ANALISIS PRAKTIK LAMA WAKTU TINDAKAN PERAWAT

Download adalah untuk menganalisis praktik tindakan perawat pelaksana pada pasien IGD berdasarkan klasifikasi ... mengintegrasikan program K3 dalam ...

0 downloads 324 Views 36KB Size
Analisis Praktik Lama Waktu ... (Amriyanti, Yuliani S)

Analisis Praktik Lama Waktu Tindakan Perawat Pelaksana pada Pasien IGD Berdasarkan Klasifikasi Kegawatdaruratan di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi Amriyanti*), Yuliani Setyaningsih**) *) Staf Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi Korespodensi : [email protected] **) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat, dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Pelayanan pasien gawat darurat memegang peranan yang sangat penting (time saving is life saving) bahwa waktu adalah nyawa. Salah satu indikator mutu pelayanan berupa respon time (waktu tanggap). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis praktik tindakan perawat pelaksana pada pasien IGD berdasarkan klasifikasi kegawatdaruratan di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian dimana objek penelitian diukur dalam waktu bersamaan, dimana pengambilan data menggunakan kuesioner dengan jumlah sampel 26 orang tenaga perawat pelaksana IGD RSUD Raden Mattaher Jambi. Hasil praktik perawat pelaksana IGD di RSUD Raden Mattaher Jambi membutuhkan waktu dalam memberikan pelayanan terhadap pasien yang datang sebagai berikut:gawat darurat 101,07 menit, darurat tidak gawat 45,17 menit, gawat tidak darurat 51,23 menit dan tidak gawat tidak darurat 36,07 menit. Kata Kunci: klasifikasi kegawatdaruratan, karakteristik, perawat IGD ABSTRACT Analysis of Long Time Practice Nurse Executive Actions Based On Patient Classification ER & E Hospital Raden Mattaher Jambi; Emergency patient care is a service that requires immediate care, which is fast, accurate, and carefully to prevent death and disability. Emergency patient care plays a very important (time saving is life saving) that time is life. One indicator of the quality of service such as response time. The purpose of this study was to analyze the practice of action in patients with installation of emergency nurse practitioner emergency classification based at Raden Mattaher Public Hospital Jambi. This research is a quantitative study with cross-sectional research is research in which the object is measured at the same time, where the retrieval of data using a questionnaire with a sample of 26 nurse implementing installation of emergency Raden Mattaher Public Hospital Jambi.The results of the practice nurse practitioner in the hospital installation of emergency Raden Mattaher Jambi takes in providing care to patients who come in as follows: emergency and critical patient 101,07 minutes, emergency non critical 45.17 minutes, critical non emergency 51.23 minutes and non critical and emergency 36.07 minutes. Keywords: emergency classification, characteristic, nurses Emergency Installation.

111

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 2 / Agustus 2013 PENDAHULUAN Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat, dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Pelayanan pasien gawat darurat memegang peranan yang sangat penting (time saving is life saving) bahwa waktu adalah nyawa. Salah satu indikator mutu pelayanan berupa respon time (waktu tanggap), di mana merupakan indikator proses untuk mencapai indikator hasil yaitu kelangsungan hidup. Pelayanan tersebut diberikan kepada pasien yang mempunyai keterbatasan fisik dan mental, pengetahuan serta kurangnya kemajuan menuju kepada kemampuan untuk melaksanakan kegiatan sehari-sehari.(Depkes RI, 2004) Pada penelitian Tutuko yang pernah dilakukan di IGD rumah sakit setiap klien yang masuk ruang gawat darurat, membutuhkan waktu sebagai berikut: untuk kasus gawat darurat : 86,31 menit, untuk kasus darurat tidak gawat : 71,28 menit, untuk kasus gawat tidak darurat : 53,22 menit dan untuk kasus tidak gawat tidak darurat : 33,09 menit.(Musni, 2000) Sedangkan untuk standar dari Depkes tentang klasifikasi kegawatdaruratan belum ada yang ada berupa respon time IGD dimana tidak boleh melebihi dari waktu 5 menit.(Depkes RI,2004) Pelayanan keperawatan memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Keberadaan perawat menjadi cukup strategis serta memberi pengaruh besar dalam upaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Di rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan tenaga keperawatan sebagai pelaksana keperawatan mempunyai proporsi yang cukup besar (50%- 60%) dari seluruh tenaga kesehatan, tetapi dari segi kualitas tenaga keperawatan di Indonesia masih jauh tertinggal oleh Negara lain, di sisi lain kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang amat pesat serta tuntutan masyarakat akan pelayanan keperawatan yang semakin meningkat tidak

diimbangi dengan meningkatnya kualitas pelayanan keperawatan, sehingga pelayanan keperawatan yang diberikan masih belum optimal. .(Depkes RI,2004) Masalah K3 sering diabaikan oleh manajemen perusahaan dan tidak mengintegrasikan program K3 dalam manajemen perusahaan, tidak menyediaakan alat keselamatan dan pengaman untuk pekerjanya karena enggan mengeluarkan biaya tambahan. K3 tidak banyak diketahui oleh para pekerja sendiri padahal manajemen perusahaan dan pekerja merupakan obyek dan subyek dalam masalah-masalah K3. (Joedoatmodjo,2000) Perawat memandang manusia sebagai makhluk yang bersifat utuh dan unik. Utuh artinya mencakup satu kesatuan dari bio-psiko-sosiospiritual. Sedangkan manusia yang bersifat unik artinya kemampuan manusia untuk merespon terhadap masalah kesehatan berbeda antara satu pasien dengan yang lainnya.(Alexander,1991) Profesionalisme merupakan bagian penting dalam proses pelayanan rumah sakit. Di sini, pasien membutuhkan rasa aman dalam pelayanan kesehatan. Dibutuhkan para perawat yang memiliki kompetensi yang baik. Perawat profesional harus mampu menganalisa respon manusia terhadap masalah kesehatan baik secara aktual maupun potensial dengan mengkategorikan pasien berdasarkan tingkat ketergantungan yang berorientasi pada tingkat kemandirian pasien.(Gillis,1989) Orientasi tersebut mampu meningkatkan moral dan martabat manusia, sehingga perasaan tidak mampu dan tidak berdaya baik fisik maupun mental dapat teratasi melalui penyesuaian terhadap penyakit yang dideritanya.(Gillis,1996) Masyarakat hingga saat ini masih beranggapan bahwa tenaga keperawatan harus memberikan bantuan asuhan keperawatan secara keseluruhan tanpa menghiraukan kemampuan dan respon pasien dalam memenuhi kebutuhannya.(Priharjo, 1995) Apabila melihat fenomena tersebut diatas dengan ditunjang 112

Analisis Praktik Lama Waktu ... (Amriyanti, Yuliani S) profesi keperawatan untuk melakukan asuhan keperawatan secara profesional, maka langkah utama yang harus dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan dasar manusia adalah mengklasifikasikan pasien berdasarkan tingkat kegawatdaruratan. Sistem klasifikasi pasien adalah metoda pengelompokkan pasien menurut jumlah dan kompleksitas persyaratan perawatan terhadap pasien sesuai dengan tingkat ketergantungan pasien terhadap pemenuhan kebutuhan dasarnya dan menjadi dasar dalam pemberian bantuan asuhan keperawatan.(Gillis,1996) Faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungan jam asuhan keperawatan yang diperlukan untuk setiap sistem klasifikasi maupun kualitas pelayanan keperawatan adalah latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, keterampilan/ keahlian perawat serta sarana dan prasarana sebagai alat pendukung asuhan keperawatan.(Ilyas,1999) Dengan demikian perawat dituntut untuk memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjamin tercapainya kualitas pelayanan keperawatan terhadap pasien itu sendiri. Waktu praktik tindakan perawat merupakan gabungan dari waktu dimulainya tindakan saat pasien tiba di depan pintu masuk IGD sampai mendapatkan pelayanan ataupun respon dari perawat IGD yaitu waktu yang diperlukan pasien hingga sampai dengan selesai dilakukan tindakan. Jabaran tugas yang tepat pada seseorang akan menumbuhkan sifat tanggung jawab serta dapat mencegah terjadinya konflik, frustasi dan tumpang tindihnya suatu pekerjaan.(Tomey, 1992) Dengan demikian selama melaksanakan tugasnya, waktu kerja perawat akan mempunyai porsi yang lebih besar terhadap aktivitas yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan pasien dan memperkecil porsi aktivitas yang tidak berkaitan dengan kepentingan kesehatan pasien, misalnya ngobrol, presentasi khusus perawat, kumpul-kumpul dan sebagainya 113

Dengan adanya suatu penilaian terhadap penggunaan waktu, maka kebutuhan waktu kerja dalam memberikan pelayanan keperawatan langsung dapat dinilai.(Ellis & Hartly,1995) Disinilah tugas perawat pelaksana dalam menunjukkan kualitas pelayanan keperawatan, dengan cara memanfaatkan waktu dengan baik, melakukan aktivitas yang memang sesuai dengan peran dan fungsinya serta sesuai kepentingan pasien. Apabila perawat sibuk, kesibukan itu bermakna, sehingga tercapai kepuasan pasien, perawat dan kualitas yang baik. Berdasarkan survey awal informasi yang di dapat dari salah satu staf bidang pelayanan keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi, telah berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang dapat menunjang tercapainya harapan pasien dengan menyusun standar asuhan keperawatan, membuat protap-protap keperawatan, mengupayakan fasilitas yang kurang, melakukan sistem pendidikan berjenjang dan juga pelatihan-pelatihan yang terkait dengan instalasi gawat darurat.(Depkes RI,2004) Berdasarkan dari data yang didapat jumlah pasien gawat darurat sebanyak 390 menduduki pada urutan ketiga, walaupun bukan pada urutan pertama tetapi keadaan gawat darurat tersebut sangatlah perlu penanganan pasien yang cepat, tepat, aman, nyaman dan selamat. Sedangkan dari data wawancara awal dengan pasien ataupun keluarga pasien di IGD Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi tersebut, dari sepuluh pasien atau keluarga tujuh diantaranya ditemukan ketidakpuasan terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Ini ditunjang denganhasil survey yang pernah dilakukan oleh tim RS menemukan angka tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan baru mencapai 71,40 % kaitan dengan visi, misi RS dalam memberikan pelayanan prima dan mandiri maka angka ini belum mencapai angka yang diinginkan yaitu 95%. Praktik lama waktu tindakan keperawatan yang ada di IGD RSUD Raden Mattaher Jambi

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 2 / Agustus 2013 adalah untuk pemisahan pasien secara triase dan pemberian label sudah dilaksanakan, hanya saja belum berjalan dengan optimal, banyak faktor yang terlibat didalamnya, seperti: pada faktor pemudah (predispocing) yaitu faktor karakteristik (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, masa kerja), pengetahuan, sikap, untuk faktor pemungkin/ enabling yang meliputi ketersediaan sarana, pelatihan, belajar mandiri, sedangkan pada faktor penguat/ reinforcing terdiri dari konsultasi dan pembimbingan serta pengalaman kerja. Selain itu banyak bagian tenaga kesehatan lain seperti tim medis, tim keperawatannya sendiri, tim catatan medik, laboratorium dan tim non medis. Dengan penelitian ini diharapkan akhirnya pemisahan pasien secara triase dan pemberian label bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan ini perlu kerjasama dari semua petugas yang ada. Dengan demikian maka peneliti melihat perlu diadakan penelitian tentang berapa lama waktu praktik tindakan perawat pelaksana dalam melakukan tindakan keperawatan pada pasien yang datang di IGD berdasarkan klasifikasi kegawatdaruratan di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi. Lama penelitian 1 bulan, subjek penelitian adalah 26 orang perawat yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat RSUD Raden Mataher Jambi. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian analitik dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional yang bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah perawat IGD dimana yang menjadi sampel penelitian sebanyak 26 orang perawat pelaksana yang merupakan total sampel pada bulan april – mei 2012. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana IGD, variabel bebas meliputi faktor pemudah (predispocing) yaitu faktor karakteristik (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, masa kerja),

pengetahuan, sikap, untuk faktor pemungkin/ enabling yang meliputi ketersediaan sarana, pelatihan, belajar mandiri, sedangkan pada faktor penguat/ reinforcing terdiri dari konsultasi dan pembimbingan serta pengalaman kerja. Data yang telah terkumpul dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan uji Kai-Kuadrat. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Responden merupakan perawat pelaksana IGD yang berjumlah 26 orang dengan nilai setiap klasifikasi adalah sebagai berikut: gawat darurat kategori baik 10 dan kurang 16, darurat tidak gawat kategori baik 20 dan kurang 6, gawat tidak darurat kategori baik dan kurang masing-masing 13, tidak gawat tidak darurat kategori baik 14 dan kurang 12, sedangkan lama waktu tindakan yang dibutuhkan dalam praktik tindakan perawat pelaksana IGD di RSUD Raden Mattaher Jambi dalam memberikan pelayanan terhadap pasien yang datang adalah sebagai berikut: gawat darurat 101,07 menit, darurat tidak gawat 45,17 menit, gawat tidak darurat 51,23 menit dan tidak gawat tidak darurat 36,07 menit. Baik dikatakan jika lama waktu praktik tindakan yang di dapat dibawah dari nilai rata-rata sedangkan kurang dikatakan jika lama waktu praktik tindakan yang didapat diatas dari nilai rata-rata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 26 responden yang memiliki kategori umur muda (20-34 tahun) dan dewasa (> 35 tahun) masingmasing sebanyak 13 orang (50%), dengan jenis kelamin terbanyak laki-laki 15 orang (57,69%). Dengan tingkat pendidikan hampir seluruh responden adalah lulusan D III sebanyak 22 orang (84,62%) sedangkan alam hal status pekerjaan yang terbanyak 12 orang (46,15%) bekerja sebagai PNS. Dengan masa kerja sebagian responden memiliki kategori masa kerja (0-5 tahun) dan lama (>5 tahun) masing-masing sebanyak 13 orang (50%). Untuk hasil kategori baik pada pengetahuan sebanyak 20 orang (76,92%), sikap sebanyak 19 orang (73,08%), ketersediaan sarana sebanyak 23 orang 114

Analisis Praktik Lama Waktu ... (Amriyanti, Yuliani S) (88,46%), belajar mandiri sebanyak 16 orang (61,54%), konsultasi dan pembimbingan sebanyak 24 orang (92,31%), pengalaman kerja 18 orang (69,23%). Hasil uji statistik dengan Kai-Kuadrat menyimpulkan bahwa variabel dengan p < 0,05 secara statistik diartikan mempunyai hubungan dengan praktik lama waktu tindakan yaitu: umur (darurat tidak gawat 0,0052; tidak gawat tidak darurat 0,0016), jenis kelamin ( darurat tidak gawat 0,0354; gawat tidak darurat 0,0055), tingkat pendidikan (gawat darurat 0,0381), status pendidikan (darurat tidak gawat 0,0321), masa kerja (darurat tidak gawat 0,0387; tidak gawat tidak darurat 0,0183), pengetahuan (gawat darurat 0,02725; tidak gawat tidak darurat 0,04717), sikap (gawat daurat 0,01441; darurat tidak gawat 0,03597; gawat tidak darurat 0,02706), ketersediaan sarana (daurat tidak gawat 0,0000; gawat tidak darurat 0,04717), pelatihan (gawat tidak darurat 0,02969), belajar mandiri (gawat tidak darurat 0,04717; tidak gawat tidak darurat 0,03444), konsultasi dan pembimbingan (daurat tidak gawat 0,01984), pengalaman kerja (gawat daurat 0,02385; tidak gawat tidak darurat 0,04918). Praktik Lama Waktu Tindakan Perawat Pelaksana Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik lama waktu tindakan yang didapat dari 26 responden yang mempunyai nilai kategori baik (hasil lama waktu praktik tindakan dibawah dari nilai-nilai yang didapat) dan kurang ( hasil lama waktu praktik tindakan diatas dari nilai ratarata yang didapat) pada setiap klasifikasi. Sedangkan untuk standar dari Depkes tentang klasifikasi kegawatdaruratan belum ada, yang ada hanya berupa respon time IGD, dimana respon time tersebut tidak boleh melebihi waktu dari 5 menit.(Depkes RI,2004) Hasil ini tentu saja khusus untuk IGD di RSUD Raden Mattaher Jambi, tentu akan berbeda untuk di setiap rumah sakit kemungkinan saja kriteria dan keadaan 115

rumah sakit yang juga berbeda, misalnya: tempat pemeriksaan penunjang terletak jauh dari ruang IGD, selain itu dalam proses pemeriksaan penunjang (laboratorium dan radiologi) tersebut membutuhkan waktu yang tidak sedikit, akan memberikan hasil klasifikasi kegawatdaruratan yang berbeda pula. Demikian pula halnya dengan variabel bebas lain yang diteliti akan menghasilkan hubungan yang bervariasi dengan klasifikasi kegawatdaruratan. Faktor Pemudah (Predisposing) Karakteristik Umur Pada hasil penelitian didapatkan hasil bahwa umur responden termuda 22 tahun dan tertua 47 tahun, jika diambil rata-rata umur responden tersebut adalah 30 tahun, sehingga responden tergolong kelompok umur produktif. Ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa Semakin tua usia pegawai, makin tinggi komitmentnya terhadap organisasi, hal ini disebabkan karena kesempatan individu untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi lebih terbatas sejalan dengan meningkatnya usia. Keterbatasan tersebut dipihak lain dapat meningkatkan persepsi yang lebih positif mengenai atasan sehingga dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap organisasi dan dapat mempengaruhi perkembangan pekerjaan dan keterampilan dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya (Soekidjo ,2010) Pegawai yang berusia lebih tua cenderung lebih mempunyai rasa keterikatan atau komitmen pada organisasi dibandingkan dengan yang berusia muda sehingga meningkatkan loyalitas mereka pada organisasi. Hal ini bukan saja disebabkan karena lebih lama tinggal di organisasi, tetapi dengan usia tuanya tersebut, makin sedikit kesempatan pegawai untuk menemukan organisasi yang lain .Sedangkan pegawai yang lebih muda cenderung mempunyai fisik yang kuat, sehingga diharapkan dapat bekerja keras dan pada umumnya mereka belum

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 2 / Agustus 2013 berkeluarga atau bila sudah berkeluarga anaknya relatif masih sedikit. Tetapi pegawai yang lebih muda umumnya kurang berdisiplin, kurang bertanggung jawab dan kadang sering berpindahpindah pekerjaan dibandingkan pegawai yang lebih tua.(Robbins, 2003) Jenis Kelamin Untuk jenis kelamin didapatkan hasil bahwa jenis kelamin laki-laki yang terbanyak yaitu 15 orang (57,69%). Ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas atau kemampuan belajar (Robbins.S,2003) Namun demikian studi-studi psikologi telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang dan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki pengharapan untuk sukses. Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat kemangkiran yang lebih tinggi daripada pria. Pada umumnya wanita menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai karirnya, sehingga komitmennya lebih tinggi. Hal ini disebabkan pegawai wanita merasa tanggung jawab rumah tangganya ada di tangan suami mereka, sehingga gaji atau upah yang diberikan oleh organisasi bukanlah sesuatu yang sangat penting bagi dirinya. Dilain pihak ada juga yang menyatakan bahwa wanita sebagai kelompok cenderung memiliki komitmen terhadap organisasi lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Wanita pada umumnya harus mengatasi lebih banyak rintangan dalam mencapai posisi mereka dalam organisasi sehingga keanggotaan dalam organisasi menjadi lebih penting bagi mereka. (Robbins.S,2003) Tingkat Pendidikan Dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa responden berpendidikan DIII keperawatan

(84,62%) lebih besar dibandingkan dengan responden yang berpendidikan DIV (7,69%) dan SPK (7,69%). Hasil ini berarti sebagian besar responden memenuhi standar kompetensi perawat yaitu setingkat DIII Keperawatan sesuai Keputusan Menkes RI nomor 369/Menkes/SK/ III/2007 tentang standar profesi perawat dan Kepmenkes Nomor 1796/Menkes/PER/VIII/ 2011 tentang registrasi tenaga kesehatan (Kepmenkes RI, 2011) Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya.(Soekidjo, 2010) Jadi dengan demikian semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi juga keahlian praktik dan keterampilan perawat pelaksana didalam memberikan pelayanan keperawatan terhadap pasien yang datang ke IGD dengan demikian kemungkinan pandangan dan tanggapan jelek dari masyarakat tentang RS juga semakin tidak terdengar. Status Pekerjaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah PNS 12 orang (46,15%). Responden PNS mempunyai tugas dan tanggung jawab jelas diatur dalam undangundang kepegawaian, dan secara peraturan diharapkan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap institusi dimana bekerja dengan pendapatan yang disesuaikan dengan kepangkatan atau golongan kepegawaian (Suma’mur,2009) Tenaga honor mempunyai tugas dan tanggung jawab yang diatur pemerintahan daerah, mendapatkan penghasilan sesuai perda, sedangkan tenaga kontrak mempunyai tugas dan tanggung jawab sama dengan honor, sedang pendapatan rendah dari tenaga honor dan ketidakpastian status kepegawaian. (Suma’mur,2009) 116

Analisis Praktik Lama Waktu ... (Amriyanti, Yuliani S) Masa Kerja Sesuai dengan teori yang mengemukakan bahwa semakin lama karyawan bekerja pada suatu organisasi semakin memberi peluang untuk menerima tugas-tugas yang menantang, otonomi yang lebih besar, keleluasaan bekerja, tingkat imbalan ekstrinsik yang lebih tinggi dan peluang menduduki jabatan atau posisi yang lebih tinggi (Robbins,2003) Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang pegawai lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang pegawai akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan mengenai jaminan hidup di hari tua. Dengan demikian perlu peningkatan pengetahuan dan ilmu yang sesuai dengan kompetensi keperawatan yang diharapkan untuk bisa meningkatkan praktik pelayanan keperawatan terhadap pasien yang datang di IGD. Ini semua agar menunjang dengan apa yang diharapkan oleh Depkes RI sesuai dengan peraturan yang ada dan yang terkait dengan kompetensi perawat. Pengetahuan Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam membantu tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan. Tingkat pengetahuan diartikan sebagai suatu derajat kemampuan seseorang untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menjelaskan materi secara baik dan benar (Soekidjo,2010) Ini semua berarti sesuai dengan peran dan fungsi dari perawat IGD dari Depkes RI. (Depkes RI, 2004) Begitu juga sebenarnya harapan dari masyarakat yang membutuhkan pelayanan IGD RS. Sesuai dengan teori yang menyatakan Pengetahuan adalah hasil usaha 117

manusia untuk memahami segala sesuatu melalui penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia dapat diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam membantu tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan. Tingkat pengetahuan diartikan sebagai suatu derajat kemampuan seseorang untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menjelaskan materi secara baik dan benar.(Soekidjo, 2010) Kozier, 2007) Pengetahuan sangat erat hubunganya dengan perilaku, perawat dituntut memiliki pengetahuan mengenai pendokumentasian asuhan keperawatan agar dalam memberikan pelayanan ada kesinambungan. Pengetahuan dasar yang harus dimiliki perawat antara lain pengertian pendokumentasian, sumber data, tujuan dan manfaat pendokumentasian. Sikap Hasil penelitian menjelaskan bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas tetapi merupakan merupakan predisposing dari tindakak atau perilaku. Sikap merupakan reaksi terhadap objek. Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, berpikir, kenyakinan dan emosi memegang peranan penting. (Soekidjo,2010) Sikap merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.(Azwar, 2007) Dari uraian diatas bisa kita lihat bahwa sikap

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 2 / Agustus 2013 seseorang disini adalah perawat pelaksana IGD telah melaksanakan praktik tindakan yang baik sebelum melakukan pelayanan terhadap pasien yang datang dan membutuhkan pertolongan. Ketersediaan Sarana Hasil penelitian ketersediaan sarana yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan adalah sebagian besar responden menjawab ya, ini sesuai dengan teori bahwa untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. (Soekidjo,2010) Dan juga sesuai dengan panduan dari Depkes RI dan juga standar pelayanan RS. .(Depkes RI, 2004). Dari hasil paparan diatas bisa kita lihat bahwa dengan ketersediaan sarana akan sangat membantu dalam hal peningkatan ilmu, keterampilan praktik perawat pelaksana di dalam memberikan pelayanan keperawatan yang optimal pada pasien yang datang ke IGD. Pelatihan Responden mengatakan bahwa pelatihan yang diterima terbanyak dimulai dari pelatihan PPGD, BTLS/BCLS ini keterkaitannya dengan tujuan dari Depkes RI untuk meningkatkan keterampilan SDM yang ada di pelayanan terutama sekali di RS. Sesuai apa yang diharapkan dan tujuan dari Depkes RI, dan juga merupakan tuntutan dari standar Akreditasi RS. .(Depkes RI, 2004) Belajar Mandiri Sedangkan pada variabel belajar mandiri responden berpendapat bahwa yang terbanyak pada pernyataan Mempelajari Standar Prosedur Operasional (SPO) yang berlaku, Membaca buku tentang pelayanan gawat darurat dan Membaca jurnal dan artikel tentang pelayanan gawat darurat yaitu 100%, %). Ini sesuai apa yang diharapkan pada penilaian akreditasi RS.(Depkes RI, 2004).

Untuk hal belajar mandiri juga sangat diperlukan karena seseorang itu akan bisa dilihat peningkatan ilmu yang dimiliki sesuai dengan apa yang dia dipelajari dengan demikian ilmunya tersebut akan terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Konsultasi dan Pembimbingan Sebagian besar responden memberikan dukungan pada variabel ini, dimana bahwa responden memilih jawaban ya terbanyak 100%, Ini tentu saja sesuai dengan pedoman dari Depkes RI.(Depkes RI,2002) Pedoman uraian tugas tenaga keperawatan di RS (Depkes RI 2004) dan juga pedolman kerja perawat IGD di RS.(Depkes RI, 2004). Konsultasi dan pembimbingan sangat diperlukan karena kita bekerja tidak sendirian perlu adanya kolaborasi antara satu profesi dengan profesi kehatan lainnya, dengan demikian akan bisa lebih cepat didalam menangani suatu kasus penyakit yang ditemui. Pengalaman Kerja Pada variabel pengalaman kerja menunjukkan bahwa responden memilih jawaban terbanyak ya (100%), Pengalaman kerja sangat diperlukan, bukan saja pengalaman kerja disatu tempat tetapi adalah pengalaman kerja menangani beberapa kasus tetapi adalah kendala yang dijumpai.(Depkes RI, 2004) SIMPULAN Praktik lama waktu tindakan perawat pelaksana IGD di RSUD Raden Mattaher Jambi membutuhkan waktu sebagai berikut: gawat darurat 101,07 menit, darurat tidak gawat 45,17 menit, gawat tidak darurat 51,23 menit dan tidak gawat tidak darurat 36,07 menit. Ada hubungan antara umur responden dengan praktik lama waktu tindakan perawat pelaksana pada klasifikasi gawat darurat (pvalue 0.0472), darurat tidak gawat (p-value 0.0052) dan tidak gawat tidak darurat (p-value 118

Analisis Praktik Lama Waktu ... (Amriyanti, Yuliani S) 0.0016). Ada hubungan antara jenis kelamin responden dengan praktik lama waktu tindakan perawat pelaksana pada klasifikasi darurat tidak gawat (p-value 0.0245) dan gawat tidak darurat (p-value 0.0055). Ada hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan praktik lama waktu tindakan perawat pelaksana hanya pada klasifikasi gawat darurat (p-value 0.0381). Ada hubungan antara status pekerjaan responden dengan praktik lama waktu tindakan perawat pelaksana pada klasifikasi darurat tidak gawat (p-value 0.0321). Ada hubungan antara masa kerja responden dengan praktik lama waktu tindakan perawat pelaksana pada klasifikasi darurat tidak gawat (p-value 0.0271) dan tidak gawat tidak darurat (p-value 0.0183). Ada hubungan antara pengetahuan responden dengan praktik lama waktu tindakan perawat pelaksana yaitu pada klasifikasi gawat darurat (p-value 0.02725) dan tidak gawat tidak darurat (p-value 0.04717). Ada hubungan antara sikap responden dengan praktik lama waktu tindakan perawat pelaksana pada klasifikasi gawat darurat (p-value 0.01441), darurat tidak gawat (p-value 0.03597) dan gawat tidak darurat (p-value 0.02706). Ada hubungan antara ketersediaan sarana dengan praktik lama waktu tindakan perawat pelaksana adalah pada klasifikasi darurat tidak gawat (p-value 0.00000) dan gawat tidak darurat (p-value 0.04717). Ada hubungan antara pelatihan dengan praktik lama waktu tindakan perawat pelaksana hanya pada klasifikasi gawat tidak darurat (p-value 0.02969). Ada hubungan antara belajar mandiri dengan praktik lama waktu tindakan perawat pelaksana yaitu pada klasifikasi gawat tidak darurat (p-value 0.04717) dan tidak gawat tidak darurat (p-value 0.03444). Ada hubungan antara konsultasi dan pembimbingan dengan praktik lama waktu tindakan perawat pelaksana yaitu pada klasifikasi darurat tidak gawat (p-value 0.01984). Ada hubungan antara pengalaman kerja dengan praktik lama waktu tindakan perawat pelaksana 119

yaitu pada klasifikasi gawat darurat (p-value 0.02385) dan tidak gawat tidak darurat (p-value 0.04918). KEPUSTAKAAN Alexander Eileen, Standart of Emergency Nursing Practice.Second Edition. St.Louis. Mosby, 1991 Azwar, S. Sikap manusia:Teori dan pengukurannya. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007. Depkes RI. 2004. Pedoman Pelayanan Gawat Darurat. Jakarta. Dirjen yanmed Depkes RI. Depkes RI. 2004. Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta. Dirjen Yanmed. Depkes RI. Depkes RI. Pedoman Uraian Tugas Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit. Dirjen Yanmed Depkes RI, Jakarta, 2004 Depkes RI.Pedoman Kerja Perawat Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit. Dirjen Yanmed Depkes RI, Jakarta, 2004 Ellis, R, & Hartly, L. Managing and Coordinating Nursing Care: Organizing Effectivety. Second Edition. J.B. Lippincot Company, 1995 Gillis, D.A. Manajemen Keperawatan :Suatu Pendekatan Sistem. Edisi I Philadelphia. W.B. Saunders Company, 1989 Gillis,D.A. Manajemen Keperawatan : Suatu Pendekatan Sistem. Edisi II. Philadelphia. W.B. Sounders Company, 1996 Ilyas, Y. Kinerja Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta, 1999. Joedoatmodjo,S. Pembinaan K3 Terhadap Pekerja Informal dalam satu abad K3, Dewan Keselamatan Kesehatan kerja Nasional. Jakarta, 2000 Kepmenkes RI No. 1796 / Menkes/ PER/ VIII/ 2007. Tentang Standar Profesi Perawat. Depkes RI, Jakarta, 2007

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 8 / No. 2 / Agustus 2013 Kozier, B., G. Erb, et al. Fundamentals of nursing: Concepts, process & practice. . New York, Pearson Education, 2007 Musni Riza. 2000. Menghitung Kebutuhan Tenaga Perawat di Rumah Sakit.Jurnal Keperawatan Indonesia Volume III. Jakarta. Indonesia. Priharjo, R. Praktek Keperawatan Profesional. EGC, Jakarta, 1995 Robbins.Stephen.P.2003. Organizational Behaviour. Tenth Edition. New Jew Jersey: Prentice Hall

Soekidjo Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta, 2010 Soekidjo Notoatmodjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta, 2010 Suma’mur. Higiene Perusahaan dan kesehatan Kerja (Hiperkes). Sagung Seto, 2009 Tomey, A.M. Guide To Nursing Management. Fourth Edition. St. Louis Mosby. 1992.

120