ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTOR

Download Konsep dan Definisi Subsektor Industri Pengolahan …. 22. B. Penelitian .... Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share. (Nj) Provinsi ...

0 downloads 362 Views 4MB Size
ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN NON MIGAS DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2005-2009

Disusun Oleh Shofwatunnida 107084003185

JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M / 1432 H

LEMBAR PENGESAIIAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini Kamis, 1 Desember2011telah dilakukanujian SkripsiatasMahasiswi: 1. 2. 3. 4.

Nama NIM Jurusan Judul Skripsi

Shofivatunnida 107084003185 Ilmu Ekonomidan StudiPembangunan Ekonomi SektorIndustri AnalisisPotensiPertumbuhan Non Migas Di ProvinsiJawaBaratPeriode Pengolahan 2005-2009

Setelah mencermati dan memperhatikanpenampilan dan kemampuan yang bersangkutanselamaprosesujian Skripsi, maka diputuskanbahwa mahasiswi tersebutdiatas dinyatakanlulus dan skripsi ini diterima sebagaisalah satu syarat untuk memperolehgelar SarjanaEkonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis UniversitasIslam Negeri Syarif HidayatullahJakarta. Jakartal Desember20ll

( hi (-\-trfi ,')

1.

2.

Prof. Dr. AhmadRodoni 1 003 NIP: 19690203200112

Utami Baroroh.M.Si

Ketua

sAWt+

n/^}-Sekertaris

3.

Dr.Ir.H.RoikhanM. Aziz.MM

4.

Dr. Lukman,M.Si NIP :19720809 2005012 004

5.

ZuhakanYunmiYunan SE.M.Sc NIP : 198004162009121 002

PembimbingII

1 \ \

ANALISIS POTENSI PERTUMBT]HAII EKONOMI SEKTOR IIIDUSTRI PENGOLAHAI\ NON MIGAS DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

2005-2009

Skripsi

Oleh Shofwatqnnida NIM: 107084003185

Di BawahBimbinean

PembimbinsII

NIP:196406072003021 002

ZuhairanYunmi Yunan SE.MSc NIP: 198004162009121002

JT'RUSAN ILMU EKONOMI DAN STI]DI PEMBAIIGUNAN F'AKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432W 2011M

\

1 \ \

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini Selasa,23 Agustus 2011 telah dilakukan Ujian Komprehensifatas mahasiswa: Shofwatunnida 107084003 I 85 Ilmu Ekonomidan StudiPembangunan Ekonomi SektorIndustri Analisis PotensiPertumbuhan Pengolahan Non Migas di ProvinsiJawaBarat Periode 2005-2009 Setelah mencermati dan memperhatikanpenampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut diatas dinyatakan lulus dan diberi kesempatanuntuk melanjutkanketahapUjian Skripsi sebagaisalahsatu syaratuntuk memperoleh gelar SarjanaEkonomi pada FakultasEkonomi dan Bisnis UniversitasIslam Negeri Syarif H idayatullah Jakarta. 1. 2. 3. 4.

Nama NIM Jurusan JudulSkripsi

Jakarta,23 Agustus201I

Prof.Dr. Abdul Hamid,M.Si NIP. 195706171 985031002

2.

Dr. Lukman,M.Si NIP. 196406072003021002

Fitri Amalia,S.pd,M.Si NrP. 198207102009122002

( ------------------------) PengujiAhli

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertandatangan dibawah i n i : Nama

Shofwatunnida

No. Induk Mahasiswa

I 07084003 185

Fakultas

EkonomidanBisnis

Jurusan

Ilmu EkonomidanStudiPembangunan

Denganini menyatakanbahwadalampenulisanskripsi ini, saya; 1.

Tidak menggunakanide orang lain tanpa mampu mengembangkandan mempertanggungiawabkan.

2.

Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain

3.

Tidak menggunakankarya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin dari pemilik karya.

4.

Tidak melakukan pemanipulasiandan pemalsuandata.

5.

Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.

Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyatan diatas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkanaturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif HidayatullahJakarta. Demikian pernyataanini sayabuat dengansesungguhnya.

': ..N:t$l. .T.1.. rakarra,

Sfiorwatunilcla

185 I 07084003

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I.

II.

IDENTITAS PRIBADI 1. Nama Lengkap

: Shofwatunnida

2. Tempat, Tanggal Lahir

: Tangerang, 21 Oktober 1989

3. Alamat

:Jl.Garuda no.5 RT 02/03 Tangerang

4. E-mail

:[email protected]

PENDIDIKAN FORMAL 1. TK Islam Nurul Huda Tangerang (1994-1996) 2. SDN Batu Ceper 1 Tangerang (1996-2001) 3. SLTPN 2 Tangerang (2001-2004) 4. SMAN 6 Tangerang (2004-2007) 5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (20072011)

III.

PENDIDIKAN NON FORMAL 1. Primagama Tangerang (2003-2004) 2. BTA 70 Tangerang (2006-2007)

IV.

LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah

:Drs. Namang Abdurahman

2. Ibu

:Siti Qotrunnadah S.Pd

3. Alamat

:Jl. Garuda no.5 Rt 02/03 Tangerang

4. Telepon

:021-5524616

5. Anak

: 1(satu) dari 2 (dua) bersaudara

i

ABSTRACT This study is an effort to determine the potential of non-oil processing industry sub-sectors which have great impact on economic growth in non-oil manufacturing sector in West Java province during the years 2005-2009. This study uses GDRP data processing sector in West Java and non-oil GDP of Indonesian non-oil and gas manufacturing sector. In this thesis uses economic base model is reflected in the analysis Quatient Location (LQ) and Shift Share. Typology of Sectoral and used also useful to know the sub-sectors leading non-oil processing industry in West Java. West Java has three non-oil manufacturing base of other goods industries (creative industries), industrial textiles, leather goods and footwear and transport equipment machinery and apparatus industries. And two potential industry sectors to be developed as the basis of industrial wood and products of wood and cement industries and non-metallic mineral products, because these industries have good growth in the province and occupies a typology of VI, which means that this industry is a sector basis, has Provincial level, the rapid growth despite slow growth in the National, so the potential to be developed into a sector basis. Keywords: GDRP non-oil and gas industry sector, location quotient, Shift Share, Typology of Sectoral

ii

ABSTRAK Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui potensi dari subsektor industri pengolahan non migas yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi sektor industri pengolahan non migas di Provinsi Jawa Barat selama tahun 2005-2009. Penelitian ini menggunakan data PDRB Jawa Barat sektor industri pengolahan non migas dan PDB Indonesia sektor industri pengolahan non migas. Dalam skripsi ini menggunakan model basis ekonomi yang tercermin pada analisis Location Quatient (LQ) dan Shift Share. Dan digunakan juga Tipologi Sektoral yang berguna untuk mengetahui subsektorsubsektor unggulan industri pengolahan non migas di Jawa Barat. Jawa Barat memiliki tiga industri pengolahan non migas basis yaitu industri barang lainnya (industri kreatif), industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki dan industri alat angkutan, mesin dan peralatannya. Dan dua industri potensial untuk dikembangkan menjadi sektor basis yaitu industri kayu dan barang dari kayu dan industri semen dan barang galian bukan logam, karena kedua industri ini memiliki pertumbuhan yang baik di Provinsi dan menempati Tipologi VI, yang berarti industri ini adalah sektor non basis, memiliki pertumbuhan yang cepat ditingkat Provinsi walaupun pertumbuhan di Nasional lambat, sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi sektor basis. Kata Kunci : PDRB sektor industri pengolahan non migas, Location Quotient (LQ), Shift Share, Tipologi Sektoral

iii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, sang pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi ummatnya dihari akhir kelak.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Disamping itu, dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga menjadi amal

baik dan dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikain kepada: 1. Ayah Drs. Namang Abdurahman dan Ibu Siti Qotrunnadah S.Pd, atas doa dan kasih sayang yang tidak terbatas kepada peneliti hingga saat ini, semoga Allah selalu menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi peneliti. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS,. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Dr. Lukman selaku Ketua jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus dosen pembimbing I yang telah membantu penulis hingga skripsi ini selesai. 4. Bapak Zuhairan Yunmi Yunan SE. MSc., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Bapak Dr. Ir. Roikhan Mochamad Aziz M.M selaku penguji ahli juga penemu @sinlammim dan @319913616. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni dan Ibu Utami Baroroh, M.Si selaku dosen penguji skripsi, terimakasih atas ilmunya. iv

6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah memberikan motivasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis selama penulisan skripsi dan masa perkuliahan. 7. Nurul Fahmi Arif Hakim, untuk menjadi adik sekaligus sahabat bagi penulis. 8. Rulliansyah S.Kom, yang telah menjadi tempat berkeluh kesah dan selalu memberikan semangat, terimakasih untuk waktu, tenaga dan cintanya. 9. Keluarga besar H.Asnawi Ahmad, terimakasih untuk support dan doanya yang tidak pernah henti kepada penulis. 10. Rika, Ilma, Made, Standy, Lyu dan Bonnie terimakasih atas persahabatannya selama ini. 11. Seluruh rekan-rekan IESP 2007, Mila, Finsa, Wiwi, Egha, Eti, Wiwi, Ririn, Rey dan Egha, Nowo, Mario, Gandha, Dyta, Endang, JB, Ka Zidney serta teman-teman IESP Pembangunan 2007 lainnya, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. 12. Kaka-kaka senior yang sangat banyak membantu penulis. Khususnya Ka Resna dan Ikel. 13. Rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan skripsi. Semoga Allah membalas semua kebaikan-kebaikan kalian. Penulis berharap skripsi ini menjadi konstribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para

pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapkan.

Ciputat,15 November 2011

Shofwatunnida

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR UJIAN KOMPREHENSIF LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI DAFTAR RIWAYAT HIDUP .........................................................................

i

ABSTRACT ......................................................................................................

ii

ABSTRAK ......................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii BAB I

BAB II

PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..........................................................................

1

B. Rumusan Masalah .....................................................................

5

C. Tujuan Penelitian .......................................................................

7

D. Manfaat Penelitian ......................................................................

7

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ...........................................................................

8

1. Teori Pembangunan Ekonomi ...............................................

8

2. Teori Pembangunan Daerah ...................................................

9

3. Teori Pertumbuhan Ekonomi .................................................. 10 4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah ..................................... 12 vi

a. Teori Ekonomi Klasik ................................................ 12 b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik ................................. 13 c. Teori Harrod-Domar dalam sistem regional .............. 13 d. Teori Pertumbuhan Cepat Yang Disinergikan ............ 14 e. Teori Basis Ekonomi .................................................. 15 5. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) .............. 19 6. Konsep dan Definisi Subsektor Industri Pengolahan …. 22 B. Penelitian Terdahulu ................................................................... 24 C. Kerangka Pemikiran Teoritis ...................................................... 34 D. Hipotesis...................................................................................... 35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... 37 B. Metodologi Penentuan Sampel .................................................. 37 C. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 38 D. Metode Analisis Data .................................................................. 38 1. LQ (Locatioan Quotient) ...................................................... 39 2. Shift Share ............................................................................. 42 3. Tipologi ................................................................................ 46 E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................... 49

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ................................. 56 1. Keadaan Geografi dan Demografi Provinsi Jawa Barat ........ 56 B. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi ...................................... 57 1. Analisis Perkembangan PDB dan PDRB ................................. 58 a. Indonesia ......................................................................... 58 b. Provinsi Jawa Barat ......................................................... 61 2. Analisis Location Quetiont (LQ)............................................ 62 3. Analisis Shift Share ................................................................. 64 4. Tipologi Sektoral...................................................................... 70 vii

C. Pembahasan ..................................................................................... 73 1. Pembahasan Per Sektor Daerah Analisis .................................. 73 a. Provinsi Jawa Barat ............................................................... 73 V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ...................................................................................... 95 B. Implikasi ......................................................................................... 95 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 98 LAMPIRAN

viii

DAFTAR TABEL

Nomor 1.1

Keterangan

Distribusi Persentase PDRB Provinsi Jawa Barat Sektor Industri

Halaman 4

Pengolahan Non Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000, 2005-2009

2.1

Penelitian Terdahulu

30

3.1

Makna Tipologi Sektor Ekonomi

48

3.2

Tabel Operasional Variabel

52

4.1

Distribusi Persentase PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005-2009 (Persen)

4.2

Distribusi Persentase PDB Indonesia Sektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2005-2009

4.3

59

60

Distribusi Persentase PDRB Provinsi Jawa Sektor Industri Pengolahan Non Migas Atas

4.4

Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005-2009 (Persen)

61

Hasil Perhitungan Location Quetiont ( LQ) Rata-rata

63

Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2009 4.5

4.6

Komponen Shift Share Provonsi Jawa Barat Tahun 2005-2009

66

Komponen Pertumbuhan Proportional (Pj) Provinsi

68

Jawa Barat 4.7

Komponen Pertumbuhan Differensial (Dj) Provinsi

69

Jawa Barat 4.8

Makna Tipologi Sektor Ekonomi

72

4.9

Pembagian Sektor Industri Pengolahan Non Migas di

73

Jawa Barat Berdasarkan Tipologi Sektoral 4.10 Analisis subsektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau

75

4.11 Analisis Subsektor Industri Tekstil, Barang dari Kulit dan Alas Kaki

77 ix

4.12

Analisis Subsektor Industri Kayu dan Barang dari Kayu

79

4.13

Analisis Subsektor Industri Kertas dan Barang Cetakan

82

4.14

Analisis Subsektor Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet

4.15

85

Analisis Subsektor Industri Semen dan Barang Galian Bukan Logam

86

4.16

Analisis Subsektor Industri Logam Dasar, Besi dan Baja

89

4.17

Analisis Subsektor Industri Alat Angkutan, Mesin dan

4.18

Peralatannya

90

Analisis Subsektor Barang Lainnya

93

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor 2.1

Keterangan

Halaman

Kerangka Berpikir Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi di Jawa 35 Barat 2005-2009

3.1

Bagan Kerangka Potensi Ekonomi Sektor Industri Pengolahan

49

Non Migas di Provinsi Jawa Barat 4.1

Perkembangan LQ Subsektor Industri Makanan, Minuman dan

75

Tembakau 4.2

Perkembangan LQ Subsektor Industri Tekstil, Barang dari Kulit

77

dan Alas Kaki 4.3

Perkembangan LQ Subsektor Industri Kayu dan Barang

80

dari Kayu Lainnya 4.4

Perkembangan LQ Subsektor Industri Kertas dan Barang Cetakan 82

4.5

Perkembangan LQ Subsektor Industri Pupuk, Kimia dan Barang

85

Dari Karet 4.6

Perkembangan LQ Subsektor Industri Semen dan Barang Galian

87

Bukan Logam 4.7

Perkembangan LQ Subsektor Industri Logam Dasar, Besi dan Baja

89

4.8

Perkembangan LQ Subsektor Industri Alat Angkutan,

91

Mesin dan Peralatannya 4.9

Perkembangan LQ Subsektor Industri Barang Lainnya

xi

94

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor I

Keterangan Produk

Domestik

Bruto

Halaman Subsektor

Industri

Pengolahan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Nasional Indonesia Tahun 20052009

102

Produk Domestik Regional Bruto Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2009 II

102

Hasil Perhitungan Location Quotient Provinsi Jawa Barat

III

103

Hasil Perhitungan Komponen Shift Share Provinsi Jawa Barat

IV

106

Hasil Perhitungan Komponen

Pertambahan PDRB

Per subsektor Industri Pengolahan Non Migas Provinsi Jawa Barat V

107

Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share (Nj) Provinsi Jawa Barat

VI

108

Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share (Nj) Per Subsektor Industri Pengolahan Non Migas di Provinsi Jawa Barat

VII

110

Hasil Perhitungan Komponen Net Shift Provinsi Jawa Barat

VIII

112

Hasil Perhitungan Komponen Differensial Shift (Dj) Provinsi Jawa Barat

IX

113

Hasil Perhitungan Komponen Proposional Shift (Pj)Provinsi Jawa Barat

X

115

Checking Perhitungan Shift Share Provinsi Jawa Barat

119 xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia adalah menciptakan masyarakat adil dan makmur secara merata baik secara moral atau material.

dalam

perkembangannya, peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi di Indonesia mulai tergeser oleh peranan sektor industri manufaktur (industri pengolahan non migas) yang mengalami perkembangan pesat. Adanya pergeseran peranan sektor pertanian oleh sektor industri menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi dari perekonomian yang berbasis agraris menjadi perekomian yang berbasis industri. (Erlangga, 2005:2). Sektor industri pengolahan non migas memiliki peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia dan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Karena sektor industri pengolahan non migas adalah penyumbang utama untuk PDB Indonesia yang paling besar. Selama periode 2005-2009, struktur perekonomian di Indonesia masih didominasi oleh sektor industri pengolahan non migas. Meskipun dari tahun 2005-2009 mengalami penurunan besar sumbangan, tapi industri pengolahan non migas tetap menjadi primadona penyumbang untuk PDB. Pada tahun 2005 menyumbang sebesar 25,30 persen, pada tahun 2006 turun menjadi 25,24 persen, pada tahun 2007 menurun lagi menjadi 24,96. Begitupun pada

1

tahun 2008 dan 2009 menurun menjadi 24,5 persen dan 24,02 persen. ( BPS, 2010). Hal ini disebabkan karena adanya krisis ekonomi, yang menyebabkan macetnya sistem keuangan dunia sehingga menyebabkan merosotnya aktivitas ekonomi dan perdagangan dunia. Hal ini juga mempengaruhi perekonomian di Indonesia. Bisa dilihat dari menurunnya sumbangan-sumbangan sektor terhadap PDB Indonesia.

Pertumbuhan industri yang melemah juga disebabkan oleh

besarnya permintaan yang belum pulih akibat krisis global baik dari pasar domestik maupun pasar internasional. (BAPPENAS, 2009). Provinsi Jawa Barat termasuk salah satu provinsi yang di dominasi sektor industri pengolahan non migas tertinggi dalam pembentukan PDRB nya. Dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa yang menyumbang untuk PDB sektor industri pengolahan non migas terbesar. Namun, selama tahun 2009 perekonomian Jawa Barat tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh krisis ekonomi global. Dinamika ekonomi makro di tingkat nasional,

berimplikasi

terhadap perekonomian daerah. Imbas dari gejolak ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008, memberikan dampak yang cukup besar terhadap perekonomian Jawa Barat.

Sektor yang terkena dampak tersebut adalah sektor industri

pengolahan non migas, karena sektor tersebut sangat rentan terhadap kejadian diluar negeri, karena sebagian besar hasil produksi industri di Jawa Barat adalah ekspor begitu pula sebaliknya, bahan baku masih merupakan bahan impor. (BPS, 2010).

2

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah.( Arsyad, 2010:374 ). Studi mengenai potensi ekonomi sektor industri pengolahan non migas telah dilakukan oleh beberapa peneliti, salah satunya oleh Ida Nuraini (2005), dimana peneliti mengkaji potensi pertumbuhan ekonomi sektor industri pengolahan non migas yang melibatkan satu wilayah yaitu Kabupaten Malang. Berpedoman pada penelitian terdahulu tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan studi yang sama namun dengan cakupan daerah yang lebih luas. Yaitu di Provinsi Jawa Barat. Alasan memilih Jawa Barat sebagai lokasi dari studi penelitian ini karena Jawa Barat adalah salah satu Provinsi di Pulau Jawa yang menyumbang untuk sektor industri pengolahan non migas terbesar untuk PDB Indonesia. Sektor Industri pengolahan non migas dapat digolongkan beberapa sudut tinjauan pendekatan. Di Indonesia di golongkan berdasarkan kelompok komoditas, skala usaha dan berdasarkan arus produknya. Penggolongan yang paling universal adalah berdasarkan ISIC (International Standard of Industrial Classification) yaitu berdasarkan komoditas. Diantaranya: 31. Industri Makanan, Minuman dan Tembakau, 32. Industri Tekstil, Barang kulit dan alas kaki, 33. 3

Industri Barang kayu dan hasil hutan lainnya, 34. Industri Kertas dan barang

cetakan, 35. Industri Pupuk, kimia dan barang dari karet, 36. Industri Semen dan barang galian bukan logam, 37. Industri Logam dasar, besi dan baja, 38. Industri Alat angkutan, Mesin dan Peralatannya, 39.

Industri Barang lainnya.

(Departemen Perindustrian, 2009). Di Jawa Barat, subsektor industri pengolahan non migas selama tahun 2005-2009 dari yang terbesar adalah industri alat angkutan, mesin dan peralatannya, industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, industri makanan, minuman dan tembakau, industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri barang lainnya, industri kertas dan barang cetakan, industri semen dan barang galian bukan logam, industri kayu dan barang dari kayu, industri logam dasar, besi dan baja, seperti yang dijelaskan dalam tabel 1.1. Berikut ini adalah distribusi dari subsektor industri pengolahan non migas di Provinsi Jawa Barat. Tabel 1.1 Distribusi Persentase PDRB Provinsi Jawa Barat Sektor Industri Pengolahan Non Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000, 2005-2009 (Persen) Subsektor industri pengolahan 1.Ind.Makanan,minuman dan tembakau 2.ind.tekstil,barang dari kulit dan alas kaki 3.ind.kayu dan barang dari kayu 4.ind.kertas dan barang cetakan 5.ind.pupuk,kimia dan barang dari karet 6.ind.semen dan barang galian bukan logam 7.ind.logam dasar,besi dan baja 8.Ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya 9.Ind.barang lainnya PDRB ADHK

2005

2006

2007

2008

2009

11,9

12,32

11,83

10,49

11,29

24,26 1,43 2,64

24,5 1,4 2,64

23,68 1,34 2,41

20,82 1,21 2,07

20,36 1,41 2,20

10,51

11,12

11,56

8,77

9,04

2,07 0,64

1,86 0,62

1,84 0,57

1,72 0,54

1,8 0,49

44,24 2,31 100

43,25 2,29 100

44,54 2,21 100

52,31 2,07 100

51,08 2,32 100

Sumber : BPS Jawa Barat 2010 (Diolah)

4

Kegiatan pembangunan bidang ekonomi khususnya sektor industri pengolahan non migas yang perlu diperhatikan oleh seorang perencana wilayah adalah kemampuan untuk menganalisis potensi sektor industri apa yang potensial di wilayahnya. Jika masing-masing Pemerintah Daerah mampu melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya maka sektor yang memiliki keunggulan akan mempunyai prospek untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Dengan demikian akan dapat meningkatkan Output Regional dan efisiensi lokasi di daerah yang bersangkutan. (Ida, 2005 :1). Berdasarkan uraian yang diatas, maka dapat diperoleh data yang menguatkan penulis untuk melakukan penelitian tentang analisis potensi pertumbuhan sektor industri pengolahan non migas Jawa Barat. B. Perumusan Masalah Sektor industri pengolahan non migas merupakan sektor utama yang menyumbang PDB Indonesia, karena sektor industri pengolahan non migas menjadi sektor penyumbang terbesar diantara sektor-sektor lainnya. Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi yang menyumbang PDB Indonesia di sektor industri pengolahan non migas terbesar. Sektor industri pengolahan non migas menurut komoditi terdiri dari industri makanan, minuman dan tembakau, industri tekstil, barang kulit dan alas kaki, industri barang kayu dan hasil hutan lainnya, industri kertas dan cetakan, industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri semen dan barang galian bukan logam, industri logam dasar besi dan baja, industri alat angkutan, mesin dan peralatannya, dan industri barang lainnya. 5

Pertumbuhan sektor industri pengolahan non migas cenderung baik. Akan tetapi pertumbuhannya menurun pada tahun 2009, hal ini disebabkan adanya krisis yang dialami oleh Indonesia dan berpengaruh juga pada perekonomian di Jawa Barat, dan sektor yang paling terpengaruh karena krisis tersebut adalah sektor industri pengolahan non migas, dan

krisis ini pun membawa adanya

perubahan struktur dalam industri-industri yang mendukung PDRB industri pengolahan non migas di Jawa Barat. Kegiatan pembangunan bidang ekonomi khususnya sektor industri pengolahan non migas yang perlu diperhatikan oleh seorang perencana wilayah adalah kemampuan untuk menganalisis potensi sektor industri apa yang potensial di wilayahnya. Jika masing-masing Pemerintah Daerah mampu melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya maka sektor yang memiliki keunggulan akan mempunyai prospek untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Dengan demikian akan dapat meningkatkan Output Regional dan efisiensi lokasi di daerah yang bersangkutan. (Ida, 2005 :1). Dari uraian diatas maka muncul beberapa pertanyaan : 1.

Subsektor industri pengolahan non migas mana yang merupakan subsektor basis di Provinsi Jawa Barat?

2.

Subsektor industri pengolahan non migas manakah yang paling memiliki potensi untuk lebih dikembangkan?

6

C. Tujuan Penelitian Atas dasar latar belakang dan permasalahan seperti dikemukakan diatas, maka penelitian ini dimaksudkan : 1.

Untuk menganalisis industri basis dari subsektor industri pengolahan non migas di Jawa Barat.

2.

Untuk menganalisis industri yang memiliki potensi untuk dikembangkan dari subsektor industri pengolahan non migas di Jawa Barat.

D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk : 1.

Untuk pemerintah a. Mengevaluasi arah kebijakan ekonomi pemerintah daerah, terutama dalam rangka perencanaan makro regional dalam menghadapi era otonomi daerah, khususnya di Provinsi Jawa Barat. b. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi para pemerintah daerah untuk penetapan kebijakan yang akan datang yang akan berkaitan dengan pembangunan regional.

2.

Untuk Akademisi a. Sebagai bahan penelitian berikutnya yang terkait.

3.

Untuk penulis a. Bagi penulis untuk mendapatkan pengembangan dan melatih diri dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh.

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Teori Pembangunan Ekonomi Ada beberapa definisi tentang pembangunan ekonomi. Diantaranya menurut Adam Smith dalam Suryana (2000:55), pembangunan ekonomi adalah proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi. Menurut Schumpeter pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis dan gradual, tetapi merupakan proses yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. (Suryana, 2000:5). Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional. Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi barangbarang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun. Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa ke masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. (Dini, 2007:14). Pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman dalam penelitian ini adalah didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil suatu masyarakat meningkat dalam waktu jangka panjang. (Sukirno, 1996:13). 8

2. Teori Pembangunan daerah Arsyad ( 2010:374 ), mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses. Proses yang dimaksud adalah proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Setiap pembangunan daerah memiliki tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah dan masyarakatnya harus secara bersamasama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah dengan partisipasi masyrakatnya dengan memanfaatkan sumberdayasumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. Pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, dari segi pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran pembangunan Nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang dilakukan di daerah. Pembangunan sektoral disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerah. Kedua, dari segi pembangunan wilayah yang meliputi perkotaan dan pedesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Ketiga, pembangunan daerah dilihat dari segi pemerintahan. Tujuan pembangunan daerah hanya dapat dicapai apabila pemerintahan daerah dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu pembangunan daerah merupakan suatu usaha mengembangkan 9

dan memperkuat pemerintahan daerah dalam rangka makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab (Sjafrizal : 2008). Dalam penelitian ini pembangunan daerah merupakan fungsi dari potensi tenaga kerja, sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, investasi modal, sarana dan prasarana pembangunan, transformasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pembiayaan dan pendanaan pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. (Dini, 2007:15). 3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Schumpeter dan Hicks dalam Jhingan (2002:4), ada perbedaan dalam istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Hicks mengemukakan masalah negara terbelakang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang tidak atau belum dipergunakan, kendati penggunanya telah cukup dikenal. Menurut Simon Kuznets dalam M.L Jhingan (2002:57) pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan suatu negara (daerah) untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud dengan adanya kenaikan output nasional secara terus-menerus yang disertai dengan

10

kemajuan teknologi serta adanya penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi yang dibutuhkannya . Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB pada satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB tahun sebelumnya (PDRB t-1).

Laju Pertumbuhan Ekonomi = PDRBt – PDRBt-1 x100% PDRBt-1 Menurut Arsyad (2010:270) Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor sebagai berikut : a. Akumulasi Modal, termasuk investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources), akan terjadi jika ada bagian dari pendapatan sekarang yang akan ditabung dan diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang. Akumulasi modal akan menambah sumberdaya-sumberdaya yang baru dan meningkatkan sumberdaya-sumberdaya yang ada. b. Pertumbuhan Penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi, namun kemampuan merangsang tergantung kepada kemampuan

sistem

ekonomi

yang

berlaku

dalam

menyerap

dan

memperkerjakan tenaga kerja secara produktif. c. Kemajuan Teknologi Menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya 11

yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan tradisional. 4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi du suatu daerah, yaitu kenaikan seluruh nilai tanbah (added value) yang terjadi di daerah tersebut. (Tarigan, 2005:49). Perhitungan pendapatan daerah pada awalnya dibuat pada harga berlaku, namun agar dapat melihat dari kurun waktu ke waktu berikutnya harus dinyatakan dengan nilai riil, artinya dinyatakan dalam nilai konstan. Pendapatan daerah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu daerah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di daerah tersebut oleh seberapa besar terjadinya transfer payment , yaitu bagian pendapatan yang mengalir keluar daerah atau mendapat aliran dari luar daerah. (Dini, 2007:20). Terdapat beberapa teori pertumbuhan ekonomi daerah, yaitu sebagai berikut : a. Teori Ekonomi Klasik Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan yang seluasluasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi yang terbaik untuk dilakukan. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi, membawa ekonomi kepada kondisi full employment dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stasioner. Sementara peranan pemerintah adalah

12

menjamin keamanan dan ketertiban serta member kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi. (Tarigan, 2005:47). b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik Teori pertumbuhan ekonomi ini dikembangkan oleh Robert Solow dan Trevor Swan. Menurut teori Solow-Swan, pertumbuhan ekonomi tergantung pada ketersediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi (technological progress). Pandangan ini didasarkan analisis klasik, bahwa perekonomian akan tetap mengalami pengerjaan penuh (full utilization) dan faktor-faktor produksinya. (Arsyad, 2010:88). c. Teori Harrod-Domar dalam sistem Regional Teori pertumbuhan yang dikembangkan oleh Evsey Domar dan sir Roy F.Harrod. Pada hakikatnya teori Harrod-Domar merupakan pengembangan dari teori makro Keynes. Keynes dianggap tidak lengkap karena tidak mengungkapkan masalah-masalah ekonomi dalam jangka panjang. Dengan kata lain teori ini berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dengan mantap (steady growth). Menurut teori HarrodDommar, pembentukan modal merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal tersebut dapat diperoleh melalui proses akumulasi tabungan. Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi yaitu: 1.

Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal dalam masyarakat digunakan secara penuh.

13

2.

Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga daan sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada.

3.

Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan di mulai dengan titik nol.

4.

Kecendrungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save = MPS) besarnya tetap, demikian jugarasio antara modal-output (capital output ratio=COR) dan rasio pertambahan modal-output (incremental capital-output ratio=ICOR). Arsyad (2010:84). Atas dasar asumsi-asumsi tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan

menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut : g = k= n, Dimana : g = Growth (tingkat pertumbuhan output) k = Capital (tingkat pertumbuhan modal) n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja Agar terjadi keseimbangan antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (rasio modal output). Tarigan ( 2005:49). d. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat yang Disinergikan Dalam Tarigan (2007:55) dijelaskan bahwa teori pertumbuhan jalur cepat (Turnpike) diperkenalkan oleh Samuelson (1955). Setiap negara/wilayah perlu 14

melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian yang cukup besar. Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar yang lebih luas. Perkembangan struktur tersebut akan mendorong sektor lain untuk turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sektor-sektor adalah membuat sektorsektor saling terkait dan saling mendukung sehingga pertumbuhan sektor yang satu mendorong pertumbuhan sektor yang lain, begitu juga sebaliknya. Menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya dengan sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat. e. Teori Basis Ekonomi Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat 15

endogenous (tidak bebas tumbuh), pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan. (Tarigan, 2007:55). Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis, Richardson (1977:14). Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis. Sebaliknya berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah, sehingga akan menyebabkan turunnya permintaan produk dari aktivitas non basis. Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk kemudian diekspor, sehingga akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja. (Arsyad, 2010:367). Asumsi tersebut

memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan

mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor. Untuk menganalisis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim adalah kuosien lokasi (Location Quotient) disingkat LQ. Pada LQ dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektorsektor basis atau unggulan. Dalam tekhnik LQ berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah, misalnya kesempatan kerja dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). 16

1) Model Pertumbuhan Interregional (perluasan dari teori basis) Model ini merupakan perluasan dari teori basis ekspor, yaitu dengan menambah faktor-faktor yang bersifat eksogen. Selain itu model basis ekspor hanya membahas daerah tersebut tanpa memperhatikan daerah tetangga. Model ini memasukan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya maka dinamakan model interregional. Dalam model ini diasumsikan bahwa selain ekspor pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu terikat pada sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan erat. (Tarigan, 2007:58). Teori basis merupakan bentuk model pendapatan yang paling sederhana dan dapat bermanfaat sebagai sarana untuk memperjelas struktur daerah yang bersangkutan, selain itu teori ini juga memberikan landasan yang kuat bagi studi pendapatan regional dan juga dapat digunakan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong pertumbuhan wilayah. Terdapat beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan potensi relatif perekonomian suatu wilayah, sebagai berikut: a) Analisis Shift Share (SS) Analisis Shift Share (SS) merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingnkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini sendiri adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkanya dengan daerah yang lebih besar (region/nasional).

17

Analisis SS, memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain yitu: (1) Pertambahan Ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan. (2) Pergeseran Proposional merupakan perbedaan antara pertumbuhan daerah dengan menggunakan pertumbuhan nasional sektoral dan pertumbahan daerah dengan menggunakan pertumbuhan nasional. Daerah dapat tumbuh lebih cepat/lebih lambat dari rata-rata nasional jika mempunyai sektor atau industri yang tumbuh lebih cepat/lambat dari nasional. Dengan demikian, perbedaan laju pertumbuhan dengan nasional disebabkan oleh komposisi sektor yang berbeda. (3) Pergeseran Diferensial, digunakan untuk menentukan seberapa jauh daya asing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan. b) Location Quotient (LQ) Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan adalah kuosien lokasi (Location Quotient, LQ). Location Quotient digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektorsektor basis atau unggulan (leading sectors). Dalam analisis ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : (1) Sektor Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun diluar daerah yang bersangkutan. (2) Sektor Non Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri. 18

Dasar pemikiran analisis ini adalah teori economic base yang intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang barang dan jasa-jasa untuk pasar di daerah maupun diluar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan terjadinya kenaikan konsumsi dan investasi di daerah tersebut, dan pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap sektor basis, tetapi juga menaikan permintaan akan sektor non basis. Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada sektor yang bersangkutan sehingga investasi modal dalam sektor non basis merupakan investasi yang didorong sebagai akibat dari kenaikan sektor basis. 5. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Badan Pusat Statistik (2002:3) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau yang lebih dikenal dengan istilah Pendapatan Regional (Regional Income) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah dari kegiatan ekonomi disuatu wilayah. Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode langsung dan tidak langsung (alokasi). 1. Metode langsung Metode langsung ini dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran.

19

Seperti sudah disebutkan diatas, penghitungan PDRB secara langsung bisa dihitung dengan cara: a. Pendekatan Produksi, yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai tambah di suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian selama satu tahun. b. Pendekatan Pendapatan, adalah pendekatan yang dilakukan dengan menjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi, meliputi: 1. Upah/gaji (balas jasa faktor produksi tenaga kerja) 2. Sewa tanah (balas jasa faktor produksi tanah) 3. Bunga modal (balas jasa faktor produksi modal) 4. Keuntungan (balas jasa faktor produksi wiraswasta/skill) c. Pendekatan

Pengeluaran,

adalah

model

pendekatan

dengan

cara

menjumlahkan nilai permintaan akhir dari seluruh barang dan jasa, yaitu: 1. Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga, lembaga swasta yang tidak mencari untung (nirlaba) dan pemerintah. 2. Barang dan jasa yang digunakan untuk membentuk modal tetap bruto. 3. Barang dan jasa yang digunakan sebagai stok dan ekspor netto. Dengan menggunakan metode tidak langsung (Metode Alokasi), model pendekatan ini digunakan karena kadang-kadang dengan data yang tersedia tidak memungkinkan untuk mengadakan penghitungan Pendapatan Regional dengan menggunakan metode langsung seperti tiga cara di atas, sehingga dipakai metode alokasi atau metode tidak langsung.

20

PDRB disajikan dalam dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan, PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahunya. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga pada suatu tahun tertentu (tahun dasar), dalam penelitian ini, penghitungan yang digunakan adalah tahun 2000 sebagai tahun dasar. Penghitungan Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan, bisa dihitung dengan empat cara. Yaitu : 1. Revaluasi. Yaitu dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar 2000. Hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan 2000. Selanjutnya nilai tambah bruto atas dasar harga konstan, diperoleh dari elisih antara output dan biaya antara perhitungan di atas. 2. Ekstrapolasi. Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan 2000diperoleh dengan mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 2000 dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan atau indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya, yang dianggap dengan jenis kegiatan yang dihitung. 3. Deflasi. Nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga yang berlaku masing-masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakansebagai deflator biasanya 21

merupakan indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan besar dan sebagainya. 4. Deflasi berganda. Dalam deflasi berganda ini, yang di deflasi adalah output dan biaya antaranya, sedamgkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk perhitungan output atas dasar harga konstan biasanya merupakan indeks harga produsen atau indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar. 6. Konsep dan Definisi Sektor Industri Pengolahan Non Migas Industri pengolahan non migas atau disebut juga dengan industri manufaktur adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengubah bahan dasar dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau barang setengah jadi atau barang yang kurang nilainya menjadi lebih tinggi nilainya dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. (Badan Pusat Statistik, 2007). Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa sudut tinjauan atau beberapa pendekatan. Di Indonesia industri dikelompokkan berdasarkan komoditas, skala usaha ataupun arus produknya. Penggolongan yang paling universal adalah berdasarkan International Standard of Industrial Classification (ISIC), yaitu secara komoditas. Industri Pengolahan Bukan Migas, subsektornya dibedakan mencapai 9 kegiatan utama dan disajikan menurut dua dijit kode Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI), yaitu:

industri makanan,

minuman dan tembakau (31), industri tekstil, barang kulit dan alas kaki (32), 22

industri barang kayu dan hasil hutan lainnya (33), industri kertas dan barang cetakan (34), industri pupuk, kimia dan barang dari karet (35), industri semen dan barang galian bukan logam(36), industri logam dasar besi dan baja (37), industri alat angkutan, mesin dan peralatannya (38), dan industri barang lainnya (39). Pada seri tahun dasar 2000, industri pengolahan bukan migas dibedakan atas dua bagian berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat, yaitu : industri besar dan sedang/IBS (tenaga kerja ≥ 20 orang), serta industri kecil dan rumah tangga /IKKR (tenaga kerja 1-19). Industri besar dan sedang metode penghitungannya menggunakan pendekatan produksi, yaitu output dihitung lebih dahulu, kemudian dikali dengan rasio NTB diperoleh nilai tambah brutonya. Pada prinsipnya, metode estimasi yang digunakan untuk penghitungan output maupun NTB, baik pada seri lama (1993 = 100) tidak berbeda, yaitu menggunakan cara ekstrapolasi untuk menghitung nilai atas dasar harga konstan, dan cara inflasi untuk menghitung nilai atas harga berlaku Bukan Migas. Perbedaannya terletak pada jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan industri tersebut. Suatu perusahaan dikatakan sebagai IKKR jika tenaga kerjanya berjumlah 1-19 orang. Dengan adanya pergeseran tahun dasar dari 1993 ke 2000, serta penyempurnaan yang berkaitan dengan kelengkapan data pendukung, maka metode penghitungan output dan NTB untuk kegiatan subsektor ini juga diperbaiki dengan menggunakan pendekatan tenaga kerja yang dihitung secara rinci menurut kegiatan industri yang dikelompokkan dalam tiga digit KLUI dan disesuaikan dengan hasil survey Usaha Terintegritas (SUSI), BPS. Data indeks produksi dari Sub-Direktorat Statistik Industri BPS, dan 23

data harga IHPB untuk komoditi industri bukan migas diperoleh dari Subdirektorat Statistik Harga Perdagangan Besar BPS. Sedangkan untuk keperluan pengembangan sektor industri itu sendiri berkaitan dengan administrasi departemen perindustrian dan perdagangan, digolongkan berdasarkan arus produk, yaitu industri hulu yang terdiri dari industri kimia dasar dan industri mesin, logam dasar dan elektronika. Industri hilir yang terdiri dari aneka industri dan industri kecil. (BPS Jawa Barat, 2007).

B. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang sektor basis pernah dilakukan oleh Azhar, Syarifah Lies Fuaidah dan M. Nassir Abdussamad dengan judul penelitian Analisis Sektor Basis dan Non Basis di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan tahun analisis dari tahun 1992-2001. Penelitian ini memakai data PNB (Produk Nasional Bruto) dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan variabel yang dikaji total produksi yang dihasilkan dari tiap sektor dalam jutaan rupiah. Alat analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ). Hasil dari penelitian tersebut, bahwa terdapat tiga sektor basis di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Sementara enam sektor yang lainnya menjadi sektor non basis. Ida Nuraini (2005) dalam jurnal yang berjudul Analisis potensi sektor manufaktur di Kabupaten Malang, dengan variabel analisis subsektor-subsektor industri pengolahan non migas dasn menggunakan alat analisis LQ, Shift Share, 24

dan Tipology Klassen, diperoleh hasil bahwa Kabupaten Malang mempunyai keunggulan komparatif untuk jenis industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri semen dan barang galian bukan logam, industri alat angkutan, mesin, dan peralatan. Jenis industri yang potensi untuk dikembangkan adalah

industri

makanan, minuman, dan tembakau. Bernadette Robiani (2007) dengan judul Kinerja Pembangunan Ekonomi Sumatera Selatan, yang menjelaskan kinerja pembangunan ekonomi di Sumatera Selatan pada periode 2002-2006. Dengan menggunakan variabel pertumbuhan ekonomi, kontribusi sektor sektor kompetitif, dan aktivitas perusahaan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik. Dengan menggunakan alat analisis LQ (Location Quatient) Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi menunjukkkan peningkatan dengan laju pertumbuhan tertinggi ada di sektor transportasi dan komunikasi. Kontribusi sektor terhadap PDRB yang terbesar dari sektor pertambangandan penggalian, meskipun laju pertumbuhannya terendah. Sektor yang kompetitif adalah sektor pertanian, pertambangan dan penggalian serta sektor transportasi dan komunikasi. Laju pertumbuhan ekonomi di Sumsel masih didominasi oleh sektor perdagangan dan ritel dengan jumlah perusahaan terbesar ada di skala usaha mikro dengan dominasi lokasi di Kabupaten OKU dan Palembang dengan penyerapan tenaga kerja terbesar di kota Palembang. Selanjutnya penelitian dilakukan oleh Ade Indah Sari (2008) dengan judul Identifikasi Sektor Basis Dalam Perencanaan Pembangunan Ekonomi Untuk Mendorong Pengembangan Wilayah Kota Tebing Tinggi. Data yang digunakan 25

adalah jenis data sekunder. Bentuk penelitian ini adalah deskriptif. Variabel yang diteliti adalah PDRB, Jumlah tenaga kerja, potensi wilayah, dan lain-lain. Alat analisis yang digunakan adalah LQ (Location Quotient) dan untuk melihat peran sektor industri dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja pada kota tebing digunakan analisa surplus pendapatan dan tenaga kerja. Untuk menganalisa angka pengganda pendapatan dan angka pengganda tenaga kerja digunakan analisa angka pengganda. Hasil yang didapat dari penghitungan LQ (Location Quotient) berdasarkan

indikator

PDRB

dengan

indikator

LQ<1,

maka

industri

(besar/sedang) merupakan sektor non basis, sedangkan nilai LQ sektor industri di kota Tebing berdasarkan indikator tenaga kerja (angkatan kerja) dengan indikator LQ>1, artinya sektor industri (besar/sedang) merupakan sektor basis. Sektor industri (besar/sedang) memberikan peranan yang cukup besar dalam peningkatan pendapatan masyarakat jika dilihat dari analisa surplus pendapatan dan angka pengganda pendapatan, sangat disayangkan peranan ini efeknya jatuh pada daerah asal import. Sektor industri (besar/sedang) memberikan peranan yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja jika dilihat dari analisa surplus tenaga kerja dan angka pengganda pendapatan. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Dr. Mohammad Mukhyi (2008) dengan judul Analisis Peranan Subsektor Pertanian dan Sektor Unggulan terhadap Pembangunan Kawasan Ekonomi Provinsi Jawa Barat : Pendekatan Analisis IRIO. Dalam penelitian ini analisis shift share digunakan untuk mencari sektor yang mempunyai konstribusi pada wilayah analisis serta untuk mengetahui 26

apakah sektor pertanian mempunyai konstribusi terhadap perekonomian serta memiliki keterkaitan dan Analisis I-O interregional bertujuan untuk mengetahui keterkaitan perekonomian wilayah analisis dengan wilayah sekitar baik keterkaitan kedepan maupun keterkaitan kebelakang. Sedangkan dengan location quotient dalam penelitian ini digunakan untuk mencari keunggulan kompetitif. Penelitian menggunakan data PDRB dan PDB serta Tabel I-O Interregional wilayah analisis. Pada Provinsi Jawa Barat yang mempunyai konstribusi terbesar adalah sektor perdagangan, industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian. Sementara yang memiliki nilai multiplier besar terhadap perekonomian secara nasional sesuai dengan sektor unggulan diprovinsi Jawa Barat adalah subsektor perternakan, sedangkan hasil dari analisis IRIO sektor dan subsektor unggulan Provinsi Jawa Barat adalah sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ropingi (2004) dalam Jurnalnya yang berjudul Aplikasi Analisis Shift Share Esteban-Marquillas Pada Sektor Pertanian di Kabupaten Boyolali. Jurnal ini berisi Efek alokasi adalah komponen dalam shift share yang menunjukkan apakah suatu daerah terspesialisasi dengan sektor perekonomian yang ada dimana akan diperoleh keunggulan kompetitif. Semakin besar nilai efek alokasi semakin baik pendapatan atau kesempatan kerja didistribusikan diantara sektor perekonomian dengan keunggulan masing-masing Berdasarkan efek alokasi tersebut terlihat bahwa sektor perekonomian di Kabupaten Boyolali mempunyai alokasi PDRB yang baik untuk setiap sektor perekonomian yang ada. Hal ini bisa dilihat dari nilai total efek alokasi yang 27

bernilai positif yang berarti semakin baik PDRB didistribusikan di antara sektorsektor yang berbeda sesuai dengan kelebihan masing-masing sektor tersebut. Dilihat dari distribusi per sektor ternyata sektor industri pengolahan mendapatkan keuntungan yang paling tinggi yaitu sebesar Rp 12925941.97 ribu disusul sektor penggalian dan pertambangan sebesar Rp 1916219.28 ribu, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp 1679104.66 ribu dan sektor pertanian sebesar Rp 1404329.40 ribu. Ternyata sektor petanian di Kabupaten Boyolali berdarkan nilai efek alokasi yang positif berarti sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai potensi sebagai penyumbang pendapatan daerah Kabupaten Boyolali. Spesialisasi sektor pertanian yang terjadi di Kabupaten Boyolali ini disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah daerah yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor prioritas/unggulan untuk menopang pembangunan wilayah bersangkutan. Hal ini diperkuat dengan relatif masih tingginya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Boyolali selama lima tahun terakhir dengan rata-rata 32.10 persen. Selanjutnya ada jurnal dari Stanislav Ivanov dan Craig Webster (2010) dengan judul Decomposition of Economic growth in Bulgaria by Industry. Data yang digunakan adalah nilai tambah bruto oleh industri dalam harga berlaku dan harga konstan dari tahun sebelumnya (ukurandi Bulgaria per 31 Desember dari tahun yang bersangkutan) yang diperoleh dari Statistical of Bulgarian National Statistics Institute.Metode yang dipakai adalah decomposition methodology (metodologi dekomposisi) yang dikembangkan oleh Ivanov. Dalam jurnalnya Ivanov dan Webster mengeneralisasikan metode dekomposisi ini untuk setiap 28

jenis industri dan penggunaannya untuk perbandingan. Hasilnya industri yang paling efektif menurut analisis tersebut adalah industri manufaktur yang menempati urutan pertama di setiap tahunnya kecuali tahun 2004, dan perdagangan yang kedua. Sektor yang efektif adalah sektor perdaganan. Kontruksi atau bangunan adalah contoh yang sektor yang pertumbuhannya membaik atau maju. Alasan untuk ini adalah perkembangan konstruksi di kota-kota besar di Bulgaria. Di sisi yang lain, pertanian, pemburuan, perhutanan, perikanan dan penggalian berada di tiga peringkat terbawah. Perbedaan penelitian ini dari jurnal dengan judul Analisis Sektor Basis dan Non Basis di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan tahun analisis dari tahun 1992-2001, oleh Azhar, Syarifah Lies Fuaidah dan M. Nassir Abdussamad adalah dari tahun analisis dan daerah analisis. Persamaannya dengan penelitian ini adalah variabel yang dipakai yaitu GNP dan PDRB dan alat analisis LQ (Location Quotient). Dari jurnal Kinerja Pembangunan Sumatera Selatan (2007) adalah dari variabel yang dipakai dalam jurnal Kinerja Pembangunan Sumatera Selatan ini adalah Kontribusi sektor, Sektor Kompetitif, Aktivitas Perusahaan, daerah analisis dan tahun analisis. Persamaannya dengan penelitian ini adalah alat analisis yaitu dengan menggunakan LQ (Location Quotient) dan data yang dipakai yaitu PDRB. Perbedaan dari penelitian terdahulu adalah dari beberapa jurnal ada tahun penelitian, daerah penelitian, dan data yang digunakan.Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, adalah alat analisis yang sama-sama menggunakan LQ, Shift Share, dan Tipologi.

29

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Judul Analisis Sektor Basis dan Non Basis di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan tahun analisis dari tahun 1992-2001

Peneliti Azhar, Syarifah Lies Fuaidah dan M. Nassir Abdussamad

Variabel PNB, PDRB Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (dilihat dari total produksi yang dihasilkan tiap sektor dalam juta rupiah)

Metode Analisis LQ (Location Quotient )

Kinerja Pembangunan Sumatera Selatan 2007

Bernadette Robiani

Pertumbuhan Ekonomi, Kontribusi sektor, Sektor Kompetitif, Aktivitas Perusahaan

Location Quatient( LQ)

Hasil Hasil dari penelitian tersebut, bahwa terdapat tiga sektor basis di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Sementara enam sektor yang lainnya menjadi sektor non basis Pertumbuhan ekonomi menunjukkan peningkatan dengan laju tertinggi ada di sektor transportasi dan komunikasi. Kontribusi sektor terhadap PDRB yang terbesar dari sektor pertambangan dan penggalian. Sektor yang kompetitif adalah sektor pertanian, pertambangan dan penggalian serta sektor transportasi dan komunikasi..

8 30

Ade Indah Sari (2008)

Identifikasi Sektor Basis Dalam Perencanaan Pembangunan Ekonomi Untuk Mendorong Pengembangan Wilayah Kota Tebing Tinggi

PDRB, Jumlah LQ (Location tenaga kerja, potensi Quotient), analisa wilayah, dan lainsurplus pendapatan lain. dan tenaga kerja, analisa angka pengganda

Ida Nuraini (2005)

Analisis Potensi Sektor Manufaktur di Kabupaten Malang

PDRB Kabupaten Malang subsektor industri manufaktur

LQ, Shift Share, Tipology Klassen

Hasil LQ dari indikator PDRB, bahwa industri (besar/sedang) adalah sektor non basis. Hasil LQ dari indikator angkatan kerja bahwa industri (besar/sedang) adalah sektor basis, sektor industri (besar/sedang)memiliki peningkatan pendapatan masyarakat dilihat dari analisa surplus pendapatan dan angka pengganda pendapatan.dari analisa surplus tenaga kerja dan angka pengganda pendapatan sektor industri(besar/sedang)memiliki peranan yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja mempunyai keunggulan komparatif untuk jenis industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri semen dan barang galian bukan logam, industri alat angkutan, mesin, dan peralatan. Jenis industri yang potensi dikembangkan adalah industri makanan, minuman, dan tembakau.

319

Analisis Peranan Subsektor Pertanian dan Sektor Unggulan terhadap Pembangunan Kawasan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Pendekatan IRIO

DR. Mohammad Mukhti

Aplikasi Analisis Shift Ropingi Share EstebanMarquillas pada Sektor Pertanian di Kab. Boyolali 2004

PDRB dan PDB

Analisis Shift Share, IRIO, LQ (Location Quotient)

PDRB

Shift Share Esteban Marquillas

Sektor yang memiliki kontribusi besar untuk PDRB Jawa Barat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian. Sedangkan hasil dari analisis IRIO sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Berdasarkan nilai efek alokasi sektor perekonomian di Boyolali memiliki dua sektor unggulan, keunggulan sektor kompetitif dan tidak terspesialisasi dan dua tidak memiliki keunggulan kompetitif dan tidak terspesialisasi kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Kab. Boyolali memiliki dua sektordilihat dari pengganda pendapatan selama tahun 199832 10

2002 cenderung meningkat.

Decomposition of Economic Growth in Bulgaria by Industry 2010

Stanislav Ivanov dan Craig Webster

GDP (PDB)

Metodologi decomposition

Hasilnya industri yang paling efektif menurut analisis tersebut adalah industri manufaktur dan diikuti oleh sektor perdagangan, sementara sektor pertanian, perburuan, kehutana, perikanan dan pertambangan berada di peringkst tiga terbawah.

3311

C. Kerangka Pemikiran Teoritis Peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan serangkaian usaha kebijaksanaan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup

masyarakat,

memperluas

kesempatan

kerja,

meratakan

distribusi

pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi antar wilayah di dalam region maupun antar region dan mengembangkan ekonomi secara sektoral maupun atar lintas sektoral yang lebih menguntungkan didukung dengan strategi peningkatan sumber daya manusia Indonesia. Pertumbuhan suatu daerah terjadi sebagai akibat adanya permintaan barang dan jasa tertentu terhadap suatu daerah oleh daerah lainnya. Upaya memenuhi permintaan ekspor tersebut dengan menggerakkan potensi ekonomi dan sistem produksi lokal akan memberikan pertumbuhan ekonomi bagi daerah yang bersangkutan. Semakin tinggi permintaan luar daerah dapat dipenuhi berarti semakin tinggi pula aktivitas perekonomian lokal dan pertumbuhan ekonominya.

36 34

Gambar 2.1 Kerangka berpikir Analisis Potensi Ekonomi Sektor Industri Pengolahan Non Migas Di Provinsi Jawa Barat tahun 2005 -2009 PDB Indonesia Sektor Industri Pengolahan Non Migas

PDRB Provinsi Jawa Barat Sektor Industri Pengolahan Non Migas

subsektor industri pengolahan non migas: 1. Industri makanan,minuman &tembakau 2. Industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki 3. Industri kayu dan barang kayu lainnya 4. Industri kertas dan barang cetakan 5. Industri pupuk,kimia dan barang dari karet 6. Industri semen dan barang galian 7. Industri logam dasar, besi dan baja 8. Industri alat angkutan,mesin dan peralatannya 9. Industri barang lainnya Analisis Data 1. Location Quatient (LQ) 2. Shift Share 3. Tipologi Sektoral Pertumbuhan Ekonomi

D. Hipotesis Penelitian Hipotesis pada dasarnya merupakan proposisi atau anggapan yang mungkin benar dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. (Supranto, 2009:124). Pertimbangan penelitian terhadap diperlukanya hipotesis untuk digunakan atau tidak tergantung pada jenis penelitian karena tidak semua penelitian dapat menggunakan hipotesis bahkan desain hipotesis juga bisa berbeda-beda, 36 35

keberadaan hipotesis tidak diperlukan karena pada penelitian termasuk dalam katagori penelitian yang menggunakan data ataupun variabel yang menunjukan gejala-gejala rumit dan sukar dibangun secara kuantitatif, maka hipotesis yang dibangun hanya harus dalam berbentuk yang lebih verbal. (Bungin, 2010:74). Selain pada penelitian kuantitatif deskriptif penggunaan hipotesis tidak lebih penting seperti yang dilakukan pada penelitian kuantitatif eksplanatif. Hal ini disebabkan karena kuantitatif deskriptif tidak bertujuan untuk menguju hipotesis tetapi hanya mendeskripsikan ataupun sekedar mengidentisifikasi data. Akan tetapi penggunaan hipotesis pada penelitian kuantitatif deskriptif bukan tidak diperbolehkan akan tetapi tidak lebih penting, seperti halnya pada penelitian ini penggunaan hipotesis deskriptif tetap berfungsi untuk mengetahui dugaan sementara tentang bagaimana peristiwa-peristiwa atau variabel-variabel tersebut terjadi. Berikut adalah hipotesis dalam penelitian ini: 1. Terdapat subsektor industri pengolahan non migas basis di Provinsi Jawa Barat. 2. Terdapat subsektor industri pengolahan non migas yang potensial yang

mampu menunjang pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat.

36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dyang menggunakan data runtun waktu (time series). Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi di Provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan bahwa Industri pengolahan non migas di Provinsi ini adalah salah satu penyumbang terbesar dalam kontribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat itu sendiri. Ruang lingkup waktu yang dipakai 2005 hingga 2009 yang bertujuan untuk menganalisis potensi ekonomi di Provinsi Jawa Barat.

B. Metode Penentuan Sampel Dalam penelitian ini tidak diperlukan sampel. Karena keseluruhan objek penelitian dapat dijangkau oleh peneliti. Populasi yang diteliti adalah sektor industri pengolahan non migas berdasarkan barang komoditasnya, yaitu: industri makanan, minuman dan tembakau, industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, industri barang kayu dan hasil hutan lainnya, industri kertas dan barang cetakan, industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri semen dan barang galian bukan logam, industri logam dasar, besi dan baja, industri alat angkutan, mesin dan peralatannya, dan industri barang lainnya.

37

C. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data penelitian yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan menurut Bungin (2010:122). Data sekunder penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data-data tersebut adalah: 1. PDRB Provinsi Jawa Barat Sektor industri pengolahan non migas atas dasar harga konstan 2000, data ini digunakan untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan ekonomi sektor industri pengolahan non migas serta analisis sektor basis dan non basis ekonomi. Data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat. 2. PDB Indonesia Sektor industri pengolahan non migas atas dasar harga konstan 2000, data ini digunakan sebagai data perbandingan dari PDRB. Data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) pusat.

D. Metode Analisis Data Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan maka metode penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif, yaitu dimana data yang digunakan dalam penelitian berbentuk angka. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau beberapa variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi, kemudian mengangkat kepermukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tersebut dalam Bungin (2010:36).

38

Untuk mengetahui industri-industri yang mendukung dari sektor industri pengolahan non migas apa yang menjadi basis dan non-basis terhadap Pendapatan Domestik regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat. Untuk menguji apakah ada pengaruh subsektor – subsektor perekonomian serta potensi penunjang pertumbuhan ekonomi terhadap PDRB di Provinsi Jawa Barat dengan metode, Location Quotient, Shift Share, dan tipologi sektoral. 1. Location Quotient (LQ) A.

Analisis LQ Location Quotient atau disingkat LQ, merupakan suatu pendekatan tidak

langsung yang digunakan untuk mengukur kinerja basis ekonomi suatu daerah, artinya bahwa analisis itu digunakan untuk melakukan pengujian sektor-sektor ekonomi yang termasuk dalam sektor unggulan. Arsyad (2010:390). Arsyad (2010:391), menjelaskan bahwah dalam teknik LQ ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi ke dalam dua golongan, yaitu : 1. Sektor basis adalah sektor ekonomi yang mampu untuk memenuhi kebutuhan baik pasar domestik maupun pasar luar daerah. Artinya sektor ini dalam aktivitasnya mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri maupun daerah lain dan dapat dijadikan sektor unggulan. 2. Sektor non basis merupakan sektor ekonomi yang hanya mampu memenuhi kebutuhan daerah itu sendiri, sektor seperti ini dikenal sebagai sektor non unggulan. Rumusan LQ menurut Tarigan (2005:82), dalam penentuan sektor basis dan non basis, dinyatakan dalam persamaan berikut: 39

JBi / JB LQ = Ni / N

Catatan : Simbol PDRB (PDRB Wilayah) dan PNB (PDB Indonesia) dalam buku asli, diganti dengan JB untuk PDRB Wilayah dan N untuk PDB Nasional. Dimana: LQ = Nilai Location Quotient (LQ). JBi = Produksi subsektor i industri pengolahan non migas di Daerah analisis pada tahun tertentu. JB = Total PDRB Sektor industri pengolahan non migas Daerah analisis. Ni = Produksi subsektor i industri pengolahan non migas daerah analisis pada tahun tertentu. N = Total PDB Indonesia Sektor Industri pengolahan non migas. Sektor basis/spesialisasi mengacu kepada sektor ekonomi disuatu wilayah, dimana suatu wilayah dikatakan memiliki spesialisasi jika wilayah tersebut mengembangkan suatu sektor ekonomi sehingga pertumbuhan maupun andil sektor tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan sektor yang sama pada daerah lainya, spesialisasi juga tercipta akibat potensi sumber daya alam yang besar maupun peranan permintaan pasar yang besar terhadap output-output lokal. Seperti kriteria pengukuran oleh Bandavid-Val dalam Nahrawi ( 2004 :37) dalam Muhammadinah ( 2010 :6) maka nilai LQ memiliki arti: 1. Jika nilai LQ suatu sektor >1 maka sektor tersebut dapat dikatakan sebagai sektor basis/unggulan, sehingga perekonomian disuatu Provinsi memiliki 40

kesempatan lebih besar untuk memenuhi kebutuhan daerah akan produkproduk dengan sektor sendiri. 2. Jika nilai LQ suatu sektor <1 maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis atau unggulan, sehingga dapat dikatakan Provinsi tersebut kekurangan produk atas sektor tersebut dan harus mendatangkan dari daerah lain. 3. Jika nilai LQ suatu sektor =1 maka sektor tersebut mempunyai kontribusi hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri tanpa mampu memenuhi permintaan akan sektor tersebut dari luar. Derajat spesialisasi/sektor basis tidak dapat bernilai negatif, ini terlihat dari rumus LQ sendiri yang menunjukan pencarian rasio yaitu mencari perbandingan sektor yang lebih unggul bukan mencari selisih dari sektor tersebut. Beberapa kelemahan Metode LQ dalam Arsyad (2010:392) adalah : 1. Berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola permintaan bangsa dan bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sama dengan produktivitas tiap pekerja dalam industriindustri Nasional. Berasumsi bahwa tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi. Ada beberapa keunggulan dari metode LQ, antara lain : 1. Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung 2. Metode LQ sederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data historis untuk mengetahui trend.

41

2. Shift Share Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah, membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (regional/nasional) serta mempengaruhi pertumbuhan melalui jumlah output-nya. Jika output bertambah, maka daerah itu akan mengalami pertumbuhan. Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam tiga bidang yang saling berhubungan satu sama lain (Arsyad, 2010:390) yaitu: (a) Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan kesempatankerja agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang jadi acuan. (b) Pergeseran proporsional (proportional shift) mengukur perubahan relatif, pertumbuhan

atau

penurunan,

pada

daerah

dibandingkan

dengan

perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan perekonomian yang dijadikan acuan. (c) Pergeseran diferensial (differential shift) membantu kita dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Oleh karena itu, jika pergeseran diferensial dari suatu industri adalah positif, maka industri tersebut lebih tinggi daya saingnya dibandingkan dengan industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan. Menurut Glasson (1977), kedua komponen shift—yaitu Sp dan Sd— memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan 42

internal: Sp merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara Nasional, sedangkan Sd adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan. Menurut Glasson (1990:95) dalam Dini (2007:45), metode analisis Shift Share yang merupakan alat untuk menghitung, menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah ini diawali dengan formulasi: G

= Yjt - Yjo = ∑ (Nj+Pj+Dj) = Yjo (Yt / Yo) – Yjo

Nj

(P + D)j = Yjt – (Yt / Yo) Yjo Pj

= Σi [(Yit / Yio) – (Yt / Yo)] Yijo

Dj

= Σt [ Yijt – (Yit / Yio) Yijo] = (P + D)j – Pj Dimana: Gj = Pertumbuhan PDRB Total Provinsi Jawa Barat Nj

= Komponen Share

(P + D)j = Komponen Net Shift Pj

= Proportional Shift Provinsi Jawa Barat

Dj

= Differential Shift Provinsi Jawa Barat

Yj

= PDRB Total Jawa Barat

Y

= PDB Total Nasional

o,t

= Periode awal dan Periode akhir

i

= Subskripsi sektor pada PDRB

43

Catatan: Simbol E (tenaga kerja) dalam buku asli, diganti dengan simbol Y (PDRB) karena data yang diteliti adalah PDRB. Jika Pj > 0, maka provinsi analisis akan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat nasional tumbuh lebih cepat. Sebaliknya jika Pj < 0, maka provinsi analisis akan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat nasional tumbuh lebih lambat. Bila Dj > 0, maka pertumbuhan sektor i di provinsi analisis lebih cepat dari pertumbuhan sektor yang sama di nasional

dan bila Dj < 0, maka

pertumbuhan sektor i di provinsi analisis relatif lebih lambat dari pertumbuhan sektor yang sama di nasional. Apabila nilai Pj maupun Dj bernilai positif, menunjukkan bahwa sektor yang bersangkutan dalam perekonomian di daerah menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan. Sebaliknya bilai nilainya negatif menunjukkan bahwa sektor tersebut dalam perekonomian masih memungkinakan untuk diperbaiki dengan membandingkannya terhadap struktur perekonomian provinsi (Harry W. Richardson : 1978) . Untuk sektor-sektor yang memiliki differential shift yang positif maka sektor tersebut memiliki keunggulan dalam arti komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Dan untuk sektor-sektor yang memiliki proportional shift positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban. Pengaruh pertumbuhan ekonomi Nasional disebut pengaruh pangsa (share). Pertumbuhan atau perubahan perekonomian suatu daerah dianalisis dengan melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi Nasional terhadap variable regional 44

sektor/industri menggambarkan

daerah

yang

peranan

diamati.

Nasional

Hasil yang

perhitungan mempengaruhi

tersebut

akan

pertumbuhan

perekonomian daerah. Diharapkan bahwa apabila suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi maka akan berdampak positif terhadap perekonomian daerah. Secara umum nilai Pj dan Dj tidak dapat bernilai sama dengan nol, hal ini disebabkan nilai sama dengan nol menunjukan bahwa pertumbuhan total PDRB sektor pada daerah tersebut tidak mempunyai nilai atau sama dengan nol, hal ini kemungkinan terjadinya sangat kecil karena total PDRB sektor yang bernilai nol menunjukan bahwa tidak terjadi pertumbuhan pada sektor daerah tersebut dan tidak adanya penghitungan oleh pemerintah daerah mengenai distribusi sektor terhadap daerahnya. Apabila total PDRB sektor daerah tersebut bernilai negatif, hal itu menunjukan bahwa sektor pada daerah tersebut mengalami kebangkrutan. Menurut Arsyad (2010:390), kelemahan dari analisis Shift Share antara lain analisis ini hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post, masalah benchmark berkenaan dengan homothetic change, apakah t atau (t+1) tidak dapat dijelaskan dengan baik, terdapat data pada periode waktu tertentu di tengah tahun pengamatan yang tidak terungkap, analisis ini tidak handal sebagai alat peramalan, mengingat bahwa regional shift tidak konstan dari suatu periode ke periode lainnya, analisis ini tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antar sektor dan tidak ada keterkaitan antar daerah. Keunggulan analisis shift share antara lain :

45

1. Memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi, walau analisis shift share tergolong sederhana. 2. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat. 3.

Tipologi Analisis ini mengembangkan hasil perhitungan indeks Location Quotient

( LQ > 1 ), komponen differential shift ( Dj>0 ), dan komponen proportional shift ( Pj > 0 ) untuk ditentukan tipologi sektoral. Tipologi ini mengklasifikasikan sektor basis dan non basis serta komponen pertumbuhan internal dan eksternal. Dengan menggabungkan indeks LQ dengan komponen Dj dan Pj dalam analisis Shift Share, tipologi sektoral diharapkan dapat memperjelas dan memperkuat hasil analisis. Menurut Saerofi ( 2005:64 ), Tipologi sektoral tersebut adalah sebagai berikut: a.

Tipologi I: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih cepat dibandingkan Nasional (Dj rata-rata > 0 ) meskipun di tingkat Nasional pertumbuhannya cepat (Pj rata-rata > 0).

b.

Tipologi II: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih cepat dibandingkan dengan Nasional (Dj rata-rata > 0) karena ditingkat Nasional pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0).

c.

Tipologi III: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan di provinsi analisis pertumbuhannya lebih lambat dibanding Nasional 46

( Dj rata-rata < 0) karena ditingkat Nasional pertumbuhannya cepat (Pj rata-rata > 0). d.

Tipologi IV: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan di provinsi analisis pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan Provinsi (Dj rata-rata < 0) padahal ditingkat Nasional pertumbuhannya juga lambat (Pj rata-rata < 0).

e.

Tipologi V: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih cepat di banding pertumbuhan di tingkat Nasional (Dj rata-rata > 0) padahal di Nasional sendiri pertumbuhannya juga cepat (Pj rata-rata > 0).

f.

Tipologi VI: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih cepat di banding pertumbuhan di tingkat Nasional (Dj rata-rata > 0) meskipun di Nasional sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0).

g.

Tipologi VII: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih lambat di banding Nasional (Dj rata-rata < 0) meskipun di Nasional sendiri pertumbuhannya cepat (Pj rata-rata > 0).

h.

Tipologi VIII: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ ratarata < 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih lambat di banding Nasional (Dj rata-rata < 0) dan juga Nasional sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0).

47

Berdasarkan tabel 3.1 dapat dijelaskan bahwa sektor ekonomi dalam Tipologi I merupakan sektor yang tingkat kepotensialanya ‖ istimewa ― untuk dikembangkan karena sektor tersebut merupakan sektor basis (LQ > 1). Selain itu, di Provinsi/Kabupaten/Kota analisis pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan tingkat provinsi (Dj > 0), meskipun ditingkat Provinsi juga tumbuh dengan cepat. (Pj rata-rata positif). Sektor ini akan mendatangkan pendapatan yang tinggi dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan PDRB Provinsi/Kabupaten/Kota analisis. Dengan mempertimbangkan parameter seperti pada tabel 3.1 di bawah (LQ, Dj dan Pj), maka masing-masing tipologi dapat dimaknai bahwa sektor ekonomi yang masuk Tipologi II adalah sektor yang tingkat kepotensialannya ‖ baik sekali ‖ untuk dikembangkan, Tipologi III ‖ baik ‖, Tipologi IV ‖ lebih dari cukup ‖, Tipologi V ‖ cukup”, Tipologi VI ‖hampir dari cukup”, Tipologi VII ‖ kurang ‖, Tipologi VIII ‖ kurang sekali ‖. Tabel 3.1 Makna Tipologi Sektor Ekonomi

I II III IV V VI VII VIII

LQ RataRata

Dj Rata-Rata

Pj Rata-Rata

Tingkat Kepotensialan

(LQ > 1 ) (LQ > 1 ) (LQ > 1 ) (LQ > 1) (LQ < 1) (LQ < 1) (LQ < 1) (LQ < 1)

(Dj > 0) (Dj > 0) (Dj < 0) (Dj < 0) (Dj > 0) (Dj > 0) (Dj < 0) (Dj < 0)

(Pj > 0) (Pj < 0) (Pj > 0) (Pj < 0) (Pj > 0) (Pj < 0) (Pj > 0) (Pj < 0)

Istimewa Baik Sekali Baik Lebih dari cukup Cukup Hampir dari Cukup Kurang Kurang Sekali

Sumber: Saerofi (2005:65)

Analisis potensi pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat dapat diketahui dengan menggunakan analisis LQ, Analisis Shift Share dan Tipologi. 48

Seperti yang dijelaskan pada gambar 3.1 dibawah ini. Sehingga dapat diketahui subsektor industri pengolahan non migas yang potensial untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Gambar 3.1 Bagan Kerangka Potensi Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri Pengolahan Non Migas di Provinsi Jawa Barat Potensi Ekonomi

Analisis Location Quotient (LQ)

LQ>1 Sektor Basis

LQ<1 Sektor Non Basis

Analisis Shift Share

Dij>0, sektor tumbuh lebih cepat dari Nasional. Dj<0, sektor tumbuh lebih lambat dari Nasional

Pj>0, sektor di provinsi tumbuh cepat Pj<0, sektor di provinsi tumbuh lambat

Tipologi Sektoral

Pertumbuhan Ekonomi

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang digunakan. Variabel adalah atribut dari sekelompok orang atau objek penelitian

49

yang mempunyai kriteria yang sama, Sugiyono (2005:2). Penjelasan variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.

Laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi berlaku atau tidak. Laju pertumbuhan ekonomi diukur dengan indikator perkembangan PDRB dari tahun ke tahun yang dinyatakan dalam persen per tahun. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pembangunan daerah dilihat dari besarnya pertumbuhan PDRB setiap tahunnya.

2.

Pertumbuhan sektor ekonomi adalah pertumbuhan nilai barang dan jasa dari setiap sektor ekonomi yang dihitung dari angka PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) tahun 2000 dan dinyatakan dalam persentase. PDRB (ADHK) merupakan nilai produksi barang dan jasa akhir dalam suatu waktu kurun waktu tertentu orang-orang dan perusahaan. Dinamakan bruto karena memasukkan komponen penyusutan. Disebut domestik karena menyangkut batas wilayah. Disebut konstan karena harga yang digunakan mengacu pada tahun tertentu (tahun dasar = 2000).

3.

Komponen Share (Nj) adalah pertambahan PDRB suatu daerah seandainya pertambahannya sama dengan pertambahan PDRB provinsi selama jangka waktu tertentu.

4.

Komponen Net Shift

(P+D)j adalah komponen nilai untuk menunjukkan

penyimpangan dari Nj dalam ekonomi regional.

50

5.

Komponen Differential Shift

(Dj) adalah komponen untuk mengukur

besarnya shift netto yang digunsksn oleh sektor tertentu yang lebih cepat atau lebih lambat di tingkat provinsi 6.

Komponen Proportional Shift (Pj) adalah komponen ysng dipakai untuk menghasilkan besarnya shift netto sebagai akibat dari PDRB daerah yang bersangkutan berubah. Komponen bernilai positif apabila daerah tersebut berspesialisasi dalam sektor yang ditingkat provinsi tumbuh dengan cepat, sebaliknya akan bernilai negatif jika berspesialisasi pada sektor yang tumbuh lambat di tingkat provinsi. Dalam penelitian ini, sesuai rekomendasi Syafrizal, dkk (2008) , maka

unsur minyak dan gas bumi (pertambangan migas dan industri migas) tidak diikutsertakan.

51

Tabel 3.2 Tabel Operasional Variabel Variabel

Indikator pengukuran

Pertumbuhan Ekonomi Sektor Basis dan non basis

Laju pertumbuhan ekonomi LQ (Location Quatient)

Sektor Potensial

LQ (Location Quatient) Shift Share:  Komponen Share (Nj)  Komponen net shift (P+D)j  Differential Shift (Dj)  Proportional Shift (Pj) Tipologi Sektoral

Data dan Sumber data BPS

Data tahun

Skala

2005-2009

Rasio

PDRB Provinsi Jawa Barat ADHK 2000 Sektor Industri Pengolahan non migas dan PDB Indonesia ADHK 2000 Sektor industri pengolahan non migas(BPS) PDRB Provinsi Jawa Barat ADHK 2000 Sektor industri pengolahan non migas dan PDB Indonesia Sektor Industri pengolahan non migas ADHK 2000 (BPS)

2005-2009

Rasio

2005-2009

Rasio

52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat a. Keadaan Geografi dan Demografi Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 50501-70501 Lintang Selatan dan 1040481-1080481 Bujur Timur dengan batas-batas wilayah : Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah Barat Berbatasan dengan Provinsi Banten. Berdasarkan hasil Digitasi batas wilayah, Jawa Barat memiliki luas lahan 3.711.654,00 hektar. Daratan Jawa Barat dibedakan atas wilayah pegunungan curam (9,5% dari total luas wilayah Jawa Barat) terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 meter diatas permukaan laut, wilayah lereng bukit landai (36,48%) terletak dibagian Tengah dengan ketinggian 10-1.500 m, dan wilayah daratan luas (54,03%) terletak dibagian utara dengan ketinggian 0-10 m. (BPS Jawa Barat, 2010). Jawa Barat memiliki luas wilayah sekitar 37.116,54 kilo meter persegi dan hasil penduduk sebanyak 43.021.826 orang, memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.159 per kilo meter persegi. Kota Bandung dan Kota Cimahi memiliki kepadatan penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan Kota/Kabupaten lain di Jawa Barat. Kepadatan penduduk Kota Bandung adalah 14.228 orang per kilo 56

meter persegi, sedangkan kepadatan penduduk Kota Cimahi adalah 13.134 orang per kilo meter persegi. Penduduk Kota Bandung adalah 14.228 orang per kilo meter persegi, sedangkan kepadatan penduduk Kota Cimahi adalah 13.134 orang per kilo meter persegi. (BPS Jawa Barat, 2010). Sektor industri merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Di Indonesia industri di bagi jadi empat kelompok yaitu: industri skala besar, skala sedang, industri kecil atau industri kerajinan rumah tangga. Dalam pengumpulan data statistik, pengelompokan industri besar berdasarkan tenaga kerja 100 orang atau lebih, industri sedang yang mempekerjakan antara 20 sampai 99 orang, adapun industri skala kecil antara 5 sampai 19 orang, usaha kerajinan rumah tangga yang kurang dari 5 orang. (BPS Jawa Barat, 2010). Industri besar di Jawa Barat sebanyak 3475 yang menyerap tenaga kerja 1.914.235, dengan jumlah investasi sebesar 119.882.497 juta rupiah. Sedangkan industri kecil menengah di Jawa Barat sebanyak 198.478 yang menyerap tenaga kerja 2.280.375 orang, dengan jumlah investasi sebesar 6.040.433 juta rupiah. Upah tenaga kerja di sektor Industri selama tahun 2007 mencapai 19.171.816 juta rupiah mengalami penurunan sebesar 906.638 juta rupiah atau sebesar 4,6 persen dibanding tahun 2006. ( BPS Jawa Barat, 2010).

B. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Analisis penulisan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perkembangan PDRB Provinsi serta potensi pertumbuhan ekonomi pada sektor strategis dan Subsektor – Subsektor yang potensial dapat di kembangkan untuk 57

meningkatkan PDRB wilayah analisis. Untuk mengetahui potensi sektor-sektor ekonomi khusunya subsektor Industri pengolahan non migas yang mendukung PDRB Provinsi Jawa Barat

maka digunakan alat analisis LQ yaitu untuk

mengetahui apakah sektor ekonomi tersebut termasuk sektor basis atau non basis, juga digunakan metode Shift Share sebagai pendukung alat analisis LQ dan Tipologi untuk memperjelas hasil LQ dan Shift Share. 1. Analisis Perkembangan PDB dan PDRB Struktur perekonomian menggambarkan peranan atau sumbangan dari masing-masing sektor dalam pembangunan PDRB yang dalam konteks lebih jauh akan memperhatikan bagaimana suatu sektor perekonomian mengalokasikan sumber-sumber ekonomi di berbagai sektor. Nilai PDRB kedua wilayah analisis selama periode penelitian cenderung fluktuatif, dimana ada sektor yang jumlah nominalnya mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya dan sebaliknya, ada juga sektor yang mengalami penurunan jumlah nominal dari tahun sebelumnya. a.

Indonesia Sumbangan sektor – sektor Produk Domestik Bruto Nasional, dapat dilihat

dari tabel 4.1 bahwa sektor Industri Pengolahan berada dalam urutan pertama. Ini membuktikan bahwa sektor Industri pengolahan dapat dianggap sebagai penyumbang PDB yang terbesar. Dengan kotribusi yang terbesar dari subsektornya yaitu industri pengolahan non migas. Tabel 4.1 juga menunjukkan kontribusi subsektor migas yang cenderung menurun, sehingga sektor industri non migas makin menjadi andalan dalam penyumbang PDB yang penting untuk Indonesia.

Industri pengolahan non migas harus tetap diperhatikan, karena 58

mengingat sektor ini penting untuk perekonomian Indonesia, karena bisa menyumbang devisa untuk negara dan bisa memberikan lapangan kerja yang luas untuk masyarakat. Tabel 4.1 Distribusi Persentase PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005 – 2009 (Persen) Lapangan Usaha 1.Pertanian,peternakan,kehuta nan dan perikanan 2.Pertambangan dan penggalian 3.Industri pengolahan a. Industri migas b.Industri bukan migas 4.Listrik,Gas dan Air Bersih 5.Konstruksi 6.Perdagangan,Hotel dan restoran 7.Pengangkutan dan Komunikasi a.Pengangkutan b.Komunikasi 8.Jasa-jasa a.Pemerintahan umum b.Swasta PDB

2005

2006

2007

2008

2009

13,13

14,21

13,82

13,67

13,61

11,14 27,41 4,99 22,42 0,96 7,03

9,1 27,83 2,59 25,24 0,66 6,08

8,72 27,39 2,43 24,96 0,69 6,2

8,28 26,79 2,29 24,5 0,72 6,29

8,27 26,16 2,14 24,02 0,78 6,44

15,56

16,92

17,33

17,47

16,9

6,51 3,97 2,54 8,31 9,96 4,87 100

6,76 3,83 2,92 9,24 4,15 5,09 100

7,25 3,71 3,54 9,25 4,11 5,14 100

7,97 3,59 4,38 9,27 4,05 5,22 100

8,8 3,62 5,18 9,43 4,07 5,36 100

Sumber : BPS Pusat 2010 (data Diolah)

59

Tabel 4.2 Distribusi Persentase PDB Indonesia Sektor Industri Pengolahan Non Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000, 2005-2009 (Persen) Subsektor ind.makanan,minuman, dan tembakau ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind.barang kayu dan barang dari kayu lainnya ind.kertas dan barang cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan barang galian bukan logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya ind.barang lainnya PDB Industri Pengolahan Non Migas

2005 27,39 12,25

2006 27,93 11,77

2007 27,88 10,78

2008 27,43 10,00

2009 29,77 9,78

4,55 5,42 13,40 3,52 1,74 30,87 0,87 100

4,28 5,23 13,27 3,37 1,74 31,54 0,83 100

4,00 5,29 13,34 3,33 1,68 32,93 0,76 100

4,00 4,98 13,39 3,14 1,6 34,73 0,73 100

3,83 5,16 13,28 3,04 1,46 32,89 0,75 100

Sumber : BPS Pusat 2010 (Diolah)

Pada tahun 2009, sektor industri

pengolahan non migas yang

menyumbang paling besar terhadap PDRB Sektor indutri pengolahan non migas adalah industri alat angkutan, mesin dan peralatannya dengan sumbangannya sebesar 32,89 persen, lalu industri makanan, minuman dan tembakau dengan sumbangan sebesar 29,77 persen, industri pupuk, kimia dan barang dari karet dengan sumbangan sebesar 13,28 persen, industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki sebesar 9,78 persen, disusul dengan industri kertas dan barang cetakan, industri kayu dan barang dari kayu, industri semen dan barang galian bukan logam, industri logam dasar, besi dan baja dan terakhir industri barang lainnya. Dengan masing-masing sumbangan sebesar 5,16 persen, 3,83 persen, 1,46 persen, dan 0,75 persen. Semua subsektor industri pengolahan non migas mengalami penurunan pada tahun 2009, kecuali industri makanan, minuman dan tembakau dan industri barang lainnya. Karena adanya krisis global, yang juga mempengaruhi sektor industri pengolahan non migas di Nasional.

60

b. Provinsi Jawa Barat Pada PDRB Jawa Barat Industri yang menjadi penyumbang utama atau terbesar pertama adalah industri alat angkutan, mesin dan peralatannya. Sama seperti industri yang mendukung sektor Industri Pengolahan non migas pada PDB Nasional. Kemudian industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, dan diikuti oleh industri makanan, minuman dan tembakau, lalu industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri barang pengolahan lainnya, industri kertas dan barang cetakan, industri semen dan barang galian bukan logam dan terakhir industri logam dasar, besi dan baja. Krisis ekonomi yang dialami oleh nasional berpengaruh juga terhadap perekonomian di Jawa Barat. Ini terlihat dari penurunan nilai tambah industri alat angkutan, mesin dan peralatannya, industri logam dasar, besi dan baja, industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, dan industri makanan, minuman dan tembakau. Tabel 4.3 Distribusi Persentase PDRB Provinsi Jawa Barat Industri Pengolahan Non Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005-2009 (Persen) Subsektor industri pengolahan 1.Ind.Makanan,minuman dan tembakau 2.ind.tekstil,barang dari kulit dan alas kaki 3.ind.kayu dan barang dari kayu 4.ind.kertas dan barang cetakan 5.ind.pupuk,kimia dan barang dari karet 6.ind.semen dan barang galian bukan logam 7.ind.logam dasar,besi dan baja 8.ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya 9.ind.barang lainnya PDRB ADHK

2005 11,9

2006 12,32

2007 11,83

2008 10,49

2009 11,29

24,26 1,43 2,64 10,51

24,5 1,4 2,64 11,12

23,68 1,34 2,41 11,56

20,82 1,21 2,07 8,77

20,36 1,41 2,20 9,04

2,07 0,64

1,86 0,62

1,84 0,57

1,72 0,54

1,8 0,49

44,24 2,31 100

43,25 2,29 100

44,54 2,21 100

52,31 2,07 100

51,08 2,32 100

Sumber : BPS Jawa Barat 2010 (Diolah) 61

2. Analisis Location Quetiont (LQ) Location Quotient atau disingkat LQ, merupakan suatu pendekatan tidak langsung yang digunakan untuk mengukur kinerja basis ekonomi suatu daerah, artinya bahwa analisis itu digunakan untuk melakukan pengujian sektor-sektor ekonomi yang termasuk dalam sektor unggulan. (Arsyad, 2010:390). Arsyad (2010:391), menjelaskan bahwah dalam tekhnik LQ ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi ke dalam dua golongan, yaitu : 1. Sektor basis adalah sektor ekonomi yang mampu untuk memenuhi kebutuhan baik pasar domestik maupun pasar luar daerah. Artinya sektor ini dalam aktivitasnya mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri maupun daerah lain dan dapat dijadikan sektor unggulan. 2. Sektor non basis merupakan sektor ekonomi yang hanya mampu memenuhi kebutuhan daerah itu sendiri, sektor seperti ini dikenal sebagai sektor non unggulan. Hasil perhitungan Location Quetiont (LQ) Provinsi Jawa Barat selama 5 (lima) tahun antara 2005 – 2009 Provinsi Jawa Barat selama 5 tahun (2005-2009) selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.4. Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa subsektor industri pengolahan non migas di Jawa Barat memiliki tiga sektor basis, yaitu industri barang lainnya dengan besar nilai 2,78, industri tekstil, barang kulit dan alas kaki dengan besar nilai 2,09, dan industri alat angkutan, mesin dan peralatannya dengan besar nilai 1,42. Hal ini menunjukkan ketiga industri ini adalah sektor basis yang menggambarkan bahwa industri ini memiliki kekuatan ekonomi yang baik dan 62

sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Ketiga subsektor ini, selain bisa untuk memenuhi kebutuhan di daerahnya, bahkan berpotensi untuk ekspor. Subsektor ini, merupakan subsektor potensial dimana subsektor ini bisa di tingkatkan menjadi lebih baik lagi. Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) Rata - Rata Provinsi Jawa Barat Tahun 2005– 2009

Subsektor Industri Makanan, minuman, dan Tembakau Industri Tekstil, barang kulit dan alas kaki Industri Barang kayu dan barang dari kayu Industri Kertas dan Barang Cetakan Industri pupuk, kimia dan barang dari Karet Industri semen dan barang galian bukan Logam Industri logam dasar besi dan baja Industri alat angkutan, mesin dan Peralatannya Industri barang lainnya

2005

2006

2007

2008

2009

LQ RATARATA

0,43 (nb)

0,44 (nb)

0,42 (nb)

0,38 (nb)

0,38 (nb)

0,42 (nb)

1,98 (b)

2,08 (b)

2,19 (b)

2,09 (b)

2,07 (b)

2,09 (b)

0,31 (nb) 0,49 (nb)

0,32 (nb) 0,5 (nb)

0,33 (nb) 0,46 (nb)

0,3 (nb) 0,41 (nb)

0,37 (nb) 0,42 (nb)

0,32 (nb) 0,47 (nb)

0,78 (nb)

0,84 (nb)

0,87 (nb)

0,66 (nb)

0,68 (nb)

0,79 (nb)

0,59 (nb) 0,37 (nb) 1,43 (b) 2,71 (b)

0,55 (nb) 0,35 (nb) 1,37 (b) 2,73 (b)

0,55 (nb) 0,33 (nb) 1,35 (b) 2,85 (b)

0,55 (nb) 0,3 (nb) 1,51 (b) 2,81 (b)

0,59 (nb) 0,33 (nb) 1,55 (b) 3,11 (b)

0,56 (nb) 0,34 (nb) 1,42 (b) 2,78 (b)

Sumber : Lampiran II Keterangan : (n) =sektor basis (nb) = sektor non basis

Subsektor industri pengolahan non migas selama periode 2005-2009 diantaranya, industri semen dan barang galian bukan logam dengan LQ rata-rata 0,56, industri pupuk, kimia dan barang dari karet dengan LQ rata-rata sebesar 0,79, industri makanan, minuman dan tembakau dengan LQ rata-rata 0,42, industri barang kayu dan barang dari kayu dengan LQ rata-rata 0,32, industri 63

kertas dan barang cetakan sdengan LQ rata-rata 0,47, dan industri logam dasar besi dan baja dengan LQ sebesar 0,34. Keenam subsektor ini adalah sektor non basis. Yang berarti, industri ini belum mampu mencukupi kebutuhannya dan berpotensi untuk impor dari daerah lain. Meskipun sektor basis merupakan sektor yang paling potensial untuk dikembangkan dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat, akan tetapi kita tidak boleh melupakan sektor non Basis. Karena dengan adanya sektor basis tersebut maka sektor non basis dapat dibantu untuk dikembangkan menjadi sektor basis baru. 3. Analisis Shift Share Analisis Shift Share digunakan untuk mengetahui proses pertumbuhan ekonomi suatu daerah dalam kaitannya dengan perekonomian daerah acuan yaitu wilayah yang lebih luas. Dalam penelitian ini adalah provinsi Jawa Barat dikaitkan dengan Nasional. Untuk mengetahui proses pertumbuhan ekonomi suatu daerah dengan menggunakan analisis Shift Share digunakan variabel penting seperti tenaga kerja, penduduk dan pendapatan. Dalam penelitian ini digunakan variabel pendapatan yaitu PDB Indonesia dan PDRB Jawa Barat untuk menguraikan pertumbuhan ekonomi sektor industri pengolahan non migas di Jawa Barat. Pertumbuhan PDRB total (G) dapat diuraikan menjadi kompone shift dan komponen share yaitu :

64

a. Komponen Nasional Share (N) adalah banyaknya pertambahan PDRB seandainya pertumbuhannya sama dengan laju pertumbuhan PDB Nasional selama periode yang tercakup dalam studi. b. Komponen Proportional Shift (Pj) adalah mengukur besarnya net shift Provinsi Jawa Barat yang diakibatkan oleh komposisi industri-industri yang mendukung PDRB sektor industri pengolahan non migas di Jawa Barat berubah. Apabila Pj>0 artinya Jawa Barat berspesialisasi pada industri yang pada tingkat nasional tumbuh relatif cepat dan apabila Pj<0 berarti Jawa Barat berspesialisasi pada industri yang pada tingkat nasional tumbuh lebih lambat. c. Komponen Differential Shift (Dj) adalah mengukur besarnya net shift yang diakibatkan oleh industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lambat di Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan industri yang sama di tingkat nasional yang disebabkan oleh faktor-faktor lokasional intern. Daerah yang memiliki keuntungan lokasional seperti sumberdaya yang baik yang akan memiliki nilai Dj positif (Dj>0), sebaliknya industri yang secara lokasional tidak menguntungkan akan mempunyai nilai Dj negatif (Dj<0). a. Provinsi Jawa Barat Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa pada tahun 2005-2006 komponen pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat (Gj) adalah 8.940,00

padahal

banyaknya pertumbuhan PDB Nasional Indonesia apabila pertumbuhanya sama dengan laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa

Barat (Nj) sebesar

5431,22 ini berarti terjadi penyimpangan yang positif sebesar 3.508,78, hal ini

65

menunjukan bahwa pertumbuhan PDRB Provinsi adalah lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan PDB Nasional Indonesia. Tabel 4.5 Komponen Shift Share Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2009 Tahun Gj 2005-2006 8.940,00 2006-2007 8.481,00 2007-2008 11.099,00 2008-2009 -2.388,00 Sumber : Lampiran III, Lampiran V

Nj 5431,22 5767,09 4874,71 3310,96

Gj-Nj 3.508,78 2.713,91 6.224,29 -5.698,96

Untuk tahun 2006-2007 komponen pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat (Gj) menurun dari tahun sebelumnya menjadi adalah 8.481,00 sedangkan komponen (Nj) meningkat menjadi sebesar 5.767,09, tetapi tetap terjadi penyimpangan yang positif sebesar 2.713,91. Hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat adalah lebih cepat apabila dibandingkan dengan pertumbuhan PDB Nasional Indonesia. Pada tahun 2007-2008 komponen PDRB Provinsi Jawa Barat (Gj) mengalami peningkatan sebesar 11.099,00 dari tahun sebelumnya, dan juga PDB Nasional Indonesia mengalami penurunan sebesar 4.874,71, akan tetapi tetap terjadi penyimpangan yang positif sebesar 6.224,29 sehingga menyebabkan terjadinya percepatan PDRB Jawa Barat lebih cepat dibandingkan PDB Nasional Indonesia, akan tetapi ini tidak diikuti oleh tahun setelahnya karena pada tahun 2008-2009 terjadi penyimpangan dengan angka negatif sebesar -5.698,96, sehingga ini menyebabkan satu – satunya tahun yang mengalami penyimpangan yang negatif. Untuk mengetahui subsektor industri pengolahan non migas yang

66

menjadi spesialisasi serta pertumbuhanya digunakan propotional shift (Pj) dan differnsial shift (Dj). Oleh karena itu analisis selanjutnya dilakukan untuk mencari subsektor industri pengolahan non migas yang memiliki pertumbuhan lebih cepat atau lambat. Pada tabel 4.6 menunjukan pertumbuhan komponen proposional Provinsi diketahui bahwa proposional shift (Pj) Provinsi Jawa Barat dari tahun 2005-2009 terdapat nilai positif juga nilai negatif. Di Provinsi Jawa Barat nilai rata-rata Pj subsektor industri pengolahan non migas, ada yang positif dan negatif, hal ini berarti Provinsi Jawa Barat berspesialisasi pada sektor industri yang sama dengan industri yang tumbuh cepat di perekonomian Nasional

apabila nilai Pj rata-rata positif. Jawa Barat

berspesialisasi pada industri yang sama dengan industri yang tumbuh lebih lambat di perekonomian Nasional apabila nilai Pj rata-rata nya negatif. Industri-industri yang memiliki nilai Pj positif di Provinsi Jawa Barat diantaranya industri alat angkutan, mesin dan peralatannya dengan nilai Pj rata-rata sebesar 645,00 dan industri makanan, minuman dan tembakau dengan nilai Pj rata-rata sebesar 297,76. Subsektor industri barang lainnya dan industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki negatif meskipun pada nilai LQ termasuk dalam sektor basis dimana sektor industri barang lainnya dan industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki dapat memenuhi kebutuhan pasar diluar daerah Provinsi bahkan Nasional, akan tetapi di provinsi sendiri berspesialisasi pada sektor yang sama namun pertumbuhanya lebih lambat. Sementara itu, industri alat angkutan, mesin dan peralatannya selain merupakan sektor basis sektor industri alat angkutan, mesin dan peralatannya memiliki nilai rata-rata Pj yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa industri alat angkutan, mesin dan peralatannya terkonsentrasi didaerah dan memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibanding daerah lainnya. Industri 67

lainnya yang memiliki nilai negatif diantaranya industri barang kayu dan barang dari kayu lainnya, industri kertas dan barang cetakan, industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri semen dan barang galian bukan logam, industri logam dasar, besi dan baja. Seperti Yang dijelaskan pada tabel 4.6 dibawah ini. Tabel 4.6 Komponen Pertumbuhan Proportional (Pj) Provinsi Jawa Barat

Subsektor 1.ind.makanan,minuman, dan tembakau 2.ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki 3.ind.barang kayu dan barang dari kayu lainnya 4.industri kertas dan brg cetakan 5.ind.pupuk,kimia dan brg karet 6.ind.semen dan brg galian bkn logam 7.ind.logam dasar besi dan baja 8.ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya 9.ind.barang lainnya TOTAL

20052006 237,8 (C) -1009,99 (L) -87,96 (L) -86,46 (L) -85,87 (L) -101,19 (L) -3,55 (L) 1037,14 (C) -39,21 (L) -139,3

20062007 -13,78 (L) -2422,55 (L) -108,31 (L) 19,01 (C) 66,67 (C) -36,48 (L) -23,71 (L) 2218,71 (C) -204,23 (L) -504,67

20072008 -243,93 (L) -2194,99

(L) -9,61 (L) -160,70 (L) 57,51 (C) -122,21 (L) -41,43 (L) 3083,58 (C) -133,91 (L) 234,85

20082009 1210,96 (L) -544,40 (L) -63,24 (L) 101,90 (C) -116,50 (L) -71,55 (L) -44,15 (L) -3759,41

(L) 17,47 (C) -3268,91

Rata-rata 297,76 (C) -1542,98 (L) -67,28 (L) -31,56 (L) -19,55 (L) -82,86 (L) -28,21 (L) 645,00 (C) -89,97 (L) -919,51

Sumber: Lampiran X Keterangan : (C): Sektor tumbuh lebih cepat di tingkat Nasional (L): Sektor tumbuh lebih lambat di tingkat Nasional

Dari tabel 4.7 dapat diketahui bahwa nilai Differential Shift (Dj) rata-rata industri-industri pendukung sektor industri pengolahan non migas periode 20052009 ada yang bernilai positif dan negatif. Nilai positif menunjukkan bahwa di Provinsi Jawa Barat industri tersebut pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan industri yang sama di tingkat Nasional. Dan industri yang memiliki Dj positif di Jawa Barat diantaranya industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki dengan besarnya nilai Dj rata-rata 727,93, industri barang kayu dan barang dari kayu lainnya dengan besar

Dj rata-rata sebesar 85,22, industri semen dan barang 68

galian bukan logam dengan nilai Dj rata-rata sebesar 38,66, industri alat angkutan, mesin dan peralatannya dengan nilai Dj rata-rata sebesar 2253,81, dan industri barang lainnya dengan nilai Dj rata-rata sebesar 134,65. Industri-industri tersebut merupakan industri yang pertumbuhannya cepat sehingga berpotensi untuk dikembangkan dalam memacu pertumbuhan PDRB Sektor Industri pengolahan non migas di Jawa Barat. Tabel. 4.7 Komponen Pertumbuhan Differensial (Dj) Provinsi Jawa Barat SUBSEKTOR 1.ind.makanan,minuman, dan tembakau 2.ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki 3.ind.barang kayu dan barang dari kayu lainnya 4.industri kertas dan barang cetakan 5.ind.pupuk,kimia dan barang karet 6.ind.semen dan barang galian bukan logam 7.ind.logam dasar besi dan baja 8.ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya 9.ind.barang lainnya TOTAL

20052006 645,8 (C) 2146,95 (C) 98,79 (C) 182,08 (C) 1149,33 (C) -65,19 (L) -3,55 (L) -6,19 (L) -601,14 (L)

20062007 -225,6 (L) 2106,32 (C) 63,34 (C) -225,4 (L) 750,71 (C) 58,45 (C) -15,52 (L) 532,17 (C) 174,07 (C)

20072008 -795,85 (L) -75,85 (L) -73,46 (L) -145,86 (L) -2976,71 (L) 93,9 (C) -39,09 (L) 9917,41 (C) 84,94 (C)

20082009 -767,33 (L) -1265,72 (L) 252,22 (C) -30,25 (L) -69,45 (L) 67,47 (C) 34,37 (C) -833,25 (L) 181,9 (C)

RATARATA -285,75 (L) 727,93 (C) 85,22 (C) -54,86 (L) -286,53 (L) 38,66 (C) -6,61 (L) 2253,81 (C) 134,65 (C)

3648,08

3217,57

5989,43

-2430,04

2606,26

Sumber : Lampiran X

Keterangan : (C): Sektor tumbuh lebih cepat di tingkat provinsi,(L): Sektor tumbuh lebih lambat di tingkat provinsi

Sementara industri yang memiliki nilai Dj negatif berarti industri tersebut tumbuh lambat dibanding dengan industri yang sama di tingkat Nasional. Ada empat industri yang memiliki nilai Dj negatif, yaitu industri makanan, minuman dan tembakau dengan Dj rata-rata yaitu sebesar -285,75, industri kertas dan barang cetakan dengan Dj rata-rata -54,86, industri pupuk, kimia dan barang karet dengan nilai Dj rata-rata sebesar -286,53, industri logam dasar, besi dan baja dengan nilai Dj rata-rata sebesar -6,61.

69

Kedua komponen shift ini memisahkan unsur-unsur pertumbuhan Provinsi Jawa Barat dan Indonesia yang bersifat intern dan ekstern, dimana proporsional shift dari pengaruh unsur-unsur luar (mix industri) yang bekerja dalam provinsi, dan differensial shift adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor (lingkungan) yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan. (Saerofi : 2005). 4.

Tipologi Sektoral Analisis ini mengembangkan hasil perhitungan indeks Location Quotient

( LQ > 1 ), komponen differential shift ( Dj>0 ), dan komponen proportional shift ( Pj > 0 ) untuk ditentukan tipologi sektoral. Tipologi ini mengklasifikasikan sektor basis dan non basis serta komponen pertumbuhan internal dan eksternal. Dengan menggabungkan indeks LQ dengan komponen Dj dan Pj dalam analisis Shift Share, tipologi sektoral diharapkan dapat memperjelas dan memperkuat hasil analisis. Menurut Saerofi ( 2005:64 ), Tipologi sektoral tersebut adalah sebagai berikut: a.

Tipologi I: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih cepat dibandingkan Nasional (Dj rata-rata > 0 ) meskipun di tingkat Nasional pertumbuhannya cepat (Pj rata-rata > 0).

b.

Tipologi II: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih cepat dibandingkan dengan Nasional (Dj rata-rata > 0) karena ditingkat Nasional pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0).

70

c.

Tipologi III: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan di provinsi analisis pertumbuhannya lebih lambat dibanding Nasional ( Dj rata-rata < 0) karena ditingkat Nasional pertumbuhannya cepat (Pj rata-rata > 0).

d.

Tipologi IV: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan di provinsi analisis pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan Provinsi (Dj rata-rata < 0) padahal ditingkat Nasional pertumbuhannya juga lambat (Pj rata-rata < 0).

e.

Tipologi V: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih cepat di banding pertumbuhan di tingkat Nasional (Dj rata-rata > 0) padahal di Nasional sendiri pertumbuhannya jg cepat (Pj rata-rata > 0).

f.

Tipologi VI: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih cepat di banding pertumbuhan di tingkat Nasional (Dj rata-rata > 0) meskipun di Nasional sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0).

g.

Tipologi VII: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih lambat di banding Nasional (Dj rata-rata < 0) meskipun di Nasional sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0).

h.

Tipologi VIII: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ ratarata < 1 dan pertumbuhan di provinsi analisis lebih lambat di banding

71

Nasional (Dj rata-rata < 0) dan juga Nasional sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0). Berdasarkan tabel 4.8 dapat dijelaskan bahwa sektor ekonomi dalam Tipologi I merupakan sektor yang tingkat kepotensialanya ” istimewa “ untuk dikembangkan karena sektor tersebut merupakan sektor basis (LQ > 1). Selain itu, di Provinsi/Kabupaten/Kota analisis pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan tingkat provinsi (Dj > 0), meskipun ditingkat Provinsi juga tumbuh dengan cepat. (Pj rata-rata positif). Sektor ini akan mendatangkan pendapatan yang tinggi dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan PDRB Provinsi/Kabupaten/Kota analisis. Dengan mempertimbangkan parameter seperti pada tabel 4.8 di bawah (LQ, Dj dan Pj), maka masing-masing tipologi dapat dimaknai bahwa sektor ekonomi yang masuk Tipologi II adalah sektor yang tingkat kepotensialannya ” baik sekali ” untuk dikembangkan, Tipologi III ” baik ”, Tipologi IV ” lebih dari cukup ”, Tipologi V ” cukup”, Tipologi VI ”hampir dari cukup”, Tipologi VII ” kurang ”, Tipologi VIII ” kurang sekali ”. Tabel 4.8 Makna Tipologi Sektor Ekonomi

I II III IV V VI VII VIII

LQ Rata-Rata

Dj Rata-Rata

Pj Rata-Rata

Tingkat Kepotensialan

(LQ > 1 ) (LQ > 1 ) (LQ > 1 ) (LQ > 1) (LQ < 1) (LQ < 1) (LQ < 1) (LQ < 1)

(Dj > 0) (Dj > 0) (Dj < 0) (Dj < 0) (Dj > 0) (Dj > 0) (Dj < 0) (Dj < 0)

(Pj > 0) (Pj < 0) (Pj > 0) (Pj < 0) (Pj > 0) (Pj < 0) (Pj > 0) (Pj < 0)

Istimewa Baik Sekali Baik Lebih dari cukup Cukup Hampir dari Cukup Kurang Kurang Sekali

Sumber: Saerofi (2005:65)

72

Tabel 4.9 Pembagian Sektor Industri Pengolahan Non Migas di Jawa Barat Berdasarkan Tipologi Sektoral tipologi

I II III IV V VI

VII VIII

subsektor industri alat angkutan, mesin dan peralatannya industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki industri barang lainnya industri kayu dan barang dari kayu industri semen dan barang galian bukan logam industri makanan, minuman dan tembakau industri kertas dan barang cetakan industri pupuk,kimia dan barang dari karet industri logam dasar, besi dan baja

LQ rata2

Dj rata2

Pj rata2

Tingkat

1,42

2253,81

645

Istimewa

2,09 2,78 -

727,93 134,65 -

-1542,98

Baik Sekali

0,32

85,22

-67,28

0,56

38,66

-82,86

0,42 0,47

-285,75 -54,86

297,76 -31,56

0,79 0,34

-286,53 -6,61

-19,55 -28,21

-89,97 -

Baik Lebih dari cukup Cukup Hampir dari cukup

Kurang Kurang Sekali

Sumber : Lampiran II, VIII, IX C. Pembahasan 1. Pembahasan Industri Daerah Analisis a.

Provinsi Jawa Barat 1.

Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri makanan, minuman dan tembakau pada Provinsi Jawa

Barat mempunyai peran cukup penting terlihat pada konstribusi industri makanan, minuman dan tembakau, menempati urutan ke tiga terbesar, dengan kontribusi sebesar 11,29 persen pada tahun 2009 untuk provinsi Jawa Barat, setelah industri alat angkutan, mesin dan peralatannya dan industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki. Distribusi

industri

makanan,

minuman

dan

pertumbuhannya fluktuatif selama tahun 2005-2009.

tembakau Mengalami

penurunan kontribusi pada tahun 2007 menjadi 10,48 persen dari tahun 73

sebelumnya yang sebesar 12,32 persen, lalu menurun lagi pada tahun 2008, yaitu sebesar 10,49 persen. Hal ini bisa disebabkan karena adanya isu yang beredar dimasyarakat bahwa ada tambahan pangan yang tidak diperbolehkan untuk industri makanan dan minuman yang sempat meresahkan

masyarakat.

Masalah-masalah

lainnya

dalam

industri

makanan, minuman dan tembakau adalah terganggunya pemasaran dalam negeri karena produk-produk illegal, adanya peraturan yang menimbulkan biaya operasional perusahaan, kebijakan cukai yang kurang terencana dan transparan yang memberatkan industri hasil tembakau, adanya trading term yang membebani produsen yang ditetapkan sepihak oleh pasar modern (listing fee, biaya promosi, harga jual dibawah harga normal), beberapa pasar modern melakukan pelanggaran izin industri dalam memproduksi produk pangan dan menjual produk yang tidak memenuhi pelabelan dan izin edar. (Departemen Perindustrian, 2009). Langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh industri makanan, minuman dan tembakau diantaranya membangun

infrastruktur (jalan, pelabuhan,

dermaga dan pendukungnya) di sentra produksi, menurunkan ekonomi biaya tinggi (pungutan, retribusi dan transportasi, dll), penghapusan perdaperda yang memberatkan pengusaha, memperbaiki iklim usaha yang belum kondusif terutama insentif dan harmonisasi tarif bea masuk, mengatasi membanjirnya produk impor dengan harga murah, baik legal maupun ilegal, meningkatkan keterkaitan antar industri dengan sektor ekonomi lainnya termasuk koordinasi antar instansi terkait. Insentif yang diberikan pemerintah antara lain optimalisasi/harmonisasi pengenaan 74

Pungutan Ekspor, pengurangan PPh makanan berbasis sawit dalam rangka investasi (PP No.1 007). (Departemen Perindustrian, 2009). Tabel 4.10 Analisis Industri Makanan, Minuman dan Tembakau No 1 2 3

Aspek LQ Pj Dj

Parameter <1 Positif Negatif

Makna Sektor Non Basis Tumbuh cepat di Nasional Pertumbuhan lebih lambat dibanding Nasional

4

Tipologi

VII

Kurang

Sumber : Lampiran II, IX Gambar 4.1 Perkembangan LQ Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 0.46 0.44 0.42 0.4 0.38 0.36 0.34

hasil LQ LQ rata-rata

2005

2006

Berdasarkan gambar

2007

2008

2009

diatas, perkembangan LQ cenderung menurun

selama periode 2005-2009. Nilai LQ selama tahun 2005-2009, besarnya selalu lebih kecil dari satu (<1), sehingga Industri makanan, minuman dan tembakau menjadi sektor non basis. Subsektor industri makanan, minuman dan tembakau menunjukan nilai rata-rata LQ yang kecil yaitu sebesar 0,42 hal ini menunjukan bahwa sektor ini adalah sektor non basis, yang berarti subsektor ini hanya mampu mencukupi kebutuhan di dalam provinsi Jawa Barat saja, tidak bisa memenuhi kebutuhan diluar provinsi Jawa Barat, bahkan sektor ini bisa berpotensi untuk impor dari daerah lain.

75

Sementara dalam perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian (2005-2009) untuk industri makanan, minuman dan tembakau ini memiliki nilai Pj yang positif, yaitu sebesar 297,76 menunjukkan bahwa pertumbuhan subsektor ini lebih cepat di tingkat nasional, sedangkan nilai Dj nya negatif yaitu sebesar -285,75 yang berarti industri ini memiliki pertumbuhan yang lebih lambat di banding Nasional. Perhitungan analisis tipologi sektoral menunjukkan LQ<1, Pj positif ( >0), Dj negatif (<0). Industri makanan, minuman dan tembakau termasuk dalam tipologi VII sehingga sektor ini memiliki tingkat kepotensialan yang kurang. 2. Industri Tekstil, Barang dari Kulit dan Alas Kaki Industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki mempunyai peran besar terlihat pada konstribusi industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki terhadap PDRB Sektor Industri Pengolahan non migas di Provinsi Jawa Barat. Besarnya kontribusi Industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki pada tahun 2009 sebesar 20,36

persen menempati urutan kedua

dalam

kontribusi terhadap PDRB Jawa Barat dalam Sektor Industri pengolahan non migas. Distribusi industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki selama tahun 2005-2009 pertumbuhannya menurun dari tahun ke tahun. Masalah-masalah yang terjadi pada industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki diantaranya, permesinan banyak yang sudah tua (80% berusia 20 tahun), PLN menetapkan daya /pemasangan baru (3x biaya normal), belum berkembangnya merk

76

sepatu lokal, kurangnya pasokan bahan dari kulit, keterbatasan kemampuan SDM bidang desain dan teknologi, ketergantungan yang tinggi pada buyer/principal luar negeri. (Departemen Perindustrian, 2009). Langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah diantaranya melanjutkan program restrukturisasi permesinan dengan memberikan bantuan subsidi bunga kepada industri tekstil yang melakukan restrukturisasi, peningkatan pengaman pada pasar produk garmen dalam negeri melalui penekanan penyelundupan. Dengan insentif, insentif suku bunga pembelian mesin, pembebasan pajak (PPN dan PPh) bagi perusahaan penerima bantuan restrukturisasi, pembebasan bea masuk untuk mesin yang belum di produksi didalam negeri. (Departemen Perindustrian, 2009). Tabel 4.11 Analisis Industri Tekstil, Barang dari Kulit dan Alas Kaki No 1 2 3 4

Aspek LQ Pj Dj Tipologi

Parameter >1 Negatif Positif II

Makna Sektor Basis Tumbuh lambat di Nasional Pertumbuhan lebih cepat dibanding Nasional Baik sekali

Sumber : Lampiran II, IX Gambar 4.2 Perkembangan LQ Industri Tekstil, Barang dari Kulit dan Alas Kaki 2.3 2.2 2.1 2 1.9 1.8

Hasil LQ LQ rata-rata 2005

2006

2007

2008

2009

Berdasarkan hasil LQ selama 5 tahun terakhir (2005-2009), industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki terlihat fluktuatif. Tetapi, hasil LQ 77

selama lima tahun menunjukkan nilai yang besarnya lebih dari 1 (>1), dengan nilai rata-rata LQ yang besar yaitu sebesar 2,09 (>1), hal ini menunjukan bahwa industri ini adalah sektor basis. Nilai LQ yang lebih dari satu berarti industri ini mampu memenuhi kebutuhan domestik maupun pasar luar daerah serta industri ini berpotensi untuk di ekspor ke daerah lain ataupun negara lain. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian (2005-2009) untuk industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, nilai rata-rata komponen Pj nya adalah sebesar -1542,98 yang berarti negatif, berarti Pertumbuhan industri ini tumbuh lambat di Nasional. Sedangkan nilai Dj nya positif, yaitu sebesar 727,93 yaitu berarti industri ini memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan di tingkat nasional dan industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki memiliki daya saing yang meningkat. Berdasarkan perhitungan analisis tipologi sektoral industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki dan hasilnya memiliki LQ > 1, Pj Negatif (<0) dan Dj Positif (>0) termasuk ke dalam tipologi II sehingga industri ini merupakan industri yang memiliki tingkat kepotensialan yang baik sekali dan menunjukkan bahwa industri ini memiliki kinerja industri yang juga dapat diandalkan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Industri Kayu dan Barang dari Kayu Lainnya Industri kayu dan barang dari kayu di Jawa Barat memiliki peran yang kecil terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat, hal ini terlihat pada kontribusinya pada tahun 2009 sebesar 1,41 persen. Industri kayu dan barang dari kayu 78

cenderung fluktuatif selama tahun 2005-2009. Penurunan terjadi pada tahun 2007 menjadi 1,34 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 1,4 persen. Lalu pada tahun 2008 kembali menurun menjadi 1,21 persen dan pada tahun 2009 naik menjadi 1,41 persen. Masalah-masalah

yang terjadi pada industri kayu diantaranya

kelangkaan pasokan bahan kayu dan rotan dan masih adanya ekspor produk kayu/rotan asalan dan setengah jadi, masih maraknya illegal loging dan illegal trade, ketergantungan teknologi design dan engineering mesin/peralatan mebel kayu dan rotan dari luar negeri, lemahnya kemampuan desain dan finishing furniture. Langkah kebijakan yang diambil untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut diantaranya, percepatan perluasan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR),

pengaturan ekspor produk hasil hutan,

kewajiban verifikasi ekspor produk kayu/rotan. Insentif yang dilakukan diantaranya usulan pencabutan Permendag No. 12/2005 tentang ketentuan ekspor rotan untuk menjamin pasokan bahan baku dan mendorong investasi di industri

rotan

dalam

negeri,

penertiban

hambatan-hambatan

dalam

pengangkutan bahan baku kayu/rotan legal, dan pembangunan terminal kayu. (Departemen Perindustrian 2009). Tabel 4.12 Analisis Industri Kayu dan Barang dari Kayu No 1 2 3 4

Aspek LQ Pj Dj Tipologi

Parameter <1 Negatif Positif VI

Makna Sektor Non Basis Tumbuh lambat di Nasional Pertumbuhan lebih cepat dibanding Nasional Hampir dari Cukup

Sumber : Lampiran II, IX 79

Gambar 4.3 Perkembangan LQ Industri Barang Kayu dan Barang dari Kayu 0.4 0.3 0.2 0.1 0

Hasil LQ LQ rata-rata 2005

2006

2007

2008

2009

Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui hasil LQ selama 5 tahun terakhir (2005-2009), industri kayu dan barang dari kayu menunjukkan selama lima tahun menunjukkan bahwa industri ini cenderung fluktuatif, karena menurun pada tahun 2008 dan kembali naik pada tahun 2009, namun kenaikan dan penurunannya hanya sedikit. Nilai LQ subsektor industri barang kayu dan barang dari kayu ini, selama lima tahun menunjukkan nilai yang kurang dari satu (<1). Nilai rata-rata LQ yang kecil yaitu sebesar 0,32 (<1), menunjukan bahwa industri ini adalah sektor non basis. Nilai LQ yang kurang dari satu berarti industri ini tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik maupun pasar luar daerah serta subsektor ini tidak berpotensi untuk di ekspor ke daerah lain ataupun negara lain. Perhitungan hasil Shift Share selama tahun 2005-2009, untuk industri kayu dan barang lainnya dari kayu menunjukkan nilai rata-rata komponen Pj sebesar -67,28, karena menunjukkan nilai negatif maka industri ini merupakan industri yang tumbuh lambat di Nasional. Hasil perhitungan Dj menunjukkan angka positif yaitu sebesar 85,22. Yang berarti industri ini memiliki daya saing yang meningkat sehingga pertumbuhannya lebih cepat dari Nasional.

80

Perhitungan tipologi sektoral menunjukkan industri kayu dan barang dari kayu lainnya memiliki LQ < 1, Pj Negatif (<0) dan Dj Positif (>0) maka termasuk dalam tipologi VI, sehingga industri ini adalah industri yang kepotensialannya hampir dari cukup. 4. Industri Kertas dan Barang Cetakan Industri kertas dan barang cetakan pada Provinsi Jawa Barat mempunyai peran terlihat pada konstribusi industri kertas dan barang cetakan, dengan kontribusi sebesar 2,20 persen pada tahun 2009 untuk provinsi Jawa Barat. Industri kertas dan barang cetakan selama tahun 2005-2009 cenderung fluktuatif. Pada tahun 2007 menurun menjadi 2,41 persen dari tahun sebelumnya 2,64 persen. Lalu naik pada tahun 2009 menjadi 2,20 persen. Masalah yang dihadapi oleh industri kertas dan barang cetakan diantaranya kurangnya pasokan bahan baku akibat operasi illegal loging dan ketimpangan kebutuhan dan pasokan bahan baku. Langkah kebijakan yang diambil untuk menghadapi masalah tersebut diantaranya percepatan perluasan Hutan Tanaman Industri (HTI), peningkatan penanggulangan pencemaran lingkungan, dan peningkatan penanggulangan illegal loging. Insentif yang dilakukan antara lain pengurangan PPh dalam rangka investasi (PP No. 1/2007). (Departemen Perindustrian 2009).

81

Tabel 4.13 Analisis Industri Kertas dan Barang Cetakan No

Aspek

Parameter

Makna

1 2 3

LQ Pj Dj

<1 Negatif Negatif

Sektor Non Basis Tumbuh lambat di Nasional Pertumbuhan lebih lambat dibanding Nasional Kurang sekali

4 Tipologi VIII Sumber : Lampiran II, IX

Dari gambar dapat dilihat hasil LQ selama 5 tahun terakhir (20052009),

industri kertas dan barang cetakan menunjukkan nilai LQ yang

fluktuatif, tetapi selama lima tahun menunjukkan nilai yang lebih kecil dari satu (<1), nilai rata-rata LQ industri kertas dan barang cetakan sebesar 0,47, hal ini menunjukan bahwa sektor ini adalah sektor non basis. Nilai LQ yang lebih kecil dari satu berarti sektor ini tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik maupun pasar luar daerah serta sektor ini perlu atau berpotensi impor dari daerah lain. Gambar 4.4 Perkembangan LQ Industri Kertas dan Barang Cetakan 0.6 0.4 Hasil LQ

0.2

LQ rata-rata 0 2005

2006

2007

2008

2009

Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian tahun 20052009. Industri kertas dan barang cetakan memiliki nilai Pj sebesar -31,56 berarti subsektor industri kertas dan barang cetakan tumbuh cepat di Nasional karena memiliki nilai negatif. Sedangkan hasil perhitungan Dj industri kertas dan barang cetakan menunjukkan nilai negatif, yaitu sebesar -286,53 yang

82

berarti industri ini memiliki pertumbuhan yang lebih lambat di banding Nasional. Sementara hasil LQ < 1, Pj negatif (<0) dan Dj negatif (<0) termasuk ke dalam tipologi VIII sehingga industri kertas dan barang cetakan termasuk dalam tipologi VIII, sehingga industri ini adalah industri yang memiliki kepotensialannya menunjukan kurang sekali untuk dikembangkan. 5. Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet Industri pupuk, kimia dan barang dari karet mempunyai peran besar terlihat pada konstribusi industri kimia dan barang dari karet terhadap PDRB Sektor Industri Pengolahan non migas di Provinsi Jawa Barat. Besarnya kontribusi

Industri pupuk, kimia dan barang dari karet pada tahun 2009

sebesar 9,04 persen menempati urutan ketiga dalam kontribusi terhadap PDRB Jawa Barat dalam Sektor Industri pengolahan non migas. Industri pupuk, kimia dan barang dari karet pertumbuhannya fluktustif. Menurun pada tahun 2008 menjadi 8,77 persen dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 11,56 persen. Dan pada tahun 2009 naik lagi menjadi 9,04. Masalah yang ada pada industri pupuk, kimia dan barang dari karet ini diantaranya kontrak gas bumi untuk pabrik pupuk akan berakhir, gangguan pasokan gas untuk bahan baku/energi di beberapa wilayah, bahan baku industri lebih banyak di ekspor, ketergantungan ekspor naphtha dan condensate sebagai bahan baku petrokimia dalam negeri di ekspor. Sementara langkah-langkah kebijakan yang diambil untuk mengatasi masalah-masalah pada industri pupuk diantaranya peningkatan gas bumi, peninjauan kembali penjualan gas bumi 83

untuk ekspor yang sudah berakhir masa kontraknya, dan restrukturisasi mesin/peralatan pabrik. Insentif yang diambil diantaranya pemberian fasilitas PPh dalam rangka investasi (PP No.1/2007) khususnya untuk investasi dibidang amoniak yang terintegrasi dengan ammonium nitrat dan asam nitrat dan pemberian kepastian kuota ekspor pupuk pertahun. (Departemen Perindustrian 2009). Langkah kebijakan yang diambil untuk industri petrokimia antara lain peningkatan dukungan sektor migas untuk pasokan bahan baku dan energi, peningkatan

infrastruktur

didaerah

potensial

(listrik

dan

pelabuhan),

pengamanan pasokan bahan baku (naphta dan kondensat) melalui peningkatan efektifitas pengawasan ekspor. Insentif yang diambil diantaranya pemberian fasilitas PPh dalam rangka investasi (PP No.1/2007) khususnya untuk investasi dibidang ethylene, propylene, benzene, xylene, toluen, caprolactam. Langkah kebijakan yang diambil untuk mengatasi masalah industri karet diantaranya pengamanan ketersediaan dan stabilisasi pasokan energi (gas) untuk industri, peningkatan kualitas karet alam olahan dan standarisasi bahan baku komponen, dan revitalisasi tanaman karet melalui perluasan dan peremajaan tanaman serta penyediaan bibit unggul. Insentif yang sudah dilakukan pembebasan PPN produk primer karet (PP No. 7/2007) dan pengurangan PPh dalam rangka investasi (PP No.1/2007).( Departemen Perindustrian, 2009).

84

Tabel 4.14 Analisis Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet No 1 2 3 4

Aspek LQ Pj Dj

Parameter <1 Negatif Negatif

Tipologi

VIII

Makna Sektor Non Basis Tumbuh lambat diNasional Pertumbuhan lebih lambat dibanding Nasional Kurang sekali

Sumber : Lampiran II, IX Gambar 4.5 Perkembangan LQ Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 1 0.8 0.6 Hasil LQ

0.4

LQ rata-rata

0.2 0 2005

2006

2007

2008

2009

Berdasarkan gambar 4.6 dapat diketahui hasil LQ

industri pupuk,

kimia dan barang dari karet selama 5 tahun terakhir 2005-2009, menunjukkan nilai LQ yang cenderung menurun selama lima tahun dan rata-rata LQ yang kecil yaitu sebesar 0,79, hal ini menunjukan bahwa industri ini adalah sektor non basis. Nilai LQ yang lebih kecil dari satu (<1) berarti industri ini tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik maupun pasar luar daerah serta sektor ini perlu atau berpotensi impor dari daerah lain. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian tahun 20052009. Industri kertas dan barang cetakan memiliki nilai Pj sebesar -19,55 berarti industri kertas dan barang cetakan tumbuh cepat di Nasional karena memiliki nilai negatif. Sedangkan hasil perhitungan Dj industri kertas dan barang cetakan menunjukkan nilai negatif, yaitu sebesar -285,53 yang berarti industri ini memiliki pertumbuhan yang lebih lambat di banding Nasional. 85

Sementara hasil LQ < 1, Pj negatif (<0) dan Dj negatif (<0) termasuk ke dalam tipologi VIII sehingga industri pupuk, kimia dan barang dari karet termasuk dalam tipologi VIII, sehingga industri ini adalah sektor yang memiliki kepotensialannya menunjukan kurang sekali untuk dikembangkan. 6. Industri Semen dan Barang Galian Bukan Logam Industri semen dan barang galian bukan logam mempunyai peran dalam pembentukan PDRB industri pengolahan non migas di Jawa Barat terlihat pada konstribusi industri semen dan barang galian bukan logam pada tahun 2009 sebesar 1,8 persen. Industri semen pertumbuhannya selama 5 tahun cenderung menurun selama tahun 2005-2009. Hal ini disebabkan adanya potensi ancaman semen ekspor dari China. Untuk mengatasi masalah tersebut kebijakan yang di ambil oleh pemerintah adalah pengamanan pasokan energi batu bara dan gas dalam jangka panjang, peningkatan upaya konservasi energi, Notifikasi penerapan SNI wajib ke WTO, Penanggulangan semen impor illegal di daerah perbatasan. (Departemen Perindustrian 2009). Tabel 4.15 Analisis Industri Semen dan Barang Galian Bukan Logam No 1 2 3 4

Aspek LQ Pj Dj Tipologi

Parameter <1 Negatif Positif VI

Makna Sektor Non Basis Tumbuh lambat di Nasional Pertumbuhan lebih cepat dibanding Nasional Hampir dari cukup

Sumber : Lampiran II, IX

86

Gambar 4.6 Perkembangan LQ Industri Semen dan Barang Galian Bukan Logam 0.6 0.58 0.56

Hasil LQ

0.54

LQ rata-rata

0.52 2005

2006

2007

2008

2009

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui nilai LQ industri semen dan barang galian bukan logam selama 5 tahun (2005-2009), dapat diketahui industri semen dan barang galian bukan logam menunjukkan nilai rata-rata LQ yang kecil yaitu sebesar 0,56, hal ini menunjukan bahwa industri ini adalah sektor non basis. Nilai LQ yang lebih kecil dari satu berarti sektor ini tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik maupun pasar luar daerah serta sektor ini perlu atau berpotensi impor dari daerah lain. Perhitungan hasil Shift Share selama tahun 2005-2009, untuk industri semen dan barang galian bukan logam menunjukkan nilai rata-rata komponen Pj sebesar -82,86, karena menunjukkan nilai negatif maka subsektor ini merupakan industri yang tumbuh lambat di Nasional. Hasil perhitungan Dj menunjukkan angka positif yaitu sebesar 38,66. Yang berarti industri ini memiliki daya saing yang meningkat sehingga pertumbuhannya lebih cepat dari Nasional. Perhitungan tipologi sektoral menunjukkan industri kayu dan barang dari kayu lainnya memiliki LQ < 1, Pj Negatif (<0) dan Dj Positif (>0) maka

87

termasuk dalam tipologi VI, sehingga industri ini adalah industri yang kepotensialannya hampir dari cukup. 7. Industri Logam Dasar, Besi dan Baja Industri logam dasar, besi dan baja mempunyai peran terlihat pada konstribusi industri logam dasar, besi dan baja terhadap PDRB Sektor Industri Pengolahan non migas di Provinsi Jawa Barat. Besarnya kontribusi Industri logam dasar, besi dan baja pada tahun 2009 sebesar 0,49 persen dalam kontribusi terhadap PDRB Jawa Barat dalam Sektor Industri pengolahan non migas. Pertumbuhan

industri logam dasar, besi dan baja pertumbuhannya

berfluktuatif. Pertumbuhannya menurun pada tahun 2007 menjadi 1,84 persen dari tahun sebelumnya 1,86 persen. Lalu menurun lagi pada taahun 2008 menjadi 1,72 persen dan naik lagi pada tahun 2009 menjadi 1,8 persen. Masalah yang ada pada industri baja diantaranya produk baja non standar banyak beredar di pasaran, ketergantungan terhadap bahan baku impor, dan ekspor bijih besi yang meningkat. Langkah yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah pengembanan industri logam non ferro (alumunium, tembaga dan nikel) dengan memanfaatkan sumber daya lokal untuk meningkatkan nilai tambah dan mendorong peningkatan utilitas pada industri yang ada dan diikuti peningkatan kualitas produksi melalui penerapan standarisasi. (Departemen Perindustrian, 2009).

88

Tabel 4.16 Analisis Industri Logam Dasar, Besi dan Baja No 1 2 3

Aspek LQ Pj Dj

Parameter <1 Negatif Negatif

Makna Sektor Non Basis Tumbuh lambat di Nasional Pertumbuhan lebih lambat dibanding Nasional

4

Tipologi

VIII

Kurang sekali

Sumber : Lampiran II, IX Gambar 4.7 Perkembangan LQ Industri Logam Dasar, Besi dan Baja 0.4 0.2

LQ LQ Rata-rata

0 2005

2006

2007

2008

2009

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui hasil LQ selama 5 tahun terakhir (2005-2009) cenderung menurun, tetapi selama tahun 2005-2009 industri logam dasar, besi dan baja menunjukkan nilai yang lebih kecil dari 1 (>1) dan rata-rata LQ yang kecil yaitu sebesar 0,34, hal ini menunjukan bahwa sektor ini adalah sektor non basis. Nilai LQ yang lebih kecil dari satu berarti sektor ini tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik maupun pasar luar daerah serta sektor ini perlu atau berpotensi impor dari daerah lain. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian (2005-2009) untuk industri pupuk, kimia dan barang dari karet, nilai rata-rata komponen Pjnya adalah sebesar -28,21 atau bernilai negatif, hal ini menunjukkan industri ini tumbuh lambat di Nasional. Sedangkan dari hasil perhitungan komponen Dj, industri logam dasar, besi dan baja merupakan industri yang daya saingnya menurun sehingga pertumbuhan di Jawa Barat lebih lambat daripada di

89

Nasional. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya Dj yang negatif, yaitu sebesar 6,61. Sementara hasil LQ < 1, Pj negatif (<0) dan Dj negatif (<0) termasuk ke dalam tipologi VIII sehingga industri logam dasar, besi dan baja merupakan industri yang tidak berpotensi untuk dikembangkan, karena bukan sektor basis dan pertumbuhannya lebih lambat di banding Nasional meskipun di tingkat Nasional pertumbuhannya juga lambat. 8. Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya Industri alat angkutan, mesin dan peralatannya

mempunyai peran

besar terlihat pada konstribusi industri alat angkutan, mesin dan peralatannya terhadap PDRB Sektor Industri Pengolahan non migas di Provinsi Jawa Barat. Besarnya kontribusi Industri alat angkutan, mesin dan peralatannya pada tahun 2009 sebesar 51,08

persen menempati urutan pertama dalam kontribusi

terhadap PDRB Jawa Barat dalam Sektor Industri pengolahan non migas. Permasalahan yang biasanya muncul dari industri ini adalah industri bahan baku dan komponen lokal masih lemah, lemahnya kemampuan design dan engineering industri komponen/kendaraan bermotor, pendanaan dalam negeri yang masih terbatas. Untuk industri mesin peralatan listrik adalah produk rotary

equipment

masih

dalam

tahap

pengembangan.

(Departemen

Perindustrian 2009). Tabel 4.17 Analisis Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya No 1 2 3 4

Aspek LQ Pj Dj Tipologi

Parameter >1 Positif Positif I

Makna Sektor Basis Tumbuh cepat di Nasional Pertumbuhan lebih cepat dibanding Nasional Istimewa

Sumber : Lampiran II, IX

90

Gambar 4.8 Perkembangan LQ Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2

Hasil LQ LQ rata-rata 2005

2006

2007

2008

2009

Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa selama tahun 20052009 industri alat angkutan, mesin dan peralatannya yang fluktuatif, walaupun begitu industri alat angkutan, mesin dan peralatannya ini selalu menunjukkan nilai LQ yang lebih dari satu (>1) dan memiliki nilai rata-rata 1,42. Hal ini menunjukkan selama lima tahun (2005-2009) industri ini merupakan sektor basis. Nilai LQ yang lebih besar dari satu berarti sektor ini mampu memenuhi kebutuhan domestik maupun pasar luar daerah serta industri ini perlu atau berpotensi ekspor ke daerah lain. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian (2005-2009) untuk subsektor industri alat angkutan, mesin dan peralatannya, nilai rata-rata komponen Pj-nya adalah sebesar 645,00 yang menunjukan bahwa pertumbuhan sektor ini cepat di Nasional. Sedangkan dari hasil perhitungan komponen Dj, subsektor

ini pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan di Nasional dan

memiliki daya saing yang meningkat. Hal ini ditunjukan dengan besaran ratarata komponen Dj yang positif, yaitu sebesar 2253,81. Sementara hasil LQ > 1, Pj positif (>0) dan Dj positif (>0) termasuk kedalam tipologi I sehingga subsektor industri alat angkutan, mesin dan peralatannya menunjukan kepotensialanya yang istimewa untuk dikembangkan. 91

9. Industri Barang Lainnya Industri barang lainnya di Provinsi Jawa Barat, memiliki kontribusi sebesar 2,32 pesen terhadap pembentukan PDRB sektor industri pengolahan non migas di Jawa Barat. Yang dimaksud industri barang lainnya di Jawa Barat adalah industri kreatif. Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifivitas, keterampilan dan bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut (Departemen Perindustrian, 2009). Yang termasuk dalam industri kreatif antara lain video, film, dan jasa fotografi adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film dan jasa fotografi serta distribusi rekaman video dan film, termasuk didalamnya penulisan skrip, sinematografi, sinetron dan lain-lain. Kedua, kerajinan yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan produksi, kreasi dan distribusi produk yang dibuat dan dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal hingga selesai produknya antara lain meliputi barang kerajinan dari tanah liat, kain, kaca dan lain-lain. Selanjutnya Fesyen yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, alas kaki dan aksesoris lainnya. Dan industri lainnya. (Departemen Perindustrian, 2009). Potensi Jawa Barat untuk industri kreatif misalnya karena generasi muda di Jawa Barat dikenal khususnya kota Bandung dan sekitarnya gemar mengikuti mode dan turut aktif sebagai pengguna produk-produk kreatif yang dihasilkan warga Jawa Barat, maka industri kreatif fesyen maju di Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan tujuan wisata penduduk dari Jakarta dan 92

daerah lainnya. Jawa Barat merupakan pusat promosi budaya termasuk perintis perfilman nasional (misalnya lutung kasarung), memiliki sumberdaya pendukung industri kreatif yang tersedia dengan baik. Tantangan yang dihadapi oleh industri kreatif antara lain tidak ada penanganan yang sistematik untuk meningkatkan peluang bisnis kreatif di Jawa Barat, tidak ada kebijakan yang mendukung iklim kreatif misalnya perijinan, investasi dan perlindungan hak cipta. Arah kebijakannya menciptakan iklim yang mendorong kreatifitas, misalnya dengan adanya pusat informasi industri kreatif, pengakuan kepeloporan dan prestasi dalam industri kreatif, perlindungan hasil karya kreatif (Hak cipta dan perijinan). Mengembangkan kemampuan penciptaan nilai kreatif dengan cara integrasi kegiatan kreatif, bisnis, dan teknologi, relevansi lembaga pendidikan dengan bisnis kreatif, dan lain-lain. Meningkatkan peluang atau permintaan terhadap produk kreatif, misalnya kawasan/pasar kreatif, duta Bandung kreatif di Manca negara, dan cinta budaya bangsa. (Togar M Simatupang, 2007). Tabel 4.18 Analisis Industri Barang Lainnya No 1 2 3 4

Aspek LQ Pj Dj Tipologi

Parameter >1 Negatif Positif II

Makna Sektor Basis Tumbuh lambat di Nasional Pertumbuhan lebih cepat dibanding Nasional Baik sekali

Sumber : Lampiran II, IX

93

Gambar 4.9 Perkembangan LQ Industri Barang Lainnya 3.2 3 2.8 2.6 2.4

Hasil LQ LQ rata-rata 2005

2006

2007

2008

2009

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui hasil LQ selama 5 tahun terakhir (2005-2009) industri barang lainnya menunjukkan nilai LQ yang fluktuatif. Namun, industri barang lainnya ini selama tahun 2005-2009 selalu menunjukkan nilai lebih dari satu (>1) dan memiliki nilai rata-rata LQ yaitu sebesar 2,32, hal ini menunjukan bahwa sektor ini adalah sektor basis. Nilai LQ yang lebih besar dari satu berarti sektor ini mampu memenuhi kebutuhan domestik maupun pasar luar daerah serta industri ini perlu atau berpotensi ekspor ke daerah lain. Dan industri barang lainnya ini, merupakan sektor basis utama yang ada di Jawa Barat selama tahun 2005-2009. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian (2005-2009) untuk industri barang lainnya, nilai rata-rata komponen Pj-nya adalah sebesar 89,97

yang menunjukan bahwa pertumbuhan sektor ini lebih lambat

pertumbuhannya terhadap kontribusi industri yang sejenis ditingkat provinsi karena nilainya positif. Sedangkan dari hasil perhitungan komponen Dj, sektor ini adalah sektor yang daya saingnya menurun sehingga pertumbuhannya lebih cepat di banding pertumbuhan sektor yang sama diprovinsi. Hal ini ditunjukan dengan besaran rata-rata komponen Dj yang positif, yaitu sebesar 134,65. Sementara hasil LQ > 1, Pj positif (<0) dan Dj positif (>0) termasuk ke dalam tipologi II sehingga industri alat angkutan, mesin dan peralatannya menunjukan kepotensialanya yang baik sekali untuk dikembangkan. 94

95

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil penghitungan indeks location quotient pada Provinsi Jawa tiga industri pengolahan non migas basis, yaitu industri barang lainnya 2,78 persen, industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki 2,09 persen dan industri alat angkutan, mesin dan peralatannya 1,42 persen. 2. Subsektor industri pengolahan di Jawa Barat yang memiliki potensi untuk dikembangkan ada dua industri, yaitu industri kayu dan barang dari kayu dan industri semen dan barang galian bukan logam. Subsektor yang potensial untuk dikembangkan ini memiliki kriteria memiliki pertumbuhan yang baik di tingkat provinsi walaupun bukan subsektor basis, sehingga memiliki kepotensialan lebih dari cukup. B. Implikasi 1. Berdasarkan pemahaman yang dimiliki terhadap potensi yang dimiliki Provinsi Jawa Barat, maka pemerintah Provinsi ini diharapkan merumuskan strategi pengembangan daerah yang paling menguntungkan untuk diterapkan di masa mendatang, yakni dengan mengutamakan kegiatan unggulan berupa: industri kayu dan barang dari kayu dan industri semen dan barang galian bukan logam. Namun dalam rangka 95

meningkatkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat melalui sektorsektor basis hendaknya tidak mengabaikan sektor-sektor non basis, karena dengan meningkatkan peran dari sektor non basis diharapkan sektor tersebut dapat tumbuh menjadi subsektor basis dan pada akhirnya semua sektor ekonomi dapat secara bersama-sama mendukung peningkatan potensi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. 2. Pada Provinsi Jawa Barat yang memiliki sektor basis yaitu : industri barang lainnya (industri kreatif), industri tekstil, barang kulit dan industri alat angkutan, mesin dan peralatannya yang diharapkan kepada pemerintah mulai memperhatikan kualitas dan faktor – faktor penunjang agar perkembangan industri ini tidak dijadikan suatu alat untuk mengambil keuntungan salah satu pihak tetapi seluruh masyarakat yang terlibat di sekitarnya 3. Provinsi Jawa Barat pada saat mengembangkan industri yang mendukung sektor industri pengolahan non migas yang strategis/potensial dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonominya hendaknya juga tidak mengabaikan peran sektor industri yang tergolong non potensial. Karena dengan pengembangan sektor potensial diharapkan akan dapat merangsang pertumbuhan sektor non potensial sehingga menjadi sektor potensial yang pada akhirnya semua sektor ekonomi bersama-sama mendukung peningkatan peningkatan pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah analisis.

96

4. Adanya peran serta pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam membuat inisiatif untuk pengadaan kawasan terpadu guna pengembangan sektor potensial yang dapat mendukung pengembangan Provinsi Jawa Barat dan juga Kabupaten – Kabupaten ataupun Kota – Kota yang ada di Provinsi itu.

97

DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Rahardjo. “Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah”. Graha Ilmu : Yogyakarta. 2005. Arsyad, Lincolin, “ Ekonomi Pembangunan Edisi 5 ”, UPP STIM YKPN, 2010. BAPPENAS. “Buku Pegangan 2009”. BAPPENAS Jakarta, 2009. BPS.

” Jawa Barat Dalam Angka 2009 ”. BPS Jakarta, 2009.

_____________, “Jawa Barat Dalam Angka 2010 ”. BPS Jakarta, 2010. _____________, “Kondisi Perekonomian Jawa Barat Tahun 2009”. BPS Jakarta, 2009. `_____________, “Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi”.BPS Jakarta, Edisi 9 Februari 2011. _____________, “PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2007”. BPS Jakarta, 2007. _____________, “PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2009”. BPS Jakarta, 2009. _____________, “Pendapatan Nasional Indonesia 2002-2005”. BPS Jakarta, 2005. _____________, “Pendapatan Nasional Indonesia 2006-2009”. BPS Jakarta, 2009. _____________, “Pendapatan Regional Indragiri Hulu Menurut Lapangan Usaha 2004-2006”. BPS Jakarta, 2006. _____________, “Tinjauan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2007”. BPS Jakarta, 2007. _____________, “Tinjauan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2009”. BPS Jakarta, 2009. Bungin, Burhan, “ Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu Sosial lainya “. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010.

98

Depdagri. “Pengembangan 2009.

Industri Kreatif Indonesia 2025”. Depdagri Jakarta,

Departeman Perindustrian. “Potret Tiga Setengah Tahun Pelaksanaan Rencana Pembangunan.2009. _____________, Jangka Menengah Industri Manufaktur Tahun 2005-2009. Departemen Perindustrian Jakarta, 2008. _____________, “Laporan Pengembangan Sektor Industri Tahun 2006”. Departemen Perindustrian Jakarta, 2006. Fahrurrazy. “Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara Dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB “. Tesis, Pascasarjana, USU, 2009. Fatmasari, Wulan S. Dini. “ Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kota Tanggerang (Pendekatan Model Basis Ekonomi) ”. Skripsi sarjana, Fakultas Ekonomi, UNS, 2007. http://www.jabarprov.go.id .2010. “BAB II Kerangka Ekonomi Makro Jawa Barat 2010”, artikel ini diakses 6 Oktober 2011. Ivanov, Stanislav dan Craig Webster“ Decomposition of Economic Growth in Bulgarian by Industry“. Journal of Economic Studies. Vol. 37, No. 2, 2010. Jhigan, M.L. “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan “. Rajawali Pers, Jakarta, 2004. Kismi.

“Menghela tatanan Industri Kreatif di Jawa Barat”,dari http://www.dataworksIndonesia.com/resource/creativeindustries/index.php, artikeldi akses tanggal 5 Oktober 2011

Komalasari, Nurul. Bernadette Robiani dan Azwardi, “Analisis Konsentrasi Spasial Pada Sektor Industri Manufaktur di Sumatera Selatan “. Jurnal Kajian Ekonomi. Vol.6 No 1, 2007. Landiyanto, Erlangga Agustino, “Spesialisasi dan Konsentrasi Spasial Pada Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur”. Paralel Session VIB : Industry and Trade, Jakarta, 17 November 2005.

99

M, Kohar Abdul dan Agus Suherman, “ Jurnal Analisis Location Quatient (LQ) Dalam Penentuan Komoditas Ikan Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Cilacap”, Dosen program studi pemanfaatan Sumberdaya perikanan, Jurusan Perikanan, FPIK Universitas Diponegoro, 2004. Michael P.Todaro, “Pembangunan Ekonomi di Dunia ketiga, Terjemahan, Edisi Ketujuh, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2000. Muhammadinah, “Analisis Sektor-Sektor Unggulan di Provinsi Bangka Belitung“. Jurnal, Blog Muhammadinah, Jakarta, 2008. Mukhyi, Muhammad Abdul, “Analisis Peranan Subsektor Pertanian Dan Sektor Unggulan Terhadap Pembangunan Kawasan Ekonomi Propinsi Jawa Barat: Pendekatan Analisis IRIO”. Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma. Jakarta. 2005. Nuraini, Ida, “Analisis Potensi Sektor Manufaktur di Kabupaten Malang”. Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Muhamadiyah Malang. 2005. Richardson, Harry. “dasar – dasar ekonomi regional. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. 2001. Robiani, Bernadette. “Kinerja Pembangunan Ekonomi Sumatera Selatan“. Jurnal, Kajian Ekonomi, Jakarta, 2007. Ropingi, “ Aplikasi Analisis Shift Share Estabaen-Marquillas pada Sektor Pertanian di Kabupaten Boyolali “. Jurnal, Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta, 2008. Saerofi, Mujib. “ Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Potensial di Kabupaten Semarang (Pendekatan Model Basis Ekonomi dan SWOT)”. Skripsi sarjana, Fakultas Ilmu Sosial, UNS, Semarang, 2005. Simatupang, Togar M. “Industri Kreatif Jawa Barat”, slide. Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB, Jawa Barat, 2007. Sjafrizal, “ Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi”,Baduose Media, 2008. Sugiyono. “ Metode Penelitian Bisnis” . CV Alfabeta, Bandung, 2006. Sukirno, Sadono. “ Pengantar Teori Makro Ekonomi”. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996. Suryana Drs. “Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan”. Salemba Empat, Jakarta, 2000. 100

Tarigan, Robinson Drs. „‟Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi”. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2005. Wijono, Wiloejo Wirjo. “Mengungkap Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dalam Lima Tahun Terakhir “. Jurnal, Managemen dan Fiskal, Volume V, Nomor 2, Jakarta, 2004.

101

Lampiran I Produk Domestik Bruto Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Nasional Indonesia Tahun 2005– 2009 Sektor ind.makanan,minuman, dan tembakau ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind.barang kayu dan barang dari kayu lainnya industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya ind.barang lainnya PDB Industri Pengolahan Non Migas

2005

2006

2007

2008

2009

121.396,00 130.149,00 136.722,00 139.922,00 155.720,00 54.277,00 54.944,00 52.923,00 50.994,00 51.265,00 20.139,00 23.944,00 59.293,00

20.006,00 24.445,00 61.948,00

19.658,00 25.861,00 65.470,00

20.336,00 25.477,00 68.390,00

20.039,00 27.074,00 69.422,00

15.618,00 7.712,00

15.700,00 8.077,00

16.233,00 8.213,00

15.991,00 8.045,00

15.889,00 7.681,00

136.745,00 147.064,00 161.376,00 177.178,00 171.962,00 3.779,00 3.916,00 3.806,00 3.769,00 3.888,00 442.903,00 466.249,00 490.262,00 510.102,00 522.940,00

Sumber : Pendapatan Nasional Indonesia 2002-2005,2006-2009 Produk Domestik Regional Bruto Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2009 Subsektor ind.makanan,minuman, dan tembakau ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind.barang kayu dan barang Dari kAyu lainnya industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya ind.barang lainnya PDRB Industri Pengolahan Non Migas

2005

2006

2007

2008

2009

12.263,00 24.986,00

13.793,00 27.440,00

14.264,00 28.537,00

13.802,00 27.421,00

14.593,00 26.301,0

1.483,00 2.720,00 10.824,00

1.572,00 2.959,00 12.458,00

1.608,00 2.905,00 13.917,00

1.590,00 2.716,00 11.561,00

2.856,0 11.666,00

2.132,00 659,00

2.078,00 684,00

2.207,00 680,00

2.268,00 627,00

2.321,00 633,00

45.588,00 2.382,00

48.427,00 2.566,00

53.672,00 2.668,00

68.845,00 2.727,00

65.985,00 2.995,00

1.819,0

103.037,00 111.977,00 120.458,00 131.557,00 129.169,00

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha 2005-2007, 2007-2009

102

Lampiran II

Perhitungan Location Quotient (LQ) Provinsi Jawa Barat 2005 Jbi

JB

Ni

N

LQ

12.263,00 103.037,00 121.396,00

442.903,00

0,43

24.986,00 1.483,00 2.720,00 10.824,00 2.132,00 659,00 45.588,00 2.382,00

442.903,00 442.903,00 442.903,00 442.903,00 442.903,00 442.903,00 442.903,00 442.903,00

1,98 0,32 0,49 0,78 0,59 0,37 1,43 2,71

103.037,00 54.277,00 103.037,00 20.139,00 103.037,00 23.944,00 103.037,00 59.293,00 103.037,00 15.618,00 103.037,00 7.712,00 103.037,00 136.745,00 103.037,00 3.779,00

2006 Jbi 13.793,00 27.440,00 1.572,00 2.959,00 12.458,00

JB Ni 111.977,00 130.149,00 111.977,00 54.944,00 111.977,00 20.006,00 111.977,00 24.445,00 111.977,00 61.948,00

N 466.249,00 466.249,00 466.249,00 466.249,00 466.249,00

LQ 0,44 2,08 0,33 0,50 0,84

2.078,00 684,00 48.427,00 2.566,00

111.977,00 15.700,00 466.249,00 111.977,00 8.077,00 466.249,00 111.977,00 147.063,00 466.249,00 111.977,00 3.916,00 466.249,00

0,55 0,35 1,37 2,73

Jbi JB Ni N 14.264,00 120.458,00 136.722,00 490.262,00 28.537,00 120.458,00 52.923,00 490.262,00 1.608,00 120.458,00 19.658,00 490.262,00 2.905,00 120.458,00 25.861,00 490.262,00 13.917,00 120.458,00 65.470,00 490.262,00 2.207,00 120.458,00 16.233,00 490.262,00 680,00 120.458,00 8.213,00 490.262,00 53.672,00 120.458,00 161.378,00 490.262,00 2.668,00 120.458,00 3.806,00 490.262,00

LQ 0,42 2,19 0,33 0,46 0,87 0,55 0,34 1,35 2,85

2007

103

2008 Jbi

JB

Ni

N

LQ

13.802,00 131.107,00 139.922,00 510.102,00 0,38 27.421,00 131.107,00

50.944,00 510.102,00 2,09

1.590,00 131.107,00

20.336,00 510.102,00 0,30

2.716,00 131.107,00

25.477,00 510.102,00 0,41

11.561,00 131.107,00

68.390,00 510.102,00 0,66

2.268,00 131.107,00

15.991,00 510.102,00 0,55

627,00 131.107,00

8.045,00 510.102,00 0,30

68.845,00 131.107,00 177.178,00 510.102,00 1,51 2.727,00 131.107,00

3.769,00 510.102,00 2,82

2009 Jbi

JB

Ni

N

LQ

14.593,00 129.169,00 155.720,00 522.940,00 0,38 26.301,00 129.169,00

51.265,00 522.940,00 2,08

1.819,00 129.169,00

20.039,00 522.940,00 0,37

2.856,00 11.666,00 2.321,00 633,00 65.985,00 2.995,00

129.169,00 27.074,00 522.940,00 129.169,00 69.422,00 522.940,00 129.169,00 15.889,00 522.940,00 129.169,00 7.681,00 522.940,00 129.169,00 171.962,00 522.940,00 129.169,00 3.888,00 522.940,00

0,43 0,68 0,59 0,33 1,55 3,12

104

Lampiran II Location Quotient (LQ) Rata-Rata Provinsi Jawa Barat LQ Rata-rata 2005 0,43 1,98 0,31 0,49 0,78 0,59 0,37 1,43 2,71

2006 0,44 2,08 0,32 0,5 0,84 0,55 0,35 1,37 2,73

LQ Rata2007 2008 2009 rata 0,42 0,38 0,38 0,42 2,19 2,09 2,07 2,09 0,33 0,3 0,37 0,32 0,46 0,41 0,42 0,47 0,87 0,66 0,68 0,79 0,55 0,55 0,59 0,56 0,33 0,3 0,33 0,34 1,35 1,51 1,55 1,42 2,85 2,81 3,11 2,78

105

Lampiran III Komponen Shift Share Komponen Shift Share Provinsi Jawa Barat Pertambahan PDRB (Gj) Tahunan Jawa Barat Y 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009

Yjt (PDRB akhir Jawa Barat) 111.977,00 120.458,00 131.557,00 129.169,00

Yjo(PDRB awal Jawa Barat) 103.037,00 111.977,00 120.458,00 131.557,00

Gj=Yjt-Yjo 8.940,00 8.481,00 11.099,00 -2.388,00

106

Lampiran IV 2005-2006 Y ind.makanan,minuman, dan tembakau ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind. Barang kayu dan barang dari kayu industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya ind.barang lainnya Total

Yjo Yjt Gj 12.263,00 13.793,00 1.530,00 24.986,00 27.440,00 2.454,00 1.483,00 1.572,00 89,00 2.720,00 2.959,00 239,00 10.824,00 12.458,00 1.634,00 2.132,00 2.078,00 -54,00 659,00 684,00 25,00 45.588,00 48.427,00 2.382,00 2.566,00 103.037,00 111.977,00

2.839,00 184,00 8.940,00

2006-2007 Y ind.makanan,minuman, dan tembakau ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind. Barang kayu dan barang dari kayu industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya ind.barang lainnya Total

Yjo Yjt Gj 13.793,00 14.264,00 471,00 27.440,00 28.537,00 1.097,00 1.572,00 1.608,00 36,00 2.959,00 2.905,00 -54,00 12.458,00 13.917,00 1.459,00 2.078,00 2.207,00 129,00 684,00 680,00 -4,00 48.427,00 53.672,00 5.245,00 2.566,00 2.668,00 102,00 111.977,00 120.458,00 8.481,00

2007-2008 Y ind.makanan,minuman, dan tembakau ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind. Barang kayu dan barang dari kayu industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya ind.barang lainnya Total

Yjo Yjt Gj 14.264,00 13.802,00 -462,00 28.537,00 27.421,00 -1.116,00 1.608,00 1.590,00 -18,00 2.905,00 2.716,00 -189,00 13.917,00 11.561,00 -2.356,00 2.207,00 2.268,00 61,00 680,00 627,00 -53,00 53.672,00 2.668,00 120.458,00

68.845,00 15.173,00 2.727,00 59,00 131.557,00 11.099,00

107

2008-2009 Y ind.makanan,minuman, dan tembakau ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind. Barang kayu dan barang dari kayu industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya ind.barang lainnya Total

Yjo Yjt Gj 13.802,00 14.593,00 26.301,0 27.421,00 1.819,0 1.590,00 2.856,0 2.716,00 11.666,00 11.561,00 2.268,00 2.321,00 627,00 633,00

791,00 -1.120,00 229,00 140,00 105,00 53,00 6,00

68.845,00 2.727,00 131.557,00

-2.860,00 268,00 -2.388,00

65.985,00 2.995,00 129.169,00

108

Lampiran V Komponen Share Komponen Nasional Share Provinsi Jawa Barat (Nj) Y 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009

Yjo (PDRB tot Yt(PDB tot Yo(PDB tot Jabar awal) Nas akhir) Nas awal) 103.037,00 466.249,00 442.903,00 111.977,00 490.262,00 466.249,00 120.458,00 510.102,00 490.262,00 131.557,00 522.940,00 510.102,00

Yjo(PDRB tot Jabar awal) Nj=Yjo(Yt/Yo)Yjo 103.037,00 5.431,22 111.977,00 5.767,10 120.458,00 4.874,71 131.557,00 3.310,96

109

Lampiran VI 2005-2006 Y

Yjo

ind.makanan,minuman, dan tembakau

12.263,00 466.249,00 24.986,00 466.249,00

442.903,00 442.903,00

12.263,00 24.986,00

646,3988684

1.483,00 2.720,00 10.824,00 2.132,00 659,00 45.588,00 2.382,00

442.903,00 442.903,00 442.903,00 442.903,00 442.903,00 442.903,00 442.903,00 442.903,00

1.483,00 2.720,00 10.824,00 2.132,00 659,00 45.588,00 2.382,00

78,17088166

103.037,00

5431,215869

ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind.barang kayu dan barang Dari kAyu lainnya industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya ind.barang lainnya Total

Yt

Yo

466.249,00 466.249,00 466.249,00 466.249,00 466.249,00 466.249,00 466.249,00 103.037,00 466.249,00

Yjo

Nj

1317,044942

143,3747796 570,5472846 112,3805258 34,73675726 2403,003475 125,5583548

2006-2007 Y

Yjo

ind.makanan,minuman, dan tembakau

13.793,00 27.440,00

490.262,00 490.262,00

466.249,00 466.249,00

13.793,00 27.440,00

710,3743043

1.572,00 2.959,00 12.458,00 2.078,00 684,00 48.427,00 2.566,00

490.262,00 490.262,00 490.262,00 490.262,00 490.262,00 490.262,00 490.262,00 490.262,00

466.249,00 466.249,00 466.249,00 466.249,00 466.249,00 466.249,00 466.249,00 466.249,00

1.572,00 2.959,00 12.458,00 2.078,00 684,00 48.427,00 2.566,00

80,96196667

111.977,00

5767,098055

ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind.barang kayu dan barang Dari kAyu lainnya industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya ind.barang lainnya Total

111.977,00

Yt

Yo

Yjo

Nj

1413,22924

152,3959665 641,6184356 107,0222435 35,22772596 2494,112697 132,1554749

110

2007-2008 Y ind.makanan,minuman, dan tembakau ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind.barang kayu dan barang Dari kAyu lainnya industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya ind.barang lainnya Total 2008-2009 Y ind.makanan,minuman, dan tembakau ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind.barang kayu dan barang Dari kAyu lainnya industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya ind.barang lainnya Total

Yjo

Yt

Yo

Yjo

Nj

14.264,00 510.102,00 490.262,00 28.537,00 510.102,00 490.262,00

14.264,00 577,2378 28.537,00 1154,8398

1.608,00 510.102,00 490.262,00 2.905,00 510.102,00 490.262,00 13.917,00 510.102,00 490.262,00

1.608,00 65,072798 2.905,00 117,56 13.917,00 563,19535

2.207,00 510.102,00 490.262,00 680,00 510.102,00 490.262,00

2.207,00 89,313224 680,00 27,518347

53.672,00 510.102,00 490.262,00 53.672,00 2172,007 2.668,00 510.102,00 490.262,00 2.668,00 107,96905 120.458,00 510.102,00 490.262,00 120.458,00 4874,7134 Yjo

Yt

Yo

Yjo

Nj

13.802,00 27.421,00

522.940,00 510.102,00 522.940,00 510.102,00

13.802,00 347,36205 27.421,00 690,11844

1.590,00 2.716,00 11.561,00

522.940,00 510.102,00 522.940,00 510.102,00 522.940,00 510.102,00

1.590,00 40,01635 2.716,00 68,354972 11.561,00 290,96165

2.268,00 627,00

522.940,00 510.102,00 522.940,00 510.102,00

2.268,00 57,079925 627,00 15,780032

68.845,00 2.727,00 131.557,00

522.940,00 510.102,00 68.845,00 1732,6576 2.727,00 68,631815 522.940,00 510.102,00 522.940,00 510.102,00 131.557,00 3310,9628

111

Lampiran VII

(P + D )J Provinsi Jawa Barat Y 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009

Yjt 111.977,00 120.458,00 131.557,00 129.169,00

Yt Yo 466.249,00 442.903,00 490.262,00 466.249,00 510.102,00 490.262,00 522.940,00 510.102,00

(P + D)j=YjtYjo (Yt/Yo)Yjo 103.037,00 3.508,78 111.977,00 2.713,90 120.458,00 6.224,29 131.557,00 -5.698,96

112

Lampiran VIII KOMPONEN DIFFERENTIAL SHIFT KOMPONEN DIFFERENTIAL SHIFT (Dj) Provinsi Jawa Barat Y 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009 TOT

(P+D)j=Yjt- PJ=(Yit/Yio)- DJ=Yijt(Yt/Yo)Yjo (Yt/Yo)Yijo (Yit/Yio)Yijo 3508,7841 -139,4 3648,41 2713,9019 -504,38 3217,55 6224,2866 235,09 5989,46 -5698,963 -3269,4 -2429,3 6748,0099 -3678,09 10426,12

2005-2006 Yijt Jabar 2006

Yit

Yio

Yijo 2005

13.793,00 27.440,00

130.149,00 54.944,00

121.396,00 54.277,00

12.263,00 24.986,00

645,8025058

1.483,00 2.720,00 10.824,00 2.132,00 659,00 45.588,00 2.382,00

98,79388252

ind.barang lainnya

1.572,00 20.006,00 20.139,00 2.959,00 24.445,00 23.944,00 59.293,00 12.458,00 61.948,00 2.078,00 15.700,00 15.618,00 684,00 8.077,00 7.712,00 48.427,00 147.064,00 136.745,00 2.566,00 3.916,00 3.779,00

IND PENGOLAHAN NON MIGAS

111.977,00

466.249,00

442.903,00

103.037,00

Yijt Jabar2007

Yit

Yio

136.722,00 52.923,00

130.149,00 54.944,00

13.793,00 27.440,00

-225,5968928

20.006,00 24.445,00 61.948,00 15.700,00 8.077,00 147.064,00 3.916,00

1.572,00 2.959,00 12.458,00 2.078,00 684,00 48.427,00 2.566,00

63,34459662

ind.barang lainnya

1.608,00 19.658,00 2.905,00 25.861,00 13.917,00 65.470,00 2.207,00 16.233,00 680,00 8.213,00 53.672,00 161.376,00 2.668,00 3.806,00

IND PENGOLAHAN NON MIGAS

120.458,00

466.249,00

111.977,00

SEKTOR ind.makanan,minuman, dan tembakau ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind.barang kayu dan barang Dari kAyu lainnya industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya

DJ 2146,951674

182,0872035 1149,326936 -65,1937508 -6,189704357 -601,1445903 97,64540884 3.648,08

2006-2007 SEKTOR ind.makanan,minuman, dan tembakau ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind.barang kayu dan barang Dari kAyu lainnya industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya

14.264,00 28.537,00

490.262,00

Yijo 2006

DJ 2106,322947

-225,4029045 750,7111771 58,45388535 -15,51714746 532,1727683 174,0786517 3.218,57

113

2007-2008 SEKTOR

Yijt jabar 2008

Yit

Yio

Yijo 2007

DJ

13.802,00 139.922,00 27.421,00 50.994,00

136.722,00 52.923,00

14.264,00 28.537,00

-795,8511725

19.658,00 25.861,00 65.470,00 16.233,00 8.213,00 161.376,00 3.806,00

1.608,00 2.905,00 13.917,00 2.207,00 680,00 53.672,00 2.668,00

-73,45955845

ind.barang lainnya

1.590,00 20.336,00 2.716,00 25.477,00 11.561,00 68.390,00 2.268,00 15.991,00 627,00 8.045,00 68.845,00 177.178,00 2.727,00 3.769,00

IND PENGOLAHAN NON MIGAS

131.557,00

490.262,00

120.458,00

5.989,43

ind.makanan,minuman, dan tembakau ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind.barang kayu dan barang Dari kAyu lainnya industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya

510.102,00

-75,84972507

-145,8647771 -2976,706278 93,90174336 -39,09034458 9917,417113 84,93694167

2008-2009 SEKTOR

Yijt jabar 2009

Yit

Yio

Yijo 2008

139.922,00 50.994,00

13.802,00 27.421,00

ind.barang lainnya

2.856,0 11.666,00 2.321,00 633,00 65.985,00 2.995,00

20.039,00 27.074,00 69.422,00 15.889,00 7.681,00 171.962,00 3.888,00

20.336,00 25.477,00 68.390,00 15.991,00 8.045,00 177.178,00 3.769,00

1.590,00 2.716,00 11.561,00 2.268,00 627,00 68.845,00 2.727,00

IND PENGOLAHAN NON MIGAS

129.169,00

522.940,00

510.102,00

131.557,00

ind.makanan,minuman, dan tembakau ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind.barang kayu dan barang Dari kAyu lainnya industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya

14.593,00 155.720,00 26.301,0 51.265,00 1.819,0

DJ -767,3253241 -1265,724811 252,2213808 -30,24971543 -69,45462787 67,46663748 34,3689248 -833,249952 181,8994428 -2.430,05

114

Lampiran IX

KOMPONEN PROPORTIONAL SHIFT KOMPONEN PROPORTIONAL SHIFT (Pj) PROVINSI JAWA BARAT 2005-2006 (Yit/Yio)(Yt/Yo) Yijo PJ 0,019393812 12.263,00 237,8263136 -0,040420243 24.986,00 -1009,940202 -0,05931316 1.483,00 -87,96141581 -0,031785236 2.720,00 -86,45584175 -0,007931428 10.824,00 -85,84978159 -0,047458706 2.132,00 -101,1819613 -0,00538022 659,00 -3,545564991 0,022745255 45.588,00 1036,910666 -0,016456081 2.382,00 -39,19838545 -0,17 103.037,00 -139,40 2006-2007 (Yit/Yio)(Yt/Yo) Yijo PJ -0,00099887 13.793,00 -13,7774115 -0,08828543 27.440,00 -2422,552187 -0,068897305 1.572,00 -108,3065633 0,006423433 2.959,00 19,00693795 0,005351612 12.458,00 66,67038724 -0,017553479 2.078,00 -36,47612883 -0,034664588 684,00 -23,7105785 0,045815651 48.427,00 2218,714534 -0,079592411 2.566,00 -204,2341265 -0,23 111.977,00 -504,67

115

2007-2008 (Yit/Yio)(Yt/Yo) Yijo PJ -0,017063 14.264,00 -243,386631 -0,076917339 28.537,00 -2194,990095 -0,005978383 1.608,00 -9,613239361 -0,055316772 2.905,00 -160,6952215 0,004132423 13.917,00 57,510925 -0,055376061 2.207,00 -122,2149677 -0,060923533 680,00 -41,42800276 0,057452227 53.672,00 3083,575919 -0,05018965 2.668,00 -133,9059868 -0,26 120.458,00 234,85 2008-2009 (Yit/Yio)(Yt/Yo) Yijo PJ 0,087738246 13.802,00 1210,963275 -0,019853165 27.421,00 -544,3936322 -0,039772158 1.590,00 -63,23773047 0,037516474 2.716,00 101,8947433 -0,01007759 11.561,00 -116,507019 -0,031546103 2.268,00 -71,54656268 -0,07041301 627,00 -44,14895703 -0,054606836 68.845,00 -3759,407654 0,006405846 2.727,00 17,46874236 -0,09 131.557,00 -3.268,91

116

RATA - RATA PROPORTIONAL SHIFT (Pj) PROVINSI JAWA BARAT

SEKTOR

ind.makanan,minuman, dan tembakau ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind.barang kayu dan barang dari kayu lainnya

20052006

20062007

20072008

20082009

Rata-rata

237,8

-13,78

-243,93

1210,96

297,76

-1009,99

-2422,55

-2194,99

-544,40

-1542,98

-87,96

-108,31

-9,61

-63,24

-67,28

-86,46

19,01

-160,70

101,90

-31,56

-85,87

66,67

57,51

-116,50

-19,55

-101,19

-36,48

-122,21

-71,55

-82,86

-3,55

-23,71

-41,43

-44,15

-28,21

1037,14

2218,71

3083,58

-3759,41

645,00

-39,21

-204,23

-133,91

17,47

-89,97

-139,3

-504,67

234,85

-3268,91

-919,51

industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya ind.barang lainnya TOTAL

117

Komponen Pertumbuhan Differensial (Dj) Provinsi Jawa Barat

SUBSEKTOR

20052006 645,8

20062007 -225,6

20072008 -795,85

20082009 -767,33

RATARATA -285,75

-75,85

-1265,72

727,93

ind.makanan,minuman, dan tembakau 2146,95 2106,32 ind.tekstil,brg kulit dan alas kaki ind.barang kayu dan barang Dari kAyu lainnya

98,79

63,34

-73,46

252,22

85,22

182,08

-225,4

-145,86

-30,25

-54,86

1149,33

750,71

-2976,71

-69,45

-286,53

-65,19

58,45

93,9

67,47

38,66

-3,55

-15,52

-39,09

34,37

-6,61

-6,19

532,17

9917,41

-833,25

2253,81

-601,14

174,07

84,94

181,9

134,65

5989,43

-2430,04

2606,26

industri kertas dan brg cetakan ind.pupuk,kimia dan brg karet ind.semen dan brg galian bkn logam ind.logam dasar besi dan baja ind.alat angkutan,mesin dan peralatannya ind.barang lainnya TOTAL

3648,08 3217,57

118

Lampiran X

CHECKING PERHITUNGAN SHIFT SHARE Total Pertambahan PDRB (Gj) = National Share (Nj) + Proporsional Shift (Pj) + Differential Shift (Dj. Maka, hal ini akan sama dengan nilai rata-ratanya, sehingga Nilai rata-rata Gj = Nilai Rata-rata Nj + Nilai Rata-rata Pj + Nilai Rata-rata Dj PROVINSI JAWA BARAT Y 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009 TOT

Gj 8.940,00 8.481,00 11.099,00

NJ PJ DJ NJ+PJ+DJ 5431,2159 -139,4 3648,41 8.940,00 5767,0981 -504,38 3217,55 8.480,00 4874,7134 235,09 5989,46 11.099,00 -2.388,00 3310,9628 3.269,40 -2429,3 -2.388,00 26.132,00 19.383,99 3.678,09 10.426,12 26.132,00

119