salah satu proxy dari kapital. Satuan yang digunakan dalam pengeluaran pemerintah untuk belanja modal adalah jutaan rupiah. Penanaman Modal Asing(PMA) merupakan salah satu proxy dari kapital, sehingga digunakan dalam penelitian kali ini. Diduga semakin tinggi tingkat PMA di provinsi Jawa Barat akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Variabel yang digunakan dalam PMA ini menggunakan realisasi nilai penanaman modal asing. Satuan harga yang digunakan adalah jutaan rupiah. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan salah satu proxy dari kapital, sehingga digunakan dalam penelitian kali ini. Penanaman modal dalam negeri yang semakin tinggi diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan nilai kekayaan di daerah tersebut. Variabel yang digunakan dalam penelitian kali ini merupakan realisasi nilai penanaman modal dalam negeri. Satuan harga yang digunakan adalah jutaan rupiah. Panjang Jalan merupakan salah satu proxy dari infrastruktur. Infrastruktur itu sendiri terbagi atas infrastruktur ekonomi dan sosial yang terbagi kembali atas panjang jalan dan listrik atas infrastruktur ekonomi dan kesehatan serta pendidikan untuk infrastruktur sosial. Pada penelitian kali ini peneliti tidak memasukkan infrastruktur sosial dikarenakan bukan satuan yang dapat dihitung. Sehingga penelitian kali ini membahas infrastruktur dalam proxy panjang jalan yang diduga dengan meningkatnya infrastruktur fisik dalam bentuk panjang jalan dapat meningkatkan perekonomian. Satuan yang dipakai dalam panjang jalan merupakan satuan jarak Km.
Pengujian Asumsi Klasik Istilah regresi dikemukakan untuk pertama kali oleh Francis Galton mengatakan bahwa analisis regresi diartikan sebagai suatu analisis tentang ketergantungan suatu variabel terhadap variabel lain (yaitu variabel bebas) dalam rangka membuat estimasi atau prediksi dari nilai rata-rata variabel tergantung dengan diketahuinya nilai variabel bebas (Lains 2003). Metode OLS paling sering digunakan bukan hanya karena mudah melainkan juga karena memiliki beberapa sifat teoritis yang yang kokoh. Menurut teorema Gauss-Markov berdasarkan asumsi-asumsi dari model regresi linear klasik, penaksir OLS memiliki varians terendah di antara penaksir-penaksir linear lainnya; dalam hal ini, penaksir OLS disebut sebagai penaksir tak bias linear
20
terbaik (best linear unbiased estimators atau BLUE). Penaksir OLS mempunyai sifat: 1. dan merupakan penaksir linear; dalam hal ini kedua penaksir tersebut merupakan fungsi linear dari variabel acak . 2. Kedua penaksir tersebut tidak bias; dalam hal ini, dan . Oleh karena itu, dalam penerapan yang dilakukan secara berulang-ulang, secara rata-rata dan akan tepatsama dengan masing-masing nilai dan . 3. ̂ ; dalam hal ini, varians kesalahan dari penaksir OLS tidak bias. Dalam penerapan yang dilakukan secara berulang-ulang, secara nilai taksiran dari varians kesalahan akan tepat sama dengan nilai varians yang sebenarnya. 4. merupakan penaksir yang efisien; dalam hal ini, lebih kecil daripada varians penaksir tak bias linear lainnya untuk , dan lebih kecil daripada varians penaksir tak bias linear lainnya untuk . Oleh karena itu, kita akan mampu menaksir dan yang sebenarnya secara lebih tepat jika kita menggunakan OLS ketimbang metode lainnya yang juga memberikan penaksir tak bias linear dari parameter yang sebenarnya.
Pengujian Statistik Analisis Regresi Uji Koefisien Determinan (
)
Koefisien determinasi ( ) dapat mengukur ukuran kesesuaian (goodness of fit) secara keseluruhan dari suatu model, yang menunjukkan seberapa cocok garis regresi yang ditaksir terhadap nilai Y yang sebenarnya (Gujarati 2007). dihitung untuk menjelaskan berapa persen keragaman Y dapat dijelaskan oleh model tersebut. Nilai berkisar dari nol sampai satu ( 0 ≤ ≤ 1 ). Sehingga garis regresi yang mendekati satu dapat meramalkan Y mendekati sempurna. Sedangkan jika bernilai berarti tidak ada hubungan antara X dan Y atau model yang terbentuk tidak tepat untuk meramalkan Y.
Uji F-statistik Uji F digunakan untuk menguji hipotesis koefisien (slope) regresi secara bersama-sama. Jika model signifikan dapat menjelaskan atau memprediksi keragaman variabel dependent (Y). Pengujian ini menggunakan hipotesa sebagai berikut: H0 : b1=b2=....=bn=0 H1 : minimal ada b yang ≠ 0 (ada pengaruh) Untuk H0=0 berarti tidak memiliki pengaruh, sedangkan H1 memiliki pengaruh. Tolak H0 jika Fhit> Fα (k,n-k-1) dengan kata lain paling tidak terdapat satu variabel bebas yang signifikan dan berpengaruh terhadap variabel tak bebas secara statistik. Terima H0 jika Fhit< Fα (k,n-k-1) dengan kata lain tidak ada satu pun
21
variabel bebas yang signifikan dan berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.
Uji t-statistik Hartawatie (2012) mengemukakan bahwa jika dalam uji-F disimpulkan bahwa suatu model signifikan dapat menjelaskan keragaman Y maka akan dilanjutkan dengan uji-t. Uji-t atau uji parsial berguna untuk mengidentifikasi faktor-faktor mana saja yang dapat menjelaskan atau berpengaruh nyata terhadap Y. Uji-t berkaitan dengan masing-masing koefisien model regresi. Terima H0, jika | thitung | < ttabel, artinya secara statistik belum dapat dibuktikan bahwa faktor ke-n berpengaruh nyata terhadap Y. Terima H1 (tolak H0), jika | thitung | > ttabel, artinya secara statistik dapat dibuktikan bahwa faktor ke-n berpengaruh nyata terhadap Y. Uji Ekonometrik Multikolinieritas Multikolinieritas atau kolinearitas ganda menunjukan adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua varibael yang menjelaskan dari model regresi. (Kusumaningrum 2007) mengemukakan adanya indikasi adanya multikolinieritas adalah sebagai berikut: 1. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan. 2. R-squared-nya tinggi tetapi uji individu tidak banyak bahkan tidak ada yang nyata. 3. Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi (rij tinggi). 4. R2 lebih kecil dari rij2 menunjukkan adanya masalah multikolinieritas.
Autokorelasi Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi di antara anggota observasi yang diurut berdasarkan waktu (time series) atau ruang (cross section). Dapat dikatakatan pula korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel atau korelasi error masa yang lalu dan error masa sekarang. Uji autokorelasi yang dilakukan di software Eviews 6 dapat dilihat dari nilai Durbin Watson (Uji-DW) untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW-statistiknya dengan DW-tabelnya.
Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi jika asumsi dasar metode OLS berbentuk ( ) untuk i = j tidak dipenuhi. Dengan dilanggarnya asumsi homoskedastisitas berarti variabel disturbansi tidak lagi mempunyai varian yang kosntan untuk setiap observasi. Varian tersebut mungkin naik atau turun dengan
22
berubahnya nilai variabel bebas. Variabel disturbansi dapat pula menjadi nonrandom jika kita gagal menspesifikasikan model yang benar sehingga beberapa variabel tergantung terabaikan dan tidak masuk ke dalam model (Lains 2003).
Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk melihat error term berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini dapat dilihat melalui Jarque-Bera Test (J-B)atau melihat plot sisaan yang pengujiannya pada error term yang harus terdistribusi secara normal. Kriteria uji yang digunakan adalah: a. Jika nilai probabilitas pada (J-B) > taraf nyata α, maka error term dalam model yang digunakan berdistribusi secara normal. b. Jika nilai probabilitas pada (J-B) < taraf nyata α, maka error term dalam model yang digunakan tidak terdistribusi secara normal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5050’ – 7050’ lintang selatan dan 104048’-108048’ bujur timur, dengan batas wilayah: sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta; sebelah Timur, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah; sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia; dan sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Banten. Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi pertama dibentuk di wilayah Indonesia. Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No. 11 tahun 1950, tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Luas wilayah Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah daratan seluas 3,701,061.32 hektar dan garis pantai sepanjang 755,829 Km. Daratan Jawa Barat dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam (9.5 persen dari total luas wilayah Jawa Barat) terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1,500 m di atas permukaan laut (dpl); wilayah lereng bukit yang landai (36.48 persen) terletak di bagian tengah dengan ketinggian 10-1,500 m dpl. Tutupan lahan terluas di Jawa Barat berupa kebun campuran (22.89 persen dari luas wilayah Jawa Barat), sawah (20.27 persen), dan perkebunan (17.41 persen). Sementara itu hutan primer dan hutan sekunder di Jawa Barat hanya 15.93 persen dari seluruh luas wilayah Jawa Barat. Jumlah penduduk provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai 46,497,175 jiwa. Secara administratif sejak tahun 2008, kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat berjumlah 26 kabupaten/kota terdiri atas 17 kabupaten dan 9 kota dengan 625 kecamatandan 5,877 desa/kelurahan. Jawa Barat terbagi dalam 4 Badan Koordinasi Pemerintahan Pembangunan (Bakor PP) wilayah, sebagai berikut wilayah I Bogor meliputi Kab. Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kab. Sukabumi, Kota Sukabumi, dan Kab. Cianjur. Wilayah II Purwakarta meliputi
23
Kab. Purwakarta, Kab. Subang, Kab. Karawang, Kab. Bekasi, dan Kota Bekasi. Wilayah III Cirebon meliputi kab. Cirebon, Kota Cirebon, Kab. Indramayu, Kab. Majalengka, dan Kab. Kuningan. Wilayah IV Priangan meliputi Kab. Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kab. Bandung Barat, Kab, Sumedang, Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kab, Ciamis, dan Kota Banjar.
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Kondisi Perekonomian Jawa Barat Keberhasilan Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari adanya pertumbuhan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas harga berlaku maupun harga konstan. Pengukuran laju pertumbuhan ekonomi lebih baik digunakan berdasarkan harga konstan karena pengaruh naik turunnya tingkat harga setiap tahun atau tingkat inflasi dapat dihilangkan sehingga perhitungannya menjadi lebih riil. Data laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 3 yang ditunjukkan oleh BPS Provinsi Jawa Barat. Tabel 3.Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 1990 s/d 2011 (dalam persen) Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi 1990 9.45 2001 4.76 1991 6.89 2002 3.94 1992 7.23 2003 4.84 1993 8.01 2004 5.16 1994 7.04 2005 5.47 1995 7.90 2006 6.01 1996 8.34 2007 6.48 1997 5.05 2008 6.21 1998 -18.74 2009 4.19 1999 3.42 2010 6.20 2000 4.15 2011 6.60 Rata-rata 4.94 Sumber: BPS 2012, diolah
Tabel 2 memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun penelitian ekonomi tidak begitu fluktuatif. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat pada tahun pengamatan memiliki rata-rata nilai pertumbuhan ekonomi sebesar 4.94 persen dengan pertumbuhan paling rendah terjadi pada masa krisis tahun 1998 sebesar -18.74.
Kondisi Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat Tenaga kerja turut memiliki peran dalam pembangunan ekonomi. Penyediaan lapangan kerja yang memadai diharapkan cukup untuk memenuhi
24
pertambahan angkatan kerja. Tenaga kerja merupakan suatu faktor produksi yang mampu meningkatkan faktor produksi seperti mengolah tanah, memanfaatkan modal sehingga perusahaan memandang tenaga kerja sebagai suatu investasi. Terdapat dua faktor yang memengaruhi keadaan ketenagakerjaan, yaitu faktor penerimaan dan penawaran. Faktor permintaan dipengaruhi oleh dinamika pembangunan ekonomi, sedangkan faktor penawaran dipengaruhi oleh perubahan struktur umur penduduk. Pembangunan ekonomi yang semakin meningkat juga akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sehingga akan memengaruhi ketersediaan tenaga kerja di suatu daerah. Pertumbuhan industri di perkotaan menjadi salah satu daya tarik tenaga kerja dari berbagai daerah, termasuk pedesaan untuk menjadi pekerja di sektor industri (Sitompul 2007). Perkembangan jumlah tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat disajikan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Perkembangan Tenaga Kerja di Jawa Barat, 2001-2011 Tenaga Perkembangan Pengangguran Angkatan Tahun Kerja (jiwa) (persen) Jabar (jiwa) Kerja (jiwa) 14,649,647 2001 -10.40 1,036,119 15,685,766 13,750,448 2002 -6.14 2,191,531 15,941,979 14,795,297 2003 7.60 1,979,065 16,774,362 14,598,311 2004 -1.33 2,319,715 16,918,026 15,011,002 2005 2.83 2,527,807 17,538,809 15,441,639 2006 2.87 2,561,525 18,003,164 15,853,822 2007 2.67 2,386,214 18,240,036 16,480,395 2008 3.95 2,263,584 18,743,979 16,901,430 2009 2.55 2,079,830 18,981,260 16,942,444 2010 0.24 1,951,391 18,893,835 17,454,781 2011 3.02 1,901,843 19,356,624 Rata-rata
0.72
Perkembangan (persen) -10.74 1.63 5.22 0.86 3.67 2.65 1.32 2.76 1.27 -0.46 2.45 0.97
Sumber: BPS 2012, diolah
Jumlah tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat menunjukkan peningkatan setiap tahun, kecuali tahun 2002 dan 2004. Rata-rata peningkatan jumlah tenaga kerja adalah 0.67. Selanjutnya jumlah angkatan kerja menunjukkan peningkatan setiap tahun dengan rata-rata peningkatan jumlah angkatan kerja adalah 0.97 persen. Peningkatan ini sejalan dengan pertumbuhan tenaga kerja dengan rata-rata 0.72 persen. Penurunan jumlah tenaga kerja pada tahun 2002 dan 2004 merupakan dampak dari terjadinya krisis di Indonesia, sehingga menyebabkan situasi perekonomian masih sulit khususnya di Provinsi Jawa Barat.
Kondisi Investasi di Provinsi Jawa Barat Investasi dibutuhkan untuk meningkatkan pembangunan daerah. Pembangunan daerah dapat berkembang apabila investasi terus meningkat. Investasi merupakan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya investasi secara langsung dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja di daerah
25
tersebut.Invetasi pada umumnya dibedakan berdasarkan sumber modal, yaitu PMDN (penanaman modal dalam negeri) dan PMA (penanaman modal asing). Investasi ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah, karena selain menyerap tenaga kerja juga memberikan peningkatan pendapatan kepada daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tabel 5. Perkembangan investasi di Jawa Barat 1990-2011 (jutaan rupiah) Tahun PMDN Laju (%) PMA Laju (%) 482,730.90 161,370.74 1990 579,148.90 19.97 327,121.68 102.71 1991 1,240,155.80 114.13 517,523.85 58.21 1992 4,034,326.70 225.31 8,259,607.53 1,495.99 1993 4,125,531.80 2.26 2,078,976.71 (74.83) 1994 2,900,620.10 (29.69) 2,680,725.44 28.94 1995 3,102,422.00 6.96 27,521,287.40 926.64 1996 6,848,927.10 120.76 3,398,358.04 (87.65) 1997 4,076,866.70 (40.47) 16,305,456.89 379.80 1998 3,096,458.80 (24.05) 12,469,338.16 (23.53) 1999 4,732,038.20 52.82 17,441,007.56 39.87 2000 1,331,051.90 (71.87) 6,002,371.51 (65.58) 2001 8,021,465.70 502.64 10,648,365.38 77.40 2002 2,517,762.00 (68.61) 9,511,043.35 (10.68) 2003 3,027,163.50 20.23 10,676,654.51 12.26 2004 3,483,011.50 15.06 24,786,373.13 132.15 2005 5,320,965.20 52.77 14,854,574.27 (40.07) 2006 11,805,068.40 121.86 11,660,297.08 (21.50) 2007 5,075,016.60 (57.01) 23,923,281.47 105.17 2008 5,926,662.00 16.78 19,112,185.09 (20.11) 2009 15,799,857.10 166.59 15,381,065.92 (19.52) 2010 11,194,259.00 (29.15) 33,672,847.41 118.92 2011 53.20 Rata-Rata 148.31 Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal daerah Jawa Barat, diolah
Tabel 5menyajikan perkembangan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) masih berfluktuatif. Apabila dibandingkan secara nasionalJawa Barat menempati urutan ketiga dibandingkan dengan provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur, sehingga Jawa Barat merupakan salah satu tujuan investasi yang utama. Untuk PMA dengan nilai proyek 4,718 proyek dan untuk PMDN dengan nilai proyek 1,672 selama periode penelitian. Pada PMA Jawa Barat menempati urutan kedua dari DKI Jakarta dengan proyek sebesar 6,634 dan Jawa Timur sebesar 1,419 proyek. Pada PMDN Jawa Barat menempati urutan pertama dengan 1,672 proyek diikuti oleh Jawa Timur 1,286 proyek dan DKI Jakarta 1,099 proyek. Rata-rata pertumbuhan investasi Provinsi Jawa barat didominasi oleh Penanaman Modal Asing (PMA) hal ini membuktikan bahwa kebijakan ekonomi yang dilaksanakan oleh
26
pemerintah daerah di bidang investasi telah kondusif dalam rangka mencapai peningkatan investasi daerah.
Kondisi Pengeluaran Pemerintah di Provinsi Jawa Barat Menurut Halim (2008) belanja modal merupakan bentuk investasi yang berupa capital expenditure sebagai belanja atau biaya atau pengeluaran yang memberi manfaat lebih dari satu tahun. Proporsi pengeluaran pemerintah untuk belanja modal terhadap PDRB Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6.Proporsi pengeluaran pemerintah untuk belanja modal terhadap PDRB Jawa Barat tahun 1990-2011 (jutaan rupiah) Pengeluaran Pemerintah PDRB Tahun G/PDRB untuk Belanja Modal 44,093.48 0.03541 1990 124,520,890 108,759.97 0.07980 1991 136,288,120 175,967.11 0.12079 1992 145,678,370 153,365.82 0.09818 1993 156,210,910 275,115.83 0.16306 1994 168,723,410 139,386.75 0.07718 1995 180,601,530 317,592.42 0.16298 1996 194,869,060 475,998.29 0.22546 1997 211,121,140 617,871.33 0.27857 1998 221,803,860 1,026,530.36 0.56954 1999 180,237,820 408,305.38 0.21905 2000 186,401,950 852,197.61 0.43897 2001 194,137,640 1,044,593.22 0.51362 2002 203,378,590 413,290.00 0.19551 2003 211,391,590 277,489.00 0.12520 2004 221,628,170 335,096.00 0.14378 2005 233,057,690 371,826.00 0.15127 2006 245,798,060 360,690.00 0.14007 2007 257,499,446 354,305.00 0.12922 2008 274,180,300 726,481.00 0.24947 2009 291,205,800 1,055,536.00 0.34790 2010 303,405,200 718,650.00 0.22303 2011 322,223,800 0.21309 Rata-Rata Sumber: BPS 2012, diolah
Rata-rata proporsi pengeluaran pemerintah untuk belanja modal Jawa Barat terhadap pertumbuhan ekonomi periode tahun 1990-2011 sebesar 0.21 persen. Rata-rata tersebut menunjukkan peran pemerintah dalam pembentukan PDRB Jawa Barat masih sangat kecil sehingga peran pemerintah dalam meningkatkan prioritas pengeluaran pemerintah untuk belanja modal belum dapat
27
meningkatkan permintaan agregat. Hal ini dikarenakan masih tingginya pengeluaran pemerintah untuk belanja rutin seperti pemberian gaji pegawai yang cukup tinggi nilainya dibandingkan dengan pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal. Kondisi Panjang Jalan di Provinsi Jawa Barat Infrastruktur merupakan salah satu pendorong pembangunan suatu wilayah. Jika keadaan infrastruktur masih belum mengalami perbaikan yang signifikan dan bahkan cenderung mengalami kemunduran maka hal ini akan mengakibatkan rendahnya daya saing dan daya tarik investor swasta untuk menanamkan modalnya di indonesia. Tabel 6. Laju perkembangan panjang jalan Provinsi Jawa Barat Laju Laju Panjang Panjang Tahun Tahun Jalan (Km) Perkembangan Jalan (Km) Perkembangan Jalan Jalan 1990 17939.74 2001 21192.70 -11.7 1991 19799.31 10.4 2002 22174.01 4.63 1992 20100.51 1.52 2003 22356.14 0.82 1993 21180.50 5.37 2004 23017.69 2.96 1994 21165.70 -0.07 2005 21717.11 -5.65 1995 22036.22 4.11 2006 21289.66 -1.97 1996 23047.96 4.59 2007 21744.48 2.14 1997 21421.13 -7.06 2008 23138.76 6.41 1998 23136.85 8.01 2009 22757.61 -1.65 1999 22106.22 -4.45 2010 21795.75 -4.23 2000 23992.63 8.53 2011 22732.79 4.30 Rata-rata 1.29 Sumber: BPS, Statistik Indonesia 2012, diolah
Tabel 6 menunjukkan laju perkembangan panjang jalan Provinsi Jawa Barat. Panjang jalan yang digunakan dalam penelitian kali ini merupakan panjang jalan secara keseluruhan yaitu panjang jalan dengan kondisi beraspal dan kerikil. Perkembangan kondisi panjang jalan Provinsi Jawa Barat selama periode 1990 hingga 2011 tidak banyak mendapatkan perkembangan. Begitu pula dengan ratarata laju panjang jalan selama tahun penelitian didapat hasil 1.29 dimana masih relatif rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat yang mencapai 4.94 persen. Dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi, infrastruktur berperan dalam fungsi sebagai roda penggerak ekonomi. Perbaikan infrastruktur yang lamban memperhambat mobilitas perdagangan. Diperlukan upaya langsung dari pemerintah dalam rangka pelestarian kondisi infrastruktur sebagai akses penyaluran hasil industri melalui jalan darat sehingga pemerataan pendapatan dan hasil-hasil pembangunan dapat meningkat.
28
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Jawa Barat Pada penelitian kali ini, variabel yang diteliti merupakan tenaga kerja, penanaman modal asing, penanaman modal dalam negeri, pengeluaran pemerintah untuk belanja modal, dan panjang jalan. Sebelum melakukan estimasi model, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik pada model. Pada penelitian kali ini dilihat uji multikolinieritas yang merupakan suatu keadaan dimana terjadinya satu atau dua variabel bebas yang berkorelasi dengan variabel lainnya. Masalah multikolinier dapat dilihat melalui Correlation Matrix yaitu korelasi antara variabel-variabel independen yang menyusun model. Suatu model dikatakan terbebas dari masalah apabila korelasi antar variabel-variabelnya tidak lebih dari 0.8 dalam Tabel 7 dapat dilihat bahwa terdapat variabel yang melebihi 0.8 yaitu sebesar 0.89 yang berarti terdapat multikolinieritas, namun hal ini dapat diabaikan dengan uji Klien jika nilai R-squared keseluruhan lebih besar dari nilai korelasi antara variabel tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan ini terbebas dari multikolinieritas. Uji multikolinieritas pun dapat digunakan dengan melihat hasil VIF, yang apabila VIF bernilai kurang dari sepuluh maka tidak terdapat masalah multikolinieritas. Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term menyebar normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan Jarque-Bera Test. Hasil uji didapat nilai probabilitas (P-value) yaitu sebesar 0.234616 sedangkan taraf nyata bernilai α = 0.05. Hasil uji pada Jarque-Bera Test didapat nilai 2.899606 sedangkan taraf nyata bernilai α = 0.05.Oleh karena nilai (P-value) >α maka error term menyebar normal. Heteroskedatisitas merupakan gejala yang terjadi dalam model regresi linier jika variannya berbeda-beda atau bervariasi. Pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan Breusch-Pagan-Godfrey Test. hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa persamaan fungsi pada penelitian ini tidak mengandung gejala heteroskedastisitas. Pada persamaan didapat nilai Prob. Chi Square sebesar 0.1207 lebih besar dari nilai α = 0.05. Dengan nilai hasil dapat ditanyakan dalam penelitian kali ini telah homoskedastisitas. Autokorelasi merupakan korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel atau korelasi error masa yang lalu dan error masa sekarang. Pengujian adanya permasalahan dalam pengolahan data autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation Test dengan hasil didapat Prob-Chi Squared sebesar 0.8561 yang lebih besar dari nilai α = 0.05, sehingga pada persamaan kali ini tidak terdapat gejala autokorelasi. Dari pengujian hasil kriteria ekonometrika pada model tersebut yang telah dilakukan maka hasil estimasi yang didapat tidak terdapat masalah dalam pemodelan ekonometrika. Persamaan hasil estimasi dapat dilihat pada dapatTabel 7. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 7 didapat nilai R-Square sebesar 91.2 persen yang digunakan untuk menguji goodness-of-fit dari model regresi. Hal ini berarti 91.2 persen perekonomian Provinsi Jawa Barat dapat dijelaskan dengan variabel independen, sedangkan sisanya yaitu 8.8 persen dijelaskan oleh sebabsebab yang lain. Berdasarkan pada hasil estimasi pada tabel didapat nilai Adjusted
29
R-Square sebesar 88 persen. Hasil penelitian didapat invetasi dalam bentuk PMA dan PMDN memiliki nilai yang signifikan serta panjang jalan dan angkatan kerja, sedangkan pada variabel pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal didapatkan hasil yang tidak signifikan. Tabel 7.Hasil estimasi investasi, tenaga kerja, infrastruktur terhadappertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat Variabel Koefisien Std. Error t-statistik Probabilitas VIF C 8.017672 9.038593 0.887049 0.3900 LNEXPD 0.017249 0.043944 0.392527 0.7006*** 2.8 LNAK 1.365992 0.442649 3.085948 0.0081 3.4 LNPMA 0.094668 0.036103 2.622188 0.0201** 7.3 LNPMDN 0.073699 0.040267 1.830241 0.0886* 3.3 LNRD -1.426894 0.635732 -2.244488 0.0415** 4.2 R-squared 0.911602 Durbin-Watson stat 1.82424 Adjusted R-squared 0.880031 F-statistic 28.8749 S.E of regression 0.089593 Prob (F-statistic) 0.000001 Keterangan:
*signifikan pada taraf nyata 10% **signifikan pada taraf nyata 5% ***signifikan pada taraf nyata 1%
Pengujian dengan menggunakan uji F-statistik menunjukkan bahwa nilai F-statistik lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (0.000001<0.05),sehingga dapat dikatakan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang digunakan dalam model mempunyai pengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat pada tingkat kepercayaan 5 persen (α=5 persen). Uji t-statistik ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari masingmasing variabel independen. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa probabilitas dari masing-masing uji t-statistik adalah signifikan pada variabel Angkatan Kerja, Penanaman Modal Asing (PMA), dan Panjang Jalan masing-masing signifikan pada taraf nyata 5 persen dengan variabel tenaga kerja signifikan pada taraf nyata 1 persen. Sedangkan, pada variabel Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) signifikan pada taraf nyata 10 persen. Variabel pengeluaran pemerintah untuk pembelanjaan modal tidak signifikan karena nilai probabilitasnya lebih besar dari taraf nyata yang digunakan. Peran investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel bebas yang terdiri dari PMA, angkatan kerja, dan panjang jalan dalam model tersebut signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada taraf nyata 5 persen dan variabel PMDN signifikan pada taraf nyata 10 persen. Sedangkan pengeluaran pemerintah untuk belanja modal tidak signifikan. Masing-masing variabel akan dijelaskan sebagai berikut: a. Pengeluaran Pemerintah untuk Belanja Modal Berdasarkan nilai probabilitas t-statistik menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah untuk belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini bertentangan dengan hipotesis yang dikemukakan sebelumnya yang mengatakan bahwa pengeluaran
30
pemerintah untuk belanja modal berpengaruh positif dan signifikan. Pengeluaran pemerintah untuk belanja modal memliki peran penting dalam kegiatan perekonomian suatu daerah. Peningkatan pendapatan daerah secara tidak langsung akan meningkatkan pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal agar tercipta nya kondisi perekonomian yang stabil. Pengeluaran pemerintah untuk belanja modal yang tidak signifikan dapat terjadi karena laju pertumbuhan belanja pemerintah yang lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi sehingga dampak pertambahan belanja pemerintah relatif kecil terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada hasil estimasi didapat nilai koefisien pengeluaran pemerintah untuk belanja modal memiliki hubungan positif namun tidak signifikan. Hal ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat lebih mengutamakan investasi dari pihak swasta untuk perekonomian ekonomi, sehingga pengeluaran pemerintah untuk belanja modal dari tahun ke tahun cenderung menurun. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Candra (2012) dengan hasil pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan namun tidak mempunyai hubungan timbal balik dengan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ma’ruf dan wihastuti (2008) mengungkapkan bahwa pengeluaran pemerintah riil adalah positif dan signifikan. Penelitian lainnya mengenai pengeluaran pemerintah dilakukan oleh Mahapurta (2002) mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sari (2012) menunjukkan pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal ditemukan tidak signifikan berpengaruh. Hasil penelitian Sidik (2007) menyatakan juga pengeluaran pemerintah memiliki efek positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian lainnya mengenai pengeluaran pemerintah untuk belanja modal dilakukan oleh Kurniawan et al (2011)menjelaskan pengaruh tidak signifikan ditunjukkan oleh rendahnya alokasi belanja modal untuk kegiatan pembangunan berbagai fasilitas publik sehingga belum berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sidik (2007) mengatakan pengeluaran pembangunan sangat diperlukan oleh suatu daerah untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri. b. Tenaga Kerja Berdasarkan nilai probabilitas t-statistik menunjukkan bahwa angkatan kerja berpengaruh signifikan pada taraf nyata 1 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa angkatan kerja diduga berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Pengaruh yang sama diperoleh dari penelitian Candra (2012), Suryanto (2010) menjelaskan bahwa sinyal kontribusi angkatan kerja di daerah bagi pertumbuhan ekonomi cukup signifikan. (Sukirno, 2006) mengemukakan tingkat realisasi penanaman modal asing yang cukup tinggi turut dirasakan oleh pemerintah, masyarakat, dan asing akan mendapatkan keuntungan.
31
Penanaman modal langsung akan menambah kesempatan kerja dan mengurangi masalah pengangguran yang dihadapi pemerintah. Berdasarkan hasil estimasi terlihat bahwa tenaga kerja mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Nilai koefisien regresi dari variabel angkatan kerja sebesar 1.365992. Hal ini dapat dikatakan bahwa jika terjadi peningkatan angkatan kerja sebesar 1 persen maka akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 1.365992 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa angkatan kerja berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi yang berdampak dengan semakin tingginya pendapatan di Provinsi Jawa Barat. Tabel 8.Perkembangan penggangguran dan investasi provinsi Jawa Barat Tahun Pengangguran Investasi 2006 2,561,525 20,175,539 2007 2,386,214 23,465,365 2008 2,263,584 28,998,298 2009 2,079,830 25,038,847 2010 1,951,391 31,180,923 2011 1,901,843 44,867,106 Sumber: BPS dan BKPM, diolah
Berdasarkan Tabel 7 terlihat perkembangan pengganguran dan investasi tahun 2006 sampai 2011 memiliki indikasi hubungan ketika investasi meningkat pengangguran berkurang. Hal ini mengindikasikan bahwa investasi memberikan kesempatan kerja lebih banyak dan menurunkan tingkat pengangguran. c. Penanaman Modal Asing (PMA) Berdasarkan nilai probabilitas t-statistik menunjukkan bahwa PMA berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dalam taraf nyata 5 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa nilai PMA berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Hal ini sesuai dengan penelitian Candra (2012) bahwa investasi penanaman modal asing memiliki pengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil estimasi terlihat bahwa nilai PMA mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Nilai koefisien regresi dari variabel PMA sebesar 0.094668. Hal ini dapat dikatakan bahwa jika terjadi peningkatan PMA sebesar 1 persen maka akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.094668 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai PMA akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Sitompul (2007) mengemukakan peningkatan investasi merupakan hasil dari kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan iklim investasi daerah.
32
d. Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN) Berdasarkan nilai probabilitas t-statistik menunjukkan bahwa nilai PMDN berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa nilai PMDN berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Lain halnya dengan PMA, dimana PMDN memiliki pengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen. Angka ini lebih besar dari taraf nyata PMA yang berkisar pada taraf nyata 5 persen. Hal ini terjadi karena investasi yang berada di Provinsi Jawa Barat memang sebagian besar didominasi oleh para investor asing (PMA). Penelitian Candra (2012), Rustiono (2008), dan Sitompul (2007) memiliki pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil estimasi terlihat bahwa nilai PMDN mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Nilai koefisien regresi dari variabel PMDN sebesar 0.073699. Hal ini dapat dikatakan bahwa jika terjadi peningkatan PMDN sebesar 1 persen maka akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.073699 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa apabila PMDN semakin besar akan berdampak dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. e. Panjang Jalan Berdasarkan uji signifikansi didapat panjang jalan memiliki pengaruh signifikan dengan taraf nyata 5 persen. Hal ini berarti panjang jalan Provinsi Jawa Barat lebih bersifat inelastis artinya dalam keadaan bagaimanapun jalan akan tetap digunakan oleh masyarakat Provinsi Jawa Barat karena merupakan akses perekonomian daerah. Hal ini dapat dijelaskan bahwa keadaan suatu wilayah yang memiliki jumlah penduduk yang terlalu banyak akan menghasilkan tingkat aksesibilitas yang rendah. Hal ini dapat terjadi karena penambahan jalan lebih rendah dibandingkan dengan penambahan jumlah penduduk (Radiansyah 2012). Hasil estimasi pada penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Canning (1999) memiliki hasil negatif pada infrastruktur jalan. Menurut Badrudin (2012) jalan-jalan yang tidak dipelihara dengan baik akan menghambat mobillitas perpindahan barang atau pergerakan orang. Padahal, perekonomian akan tumbuh ketika aspek mobilitas atau perpindahan orang. Berdasarkan hasil estimasi terlihat bahwa nilai panjang jalan mempunyai pengaruh negatif namun signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Nilai Koefisien regresi dari variabel panjang jalan sebesar -1.426894.Hal ini dapat dikatakan bahwa jika terjadi kenaikan panjang jalan 1 persen maka akan menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar -1.426894 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Berdasarkan nilai probabilitas t-statistik menunjukkan bahwa panjang jalan berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini bertentangan dengan asumsi awal yang mengatakan bahwa panjang jalan diduga memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Panjang jalan merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung kegiatan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Perekonomian ekonomi dapat
33
meningkat apabila terdapat infrastruktur yang mempermudah pendistribusian faktor produksi barang dan jasa. Pada hasil didapat bahwa variabel panjang jalan memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil ini disebabkan karena pertumbuhan akan perbaikan kondisi jalan dalam kurun waktu 1990 hingga 2011 tidak banyak menunjukkan perubahan yang berarti. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan infrastruktur di Provinsi Jawa Barat lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan mengenai pengaruh investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur Provinsi Jawa Barat, dapat disimpulkan bahwa: 1. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat periode 1990-2011 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jadi, berdasarkan variabel independen pada penelitian dapat disimpulkan pertumbuhan ekonomi sebesar8.01 persen. 2. Berdasarkan hasil uji R2variabel pengeluaran pemerintah untuk belanja modal, tenaga kerja, PMDN, PMA, dan panjang jalan mampu menjelaskan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa barat sebesar 91.2 persen. 3. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara nyata adalah tenaga kerja dengan nilai koefisien yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan variabel lainnya. 4. Variabel investasi seperti PMA dan PMDN memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat meskipun dengan nilai PMDN dengan signifikansi 10 persen menandakan perkembangan investasi di Provinsi Jawa Barat masih didominasi oleh pihak asing. Variabel pengeluaran pemerintah untuk pembentukan modal memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Hal itu berarti pengeluaran pemerintah mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi namun masih memiliki laju perkembangan yang kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. 5. Variabel tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menandakan pertumbuhan penduduk pada usia kerja di Provinsi Jawa Barat memiliki kualitas yang mampu bersaing di pasar kerja dengan kualitas yang baik sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 6. Variabel infrastruktur panjang jalan memiliki pengaruh negatif dan signifikan, hal ini menandakan bahwa panjang memiliki pengaruh tinggi terhadap perkembangan perekonomian Jawa Barat. Kondisi jalan yang kurang mengalami perbaikan dalam kurun waktu 1990-2011 sehingga pemerintah harus mengeluarkan dana tambahan untuk perbaikan jalan. Panjang jalan itu sendiri dalam keadaan bagaimanapun keadaan jalan
34
masih merupakan akses penting dalam mempermudah mobilitas perdagangan daerah.
Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat dilakukan diantaranya: 1. Pertumbuhan ekonomi dapat terbentuk apabila tercipta iklim investasi yang kondusif sehingga pemerintah selaku pembuat kebijakan meningkatkan iklim investasi yang kondusif, pengurusan perizinan usaha dan pajak yang lebih mudah dan tidak memakan waktu, realisasi pembangunan infrastruktur dengan perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur lainnya dalam waktu cepat, dan memperluas kesempatan kerja dengan memperlakukan pekerja sesuai dengan peraturan. 2. Pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan infrastruktur dimana infrastruktur jalan merupakan salah satu penunjang perekonomian daerah dengan meningkatkan kegunaannya dengan perbaikan jalan atau penambahan jalan seperti jalan layang guna mengefisiensikan pengguna jalan sehingga pertumbuhan ekonomi sejalan dengan kondisi infrastruktur yang baik. 3. Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu tolak ukur pertumbuhan ekonomi dimana peningkatan pendapatan akan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk mendukung jalannya perekonomian. Lebih banyaknya pengeluaran pemerintah yang dilakukan untuk belanja rutin seperti gaji pegawai. Pemerintah sebaiknya lebih memfokuskan pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal agar meningkatkan daya saing dan daya tarik investor guna meningkatkan investasi Provinsi Jawa Barat. 4. Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebaiknya dapat meningkatkan anggaran pendidikan agar meningkatkan kualitas tenaga kerja Provinsi Jawa Barat karena tenaga kerja terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. 5. Untuk penelitian lainnya diharapkan mengkaji kembali penelitian ini dengan menggunakan metode lainnya dan penambahan variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sehingga dapat membuat temuan baru.
DAFTAR PUSTAKA
[BKPM dan KPPOD]. 2008. Pemeringkatan Iklim Investasi 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2008. Jakarta (ID): BKPM dan KPPOD __________________. 2012. Infrastruktur: Peranan dan Problematiknya. Jakarta (ID): BKPM dan KPPOD [BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2012. Laporan Perkembangan Investasi di Indonesia. Jakarta (ID): BKPM
35
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Jawa Barat Dalam Angka, Berbagai Edisi. Jakarta (ID): BPS Provinsi Jawa Barat. ______________________. 2012. Statistik Indonesia, Berbagai Edisi. Jakarta (ID): BPS [IPB] Institut Pertanian Bogor. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Ed Ke-3. Bogor (ID): IPB Pr Alexiou C. 2009. Government Spending and Economic Growth: Econometric Evidence from the South Easterm Europe (SEE). Journal of Economic and Social Research hal 1-16 Badrudin R. 2012. Ekonomika Otonomi Daerah. Yogyakarta (ID): UPP STIM YKPN Cahyono E.F, Kaluge D. 2008. Analisis Pengaruh Infrastruktur Publik terhadap Produk Domestik Bruto Perkapita di Indonesia. Universitas Brawijaya, Malang Candra E.W. 2012. Analisis Peranan Pengeluaran Pemerintah, Tenaga Kerja, dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2001-2010. [jurnal ilmiah]. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya, Malang Canning D. 1999. The Contribution of Infrastructure to Aggregate Output. Departement of Economics The Queen’s University at Belfast. United Kingdom Cooray V.A. 2009. Government Expenditure, Governance, and Economic Growth. Comparative Economic Studies, 51 (3), 401-418 Dewi M. 2009.Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap Output Sektor Industri di Kabupaten Bekasi. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institur Pertanian Bogor, Bogor Dornbusch, Rudiger, Fischr, Stanley. 1997. Ekonomi Makro. Drs. Sahat Simamora [penerjemah]. Jakarta (ID): RINEKA CIPTA Dumairy, 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta (ID): Erlangga Firdaus M. 2012. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Pr Gujarati D. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Julius A Mulyadi [penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga Guseh S.J. 1997. Government Size and Economic Growth in Developing Countries: A Political-Economy Framework. Journal of Macroeconomics Hsieh E, Lai K.S. 1994. Government Spending on Economic Growth: the G-7 Experience. Applied Economics Hal 535-542 Kuncoro M. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta (ID): Erlangga Kurniawanet al. 2011. Analisis Alokasi Belanja Modal Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2004-2010. [jurnal ilmiah]. Universitas Padjadjaran Lains A. 2003. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): Pustaka LP3ES Indonesia, anggota IKAPI Lipseyet al. 1997. Pengantar Makroekonomi. Ir. Agus Maulana MSM [penerjemah]. Jakarta (ID): Binarupa Aksara
36
Ma’ruf A, Wihastuti L. 2008. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Determinan dan Prospeknya. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. Volume 9, nomor 1, halm 44-55. April 2008 Mankiw N.G. 2000. Teori Makroekonomi Ed Ke-5. Imam Nurmawan [penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga. Miro F. 2012. Pengantar Sistem Transportasi. Jakarta (ID): Erlangga Nanga M. 2005. Makroekonomi: Teori, Masalah, dan Kebijakan. Jakarta (ID): Rajawali Pers Nurudeen A, Usman A. 2010. Government Expenditure and Economic Growth in Nigeria, 1970-2008: A Disaggregated Analysis. Bussiness and Economics Journal, Volume 2010: BEJ-4 Olopade B.C. 2010. The Impact of Government Expenditure on Economic Growth and Development in Developing Countries: Nigeria as a Case Study. Economic in Lgbinedion University, Nigeria Prasetyo P.E.2011. Fundamental Makro Ekonomi. Yogyakarta (ID): Beta Offset Radiansyah D. 2012. Analisis Kontribusi Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Indonesia (Periode tahun 1993 s.d 2008). [tesis]. Universitas Indonesia, Jakarta Rao B.B. 2006. Time Series Econometrics of Growth Models: A Guide for Applied Economists. MPRA Paper No. 1547. Dapat diakses di [http://mpra.ub.uni-nuenchen.de/1547/] Regina D. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pendapatan Regional Provinsi Banten. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor Rustiono D. 2008. Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah. [tesis]. Universitas Diponegoro, Semarang Sahooet al. 2010. Infrastructure Development and Economic Growth in China. IDE Discussion Paper No. 261 Salhab A, Lasmini S. 2011. Pengaruh Inflasi, Jumlah Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Bali. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi. Universitas Udayana, Bali Sitompul N.L. 2007.Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sumatera Utara. [tesis]. Universitas Sumatera Utara, Medan Sodik J. 2007. Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Kasus Data Panel di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Hal:27-36 Sukirno S.2006.Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. Edisi ke-2.Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Group. Suryanto D. 2010.Analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan, dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Subosokawonosraten Tahun 2004-2008. [jurnal ilmiah]. Universitas Diponegoro Todaro MP, Stephen CS. 2006. Pembangunan Ekonomi Ed Ke-9. Haris Munandar [penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga. Wijayanti P. 2010. Pengaruh Ketersediaan Tenaga Kerja, Infrastruktur, Pendapatan Perkapita, dan Suku Bunga terhadap Investasi Industri Kota Semarang. [jurnal ilmiah]. Yogyakarta
37
LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Estimasi Persamaan Dependent Variable: LNPDRB Method: Least Squares Date: 04/22/13 Time: 10:18 Sample: 1 20 Included observations: 20 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
VIF
LNAK LNEXPD LNPMA LNPMDN LNRD C
1.365992 0.017249 0.094668 0.073699 -1.426894 8.017672
0.442649 0.043944 0.036103 0.040267 0.635732 9.038593
3.085948 0.392527 2.622188 1.830241 -2.244488 0.887049
0.0081 0.7006 0.0201 0.0886 0.0415 0.3900
3.4 2.8 7.3 3.3 4.2
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.911602 0.880031 0.089593 0.112378 23.43746 28.87485 0.000001
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
19.16166 0.258667 -1.743746 -1.445027 -1.685433 1.824240
Lampiran 2. Persamaan Model LNPDRB = 1.36599247822*LNAK + 0.0172492716487*LNEXPD + 0.0946684259545*LNPMA + 0.0736991474267*LNPMDN - 1.4268939741*LNRD + 8.01767190476
Lampiran 3. Uji Asumsi - Kenormalan 12
Series: Residuals Sample 1 20 Observations 20
10
8
6
4
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
3.20e-15 -0.009683 0.148503 -0.206330 0.076906 -0.684029 4.268048
Jarque-Bera Probability
2.899606 0.234616
0 -0.2
-0.1
-0.0
0.1
Nilai Jarque-Bera dan Prob lebih besar dari α 5 persen sehingga asumsi residual menyebar normal
38
-
Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
3.348318 10.89182 8.720771
Prob. F(5,14) Prob. Chi-Square(5) Prob. Chi-Square(5)
0.0338 0.0536 0.1207
Nilai Prob lebih besar dari α 5 persen sehingga model homoskedastisitas -
Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.094685 0.310713
Prob. F(2,12) Prob. Chi-Square(2)
0.9103 0.8561
Nilai Prob. Chi-Square > α 5 persen artinya tidak ada autokorelasi -
Multikolinieritas Dilihat dari nilai VIF < 10 maka tidak terdapat multikolinieritas
Lampiran 4. Matriks Korelasi
LNPDRB LNAK LNEXPD LNPMA LNPMDN LNRD
LNPDRB
LNAK
LNEXPD
LNPMA
LNPMDN
LNRD
1.000000 0.892037 0.748991 0.855654 0.845200 0.655970
0.892037 1.000000 0.677068 0.809394 0.768956 0.707161
0.748991 0.677068 1.000000 0.764689 0.746880 0.657858
0.855654 0.809394 0.764689 1.000000 0.763751 0.872481
0.845200 0.768956 0.746880 0.763751 1.000000 0.653926
0.655970 0.707161 0.657858 0.872481 0.653926 1.000000
39
Lampiran 5. Data Analisis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
LnPDRB 18.6400 18.7303 18.7969 18.9438 19.0118 19.0878 19.1679 19.2173 19.0434 19.0841 19.1306 19.1692 19.2165 19.2668 19.3200 19.3665 19.4293 19.4895 19.5306 19.5908
LnAK LnPMDN LnPMA LnEXPD LnRD 16.3586 13.0872 11.9915 10.6941 9.7948 16.3989 13.2693 12.6981 11.5969 9.8934 16.4469 14.0307 13.1568 12.0781 9.9085 16.4457 15.2327 14.5474 12.5249 9.9601 16.4662 14.8804 14.8016 11.845 10.0004 16.5353 14.9477 17.1305 12.6685 10.0453 16.5439 15.7396 15.0388 13.0732 9.9721 16.5643 15.2208 16.607 13.3340 10.0492 16.6098 15.3699 16.6743 12.9198 10.0855 16.4999 14.1015 15.6077 13.6556 9.9614 16.4366 15.8976 16.1809 13.8591 10.0067 16.5098 14.7389 16.068 12.9319 10.0149 16.4964 14.9231 16.1836 12.5335 10.044 16.5243 15.0634 17.0258 12.7222 9.9859 16.5526 15.4872 16.5138 12.8262 9.9660 16.5789 16.2840 16.2717 12.7958 9.9871 16.6177 15.4398 16.9904 12.7779 10.0493 16.6429 15.595 16.7658 13.496 10.0327 16.6453 16.5755 16.5486 13.8696 9.9895 16.6751 16.2309 17.3322 13.4851 10.0316
40
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bogor, pada Tanggal 31 Agustus 1991 dengan nama lengkap Aryanti Utami. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Al-Ghazaly Bogor, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 12 Bogor pada Tahun 2003. Pada tahun 2009 penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah atas pada SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Ujian Talenta Mandiri (UTM) dan Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN). Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan baik yang diadakan oleh Departemen maupun Fakultas. Pada tahun 2010 penulis mendapatkan kesempatan untuk mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) untuk kategori PKM bidang Penelitian. Selain itu, penulis dipercaya untuk menjadi anggota Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada divisi Information, Promotion,and Internal Relationship (INTEL)untuk kepengurusan tahun 2010-2011 dan 20112012. Penulis aktif pula pada kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan baik di lingkungan Departemen, Fakultas, dan Kampus IPB. Penulis juga aktif mengikuti seminar yang diadakan di lingkungan kampus IPB.