ANALISIS PENYEBAB TINGGINYA PENGANGGURAN SARJANA

Download tinggi tingkat pendidikan yang telah ditempuh maka seharusnya semakin berkualitas pula output atau lulusan yang dihasilkan. Salah satu hal ...

0 downloads 390 Views 959KB Size
ANALISIS PENYEBAB TINGGINYA PENGANGGURAN SARJANA DI KECAMATAN SIMEULUE BARAT KABUPATEN SIMEULUE

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat Guna memperoleh gelar sarjana sosial

OLEH :

ANDRI ADI NIM : 10C20210010

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH – ACEH BARAT TAHUN 2016

ABSTRAK

ANDRIADI, 2016. Analisis Penyebab Tingginya Pengangguran Sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, di bawah bimbingan Sudarman Alwy., M.Ag dan Alimas Jonsa, S.Sos., M.Si Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab tingginya pengangguran Sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue. Adapun sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Kemudian teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara dan kajian pustaka. Jumlah informan yang ditentukan oleh peneliti dengan jumlah 14 orang. Teknik analisa data dalam penelitian ini berupa pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Masalah penganguran memang menjadi permasalahan komplek dalam konteks mencari lapangan pekerjaan baik di intansi pemerintahan maupun swasta. Lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue Barat sangat antusias ingin membuka lapangan pekerjaan dan mereka mempunyai sumberdaya manusia yang mapan akan tetapi hanya keterbatasan modal serta belum mempunyai lapangan pekerjaan yang tetap. Penyebab lainnya juga disebabkan oleh faktor ketidak-seimbangnya antara jurusan yang diambil oleh para lulusan sarjana dengan formasi yang dibuka oleh pemerintah daerah. Salah satu contohnya adalah jurusan yang paling banyak diminati oleh lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue Barat adalah lulusan Pendidikan Agama Islam sementara formasi atau lowongan yang dibuka oleh pemerintah dalam penerimaan tenaga kontrak dan CPNS lebih cenderung kepada lulusan Kesehatan. Faktor yang paling utama dalam melakukan wirausaha atau pekerjaan adalah para lulusan sarjana harus berani berbuat, siap untuk mandiri dan siap melakukan hal apa saja yang sifatnya positif untuk kepentingan pribadi dan orang lain yang pada akhirnya membuahkan hasil yaitu memberikan lapangan pekerjaan untuk orang lain.

Kata Kunci : Tingginya Pengangguran Sarjana, Kecamatan Simeulue Barat

vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Pengangguran sarjana di Indonesia memang selalu menjadi masalah yang

menyelimuti dalam perkembangan masa kini. Masalah yang disebabkan karena lulusan mahasiswa yang hanya ingin menjadi pencari kerja bukan pencipta kerja, belum lagi tuntutan dari perguruan tinggi yang menginginkan mahasiswanya cepat lulus tanpa diberikan keterampilan yang cukup dalam menghadapi dunia kerja serta kurangnya jumlah lapangan pekerjaan padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 259 juta jiwa semakin menambah rumitnya kompleks permasalahan yang ada di Indonesia. Mulai dari sarjana pendidikan, sarjana hukum, sarjana ekonomi, sarjana komputer dan masih banyak sarjana-sarjana yang lainnya. Ada tiga faktor dasar yang menjadi permasalahan tingginya tingkat pengangguran sarjana di Indonesia yaitu: (a) ketidaksesuaian hasil yang dicapai antara pendidikan dengan lapangan kerja, (b) ketidakseimbangan permintaan dan penawaran terhadap jasa manusia, (c) kualitas sumber daya manusia itu sendiri (Tilaar H, 2004, h.162). Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Salah satu tujuan dalam pembangunan nasional adalah penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk mengejar pertumbuhan angkatan kerja terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia yang pertumbuhan angkatan kerjanya lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja. Pendidikan diketahui sebagai 1

2

aspek penting dalam kehidupan karena melalui pendidikan seseorang dapat menjadi individu yang lebih berkualitas. Pendidikan adalah sarana untuk mendapatkan SDM yang berkualitas karena pendidikan dianggap mampu untuk menghasilkan tenaga kerja yang bermutu tinggi, mempunyai pola pikir dan cara bertindak yang modern. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang telah ditempuh maka seharusnya semakin berkualitas pula output atau lulusan yang dihasilkan. Salah satu hal yang dapat dijadikan sebagai ukuran kualitas output tersebut adalah bagaimana output ini mampu bersaing di dunia kerja dan diharapkan mampu menggerakkan pembangunan nasional. Di

negara

berkembang,

pengangguran

terdidik

adalah

sebagai

konsekuensi dari berperannya faktor penawaran “supply factors” (Bloom dan Sevilla 2003, h.27). Proses bergesernya kelompok umur penduduk yang lahir dua puluh sampai tiga puluh tahun sebelumnya, mereka secara potensial memasuki pasar kerja, baik setelah menyelesaikan jenjang pendidikan menengah atau terhenti. Upaya yang dilakukan untuk memperluas fasilitas pendidikan di negaranegara berkembang guna pencapaian pemerataan hasil-hasil pendidikan ternyata tidak diiringi dengan peningkatan kualitas tamatannya. Efek ganda dari dilema tersebut adalah semakin banyaknya pencari kerja berusia mudah dan berpendidikan (Elfindri dan Bachtiar, 2004, h.35). Kecamatan Simeulue Barat adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Simeulue yang memiliki banyak sekali remajanya lulusan sarjana. Para remaja di Kecamatan Simeulue Barat menyelesaikan pendidikan Sarjananya di luar daerah, ada yang di Banda Aceh, Aceh Barat, Lhokseumawe, Langsa, dan

3

luar daerah lainnya seperti Medan, Jakarta dan lainnya. Hingga saat ini banyak lulusan Sarjana di Kecamatan Simeulue Barat telah kembali ke daerah masingmasing, akan tetapi mereka belum mendapatkan pekerjaan. Salah satu penyebab tingginya pengangguran di Kecamatan Simeulue Barat menurut hasil observasi awal peneliti adalah dikarenakan kurangnya perhatian dari pemerintah setempat untuk merekrut para lulusan sarjana bekerja, hal ini terlihat pada saat adanya penerimaan PNS atau karyawan, calon yang mendaftar dari berbagai daerah bahkan ada yang berasal dari luar Kabupaten Simeulue. Para calon yang lulus dalam penerimaan PNS atau karyawan tersebut kebanyakan berasal dari luar daerah Simeulue khususnya di Kecamatan Simeulue Barat. Lulusan sarjana yang berasal dari dalam daerah Simeulue hanya beberapa orang saja yang lulus. Selain hal tersebut diatas permasalahan yang paling mendasar membuat banyaknya pengangguran di Kecamatan Simeulue Barat berdasarkan hasil observasi awal adalah kurang percayanya pemerintah terhadap kemampuan para putra-putri daerah setempat, sehingga lebih memilih putra putri luar derah untuk bekerja. Dari latar belakang di atas penulis merasa tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Penyebab Tingginya Pengangguran Sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue”.

1.2

Rumusan Masalah Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada penelitian

ini, maka penulis membuat rumusan masalah, yaitu apa penyebab terjadinya tingginya pengangguran Sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue?

4

1.3

Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di ataas maka, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui penyebab tingginya pengangguran sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue?

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1

Manfaat Teoretis

1.

Memberikan kontribusi data tentang pengangguran sarjana di Kabupaten Simeulue;

2.

Memberikan informasi terkait pengangguran sarjana di Kabupaten Simeulue;

3.

Memberikan kekayaan khasanah ilmu pengetahuan terkait pengangguran sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue Khususnya bagi Mahasiswa Universitas Teuku Umar.

1.4.2

Manfaat Praktis

1. Dapat menambah kebijakan bagi peneliti dalam melakukan penelitian khususnya tentang pengangguran sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue. 2. Memberikan langkah-langkah dalam membangun karakter untuk berjiwa wirausaha sehingga dapat meminimalisis tingkat pengangguran sarjana di Kecamatan Simeulue Barat. 3. Menjadti acuan bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan riset terkait dengan tingkat pengangguran sarjana.

5

1.5

Sistematika Pembahasan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: Bab I Pendahuluan, terdiri dari: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika pembahasan. Pada Bab II. Tinjauan pustaka, yang terdiri dari: tinjauan tentang kajian terdahulu, tinjauan pengangguran dan tinjauan tentang pekerjaan. Sedangkan pada Bab III. Metode penelitian yang terdiri dari: metode penelitian,

sumber

data

dan

teknik

pengumpulan

data, teknik

pengumpulan data, Instrumen penelitian, teknik analisa data, pengujian kredibilitas data. Kemudian pada Bab IV. Menjelaskan Hasil dan pembahasan yang terdiri dari: hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Sedangkan pada Bab V. Terdiri dari: kesimpulan dan saran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh M. Rosyid Hidayat (2014) tentang

tingginya tingkat pengangguran sarjana di Indonesia, dimana hasil dari penelitian tersebut adalah: tingginya jumlah pengangguran sarjana disebabkan karena memiliki keterampilan yang rendah dan belum siap mental untuk memasuki dunia kerja. selain karena sumber daya manusia (mahasiswa) yang kurang berkualitas, kurangnya jumlah lapangan pekerjaan padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja, sehingga mendorong tingginya tingkat pengangguran di Indonesia. Dari penelitian tersebut dapat dijabarkan tuntutan mutu pendidikan di Indonesia merupakan suatu kebutuhan yang penting karena kualitas/mutu pendidikan di Indonesia yang dinilai oleh banyak kalangan masih rendah. Hal tersebut bisa terlihat dari beberapa indikator diantaranya lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Dengan kondisi tersebut sulit mengharapkan mereka menjadi agen perubahan sosial sebagaimana yang diharapkan masyarakat luas. Rendahnya kualitas pendidikan Indonesia disorot pula karena deraan jumlah lulusan perguruan tingi yang menganggur. Pengangguran lulusan perguruan tinggi merupakan salah satu dari sekian banyak isu pendidikan dan ketenagakerjaan yang banyak mendapat perhatian. Sebenarnya gelar sarjana tidak otomatis memuluskan jalan meraih pekerjaan. Peningkatan jumlah pengangguran intelektual di Indonesia dinilai 6

7

akibat dua faktor. Pertama, karena kompetensi mahasiswa yang kurang. Kedua, jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia memang tidak terlalu banyak. Disisi lain para pengangguran tersebut tidak mau bangkit dan membuat inovasi, mereka hanya ingin menjadi pekerja yang formal, di kantoran dan mendapat gaji yang besar. Padahal di Indonesia lapangan kerja di sektor formal mengalami penurunan, hal itu disebabkan lemahnya kinerja sektor riil dan daya saing Indonesia, yang menyebabkan sektor industri menjadi lemah dan membuat produksi manufaktur yang berorientasi ekspor. Melemahnya sektor riil dan daya saing Indonesia secara langsung menyebabkan berkurangnya permintaan untuk tenaga kerja terdidik, yang mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran terdidik. Dengan kata lain, persoalan pengangguran terdidik muncul karena adanya informalisasi pasar kerja. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Siti (2012) tentang pengangguran di Provinsi Jawa Timur, dimana pengangguran yang terjadi di Provinsi Jawa Timur diakibatkan oleh situasi krisis yang tak kunjung usai dan lesunya kondisi perekonomian nasional, di berbagai daerah di Provinsi Jawa Timur tidak menutup kemungkinan muncul apa yang disebutdiscourage unemployment (pengangguran putus asa), yakni pengangguran sudah bertahuntahun mencari kerja tanpa hasil karena faktor demand for labor dan supply for labor yang makin tidak seimbang. Penelitian tersebut dapat dijabarkan tingginya angka pengangguran sarjana sudah menjadi salah satu penyakit di negara Indonesia yang besar. Data statistik menyatakan jumlah pengangguran sarjana atau lulusan Universitas pada Februari 2013 mencapai 360 ribu orang, atau 5,04% dari total pengangguran yang mencapai 7,17 juta orang. Hal ini bisa terjadi dikarenakan sebagian besar lulusan

8

perguruan tinggi hanyalah menjadi pencari kerja (job-seeker) dan jarang yang berkeinginan menjadi pencipta kerja (job-creator) Salah satu masalah mendasar yang dihadapi perguruan tinggi adalah problem relevansi dan mutu yang belum menggembirakan. Pendidikan tinggi belum bisa menjadi faktor penting yang mampu melahirkan enterpreneur dengan orientasi job creating dan kemandirian. Pengangguran terdidik dari hasil pendidikan terus bertambah, problem pengabdian masyarakat dimana perguruan tinggi tersebut berada dirasa kurang responsif, dan berkontribusi terhadap problem masyarakat. Anarkhisme intra dan inter-kampus seperti membentuk lingkaran kekerasan, banyak kita jumpai terjadinya demo-demo yang bersifat anarkhis yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa. Tentu banyak juga prestasi yang telah dicapai, akan tetapi gaung masalah ini lebih bergema dibanding deretan prestasiprestasi. Tingginya angka pengangguran yang ditamatkan pendidikan tinggi di Indonesia mengalihkan perhatian kita untuk memburu model pendidikan macam apa yang cocok saat ini diterapkan di perguruan tinggi. Untuk menjawab persoalan tersebut di setiap perguruan tinggi saat ini sudah mulai mirintis program pendidikan kewirausahan. Semakin maju suatu negara semakin banyak orang yang terdidik, dan banyak pula orang yang menganggur, maka semakin dirasakan pentingnya dunia wirausaha. Pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang oleh wirausahawan yang dapat membuka lapangan kerja karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Oleh sebab itu, wirausaha merupakan potensi pembangunan, baik dalam jumlah maupun dalam mutu wirausaha itu sendiri. Sekarang ini kita menghadapi kenyataan bahwa jumlah wirausahawan Indonesia masih sedikit dan mutunya belum bisa dikatakan hebat, sehingga upaya

9

pembangunan wirausaha di Indonesia merupakan persoalan mendesak bagi suksesnya pembangunan nasional. Perbedaan penelitian terdahulu yang dijelaskan diatas dengan penelitian saya adalah, saya melakukan pemilihan faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran dengan melihat jumlah pengangguran dan membandingkan jumlah yang bekerja yang berasal dari daerah Kecamatan Simeulue Barat dan yang berasal dari luar Simeulue. Sedangkan persamaan dalam penelitian ini adalah

2.2

Pengangguran

2.2.1

Pengertian Pengangguran Pengangguran ialah orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang

mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seorang yang sedang berusaha mencari pekerjaan. sedangkan yang dimaksud angkatan kerja adalah jumlah keseluruhan pekerja yang tersedia untuk lapangan pekerjaan dalam sebuah negara. Golongan bukan angkatan kerja adalah mereka yang bersekolah, yang mengurus rumah tangga, atau yang menerima pendapatan tidak tetap. Menurut Sadono Sukirno (2004) dalam Pitartono (2012, h.32), dalam standar pengertian yang sudah ditentukan secara internasional, yang dimaksudkan dengan pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Selanjutnya

International Labor

Organization (ILO) memberikan

definisi pengangguran yaitu: (1) Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia kerja yang selama periode tertentu tidak bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan, serta sedang mencari pekerjaan. (2)

10

Setengah pengangguran terpaksa adalah seseorang yang bekerja sebagai buruh karyawan dan pekerja mandiri (berusaha sendiri) yang selama periode tertentu secara terpaksa bekerja kurang dari jam kerja normal, yang masih mencari pekerjaan lain atau masih bersedia mencari pekerjaan lain/tambahan (BPS, 2001, h.4).

2.2.2

Jenis- Jenis Pengangguran Menurut Marius (2004, h.39) jenis-jenis pengangguran adalah sebagai

berikut: 1.

Menurut Faktor-faktor penyebabnya a) Pengangguran siklikal Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang terjadi akibat siklus gelombang konjungtur atau perubahan naik turunnya kondisi ekonomi. b) Pengangguran Teknologi Pengangguran teknologi disebabkan karena tenaga manusia diganti menjadi tenaga mesin atau robot. c) Pengangguran Srtruktural Pengangguran struktural terjadi karena adanya perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Misalnya perubahan struktur agraris menjadi industri. d) Pengangguran Friksional Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang terjadi sementara waktu atau dalam jangka pendek. Contohnya seperti menganggur sementara untuk menunggu panggilan kerja.

2.

Menurut ciri-cirinya

11

a) Pengangguran Terbuka Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang benar-benar tidak mempunyai pekerjaan. Pengangguran ini bisa terjadi ketika tenaga kerja telah berusaha semaksimal mungkin mencari pekerjaan tetapi belum mendapatkannya. b) Pengangguran Terselubung Pengangguran ini mempunyai ciri yaitu ketika jumlah pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi lebih banyak dari yang diperlukan (kelebihan pekerja). Pengangguran Musiman Pengangguran musiman terjadi karena adanya perubahan musim atau kegagalan musim. pengangguran ini sering terjadi pada petani yang menganggur disaat paceklik. c. Setengah menganggur Di negara-negara berkembang banyak orang yang melakukan migrasi. Namun tidak semua yang bermigrasi mendapat pekerjaan di tempat baru mereka. sebagian terpaksa menjadi pengangguran sepenuh waktu. Ada pula yang tidak menganggur tetapi tidak bekerja penuh waktu.

2.2.3

Dampak pengangguran Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena

dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalahmasalah sosial lainnya. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan

12

politik,

keamanan

dan

sosial

sehingga

mengganggu pertumbuhan

dan

pembangunan ekonomi, beberapa dampak yang timbul akibat pengangguran yaitu: a. Dari segi ekonomi 1. Menimbulkan turunnya daya beli masyarakat 2. Menghambat investasi 3. Turunnya produk domestik bruto, sehingga pendapatan nasional pun akan berkurang. b. Dari segi sosial 1. Timbulnya perasaan kurang percaya diri 2. Meningkatnya angka kriminalitas 3. Bertambahnya pengamen, anak jalanan dan pengemis 4. Tingginya jumlah angka anak putus sekolah c. Dari segi pembangunan ekonomi nasional 1. Masyarakat tidak mampu memaksimalkan kemakmuran 2. Pendapatan pajak pemerintah berkurang 3. Tidak dapat menggalakkan pertumbuhan ekonomi. (Pitar Tono, 2012, h. 58)

2.2.4

Upaya mengatasi pengangguran Untuk

mengatasi

pengangguran

diperlukan

mengatasi pengangguran, antara lain sebagai berikut: 1. Pemerintah 2. Mendirikan program tenaga kerja 3. Mengadakan program latihan kerja magang

upaya-upayadalam

13

4. Pengerahan tenaga kerja Indonesia 5. Mendirikan program pelatihan atau kursus 6. Memperluas pendistibusian informasi tenaga kerja yang dapat diakses dimanapun. 7. Masyarakat 8. Mengikuti program latihan kerja 9. Meningkatkan wiraswasta 10. Membuka lapangan kerja baru atau mendirikan kursus 11. Aktif dalam mencari informasi tentang tenaga kerja (Marius dan Jelamu, 2004, h. 29) 2.2.5

Penyebab pengangguran Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak

sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya, beberapa penyebab timbulnya pengangguran yaitu: 1. Besarnya angkatan kerja tidak seimbang dengan kesempatan kerja 2. Lapangan kerja sedikit 3. Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang 4. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang 5. Budaya pilih-pilih pekerjaan serta pemalas 6. Banyaknya jumlah penduduk 7. Teknologi yang semakin maju yang tidak diimbangi oleh kemampuan manusia 8. Pendidikan dan ketrampilan yang rendah

14

9. Pengusaha yang selalu ingin mengejar keuntungan dengan cara melakukan penghematan seperti penerapan rasionalisasi 10. Adanya lapangan kerja dipengaruhi oleh musim 11. Ketidak stabilan perekonomian, politik dan keamanan negara

2.3

Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik

di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (UU ketenaga kerjaan No.14 tahun 1999). Oleh karena itu perusahaan akan memberi balas jasa kepada pekerja dalam bentuk upah. Menurut Daniel & Moehar (2004, h. 84) dewasa ini terjadi lagi perkembangan baru, ketika tenaga kerja upahan tidak lagi hanya terdapat pada usaha pertanian yang luas. Bagi perkembangan baru, ketika tenaga kerja upahan tidak lagi hanya terdapat pada usaha pertanian yang luas. Menurut Engkos (2003, h. 32) tenaga artinya daya yang dapat menggerakkan sesuatu, kegiatan bekerja, berusaha dan sebagainya, orang yang bekerja atau mengerjakan sesuatu. Sedangkan kerja artinya kegiatan melakukan sesuatu. Sumber daya manusia (human resource) adalah tenaga kerja yang mampu bekerja melakukan kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa yang mempunyai nilai ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Tenaga kerja (man power) adalah semua penduduk dalam usia kerja (working age population). Faktor tenaga kerja dianggap sebagai faktor produksi variable yang penggunaanya berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi. Maksudnya adalah kedudukan petani dalam usaha tani, yakni tidak hanya sebagai

15

penyumbang tenaga kerja (labour) melainkan menjadi seorang manajer. Kedudukan si petani tidak mampu merangkap kedua fungsi itu. Fungsi sebagai tenaga kerja harus dilepaskan dan memusatkan diri pada fungsi sebagai pemimpin usaha tani (manajer). Menurut Daniel & Moehar (2004, h. 82) faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produk yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja di lihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah: a.

Jumlah tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan sampai tingkat tertentu jumlahnya optimal, jumlah tenaga kerja ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja.

b.

Kualitas tenaga kerja Dalam proses produksi, apakah itu produksi barang-barang pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu, dan ini tersedianya adalah dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi. Sering dijumpai alat-alat teknologi canggih tidak dioperasikan karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai klasifikasi untuk mengoperasikan alat tersebut.

16

c.

Jenis kelamin Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah dan tenaga kerja wanita mengerjakan tanam.

d.

Tenaga kerja musiman Pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan tenaga kerja musiman dan pengangguran tenaga kerja musiman. Bila terjadi pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya juga terjadi migrasi atau urbanisasi musiman. Dalam usaha tani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani

sendiri. Tenaga kerja keluarga ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseimbangan dan tidak perlu dinilai dengan uang tetapi terkadang juga membutuhkan tenaga kerja tambahan misalnya dalam penggarapan tanah baik dalam bentuk pekerjaan ternak maupun tenaga kerja langsung sehingga besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh jenis kelamin. Upah tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan upah tenaga kerja wanita. Upah tenaga kerja ternak umumnya lebih tinggi dari pada upah tenaga kerja manusia. Menurut Soekartawi (2003, h. 42) umur tenaga kerja di pedesaan juga sering menjadi penentu besar kecilnya upah. Mereka yang tergolong dibawah usia dewasa akan menerima upah yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tenaga kerja yang dewasa. Oleh karen itu penilaian terhadap upah harus distandarisasi menjadi hari orang kerja (HOK) atau hari kerja setara pria (HKSP). Lama waktu bekerja juga menentukan besar kecilnya tenaga kerja makin lama jam kerja,

17

makin tinggi upah yang mereka terima dan begitu pula sebaliknya. Tenaga kerja bukan manusia seperti mesin dan ternak juga menentukan besar kecilnya upah tenaga kerja. Nilai tenaga kerja traktor mini akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja orang, karena kemampuan traktor tersebut dalam mengolah tanah yang relatif lebih tinggi. Begitu pula halnya tenaga kerja ternak, nilainya lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenagaa kerja traktor karena kemampuan yang lebih tinggi dari pada tenaga kerja tersebut. ( BPS 2008, h. 42)

2.3.1

Tenaga Kerja Terdidik Tingkat

pengangguran

terdidik

(educated

unemployment

rate)

merupakan rasio jumlah pencari kerja yang berpendidikan SLTA keatas (sebagai kelompok terdidik) terhadap besarnya angkatan kerja pada kelompok tersebut (BPS, 2008, h. 42). Dengan kata lain, pengangguran terdidik yaitu pengangguran lulusan SMA, Diploma, dan Sarjana yang belum bekerja. Menurut Fadhilah Rahmawati dan Vincent Hadiwiyono (2004 h. 13), faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga kerja terdidik yaitu : (1) adanya penawaran tenaga kerja yang melebihi dari permintaan, (2) kebijakan rekruitmen tenaga kerja sering tertutup, (3) perguruan tinggi sebagai proses untuk menyiapkan lulusan atau tenaga kerja yang siap pakai belum berfungsi sebagaimana mestinya, (4) adanya perubahan kegiatan ekonomi dan perubahan struktur industri. Kecenderungan meningkatnya angka pengangguran tenaga kerja terdidik disebabkan bahwa semakin tinggi pendidikan akan semakin tinggi pula aspirasinya untuk mendapatkan kedudukan atau kesempatan kerja yang lebih sesuai (Mauled Moelyono dalam Sutomo et al, 1999,h. 17).

18

2.4

Faktor Penyebab Tingginya Pengangguran di Indonesia Sesungguhnya, angka pengangguran di Indonesia hanyalah hasil akhir

dari kekusutan yang terjadi antara sektor pendidikan dan swasta (bisnis). (Pitartono, 2012, h. 17) menyatakan banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka pengangguran di Indonesia, di antaranya adalah sebagai berikut: 1) Faktor kualitas sumber daya manusia Ini adalah penyebab utama banyaknya sarjana Indonesia yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Perguruan tinggi dinilai hanya menghasilkan sarjana ‘bertitel’ tanpa dibarengi kemampuan yang memadai. Tingginya jumlah pencari kerja memungkinkan perusahaan untuk menyaring yang terbaik, tanpa memandang dari mana asal mereka. Sebagai ilustrasi, saat ini terdapat sekitar 100 ribu tenaga kerja ahli yang berasal dari negara lain, lalu apa yang terjadi dengan lulusan perguruan tinggi dalam negeri sehingga jabatanjabatan tersebut diisi oleh tenaga kerja asing (Pitartono, 2012, h. 17). 2) Terbatasnya lapangan kerja Pertambahan jumlah sarjana di Indonesia tidak diiringi oleh perluasan lapangan kerja secara seimbang. Akibatnya, para sarjana Indonesia harus bersaing memperebutkan peluang kerja yang terbatas. Kondisi ini dipengaruhi oleh banyak hal, termasuk kurang kondusifnya iklim investasi di Indonesia, akibat rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi calon investor (Pitartono, 2012, h. 17). 3) Faktor paradigma Ada suatu paradigma yang keliru di kalangan sarjana Indonesia. Mereka mengasosiasikan kata “bekerja” dengan menjadi karyawan di sebuah institusi, lembaga, maupun perusahaan, sehingga

lulusan perguruan

19

tinggipun

berbondong-bondong

untuk

mencari

pekerjaan,

bukan

menciptakan lapangan kerja. Selain itu, mereka yang menjalankan usaha sendiri di rumah tetap menganggap dirinya pengangguran sekalipun penghasilan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar dari gaji bulanan seorang karyawan, akibatnya, secara statistik mereka tetap tercatat sebagai pengangguran (Subagyo, 2000, h.16).

2.5

Teori Struktural Fungsional Struktur menunjuk pada kegiatan membangun sesuatu dan menghasilkan

produk akhir yaitu mengembangkan suatu tindakan. Dimana tindakan tersebut membawa individu ke dalam hubungan sosial yang merupakan bagian dalam masyarakat yang memiliki fungsi dalam kesatuan masyarakat (John Scott 2011:249). Teori struktural fungsional pada dasarnya mempelajari masyarakat dengan memperhatikan struktur dan fungsinya (Ritzer 2008:118). Salah satu tokoh yang menganalisis teori fungsionalisme atau struktural fungsional adalah Talcott Parson dengan konsep AGIL. Parson yang dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistem tindakan, terkenal dengan skema AGIL, suatu fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Menurut Parson ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem (A) adaptation, (G) Goal attainment, (I) Integration, (L) Latensy atau pemeliharaan pola. Secara bersama-sama, keempat imperatif fungsional ini dikenal sebagai skema AGIL. Agar tetap bertahan, suatu sistem harus memiliki empat fungsi yaitu:

20

a.

Adaptation (adaptasi), Sebuah sistem yang harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kebutuhan. Dimana sumber alam di ubah menjadi fasilitas yang dapat digunakan dan bermanfaat untuk berbagai tujuan individu.

b.

Goal attainment (pencapaian tujuan), Sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya.

c.

Interagtion (interaksi) adalah merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia, di mana mereka bekerja sama untuk menghindari konfli dan merupakan persyaratan fungsional yang mengatur hubungan-hubungan antarkomponen dalam masyarakat. Dalam integrasi ini dapat tumbuh ikatan yang bersifat emosional dan solidaritas.

d.

Latency (latensi atau pemeliharaan pola), peningkatan dan penegasan komitment terhadap nilai-nilai moral. Sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki,

baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi. Parsons mendesain skema AGIL untuk digunakan ke semua tingkatan dalam sistem teoritisnya. Dalam bahasan tentang empat sistem tindakan, akan dicontohkan bagaimana cara Parsons menggunakan skema AGIL (Robert Lawang, 1985). Dalam sebuah tindakan dapat dilakukan dengan adanya sistem kultural yang menyediakan seperangkat norma dan nilai adat, perilaku, dan

21

filosofi. Berdasarkan sistem kultural dalam menyediakan norma, nilai-nilai dalam masyarakat berawal dari kearifan tradisi yang ada pada masyarakat.

2.6.

Jumlah Angkatan Kerja serta Tingkat Pengangguran di Indonesia Pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang terus menerus,

peningkatan angkatan kerja baru yang lebih besar dibandingkan dengan lapangan kerja yang tersedia terus menunjukkan jurang (gap) yang makin membesar. Kondisi tersebut semakin membesar setelah krisis ekonomi pada tahun 1997, sehingga tingkat pengangguran di Indonesia dari tahun ke tahun terus semakin tinggi hingga tahun 2014. Adapun jumlah angkatan kerja serta tingkat penganggura di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.1. di bawah ini. Tabel 2.1. Jumlah Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran di Indonesia Jumlah Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran No Tahun (Juta Orang) (juta Orang) 1 2000 95,65 5,81 2 2001 98,81 8,01 3 2002 100,78 9,13 4 2003 102,75 9,94 5 2004 103,97 10,25 6 2005 105,86 11,9 7 2006 106,39 10,93 8 2007 109,94 10,01 9 2008 111,95 9,39 10 2009 113,83 8,96 11 2010 116,53 8,32 12 2011 117,37 7,7 13 2012 118,05 7,24 14 2013 118,19 7,39 15 2014 125,3 7,15 Jumlah 1645,37 132,13 Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun 2014 2.7. Jumlah Angkatan Kerja dan Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh

Tingkat

Pengangguran

menurut

Tingkat pengangguran di Provinsi Aceh terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja dan jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah angkatan kerja yang

22

meningkat dapat diserap dengan baik oleh pasar tenaga kerja sehingga terjadi peningkatan penduduk yang bekerja dan berkurangnya jumlah penduduk yang menganggur. Penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional sesuai pasal 27 ayat 2 UUD 1945 bahwa setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang artinya produktif dan remuneratif. Untuk itu diperlukan dua kebijakan yaitu kebijakan makro dan mikro. Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan penanganan pengangguran antara lain kebijakan moneter terkait uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya dalam setiap rapat-rapat kabinet harus lebih fokus pada masalah penanggulangan pengangguran. Kebijakan mikro (khusus) yang berkaitan erat dengan penanganan pengangguran antara lain: 1. Pengembangan mindset dan wawasan penganggur, berangkat dari kesadaran bahwa setiap manusia memiliki potensi dalam dirinya namun sering tidak menyadari dan mengembangkan secara optimal; 2. Segera

melakukan

pengembangan

kawasan-kawasan,

khususnya

yang

tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Jumlah angkatan kerja dan tingkat pengangguran menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh dapat dilihat pada tabel 2.2. dibawah ini: Tabel 2.2. Jumlah Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Jumlah Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Kabupaten/Kota (Ribuan Orang) (Ribuan Orang) Simeulue 23.480 1.620 Aceh Singkil 33.035 1.566 Aceh Selatan 76.367 8.131

23

Aceh Tenggara 67.690 Aceh Timur 139.960 Aceh Tengah 68.564 Aceh Barat 56.001 Aceh Besar 104.096 Pidie 143.751 Bireun 133.016 Aceh Utara 155.700 Aceh Barat Daya 40.790 Gayo Lues 36.618 Aceh Tamiang 70.159 Nagan Raya 58.123 Bener Meriah 57.652 Pidie Jaya 53.716 Banda Aceh Sabang 4.956 Langsa 9.619 Lhokseumawe 17.372 Subulussalam 21.568 Jumlah 1.405.083 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh Tahun 2014

7.545 17.633 1.824 2.810 9.915 18.197 14.912 25.210 1.550 86 5.916 2.444 139 4.514 578 1.246 2.096 2.080 133.720

Hubungan Internasional merupakan bentuk interaksi antara aktor atau anggota masyarakat yang satu dengan aktor atau anggota masyarakat lain. Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar. Indonesia Salah satu negara yang melakukan perjanjian internasional dengan salah satu organisasi internasional yaitu organisasi ILO (International Labour Organization) Sebagai wujud komitmen untuk memberi perlindungan kepada anak bangsa, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 138 mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja dan Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.

24

Indonesia merupakan negara pertama di Asia dan negara ke lima di dunia yang telah meratifikasi seluruh konvensi pokok ILO. Sejak menjadi anggota ILO, Indonesia telah meratifi kasi 18 konvensi ini terdiri dari delapan konvensi pokok, delapan konvensi umum, dan dua konvensi lainnya. Untuk Konvensi No. 182 Tahun 1999 tentang Penghapusan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentukbentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak, yang merupakan konvensi pokok, Indonesia merupakan negara Asia Pasifik pertama yang meratifikasinya. Ini dilakukan dengan menerbitkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 tentang Perlindungan Pekerja Anak. Pemerintah Republik Indonesia di awal-awal kemerdekaan, terutama di era1950-an, meski silih berganti pemerintahan, menyadari hal yang sama, yakni usaha-usaha menciptakan kesempatan kerja untuk mengurangi pengangguran dan sekaligus menampung pertambahan tenaga kerja merupakan bagian kesatuan dari seluruh kebijakan dan program pembangunan. Bahkan seluruh kebijakan dan program pembangunan ekonomi dan sosial mempertimbangkan sepenuhnya tujuan-tujuan perluasan kesempatan kerja serta penggunaan cara-cara kegiatan usaha yang banyak menyerap tenaga kerja. Keseriusan Indonesia dalam menata ketenagakerjaannya terlihat dari sudah dimilikinya sejumlah undang-undang yang mengatur hal itu. Peraturan ketenagakerjaan yang ada pada masa awal kemerdekaan cenderung memberi jaminan sosial dan perlindungan kepada buruh, dapat dilihat dari beberapa peraturan di bidang perburuhan yang diundangkan pada masa ini. Dalam tiga tahun pertama sejak kemerdekaan, Indonesia sudah memiliki. - Undang-Undang No. 33 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Kerja; - Undang-Undang No. 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan; dan

25

- Undang-Undang No. 12 Tahun 1948 tentang Kerja. International Labour Organization (ILO) Jakarta memberikan bantuan teknis

untuk

membantu

pemerintah

dalam

mengembangkan

kebijakan

ketenagakerjaan terkait standar perburuhan, penciptaan lapangan kerja, hubungan industrial dan perlindungan sosial. Bantuan teknis telah diberikan sejak 1970-an, dengan program terbesar respon terhadap Tsunami Aceh pada 2004. Tujuan utama International Labour Organization (ILO) saat ini adalah mempromosikan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif, dalam kondisi merdeka, setara, aman dan bermartabat. Dukungan International Labour Organization (ILO) itu juga terkait dengan

program

standar

perburuhan

seperti

program

pekerja

migran,

penanggulangan perburuhan anak, penciptaan lapangan kerja, pengembangan keterampilan, Balai Latihan Kerja (BLK) dan infrastruktur berbasis tenaga kerja, hubungan industrial, program untuk serikat pekerja, perlindungan sosial, kesetaraan gender, pengembangan program HIV dan AIDS di dunia kerja serta pengembangan jaminan sosial melalui keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Hal itu termasuk prakarsa ketenagakerjaan muda, kegiatan menyangkut masalah pekerja anak dan pekerja migran, serta perekonomian formal, hubungan industrial dan pelatihan perundingan bersama yang mendorong perwakilan dan partisipasi yang sensitif gender dalam pertemuan dan pelatihan, mempromosikan prinsip dan pelaksanaan konvensi-konvensi yang sudah diratifi kasi, dan membantu pemerintah, pengusaha serta serikat pekerja melangkah maju. Pemilihan umur 10 tahun sebagai batas umur minimum didasari oleh kenyataan bahwa dalam batas umur tersebut sudah banyak penduduk Indonesia terutama di pedesaan sudah bekerja atau mencari pekerjaan. Namun semenjak

26

dilaksanakan Sakernas 2001, batas usia kerja yang semula 10 tahun diubah menjadi 15 tahun atau lebih mengikuti definisi yang dianjurkan oleh International Labour Organization (ILO).

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan

deskriptif analisis. Penelitian deskriptif analisis merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan fakta yang sudah ada dan mendeskriptifkan sesuai fenomena. Menurut Usman dan Purwono (2009, h.129) pengertian dari penelitiaan deskriptif adalah menggambarkan atau melukiskan sesuatu hal, yang berupa gambar-gambar atau foto-foto yang didapat dari data lapangan atau peneliti menjelaskan hasil penelitian dengan kata-kata, dan keduanya dalam penelitian dapat digunakan agar saling melengkapai. Melalui metode ini penulis akan menggambarkan masalah yang dibahas berdasarkan data-data yang relevan diperoleh serta menafsirkan data-data yang dimaksud sebagai suatu proses analisa untuk mencari relevansi antar variabel. Penelitian akan mendeskripsikan fakta dan data mengenai penyebab tingginya sarjana menganggur di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue.

3.2

Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

3.2.1

Sumber Data Adapun Sumber data yang diambil dalam penelitian ini adalah :

1.

Data primer Sumber data adalah sumber-sumber dasar yang merupakan bukti saksi utama

dari kejadian yang lalu, contohnya ialah catatan resmi yang dibuat pada suatu

27

28

acara atau upacara, suatu keterangan oleh saksi mata, keputusan-keputusan rapat, foto-foto, dan sebagainya (Moh. Nazir, 2005, h: 51). Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelitian langsung di lapangan yang bersumber pada penelitian wawancara dan observasi. Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara dengan camat dan para lulusan sarjana menganggur di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, sedangkan observasi dilakukan dilapangan untuk melengkapi data wawancara. 2. Data Sekunder Menurut Hasan (2002, h: 82) data sekunder adalah data yang diperoleh oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data sekunder merupakan data yang didapat dari studi kepustakaan, dokumen, koran, internet yang berkaitan dengan kajian penelitian yang diteliti oleh penulis. Untuk melengkapi data penelitian, maka data sekunder juga diperoleh dari dokumen profil kecamatan, seperti data jumlah penduduk, luas wilayah, dan fasilitas ekonomi dan sosial.

3.3

Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1.

Observasi Menurut Sukandarrumidi (2008, h: 35) “Observasi adalah melakukan

pengamatan dan pencatatan suatu objek, secara sistematik yang diselediki. Observasi dapat dilakukan sesuai atau berulang kali. Dalam obervasi melibatkan dua komponen, yaitu pelaku observasi (disebut sebagai observer), dan objek yang diobservasi (disebut sebagai observee)”.

29

2.

Wawancara Menurut Soehartono (2008, h: 67) wawancara adalah pengumpulan data

dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewancara (pengumpulan data) kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder). 3.

Dokumentasi Menurut Soehartono (2008, h: 70) studi dokumentasi merupakan teknik

pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi. Dokumen dapat dibedakan menjadi dokumen primer, jika dokumen ini ditulis oleh orang yang langsung mengalami suatu peristiwa, dan dokumen sekunder, jika peristiwa dilaporkan kepada orang lain yang selanjutnya ditulis oleh orang ini. Dokumen dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat, catatan kasus (case record) dalam pekerjaan sosial, dan dokumen lainnya. Akan tetapi, perlu diingat bahwa dokumen-dokumen ini ditulis tidak untuk tujuan penelitian sehingga penggunaannya memerlukan kecermatan penelitian. Adapun dokumentasi dalam penelitian ini berupa dokumen tertulis seperti buku laporan kecamatan dan dokumen foto-foto kegiatan penelitian. 4.

Teknik Penentuan Informan Dalam penelitian ini pihak yang dijadikan informan adalah yang dianggap

mempunyai informasi (Key-informan) yang dibutuhkan di wilayah penelitian. Cara yang digunakan untuk menentukan informasi kunci tersebut maka penulis menggunakan “purposive sampling” atau sampling bertujuan, yaitu teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai pertimbanganpertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Arikunto, 2009, h: 128).

30

Untuk pengecekan tentang kebenaran hasil wawancara yang didapat dari informan, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.

Camat Simeulue barat

1 orang

2.

Sarjana Menganggur

13 orang

Jumlah

14 orang

Jadi, yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 14 orang. Penentuan informan berdasarkan maksud dan tujuan penulis, tujuan yang diambil mereka sebagai informan, karena mereka mengerti dan memahami masalah di lapangan.

3.4

Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat bantu pengumpulan dan pengolahan

data tentang variabel-variabel yang diteliti. Secara garis besar, instrumen terbagi 2 yaitu instrumen tes dan instrumen nontes. Instrumen tes dapat berupa tes objektif dan tes uraian, sedangkan instrumen yang tergolong nontes diantaranya dapat berupan angket, wawancara, observasi atau studi dokumentasi (Subana dan Sudrajat, 2009, h.127).

3.5

Teknik Analisa Data Analisa data yang dilakukan meliputi 3 kegiatan yaitu: 1. Reduksi Data Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang dilakukan dengan cara menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai, selain itu melakukan pembuangan terhadap data yang dianggap tidak perlu sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan-kesimpula final yang diverifikasikan.

31

2. Penyajian Data Penyajian data yaitu melakukan penyajian data dari keadaan atau fenomena sesuai dengan data yang telah direduksi menjadi informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3. Verifikasi atau menarik kesimpulan Dalam tahap ini peneliti membuat rumusan dengan prinsip logika, mengangkatnya sebagai temuan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji

secara

berulang-ulang

terhadap

data

yang

ada,

pengelompokkan data yang telah terbentuk dan telah dirumuskan. Langkah selanjutnya yaitu melaporkan hasil penelitian lengkap dengan temuan baru yang berbeda dari temuan yang sudah ada.

3.6

Uji Kredibilitas Data 1. Triangulasi, yaitu tekhnik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data tersebut. Triangulasi dibagi menjadi 4 antara lain: a. Triangulasi Data Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi, atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda. b. Triangulasi Pengamat Adanya pengamat diluar penelitian yang turut memeriksa hasil pengumpulan data. Dalam penelitian ini Dosen pembimbing bertindak

32

sebagai

pengamat

yang

memberikan

masukan

terhadap

hasil

pengumpulan data. c. Triangulasi Teori Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk di pergunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut. 2. Memberchek, yaitu mengulang garis besar apa yang diungkapkan oleh informan pada akhir wawancara guna mengoreksi bila ada kesalahan serta menambah apabila terdapat beberapa kekurangan. 3. Perpanjangan pengamatan, yaitu melakukan pengamatan ulang di lapangan baik mencari informasi kembali untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan menambah keabsahan data dari penelitian yang didapat sebelumnya. 4. Diskusi dengan teman, yaitu mendiskusikan atau bertukar pendapatan dengan teman tentang hasil dari penelitian ini agar teman dapat memberikan pendapatan dan informasi yang mingkin mendukung untuk data penelitian selanjutnya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Gambaran Umum Penelitian Kecamatan Simeulue Barat merupakan salah satu Kecamatan di

Kabupaten Simeulue dengan jumlah penduduk 11.049 jiwa yang tersebar di 14 Desa serta terdiri dari 50 Dusun dengan luas wilayah 446,07 Km2 Layabaung sampai Lhok Makmur. Kecamatan ini mempunyai jumlah fasilitas pemerintahan yang berpusat di ibu kota Kecamatan yaitu Sibigo. Dengan batas Kecamatan: -

Sebelah Utara Berbatasan Dengan Samudra Hindia,

-

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Salang,

-

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Teluk Dalam dan Samudra Hindia,

-

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Alafan.

Penduduk Kecamatan Simeulue Barat terdiri dari berbagai profesi sebagai mata pencaharian mereka, dari yang wiraswasta, nelayan sungai dan laut, buruh, angkutan (penarik becak barang), pedagang dan lain-lain. Dari keseluruhan penduduk terdapat 20% yang tercatat sebagai PNS yang terdiri dari guru, TNI/ POLRI. Dari segi Agama Penduduk Kecamatan Simeulue Barat beragama Islam. Mayoritas Penduduk Kecamatan Simeulue Barat ialah warga Aceh asli dan pendatang yang sudah lama menetap di Kabupaten Simeulue seperti pendatang dari minang kabau/orang minang. Secara garis besar masyarakat di Kecamatan Simeulue Barat mayoritas beragama Islam. Kecamatan ini juga memiliki lulusan sarjana dari berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia. 33

34

4.2. Pengangguran Sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Adapun jumlah pengangguran sarjana di Kecamatan Simeulue Barat dapat dilihat pada tabel 4.1. di bawah ini. Tabel 4.1. Tabel Jumlah Pengangguran Sarjana di Kecamatan Simeulue Barat No Nama Alamat (Desa) Alamat (Kecamatan) 1 Anjar Pardede Sigulai Simeulue Barat 2 Indra Satri Sigulai Simeulue Barat 3 Irfan Sigulai Simeulue Barat 4 Rudi Hartono Sigulai Simeulue Barat 5 Sumar Sigulai Simeulue Barat 6 Fandri Amin Sigulai Simeulue Barat 7 Makrifatulla Sigulai Simeulue Barat 8 Irma Widin Sigulai Simeulue Barat 9 Arsada Sigulai Simeulue Barat 10 Ikwani Sigulai Simeulue Barat 11 Firwan Syahputra Sigulai Simeulue Barat 12 Saimul Ari Sigulai Simeulue Barat 13 Zul Fadri Sigulai Simeulue Barat 14 Amil Yadi Sigulai Simeulue Barat 15 Dayat Sigulai Simeulue Barat 16 Darto Sigulai Simeulue Barat 17 Ediar Sigulai Simeulue Barat 18 Nora Mardesi Sigulai Simeulue Barat 19 Desi Kurnia Sigulai Simeulue Barat 20 Zul Asmi Sigulai Simeulue Barat 21 Suherman Sigulai Simeulue Barat 22 Ali Suharmi Sigulai Simeulue Barat 23 Ermita Sigulai Simeulue Barat 24 Adi Wisman Sigulai Simeulue Barat 25 Sulhasman Sigulai Simeulue Barat 26 Alma Ida Sigulai Simeulue Barat 27 Aldiar Jono Sigulai Simeulue Barat 28 Novita Osika Sari Sigulai Simeulue Barat 29 Herni Wahyuni Sigulai Simeulue Barat 29 Neni Susianti Sigulai Simeulue Barat 30 Makhfira Adami Sigulai Simeulue Barat 31 Masrul Amin Sigulai Simeulue Barat 32 Rahmad Hidayat Sigulai Simeulue Barat 33 Adi Naswan Sigulai Simeulue Barat 34 Firmani Lova Sigulai Simeulue Barat 35 Leli Afriani Sigulai Simeulue Barat 36 Esi Hardia Lamamek Simeulue Barat 37 Regmil Julasmi Lamamek Simeulue Barat 38 Zul Kipri Lamamek Simeulue Barat 39 Safwin Efendi Lamamek Simeulue Barat 40 Desni Yuliani Lamamek Simeulue Barat

35

41 Ayu Sri Hartati 42 Fajri Anda Yata 43 Raswiadi 45 Reki Sumantri 46 Asma Yana 47 Siti Amalia 48 Imanul Hakim 49 Eti Darnia 50 Alsan Arta 51 Amin Sukri 52 Tri Aminati 53 Ilham 54 Ridha 55 Resi 56 Samsir 57 Yani Sumia 58 Agusri 59 Masliadin 60 Muliyono 61 Edi Maswarli 62 Mukhsin 63 Nasmi Andi 64 Mauludin 65 Amdar Tono 67 Ristiana 68 Aji Masrian 69 Masdi Amin 70 Leni Suarni 71 Mardawis 72 Rahdiman 73 Aulia Amin 74 Bambang Harianto 75 Ihardi 76 Adri Amin 77 Yesli Kardi 78 Yuli Sarmi 79 Eti Marda Yuni 80 Mulyadi 81 Multi 82 Rina Demitra 83 Meri 84 Deka 85 Mira Marwadi 86 Rosa 87 Said Usahar Amin 88 Alyudi Herlanda Sumber : Hasil Observasi 2015

Lamamek Lamamek Lamamek Batu Ragi Batu Ragi Batu Ragi Batu Ragi Batu Ragi Batu Ragi Sinar Bahagia Sinar Bahagia Sembilan Sembilan Sembilan Sembilan Sembilan Sembilan Sembilan Sembilan Miteum Miteum Miteum Miteum Miteum Miteum Miteum Miteum Miteum Miteum Miteum Miteum Miteum Layabaung Sanggiran Sanggiran Ujung Harapan Ujung Harapan Ujung Harapan Amabaan Amabaan Amabaan Malasin Malasin Malasin Malasin Malasin

Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat Simeulue Barat

36

4.3.

Hasil Penelitian Banyaknya pengangguran sarjana di Kecamatan Simeulue Barat berawal

dari kurang

siapnya

dalam

melakukan pekerjaan

wiraswasta

sehingga

penganguran dikalangan sarjana kian bertambah akhirnya berdampak negatif terhadap lowongan pekerjaan. Pada intinya seorang lulusan sarjana dikatakan sukses apabila ia mampu membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain, dengan kata lain seorang sarjana harus mampu berkarya sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya. Pengangguran merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi mereka belum dapat memperoleh pekerjaan. Selain itu pengangguran juga merupakan suatu ukuran yang dilakukan jika seseorang tidak memiliki pekerjaan tetapi mereka sedang melakukan usaha secara aktif. Berbicara mengenai pengangguran dikalangan sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue, tidak terlepas dari kurangnya lowongan pekerjaan yang tersedia, faktor tersebut dipengaruhi oleh banyaknya para sarjana hanya duduk diam menunggu CPNS, tenaga kontrak daerah ataupun tenaga honorer

sehingga

kesempatan untuk

berkarya

dan membuka

lapangan

pekerjaanpun terhalang. Pada dasarnya kebanyakan pengangguran sarjana terjadi akibat tidak adanya kreatif yang dimiliki para lulusan sarjana bahkan kurangnnya minat dalam melakukan hal yang sifatnya membangun karakter berwirausaha. Berikut wawancara dengan T. Riduan, SP selaku Camat Simeulue Barat Kabupaten Simeulue mengatakan bahwa :

37

“Benar bahwa pengangguran di Kecamatan Simeulue Barat sangat tinggi namun kebanyakan lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue yang menganggur tidak berani membuka lapangan pekerjaan sehingga angka pengangguran di Simeulue Barat kian bertambah. Padahal seandainya para lulusan sarjana masing-masing mempunyai minat untuk berwirausaha kemungkinan besar angka pengangguranpun berkurang. Selain itu, para lulusan sarjana tidak siap untuk mandiri sekalipun modal usaha tidak begitu banyak namun apa salahnya kalau berani berbuat, karena usaha itu dimulai dari yang terkecil”. (wawancara, 26 Mei 2015) Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa para lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue Barat tidak siap untuk mandiri hanya mengharapkan menjadi tenaga Pegawai Negeri SIPIL (PNS). Pernyataan Camat Simeulue Barat berbeda dengan yang di ungkapkan oleh Saimul Ari, seorang lulusan sarjana yang sudah menyelesaikan studinya mengatakan bahwa : “Saya sudah lama menyelesaikan studi sarjana namun sampai saat ini belum mendapatkan pekerjaan, karena lowongan pekerjaan yang tersedia

sangat

sedikit

sehingga

sulit

sekali

untuk

mendapatkan pekerjaan yang layak”. (wawancara, 27 Mei 2015) Hal senada juga diungkapkan oleh Irmawidin yang juga seorang lulusan sarjana yang telah lama menganggur juga belum mendapatkan pekerjaan, mengatakan : “Benar, terjadinya pengangguran karena lowongan pekerjaan yang sangat sedikit, hal itu disebabkan oleh pemerintah belum membuka lapangan pekerjaan yang optimal sehingga melantarkan para lulusan sarjana untuk mendapatkan pekerjaan”. (wawancara, 27 Mei 2015) Hal senada kembali diungkapkan oleh Masdi Amin mengatakan bahwa : “Benar, kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan yang diberikan oleh pemerintah daerah sangat berpengaruh pada lulusan para sarjana, selain itu hal yang paling merumitkan para lulusan sarjana dalam melakukan pekerjaan adalah keterbatasan modal sehingga

38

sulit untuk membuka lapangan pekerjaan”. (wawancara, 28 Mei 2015) Hasil wawancara penulis juga diperkuat wawancara dengan Alyudi Herlanda, mengatakan bahwa : “Sangat benar sekali hal yang menjadi permasalahan bagi para lulusan sarjana dalam membuka lapangan pekerjaan adalah faktor modal. Modal sangat menentukan jalannya suatu usaha, oleh sebab itu seharusnya pemerintah sudah semestinya berperan aktif dalam menangani masalah pengangguran yang terjadi saat ini khususnya di Kecamatan Simeulue Barat”. (wawancara, 28 Mei 2015) Hasil wawancara di atas kembali diutarakan oleh Fajri Andayata selaku lulusan sarjana yang sampai saat ini juga belum mendapatkan pekerjaan, mangatakan : “Faktor modal sangat penting dalam menjalankan suatu usaha selain dari faktor sumberdaya manusia. Selama ini, saya sangat mempunyai antusias dan iming-iming untuk membuka lapangan pekerjaan salah satu usaha yang ingin saya kembangkan adalah memberikan pengajaran komputer kepada anak-anak sekolah yang belum menguasai komputer. Namun, apalah daya modal sangat mentukan jalannya suatu rencana. Tujuan saya membuka lapangan pekerjaan adalah untuk mengurangi angka pengangguran yang terjadi saat ini imbuhnya”. (wawancara, 29 Mei 2015) Dari beberapa wawancara di atas dapat dipahami bahwa tingginya pengangguran para lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan sehingga para lulusan sarjana mengalami pengangguran. Selain faktor tersebut ada juga faktor lain yang menghambat jalannya para lulusan sarjana dalam berwirausaha antara lain faktor modal. Modal sangat berpengaruh bagi dunia wirausaha karena tanpa adanya modal yang kita miliki bisa melantarkan sesuatu hal yang telah dirancang dan direncanakan. Hal itu juga dibenarkan oleh Amin Sukri selaku lulusan sarjana, ia mengatakan :

39

“Benar, yang mana modal sangat menentukan suatu jalannya usaha. Kebanyakan lulusan sarjana ingin membuka lapangan pekerjaan yang layak untuk mengurangi angka pengangguran. Akan tetapi persoalan serius yang sampai saat ini tidak bisa diatasi adalah tidak adanya modal untuk mebuka lapangan pekerjaan. Ia menambahkan jalan satu-satunya untuk mengurangi angka pengangguran yaitu intansi pemerintah memberikan peluang kerja sama antar lulusan sarjana yang menganggur yakni memberikan modal usaha. Hal ini dapat meminimalisir tingkat pengangguran yang terjadi di Kecamatan Simeulue Barat”. (wawancara, 29 Mei 2015)

Pendapat berbeda juga disampaikan oleh Zul Fadri selaku lulusan sarjana, berikut kutipan wawancara peneliti dengan informan : “Menurut saya, tingginya angka pengangguran di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue karena akibat dari tingginya tingkat perubahan angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan adanya lapangan pekerjaan yang cukup luas serta penyerapan tenaga kerja yang cenderung kecil persentasenya. Selain itu juga disebabkan oleh rendahnya tingkat pertumbuhan penciptaan lapangan kerja untuk menampung tenaga kerja yang siap bekerja”. (wawancara, 30 Mei 2015) Sementara Mulyadi yang juga seorang lulusan sarjana berpendapat : “Saat ini saya belum bekerja dan belum mendapatkan pekerjaan. Hal tersebut terjadi karena tingkat penerimaan calon CPNS lebih kecil dari pada angka pendaftaran calon CPNS sehingga saya tidak mempunyai kesempatan untuk menjadi pegawai negeri. Hal itu dikarenakan pemerintah setempat masih menerima orang luar untuk menjadi calon CPNS di daerah Kabupaten Simeulue sehingga persainganpun kian miningkat”. (wawancara, 30 Mei 2015) Hal senada kembali diungkapkan oleh Alsan Arta ia mengatakan : “Saat ini untuk penerimaan CPNS lebih dibutuhkan orang luar dari pada orang asli daerah, kita tidak tahu permainan apa yang sebenarnya dilakukan oleh daerah namun yang pasti setiap pengadaan CPNS lebih banyak orang luar yang lewat dari pada orang asli daerah sendiri. Pada hal apa salahnya kalau pemerintah daerah setempat mengurangi kuota CPNS bagi orang luar dan memperbanyak kuota asli daerah. Bukan saya membandingbandingkan akan tetapi kenapa daerah lain juga bisa mengurangi kuota penerimaan orang luar untuk CPNS kenapa kita tidak bisa”. (wawancara, 01 Juni 2015).

40

Dari beberapa wawancara yang peneliti wawancarai, maka Samsir selaku lulusan sarjana mengatakan : “Sampai saat ini saya belum mendapatkan pekerjaan dan saya sudah lama menyelesaikan studi sarjana namun peluang kerja sangat sulit sekali misalnya tenaga kontrak daerah yang terlalu lama dibuka bahkan sekalipun dibuka pasti yang lewat orang-orang luar hanya sebagian kecil orang asli daerah. Padahal untuk mengurangi angka pengangguran yang ada di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue salah satunya adalah menutup peluang untuk orang luar dan menerima orang asli daerah sendiri”. (wawancara, 01 Juni 2015) Hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkan bahwa informan yang peneliti wawancarai adalah orang-orang yang telah menyelesaikan studi sarjana dan belum mendapatkan pekerjaan (menganggur). Dari informan yang telah saya wawancarai alasan masih menganggur dan belum mendapatkan pekerjaan karena lowongan pekerjaan yang dibutuhkan oleh daerah lebih sedikit selain itu pemerintah setempat belum mengarahkan para lulusan sarjana melakukan wirausaha padahal mereka sangat antusias ingin bekerja, selain itu alasan lain tidak mempunyai modal untuk berwirausaha. Para informan berpendapat seandainya instansi pemerintah melakukan kerja sama dengan lulusan sarjana yang masih menganggur untuk diberikan modal usaha, kemungkinan besar dapat mengurangi angka pengangguran yang ada saat ini khususnya di Kecamatan Simeulue Barat. Faktor yang paling utama dalam melakukan wirausaha atau membuka lapangan pekerjaan adalah para lulusan sarjana harus berani berbuat, siap untuk mandiri dan siap melakukan hal apa saja yang sifatnya positif untuk kepentingan peribadi dan orang lain yang pada akhirnya membuahkan hasil yaitu memberikan lapangan pekerjaan untuk orang lain, dengan cara ini secara tidak sengaja telah

41

mengurangi angka pengangguran khususnya di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue.

4.3.1. Faktor Penyebab Banyaknya Pengangguran Sarjana di Kecamatan Simeulue Barat Secara historis masyarakat Indonesia cenderung memiliki sikap feodal yang diwarisi dari penjajah Belanda, hal ini ikut mewarnai orientasi pendidikan bangsa Indonesia. Apabila hal ini tidak segera diantisipasi, bukan hal yang mustahil suatu saat akan terjadi ledakan pengangguran terdidik yang tak terkendali di Indonesia, karena para lulusan lembaga pendidikan tidak dikader sejak dini untuk menjadi pencipta lapangan kerja. Kecenderungan untuk mencari pekerjaan perlu diarahkan kepada penciptaan lapangan kerja minimal bagi diri tamatan itu sendiri. Kenyataan seperti ini mengindikasikan bahwa perguruan tinggi baru sekedar mampu mempersiapkan mahasiswa untuk mengisi lapangan kerja dan belum mampu mempersiapkan mereka menjadi lulusan yang berwirausaha. Jumlah pengangguran di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue dari tahun ke tahun terus meningkat, hal ini disebabkan sedikitnya lapangan pekerjaan sedangkan jumlah perguruan tinggi terus bertambah. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan antara jumlah lapangan pekerjaan dengan orang yang akan bekerja. Masalah pengangguran sebenarnya bisa di atasi jikalau daerah mampu menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak mungkin. Namun hal ini sepertinya tidak mungkin bisa secepatnya terealisasi, karena banyaknya kendala baik dari segi ekonomi maupun sumber daya manusia (SDM) itu sendiri. Berikut

42

wawancara dengan T. Riduan, SP., selaku Camat Kecamatan Simeulue Barat mengatakan bahwa: “Penyebab tingginya angka pengangguran di Kecamatan Simeulue Barat dikarenakan kebanyakan para lulusan sarjana ingin menjadi tenaga Pegawai Negeri Sipil (PNS) selain itu hanya diam menunggu kontrak daerah dan juga hanya ingin menjadi tenaga honorer. Padahal tugas seorang sarjana itu adalah membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain bukan mencari dan menunggu pekerjaan”. (wawancara, 26 Mei 2015) Keterangan di atas menjelaskan bahwa kebanyakan lulusan sarjana hanya mengharapkan menjadi tenaga CPNS bukan semata-mata membuka lapangan kerja sesuai dengan skill atau keahlian yang dimiliki. Oleh sebab itu, secara otomatis jumlah pengangguran bukannya berkurang akan tetapi mala bertamba secara merata disemua lini. Pendapat berbeda secara spontan disampaikan informan yang lain mengenai masalah apa penyebab pengangguran tersebut sebenarnya, faktor penyebab banyaknya pengangguran disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Berikut hasil wawancara peneliti dengan beberapa informan. Seperti yang dikatakan oleh Saimul Ari, salah seorang lulusan sarjana mengatakan bahwa: “Kalau kita berbicara masalah pengangguran sama saja kita berbicara masalah faktor internal dan eksternal, dimana faktor internal pemerintah daerah Kabupaten Simeulue masih memberikan peluang kepada lulusan sarjana dari luar untuk tes CPNS di Kabupaten Simeulue. Sedangkan faktor eksternal adalah kurangnya kuota atau jumlah calon CPNS yang diterima oleh pemerintah Kabupaten Simeulue. sehingga dengan kedua faktor tersebut sangat dirasakan pengaruhnya oleh putra daerah sendiri”. (wawancara, 27 Mei 2015) Hal senada juga diungkapkan oleh Irmawidin, seorang lulusan sarjana mengatakan bahwa :

43

“Menumpuknya jumlah pengangangguran khususnya di Kecamatan Simeulue Barat dan di Kabupaten Simeulue pada umumnya disebabkan kurangnnya kuota yang diterima menjadi calon PNS. Kemudian dengan demikian jumlah lulusan sarjana setiap tahun semakin bertambah, sedangkan lulusan sarjana sebelumnya belum mendapatkan pekerjaan”. (wawancara, 27 Mei 2015) wawancara penulis juga diperkuat hasil wawancara dengan Samsir, seorang lulusan sarja yang sudah lama menganggur, mengatakan bahwa: “Seharusnya pemerintah daerah mengutamakan CPNS putra daerah sendiri dan mengurangi kuota bagi putra daerah luar, artinya pemerintah daerah bukan tidak menerima dari luar akan tetapi mengurangi peneriman CPNS dari luar sehingga pengangguran di Kabupaten Simeulue sedikit berkurang”. (wawancara, 1 Juni 2015) Dari beberapa penjelasan yang dipaparkan informan dapat dipahami bahwa, penyebab pengangguran lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue Barat dikarenakan kurangnya kuota penerimaan putra asli daerah terhadap CPNS sehingga dampaknya jumlah pengangguran pengangguran yang semakin tidak teratasi. Bagaimana mungkin tidak menumpuknya pengangguran sementara setiap tahunnya jumlah lulusan sarjana yang baru semakin bertambah sedangkan yang telah lama lulus belum mempunyai pekerjaan tetap yang dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri apalagi keluarga. Hal tersebut di atas sangat dirasakan oleh lulusan-lulusan sarjana yang sudah lama menganggur, berikut yang disampaikan oleh Fajri Andayata salah seorang lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue Barat. “Tingginya pengangguran di Kecamatan Simeulue Barat dikarenakan pemerintah pusat telah menutup lapangan pekerjaan seperti tenaga hanorer dan tenaga kontrak daerah, sehingga dampak dari kebijakan tersebut sangat berpengaruh terhadap lapangan pekerjaan bagi lulusan sarjana terutama di Kecamatan Simeulue Barat”. (wawancara, 29 Mei 2015) Wawancara diungkapkan :

selanjutnya

mewawancarai

Alyudi Herlanda, kembali

44

“Sebenarnya saya sudah dua kali mengikuti tes CPNS akan tetapi sampai saat ini belum membuahkan hasil, sehingga saya putuskan mencari pekerjaan apa adanya untuk kebutuhan sehari-hari. Faktor lain yang membuat saya menganggur adalah keterbatasan modal dalam melakukan wirausaha. (wawancara, 28 Mei 2015) Penjelasan berikutnya dikemukakan oleh Masdi Amin menuturkan bahwa : “Sebenarnya kalau menurut saya selain tidak mempunyai modal sama sekali dan sulitnya untuk membuka lapangan pekerjaan, ada hal lain misalnya kurangnya perhatian pemerintah daerah kepada para lulusan sarjana. Kenapa saya katakan demikian karena pemerintah daerah kemungkinan besar kurang pendekatan emosional dengan pemerintah pusat, artinya lobih-lobih pemerintah daerah kepihak-pihak terkait kurang ”. (wawancara, 28 Mei 2015) Faktor tersebut di atas tidak berarti lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue Barat tidak berkopeten akan tetapi hanya keterbatasan modal serta belum mempunyai lapangan pekerjaan yang tetap. Berikut hasil wawancara dengan Safwin Efendi mengatakan. “Saat ini mencari lapangan pekerjaan yang tetap sangat susah, karna berbagai alasan ditempuh oleh berbagai kalangan sarjana yang menganggur yakni di Kecamatan Simeulue Barat salah satunya keterbatasan modal. Modal sangat menentukan jalannya suatu usaha, saya sangat berminat untuk melakukan usaha namun modal tidak mencukupi” (wawancara, 29 Mei 2015) Selanjutnya disampaikan oleh Reki Sumantri selaku sarjana menganggur di Kecamatan Simeulue Barat, ia menuturkan: “Saat ini sangat sulit mencari pekerjaan, baik dikalangan pemerintahan maupun tingkat perekonomian sehari-hari sangat sulit kita dapatkan apalagi di daerah Kecamatan Simeulue Barat masih sangat terpencil sehingga kemajuan daya sektor ekonomi masih melemah” (wawancara, 29 Mei 2015) Dari hasil wawancara dengan Reki Sumantri, maka Adri Amin yang juga seorang sarjana yang sudah lama menganggur, ia mengatakan:

45

“Sepengetahuan saya terjadinya banyak pengangguran sarjana di Kecamatan Simeulue Barat ini dikarenakan pemerintah Kabupaten Simeulue tidak benar-benar memperhatikan para lulusan sarjana dalam hal membuka lowongan kerja. Selain itu faktor lain juga dipengaruhi oleh keterbatasan modal dalam membuka usaha” (wawancara, 29 Mei 2015) Solusi-solusi yang sifatnya memotivasi selalu datang dari berbagai elemen atau pihak-pihak lain, baik dari intansi pemerintahan maupun dari masyarakat sendiri supaya seluruh lulusan sarjana jangan cepat putus asa, solusi tersebut disampaikan orang nomor satu di Kecamatan Simeulue Barat yaitu Bapak T. Riduan, SP sebagai berikut. “Diharapkan kepada lulusan sarjana harus adanya ilmu terapan yang sifatnya memberi incom agar mempunyai daya saing tinggi dan mempunyai sumberdaya manusia yang berkualitas. Selain itu, lulusan dituntut untuk lebih mapan dan mampu mengelola sumberdaya alam untuk berwirausaha secara mandiri”. (wawancara, 26 Mei 2015) Solusi tersebut diterima secara positif oleh

para sarjana menganggur

seperti dituturkan oleh Alsan Arta merupakan salah seorang lulusan serjana yang masih menganggur sampai saat ini, berikut ini wawacara peneliti dengan yang bersangkutan. “Harapan saya kepada pemerintah daerah Kabupaten Simeulue agar dapat membuka lapangangan pekerjaan baik di instansi pemerintahan maupun swasta dan semoga pemerintah daerah dapat mengurangi kuota penerimaan CPNS bagi masyarakat luar Kabupaten Simeulue dan lebih mengutamakan putra asli daerah sendiri. (wawancara, 01 Juni 2015). Harapan selanjutnya diutarakan oleh Amin Sukri, mengatakan bahwa: “iya, harapan dari saya dan juga mungkin teman-teman yang lain, sama-sama mengharapkan kepada pemerintah Kabupaten Simeulue supaya kedepan dapat membuka lapangan pekerjaan baik kontrak maupan honor sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan khususnya para lulusan sarja saat ini”. (wawancara, 29 Mei 2015)

46

Penjelasan di atas menjelaskan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menutup lapangan pekerjaan baik dari segi tenaga kontrak maupun dari tenaga honorer secara merata disemua lini jurusan. Penyebab lainnya juga disebabkan oleh faktor ketidak seimbangnya antara jurusan yang diambil oleh para lulusan sarjana dengan formasi yang dibuka oleh pemerintah daerah. Salah satu contohnya adalah jurusan yang paling banyak diminati oleh lulusan sarjana di Kecamatan Simeulue Barat adalah lulusan Pendidikan Agama Islam sementara formasi atau lowongan yang dibuka oleh pemerintah dalam penerimaan tenaga kontrak dan CPNS lebih cenderung kepada lulusan Kesehatan. Sehingga secara otomatis lulusan-lulusan sarjana yang memilih jurusan lain tingkat pengangguran semakin bertambah.

4.4.

Pembahasan

Penyebab tingginya pengangguran di Kecamatan Simeulue Barat tidak terlepas dari berbagai fenomena yang terjadi saat ini. Masalah penganguran memang menjadi permasalah komplek dalam konteks mencari lapangan pekerjaan baik di intansi pemerintahan maupun swasta. Apalagi akhir-akhir ini tantangan yang dihadapkan para lulusan sarja dari berbagai jurusan serta perguruan tinggi manapun saling menunjukan kehebatan atau keahlian masing-masing, ini sematamata disebabkan kurang tersedianya lapangan pekerjaan dikalangan para lulusan sarjana. Kecamatan Simeulue Barat merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Simeulue yang mempunyai jumlah lulusan sarjana menganggur yang makin bertambah. Pengangguran sarjana dirasakan berat, karena hal ini lebih

47

dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor ekternal yang ada di sekeliling sarjana yang menganggur. Usaha perikanan budidaya saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal ini dapat dibuktikan dengan peningkatan perkembangan produksi perikanan budidaya. Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013) menyatakan bahwa produksi perikanan nasioanal pada tahun 2013 mencapai 19,57 juta ton. Produksi perikanan tangkap menyumbang 5,86 juta ton sementara produksi perikanan budidaya menyumbang 13,70 juta ton. Laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) bidang perikanan pada tahun 2013 mencapai 6,9% per-tahun. Munculnya pengangguran dikalangan sarjana khususnya di Kecamatan Simeulue Barat tidak dibarengi dengan peluang kerja dengan pertimbangan sumberdaya alam khususnya dibidang kelautan perikanan yang sangat memadai, hal ini karena para pengangguran tidak mengaplikasikan skilnya dibidang wirausaha. Padahal peluang bisnis baik dari segi budidaya ikan, udang, lobster, kepiting sangat menjanjikan, jika peluang tersebut benar-benar dikelola oleh para pengangguran yang ada di Kecamatan Simeulue Barat maka tingkat pengangguran yang ada dapat teratasi. Sumberdaya alam yang melimpah tidak bisa dipungkiri dengan berbagai alasan yang tidak didasari oleh sumberdaya manusia yang ada, jika sumberdaya manusia mampu mencanangkan dalam berbagai disiplin ilmu tidaklah menjadi sebuah persoalan bagi dunia persaingan bisnis masa kini. Menurut Anggawati, (1991) kegiatan budidaya terutama budidaya ikan dan kepiting merupakan kegiatan perikanan yang bersifat dapat memilih tempat yang sesuai dan memilih metode yang tepat serta komoditas yang diperlukan, sehingga dengan sifatnya yang luwes ini maka pendistribusian produk dapat

48

disesuaikan dengan permintaan yang ada ataupun pemanfaatannya. Kegiatan budidaya laut makin mendapatkan perhatian karena dari kegiatan penangkapan tidak lagi dapat diandalkan untuk memenuhi permintaan pasar yang membutuhkan pasok semakin besar dan menginginkan standar kualitas yang lebih pasti. Produksi ikan melalui usaha budidaya dimulai sejak tahun 1960, namun penerapan kolam dan keramba jaring apung sebagai sarana produksi untuk tujuan komersil baru dimulai pada tahun 1970. Faktor kemalasan yang terjadi di kalangan sarjana di Simeulue Barat karena faktor tidak mau mengembangkan skilnya yang dimiliki dalam melakukan wirausaha. Menurut teori Edy Zaqeus, (2011) kemalasan adalah suatu perasaan di mana seseorang akan enggan melakukan sesuatu karena dalam pikirannya sudah memiliki penilaian negatif atau tidak adanya keinginan untukmelakukan hal tersebut. Rasa malas kerap digambarkan sebagai hilangnya motivasi seseorang untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan. rasa malas diartikan sebagai keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu. Kebiasaan malas biasanya muncul lantaran kita suka mengaitkan pemikiran dengan sudut pandang yang negatif. Saat membayangkan setumpuk tugas yang harus dilakukan atau kegiatan lain yang menjadi tanggung jawab kita, bukannya segera kita selesaikan pekerjaan itu, kita malah menundanya sehingga mengundang stres. Seiring berjalannya waktu, subyek dapat menyadari dan menerima keadaannya sebagai pengangguran dan harus dihadapi. Mereka tidak akan mungkin terlepas dari permasalahan tersebut kalau tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Para pengangguran sarjana juga bersikap optimis dalam menjalani keadaannya. Selain bersikap optimis, para

49

pengangguran sarjana juga berusaha mencari informasi, motivasi, dan keyakinan bahwa dapat melalui keadaan menganggur ini dengan baik. Mencari Dukungan

dukungan

sosial

yang

sosial dicari

juga

dilakukan

pengangguran

pengangguran

sarjana

berupa

sarjana. dukungan

instrumental dan dukungan emosional. Dukungan instrumental yang didapat oleh pengangguran sarjana meliputi nasehat maupun informasi dari orang-orang disekitarnya. Sedangkan dukungan emosional yang didapatkan pengangguran sarjana berupa dukungan moral, simpati dan pemahaman terhadap masalah yang dihadapinya. Dukungan sosial yang saat ini sangat dibutuhkan oleh pengangguran sarjana adalah dukungan instrumental. Kenaikan jumlah penduduk yang dialami Indonesia mengakibatkan kenaikan jumlah angkatan kerja. Akan tetapi, kenaikan jumlah angkatan kerja tersebut, tidak dibarengi oleh meningkatnya kesempatan kerja, akibatnya angkatan kerja yang jumlahnya bertambah tersebut tidak dapat didistribusikan ke lapangan pekerjaan. Hal ini akan berdampak pada jumlah pengangguran yang terus bertambah. Tuntutan dunia kerja saat ini semakin tinggi, tidak hanya mampu dalam bidang akademis saja, tetapi yang sedang dicari saat ini adalah orang-orang yang mempunyai soft sklill (Sadono Sukirno, 2004).

4.4.1 Faktor Penyebab Banyaknya Pengangguran Sarjana di Kecamatan Simeulue Barat

Adanya ketidaksesuaian antara kualitas pendidikan dengan relevansinya dalam dunia kerja, menyebabkan banyaknya produk-produk pendidikan yang kesulitan untuk memasuki dunia kerja. Meskipun saat ini jumlah lulusan Perguruan Tinggi yang mempunyai title sarjana sangat banyak dibandingkan

50

beberapa tahun yang lalu, nampaknya justru para lulusan sarjana itulah yang masih banyak menganggur. Dapat dibayangkan setiap tahunnya Perguruan Tinggi melakukan wisuda sampai 4 tahap, jika setiap tahap Perguruan Tinggi me-wisuda mahasiswa rata-rata 100 mahasiswa dari setiap fakultas, maka dapat dihitung berapa besar lulusan sarjana yang ada. Belum lagi jika diakumulasikan jumlah sarjana yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia jumlahnya tentu sangatlah besar. Dengan demikian jumlah lapangan kerja yang tersedia untuk menampungnya tentu saja harus sebanding, jika tidak akan muncul fenomena pengangguran intelektual. Umumnya para lulusan sarjana tersebut masih mempunyai idealisme yang cukup tinggi terhadap dunia kerja. Mereka memilih-milih pekerjaan yang sesuai dengan background pendidikannya, begitu pula soal pendapatan atau gaji yang akan diberikan oleh perusahaan, namun kadang mereka lupa tidak semua ketrampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja mereka miliki. Lowongan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang dibuka beberapa waktu yang lalu, nampaknya menjadi ajang perebutan bagi sejumlah lulusan sarjana di tanah air. Berbagai posisi yang ditawarkan hanya untuk beberapa orang ternyata diminati lebih dari porsi yang ditentukan. Hal semacam ini kadangkala menjadi lahan bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk memperkaya diri sendiri. Bukan menjadi rahasia umum, bahwa praktek KKN sangat kental disini. Siapapun yang berani membayar mahal sudah dipastikan akan memperoleh posisi yang diinginkan. Ketika sudah menduduki posisi yang diinginkan, tak heran banyak pegawai yang bekerja hanya untuk mengembalikan uang yang dikeluarkan dulu, sehingga praktek yang sama mungkin saja berulang.

51

Sebagian lulusan sarjana yang beruntung dalam arti mempunyai kemampuan kecerdasa dilengkapi kemapuan finansial, hal ini bukan menjadi kendala. Tetapi permasalahannya bagi lulusan sarjana yang pandai tapi tidak mempunyai akses atau kemampuan finansial lebih, apalagi bagi lulusan yang mempunyai kemampuan pas-pasan dan kemampuan finansial yang pas-pasan pula, kedua hal inilah yang mendorong terciptanya fenomena pengangguran intelektual. Apabila dilihat dari aspek kuantitas lulusan pendidikan tinggi, sebenarnya terdapat hal yang kontroversial. Di satu sisi kita kekurangan tenaga kerja yang berpendidikan sarjana, tetapi di sisi lain kita memiliki pengangguran sarjana dalam jumlah yang amat besar. Menanggapi fenomena pengangguran intelektual di atas, menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan baik oleh pemerintah maupun berbagai komponen pendidikan. Karena pendidikan diharapkan dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi para lulusannya. Pendidikan dengan berbagai muatan kurikulum didalamnya hendaknya dapat mendorong para lulusan sarjana untuk sejenak berpikir lebih kreatif dan inovatif. Selain penyebab yang telah di uraikan di atas penyebab lainpun juga terus dipersoalkan antara lain : 1. Penyediaan dan pemanfaatan tenaga kerja antar daerah tidak seimbang 2. Adanya lapangan kerja yang dipengaruhi oleh musim 3. Budaya pilih-pilih pekerjaan 4. Lapangan kerja yang disediakan oleh pemerintah sangat terbatas 5. Besarnya angkatan kerja yang tidak seimbang dengan kesempatan kerja. Sehingga dengan beberapa persoalaan di atas sangat mempengaruhi atau ketidakseimbangan antara jumlah lulusan sarjana dengan kuota yang diterima

52

sebagai Pegawai Negeri Sipil, kemudian faktor lain juga sering dialami para lulusan sarjana yang mencari pekerjaan di bidang swasta.

BAB V PENUTUP

5.1.

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan

yaitu: Faktor banyaknya pengangguran di Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Simeulue dikarenakan faktor kemalasan, selain itu tidak tersedianya lapangan kerja bagi sarjana yang menganggur baik di instansi pemerintahan maupun swasta, kemudian kurangnya modal para pengangguran sarjana dalam membuka usaha. Padahal tidak bisa dipungkiri mengingat peluang dari sumberdaya alam yang sangat potensial untuk mengembangkan bisnis, salah satu peluang besar dalam berwirausaha di daerah Kecamatan Simeulue Barat adalah budidaya ikan, kepiting dan lobster.

5.2.

Saran Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka ada beberapa hal yang

dapat disarankan antara lain : 1.

Diharapkan kepada pemerintah derah agar dapat membuka lapangan pekerjaan kepada para sarjana yang menganngur khususnya di Kabupaten Simeulue, sehingga angka tingkat pengangguran dapat berkurang.

2.

Untuk penambahan modal dalam membuka suatu usaha perlu adanya kerja sama baik dengan pihak pemerintah daerah maupun dengan para investor yang mempunyai modal tinggi, dengan harapan usaha yang akan

53

54

dijalankan dapat berkembang. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan pelatihan khusus kepada para sarjana yang menganggur untuk menambah tingkat pengetahuan dalam membuka suatu usaha. 3.

Bagi sarjana menganggur diharapkan agar melakukan hal-hal yang positif seperti berperan aktif dalam membuka lapangan pekerjaan meskipun dengan modal sedikit tidak serta merta mengharapkan menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil.

DAFTAR PUSTAKA Angga wati, 1991. Faktor Kerja Terhadap Kemiskinan di Kabupaten/Kota Sejawa Barat. Bandung: Skripsi Mahasiswa UPI Arikunto, 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Aneka Cipta. Biro Pusat Statistik, 2008. Keadaan Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja Indonesia. Berbagai Edisi. BPS Bloom, C., dan Sevilla. 2003. The Demographic Devidend, A New Perspective on The Economic Consequences of Population Change. California: Rand Badan Pusat Statistik Profinsi Jawa Timur, 2001 Daniel dan Moehar, 2004. Pengantar Tentang Tenaga Kerja di Jakarta: Bumi aksara

Indonesia.

Edy zaQues, 2011. Faktor –Faktor Kemalasan Sarjana. jakarta: Raja Grafindo Persada Engkos, 2003. Manajemen Industri. Bandung: Alfabeta Elfindri dan Bakhtiar, 2004. Ekonomi Ketenagakerjaan. Padang: Andalas University Press Fadhilah Rahmawati dan Vincent Hadiwiyono, 2004. Analisis Waktu Tunggu Tenaga Kerja Terdidik di Kecamatan Jebres Kota Surakarta Tahun2003. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri sebelas Maret. Surakarta Hasan, 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta. Ghalia Indonesia Kaufman dan Hotchkiss. 1999. The Economic Labor Markets. USA : Georgia State University. Marius dan Jelamu Ardu, 2004. Memecahkan masalah Pengangguran di Indonesia. IPB Moh. Nazir, 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Pitartono, 2012. Analisis Tingkat Pengangguran di Jawa Tengah Tahun 19972010. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Sadono Sukirno, 2003. Makro Ekonomi. Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Sadono Sukirno, 1994. Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soekartawi, 2003. Analisis Hubungan Faktor Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Media Pustaka Soetomo Et al., 1999. Statistik Non Para Metrik Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta Soehartono, 2008. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta Subagyo, Ahmad Wito, 2000, Efektivitas Program Penanggulangan Kemiskinan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan, Yogyakarta : Gadjah Mada Subana dan Sudrajat, 2009. Dasar-DasarPenelitian Ilmiah. Cetakan 3. Bandung: Pustaka Setia Sukandarrumidi, 2008. Dasar-Dasar Penulisan Proposal Penelitian. Gajah Mada University Press: Yogyakarta. Tilaar, H.,1999. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Rosda Karya Usman dan Purnomo, 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta. Bumi Aksara