ANALISIS RAGAM DAN PERUBAHAN KONSEPSI KALOR

Download 8 Jul 2013 ... Prakonsepsi yang salah tentang konsep-konsep fisika perlu segera diperbaiki agar tidak menghambat keberhasilan belajar siswa...

1 downloads 560 Views 1MB Size
ANALISIS RAGAM DAN PERUBAHAN KONSEPSI KALOR SISWA SMA NEGERI 5 MALANG

SKRIPSI

OLEH YENY KHRISTIANI NIM 109321417103

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JULI 2013

ANALISIS RAGAM DAN PERUBAHAN KONSEPSI SISWA SMA NEGERI 5 MALANG

SKRIPSI Diajukan kepada Universitas Negeri Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana

Oleh Yeny Khristiani NIM 109321417103

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JULI 2013

ABSTRAK

Khristiani,Yeny. 2013. Analisis Ragam dan Perubahan Konsepsi Kalor Siswa SMA N 5 Malang. Skripsi, Jurusan Pendidikan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Dr. Sutopo M, Si (II) Sugiyanto, S.Pd, M. Si Kata kunci: ragam konsepsi, perubahan konsepsi, suhu dan kalor, Prakonsepsi yang salah tentang konsep-konsep fisika perlu segera diperbaiki agar tidak menghambat keberhasilan belajar siswa. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ragam konsepsi siswa tentang kalor dan bagaimana perubahannya setelah pembelajaran. Konsepsi yang dikaji mencakup 1) suhu, 2) muai panjang, 3) kalor, 4) kalor jenis, 5) konduksi kalor dan 6) perubahan wujud. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-8 SMAN 5 Malang yang terdiri atas 11 laki-laki dan 23 perempuan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan instrument tes berupa tes diagnostic yang diberikan sebelum dan setelah pembelajaran dengan instrumen yang sama. Tes berbentuk pilihan ganda di mana siswa dibolehkan memilih lebih dari satu jawaban. Pembelajaran didokumentasikan dengan teknik audio visual (video).Triangulasi data dilakukan dengan menggunakan wawancara untuk memperoleh data yang akurat. Perubahan ragam konsepsi siswa sebelum dan setelah pembelajaran di analisis berdasarkan perubahan kualitas respon siswa. Respon siswa dikategorikan menjadi tiga level berdasarkan kualitas jawabannya. Level 2 (tertinggi) apabila siswa memilih semua jawaban benar dan tidak memilih satu pun jawaban salah. Apabila jawaban siswa merupakan kombinasi antara jawaban benar dan salah, digolongkan sebagai Level-1. Level-0 (terendah) apabila semua pilihan siswa merupakan jawaban salah. Perubahan kategori digunakan untuk mendeskripsikan perubahan konsepsi siswa. Selanjutnya, dianalisis keterkaitannya dengan pembelajaran. Penelitian ini antara lain menemukan bahwa ragam konsepsi siswa baik sebelum maupun setelah pembelajaran sangat variatif. Pada umunya, siswa memiliki konsepsi yang salah, baik sebelum maupun sesudah pembelajaran. Konsepsi siswa (yang salah) tentang kalor antara lain, 1) kalor merupakan partikel atau fluida yang mengalir, 2) terjadi perpindahan kalor antara dua benda yang berbeda jenis meskipun keduanya bersuhu sama dan 3)perubahan suhu dua benda yang bersetuhan disebabkan oleh aliran dingin dari benda bersuhu rendah ke benda bersuhu tinggi. Terkait dengan konsep suhu, sebagian besar siswa(32 siswa dari 34 siswa) berpendapat bahwa jika suatu benda dipotong, maka potongan yang lebih besar memiliki suhu yang lebih tinggi. Secara umum, pembelajaran tidak memberikan pengalaman belajar yang cukup bermakna untuk memahami konsepkonsep yang diteliti.

ABSTRACT Khristiani, Yeny. 2013. Analyze Variety and Change Student’s Conception of Heat in SMA N 5 Malang. Thesis, Department of Physical Education, State University of Malang. Supervisor: (I) Dr. Sutopo M, Si (II) Sugiyanto, S.Pd, M. Si Kata kunci: conceptual variation, conceptual change, heat and temperature, Preconceptions were wrong about the ideas of physics need to be repaired immediately because it can obstruct the success of student learning. This research was conducted to find out the students' conceptions on the topic of heat, before and after the learning and how various changes after learning. Conception of the topics consist of 1) temperature, 2) long expansion, 3) heat, 4) specific heat, 5) heat conduction and 6) phase changes. The research method used is descriptive research. The subjects were students of class X-8, SMAN 5 Malang consisting of 11 men and 23 women. Data were collected by using this diagnostic test. Tests given before and after learning about the same. Multiple choice test where students are allowed to choose more than one answer. Learning techniques documented by audio-visual (video). Triangulated data using interviews to obtain accurate data. Changes in students 'conceptions range from before to after the study was analyzed based on changes in the quality of students' responses given. Students' response to diagnostic tests are categorized into three levels based on the quality of the answer. Level 2 (the highest) if students choose all the correct answers and not pick one answer wrong. If the student answers option is a combination of correct and incorrect answers, classified as a Level-1. Level-0 (low) if all of the student's choice is the wrong answer. Change category (if any) are used to describe changes in students' conceptions. Furthermore, these changes are associated with learning to know the impact of the change in students' conceptions of learning. This study, among others, found that a variety of conceptions of students both before and after the lesson is very varied. In general, students have misconceptions, both before and after learning. Students' conceptions (which is wrong) about the heat, among others, 1) heat a fluid flowing particles or, 2) heat transfer occurs between two objects of different types even though both are the same temperature, and 3) change in temperature of two objects contacting caused by cold flow of a low-temperature object to a higher temperature object. Associated with the concept of temperature, most of the students (32 students from 34 students) argues that if an object is cut, then the larger pieces have a higher temperature. In general, the learning does not provide a meaningful learning experience enough to understand the concepts under study.

KATA PENGANTAR

Syukur atas nikmat dan kehendah Tuhan YME selalu penulis haturkan dalam setiap proses dan hasil yang telah dilalui dalam penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Ragam dan Perubahan Konsepsi Siswa SMAN 5 Malang”. Sholawat serta salam selalu dilantunkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang memberikan kenyamanan kehidupan untuk menuntut ilmu pengetahuan melalui islam. Skripsi merupakan wahana yang tepat untuk penulis belajar mengaplikasikan pola fikir ilmiah melalui penelitian dalam dunia pendidikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung terlaksananya penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih pertama, saya sampaikan kepada Dr. Sutopo, M. Si yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalamannya kepada saya. Pembimbingan yang beliau lakukan selama ini, banyak merubah pola fikir penulis. Memandang suatu permasalahan dalam kerangka berfikir yang lebih positif. Beliau jugalah yang telah memberikan ilmu tentang cara memaknai, baik memaknai ilmu pengetahuan maupun memaknai kehidupan secara mendalam. Saya banyak belajar tentang arti sebuah kesungguhan, kerja keras, ketelitian dan kecermatan dari Beliau. Semoga Pak Topo (sapaan akrab beliau) selalu dilindungi Tuhan YME Ucapan terimakasih kedua disampaikan kepada Dr. Markus Diantoro, M. Si yang selalu memberikan bimbingan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Selaku ketua jurusan, beliau telah menjadi sosok yang

patut dicontoh, terutama karakter tepat waktu, konsep sadar diri dan bersungguhsungguh dalam segala hal. Semoga beliau selalu dalam lindungan Allah. Sugiyanto, S. Pd, M. Si selaku pembimbing II yang penuh dengan pengarahan, selalu memberikan ilmu pada setiap pertemuan. Sosok beliau yang tegas memberikan semangat baru dalam menyelesaikan skripsi ini sebaik mungkin. Terimakasih Bapak Sugiyanto, semoga Allah selalu memudahkan jalanmu.

Malang, 8 Juli 2013

Penulis

DAFTAR ISI ABSTRAK ........................................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii DAFTAR ISI ....................................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ x BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. Latar Belakang..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5 C. Kegunaan Penelitian ............................................................................ 6 D. Definisi Operasional ............................................................................ 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................... 8 A. Hakikat Belajar Fisika.......................................................................... 8 B. Konsep dan Konsepsi ........................................................................... 8 C. Pemerolehan Konsep.......................................................................... 10 D. Perubahan Konsepsi (Conceptual Change) ........................................ 12 E. Pentingnya Mengetahui Konsepsi Siswa............................................. 13 F. Konsep-konsep Esensial Topik Suhu dan Kalor .................................. 14 BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 21 A. Pendekatan Jenis Penelitian ............................................................... 21 B. Konteks Penelitian ............................................................................. 21 C. Data dan Sumber Data ....................................................................... 22 D. Prosedure Pengumpulan Data ............................................................ 22 E. Analisis Data ...................................................................................... 26 F. Tahap-tahap Penelitian ....................................................................... 27 BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN HASIL PENELITIAN ................ 32 A. Ragam Konsepsi Siswa dan Perubahannya Berdasarkan Tes Awal dan Te sakhir ................................................................... 32 1. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor dan Perubahannya ................. 24 2. Ragam Konsepsi Siswa tentang Suhu Benda yang Dipotong dan Perubahannya ............................................................. 35 3. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor Jenis dan Perubahannya ........ 36 4. Ragam Konsepsi Siswa tentang Pemuaian dan Perubahannya ........... 38 5. Ragam Konsepsi Siswa tentang Konduksi Kalor dan Perubahannya ............................................................................ 40 6. Ragam Konsepsi Siswa tentang Perubahan Wujud dan Perubahannya ............................................................................ 42 B. Deskripsi Kegiatan Pembelajaran ...................................................... 42 1. Pembelajaran Berkaitan dengan Suhu ............................................... 44 2. Pembelajaran Berkaitan dengan Muai Panjang ................................. 44

3. Pembelajaran Berkaitan dengan Kalor .............................................. 45 4. Pembelajaran Berkaitan dengan Kalor Jenis ..................................... 47 5. Pembelajaran Berkaitan dengan Perubahan Wujud ........................... 47 6. Pembelajaran Berkaitan dengan Perambatan Konduksi Kalor ........... 48 BAB V PEMBAHASAN ................................................................................... 49 A. Ragam Konsepsi Siswa tentang Suhu Benda yang Dipotong dan Perubahannya ............................................................................ 49 B. Ragam Konsepsi Siswa tentang Pemuaian dan Perubahannya .......... 51 C. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor dan Perubahannya................. 53 D. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor Jenis dan Perubahannya ........ 62 E. Ragam Konsepsi Siswa tentang Perambatan Konduksi Kalor dan Perubahannya ............................................................................ 64 F. Ragam Konsepsi Siswa tentang Perubahan Wujud dan Perubahannya ............................................................................ 65 BAB VI PENUTUP ........................................................................................... 69 A. Kesimpulan ..................................................................................... 69 B. Saran ............................................................................................... 71 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 72 PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN........................................................... 75 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 76 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... 115

DAFTAR TABEL

Tabel ....................................................................................................... Halaman 3.1 Konsepsi Suhu dan Kalor yang Dikembangkan Menjadi Tes Diagnostik .... 24 3.2 Kategori Kualitas Konsepsi Siswa Berdasarkan Hasil Tes Diagnostik ........ 26 4.1 Ragam Konsepsi Siswa tentang Suhu Benda yang Dipotong pada Tes Awal dan Tes Akhir .................................................................... 30 4.2 Ragam Konsepsi Siswa tentang Pemuaian Pada Tes Awal dan Tes Akhir ... 31 4.3 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes nomor 4 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir .................................................... 32 4.4 Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor pada Tes Awal dan Tes Akhir ......... 33 4.5 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 1 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir ......................................................... 34 4.6 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 2 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir

35

4.7 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 5 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir ......................................................... 35 4.8 Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor Jenis pada Tes Awal dan Tes Akhir 36 4.9 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes Nomor 3 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir

37

4.10 Variasi Jawaban Siswa tentang Konduksi pada Tes Awal dan Tes Akhir .... 38 4.11 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 6 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir

39

4.12 Variasi Jawaban Siswa tentang Perubahan Wujud pada Tes Awal dan Tes Akhir ....................................................................... 40 4.13 Perubahan level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 7 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir

41

4.14 Perubahan level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 9 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir

42

4.15 Materi pelajaran pada setiap pertemuan materi Kalor di kelas X-8 .............. 44

DAFTAR TABEL

Tabel ....................................................................................................... Halaman 3.1 Konsepsi Suhu dan Kalor yang Dikembangkan Menjadi Tes Diagnostik .... 24 3.2 Kategori Kualitas Konsepsi Siswa Berdasarkan Hasil Tes Diagnostik ........ 26 4.1 Ragam Konsepsi Siswa tentang Suhu Benda yang Dipotong pada Tes Awal dan Tes Akhir .................................................................... 30 4.2 Ragam Konsepsi Siswa tentang Pemuaian Pada Tes Awal dan Tes Akhir ... 31 4.3 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes nomor 4 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir .................................................... 32 4.4 Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor pada Tes Awal dan Tes Akhir ......... 33 4.5 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 1 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir ......................................................... 34 4.6 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 2 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir

35

4.7 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 5 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir ......................................................... 35 4.8 Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor Jenis pada Tes Awal dan Tes Akhir 36 4.9 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes Nomor 3 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir

37

4.10 Variasi Jawaban Siswa tentang Konduksi pada Tes Awal dan Tes Akhir .... 38 4.11 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 6 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir

39

4.12 Variasi Jawaban Siswa tentang Perubahan Wujud pada Tes Awal dan Tes Akhir ....................................................................... 40 4.13 Perubahan level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 7 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir

41

4.14 Perubahan level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 9 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir

42

4.15 Materi pelajaran pada setiap pertemuan materi Kalor di kelas X-8 .............. 44

DAFTAR LAMPI RAN

............................................................................................................ Halaman 1 Instrumen Tes Diagnostik ............................................................................. 76 2 Sillabus ......................................................................................................... 79 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran .............................................................. 82 4.a Sebaran Jawaban Siswa pada Tes Awal ...................................................... 110 4.b Sebaran Jawaban Siswa pada Tes Akhir ..................................................... 111 5 Kategori Jawaban Siswa............................................................................... 115

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika di SMA berdasarkan Permendiknas No 22 Tahun 2006 dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berfikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari, dan dengan tujuan khusus untuk membekali siswa berupa pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Kemampuan yang dimaksud yakni kemampuan berfikir, bekerja, bersikap ilmiah dan berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Proses belajar inkuiri sejalan dengan teori belajar konstruktivistik. Siswa masuk ke dalam kelas tidak seperti papan tulis kosong, namun dengan sebuah prekonsepsi yang tidak semuanya benar (Wenning, 2005). Para ahli konstruktivistik menyatakan bahwa belajar melibatkan konstruksi pengetahuan saat pengalaman baru diberi makna oleh pengetahuan terdahulu (Yamin, 2008). Siswa menginterpretasi pengalaman lama berdasarkan realitas (konsepsi) yang telah terbentuk di dalam pikiran siswa. Siswa merumuskan pengetahuan baru dengan cara memodifikasi dan menyaring pemahaman lama dan menambahkan konsep-konsep baru yang belum mereka ketahui.

Prakonsepsi siswa yang dibawa sebelum pembelajaran tersebut mungkin benar dan mungkin salah. Konsepsi yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah tersebut disebut dengan miskonsepsi (Dahar,2011). Miskonsepsi merupakan salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses belajar. Merujuk pada Haryanto (2008) Pieget menyatakan bahwa ada empat proses dasar perkembangan kognitif yaitu skema, asimilasi, akomodasi dan equilibrium. Keempat proses tersebut berjalan secara berulang-ulang. Jika siswa mengalami miskonsepsi dalam proses tersebut, maka akan mengakibatkan dampak pada proses belajar berikutnya dan materi berikutnya. Hal ini akan berlangsung secara terus menerus dan berdampak negatife bagi pemahaman siswa. Banyak sumber yang menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi. Yuliati (2004) menyatakan, komponen yang memungkinkan siswa mengalami miskonsepsi adalah siswa itu sendiri, guru dan metode pembelajaran. Guru yang tidak menguasai konsep dengan benar akan menyebabkan siswa mangalami miskonsepsi. Pembelajaran di dalam kelas yang tidak menunjang proses konstruksi yang benar pada siswapun juga memungkinkan siswa mengalami miskonsepsi. Faktor lain yang mungkin menyebabkan miskonsepsi pada siswa adalah istilah-istilah dalam IPA. Belajar IPA seperti belajar bahasa baru (Wellington, 2000). Menjelaskan istilah-istilah dalam IPA seperti usaha, kerja, element, dst; yang memiliki pengertian berbeda antara IPA dan dalam kehidupan sehari-hari mengakibatkan sering terjadi penggabungan makna oleh siswa yang hasilnya tidak sesuai dengan konsep yang benar. Miskonsepsi ini termasuk salah satunya terjadi pada materi suhu dan kalor.

Buku teks yang digunakan oleh siswa juga memungkinkan siswa mengalami miskonsepsi terutama jika ada perbedaan antara satu buku dan buku lainnya dalam menjelaskan suatu konsep misalnya suhu dan kalor. Ada buku yang mengatakan bahwa kalor adalah energi, kalor adalah bentuk dari energi, atau kalor adalah perpindahan energi kinetik dari satu benda yang bersuhu tinggi ke benda bersuhu lebih rendah. Selain itu pendapat dari berbagai ilmuwan tentang konsep kalor yang menggunakan istilah-istilah sulit menyebabkan konsep kalor menjadi terlalu abstrak untuk siswa (Sozbilir, 2003) dan memungkinkan siswa mengalami miskonsepsi pada materi suhu dan kalor. Suhu dan kalor merupakan salah satu konsep yang sulit untuk dipelajari (Sozbilir,2003). Konsep suhu dan kalor yang terlalu abstrak menimbulkan berbagai pemikiran yang berbeda pada siswa ketika mempelajarinya. Misalnya konsep kalor yang merupakan energi yang mengalir dipamahi siswa sebagai materi atau zat yang terbentuk seperti udara atau sungai kecil (Baser, 2006). Thomas et al (1995) menemukan bahwa siswa memiliki kesulitan yang tinggi untuk menerima bahwa benda yang berbeda akan memiliki suhu yang sama ketika disentuhkan pada lingkungan yang sama selama beberapa waktu. Namun demikian, suhu dan kalor merupakan salah satu konsep kunci yang digunakan untuk memahami konsep-konsep ilmiah lainnya (Sozbilir, 2003). Konsep ini merupakan konsep yang penting. Misalnya, konsep suhu dan kalor merupakan konsep yang harus dipahami siswa terlebih dulu untuk dapat menjelaskan hukum termodinamika. Dalam materi rangkaian listrik, konsep suhu dan kalor juga turut berperan dalam menentukan bahan-bahan yang digunakan

dalam suatu rangkaian elektronik. Fisika modern juga tak lepas dari rumusan suhu sebagai salah satu faktor penting yang selalu mempengaruhi faktor-faktor lainnya. Konsep kalor banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya yakni penggunaan alumunium untuk peralatan memasak. Dengan menggunakan alumunium yang memiliki konduktivitas thermal yang lebih tinggi dibanding logam lainnya maka penggunaan alumunium dapat membuat proses memasak menjadi lebih cepat. Contoh lain misalnya adanya rongga antar batang rel kereta api. Rongga tersebut bertujuan untuk memberikan ruang ketika rel kereta api mengalami pemuaian saat suhu lingkungan tinggi. Berbagai aplikasi konsep kalor dalam kehidupan sehari-hari tersebut menyebabkan siswa datang ke sekolah dengan pemahaman kalor yang berbedabeda. Pemahaman siswa didapat dari lingkungan, kejadian sehari-hari, orang tua, ataupun masyarakat. Namun tidak semua pemahaman itu sesuai dengan konsep kalor dalam IPA, adakalanya konsepsi yang dibawa siswa tidak sesuai dengan konsep yang benar. Sejauh ini, masih sedikit penelitian yang mengkaji pemahaman siswa Indonesia tentang konsep kalor. Sebagai calon guru, penulis merasa sangat perlu memiliki informasi tersebut. Penulis juga memerlukan pengalaman langsung terhadap metode pembelajaran materi kalor yang sesuai untuk mengubah (memperbaiki, menguatkan, atau memperluas) pemahaman siswa tentang konsep tersebut serta saling keterkaitannya. Berdasarkan uraian di depan, perlu adanya penelitian terhadap pemahaman siswa SMA tentang konsep kalor termasuk mengidentifikasi kemungkinan adanya miskonsepsi pada konsep tersebut baik sebelum maupun sesudah pembelajaran.

Ragam pemahaman siswa terhadap konsep tersebut termasuk bagaimana ragam tersebut berubah akibat suatu pembelajaran merupakan informasi yang sangat penting dalam perencanaan pembelajaran yang efektif tentang materi kalor. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti melakukan penelitian terhadap ragam konsepsi siswa tentang kalor dan bagaimana ragam tersebut berubah setelah pembelajaran. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bermaksud untuk mengetahui ragam konsepsi siswa tentang materi kalor dan bagaimana kosnepsi tersebut berubah setelah pembelajaran. Secara lebih terperinci, penelitian diarahkan untuk menjawab sejumlah pertanyaan sebagai berikut. 1. Bagaimana ragam konsepsi suhu siswa dan perubahannya setelah pembelajaran? 2. Bagaimana ragam konsepsi muai panjang siswa dan perubahannya setelah pembelajaran? 3. Bagaimana ragam konsepsi kalor siswa dan perubahannya setelah pembelajaran? 4. Bagaimana ragam konsepsi kalor jenis siswa dan perubahannya setelah pembelajaran? 5. Bagaimana ragam konsepsi konduksi kalor siswa dan perubahannya setelah pembelajaran? 6. Bagaimana ragam konsepsi perubahan wujud siswa dan perubahannya setelah pembelajaran?

C. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak sebagai berikut. 1. Bagi guru Bagi guru hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran ragam konsepsi siswa SMA terhadap konsep kalor sehingga dapat memperbaiki pembelajaran pada materi tersebut. 2. Bagi peneliti Penelitian ini dapat memberikan pengalaman langsung kepada peneliti sebagai calon guru fisika dalam mengakses dan mengidentifikasi ragam konsepsi siswa tentang materi kalor. Proses dan hasil penelitian sangat berguna bagi peneliti untuk menyiapkan diri sebagai calon guru fisika yang efektif sehingga dapat merancang pembelajaran yang sesuai untuk merekonstrksi pengetahuan siswa ke arah yang benar. D. Definisi Operasional Definisi operasional bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam memahami maksud penelitian ini dan agar tidak terjadi interpretasi yang berbeda antara peneliti dan pembaca. 1. Konsepsi siswa adalah pandangan siswa terhadap konsep suhu yang diambil dari tes awal dan tes akhir 2. Kualitas respon siswa adalah kategori jawaban siswa berdasarkan jawaban benar pada tiap soal butir soal tes yang diberikan. Kategori tersebut meliputi

kualitas tertinggi (Lev-2), kualitas menengah (Lev-1) dan kualitas terendah (Lev-0). 3. Perubahan konsepsi adalah perubahan kualitas respon siswa dari tes awal ke tes akhir. 4. Ragam konsepsi adalah variasi konsepsi siswa berdasarkan jawaban yang diberikan pada tes awal dan tes akhir.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Hakikat Belajar Fisika Pada hakikatnya, fisika merupakan bagian dari IPA sehingga hakikat belajar Fisika sama dengan belajar IPA. Belajar Fisika adalah suatu proses untuk mengetahui konsep-konsep fisika dan mengetahui bagaimana memperoleh fakta dan prinsip tersebut beserta sikap fisikawan dalam menemukannya. Dalam belajar Fisika, idealnya siswa bisa mendapatkan kebermaknaan terhadap konsep yang dipelajari sehingga siswa dapat mengaplikasikan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Suparno (1999) mengatakan bahwa inti belajar fisika adalah perubahan konsep pada diri seseorang yang sedang belajar. Perubahan ini secara umum dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu pengembangan konsep seseorang dari yang belum sempurna atau belum lengkap menjadi lengkap dan pembentulan konsep dari konsep salah menjadi konsep yang benar (sesuai dengan yang telah disepakati ahli fisika). B. Konsep dan Konsepsi Banyak pengertian tentang konsep, namun secara umum Dahar (2011) menyatakan bahwa konsep merupakan penyajian internal sekelompok stimulus, konsep tidak dapat diamati, konsep harus disimpulkan dari perilaku. Menurut Rosser (1984) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-

objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Menurut Ausubel konsep adalah bendabenda, kejadian-kejadian, situasi-situasi atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas yang mewakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda symbol (object, event, situation, or properties that process common critical attribute and are designated in any given culture by some accepted sign or symbol) Dahar (2011). Jadi, konsep merupakan abstraksi dan ciri-ciri dari suatu kejadian(fakta) yang mempermudah komunikasi antar manusia dan yang memungkinkan untuk manusia berfikir. Merujuk pada Dahar (2011), Gagne membagi konsep dalam dua kategori yaitu konsep konkrit dan konsep terdefinisi. Konsep konkrit merupakan abstraksi atau gagasan yang diturunkan dari suatu objek konkrit seperti konsep tentang meja dan kursi atau peristiwa-peristiwa yang konkrit seperti konsep tentang peleburan. Konsep terdefinisi merupakan abstraksi atau gagasan yang diturunkan dari objekobjek abstrak seperti konsep tentang atom, molekul, atau peristiwa-peristiwa abstrak seperti fotosintesis, osmosis dan lain-lain. Tafsiran khas perorangan terhadap suatu konsep ilmu inilah yang disebut oleh Berg (Dahar 2011) sebagai konsepsi. Karena konsep merupakan abstraksi dan karakteristik khusus suatu kejadian maka konsepsi setiap orang berbeda-beda maka konsepsi ini tergantung pada pengalaman yang terjadi pada seseorang tersebut. Dahar (2011) mengatakan bahwa, karena orang mengalami stimulus yang berbeda-beda, orang membentuk konsepsi sesuai dengan pengelompokkan stimulus dengan cara tertentu. Konsepsi lebih mengarah pada konsep pribadi seseorang yang diperoleh setelah menerima dan mengolah informasi baru dalam struktur kognitifnya.

Bentukan konsepsi ini tidak hanya diterima setelah menerima pelajaran formal saja, namun berjalan seiring pengalaman yang terjadi pada dirinya. Oleh karena itu, konsepsi tersebut ada yang sesuai dan ada pula yang tidak sesuai dengan konsep-konsep sebagaimana dimaksud oleh ilmuwan. C. Pemerolehan Konsep Pemerolehan konsep (conceptual aquisition) merupakan suatu proses yang dilalui siswa secara bertahap. Konsep tersebut berkembang berdasarkan pengalaman yang dialami oleh siswa. Menurut beberapa ahli, perolehan konsep dirumuskan sebagai berikut. 1. Pemerolehan Konsep Menurut Ausubel Menurut Ausubel (Dahar, 2011) konsep diperoleh dengan dua cara yaitu, pembentukan konsep dan asimilasi konsep. Pembentukan konsep terutama merupakan bentuk perolehan konsep sebelum siswa datang di sekolah. Pembentukan konsep dapat disamakan dengan belajar konsep konkrit menurut Gagne. Asimilasi konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep selama dan sesudah sekolah. 2. Pemerolehan Konsep Menurut Brunner Menurut Brunner (Dahar, 2011) pemerolehan konsep ditentukan pada belajar dengan penemuan. Belajar penemuan merupakan proses pencarian pengetahuan secara aktif oleh siswa. Pendekatan yang digunakan Brunner tentang belajar penemuan didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah, pemerolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya siswa belajar berinterkasi dengan lingkungan secara aktif sehingga siswa mendapat informasi

dari lingkungan untuk menunjang pembentukan konsepnya. Asumsi kedua adalah, siswa membangun pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan dalam struktur pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya (Dahar, 2011). Brunner (Dahar 2011) menjelaskan bahwa proses konstruksi pengetahuan dilakukan oleh siswa dengan jalan mencocokan apa yang ada di luar dirinya dengan struktur pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Proses pencarian kecocokan antara yang ada di dalam dan di luar diri siswa berjalan secara terusmenerus, sehingga belajar merupakan suatu proses yang aktif dan dinamis. Karena hal tersebut Brunner mengatakan bahwa belajar penemuan merupakan proses pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil paling baik. Brunner (Dahar, 2011) menyarankan agar siswa selalu berpartisipasi aktif dengan konsep, prinsip, hukum dan teori agar siswa mempunyai pengalaman dengan cara melakukan eksperimen-ekperimen yang mendukung dan dapat mengantarkan mereka untuk memahami konsep, prinsip, hukum dan teori itu sendiri. 3. Pemerolehan Konsep Menurut Pieget Menurut Pieget (Dahar, 2011) pemerolehan konsep pada dasarnya merupakan proses pemerolehan konsep oleh individu yang dapat dianggap sebagai salah satu sarana untuk membentuk skema (sturktur kognitif). Berdasarkan tingkat perkembangan kognitif oleh Pieget, diketahui bahwa seorang individu akan lebih mudah memahami konsep-konsep yang konkrit dari pada konsep-konsep yang abstrak. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan pembelajaran akan lebih baik bila materi belajar yang disajikan dimulai dari materi yang bersifat konkrit menuju

materi yang bersifat abstrak sehingga akan memudahkan siswa untuk menguasai materi yang diberikan. D. Perubahan Konsepsi (Conceptual Change) Rihf (2003) mengatakan bahwa pergantian pengetahuan yang tengah dimiliki oleh seseorang dengan pengetahuan baru yang lain disebut dengan perubahan konsepsi (conceptual change). Perubahan konsep seseorang berkaitan dengan prinsip-prinsip kontruktivisme. Menurut Suparno (1997) prinsip-prinsip konstruktivisme terdiri dari empat hal pokok yaitu, 1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun social, 2)pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa kecuali hanya dengan keaktifak siswa sendiri untuk menalar, 3) siswa membangun pengetahuannya terus-menerus serta sesuai dengan konsep ilmiah dan 4) guru membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan baik. Perubahan konsep merupakan analogi dari perubahan paradigma dalam perkembangan IPA secara umum. Posner, dkk (1982), Good dan Pubbs (1996) menjelaskan bahwa tahap pertama perubahan konsep itu disebut asimilasi dan tahap kedua disebut akomodasi. Siswa menggunakan konsep-konsep yang telah mereka punya untuk berhadapan dengan fenomena baru melalui asimilasi.siswa mengubah konsepnya yang tidak sesuai dengan fenomena baru yang mereka hadapi tersebut melalui proses akomodasi. Akomodasi dalam hal ini disebut juga dengan perubahan konsep secara radikal. Istilah asimilasi dan akomodasi menurut Posner ini sama maknanya dengan yang dikemukakan Pieget, namun berbeda arti. Supaya terjadi perubahan radikal (akomodasi) tersebut di atas Demastes, dkk (1996) berpendapat dibutuhkan beberapa keadaan dan syarat sebagai berikut.

1. Harus ada ketidak puasan terhadap konsepsi yang telah ada. Siswa akan dapat mengubah konsepsinya jika mereka yakin bahwa konsepsi mereka yang lama tidak dapat digunakan lagu untuk menelaah situasi, pengalaman, dan gejala baru 2. Konsep yang baru dapat dimengerti, rasional, dan dapat memecahkan persoalan atau fenomena yang baru 3. Konsep yang diberikan harus masuk akal, dapat memecahkan dan menjawab persoalan terdahulu, dan juga konsisten dengan teori-teori atau pengetahuan yang sudah ada sebelumnya 4. Konsep baru harus berdaya guna bagi siswa dalam mengembangkan pengetahuannya untuk dapat menjelaskan fenomena atau fakta baru yang dijumpainya. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa siswa memiliki pontensi untuk membantun pengetahuannya secara terus menerus. Proses membangun pengetahuan ini selalu diiringi oleh perubahan-perubahan konseptual. Perubahan konseptual dapat terjadi ketika siswa dihadapkan dengan situasi yang secara konseptual bertentangan dengan konsepsi yang telah dimilikinya. E. Pentingnya Mengetahui Konsepsi Siswa Siswa masuk ke dalam kelas tidak seperti papan tulis kosong, namun dengan sebuah prekonsepsi yang tidak semuanya benar (Wenning, 2005). Pemahaman awal siswa disebut dengan konsepsi, sedangkan konsepsi yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah biasa disebut dengan miskonsepsi (Yuliati, 2004). Konsepsi siswa terbangun dari berbagai faktor bukan hanya dari pendidikan formal saja namun juga bisa berasal dari lingkungan.

Pemerolehan konsep siswa terjadi secara berkesinambungan dan saling terkait pada setiap tahap yang dilalui. Menurut teori pieget, setiap orang mengalami tahap perkembangan kognitif yang terjadi secara berkelanjutan, yaitu : 1) tahap sensorimotor (1-2 tahun), 2) tahap pra-operasional (2-7 tahun, 3) tahap praoperasional konkret (7-11 tahun), dan 4) tahap operasional formal (11 tahun ke atas). Pada setiap tahap tersebut setiap anak akan membangun sebuah konsepsi terhadap suatu fakta atau konsep tertentu yang nantinya dibawa ke dalam kelas. Jika siswa memiliki konsepsi yang benar pada tahap sebelumnya maka dapat mendukung pembelajaran, begitu juga sebaliknya jika konsepsi siswa pada tahap sebelumnya tidak benar dapat mengganggu pemerolehan konsep baru di dalam pembelajaran. Pembelajaran yang tidak sesuai dan konsepsi awal yang tidak benar dapat menyulitkan siswa untuk memahami suatu konsep baru. Kesulitan tersebut memberikan peluang bagi siswa untuk mengalami konsepsi salah yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penting bagi seorang guru untuk mengetahui konsepsi siswa baik sebelum pembelajaran maupun dalam pembelajaran. F. Konsep-Konsep Esensial Topik Suhu dan Kalor Suhu dan kalor merupakan topik yang diajarkan di kelas X pada semester genap berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Penelitian ini mengacu pada kurikulum tersebut, namun membatasi pada konsep-konsep esensial yang dianggap penting. Konsep-konsep esensial tersebut dijabarkan dalam uraian berikut.

1. Suhu Suhu merupakan sifat suatu system yang ditentukan dengan membandingkan suatu sistem tersebut (sehingga mencapai kesetimbangan thermal) dengan system lainnya (Zemansky, 1986) . Jika ada dua system dengan suhu yang berbeda diletakkan dalam kontak termal maka kedua sistem tersebut pada akhirnya akan mencapai suhu yang sama. Jika dua system dalam kesetimbangan termal dengan system ketiga, maka ketiganya akan berada dalam kesetimbangan termal satu sama lain. Jika dua benda berada pada kesetimbangan thermal kemudian dipisahkan maka suhu masing-masing benda tetap seperti suhunya semula tidak bergantung dari besarnya ukuran. Banyak siswa yang belum memahami dengan baik bahwa ketika dua benda berbeda jenis diletakkan pada suatu ruangan yang sama selama beberapa waktu, akan memiliki suhu yang sama (Thomas et al, 1995). Gonen (2010) juga mengatakan bahwa siswa sekolah menengah atas memiliki kesulitan yang tinggi untuk memahami perbedaan antara suhu dan kalor. Oleh karena itu, suhu merupakan salah satu topik yang memungkinkan siswa mengalami kealahan konsepsi sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap topic tersebut. 2. Muai Panjang Umumnya, suatu zat akan memuai jika dipanaskan dan menyusut jika didinginkan. Benda padat, cair maupun gas terdiri dari partikel-partikel yang selalu bergetar (vibration) dan saling menarik satu sama lain. Kenaikan suhu menyebabkan gerak partikel bertambah cepat sehingga jarak rata-rata antar partikel bertambah panjang. Hal inilah yang menyebabkan benda mengalami pemuaian (ekspansi).

Pemuaian ini bisa berupa muai panjang, luas atau volum. Ketika benda yang sangat panjang dan memiliki luas penampang kecil maka luas penampangnya bisa diabaikan sehingga benda tersebut mengalami muai panjang. Muai panjang umumnya terjadi pada zat padat. Perbedaan sifat muai berbagai zat ditentukan oleh koefisien muai panjang dari masing-masing zat itu sendiri. Secara mikroskopik muai panjang suatu batang logam ketika dipanaskan disebabkan jarak antar partikel membesar. Ketika diberi kalor maka partikel di dalam batang logam mendapatkan tambahan energi sehingga getarannya meningkat. Getaran yang meningkat tersebut menyebabkan jarak antar partikel membesar dan menyebabkan batang logam menjadi lebih panjang. Berdasarkan pengalaman, peneliti mengalami kesulitan dalam memahami konsep pemuaian secara mikroskopik. Hal ini dikarenakan konsep pemuaian yang abstrak menyebabkan kesulitan untuk membayangkan dengan benar proses pemuaian tersebut. Kecenderungan menghafalkan definisi pemuaian menyebabkan pemahaman terhadap proses pemuaian tidak baik. Sehingga, peneliti merasa perlu mengetahui konsepsi siswa pada topik ini. 3. Kalor Kalor adalah perpindahan energi internal (Zemansky, 1986). Kalor mengalir dari satu bagian sistem ke bagian lain atau dari satu system ke system lain karena ada perbedaan suhu. Kalor dilambangkan dengan Q. Berdasarkan hukum termodinamika I,

=



−(

) dengan U adalah energi

internal dan W adalah kerja yang dilakukan oleh sistem. Kalor belum bisa diketahui ketika tidak terjadi aliran energi internal dari satu system satu ke system

lainnya. Aliran tersebut terjadi jika ada perbedaan suhu. Sehingga, kalor bukanlah suatu zat yang disimpan dalam suatu benda namun berupa aliran energi. Satuan kalor dalam SI adalah Joule. Namun, banyak fisikawan dan kimiawan yang lebih menyukai penggunaan satuan kalori. Satu kalor didefiniskan sebagai sejumlah kalor yang diperlukan atau dilepaskan untuk menaikkan temperature satu gram air sebesar 1 persatuan 1

. Karena dalam kenaikan atau penurunan

berbeda pada setiap perubahan, maka ditentukan bahwa satu kalori

ditentukan pada kenaikan air pada suhu 14,5

menjadi 15,5

. Ada kesetaraan

antara satu kalori dengan Joule yakni 1 kal=4,186 Joule. Sejarah penemuan kalor diawali dengan konsepsi para ahli bahwa kalor merupakan suatu zat yang mengalir dari satu benda (bersuhu tinggi) ke benda lain (bersuhu lebih rendah). Hal ini didasarkan pada sebuah fakta, ketika dua benda berbeda suhu didekatkan maka suhu kedua benda tersebut akan mencapai kesetimbangan. Memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menemukan penyebab hal tersebut. Namun akhirnya pada tahun 1849 seorang peneliti bernama Joule dapat membuktikan hubungan kalor dan kerja yang membuktikan secara tuntas bahwa kalor merupakan energi. Banyak penelitian yang menemukan bahwa siswa memiliki konsepsi salah tentang kalor. Konsepsi salah yang dimiliki siswa tersebut adalah kalor merupakan partikel atau suatu zat yang mengalir. Brook et al (1985) menemukan bahwa siswa memiliki konsepsi bahwa kalor merupakan materi fluida. Engel Clough & Driver (1985) juga menemukan bahwa seringkali siswa menggolongkan kalor sebagai suatu zat yang sama seperti materi fluida. Oleh

karena itu, peneliti juga ingin mengetahui bagaimana konsepsi siswa (pada subjek penelitian yang telah ditentukan) tentang topic kalor. 4. Kalor Jenis Jika satu kilogram air dan satu kilogram minyak tanah diberi kalor yang sama, maka minyak tanah mengalami perubahan suhu lebih besar dari pada air. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing zat mengalami perubahan suhu yang berbeda ketika diberi kalor yang sama. Perbedaan ini terjadi karena kedua zat tersebut memiliki kalor jenis yang berbeda. Kalor jenis suatu zat didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan atau dilepaskan (Q) untuk menaikkan atau menurunkan suhu satu satuan massa zat itu sebesar satu satuan suhu. Ditemukan banyak siswa yang menggunakan rumusan belum dengan baik memahami

=

∆ namun

sebagai kalor jenis. Bagaimana pemahaman

siswa tentang hubungan kalor jenis terhadap kenaikan suhu suatu benda atau pemahaman siswa dalam memaknai satuan massa jenis

/

℃ . Pendapat

peneliti ini mendorong peneliti untuk mengetahui konsepsi siswa terhadap topic tersebut. 5. Perubahan Wujud Zat dapat berbentuk dalam beberapa wujud yaitu padat, cair dan gas. Masing-masing wujud tersebut dapat berubah dari wujud yang satu ke wujud lainnya. Perubahan wujud disertai dengan penyerapan kalor atau pelepasan kalor. Perubahan wujud disebut juga perubahan fase. Perubahan dari fase tertentu ke fase yang lain biasa disebut dengan melebur (padat ke cair), membeku (cair ke padat), menguap (cair ke gas), mengembun (gas ke cair), deposisi (gas ke padat)

dan menyublim (padat ke gas). Tidak semua zat dapat mengalami semua perubahan fase. Perubahan fase tidak diikuti dengan perubahan suhu. Sebagai contoh adalah proses peleburan es menjadi air dan menjadi gas. Ketika es bersuhu negatife maka kalor yang diterima es digunakan untuk menaikkan suhu mencapai 0

. Pada suhu tersebut, kalor yang diterima es akan digunakan untuk merubah

wujud. Besarnya kalor yang digunakan untuk melebur disebut dengan kalor lebur. Kalor lebur adalah kuantitas panas yang harus diberikan pada suatu bahan pada titik leburnya supaya menjadi zat cair seluruhnya pada suhu titik lebur. Setelah es melebur kalor diterima digunakan kembali untuk menaikkan suhu sampai suhu 100

(pada tekanan 1atm) kemudian menguap pada keadaan suhu konstan.

Kuantitas kalor per satuan massa yang harus diberikan pada suatu bahan pada titik didihnya supaya menjadi gas seluruhnnya pada suhu titik didih disebut kalor uap. Penelitian beberapa ahli menemukan bahwa siswa memiliki konsepsi, ketika perubahan fase suhu zat terus meningkat. Stavy (1990) menyatakan bahwa 80 % siswa pada studinya tidak menyadari bahwa suhu air tetap konstan dalam proses pemuaian atau perubahan wujud. Hollon (1986) juga menyatakan bahwa kebanyakan siswa percaya, suhu suatu benda akan berubah secara berkesinambungan ketika diberi kalor. Mereka menganggap bahwa melebur dan menguapnya suatu zat disertai dengan penyerapan kalor sehingga suhunya juga akan terus bertambah. Mereka sangat terkejut ketika mengetahui bahwa suhu zat tersebut tetap ketika mengalami perubahan fase. Hal ini mendorong peneliti untuk mengetahui pula bagaimana konsepsi siswa terhadap suhu saat terjadi perubahan fase.

6. Perpindahan Kalor Kalor berpindah dari satu benda ke benda lain dengan tiga cara yakni konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi merupakan berpindahkan kalor dari satu tempat ke tempat lain dengan cara tumbukan antar molekul, dengan laju aliran kalornya penampang (

=



dengan H adalah laju aliran kalor, A adalah luas

), T adalah suhu (

). Konveksi merupakan berpindahnya kalor

dari suatu tempat ke tempat lain dengan pergerakan molekul, zat atau materi. Sedangkan radiasi adalah perpindahan kalor yang tidak memerlukan medium dalam perambatannya. Perpindahan kalor tanpa disertai perpindahan partikel zat seperti ini disebut konduksi. Secara mikroskopik proses konduksi dijelaskan sebagai berikut. Saat dipanaskan atom-atom ujung logam mendapatkan energi sehingga getaran partikel semakin besar dan kemudian menumbuk atom tetangganya sambil memberikan energi. Atom-atom tetangga ini menumbuk dan memberikan energi kalor kepada atom tetangga berikutnya, dan begitu seterusnya. Kalor merambat melalui batang logam tanpa ada bagian-bagian logam yang pindah bersama kalor itu. Tanahoung (2010) menemukan, sebagian besar siswa mengalami miskonsepsi dan tidak memahami tentang peristiwa perambatan kalor secara konduksi yang terjadi pada logam maupun kayu. Sebagian besar siswa tersebut tidak dapat memberikan alasan yang memuaskan pada soal open-ended yang diberikan karena mereka tidak dapat menjelaskan alasan yang benar. Hal ini mungkin terjadi pula di Indonesia. Sehingga perlu pula diketahui bagaimana konsepsi siswa terhadap perambatan kalor secara konduksi pada penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Sesuai dengan masalah yang dikaji, penelitian ini bersifat deskriptif yang bermaksud untuk membuat deskripsi mengenai situasi atau kejadian sebagaimana adanya. Analisis data penelitian ini bersifat kualitatif untuk menghasilkan gambaran yang akurat, mendalam dan terperinci. Sesuai dengan maksud penelitian ini maka yang akan digambarkan adalah ragam konsepsi siswa, kecenderungan perubahan konsepsi siswa setelah pembelajaran dan penjelasan mengapa perubahan tersebut terjadi. B. Konteks Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan 34 siswa kelas X-8 SMA N 5 Malang, yang terdiri atas 11 laki-laki dan 23 perempuan. SMA N 5 Malang menyediakan fasilitas pembelajaran kepada X-8 (khususnya) berupa LCD, papan tulis, koneksi wifi pada lokasi-lokasi sekitar kelas, dan buku-buku penunjang yang disediakan di perpustakaan. Penelitian dilakukan pada tahun ajaran 2012-2013. Pada tahun ajaran ini, terdapat guru magang (PPL) yang mengajar secara bergantian dengan guru tetap. SMAN 5 Malang menerapkan sistem dua guru (team teaching) dalam satu kelas untuk satu mata pelajaran, termasuk mata pelajaran fisika, sehingga guru mata pelajaran fisika di X-8 ada dua yakni guru tetap dan guru PPL. Kompetensi dasar (KD) yang diajarkan selama penelitian adalah tentang suhu dan kalor yang diajarkan selama 4 minggu, dengan 5 jam pertemuan setiap

minggunya terjadi 20 jam pertemuan. Namun, pada beberapa pertemuan tidak berjalan dengan lancar karena terpotong oleh kepentingan kelas 3 untuk melakukan tryout maupun ujian sekolah. Kelas X-8 menggunakan sumber belajar utama berupa buku pegangan siswa terbitan penerbit Sagufindo. Buku ini digunakan oleh semua siswa atas anjuran guru. Beberapa siswa juga menggunakan buku lain, misalnya karya Martin Kangingan terbitan Erlangga. C. Data dan Sumber Data Sesuai dengan masalah yang dikaji, data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa konsepsi siswa sebelum dan setelah pembelajaran tentang konsep suhu dan kalor, dan proses pembelajaran yang dialamai oleh siswa pada topik tersebut. Sumber data dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X-8 SMA Negeri 5 Malang yang terdiri dari 34 siswa, guru dan RPP. D. Prosedure Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam menjawab masalah penelitian. Pada penelitian ini, prosedure yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut. 1. Tes Diagnostik Tes diagnostic digunakan untuk mendapatkan data konsepsi siswa tentang suhu dan kalor sebelum dan setelah pembelajaran. Waktu yang disediakan untuk mengerjakan tes selama 45 menit. Tes yang digunakan merupakan tes pemahaman konsep materi suhu dan kalor. Tes ini dikembangkan oleh peneliti dengan mengacu pada sebaran materi suhu dan kalor dalam kurikulum KTSP SMA 2007.

Instrument soal yang digunakan dikembangkan menjadi tiga belas butir soal. Jenis pertanyaannya berupa pertanyaan kontekstual yang mencangkup konsep-konsep suhu dan kalor dalam kehidupan sehari-hari siswa. Instrument soal dibuat dalam bentuk pilihan ganda. Sebagian dengan 4 pilihan jawaban, 3 pilihan jawaban, 2 pilihan jawaban dan jawaban akhir kosong. Jawaban kosong ini disediakan untuk diisi oleh siswa apabila siswa mempunyai jawaban lain selain jawaban yang disediakan. Pilihan jawaban berupa pernyataan-pernyataan yang harus dipilih oleh siswa dengan menyilang jika menganggap pernyataan itu salah, melingkari jika mengaggap pernyataan itu benar dan tidak memberikan tanda jika ragu-ragu. Siswa dapat melingkari ataupun menyilang lebih dari satu pilihan jawaban. Untuk mempermudah keterwakilan konsep oleh setiap soal sesuai dengan apa yang akan diukur maka konsep-konsep yang digunakan ditabelkan seperti pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 3.1 Konsepsi Suhu dan Kalor yang Dikembangkan Menjadi Tes Diagnostik No Konsep Variabel yang diamati berkenaan dengan konsepsi siswa 1

Kalor

2

Suhu

3

Kalor Jenis

4

Perpindahan Kalor

5

Perubahan Wujud Zat

6

Pemuaian

- Kalor adalah salah satu bentuk energi yang mengalir dari benda bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah - Benda yang menerima kalor suhunya naik (atau berubah wujud dengan suhu tetap) dan benda yang melepas kalor suhunya turun - Kalor bukanlah suatu zat yang disimpan dalam suatu benda namun merupakan perpindahan energi internal karena adanya perbedaan suhu - Suhu merupakan sifat suatu sistem yang ditentukan dengan membandingkan keadaan sistem tersebut dengan sistem lainnya. - Dingin atau panas merupakan suatu ekspresi yang diwujudkan dari penilaian indra manusia terhadap suatu keadaan. - Suhu benda tetap ketika suatu zat mengalamai perubahan wujud. - Kalor jenis adalah bilangan yang menunjukkan jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu tiap satu satuan massa zat dalam satu derajat Konduksi - Proses perambatan kalor secara konduksi dijelaskan sebagai berikut. Ketika salah satu ujung logam dipanaskan maka atom-atom ujung logam mendapatkan energi yang dapat meningkatkan getaran atom-atom tersebut. Atom yang bergetar ini kemudian menumbuk atom tetangganya sambil memberikan energi. Atomatom tetangga ini menumbuk dan memberikan energi kalor kepada atom tetangga berikutnya, dan begitu seterusnya. - Pada peristiwa perubahan wujud tidak disertai dengan perubahan suhu karena kalor yang diterima oleh zat digunakan untuk merubah wujud - Sebatang logam dengan panjang mula-mula L ketika dipanaskan akan memanjang sepanjang ∆ , disebabkan karena jarak antar partikel dalam logam membesar sehingga batang logam memanjang

2. Observasi Partisipasi Metode observasi digunakan untuk mengamati kinerja siswa di dalam kelas selama proses pembelajaran. Pengamatan tersebut melingkupi aktifitas siswa dan aktifitas guru. Observasi yang dilakukan merupakan observasi partisipasi pasif, yakni peneliti bertindak sebagai penonton mengamati sasaran tanpa menimbulkan perhatian sasaran. Selama proses observasi, peneliti

mendokumentasikan dengan menggunakan kamera digital dan handycam baik untuk pengambilan data berupa audio, visual maupun audiovisual. 3. Wawancara Kegiatan wawancara dilakukan untuk menunjang data hasil tes awal dan tes akhir (triangulasi). Wawancara ini digunakan dengan tujuan untuk memperoleh data yang lebih jelas/rinci tentang konsepsi awal siswa berkenaan dengan perubahan konsepsinya dan mengapa hal tersebut terjadi. Sifat pertanyaan selama wawancara tidak terstruktur dengan maksud agar siswa secara bebas dapat memberikan dan mengembangkan penjelasannya mengenai hasil tes yang dikerjakan. Kegiatan wawancara ini melibatkan 8 siswa dari keseluruhan responden. Pemilihan siswa dilakukan berdasarkan tingkatan perubahan konsepsi siswa sebelum dan setelah pembelajaran, mulai dari yang paling tinggi perubahannya, menengah dan yang paling tidak berubah. Dalam kegiatan wawancara dilakukan perekaman visual yang bertujuan untuk akurasi data. Peneliti memulai dengan bertanya tentang jawaban siswa pada tes awal kemudian alasan-alasannya sehingga memberikan jawaban tersebut dan tentang tes akhirnya. Bila jawaban dan alasan pada tes awal dan tes akhir berbeda, kepada siswa ditanyakan kembali penyebab perbedaan jawaban tersebut terjadi. Pernyataan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran alternatife penyebab perubahan konsepsi siswa.

E. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Analisis data dengan menggunakan pendekatan kuantatititf didasarkan pada hasil tes awal dan tes akhir siswa. Berdasarkan hasil jawaban siswa tersebut, dihitung frekuensi jawaban siswa pada setiap butir soal yang diberikan. Jawaban setiap butir soal tes memungkinkan siswa memilih lebih dari satu jawaban, sehingga kualitas jawaban siswa kemudian digolongkan menjadi tiga kategori level (tingkatan ) yakni level 0, level 1 dan level 2. Kategori level kualitas jawaban siswa ditunjukkan pada tebal 3.2 berikut. Tabel 3.2 Kategori Kualitas Konsepsi Siswa Berdasarkan Hasil Tes Diagnostik Kualitas Konsepsi Deskripsi Level 2

Jika siswa memilih semua jawaban benar dan tidak memilih satupun jawaban salah

Level 1

Jika siswa memilih jawaban campuran antara pilihan jawaban benar dan salah, atau siswa hanya memilih salah satu dari beberapa jawaban benar (tidak semua jawaban benar dipilih)

Level 0

Jika semua pilihan siswa merupakan jawaban yang salah

Tabulasi perubahan konsepsi siswa tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif . Analisis ini menggunakan teknik analisis taksonomix (TaxonomicAnalysis) yang memberikan hasil analisis luas dan umum (Burhan, 2003). Analisis terfokus pada konsep-konsep yang diteliti kemudian dijabarkan menjadi konsep-konsep yang lebih khusus yang ada pada fikiran siswa berdasarkan hasil tes. Selanjutnya pada konsep-konsep khusus yang telah dijabarkan, dianalisis elemen-elemen kontras yang terjadi. Elemen-elemen kontras tersebut disesuaikan

dengan data yang telah diperoleh dari hasil observasi dan wawancara. Misalnya, pada tes awal diketahui bahwa pada soal tes nomor satu, 100 % siswa menyatakan bahwa konsep kalor mengalir dari suhu lebih tinggi ke suhu lebih rendah, namun pada tes akhir hanya 38 % siswa. Hal ini merupakan elemen kontras yang memerlukan analisis lebih dalam dikaitkan dengan observasi pembelajaran yang telah dilakukan. Perubahan konsepsi siswa diketahui dengan melakukan crosstabulasi kualitas jawaban siswa pada tes awal dan tes akhir. Hasil tersebut kemudian dianalisis dengan mengaitkan perubahan yang terjadi dengan pembelajaran yang telah dilakukan. F. Tahap-tahap Penelitian Langkah-langkah operasional pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Melakukan observasi awal untuk menentukan kelas yang akan digunakan sebagai lokasi penelitian. 2. Pelaksanaan tes awal dilaksanakan pada tanggal 6 Maret 2013. Hasil jawaban siswa pada tes awal menggambarkan prekonsepsi masing-masing siswa sebelum pembelajaran tentang konsep suhu dan kalor. 3. Setelah tes awal dilakukan, kemudian pemberian pembelajaran oleh guru. Materi pembelajaran meliputi Kompetensi Dasar kelas X 4.1 (menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat) dan 4.2 (menganalisis cara perpindahan kalor) berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan 2007. Dalam proses

pembelajaran diambil data secara langsung dengan menggunakan catatan lapangan oleh peneliti dan dibantu dengan proses dokumentasi video. 4. Tes akhir diberikan setelah pembelajaran dilaksanakan. Tes akhir dilaksanakan pada 17 April 2013. Butir soal pada tes awal sama dengan pada tes akhir. 5. Melakukan wawancara kepada 8 siswa terpilih. Wawancara selanjutnya dilakukan seiring proses analisis data dilakukan. Siswa yang akan diwawancarai tergantung pada setiap elemen khusus yang terjadi pada data yang ditemukan. 6. Penyusun laporan penelitian

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN HASIL PENELITIAN

A. Ragam Konsepsi Siswa dan Perubahannya Berdasarkan Tes Awal ke Tes Akhir Bagian ini menyajikan konsepsi siswa berdasarkan respon siswa terhadap tes awal (dilakukan sebelum pembelajaran) dan tes akhir (dilakukan setelah pembelajaran) yang berkaitan dengan konsep suhu, kalor, kalor jenis, pemuaian, konduksi kalor dan perubahan wujud. Tes awal dan tes akhir menggunakan instrument yang sama. 1. Ragam Konsepsi Siswa tentang Suhu Benda yang Dipotong dan Perubahannya Berikut dideskripsikan konsepsi siswa tentang suhu masing-masing potongan jika suatu balok es dipotong menjadi dua bagian. Respon siswa terhadap pertanyaan tersebut dirangkum pada Tabel 4.1. Pada Tes awal semua siswa (34 siswa) dengan mantap memilih pilihan B. Namun, dua dari 34 siswa tersebut bergeser ke pilihan C pada tes akhir. Pertanyaan untuk mengasses konsepsi siswa tersebut sebagai berikut.

8. A. B. C. D. E.

Jika balok es yang suhunya −10℃ dipotong menjadi dua bagian, bagaimana suhu masingmasing potongannya? Suhu kedua bagian sama besar yakni −5℃ jika balok es dipotong menjadi dua sama besar Suhu kedua bagian sama besar yakni −10℃, dimanapun balok dipotong Jika ukuran potongan tidak sama, potongan yang besar memiliki suhu yang lebih tinggi Jika ukuran potongan tidak sama, potongan yang besar memiliki suhu yang lebih rendah …………….……………………………………………………………………………

Tabel 4.1 Ragam Konsepsi Siswa tentang Suhu Benda yang Dipotong pada Tes Awal dan Tes Akhir Konsepsi benraBenar Pada persitiwa suatu benda yang dipotong menjadi beberapa bagian (bagaimanapun ukurannya, suhumasing-masing bagian adalah sama

No Soal 8

Frekuensi

Konsepsi siswa Pre Pada peristiwa suatu benda yang dipotong menjadi beberapa bagian, suhu kedua benda tetap Pada peristiwa suatu benda yang dipotong menjadi beberapa bagian, suhu kedua benda berubah

Post

34

32

0

2

2. Ragam Konsepsi Siswa tentang Pemuaian dan Perubahannya Berikut dideskripsikan konsepsi siswa tentang pengaruh kalor terhadap pemuaian. Variasi konsepsi siswa terhadap konsep tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.2, sedangkan perubahan level kualitas respon siswa ditunjukkan pada Tabel 4.3. Pertanyaan untuk mengasses konsepsi siswa tersebut adalah sebagai berikut. 4.

A. B. C. D. E.

Suatu batang alumunium yang panjangnya 20 cm dipanaskan di atas api seperti terlihat pada gambar. Setelah 10 menit ternyata panjangnya menjadi 25 cm. Mengapa batang alumunium bisa memanjang? Partikel-partikel kalor mendesak partikel-partikel alumunium sehingga berpindah ke kanan (mengisi ∆ ) Partikel-partikel kalor memenuhi ruang antar partikel alumunium, sehingga partikel-partikel alumunium terdesak ke segala arah Jarak antar partikel-partikel alumunium menjadi semakin jauh akibat kenaikan suhu Partikel-partikel alumunium bertambah besar akibat kenaikan suhu …………….……………………………………………………………

= 20

∆ =5

Tabel 4.2 Ragam Konsepsi Siswa tentang Pemuaian Pada Tes Awal dan Tes Akhir Frekuensi No Konsepsepsi Benar Konsepsi siswa Soal Pre Post Pemuaian panjang terjadi karena jarak antar pertikel-partikel 0 4 logam menjadi semakin jauh Pemuaian panjang terjadi karena Suatu benda yang pertikel-partikel kalor memenuhi 0 9 dipanaskan mengalami ruang antar partikel-partikel pemuaian karena jarak logam 4 antar partikel menjadi Pemuaian panjang terjadi karena semakin jauh akibat partikel-partikel kalor mendesak 0 19* kenaikan suhu partikel-partikel logam Pemuaian panjang terjadi karena partikel-partikel logam 8 17* bertambah besar Konsepsi tidak terindentifikasi 26 0 * Siswa memiliki konsepsi lebih dari satu

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa pada tes awal sebagian besar siswa memiliki jawaban sendiri yakni karena terjadi pemuaian. Sebagian besar siswa tersebut mengetahui bahwa ketika suatu logam diberi kalor maka akan mengalami pemuaian, namun tidak memahami proses pemuaian tersebut secara mikroskopik. Sedangkan pada tes akhir, hanya sebagian kecil siswa (4 siswa) yang memahami dengan benar proses mikroskopik pemuaian logam ketika diberi kalor yakni jarak antar partikel-partikel logam menjadi semakin jauh. Siswa yang lain berfikir bahwa kalor berbentuk partikel dan pada proses pemuaian panjang partikelpartikel kalor tersebut mendesak partikel-partikel logam (19 siswa), atau partikelpartikel kalor memenuhi ruang antar partikel-partikel logam (9 siswa). Sedangkan 17 siswa berfikir bahwa pemuaian panjang terjadi karena pertikel-pertikel logam bertambah besar.

Tes Awal

Tabel 4.3 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes nomor 4 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir Tes Akhir Total Tes Awal Lev-0 Lev-1 Lev-2 Jumlah % *) Lev-0 30 4 34 100.0 0 Lev-1 0 0 0 0.0 0 Lev-2 0 0 0 0.0 0 Total Tes Akhir

Jumlah

30

4

0

34

% *)

88.2

11.8

0.0

100.00

100.0

Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas respon terendah (Lev-0) mengalami penurunan dari 100% menjadi 88%. Penurunan ini disebabkan terdapat 4 siswa yang mengalami perubahan kualitas respon dari Lev-0 menjadi Lev-1. Tidak ada siswa yang mencapai kualitas respon terbaik baik pada tes awal maupun tes akhir. 3. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor dan Perubahannya Konsepsi siswa tentang kalor diassess berdasarkan respon siswa terhadap tiga butir soal tes yaitu nomor 1, 2 dan 5. Soal nomor 1 mengungkap konsepsi siswa tentang aliran kalor yang terjadi jika logam berbentuk kubus kecil bersuhu 0℃ dimasukkan ke dalam gelas berisi air yang bersuhu 25℃. Soal nomor 2 mengungkap konsepsi siswa tentang aliran kalor yang terjadi jika dua buah benda (logam dan kayu) yang bersuhu sama saling disentuhkan. Soal nomor 5 mengungkap konsepsi siswa tentang aliran kalor yang terjadi jika air dalam panci yang dipanaskan di atas kompor dari suhu 20℃ menjadi 30℃. Variasi respon siswa terhadap ketiga pertanyaan tersebut dirangkum pada Tabel 4.4. Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui pada tes awal semua siswa (34 siswa) memiliki konsepsi no 1, 26 siswa memiliki konsepsi nomor 4 dan 34 siswa memiliki konsepsi nomor 7 yang ketiganya merupakan konsepsi yang benar.

Namun masih ada 8 siswa yang tidak konsisten dan menyatakan bahwa ada aliran kalor pada dua benda yang bersuhu sama. Ada satu siswa yang secara konsisten (pada tes awal maupun tes akhir) berpendapat bahwa penurunan suhu benda disebabkan benda itu menerima dingin dari benda yang bersuhu rendah. Selain itu, ada beberapa siswa yang justru memiliki konsepsi salah setelah pembelajaran. Empat siswa memiliki konsepsi bahwa kalor yang diberikan ke suatu benda disimpan di dalamnya. Lima siswa memiliki konsepsi bahwa kalor merupakan partikel, bukan energi. Delapan siswa memiliki konsepsi bahwa ketika besi dan kayu yang bersuh sama disentuhkan, tidak terjadi perpindahan kalor karena besi merupakan logam dan kayu bukan logam. Tabel 4.4 Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor pada Tes Awal dan Tes Akhir Konsepsi Benar

No Soal

Kalor berpindah dari benda bersuhu tinggi ke rendah, benda yang melepas kalor suhunya turun sedangkan benda yang menerima kalor suhunya naik (selama tidak terjadi perubahan wujud)

1

Konsepsi siswa ( )

Kalor berpindah dari benda bersuhu tinggi ke rendah, benda yang melepas kalor suhunya turun sedangkan benda yang menerima kalor suhunya naik ( ) Dingin berpindah dari benda bersuhu rendah ke tinggi, benda yang melepas dingin suhunya naik sedangkan benda yang menerima dingin suhunya turun ( ) Logam suhunya naik karena logam lebih cepat panas dari pada bukan logam ( ) 2 Ketika besi dan kayu yang bersuhu sama disentuhkan, tidak terjadi perpindahan kalor karena suhu kedua Ketika besi dan benda sama kayu yang bersuhu ( ) Ketika besi dan kayu yang bersuhu sama disentuhkan, sama disentuhkan, tidak terjadi tidak terjadi perpindahan kalor karena besi logam perpindahan kalor dan kayu bukan logam karena suhu kedua ( ) Ketika besi dan kayu yang bersuhu benda sama sama disentuhkan, terjadi perpindahan kalor karena besi lebih cepat panas dari pada kayu ( ) 5 Kalor yang diberikan ke suatu benda Selama tidak terjadi digunakan untuk menaikkan suhu benda perubahan wujud, itu kalor yang ( ) diberikan ke suatu Kalor yang diberikan ke suatu benda benda digunakan disimpan didalam benda itu ( ) untuk menaikkan Kalor diberikan ke suatu benda suhu benda itu dalam wujud parikel * Siswa memiliki konsepsi lebih dari satu

Pre 34

Frekuensi Post 32

1

1

0

1

26*

26*

0

8

8

4

34

31*

0

4

0

5

Perubahan konsepsi siswa ditunjukkan dari perubahan kualitas respon siswa dari tes awal ke tes akhir, terhadap butir soal 1, 2 dan 5 secara berurutan disajikan pada Tabel 4.5 s.d 4.7. Seperti dituliskan pada bab sebelumnya (metode penelitian), penjenjangan kualitas respon siswa didasarkan pada variasi respon siswa terhadap tes yang diberikan. Jika seorang siswa memilih semua pilihan benar dan tidak memilih satupun pilihan salah, maka konsepsi siswa tersebut dikategorikan pada Level-2 (tertinggi). Jika respon siswa tidak ada pilihan yang benar maka konsepsi siswa tersebut dikategorikan paling rendah (Level-0). Jika respon siswa merupakan campuran antara pilihan yang salah dan yang benar, maka konsepsi siswa tersebut dikategorikan pada level antara (Level-1).

Tes Awal

Tabel 4.5 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 1 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir Tes Akhir Total Tes Awal Lev-0 Lev-1 Lev-2 Jumlah % *) Lev-0 0 0 0 0 0 Lev-1

Total Tes Akhir

Jumlah % *)

Lev-2

0 0 0 0.0

1 1 2 5.9

18

19

55.9

14 32 94.1

15

44.1

34 100.00

100.0

Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas respon terbaik (Lev-2) mengalami kenaikan dari 44,1 % menjadi 94,1 %. Kenaikan ini utamanya disebabkan ada 18 siswa yang mengalami kenaikan kualitas respon dari Lev-1 menjadi Lev-2. Namun demikian masih terdapat 1 siswa yang justru mengalami penurunan kualitas respon dari Lev-2 menjadi Lev1.

Tes Awal

Tabel 4.6 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 2 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir Tes Akhir Total Tes Awal Lev-0 Lev-1 Lev-2 Jumlah % *) Lev-0 2 4 2 8 23.5

Total Tes Akhir

Lev-1

0

0

1

1

2.9

Lev-2

6

1

18

25

73.5

Jumlah

8

5

21

34

100.0

% *)

23.5

14.7

61.8

100.00

Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa proporsi kualitas respon siswa terbaik (Lev-2) menurun dari 73,5 % menjadi 61,8 %. Penurunan ini utamanya disebabkan ada 6 siswa yang mengalami penurunan kualitas respon dari Lev-2 menjadi Lev-0. Sebanyak 2 siswa tidak mengalami perubahan dan tetap berada pada Lev-0. Namun demikian, terjadi kenaikan pada kualitas respon siswa menengah dari 2.9 % menjadi 14,7 %. Kenaikan ini disebabkan ada 4 siswa yang mengalami kenaikan kualitas respon dari Lev-0 menjadi Lev-1.

Tes Awal

Tabel 4.7 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 5 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir Tes Akhir Total Tes Awal Lev-0 Lev-1 Lev-2 Jumlah % *) Lev-0 0 0 0 0 0.0

Total Tes Akhir

Lev-1

0

0

1

1

2.9

Lev-2 Jumlah % *)

4 4 11.8

6 6 17.6

23 24 70.6

33 34 100.00

97.1 100.0

Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas respon terbaik (Lev-2) menurun yakni dari 97,1 % menjadi 70,6 %. Penurunan ini utamanya disebabkan ada 4 siswa yang mengalamai penurunan kualitas respon dari Lev-2 menjadi Lev-0 dan 6 siswa dari Lev-2 menjadi Lev-1.

4. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor Jenis dan Perubahannya Berikut deskripsi konsepsi siswa tentang pengaruh kalor jenis terhadap kenaikan suhu benda. Pertanyaan untuk mengasses konsepsi siswa tersebut disajikan setelah paragraf ini.Variasi respon siswa terhadap soal nomor 3 tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.8, sedangkan perubahan level kualitas respon siswa ditunjukkan pada Tabel 4.9. 3.

A. B. C. D. E.

Benda A memiliki kalor jenis sebesar 10 / ℃ dan benda B sebesar 5 / ℃. Jika kedua benda memiliki massa yang sama lalu dipanaskan dengan pemanas yang sama secara bersamaan, bagaimana kenaikan suhunya? Suhu benda A naik lebih cepat daripada suhu benda B karena kalor jenis benda A lebih besar dari pada kalor jenis benda B Suhu benda A naik lebih lambat daripada suhu benda B karena kalor jenis benda A lebih besar dari pada kalor jenis benda B Suhu keduanya naik secara bersamaan karena diberi kalor yang sama Suhu keduanya naik secara bersamaan karena mempunyai massa yang sama dan mendapat kalor yang sama …………….…………………………………………………………………………

Tabel 4.8 Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor Jenis pada Tes Awal dan Tes Akhir Frekuensi No Konsepsi Benar Konsepsi siswa Soal Pre Post Kalor jenis 3 Kalor jenis mempengaruhi kenaikan suhu 33* 13 mempengaruhi benda, semakin besar kalor jenisnya kenaikan suhu (pada dua zat berbeda yang diberi benda, semakin sejumlah kalor yang sama) semakin cepat besar kalor jenisnya kenaikan suhunya semakin besar kalor Kalor jenis mempengaruhi kenaikan suhu 1 18 yang diperlukan benda, semakin besar kalor jenisnya untuk menaikkan (pada dua zat berbeda yang diberi suhunya sejumlah kalor yang sama) semakin lambat kenaikan suhunya Kalor jenis tidak mempengaruhi kenaikan 2 3 suhu benda * Siswa memiliki konsepsi lebih dari satu

Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa sebagian besar siswa (33 siswa) memiliki konsepsi yang salah pada tes awal, namun telah mengalami perubahan menjadi konsepsi yang benar pada tes akhir meskipun hanya sebagian (18 siswa).

Baik pada tes awal (2 siswa) maupun tes akhir (3 siswa) masih ada siswa yang memiliki konsepsi bahwa kalor jenis tidak mempengaruhi kenaikan suhu benda.

Tes Awal

Tabel 4.9 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes Nomor 3 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir Tes Akhir Total Tes Awal Lev-0 Lev-1 Lev-2 Jumlah % *) Lev-0 16 17 33 97.1 0 Lev-1 0 0 0 0.0 0 Lev-2

Total Tes AKhir

0

1

0

1

2.9 100.0

Jumlah

16

0

18

34

% *)

47.1

0.0

52.9

100.00

Berdasarkan Tabel 4.9 diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas respon terbaik (Lev-2) mengalami kenaikan dari 2,9 % menjadi 52,9 %. Kenaikan ini disebabkan ada 17 siswa yang mengalamai kenaikan kualitas respon dari Lev-0 menjadi Lev-2. Meski demikian masih ada 16 siswa yang tidak mengalami perubahan konsepsi dan konsepsinya tidak dapat teridentifikasi. 5. Ragam Konsepsi Siswa tentang Konduksi Kalor dan Perubahannya Berikut ini dideskripsikan konsepsi siswa tentang perpindahan kalor secara konduksi. Pertanyaan untuk mengasses konsepsi siswa ditunjukkan setelah paragraf ini. Pernyataan benar dari soal di atas adalah A, C dan D. Dari tes yang telah dilakukan didapatkan variasi jawaban siswa terhadap soal tersebut ditunjukkan pada tabel 4.10.

6. A. B. C. D. E.

Ketika kita memanaskan air dengan panci, api hanya mengenai bagian bawah panci. Namun ternyata bagian gagang panci juga ikut panas. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Karena kalor dapat merambat melalui benda padat Karena partikel panci pada bagian bawah panci berpindah ke gagang panci ketika dipanaskan Karena partikel panci saling bertubrukan dan menghantarkan energi kalor Karena kalor selalu berpindah dari suhu tinggi ke suhu rendah …………….………………………………………………………………

Tabel 4.10 Variasi Jawaban Siswa tentang Konduksi pada Tes Awal dan Tes Akhir Frekuensi Pilihan Jawaban Pre Post A 32 4 B 1 0 C 0 1 A,C

0

4

A,D

1

5

C,D

0

1

A,C,D

0

17

A,B,D

0

2

Total Jawaban

34

34

Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa pada tes awal 32 siswa mengetahui bahwa kalor dapat merambat melalui benda padat, namun belum memahami proses perambatan tersebut secara mikroskopik. Pada tes akhir, 17 siswa telah memiliki konsepsi yang lengkap bahwa kalor dapat merambat melalui benda padat dari suhu tinggi ke suhu rendah dan proses perambatan tersebut terjadi karena partikel panci saling bertubrukan dan menghantarkan energi kalor. Namun demikian, masih banyak siswa yang belum memahaminya dengan baik (15 siswa). Sedangkan dua siswa justru berfikir bahwa perambatan kalor secra konduksi disebabkan partikel panci berpindah ke gagang panci ketika dipanaskan. Perubahan kualitas respon siswa dari tes awal ke tes akhir, terhadap butir soal 6 disajikan pada Tabel 4.11. Jika seorang siswa memilih semua pilihan benar (A, C dan D) dan tidak memilih satupun pilihan salah, maka konsepsi siswa tersebut dikategorikan pada Level-2 (tertinggi). Jika respon seorang siswa adalah pilihan B maka konsepsi siswa tersebut dikategorikan paling rendah (Level-0). Jika respon siswa merupakan campuran antara pilihan yang salah dan yang benar, maka konsepsi siswa tersebut dikategorikan pada level antara (Level-1).

Tes Akhir

Tabel 4.11 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 6 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir Tes Awal Total Tes Awal Lev-0 Lev-1 Lev-2 Jumlah % *) Lev-0 0 0 1 2.9 1 Lev-1

Total Tes AKhir

Lev-2 Jumlah % *)

5

11 0 12 35.3

17

33

97.1

0

0 34 100.00

0.0 100.0

0 5 14.7

17 50.0

Berdasarkan Tabel 4.11 tentang level kualitas respon siswa pada peristiwa perpindahan kalor secara konduksi diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas respon terbaik (Lev-2) mengalami kenaikan yakni dari 0,0% menjadi 50,0 %. Kenaikan ini disebabkan ada 17 siswa yang mengalami kenaikan kualitas respon dari lev-1 menjadi Lev-2. Namun demikian, sebanyak lima siswa tidak mengalami perubahan konsepsi dan tetap berada pada kualitas respon menengah (Lev-1) baik pada tes awal maupun tes akhir. Sebanyak 11 siswa justru mengalami penurunan kualitas respon dari Lev-1 menjadi Lev-0. 6. Ragam Konsepsi Siswa tentang Perubahan Wujud dan Perubahannya Konsepsi siswa tentang suhu pada saat perubahan wujud diasses berdasarkan respon siswa terhadap dua butir soal tes yaitu nomor 7 dan 9. Soal nomor tujuh mengungkapkan konsepsi siswa tentang suhu air yang sedang mendidih dikaitkan dengan intensitas gelembung-gelembung udara yang terjadi saat api dikecilkan. Soal nomor Sembilan mengungkap konsepsi siswa tentang “perginya” kalor yang terus diberikan pada air yang sedang mendidih untuk menjelaskan mengapa suhu air tetap. Soal nomor tujuh dan Sembilan ditampilkan setelah paragraf ini. Variasi respon siswa terhadap kedua pertanyaan tersebut dirangkum pada Tabel 4.12.

7.

Ani memanaskan air pada panci dengan menggunakan kompor dengan api yang besar. Setelah beberapa saat, air mendidih dan terdapat gelembung-gelembung air yang memecah di permukaan. Kemudian Ani menurunkan besarnya api ternyata banyaknya gelembung-gelembung air menjadi berkurang. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? A. Suhu air saat mendidih terus meningkat ketika api kompor tetap besar B. Suhu air saat mendidih turun ketika api kompor diperkecil C. Suhu air saat mendidih tetap, namun jumlah kalor yang mengalir ke dalam air berkurang ketika kompor diperkecil D. Jumlah partikel air yang sedang mendidih berkurang ketika kompor diperkecil E. …………….………………………………………………………………………

9.

Kita mengetahui bahwa, suhu air yang sedang mendidih tidak akan naik lagi meskipun terus dipanaskan. Kemanakah perginya kalor tersebut? A. Dilepaskan ke udara sekitar secara konveksi B. Digunakan untuk mengubah molekul air dari keadaan cair menjadi uap (gas) C. Digunakan untuk menambah volume air D. …………….………………………………………………………………………

Tabel 4.12 Variasi Jawaban Siswa pada Tes Awal dan Tes Akhir Pilihan Frekuensi Nomor Pilihan Soal Jawaban soal Jawaban Nomor Pre Post Pre 7 A 0 1 9 A B 25 1 B C 0 7 A,B D

8

0

E

0

3

A,B

0

1

A,C

0

1

B,C

0

6

B,D

1

7

C,D

0

3

A,B,C

0

1

A,C,D

0

1

B,C,D

0

1

A,B,C,D

0

1

B,D

Frekuensi Pre 0 33 1

Post 1 4 28

0

1

Berkaitan dengan respon siswa nomor sembilan pada tes awal semua siswa menjawab pernyataan benar yakni pernyataan B, meskipun masih ada satu siswa yang memilih A. Namun demikian, pada tes akhir 28 siswa memiliki konsepsi

lain bahwa selain kalor digunakan untuk merubah wujud juga dilepaskan ke udara secara konveksi. Pernyataan tersebut merupakan pernyataan benar namun bukan yang dimaksudkan dalam soal. Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui bahwa pada tes awal untuk soal nomor tujuh, tidak ada siswa yang memiliki konsepsi benar tentang suhu saat air mendidih. Pada konteks api dikecilkan saat mendidihkan air, sebagian besar siswa (25 siswa) memiliki konsepsi bahwa suhu air juga akan turun. Informasi pada soal nomor Sembilan bahwa suhu air ketika mendidih tidak akan naik lagi meskipun terus diberi kalor tidak berpengaruh pada siswa. Hal ini menunjukkan bahwa konsepsi siswa tersebut merupakan konsepsi yang kuat. Sedangkan pada tes akhir jawaban siswa sangat bervariasi. Hanya tujuh siswa yang memiliki konsepsi benar bahwa suhu air tetap ketika mendidih. Sementara 14 siswa lain memiliki konsepsi tersebut dan secara bersamaan memiliki konsepsi lain yang bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa konsepsi siswa belum kuat setelah pembelajaran meskipun sudah ada informasi pada soal nomor Sembilan bahwa suhu air tidak berubah ketika mendidih. Perubahan kualitas respon siswa pada soal tes nomor tujuh berdasarkan tes awal dan tes akhir ditunjukkan pada Tabel 4.13, sedangkan nomor Sembilan pada Tabel 4.14. Tabel 4.13 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes Nomor 7 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir Tes Akhir

Tes Awal

Lev-0

Total Tes Akhir

Total Tes Awal

Lev-1

Lev-2

Jumlah

% *)

Lev-0

20

0

5

25

73.5

Lev-1

7

0

2

9

26.5

0

0 34 100.00

0.0 100.0

Lev-2 Jumlah % *)

0 27 79,4

0 0 0,00

7 20,6

Berdasarkan Tabel 4.13 diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas respon terbaik (Lev-2) mengalamai kenaikan dari 0% menjadi 20,6 %. Kenaikan ini disebabkan ada 2 siswa yang mengalamai kenaikan kualitas respon dari Lev-1 menjadi Lev-2 dan 5 siswa mengalami kenaikan kualitas respon dari Lev-0 menjadi Lev-2 . Namun demikian sebanyak 20 siswa tidak mengalami perubahan kualitas reposn dan tetap pada kualitas respon terendah (Lev-0). Berdasarkan Tabel 4.14 diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas respon terbaik (Lev-2) mengalami penurunan dari 97,1 % menjadi 11,8 %. Penurunan ini utamanya disebabkan 27 siswa mengalami perubahan konsepsi dari Lev-2 menjadi Lev-1.

Tes Awal

Tabel 4.14 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes Nomor 9 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir Tes Akhir Total Tes Awal Lev-0 Lev-1 Lev-2 Jumlah % *) Lev-0 0 0 0 0 0.0

Total Tes Akhir

Lev-1 Lev-2 Jumlah % *)

0 2 2 5.9

1 27 28 82.4

0 4 4 11.8

1 33 34 100.0

2.9 97.1 100.0

B. Deskripsi Kegiatan Pembelajaran Pembelajaran dilakukan berdasarkan kurikulum KTSP. SK yang dituju adalah menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai perubahan energi. Sedangkan KD (kompetensi dasar) yang diharapkan tercapai adalah menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat, menganalisis cara perpindahan kalor dan menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah. SK dan KD tersebut kemudian dijabarkan dalam silabus (Lampiran 4) dan RPP (Lampiran 4) oleh guru.

SMA N 5 merupakan salah satu sekolah yang menerapkan sistem team teaching. Dua orang guru dalam satu mata pelajaran tertentu mengajar dalam satu kelas yang sama. Materi yang diberikan sama, namun saling berkelanjutan antara guru yang satu dengan guru yang lainnya. Hal tersebut juga berlaku di kelas X-8. Guru pengajar mata pelajaran fisika di kelas tersebut ada dua, yang keduanya saling berkoordinasi dalam memberikan materi pelajaran. Jadwal pelajaran di sekolah tersebut berganti beberapa kali. Sejak awal semester sampai penelitian ini dilakukan, jadwal pelajaran berganti sebanyak tiga kali. Perubahan ini mempertimbangkan berbagai hal. Di X-8, penelitian ini dilakukan saat mata pelajaran fisika mendapatkan jadwal pada hari senin jam 5 dan 6, hari selasa jam ke 5 dan 6 dan hari rabu jam ke 6. Sesuai dengan silabus yang telah disusun oleh guru pengajar, tatap muka yang direncanakan dalam menyelesaikan SK ini adalah 11 JP (jam pelajaran), namun dalam kenyataannya pembelajaran pada SK ini sebanyak 19 JP (jam pelajaran) dengan pertemuan sebanyak 11 kali. Rincian masing-masing pertemuan tertera pada Tabel 4.15. Kegiatan pembelajaran dideskripsikan dari hasil pengambilan video (menggunakan handycamp dan camera digital) dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang dimiliki oleh guru (RPP). Karena keterbatasan waktu penelitian, dari 11 kali pertemuan tersebut video yang dapat direkam secara penuh hanya 4 kali pertemuan, masing-masing 2 JP sehingga didapatkan data 8 JP dari 19 JP yang dilakukan. Deskripsi kegiatan pembelajaran untuk masing-masing pertemuan yang berhasil direkam ditunjukkan melalui narasi berikut.

Tabel 4.15 Materi Pelajaran pada Setiap Pertemuan Materi Kalor di Kelas X-8 Hari/tanggal pertemuan Materi yang diajarkan Senin 11 maret 2013

Suhu dan temperature

Selasa 12 maret 2013

Kalor, kapasitas kalor

Selasa 19 maret 2013

Perubahan wujud

Senin 25 maret 2013

Pemuaian, (muai panjang, luas dan volum) dan keping bimetal

Selasa 26 maret 2013

Asas black demonstrasi

Rabu 27 maret 2013

Pembahasan soal-soal

Senin 1 april 2013

Praktikum asas black

Senin 8 april 2013

Perpindahan kalor (konduksi, konveksi, radiasi)

1. Pembelajaran Berkaitan dengan Suhu Pembelajaran berkaitan dengan suhu terjadi pada pertemuan tanggal 11 Maret 2013. Pada pertemuan tersebut guru menjelaskan bahwa suhu adalah derajat panas dinginnya suatu benda. Kemudian pembelajaran dilakukan dengan melakukan konversi suhu pada empat thermometer yang berbeda, yakni thermometer Celcius, Kelvin, Farenheit dan Reanmur.

Gambar 4.1 Guru Menggunakan Media Pembelajaran Berupa Kertas

2. Pembelajaran Berkaitan dengan Muai Panjang Penjelasan muai panjang dilakukan guru pada pertemuan tanggal 25 Maret 2013. “Pemuaian itu, kalau sesuatu mendapat panas atau dipanaskan akan

bertambah panjang dan luas” terang guru. Menggunakan media pembelajaran berupa kertas warna yang dibuat mirip dengan lempeng logam, guru menjelaskan bahwa seng yang memiliki koefisien muai paling besar mengalami muai panjang paling besar. Guru juga menjelaskan tentang koefisien muai panjang dengan menggunakan media kertas. Kemudian menjelaskan tentang muai luas dan volum. Koefisien muai panjang didapatkan dari perbandingan panjang awal dan akhir dibanding dengan perubahan suhu. Dituliskan di papan tulis oleh guru sebagai berikut : :∆ = 1 = ∆ 3. Pembelajaran Berkaitan dengan Kalor Pembelajaran yang membahas tentang mencampuran dua zat yang memiliki suhu berbeda terjadi pada pertemuan tanggal 26 Maret 2013. Di awal pembelajaran, guru memberikan peristiwa air jeruk yang diberi es balok. Guru bertanya kepada siswa tentang proses pencairan es. “Apa yang akan terjadi setelah beberapa saat?” Tanya guru. Siswa menjawab bahwa air jeruk akan lebih dingin. Guru melanjutkan pertanyaan kenapa hal tersebut bisa terjadi. Kemudian siswa menjelaskan karena esnya menyerap. “Menyerap apa?” lanjut guru bertanya. “Ada yang panas ada yang dingin” jawab seorang siswa. “Yang panas siapa?” tanya guru lagi. “Air jeruk, yang dingin es” jawab salah seorang siswa.

Gambar 4.2 Siswa Melakukan Demonstrasi Pencampuran Air yang Bersuhu Beda

Selanjutnya, pada pertemuan yang sama guru memberikan suatu demonstrasi. Dua beker glas yang masing-masing berisi air 50 ml diukur suhunya dengan bantuan seorang siswa di depan kelas. Lalu, salah satu gelas dipanaskan di atas api sambil diukur suhunya sampai suhu tertentu. Setelah itu gelas dengan air bersuhu 50 derajat (panas) dicampur dengan air pada gelas kedua yang bersuhu 28 derajat. Demonstrasi diakhiri dengan pertanyaan dari guru tentang suhu campuran tersebut dan dijawab oleh siswa secara bersamaan di atas 28 derajat dan kurang dari 50 derajat. Selanjutnya guru menjelaskan peristiwa air es yang semakin dingin ketika diberi bongkahan es. Es jeruk lama kelamaan menjadi lebih dingin ketika diberi bongkahan es karena ada aliran energi. Pertemuan sebelumnya guru pernah menjelaskan bahwa kalor itu adalah energi yang berpindah dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah. Ada yang memberi dan ada yang menerima. Yang memberi yang suhunya tinggi, dan yang suhunya rendah menerima. Jadi, kalor itu ada dua kemungkinan ketika diberikan pada suatu benda, pertama digunakan untuk menaikkan suhu dan yang kedua digunakan untuk merubah wujud. Pembelajaran tentang kalor juga diberikan kepada siswa ketika mereka melakukan praktikum tentang asas Black. Dalam praktikum tersebut, siswa dibagi menjadi 6 kelompok yang masing-masing terdiri dari 5-6 siswa. Siswa tersebut

belajar menggunakan thermometer untuk mengukur suhu, memanaskan air dengan menggunakan kompor dan menentukan suhu campuran dua zat yang berbeda suhu. Mereka juga belajar menggunakan kalorimeter untuk mencampurkan dua zat yang berbeda suhu. Pembagian tugas dilakukan dengan baik pula, mulai dari pembaca skala thermometer, pencatat suhu, pengambil air.

Gambar 4.3 Siswa Melakukan Praktikum tentang Azaz Black

Tanggal 12 Maret 2013 juga menjelaskan tentang peristiwa kalor. Guru menjelaskan bahwa semaki besar massanya maka kalor yang dibutuhkan untuk perubahan suhu juga semakin besar, semakin banyak kalor yang diberikan pada suatu benda maka, semakin besar perubahan suhunya dan jenis zat yang berbeda mengalami perubahan suhu yang berbeda ketika diberi kalor yang sama. 4. Pembelajaran Berkaitan dengan Kalor Jenis Pembahasan tentang kalor jenis terjadi pada pertemuan pada tanggal 12 Maret 2013. Guru menjelaskan bahwa penggunaan minyak goreng untuk menggoreng tempe di dapur karena minyak lebih cepat panas dari pada air. Karena lebih cepat panas (kenaikan suhunya lebih cepat) dibandingkan air maka minyak goreng digunakan untuk menggoreng tempe.

5. Pembelajaran Berkaitan dengan Perubahan Wujud Pembahasan tentang perubahan wujud dilakukan pada pertemuan tanggal 19 Maret 2013. Dalam pertemuan tersebut guru memberikan video tentang gleter yang mencair akibat global warming. Kemudian guru mempertanyakan pencairan gletser tersebut. Siswa menjawab bahwa gletser tersebut mencair karena mendapatkan kalor dari lingkungan. Selanjutnya guru menjelaskan suatu fenomena tentang pembakaran lilin. Lilin dapat mencair karena kalor yang diberikan oleh api digunakan untuk wujud lilin mengubah wujud lilin dari padat menjadi cair. Semakin banyak massa, semakin banyak kalor yang dibutuhkan ntuk meleburkan lilin. Selama terjadi perubahan wujud, suhu lilin tetap. Guru juga menjelaskan bahwa ketika benda dipanaskan tidak selalu terjadi perubahan suhu karena ketika terjadi perubahan wujud, kalor yang diberikan digunakan untuk merubah wujud sehingga suhunya konstan. Pengaruh kalor terhadap suatu zat selain untuk menaikkan suhu juga untuk merubah wujud. 6. Pembelajaran Berkaitan dengan Konduksi Kalor Peristiwa perambatan kalor dijelaskan melalui pertemuan pada tanggal 8 April 2013. Pembelajaran tersebut guru menjelaskan bahwa suatu benda padat tersusun dari partikel-partikel yang saling menempel. Jika salah satu ujungnya diberi kalor, maka panas dari ujung tersebut akan merambat ke ujung satunya. Ketika dipanaskan, partikel akan bergetar di ujung dekat api kemudian merambat ke samping-sampingnya, akhirnya panasnya bisa sampai di ujung. Jadi, ujung yang yang lain ikut memanas ketika salah satu ujunya dipanaskan karena getaran partikel yang disebut dengan peristiwa konduksi. Panas itu karena getaran partikel. Konduksi itu panas karena getaran partikel.

BAB V PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan pembahasan hasil analisis data sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya (Bab IV) dan data lain yang relevan yang diperoleh dari hasil dokumentasi, observasi dan wawancara. Pembahasan difokuskan pada ragam konsepsi siswa, perubahan konsepsi siswa (jika ada) dan penjelasan mengapa perubahan tersebut terjadi atau tidak setelah pembelajaran. Pandangan para ahli dan temuan penelitan lain yang relevan juga digunakan untuk memperkaya pembahasan. A. Ragam Konsepsi Siswa tentang Suhu Benda yang Dipotong dan Perubahannya Sebagian besar siswa memiliki konsep yang benar tentang suhu pada peristiwa balok es yang dipotong menjadi beberapa bagian. Ketika dua benda berada pada kesetimbangan thermal, kemudian kedua benda itu dipisahkan maka suhu masing-masing tetap sama dengan suhu awalnya. Hasil jawaban dari tes tertulis tersebut ditegaskan dengan hasil wawancara dengan siswa sebagai berikut. … G : Pada soal tes nomor 8, mengapa kamu memilih jawaban itu? S : Kan tidak mungkin kalau kita motong es trus suhunya menjadi 5 disini menjadi 5 disitu, ya tidak mungkin Bu. Suhunya tetap 10 dipotong sebanyak apapaun … Namun demikian masih terdapat dua siswa yang memiliki konsepsi bahwa ketika suatu benda dipotong menjadi beberapa bagian, suhu kedua benda tersebut

berubah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baser (2006) tentang miskonsepsi yang dialami siswa. Baser menemukan, salah satu miskonsepsi yang dialami siswa adalah ketika suatu benda bersuhu tertentu kemudian dibagi menjadi beberapa bagian maka benda yang massanya lebih besar suhunya lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Gonen pada tahun 2010 juga menemukan bahwa 37% siswa pada grade 6, 22% siswa pada grade 7 and 30 % siswa pada grade 8 memiliki konsepsi, benda yang berukuran lebih besar, suhunya lebih tinggi. Pathare & Pradhan (2007) menyatakan bahwa sebagian besar siswa menyatakan, suhu yang dicapai suatu benda bergantung pada ukurannya. Konsepsi siswa seperti tersebut di atas, bisa disebabkan pemahaman siswa yang kurang kuat terhadap ungkapan “besarnya kalor sebanding dengan massa” pada rumusan

=

∆ . Guru memberikan penjelasan bahwa besarnya kalor

yang diberikan atau dilepaskan sebanding dengan massa benda tersebut namun tidak melakukan diskusi mendalam untuk memaknainya, sehingga proses asimilasi pada beberapa siswa tidak terjadi secara sempurna. Akhirnya, ungkapan “besarnya kalor sebanding dengan massa” dimaknai oleh siswa bahwa benda yang ukurannya besar memiliki suhu yang lebih tinggi. Konsepsi siswa tersebut dapat mengganggu pemahaman siswa terhadap konsep suhu dan kalor selanjunya. Maka dari itu, perlu pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memahami konsep suhu dengan baik. Salah satunya dengan menggunakan metode praktikum. Metode praktikum dapat memberikan gambaran lebih konkrit kepada siswa bahwa ketika suatu benda bersuhu sama kemudian dibagi menjadi dua bagian yang berbeda ukuran, suhu kedua bagian tersebut tetap dan tidak bergantung pada ukuran.

B. Ragam Konsepsi Siswa tentang Pemuaian dan Perubahannya Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa pada tes awal sebagian besar siswa memiliki jawaban sendiri yakni karena terjadi pemuaian. Sebagian besar siswa tersebut mengetahui bahwa ketika suatu logam diberi kalor maka akan mengalami pemuaian, namun tidak memahami proses pemuaian tersebut secara mikroskopik. Hal ini mungkin dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa sebelum pembelajaran. Secara umum, pengetahuan tentang pemuaian adalah ketika sebuah logam diberi kalor maka akan terjadi pemuaian. Sedangkan pada tes akhir, hanya sebagian kecil siswa (4 siswa) yang memahami dengan benar proses mikoroskopik pemuaian logam ketika diberi kalor yakni jarak antar partikel-partikel logam menjadi semakin jauh. Siswa yang lain berfikir bahwa kalor berbentuk partikel dan pada proses pemuaian panjang partikel-partikel kalor tersebut mendesak partikel-partikel logam (19 siswa), atau partikel-partikel kalor memenuhi ruang antar partikel-partikel logam (9 siswa). Sedangkan 17 siswa berfikir bahwa pemuaian panjang terjadi karena pertikelpertikel logam bertambah besar. Berdasarkan tabel perubahan level kualitas respon siswa pada nomor 4 (Tabel 4.9) diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas repon terendah (Lev-0) telah mengalami penurunan dari 100% menjadi 88%. Penurunan ini disebabkan terdapat 4 siswa yang mengalami perubahan kualitas konsepsi dari Lev-0 menjadi Lev-1. Sebanyak 4 siswa tersebut memiliki konsepsi benar pada tes akhir bahwa logam memuai ketika diberi kalor karena jarak antar partikelpartikel logam menjadi semakin jauh. Sedangkan 30 siswa lainnya tetap berada pada kualitas respon terendah (Lev-0).

Sebanyak 30 siswa yang masih berada pada kualitas respon terendah memiliki konsepsi yang bervariasi. Mereka berfikir bahwa kalor berbentuk partikel dan pada proses pemuaian panjang partikel-partikel kalor tersebut mendesak partikel-partikel logam (19 siswa), atau partikel-partikel kalor memenuhi ruang antar partikel-partikel logam (9 siswa). Sebanyak 17 siswa lain berfikir bahwa pemuaian panjang terjadi karena pertikel-pertikel logam bertambah besar. Hasil jawaban dari tes tertulis tersebut ditegaskan dengan hasil wawancara dengan siswa sebagai berikut. … G :Ketika alumunium dipanaskan, akhirnya memanjang, kenapa? S1 :Karena memuai Bu. Partikel kalor masuk lalu mendesak begitu Bu G :Berarti kalor itu partikel? S1 :Mungkin Bu. Kalor itu partikel panas S2 :Dan partikelnya itu juga membesar juga Bu … Dari hasil wawancara terlihat, siswa konsisten dengan konsepsinya yang menyatakan, proses pemuaian panjang disebabkan partikel kalor masuk ke dalam logam lalu mendesak partikel logam. Siswa kedua berfikir secara bersamaan, bahwa partikel logamnya juga membesar. Konsepsi siswa pada taraf mikroskopik belum terbentuk secara sempurna, meskipun dalam pelajaran kimia kondisi mikroskopik tentang partikel telah dijelaskan. Proses belajar siswa pada kondisi abstrak menyebabkan siswa menjalani proses asimilasi yang tidak sempurna, dan memerlukan bantuan berupa hal konkrit untuk menyempurnakannya. Pembelajaran tentang pengaruh kalor terhadap pemuaian dijelaskan guru dengan metode ceramah, tanpa diskusi yang mendalam dan bantuan media pembelajaran yang dapat menggambarkan keadaan mikroskopik di dalam

lempeng yang sedang dipanaskan. Secara khusus, guru memberikan pemahaman tentang rumusan koefisien muai panjang, luas dan volum dengan menggunakan media pembelajaran berupa kertas untuk menunjukkan bahwa benda dengan koefisien muai panjang yang lebih besar akan memanjang lebih cepat jika diberi kalor yang sama. Perlu adanya penjelasan tentang konsep pemuaian secara mikroskopik oleh guru melalui video atau media lain sehingga siswa terbantu untuk menkonkritkan kondisi mikroskopik yang tidak dapat terlihat oleh mata tanpa bantuan alat.

Gambar 5.1. Dalam Pembelajaran Guru Menggunakan Media Pembelajaran Kertas

C. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor dan Perubahannya Berdasarkan paparan data di Bab IV, ragam konsepsi siswa tentang kalor digolongkan menjadi beberapa konsepsi berdasarkan masing-masing peristiwa pada tiga butir soal yang diberikan (1, 2 dan 5). Pada masing-masing peristiwa tersebut terdapat konsepsi siswa yang benar dan juga salah. Konsepsi salah yang dimaksud adalah konsepsi yang tidak sesuai dengan konsepsi benar berdasarkan teori para ahli, dan konsepsi yang benar adalah yang sesuai. Berikut diuraikan ragam konsepsi siswa tersebut serta bagaimana setiap konsepsi berubah dari tes awal ke tes akhir.

1. Kalor Merupakan Energi Panas yang Mengalir dari Benda Bersuhu Tinggi ke Benda Bersuhu Lebih Rendah, Benda yang Melepas Kalor Suhunya Turun Sedangkan Benda yang Menerima Kalor Suhunya Naik (tidak Termasuk Peristiwa Perubahan Wujud) Salah satu konsepsi benar tentang kalor adalah kalor merupakan energi yang mengalir dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu lebih rendah, benda yang melepas kalor suhunya turun sedangkan benda yang menerima kalor suhunya naik (bukan ketika perubahan wujud). Berdasarkan Tabel 4.1 (konsepsi siswa tentang kalor) diketahui bahwa semua siswa telah memahami dengan baik bahwa kalor berpindah dari benda bersuhu tinggi ke rendah, benda yang melepas kalor suhunya turun sedangkan benda yang menerima kalor suhunya naik (selama tidak terjadi perubahan wujud). Berdasarkan tabel perubahan level kualitas jawaban siswa pada soal nomor satu (Tabel 4.2), proporsi siswa yang memiliki kualitas respon terbaik (Lev-2) mengalami kenaikan yakni dari 44,1 % menjadi 94,1 %. Kenaikan ini utamanya disebabkan ada 18 siswa yang mengalami kenaikan kualitas respon dari Lev-1 menjadi Lev-2. Data ini menunjukkan bahwa pada tes awal sebagian besar siswa belum menjawab dengan lengkap dari dua pernyataan benar yang diberikan pada soal. Sebagian besar siswa tersebut hanya memilih satu jawaban saja. Perubahan konsepsi siswa dari kurang lengkap menjadi lengkap sebanyak 50,0 % tersebut bisa disebabkan proses belajar yang didapatkan siswa di dalam kelas. Dalam proses pembelajaran tersebut, guru memberikan praktikum tentang Asas Black dengan mencampurkan dua zat yang memiliki suhu berbeda pada kalorimeter. Kegiatan praktikum ini memberikan pembelajaran bermakna kepada

siswa karena siswa menjalani proses menemukan, sehingga konsep bahwa kalor berpindah dari benda bersuhu tinggi ke rendah, benda yang melepas kalor suhunya turun sedangkan benda yang menerima kalor suhunya naik dipahami sebagian besar siswa dengan baik. Hal ini serupa dengan pandangan Jean Peaget (Yamin, 2008) yang mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang melainkan melalui tindakan (action). Namun, masih ada dua siswa yang memiliki konsepsi salah tentang kalor. Kedua siswa tersebut mempunyai konsepsi bahwa suhu benda berubah karena dingin berpindah dari benda bersuhu rendah ke tinggi. Hasil jawaban dari tes tertulis tersebut ditegaskan dengan hasil wawancara dengan siswa sebagai berikut. … G : Berarti menurutmu, kalor itu panas atau dingin? S : Kalor itu panas G : Kalau dingin itu apa? S :Dingin ya dingin G : Berarti kalau dingin bukan kalor? S : Kalau ada yang lebih dingin, bisa disebut kalor G : Misal ada dua buah benda ya, yang satu 5 derajat, yang satu sepuluh derajat , berarti yang punya kalor yang siapa? Yang lebih tinggi suhunya atau gimana? S : Dua-duanya punya kalor …

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa siswa konsisten dengan konsepsinya yang menyatakan kalor itu bisa berupa panas (hot) dan dingin (cold). Meskipun hanya ada dua siswa (dari 34 siswa) yang memiliki konsepsi seperti itu, hal ini perlu diantisipasi dalam pembelajaran, sebab tidak menutup kemungkinan banyak siswa lain (di luar subjek penelitian) yang memiliki miskonsepsi itu seperti ditunjukkan oleh Christine Schnittka (2011) melalui penelitian yang dilakukan di Lexington USA. Pada penelitian tersebut, sebagian besar siswa

memiliki konsepsi salah dengan berfikir bahwa dingin merupakan lawan dari kalor yang mengalir dari benda dingin ke benda yang lebih hangat. Adanya miskonsepsi seperti di atas, menurut Hollon (1986) mungkin disebabkan siswa tersebut memiliki bipolar konsepsi tentang kalor. Bipolar konsepsi yang dimaksud adalah memandang dingin seperti sesuatu yang dapat diberikan oleh benda dingin yang berfungsi untuk menetralkan kalor dan memandang kalor sebagai panas yang juga mengalir dari benda panas ke dingin. Konsep yang benar adalah, dingin tidak di pindahkan ke dalam air, dingin bukanlah sebuah zat dan bukan kebalikan dari kalor (Hollon, 1986). Dingin hanyalah sebuah istilah (kata) yang digunakan untuk membandingkan suhu dua buah benda pada tingkatan derajat yang berbeda. 2. Selama Tidak Terjadi Perubahan Wujud, Kalor yang Diberikan ke Suatu Benda Digunakan Untuk Menaikkan Suhu Benda Itu Kalor yang diberikan ke suatu benda digunakan untuk menaikkan suhu benda itu, selama tidak terjadi perubahan wujud. Konsepsi ini merupakan konsepsi yang benar. Berdasaran Tabel 4.1 (ragam konsepsi siswa tentang kalor) diketahui bahwa sebelum pembelajaran semua siswa memiliki konsepsi benar. Namun, berdasarkan Tabel 4.4 (perubahan level kualitas respon siswa pada soal nomor 5) diketahui bahwa kualitas respon siswa terbaik (Lev-2) menurun yakni dari 97,1 % menjadi 70,6 %. Penurunan ini utamanya disebabkan ada empat siswa yang mengalami penurunan kualitas respon tertinggi (Lev-2) menjadi terendah (Lev-0). Keempat siswa tersebut memiliki konsepsi bahwa kalor yang diberikan ke suatu benda disimpan di dalamnya.

Perubahan konsepsi keempat siswa tersebut (dari benar menjadi salah) mungkin dipengaruhi proses pembelajaran. Saat pembelajaran mengenai asas Black, guru pernah menyampaikan bahwa kalau kalornya tidak keluar berarti suhunya tetap. Kalimat ini memungkinkan siswa berfikir bahwa kalor merupakan sesuatu yang disimpan oleh suatu benda yang dimasukkan kemudian disimpan di dalamnya dan bisa keluar bisa juga tidak. Pembelajaran yang mungkin bisa dilakukan untuk mengantisipasi hal tersebut adalah siswa diperkenalkan tentang energi internal terlebih dulu sebelum membahas tentang suhu dan kalor sehingga mereka memahami hukum termodinamika pertama yang mengaitkan antara energi internal, kerja yang dilakukan dan kalor. Keterkaitan energi internal dan kalor merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan pembahasannya untuk memahami hukum termodinamika. Namun kenyataannya, kurikulum belum mendukung untuk guru mengajarkan tentang hukum termodinamika secara berkesinambungan di jenjang sekolah menengah atas. Sehingga perlu pembenahan susunan kurikulum pengajaran fisika yang berkesinambungan dengan hirarki yang tepat. 3. Tidak Ada Pertukaran Kalor antara Logam dan Kayu yang Suhunya Sama, Meskipun Keduanya Berbeda Jenis (Kalor Jenis Keduanya Berbeda) Konsepsi siswa terhadap peristiwa kayu dan logam yang bersuhu sama saling disentuhkan adalah baik pada tes awal maupun tes akhir. Sebanyak 26 siswa memahami bahwa jika dua benda bersuhu sama didekatkan maka tidak terjadi perpindahan kalor karena suhu kedua benda tersebut sama. Konsepsi ini merupakan konsepsi yang benar. Namun delapan siswa lainnya dan menurun

menjadi empat siswa pada tes akhir berfikir bahwa terjadi perpindahan kalor antara logam dan kayu meskipun suhunya sama karena besi lebih cepat panas dari pada kayu. Berdasarkan tabel perubahan level kualitas konsepsi siswa pada soal tes nomor dua (Tabel 4.3), proporsi level kualitas respon siswa terbaik (Lev-2) menurun dari 73,5 % menjadi 61,8 %. Penurunan ini utamanya disebabkan ada enam siswa yang mengalami penurunan kualitas respon dari Lev-2 menjadi Lev-0. Dari keenam siswa tersebut, tiga siswa berubah konsepsi dan menjadi berfikir bahwa tidak ada aliran kalor dari besi ke kayu disebabkan kedua benda berbeda jenis. Tiga siswa lain menjadi berfikir bahwa kalor dari besi mengalir ke kayu dan sebaliknya, sebab besi lebih cepat panas dari pada kayu. Konsepsi siswa tentang cepat panas atau dingin antara besi dan kayu berkaitan dengan pengalaman belajar siswa dalam kehidupan sehari-harinya. Jika ada lempeng logam dan lempeng kayu yang bersuhu sama diletakkan pada suatu ruangan selama beberapa saat dan disentuh dengan tangan, maka logam akan terasa lebih dingin dari pada kayu. Peristiwa ini memberikan prekonsepsi kepada siswa bahwa logam itu lebih cepat dingin dari pada kayu. Prekonsepsi semacam ini terbentuk secara alamiah karena siswa menjalani proses fisika bukan hanya di dalam kelas namun juga dalam kehidupan sehari-harinya. Penelitian yang dilakukan Tanahoung (2010) di Thailand menemukan adanya 13 % dari 334 siswa memiliki konsepsi bahwa logam lebih dingin dari pada kayu karena logam menyerap dingin lebih baik dari pada kayu. Dalam peristiwa ini siswa menggunakan indera perasa berupa kulit untuk menentukan tingkat panas suatu benda, bukan dengan menggunakan termometer. Indera perasa

merupakan alat ukur yang buruk, karena dapat menipu. Hal ini sesuai hasil temuan oleh Christine Schnittka (2011) dalam penelitian yang dilakukan di Lexington USA bahwa siswa menggunakan insting (human sense) dalam menentukan pola pemikiran tentang suhu dan kalor. Konsep yang benar adalah, ketika lempeng kayu dan lempeng logam bersuhu sama diletakkan pada ruangan yang sama selama beberapa saat, maka keduanya mempunyai suhu yang sama dengan suhu ruangan. Ketika terdapat dua atau lebih sistem, dipisahkan oleh dinding konduktor maka kesemua sistem tersebut akan berada dalam kesetimbangan termal (Young & Freddman, 2000). 4. Kalor Merupakan Energi Panas yang Mengalir dari Benda Bersuhu Tinggi ke Rendah, Bukan Merupakan Partikel, Zat atau Fluida yang Mengalir Konsepsi siswa tentang kalor pada berbagai peristiwa yang diberikan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa berfikir bahwa kalor merupakan suatu zat atau partikel yang mengalir. Pada soal tes nomor lima, terdapat lima siswa pada tes akhir yang memiliki konsepsi bahwa partikel kalor saling menumbuk partikel air sehingga suhu air naik. Hal serupa ditemukan pada soal nomor empat berkaitan dengan muai panjang logam ketika dipanaskan. Sebanyak 88,2 % siswa memandang kalor sebagai partikel. Berdasarkan tabel perubahan level kualitas konsepsi siswa pada soal tes nomor 5 (Tabel 4.4), proporsi siswa yang memiliki kualitas respon terbaik (Lev-2) menurun yakni dari 97,1 % menjadi 70,6 %. Penurunan ini utamanya disebabkan ada empat siswa yang mengalami penurunan kualitas respon dari Lev-2 menjadi Lev-0 dan 6 siswa dari Lev-2 menjadi Lev-1. Kesepuluh siswa tersebut

mengalami perubahan konsepsi bervariasi. Sebanyak lima siswa diantaranya memiliki konsepsi bahwa kalor diberikan ke suatu benda dalam wujud partikel bukan energi. Siswa berfikir bahwa kalor adalah suatu zat yang tidak terlihat seperti halnya gas, dan mengalir serta disusun oleh partikel-partikel kalor. Hasil jawaban tes tertulis tersebut ditegaskan dengan hasil wawancara dengan siswa sebagai berikut. … G : Berarti kalor itu partikel apa bukan? S1 : Berarti kalor itu angin yang panas G : Kalor itu angin yang panas? S2 : Yang saya tau kalor itu untuk menaikkan suhu sama merubah wujud benda S1 : Kalor itu semacam seperti angin Bu. Kalor itu sesuatu yang panas … Konsepsi siswa tersebut merupakan konsep yang salah. Kalor adalah energi yang mengalir, kalor bukanlah suatu zat atau pertikel (Hollon, 1986). Konsep kalor merupakan konsep yang abstrak, sehingga istilah “aliran kalor”, “kalor diberikan ke suatu benda”, yang sering digunakan di dalam buku fisika dan pembelajaran menyebabkan siswa memiliki visualisasi berbeda terhadap istilahistilah tersebut. Siswa yang menyatakan bahwa kalor berupa partikel dimungkinkan pengaruh visualisasi dari konsep kalor yang abstrak tersebut. Dalam fikiran siswa, istilah “aliran kalor” divisualisasikan sebagai sesuatu yang mengalir selayaknya air atau fluida lainnya. Carlton (2000) menyatakan bahwa ide tentang konsep termal pada fisika dibangun melalui pengalaman siswa mulai masa anak-anak hingga sekarang dan mengalami perubahan seiring bertambahnya usia, namun ada beberapa situasi dimana mereka gagal menjelaskan tentang apa yang mereka pahami.

Temuan ini senada dengan penelitian oleh Brook et al (1985 ) yang dilakukan terhadap 300 siswa pada usia 15 tahun . Brook menemukan bahwa terdapat siswa yang memiliki konsepsi, kalor dan dingin itu saling berlawanan dan keduanya merupakan “material fluida”. Clough & Driver (1985) menemukan bahwa seringkali siswa mengklasifikasikan kalor sebagai suatu zat yang sama seperti material fluida.Weiss juga menemukan, dari sepuluh siswa yang dia teliti dia mengetahui bahwa beberapa siswa memiliki konsepsi, kalor memiliki karakteristik seperti suatu zat bukan sebagai sebuah proses. Konsepsi siswa tersebut dapat menghambat pemahamannya terhadap konsep-kosnep terkait suhu dan kalor pada topik selanjutnya, sehingga guru perlu melakukan antisipasi . Salah satu antisipasi dalam pembelajaran yang bisa dilakukan adalah pembelajaran oleh guru dalam memberikan pemahaman kepada siswa bahwa kalor merupakan salah satu bentuk energi yang mengalir, karena adanya perbedaan suhu dan bukan merupakan zat atau partikel seperti yang kebanyakan siswa bayangkan. D. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor Jenis dan Perubahannya Berdasarkan tabel ragam konsepsi siswa tentang kalor jenis (Tabel 4.6) diketahui bahwa sebagian besar siswa memiliki konsepsi yang terbalik pada tes awal dan menganggap bahwa kalor jenis sebanding dengan kenaikan suhu. Semakin besar kelor jenis suatu benda semakin cepat kenaikan suhunya. Namun, berdasarkan tabel perubahan level kualitas respon siswa pada soal nomor 3 (Tabel 4.7) diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas repon terbaik (Lev-2) telah mengalami kenaikan dari 2,9 % menjadi 52,9 % dan proporsi siswa yang memiliki kualitas respon terendah (Lev-0) telah mengalami penurunan dari 97,1

% menjadi 47,1 %. Kenaikan ini disebabkan ada 17 siswa yang mengalamai kenaikan kualitas respon dari Lev-0 menjadi Lev-2. Hal ini menunjukkan bahwa pada tes akhir sebagian besar siswa telah memiliki konsepsi benar yakni semakin besar kalor jenisnya semakin besar kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhunya. Namun, 16 siswa lain masih memiliki konsepsi yang salah. Keenam belas siswa yang belum memahami dengan baik tentang hubungan kalor jenis dengan kenaikan suhu ini mungkin disebabkan karena kebingunan antara kalor jenis sebanding dengan kenaikan suhu atau berbanding terbalik. Hasil jawaban dari tes tertulis tersebut ditegaskan dengan hasil wawancara dengan siswa sebagai berikut. … G : Kamu Rul, di soal tes nomor tiga, kenapa kamu memilih jawaban itu? S2 : Seingatku itu kalau kalor jenisnya kecil itu berarti lebih cepat panas G : Berarti kalau kalor jenisnya kecil lebih cepat panas? S2 : Sebentar Bu, masih bingung. Kalau kalor jenisnya yang lebih besar itu naiknya lebih lambat, kalau kalor jenisnya kecil naiknya lebih cepat G : Kalau kamu (menunjuk satunya) berfikirnya gimana yang nomor tiga? S1 : Yang kalor jenisnya kecil berarti lebih cepat panas Dalam pembelajaran guru memberikan penjelasan dengan metode ceramah tentang kalor jenis setiap benda yang berbeda-beda, dan jika benda yang kalor jenisnya lebih besar diberi panas maka kenaikan suhunya akan lebih lambat karena kalor jenis berbading terbalik dengan perubahan suhu. Akan lebih baik jika pembelajaran yang diberikan dengan menggunakan praktikum sehingga siswa memahami pengaruh kalor jenis terhadap kenaikan suhu. Sebanyak 16 siswa tidak mengalami perubahan konsepsi dan tetap pada konsepsi yang salah. Konsepsi salah tersebut merupakan konsepsi yang terbalik dengan konsepsi yang benar. Keterbalikan konsepsi yang dimiliki siswa tersebut menunjukkan siswa mengalami kebingungan tentang kalor jenis. Pemaknaan

beberapa istilah yang selama ini dikenal oleh siswa memiliki maksud berbeda. Mulai dari kalor jenis, koefisien muai panjang, dan konduktivitas termal suatu benda menyebabkan siswa bingung dalam mengaitkan hubungan antara koefisienkoefisien tersebut dengan kenaikan suhunya. Kebingunan tersebut juga terlihat dari hasil wawancara di atas. Beberapa kebingunan yang terjadi pada siswa ini ternyata juga ditemukan alam penelitian yang dilakukan oleh Quan (2011) terhadap 32 guru di Summer Institute. Ditemukan bahwa 25 % student (dalam hal ini siswa merupakan seorang guru) mengalamai kebingunan mengenai kalor jenis dan konduktivitas termal suatu benda. Baik pada tes awal (2 siswa) maupun tes akhir (3 siswa) terdapat siswa yang memiliki konsepsi bahwa kalor jenis tidak mempengaruhi kecepatan kenaikan suhu benda. Hal ini dimungkinkan karena beberapa siswa tidak memaknai dengan baik simbol c yang sering mereka jumpai pada rumusan =

∆ sebagai kalor jenis. Perlu diskusi lebih mendalam atau menggunakan

praktikum sehingga siswa mendapat pemaknaan yang dalam tentang rumusan yang mereka gunakan. E. Ragam Konsepsi Siswa tentang Konduksi Kalor Secara dan Perubahannya Berdasarkan tabel variasi jawaban siswa tentang peristiwa perambatan kalor secara konduksi (Tabel 4.10) diketahui bahwa pada tes awal hampir semua siswa (32 siswa) mengetahui bahwa kalor dapat merambat melalui benda padat, namun belum memahami proses perambatan tersebut secara mikroskopik. Sebelum pembelajaran siswa belum mendapatkan materi tentang konduksi secara

mendalam sehingga siswa belum memahami proses mikroskopik pada peristiwa konduksi. Berdasarkan tabel perubahan level kualitas respon siswa pada peristiwa perpindahan konduksi kalor (Tabel 4.11) diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas respon terbaik (Lev-2) telah mengalami kenaikan yakni dari 0,0% menjadi 50,0 %. Kenaikan ini disebabkan ada 17 siswa yang mengalami kenaikan kualitas respon dari lev-1 menjadi Lev-2.Hal ini menunjukkan sebagian besar siswa telah berubah konsepsi menjadi benar setelah pembelajaran. Kenaikan tersebut jika dihubungkan dengan pembelajaran dapat dijelaskan sebagai berikut. Guru memberikan gambaran dan penjelasan dengan konkrit mekanisme mikroskopik tentang konduksi pada metal dalam pembelajaran. Konduksi terjadi utamanya pada benda padat. Energi kinetic molekul berpindah melalui vibrasi molekul yang saling bertabrakan dengan yang lain. Pembelajaran seperti ini dapat membuat 17 siswa mengalami perubahan konsepsi menjadi konsepsi yang lengkap. Namun demikian, penelitian menunjukkan masih ada 17 siswa lainnya yang belum memahami peristiwa konduksi dengan lengkap.

Gambar 5.2 Guru Menjelaskan Proses Konduksi Pada Logam Secara

Konduksi dapat diinterpretasikan dengan baik oleh sebagian siswa selain karena mereka paham melalui pembelajaran juga karena model multiple choice yang digunakan pada soal tes yang diberikan. Siswa hanya memilih tanpa harus membuat kata-kata sendiri untuk menjelaskan peristiwa konduksi tersebut secara

jelas. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tanahoung (2010) yang menemukan sebagian besar siswa mengalami miskonsepsi dan tidak memahami tentang peristiwa konduksi yang terjadi pada logam maupun kayu. Sebagian besar siswa tersebut tidak dapat memberikan alasan yang memuaskan pada soal open-ended yang diberikan karena mereka tidak dapat menjelaskan alasan yang benar. F. Konsepsi Siswa tentang Perubahan Wujud Berdasarkan tabel variasi jawaban siswa soal tes nomor 7 dan 9 (Tabel 3.13) diketahui bahwa respon siswa terhadap soal nomor sembilan, pada tes awal semua siswa menjawab pernyataan benar yakni pernyataan B, meskipun masih ada satu siswa yang memilih A. Sedangkan pada konteks api dikecilkan saat mendidihkan air (soal nomor tujuh), sebagian besar siswa (25 siswa) memiliki konsepsi bahwa suhu air juga akan turun. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tahu bahwa suhu air tetap ketika mendidih dan kalor digunakan untuk merubah wujud, namun ketika dihadapkan pada konteks apinya dikecilkan siswa tersebut juga berfikir bahwa suhunya turun. Hal ini dapat diartikan bahwa ke 25 siswa tersebut belum memiliki konsepsi yang kuat di awal tentang suhu air saat mendidih. Berdasarkan tabel perubahan level kualitas respon siswa pada soal tes nomor 7 (Tabel 4.13) diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas respon terbaik (Lev-2) mengalamai kenaikan dari 0% menjadi 20,6 %. Kenaikan ini disebabkan ada 2 siswa yang mengalamai kenaikan kualitas konsepsi dari Lev1 menjadi Lev-2 dan 5 siswa mengalami kenaikan kualitas respon dari Lev-0 menjadi Lev-2. Hal ini menunjukkan bahwa ada 7 siswa setelah pembelajaran

yang memiliki konsepsi kuat bahwa suhu air tetap ketika mendidih (mengalami perubahan wujud). Kedua penjelasan di atas menunjukkan bahwa sebagian besar siswa telah memiliki konsepsi yang kuat bahwa suhu air tetap saat mendidih (berubah fase) namun sebagian yang lain belum. Hasil tes tertulis tersebut ditegaskan dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan dua orang siswa sebagai berikut. … G : Bagaimana menurut kaliran dengan nomor 7? S1 : Ketika air mendidih suhunya turun Bu. Kompornya kan apinya diperkecil, jadi suhunya turun Bu S2 : Suhunya tetap bu, karena kan apinya tidak dimatikan. Kalau dimatikan suhunya turun. Kalau dikecilkan, kalornya berkurang saja Bu, suhunya tetap S1 : Bingung, kalau diperkecil kan panasnya berkurang. G : Berarti ketika air mendidih itu suhunya bagaimana? S2 : Suhunya tetap Bu, meskipun kalornya diturunkan. Kan kalor digunakan untuk merubah wujud air. Ya digunakan untuk merubah molekul air menjadi gas Bu … Dari hasil wawancara di atas, diketahui bahwa sebagian besar siswa mengalami kebingungan dengan suhu air saat mendidih. Peristiwa api kompor yang dikecilkan sehingga kalor yang diberikan berkurang menyebabkan siswa berfikir bahwa suhu air juga akan turun. Namun, siswa yang telah memiliki konsepsi yang kuat tetap pada konsepsinya bahwa suhu air tetap ketika mendidih karena hanya kalornya saja yang turun bukan suhunya. Siswa yang memiliki konsepsi bahwa suhu air berubah ketika mendidih (berubah wujud) juga ditemukan oleh Nachimias, Stavy (1990) yang menyatakan bahwa 80 % siswa pada studinya tidak menyadari bahwa suhu air tetap konstan ketika dalam proses pemuaian atau perubahan wujud. Hollon (1986) juga menyatakan bahwa kebanyakan siswa percaya bahwa suhu suatu benda akan berubah secara berkesinambungan ketika diberi kalor. Mereka menganggap

bahwa melebur dan menguap dari suatu zat menyerap kalor sehingga suhunya juga akan terus bertambah. Mereka sangat terkejut ketika mengetahui bahwa suhu zat tersebut tetap ketika mengalami perubahan fase. Berdasarkan tabel perubahan level kualitas respon siswa pada soal tes nomor 9 (Tabel 4.14) diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas respon terbaik (Lev-2) mengalami penurunan dari 97,1 % menjadi 11,8 %. Penurunan ini utamanya disebabkan 27 siswa mengalami perubahan konsepsi dari Lev-2 menjadi Lev-1 dan 1 siswa tetap berada pada kualitas respon menengah (Lev-1). Ke 28 siswa tersebut memiliki konsepsi yang bersamaan bahwa selain kalor digunakan untuk merubah wujud juga dilepaskan ke udara secara konveksi. Pernyataan tersebut merupakan pernyataan benar namun bukan yang dimaksudkan dalam soal. Hal ini berkaitan dengan pamahaman siswa terhadap soal. Soal menanyakan peristiwa perubahan air menjadi gas, namun pada pilihan jawaban terdapat materi konveksi. Pernyataan bahwa kalor dilepaskan ke udara sekitar secara konvepsi merupakan pernyataan yang benar, namun tidak ada kaitannya dengan perubahan wujud air menjadi gas. Kebingungan pada pemahaman soal ini yang mungkin menyebabkan siswa memilih kedua pilihan jawaban tersebut. Namun, dengan mengabaikan pilihan jawaban A, 32 siswa pada tes akhir telah mengetahui bahwa suhu air tetap ketika menguap disebabkan kalor digunakan untuk merubah wujud air menjadi gas. Meskipun guru telah memberikan penjelasan secara jelas melalui ceramah bahwa ketika es mencair maupun air menguap suhunya tetap namun sebagian besar siswa belum memiliki konsepsi kuat bahwa suhu air tetap ketika mengalami

perubahan wujud. Alangkah lebih baik jika pembelajaran yang diberikan, siswa bisa mendapat pengalaman belajar berupa praktikum sehingga memberikan pengalaman kepada siswa untuk memahami bahwa ketika terjadi perubahan wujud air menjadi gas suhunya tetap.

BAB VI PENUTUP

Berdasarkan penelitian yang dijelaskan pada bab sebelumnya, peneliti mengambil kesimpulan dan memberikan saran sebagai berikut. A. KESIMPULAN 1.

Ragam konsepsi siswa tentang suhu benda yang dipotong-potong antara lain, (1) benda yang ukurannya lebih besar suhunya lebih tinggi (32 siswa) dan (2) suhu benda tetap meskipun dipotong menjadi beberapa bagian (2 siswa). Cenderung tidak terjadi perubahan konsepsi siswa setelah pembelajaran dan sebagian besar tetap berada pada konsepsi yang benar.

2.

Ragam konsepsi siswa tentang pemuaian sebelum pembelajaran, sebagian besar siswa belum memiliki konsepsi benar tentang pemuaian begitu juga setelah pembelajaran. Hanya empat siswa yang mengalami perubahan konsepsi menjadi benar setelah pembelajaran bahwa pemuaian panjang terjadi karena jarak antar partikel-partikel logam menjadi semakin jauh

3.

Ragam konsepsi siswa dan perubahannya setelah pembelajaran tentang kalor antara lain, (1) terjadi perubahan konsepsi siswa sebesar 50% menjadi konsepsi yang benar setelah pembelajaran yakni kalor berpindah dari benda bersuhu tinggi ke rendah, benda yang melepas kalor suhunya turun sedangkan benda yang menerima kalor suhunya naik (selama tidak terjadi perubahan wujud), (2) setelah pembelajaran, sebanyak dua siswa memiliki konsepsi bahwa kalor itu bisa berupa panas (hot) dan dingin (cold), (3) terjadi

perubahan konsepsi 4 orang siswa setelah pembelajaran dan berfikir bahwa kalor yang diberikan ke suatu benda disimpan di dalamnya, 4) sebanyak tiga siswa berubah konsepsi setelah pembelajaran dan memiliki konsepsi bahwa kalor pada konteks besi dan kayu yang bersuhu sama didekatkan maka kalor dari besi mengalir ke kayu dan sebaliknya dam 5) 88,2 % dari 34 siswa memiliki konsepsi bahwa kalor adalah partikel. 4.

Sebagian besar siswa telah mengalami perubahan ke arah konsepsi yang benar (2,9 % menjadi 52,9 %) bahwa kalor jenis mempengaruhi kenaikan suhu benda dan kalor jenis berbanding terbalik dengan kenaikan suhu. Namun masih ada 47,1 % siswa lain masih memiliki konsepsi yang terbalik.

5.

Sebagian besar siswa telah mengalami perubahan ke arah konsepsi yang benar dan lengkap (0,0 % menjadi 50,0%) tentang konduksi kalor bahwa konduksi kalor terjadi karena kalor dapat merambat melalui benda padat dan berpindah dari suhu tinggi ke rendah, partikel panci saling bertubrukan dan menghantarkan energi kalor.

6.

Sebanyak 25 siswa pada tes awal belum memiliki konsepsi yang kuat tentang suhu air saat mendidih namun sebanyak tujuh siswa telah mengalami perubahan konsepsi menjadi konsepsi yang benar dan kuat setelah pembelajaran. Namun demikian setelah pembelajaran sebanyak 27 siswa mengalami konsepsi ganda bahwa pada konteks air mendidih, selain digunakan untuk merubah wujud, kalor juga dilepaskan ke udara secara konveksi.

B. SARAN

Saran yang bisa diberikan oleh peneli dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. 1.

Penelitian ini belum bisa memberikan penjelasan tentang faktor-faktor yang menyebabkan seorang siswa memiliki suatu konsepsi tertentu tentang kalor (baik benar maupun salah) sehingga akan lebih baik jika dilakukan pembatasan topik yang lebih spesifik. Sehingga penelitian tersebut dapat memberikan informasi lebih mendalam tentang perubahan konsepsi siswa terhadap topik tertentu

2.

Untuk memahami dan mengembangkan materi thermal pada fisika seorang siswa harus mampu memiliki dua konsep dasar yakni tentang kesetimbangan termal dan perbedaan antara konsep suhu dan kalor.

3.

Akan lebih baik jika seorang guru melakukan observasi awal sebelum pembelajaran untuk mengetahui prakonsepsi siswa. Prakonsepsi yang salah dapat diselesaikan dengan memberikan tindakan berupa konflik kognitif agar prakonsepsi siswa menjadi benar.

DAFTAR RUJUKAN

American Chemical Society Education Division Office of K-8 Science. 2007. USA: American Chemical Society. Baser, Mustafa. 2006. Effect of Conceptual Change Oriented Instruction on Students’ Understanding of heat and Temperature Concept. Journal of Maltese Education Research, (On-line), 4(1): 64-79, (ttp://www.educ.um.edu.mt/jmer), diakses 18 Januari 2013. Brook, A. Broggs, Bell B and Driver R. 1985. Secondary Students’ Ideas About Heat :Centre for Studies in Science and Mathematics Education Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Carlton, K. 2000. Teaching About Heat and Temperature. Physics Education. 35(2),101 Dahar , Ratna Wilis. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung : PT gelora Aksara Pratama Erlangga Etkina, Eugenia. 2005. Physics Teacher Preparation : Dream and Reality. Journal of Physics Teacher Education On Line, (Online), Vol 3(2), (www.phy/ilstu.edu/jpeto) Engel Clough, E and Driver R. 1985. Secondary students’ Conception of the Conduction of heat : Physics Education, 20, 176-182 Haryanto. 2008. Teori yang Melandasi Pembelajaran Konstruktivistik (online). Harcombe, S. Elnora. 2001. Science Teaching / Science Learning (Library of Congress Catalohing-in-Publication Data). New York: Teacher Collage Press Hollon, E. Robert and Charles W. Anderson. 1986. Heat and Temperature : A Teaching Module. The Institute for Research on Teaching 252 Erickson Hall Michigan State University East Lansing. 48824-1034 Gonen, Selahattin. Serhat Kocakaya. 2010. A Cross-Age Study in the Understanding of Heat and Temperature. Eurasian Journal Physics Chemistry Education 2(1):1-5

Pathare, Shirish & H. C Pradhan. 2007. Students’ Alternative Conception in Pressure, Heat and Temperature. Homi Babha for Science Education, TIFR : India Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia no. 22 tahun 2006 tentang Standart Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 2006. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Posner, J.G,. 1982. Accomodation of a Scientific Conception: Toward a Theory of Conceptual Change. Journal Science Education 66(2): 211-227.(online) http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/sce.3730660207 Quan, Gina. 2011. Improvements of Student Understanding of Heat and Temperature. Journal of University of Washington Research Experience for Undergraduates 2011 and The Physics Education Group Ruhf. Robert J. 2003. Unpublished Document A General Overview of Conceptual Change Research Schnittka, Cristine and Randy Bell. 1887. Engineering Design and Conceptual Change in Science: Addressing Thermal Energy and Heat Transfer in Eighth Grade. International Journal of Science Education, 33(12) Sozbilir, Mustofa. 2003. A Review Of Selected Literature On Student’s Misconception Of Heat And Temperature. Journal of Education Vol. 20(1) Suparno, Paul. 1999. Teori Perubahan Konsep dan Aplikasinya dalam Pembelajaran Fisika. Jurnal Ilmu Pendidikan, X (1): 15-26 Stavy ,R. 1990. Pupils Problems in Understanding Coservation of Matter. International Journal of Science Education. 12(5) 501-512 Tanahoung, Choksin. 2010. Probing Thai Freshmen Science Student’s Conceptions of Heat and Temperature Using Open-ended questions: A case study. Eurasian J. Physics Chemistry Education 2(2):82-94 Thomas, M. F. Malaquis et all. 1995. An Attempt to Overcome Alternative Conception Related to Heat and Temperature. Physics Education. 30, 19-26 Weiss, Leah. 2000.Ell and non Ell Students’ Misconceptions About Heat and Temperature in Middle School. Thesis Submitted in Partial Fulfillment of the Requirement for the degree of Master of Education in Department of Teaching and learning Principals in the Collage of Education at the University if Central Florida Orlando. Florida Wellington, Jerry. 2000. Teaching and Learning Secondary Science Contemporary issues and Practical Approaches. London:Routledge

Wenning, Carl. 2005. Minimizing Resistance to Inquiry-oriented Science Instruction : The Importance of Climate Setting. Journal of Physics Teacher Education On Line. (Online), Vol 3(2), (www.phy/ilstu.edu/jpeto), diakses Desember 2005 Yamin, Martinis. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung Press Yuliati, Lia. 2004. Miskonsepsi Siswa SMP. Bandung: Tidak Diterbitkan Young & Freedman. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid 2. Terjemahan Pantur Silaban. 2004. Bandung: Erlangga Zemansky. Mark W dan Richard H. Dittman. Kalor dan Termodinamika. 1986. Bandung. Penerbit ITB

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama

: Yeny Khristiani

NIM

: 109321417103

Jurusan/Program Studi

: Fisika/Pendidikan Fisika

Fakultas/Program

: MIPA

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang ditulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan plagiasi baik sebagian atau seluruhnya. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil plagiasi, baik sebagian ataupun seluruhnya, maka bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.

Malang, 2 Juli 2013 Yang bersangkutan,

Yeny Khristiani NIM 109321417103

1 : Instrumen Tes Diagnostik

TES DIAGNOSIS SISWA KONSEP SUHU DAN KALOR

Nama : ____________________________________ Motto : ____________________________________ Cita : ____________________________________

PETUNJUK UMUM : 1. Tulislah terlebih dahulu nama dan kelas anda pada kotak identitas yang telah disediakan 2. Laporkan kepada guru jika ada tulisan yang kurang jelas, ada kertas yang rusak atau sulit terbaca 3. Lingkari jawaban yang kamu anggap benar, silang jawaban yang kamu anggap salah dan biarkan jika kamu ragu akan pilihan jawaban itu. Pastikan semua jawaban sudah kami baca. 4. Tulislah pada tempat yang disediakan untuk jawaban lain sesuai pendapatmu A

B

C

D

E

1.

Sebuah logam kubus kecil bersuhu 0° C dimasukkan ke dalam gelas berisi air yang bersuhu 25° C. Apa yang segera terjadi? A. Suhu logam naik sebab kalor berpindah dari air menuju logam B. Suhu logam naik sebab dingin dari logam berpindah ke air C. Suhu air turun sebab dingin dari logam berpindah ke air D. Suhu air turun sebab kalor berpindah dari air menuju logam E. Suhu logam naik karena logam lebih cepat panas F. Suhu logam dan suhu air tetap karena logam dan air adalah dua zat yang berbeda G. ……………………………………………………………………………….............

2.

Sebuah balok besi dan balok kayu memiliki suhu yang sama. Balok besi diletakkan di atas balok kayu seperti pada gambar. Apa yang Balok besi akan segera terjadi? Balok kayu A. Kalor dari besi mengalir ke kayu sebab besi lebih cepat panas daripada kayu B. Kalor dari kayu mengalir ke besi sebab besi lebih cepat panas daripada kayu C. Tidak ada kalor yang mengalir dari besi ke kayu atau sebaliknya sebab besi adalah logam dan kayu bukan logam D. Tidak ada kalor yang mengalir dari besi ke kayu atau sebaliknya sebab suhu kedua benda sama E. …………….…………………………………………………………………………

3.

Benda A memiliki kalor jenis sebesar 10 / ℃ dan benda B sebesar 5 / ℃. Jika kedua benda memiliki massa yang sama lalu dipanaskan dengan pemanas yang sama secara bersamaan, bagaimana kenaikan suhunya? A. Suhu benda A naik lebih cepat daripada suhu benda B karena kalor jenis benda A lebih besar dari benda B

B. Suhu benda A naik lebih lambat daripada suhu benda B karena kalor jenis benda A lebih besar dari benda B C. Suhu keduanya naik secara bersamaan karena diberi kalor yang sama D. Suhu keduanya naik secara bersamaan karena mempunyai massa yang sama dan mendapat kalor yang sama E. …………….…………………………………………………………………………

4.

Suatu batang alumunium yang panjangnya 20 cm dipanaskan di atas api seperti terlihat pada gambar. Setelah 10 menit ternyata panjangnya menjadi 25 cm. Mengapa batang alumunium bisa memanjang? = 20 A. Partikel-partikel kalor mendesak partikel-partikel alumunium sehingga berpindah ke kanan (mengisi ∆ ) B. Partikel-partikel kalor memenuhi ruang antar partikel alumunium, sehingga partikel-partikel alumunium terdesak ke segala arah C. Jarak antar partikel-partikel alumunium menjadi semakin jauh akibat kenaikan suhu D. Partikel-partikel alumunium bertambah besar akibat kenaikan suhu E. …………….…………………………………………………………………………

5.

Air dalam panci dipanaskan di atas kompor dari suhu 20℃ menjadi 30℃. Apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi? A. Kalor yang diterima air digunakan untuk menaikkan suhu B. Kalor yang diterima air disimpan di dalamnya sehingga jumlah kalor dalam air bertambah banyak C. Partikel-partikel kalor menumbuk partikel-partikel air sehingga menjadi lebih panas D. …………….…………………………………………………………………………

6.

Ketika kita memanaskan air dengan panci, api hanya mengenai bagian bawah panci. Namun ternyata bagian gagang panci juga ikut panas. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? A. Karena kalor dapat merambat melalui benda padat B. Karena partikel panci pada bagian bawah panci berpindah ke gagang panci ketika dipanaskan C. Karena partikel panci saling bertubrukan dan menghantarkan energi kalor D. Karena kalor selalu berpindah dari suhu tinggi ke suhu rendah E. …………….………………………………………………………………………… 7. Ani memanaskan air pada panci dengan menggunakan kompor dengan api yang besar. Setelah beberapa saat, air mendidih dan terdapat gelembung-gelembung air yang memecah di permukaan. Kemudian Ani menurunkan besarnya api ternyata banyaknya gelembung-gelembung air menjadi berkurang. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?

A. Suhu air saat mendidih terus meningkat ketika api kompor tetap besar B. Suhu air saat mendidih turun ketika api kompor diperkecil C. Suhu air saat mendidih tetap, namun jumlah kalor yang mengalir ke dalam air berkurang ketika kompor diperkecil D. Jumlah partikel air yang sedang mendidih berkurang ketika kompor diperkecil E. …………….……………………………………………………………………………

∆ =5

8.

Jika balok es yang suhunya −10℃ dipotong menjadi dua bagian, bagaimana suhu masingmasing potongannya? A. Suhu kedua bagian sama besar yakni −5℃ jika balok es dipotong menjadi dua sama besar B. Suhu kedua bagian sama besar yakni −10℃, dimanapun balok dipotong C. Jika ukuran potongan tidak sama, potongan yang besar memiliki suhu yang lebih tinggi D. Jika ukuran potongan tidak sama, potongan yang besar memiliki suhu yang lebih rendah E. …………….……………………………………………………………………………

9.

Kita mengetahui bahwa, suhu air yang sedang mendidih tidak akan naik lagi meskipun terus dipanaskan. Kemanakah perginya kalor tersebut? A. Dilepaskan ke udara sekitar secara konveksi B. Digunakan untuk mengubah molekul air dari keadaan cair menjadi uap (gas) C. Digunakan untuk menambah volume air D. …………….……………………………………………………………………………

Lampiran 2: Silabus SILABUS Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Alokasi Waktu Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 4.1 Menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat

: : : : :

Materi Pembelajaran Kalor

SMA Negeri 5 Malang FISIKA X/2 11 x 45 menit 4.Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai perubahan energi Kegiatan Pembelajaran

Indikator

 Melakukan percobaan  Menjelaskan pengaruh kalor hubungan kalor, terhadap perubahan massa, kalor jenis, suhu, pengaruh massa kapasitas kalor, dan terhadap kalor yang perubahan suhu diperlukan, pengaruh  Menganalisis jenis zat terhadap kalor hubungan kalor, yang diperlukan massa, kalor jenis, kapasitas kalor, dan  Melakukan diskusi di perubahan suhu kelas untuk menganalisis pengaruh  Menerapkan kalor terhadap persamaan pengaruh perubahan suhu, kalor terhadap hubungan kalor perubahan suhu dengan massa, kalor dalam menyelesaijenis, kapasitas kalor kan soal dan perubahan suhu  Menghitung dalam memecahkan kapasitas kalor suatu

Teknik Tes Tulis

Tes Tulis

Tes Tulis

Penilaian Bentuk Contoh Instrumen PG Benda A dan B apabila diberi sejumlah kalor yang sama ternyata kenaikan suhu A lebih tinggi daripada kenaikan suhu B. Hal ini membuktikan bahwa… . A. massa A lebih besar PG daripada massa B B. kalor jenis B lebih besar daripada kalor jenis A C. massa jenis A lebih kecil daripada massa jenis B D. kapasitas kalor A lebih kecil daripada PG kapasitas kalor B E. jenis zat A dan B

Alokasi Waktu 3 JP

Sumber/ Alat dan Bahan  Sumber : Buku, LKS, internet  Alat dan Bahan : Beaker glass, Termometer, Kaki Tiga, Kasa, Bunsen, Air, Minyak, lilin

4.2 Menganalisis cara perpindahan kalor

Perpindahan Kalor

masalah  Melakukan percobaan pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat  Melakukan diskusi untuk menganalisis pengaruh kalor terhadap perubahan wujud dalam memecahkan soal fisika

benda  Menjelaskan pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat  Menganalisis pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat

 Melakukan percobaan perpindahan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi

 Menghitung laju kalor secara konduksi  Mengklasifikasikan karakteristik alat pemanas yang baik berdasarkan kalor jenis dan konduktivitas bahan  Membandingkan pengaruh kalor terhadap perbahan suhu dengan kalor konduksi  Menjelaskan perpindahan kalor secara radiasi  Menganalisis perpindahan kalor secara radiasi  Menjelaskan

 Melakukan diskusi perpindahan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi

berbeda

Tes Tulis

Tes Tulis

PG

Tes Tulis

PG

Tes Tulis

PG PG

Tes Tulis PG

Tes Tulis PG

Sebuah batang baja luas permukaannya 125 cm2 dan tebalnya 10 cm. Beda suhu antara kedua permukaan baja 2⁰C. Jika koefisien konduksi termal baja 50W/mK, maka banyak kalor yang dapat dihantarkan oleh baja tiap detik sebesar… . A. 2,5 J/s B. 12,5 J/s C. 125 J/s D. 1250 J/s E. 12.500 J/s

5 JP

 Sumber : Buku, LKS  Alat dan Bahan : Gelas ukur, Termometer, Kaki Tiga, Kasa, Bunsen, Air, Kit percobaan konduksi, termoskop

4.3 Menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah

Asaz Black

 Melakukan percobaan tentang Asaz Black  Melakukan diskusi tentang asaz black dalam memeahkan masalah fisika

perpindahan kalor secara konveksi  Menerapkan persamaan laju kalor konveksi dalam menyelesaikan soal  Menjelaskan suhu termal/suhu campuran berdasar asas Black  Menghitung suhu campuran menggunakan asas Black  Menerapkan asas Black dalam menyelesaikan soal fisika  Mengevaluasi asas Black dalam menyelesaikan soal fisika

Tes Tulis

PG

Tes tulis PG Tes Tulis PG Tes Tulis

PG

Suhu tiga macam cairan bermassa sama A, B, dan C masing-masing 10⁰C, 20⁰C, dan 30⁰C. Jika A dan C dicampur suhu suhunya menjadi 16⁰C, sedangkan jika B dan C dicampur suhunya menjadi 24⁰C. Jika A dan C dicampur, maka suhunya dalah… . A. 10⁰C B. 15 ⁰C C. 20⁰C D. 25⁰C E. 30⁰C

3 JP

 Sumber : Buku, LKS, internet  Alat dan Bahan : Kalorimeter, Termometer, Air.

Lampiran 3 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

RENCANA PELAKSAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : SMA Negeri 5 Malang Mata Pelajaran : Fisika Kelas/semester :X/2 Alokasi Waktu : 2 x 45 menit Pertemuan :1 Standar Kompetensi 4. Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai perubahan energi Kompetensi Dasar 4.1 Menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat A. Indikator 1. Menjelaskan hubungan kalor, massa, kalor jenis, kapasitas kalor, dan perubahan suhu 2. Menganalisis hubungan kalor, massa, kalor jenis, kapasitas kalor, dan perubahan suhu 3. Menerapkan persamaan pengaruh kalor terhadap perubahan suhu dalam menyelesai-kan soal 4. Menghitung kapasitas kalor suatu benda B. Tujuan pembelajaran 1. Setelah melakukan percobaan siswa dapat menjelaskan hubungan antara massa, perubahan suhu, kalor jenis suatu zat, dan kalor yang diperlukan 2. Setelah melakukan percobaan siswa dapat menganalisis hubungan antara massa, perubahan suhu, kalor jenis suatu zat, dan kalor yang diperlukan 3. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menerapkan persamaan pengaruh kalor terhadap perubahan suhu dalam menyelesaikan soal 4. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menghitung kapasitas kalor suatu benda C. Materi Pembelajaran : Kalor Kalor merupakan transfer energi dari benda satu ke benda lain karena adanya perbedaan suhu. Transfer energi terjadi melalui aliran kalor dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang lain yang suhunya lebih rendah.

Jika benda diberi kalor maka temperaturnya akan naik. Kenaikan suhu ini tergantung pada jenis zat yang dipanaskan. Besar kalor yang dibutuhkan untuk merubah suhu suatu zat tertentu sebanding dengan massa zat tersebut dan dengan perubahan suhu. Kalor dirumuskan dengan persamaan : Q = mc ΔT dimana c adalah besaran karakteristik dari zat tersebut, yang disebut kalor jenis (J/kg⁰C) m adalah massa zat (kg) ΔT adalah perubahan suhu (⁰C) Q adalah kalor yang diperlukan untuk merubah suhu (J) Selain massa dan kenaikan suhu, jumlah kalor yang dibutuhkan benda tergantung dari jenis zat yang dipanaskan yang disebut dengan kalor jenis. Kalor jenis suatu zat didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan atau melepaskan suhu tiap satu kilogram massa suatu zat sebesar 1⁰C atau 1 Kelvin yang dapat dituliskan dalam persamaan : c= Banyak kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu yang sama dari benda yang berbeda pada umumnya tidak sama. Perbandingan banyaknya kalor yang diberikan terhadap kenaikan suhu benda dinamakan kapasitas kalor. Kapasitas panas adalah kemampuan suatu benda untuk menerima atau melepas kalor untuk menaikkan atau menurunkan suhu benda sebesar 1⁰C atau 1 Kelvin yang dapat dituliskan dalam persamaan: C= Kapasitas kalor juga dapat dinyatakan dalam persamaan: C = mc D. Sumber Belajar : 

Tim Penyusun, 2010. Buku Pintar Belajar Fisika. Sagufindo Kinarya.



Kanginan, Marthen. 2007. Fisika untuk SMA kelas X semester 2. Erlangga : Jakarta.



Internet

E. Model Pembelajaran

: Direct Instruction

F. Metode Pembelajaran : Demonstrasi, Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab G. Alat/bahan

:

 LCD dan Laptop  Media pembelajaran Power Point  Beaker Glass  Termometer  Stopwatch  Air  Minyak H. Sintaks Pembelajaran (2 x 45 menit) Kegiatan Guru Pendahuluan  Apersepsi Menunjukkan video tentang memasak air “apa yang terjadi dengan air ketika dipanaskan?” Menunjukkan video tentang menggoreng tempe “mengapa menggoreng tempe menggunakan minyak tidak menggunakan air”  Menyampaikan tujuan pembelajaran

Kegiatan Siswa

 Memperhatikan video yang disajikan guru

Alokasi Waktu  10 menit

“air menjadi panas/suhu air naik/semakin lama semakin panas/ lama-lama mendidih”

“karena lebih cepat panas/kenaikan suhunya lebih cepat dibandingkan air ketika dipanaskan”  Mendengarkan penjelasan guru

Inti  Guru mendemonstrasikan dua fenomena:  Siswa mengamati demonstrasi I : dua beaker glass berukuran sama berisi air yang massanya berbeda dipanaskan dengan kalor yang sama, kemudian diukur perubahan suhunya setelah 2 menit II : dua beaker glass berukuran sama berisi air yang massanya sama tetapi dipanaskan kalor yang diberikan berbeda, kemudian diukur suhunya setelah 2 menit. III : dua beaker glass berukuran sama berisi zat cair yang berbeda dengan massa yang sama dipanaskan dengan kalor yang sama. Kemudian diukur suhunya setelah 2 menit.

 5 menit

 10 menit

 Guru mengajukan pertanyaan arahan selama melakukan demonstrasi.  5 menit “Apakah suhu kedua thermometer akan menujukkan skala yang berbeda pada percobaan? Apakah massa mempengaruhi banyak kalor yang dibutuhkan oleh suatu zat?”  Guru meminta 2 orang siswa maju ke depan untuk mengukur suhu dan melakukan pengamatan  Hasil pengamatan ditulis dalam slide power point yang ditampilkan di layar kelas  Berdasar demonstrasi tersebut guru mengajukan pertanyaan untuk menyimpulkan hasil demonstrasi. “Bagaimanakah hubungan antara massa, jenis zat, perubahan suhu, dan kalor yang diperlukan suatu zat?”

 Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kalor suatu zat  Menjelaskankan hubungan massa, kalor jenis zat, perubahan suhu, dan kalor dengan menghubungkan persamaan kalor Q = m c ΔT Q = C ΔT  Menjelaskan kalor jenis dan kapasitas kalor  Menjelaskan hubungan kalor dengan energi  Memberi contoh soal “Untuk memanaskan 100 gram air dari suhu 10⁰C sampai 40⁰C, sebuah heater membutuhkan kalor 9.000 Joule selama 1 menit. Bila efisiensi heater 100%, hitunglah: a. Kapasitas kalor air b. Kalor jenis air”  Memberi latihan soal

 Menjawab pertanyaan guru. “semakin besar massa sutu benda semakin banyak kalor yang diperlukan untuk perubahan suhu yang sama.” “semakin banyak kalor yang diberikan pada suatu benda, semakin besar perubahan suhunya” “jenis zat yang berbeda mengalami perubahan suhu yang berbeda ketika beri kalor yang sama.”  Memperhatikan penjelasan guru  20 menit

 Mengerjakan tugas

 25 menit

Penutup

 Guru bersama dengan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran tentang pengaruh kalor terhadap suatu zat  Memberi penguatan tentang pengaruh kalor terhadap suatu zat

I.

 Bersama guru, siswa menyimpulkan hasil pembelajaran

 10 menit

Penilaian Penilaian Kognitif

1) Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kalor yang diperlukan suatu zat! 2) Dua buah bejana berisi larutan A dan B dengan kalor jenis larutan A dua kali kalor jenis larutan B. Apabila massa kedua larutan tersebut sama, berapakah perbandingan kalor yang diperlukan untuk mencapai perubahan suhu yang sama? 3) Berapakah kalor yang diperlukan untuk memanaskan 100 gram tembaga yang memiliki massa jenis 0,09 kal/gr⁰C dari suhu 25⁰C menjadi 75⁰C? 4) 2 kg air bersuhu 25⁰C dipanaskan dengan kalor 2,25 x 10 4 J selama 5 menit. Jika diketahui kalor jenis air 4200 J/Kg⁰C, berapa suhu akhir air setelah dipanaskan? Kunci Jawaban 1) Faktor-faktor yang mempengaruhi kalor yang diperlukan oleh suatu zat antara lain a. Massa berdasarkan persamaan Q = mc ΔT maka Q ̴ m semakin banyak massa (pada c dan ΔT konstan) semakin banyak kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu dan sebaliknya b. Kalor jenis berdasarkan persamaan Q = mc ΔT maka Q ̴ c semakin besar kalor jenis suatu zat (pada m dan ΔT konstan) semakin banyak kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu dan sebaliknya c. Perubahan suhu berdasarkan persamaan Q = mc ΔT maka Q ̴ ΔT semakin besar kenaikan suhu (pada m dan c konstan) suatu zat semakin banyak kalor yang diperlukan dan sebaliknya 2) Diketahui : mA = mB ΔTA = ΔTB cA = 2 c B Ditanya : QA : QB … ? Jawab : =

= =

3) Diketahui : m = 100 gram c = 0,09 kal/gr⁰C T1 = 25⁰C T2 = 75⁰C ΔT = T2 - T1 = 50⁰C Ditanya : Q … ? Jawab : Q = mc ΔT = 0,1 x 0,09 x 50 = 0,45 kalori 4) Diketahui : m = 2 kg T1 = 25⁰C c = 4200 J/Kg⁰C Q = 2,25 x 104 J Ditanya : T2 … ? Jawab : Q = mc ΔT 8,4 x 104 = 2 x 4200 x ΔT 8,4 x 104 = 8400 ΔT 10 = ΔT 10 = T2 - T1 10 = T2 – 25 35⁰C = T2

Skor penilaian kognitif  Nilai total 100 dengan skor max masing-masing no 25  Skor diketahui max 5  Skor ditanya 5  Skor Jawab max 15

RENCANA PELAKSAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan

: SMA Negeri 5 Malang

Mata Pelajaran

: Fisika

Kelas/semester

:X/2

Alokasi Waktu

: 1 x 45 menit

Pertemuan

:2

Standar Kompetensi 4. Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai perubahan energi Kompetensi Dasar 4.1 Menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat A. Indikator 1. Menjelaskan pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat 2. Menganalisis pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat B. Tujuan pembelajaran 1. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menjelaskan pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat 2. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menganalisis pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat C. Materi Pembelajaran : Perubahan wujud Ketika suatu materi berubah fase dari padat ke cair atau dari cair ke gas, sejumlah energi terlibat pada perubahan fase tersebut. Kalor yang dibutuhkan untuk merubah 1,0 kg zat dari padat menjadi cair disebut kalor lebur (Lf). Kalor yang dibutuhkan untuk merubah suatu zat dari fase cair ke uap disebut kalor penguapan(L v). Nilai kalor lebur dan kalor penguapan disebut juga kalor laten. Kalor penguapan dan lebur mengacu pada jumlah kalor yang dilepaskan oleh zat ketika berubah dari gas ke cair atau dari cair ke padat. Kalor yang terlibat dalam perubahan fase tidak hanya bergantung pada kalor laten, tetapi juga bergantung pada massa. Sehingga dapat dituliskan dalam persamaan: D. Q=mL

dimana L adalah kalor laten proses dan zat tertentu (J/kg) m adalah massa zat (kg) Q adalah kalor yang dibutuhkan atau dikeluarkan selama perubahan fase (J) Selama terjadi perubahan fase, suhunya tidak berubah/konstan. Selama terjadi perubahan fase kalor yang serap atau dilepas digunakan untuk merubah suhu sehingga tidak terjadi perubahan suhu. Fase perubahan wujud benda digambarkan dalam bagan di bawah ini Gas

Padat

Cair

Suatu zat dapat jika melepas atau menyerap kalor, maka zat tersebut akan mengalami perubahan suhu dan wujud secara bergantian. Contohnya es pada tekanan 1 atm yang dipanaskan mula-mula akan mengalami perubahan suhu sebelum mengalami perubahan wujud menjadi air, kemudian air akan naik suhunya sampai mendidih dan kemudian menguap, dan uap air akan terus

Q3 Q1

Q4

Perumbahan suhu

Mencair

Perumbahan suhu

o

100 C adalah suhu ketika air mulai menguap atau uap mulai mengembun 100 o 0 C adalah suhu ketika es mulai 0 mencair atau air mulai

Menguap

o

T ( C)

Perumbahan suhu

naik suhunya. Berikut gambar pemanasan air tersebut.

Q5

Q2

Gambar 4. Proses perubahan suhu dan wujud es menjadi uap air

Sehingga pada proses perubahan es menjadi uap air akan membutuhkan kalor sebanyak

Q Total  Q1  Q 2  Q 3  Q 4  Q 5 E. Sumber Belajar : 

Tim Penyusun, 2010. Buku Pintar Belajar Fisika. Sagufindo Kinarya.

Q (J)



Kanginan, Marthen. 2007. Fisika untuk SMA kelas X semester 2. Erlangga : Jakarta.



Internet

F. Model Pembelajaran

: Direct Instruction

G. Metode Pembelajaran : Demonstrasi, Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab H. Alat/bahan  LCD dan Laptop  Media pembelajaran Power Point  Beaker Glass  Termometer  Stopwatch  Lilin  Bunsen, kaki tiga, kassa I.

Sintaks Pembelajaran (1 x 45 menit) Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa

Pendahuluan  Apersepsi Menunjukkan video tentang glester yang mencair akibat global warming, anak sedang makan es cream setelah beberapa saat kemudian es mencair. “Kenapa glester dan es dapat mencair? Apakah glester dan es suhunya berubah ketika mencair? Apa yang dapat kalian jelaskan dari video?”  Menyampaikan tujuan pembelajaran

 Memperhatikan video yang ditunjukkan oleh guru  Siswa menjawab pertanyaan dari guru dan mengemukakan pendapat tentang video “Glester mencair akibat pemanasan global” “es mencair karena mendapat kalor dari lingkungan”

 5 menit

 Siswa mendengarkan penjelasan guru

 5 menit

Inti  Guru menunjukkan dua fenomena:  Siswa mengamati demonstrasi Dua buah beaker glass masing-masing berisi 1  Menjawab pertanyaan guru “karena potong lilin dan 2 potong lilin mendapat kalor” dipanaskan.Perhatikan apa yang terjadi ketika “kalor yang diberikan dapat lilin dipanaskan. Mengapa lilin dapat mengubah wujud lilin dari padat mencair? Bearti apa pengaruh kalor yang menjadi cair” diberikan pada lilin?  Guru meminta dua orang siswa mengukur suhu lilin saat mencair dan mengukur waktu yang diperlukan untuk meleburkan lilin.  Berdasar demonstrasi tersebut guru mengajukan pertanyaan untuk menyimpulkan hasil demonstrasi.

 Siswa mengukur suhu saat lilin melebur dan mengukur waktu yang diperlukan untuk meleburkan 1 lilin dan 2 lilin dan membandingkan waktu tersebut  Menjawab pertanyaan guru. “Semakin banyak massa, semakin

Alokasi Waktu

 10 menit

“Apakah kalor yang diperlukan keduanya sama? Bagaimanakah suhu lilin ketika lilin melebur?”  Menjelaskan pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat  Menjelaskan grafik hubungan kalor dengan perubahan wujud  Menjelaskankan hubungan massa dan kalor laten suatu zat  Menjelaskan kalor lebur  Memberi contoh soal “Berapakah jumlah kalor yang diperlukan untuk mengubah 10 gram es pada suhu 0⁰C menjadi air pada suhu 50⁰C.”  Memberi latihan soal

banyak kalor yang dibutuhkan untuk meleburkan lilin.” “Selama terjadi perubahan wujud, suhu lilin tetap.”  Memperhatikan dan mendengarkan penjelasan guru  Mencatat penjelasan guru

 10 menit

 Mengerjakan soal  10 menit Penutup  Guru bersama dengan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran tentang pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat  Memberi penguatan tentang pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat

J.

 Bersama guru, siswa menyimpulkan hasil pembelajaran

 5 menit

Penilaian Penilaian Kognitif

1.

Suatu bahan mempunyai titik lebur 700⁰C, kalor lebur 4,0 x 105 J/Kg, dan kalor jenis 1.000 J/Kg⁰C. Hitunglah kalor yang diperlukan untuk meleburkan 600 gram bahan yang suhunya 30⁰C! (skor max 30)

2.

Suhu (⁰C)

D

0

B

C

20

40

E

Waktu (menit) 60

100

A

Gambar di atas menunjukkan pemanasan 10 gram zat pada yang menerima kalor 150 Joule tiap detik sehingga semuanya berubah menjadi uap. Hitunglah: a. kalor lebur zat tersebut

b. kalor uap zat tersebut (skor max 50) 3.

Berdasarkan grafik pada soal nomor 2, jelaskan pengaruh kalor pada masingmasing proses! (skor max 20)

Kunci Jawaban 1.

Diketahui

: m = 600 gram = 0,6 kg ΔT = 700 – 30 = 670⁰C L = 4,0 x 105 J/Kg c = 1.000 J/Kg⁰C

Ditanya

:Q…?

Jawab

: Suhu (⁰C)

Q2

700 Q1 30

Q

Untuk meleburkan bahan tersebut ada dua proses yang harus dilakukan yaitu menaikkan suhu sampai pada titik leburnya memerlukan kalor Q1 dan peleburan bahan pada titik leburnya memerlukan kalor sebesar Q2. Qtotal = Q1 + Q2 = mc ΔT + m L = (0,6 x 1000 x 670) + (0,6 x 4,0 x 10 5) = 402.000 + 24.000 = 426.000 J 2.

Diketahui

: berdasarkan grafik B-C melebur dan D-E menguap m = 100 gram = 0,1 kg QBC = 20 x 60 x 150 = 180.000 J QDE = 40 x 60 x 150 = 360.000 J

Ditanya

: Lf dan Lv … ?

Jawab

:

a. Q = m Lf

180.000 = 0,1 x Lf Lf = 1.800.000 J b. Q = m Lv 360.000 = 0,1 x Lv Lv = 3.600.000 J

3.

Diketahui

: grafik hubungan suhu dan waktu

Ditanya

: pengaruh kalor selama proses pemanasan

Jawab

: A-B pengaruh kalor untuk menaikkan suhu B-C pengaruh kalor untuk merubah wujud (suhu konstan) C-D pengaruh kalor untuk menaikkan suhu D-E pengaruh kalor untuk merubah wujud (suhu konstan)

RENCANA PELAKSAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan

: SMA Negeri Malang

Mata Pelajaran

: Fisika

Kelas/semester

:X/2

Alokasi Waktu

: 2 x 45 menit

Pertemuan

:3

Standar Kompetensi 4. Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai perubahan energi Kompetensi Dasar 4.3 Menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah A. Indikator 1. Menjelaskan suhu termal/suhu campuran berdasar asas Black 2. Menghitung suhu campuran menggunakan asas Black 3. Menerapkan asas Black dalam menyelesaikan soal fisika 4. Mengevaluasi asas Black dalam menyelesaikan soal fisika B. Tujuan pembelajaran 1. Setelah melakukan percobaan siswa dapat menjelaskan suhu termal berdasar asaz black 2. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menghitung suhu campuran 3. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menerapkan asaz black dalam menyelesaikan soal fisika 4. Setelah melakukan diskusi siswa dapat mengevaluasi asas Black dalam menyelesaikan soal fisika Materi Pembelajaran : Asaz Black Dua buah zat yang berbeda suhunya dicampur, maka akan terjadi transfer kalor dari zat yang suhunya lebih tinggi ke zat yang suhunya lebih rendah samapi tercapai suhu kesetimbangan anatar keduanya/tidak terjadi transfer kalor antara keduanya. Hal tersebut sesuai dengan prinsip kekekalan energi bahwa kalor yang dilepas sama dengan kalor yang diterima. Prinsip

kekekalan energi pada transfer kalor pertama kali diukur oleh Joseph Black sehingga dikenal dengan asas Black. “Pada pencampuran dua zat atau lebih, banyaknya kalor yang dilepaskan zat yang bersuhu lebih tinggi sama dengan banyaknya kalor yang diserap zat yang bersuhu lebih rendah.” Dapat dinyatakan dalam QLepaspersamaan = QTerima C. Sumber Belajar : 

Tim Penyusun, 2010. Buku Pintar Belajar Fisika. Sagufindo Kinarya.



Kanginan, Marthen. 2007. Fisika untuk SMA kelas X semester 2. Erlangga : Jakarta.



Internet

D. Model Pembelajaran

: Direct Instruction

E. Metode Pembelajaran : Demonstrasi, Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab F. Alat/bahan  LCD dan Laptop  Media pembelajaran Power Point  Kalori meter  Beaker glass  Termometer  Bunsen, kassa, kaki tiga  Air G. Sintaks Pembelajaran (2 x 45 menit) Kegiatan Guru Pendahuluan  Mereview materi pertemuan sebelumnya tentang pengaruh kalor terhadap perubahan suhu dan perubahan wujud suatu zat. “Ketika suatu zat dipanaskan apakah selalu terjadi perubahan suhu? Apa saja pengaruh kalor terhadap suatu zat ?”

 Apersepsi Menunjukkan video tentang es jeruk “apa yang terjadi dengan es jika dibiarkan selama

Kegiatan Siswa

Alokasi Waktu

 Menjawab pertanyaan review dari  3 menit guru tentang pengaruh kalor terhadap wujud suatu zat. “Ketika benda dipanaskan tidak selalu terjadi perubahan suhu karena ketika terjadi perubahan wujud kalor yang diberikan digunakan untuk merubah wujud sehingga suhunya konstan.” Pengaruh kalor terhadap suatu zat selain untuk menaikkan suhu juga untuk merubah wujud.”  10 menit  Memperhatikan video yang ditunjukkan oleh guru “es lama kelamaan akan mencair

beberapa menit?”

Menunjukkan video tentang ibu yang memandikan anaknya dengan air hangat yang sebelumnya telah mencampurkan air panas dan air dingin. “apa tujuan ibu tersebut mencampur air dingin dan air panas.”  Menyampaikan tujuan pembelajaran

karena mendapat kalor dari air jeruk dan akhirnya mencapai suhu kesetimbangan.” “untuk mendapat suhu setimbang yang diinginkan”

 Mendengarkan penjelasan guru  2 menit

Inti  Guru mendemonstrasikan fenomena “memanaskan 100 ml air sampai suhunya 80⁰C kemudian mencampurkan air yang telah dipanaskan dengan 100 ml air bersuhu 28⁰C dalam Kalorimeter. Setelah di aduk diukur suhu campurannya.”  Guru meminta bantuan 1 orang siswa untuk mengukur suhu campuran  Berdasar demonstrasi tersebut guru mengajukan pertanyaan untuk menyimpulkan hasil demonstrasi. “Bagaimanakah suhu air yang panas dan dingin setelah terjadi percampuran? Mengapa terjadi suhu kesetimbangan setelah dua zat yang berbeda suhunya dicampur?”

 Menjelaskan asaz black  Menjelaskan pengaruh kalor dalam asaz black  Memberi contoh soal “Seratus gram es bersuhu -5⁰C dicampur dengan dua ratus gram air bersuhu 30⁰C pada tekanan 1 atm. Jika hanya terjadi pertukaran kalor antara air dan es tentukan suhu akhir campuran dan massa es yang melebur! (kalor jenis air 1 kal/g⁰C, kalor jenis es 0,5 kal/gr ⁰C, kalor ebur es 80 kal/g)”  Memberi latihan soal

 Siswa mengamati demonstrasi

 10 menit

 Menjawab pertanyaan guru. “Suhu air yang lebih tinggi turun dan suhu air yang lebih rendah naik karena perbedaan suhu tersebut kalor mengalir dari air yang suhunya tinggi ke air yang suhunya lebih rendah.” “Karena terjadi aliran kalor dari zat yang bersuhu tinggi menuju zat yang bersuhu lebih rendah sehingga tercapai suhu kesetimbangan.”  Memperhatikan dan mendengarkan penjelasan guru  Mencatat penjelasan guru

 20 menit  5 menit

 Mengerjakan soal  25 menit Penutup  Guru bersama dengan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran tentang asaz black  Memberi penguatan tentang asaz black

 Bersama guru, siswa menyimpulkan hasil pembelajaran

 5 menit

H. Penilaian Penilaian Kognitif 1.

2.

3.

Balok besi bermassa satu kilogram bersuhu 80⁰C dimasukkan dalam dua kilogram air bersuhu 20⁰C. Jika diketahui kalor jenis air 4,2x103 J/Kg K, kalor jenis besi 4,5x102 J/Kg K, perkiran suhu akhir campuran setelah keadaannya setimbang! (skor max 30) Sebatang tembaga bermassa 100 gram, mula-mula bersuhu 95⁰C dimasukkan ke dalam 20 gram air yang terdapat dalam wadah alumunium 280 gram. Air dan wadah mula-mula bersuhu 15⁰C. Berapakah suhu akhir system jika diketahui kalor jenis tembaga 390 J/KgK dan kalor jenis alumunium 900 J/KgK? (skor max 40) Sepotong es dengan massa 50 gram bersuhu -20⁰C dimasukkan ke dalam cangkir berisi 200 gram air bersuhu 15⁰C. Jika kalor jenis air 4200 J/KgK, kalor jenis es 2100 J/KgK, kalor lebur es 330.000 J/Kg, anggap pertukaran kalor hanya terjadi antara air dan es. Berapakah massa es yang mencair? (skor max 40) Kunci Jawaban

1.

Diketahui: mbesi = 1 kg mair = 2 kg Tbesi = 80⁰C Tair = 20⁰C cair = 4,2x103 J/Kg K cbesi = 4,5x102 J/Kg Ditanya : Tc … ? Jawab : QLepas = QTerima mbesi cbesi ΔT = mair cair ΔT mbesi cbesi (Tbesi – Tc) = mair cair (Tc – Tair) 1 x 4,5x102 x (80 – Tc) = 2 x 4,2x103 (Tc – 20) 4,5 (80 – Tc) = 84 (Tc – 20) 360 - 4,5 Tc = 84 Tc – 1680 2040 = 88,5 Tc Tc = 23⁰C 2. Diketahui: Ttembaga = 95⁰C Tair = Twadah = 15⁰C mtembaga = 100 gram mair = 20 gram mwadah = 280 gram ctembaga = 390 J/KgK cwadah = 900 J/KgK Ditanya : Tc … ? Jawab : QLepas = QTerima mtembaga ctembaga ΔT = mair cair ΔT + mwadah cwadah ΔT mtembaga ctembaga ΔT = mair cair ΔT + mwadah cwadah ΔT

mtembaga ctembaga (Ttembaga – Tc) = mair cair (Tc – Tair) + mwadah cwadah (Tc – Twadah) 0,1 x 390 x ( 95 - Tc) = 0,02 x 4200 x (Tc – 15) + 0,28 x 900 x (Tc – 15)

3.

39( 95 - Tc) = 84 (Tc – 15) + 252 (Tc – 15) 3705 - 39 Tc = 84 Tc – 1260 + 252 Tc – 3780 8745 = 123 Tc Tc = 71⁰C Diketahui: mes = 50 gram mair = 200gram Tes = -20⁰C Tair = 15⁰C cair = 4200 J/KgK ces = 2100 J/KgK Les = 330.000 J/Kg

Ditanya : mes yang melebur? Jawab : = ∆ = ∆ + ( − 0) = (0 − ) + 0,2 4200 (15 − 0) = 0.05 2100 (0— 20) + 0,05 330.000 12600 = 2100 + 15.500 Dari perhitungan tamapak bahwa kalor yang diberikan air mampu menaikkan suhu es sampai 0⁰C tetapi tidak cukup untuk meleburkan seluruh es jadi hanya sebagian es yang dapat melebur. Kalor yang diberikan air untuk meleburkan es adalah = 12.600 − 2100 = 10.500 = 10500 = 330.000 = 0,03

RENCANA PELAKSAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan

: SMA Negeri 5 Malang

Mata Pelajaran

: Fisika

Kelas/semester

:X/2

Alokasi Waktu

: 1 x 45 menit

Pertemuan

:4

Standar Kompetensi 4. Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai perubahan energi Kompetensi Dasar 4.2 Menganalisi cara perpindahan kalor A. Indikator 1. Menghitung laju kalor secara konduksi 2. Mengklasifikasikan karakteristik alat pemanas yang baik berdasarkan kalor jenis dan konduktivitas bahan 3. Membandingkan pengaruh kalor terhadap perbahan suhu dengan kalor konduksi B. Tujuan pembelajaran 1. Setelah melakukan percobaan siswa dapat menghitung laju kalor secara konduksi 2. Setelah melakukan diskusi siswa dapat mengklasifikasikan karakteristik alat pemanas yang baik berdasarkan kalor jenis dan konduktivitas bahan 3. Setelah melakukan diskusi siswa dapat membandingkan pengaruh kalor terhadap perbahan suhu dengan kalor konduksi C. Materi Pembelajaran : Konduksi Kalor berpindah dari satu tempat atau benda ke tempat atau benda yang lain dengan tiga cara yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi dan konveksi memerlukan medium untuk membawa kalor dari benda yang bersuhu lebih tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah. Sedangkan radiasi transfer kalor terjadi tanpa memerlukan medium.

Konduksi kalor digambarkan sebagai hasil tumbukan molekul-molekul. Ketika satu ujung benda dipanaskan, molekul-molekulnya bergerak lebih cepat sehingga bertumbukan dengan molekul disebelahnya yang bergerak lebih lambat, kemudian mentransfer sebagian energinya ke molekul disebelahnya sehingga lajunya bertambah. Molekul-molekul ini kemudian juga mentransfer sebagian energinya ke molekul-molekul disebelahnya sepanjang benda tersebut. Dengan demikian energi gerakan termal ditransfer oleh tumbukan molekul-molekul sepanjang benda. Pada logam, tumbukan antara electron-elektron bebas di dalam logam dengan atom logam tersebut mengakibatkan terjadinay konduksi. Konduksi terjadi jika ada perbedaan suhu. Kecepatan aliran kalor melalui benda sebanding dengan perbedaan temperature antara ujung-ujungnya. Kecepatan aliran kalor juga bergantung pada ukuran benda. Dengan demikian aliran kalor ΔQ per selang waktu Δt dinayatakan dalam persamaan: ΔQ = ΔT



k adalah konstanta pembanding yang disebut konduktivitas termal yang merupakan karakteristik materi tersebut. Jika suatu zat memiliki nilai k besar, maka mampu menghantarkan kalor dengan cepat dan dinamakan konduktor yang baik. D. Sumber Belajar : 

Tim Penyusun, 2010. Buku Pintar Belajar Fisika. Sagufindo Kinarya.



Kanginan, Marthen. 2007. Fisika untuk SMA kelas X semester 2. Erlangga : Jakarta.



Internet

E. Model Pembelajaran

: Direct Instruction

F. Metode Pembelajaran : Demonstrasi, Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab G. Alat/bahan  LCD dan Laptop  Media pembelajaran Power Point  Bunsen, kaki tiga, kassa  Set percobaan konduksi

 Mentega H. Sintaks Pembelajaran (2 x 45 menit) Kegiatan Guru Pendahuluan  Apersepsi Menunjukkan video tentang menggoreng tempe dengan spatula yang ujungnya dilapisi plastic. “Berdasarkan video bagaimana kalor bisa sampai dapat memanaskan tempe? Mengapa ujung spatula dilapisi plastic?perpindahan kalor apa yang terjadi pada penggorengan dan spatula?”

Menunjukkan gambar keramik dan kayu yang ukurannya sama. “Mana yang terasa lebih dingin? Kenapa?”

Kegiatan Siswa

 Memperhatikan video dan gambar yang ditunjukkan oleh guru

Alokasi Waktu  10 menit

“panas dari kompor merambat pada penggorengan sehingga dapat memanaskan minyak sehingga tempe bisa matang.” “agar ujung spatula yang dipegang tidak panas” “perpindahan kalor konduksi” “Jika siswa masih belum bisa menjawab, guru tidak perlu member jawaban langsung. Biarkan siswa menemukan jawabannya selama atau setelah pembelajaran”

Menunjukkan gambar cerobong asap pabrik. “Mengapa perlu dibuat cerobong asap pabrik? Menunjukkan video memanggang makanan dengan microwave. “Mengapa lebih cepat matang ketika memanggang dalam mikrowave?”  Menyampaikan tujuan pembelajaran

 Memdengarkan penjelasan guru  5 menit

Inti  Guru mengolesi mentega pada masing-masing ujung logam pada kit konduksi. “Menurut kamu apakah mentega akan meleleh secara bersama ketika dipanaskan? Kenapa?”  Kemudian logam dipanaskan. “mengapa hal itu bisa terjadi?”

 Guru menjelaskan konduksi  Guru menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi laju konduksi  Guru menjelaskan konduktivitas bahan dan menunjukkan tabel konduktivitas beberapa bahan  Memberi contoh soal  Memberi latihan soal

 Siswa mengamati demonstrasi  Menjawab pertanyaan guru.

 5 menit

“Tidak” “karena jenis logamnya berbeda.” “karena laju perambatan kalor pada masing-masing logam berbeda, logam yang paling besar laju rambat kalornya maka mentega melelah paling cepat.”  Memperhatikan dan mendengarkan penjelasan guru  Mencatat penjelasan guru

 Mengerjakan tugas

 15 menit

 12 menit

Penutup  Guru bersama dengan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran tentang konduksi  Memberi penguatan tentang konduksi dengan mengaitkan contoh fenomena dan demonstrasi di awal pembelajaran

I.

 Bersama guru, siswa menyimpulkan hasil pembelajaran

 3 menit

Penilaian Penilaian Kognitif

1.

Batang baja dan kuningan disambung. Jika luas penampang dan panjang keduanya sama, suhu ujung batang baja yang bebas 250⁰C sedang suhu ujung kuningan yang bebas 100⁰C, koefisien konduksi kalor baja dan kuningan masing-masing 0,12 kal/s cm dan 0,24 kal/s cm, berapakah suhu pada titik sambung kedua logam tersebut? Kunci Jawaban

1.

Diketahui : Abaja = Akuningan lbaja = lkuningan Tbaja = 250⁰C Tkuningan = 100⁰C kbaja = 0,12 kal/s cm kkuningan = 0,24 kal/s cm Ditanya

: Tc …?

Jawab

: QLepas = QTerima Qbaja = Qkuningan t=

t

12 x ( 250 – Tc ) = 0,24 x ( Tc – 100) 250 – Tc = 2 Tc – 200 450 = 3 Tc Tc = 150⁰C

RENCANA PELAKSAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan

: SMA Negeri 5 Malang

Mata Pelajaran

: Fisika

Kelas/semester

:X/2

Alokasi Waktu

: 2 x 45 menit

Pertemuan

:5

Standar Kompetensi 4. Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai perubahan energi Kompetensi Dasar 4.2 Menganalisi cara perpindahan kalor A. Indikator 1. Menjelaskan perpindahan kalor secara radiasi 2. Menganalisis perpindahan kalor secara radiasi B. Tujuan pembelajaran 1. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menjelaskan perpindahan kalor secara radiasi 2. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menganalisis perpindahan kalor secara radiasi C. Materi Pembelajaran : Konduksi Kalor berpindah dari satu tempat atau benda ke tempat atau benda yang lain dengan tiga cara yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi dan konveksi memerlukan medium untuk membawa kalor dari benda yang bersuhu lebih tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah. Sedangkan radiasi transfer kalor terjadi tanpa memerlukan medium. Konveksi adalah proses dimana kalor ditransfer dengan pergerakan molekul dari satu tempat ke tempat lain karena perbedaan suhu yang mengakibatkan perbedaan massa jenis sehingga terjadi aliran konveksi. Laju perpindahan kalor secara konveksi bergantung pada luas permukaan (A) yang

bersentuhan, perbedaan suhu (ΔT) sehingga dapat dinyatakan dalam persamaan: ΔQ =ℎ ( Δt

)

Radiasi merupakan pancaran energi dari permukaan semua benda dalam bentuk gelombang elektromagnetik sehingga tidak memerlukan medium untuk perantaranya. Laju sebuah benda meradiasikan energinya sebanding dengan pangkat empat temperature Kelvin(T4), sebanding dengan luas (A) benda yang memancarkannya. Makin tinggi suhu suatu benda dibandingkan suhu lingkungannya, makin besar pancaran kalornya. Selain suhu, besarnya kalor yang dipancarkan oleh suatu benda juga ditentukan oleh permukaan benda tersebut: 1. Permukaan yang hitam dan kusam adalah penyerap kalor radiasi yang baik sekaligus pemancar kalor radiasi yang baik pula. 2. Permukaan yang putih dan mengkilap adalah penyerap kalor radiasi yang buruk sekaligus pemancar kalor yang buruk pula. Ukuran seberapa besar suatu benda memancarkan energi disebut emisivitas benda dan bergantung pada sifat permukaan suatu benda yang disimboljan dengan e , dimana 0 < e < 1. Laju radiasi benda dapat dituliskan dalam persamaan: ΔQ = Δt D. Sumber Belajar : 

Tim Penyusun, 2010. Buku Pintar Belajar Fisika. Sagufindo Kinarya.



Kanginan, Marthen. 2007. Fisika untuk SMA kelas X semester 2. Erlangga : Jakarta.



Internet

E. Model Pembelajaran

: Direct Instruction

F. Metode Pembelajaran : Demonstrasi, Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab G. Alat/bahan  LCD dan Laptop

 Media pembelajaran Power Point  Bunsen, kaki tiga, kassa  Beaker glass  Kalium permanganate  Termoskop H. Sintaks Pembelajaran (2 x 45 menit) Kegiatan Guru Pendahuluan  Apersepsi Menunjukkan gambar cerobong asap pabrik. “Mengapa perlu dibuat cerobong asap pabrik? Menjukkan gambar AC/kipas angin. “Menapa AC pada umumnya diletakkan pada posisi atas/tinggi?”

Kegiatan Siswa

 Memperhatikan video dan gambar yang ditunjukkan oleh guru “Jika siswa belum bisa menjawab pertanyaan, guru tidak perlu memberitahu jawabannya secara langsung, biarkan siswa mendapat jawabannya selama atau setelah pembelajaran.”

Alokasi Waktu  10 menit

Menunjukkan video memanggang makanan dengan microwave. “Mengapa lebih cepat matang ketika memanggang dalam mikrowave?”  5 menit Menunjukkan gambar kanopi yang bergaris warna hitam putih. “apa fungsi warna hitam putih pda kanopi tersebut pada musim salju?”  Menyampaikan tujuan pembelajaran Inti  Guru menunjukkan fenomena Memanaskan air kemudian diberi sedikit kalium permanganat. “Amati apa yang terjadi dengan kalium permanganat! Bagaimana alirannya? Mengapa terjadi aliran?” Menunjukkan video air yang sedang mendidih. “Perhatikan gelembung-gelembung air? bagaimana gerakannya?”

 Menjelaskan konveksi  Menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi laju konveksi  Menunjukkan contoh aplikasi konveksi dalam kehidupan sehari-hari(dalam power point).  Guru menunjukkan video memanaskan termoskop di terik matahari. “Amati apa yang terjadi dengan cairan alcohol pada pipa U! pada bagian mana alcohol naik dengan cepat? Apakah warna bohlam mempengaruhi penyerapan kalor?”

 Mendengarkan penjelasan guru

 Siswa mengamati demonstrasi  Menjawab pertanyaan guru. “kalium permanganate naik dari bawah ke atas kemudian bergerak melingkar tampak seperti siklus.

“gelembung air bergerak ke atas dan semakin ke atas gelembung air semakin membesar.”

 5 menit

 15 menit

 Memperhatikan dan mendengarkan penjelasan guru  Mencatat penjelasan guru  5 menit  Mengamati demonstrasi  Menjawab pertanyaan guru “alcohol lebih cepat naik pada permukaan yang hitam karena menyerap kalor lebih banyak

 15 menit

dibandingkan permukaan yang  Menjelaskan radiasi putih.”  Menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi radiasi  Menunjukkan contoh aplikasi radiasi dalam  Memperhatikan dan mencatat kehidupan sehari-hari penjelasan guru  Memberi contoh soal “Lampu pijar yang lusnya 50 mm2 meradiasikan energi dengan laju 2,835 W. Jika kawat lampu pijar dianggap sebagai benda hitam sempurna, berapakah suhu permukaan lampu pijar?”

 5 menit

 20 menit

 Memberi latihan soal

 Mengerjakan tugas Penutup  Guru bersama dengan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran tentang konveksi dan radiasi ( apa perbedaan konveksi dan radiasi?)  Memberi penguatan tentang konveksi dan radiasi dan dikaitkan dengan apersepsi di awal pembelajaran

I.

 Bersama guru, siswa menyimpulkan hasil pembelajaran

 5 menit

Penilaian Penilaian Kognitif

1.

Suhu kulit seseorang kira-kira 32⁰C. Jika orang yang luas permukaan tubuhnya kira-kira 1,6 m2 berada dalam ruang yang suhunya 22⁰C, berapakah kalor yang dilepaskan dari tubuh orang tersebut selama 5 menit? h = 77,0 W/m2K

2. Sebuah alat masak tenaga surya terdiri dari parabola pemantul yang memfokuskan sinar matahari pada suatu objek. Daya matahari tiap satuan luas yang diterima permukaan bumi adalah 600 W/ m2. Alat masak tersebut menghadap matahari dan berdiameter 0,6 meter. Anggap bahwa 40% dari energy yang diterima akan dihantarkan ke panci yang berisi 0,5 liter bersuhu awal 20 °C. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendidihkan air dalam panci? (abaikan kapasitas kalor panci)

RIWAYAT HIDUP

Yeny Khristian dilahirkan di sebuah desa kecil bernama Sendang yang berada di wilayah paling Barat kabupaten Tulungagung. Anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Karmono dan Ibu Sujilah ini lahir pada tanggal 1 Juli 1991. Pendidikan dasarnya ditempuh di kampung halamannya di SD N 3 Sendang dan lulus pada tahun 2003. Sekolah menengahnya ditempuh di kota. Meskipun harus memulai hidup mandiri (ngekos) semenjak SMP, namun dia berhasil lulus dengan cukup baik dari SMP N 2 Tulungagung pada tahun 2006 dan melanjutkan ke SMA N 1 Boyolangu tamat pada tahun 2009. S1-nya diambil di Universitas Negeri Malang dan lulus pada tahun 2013. Kehidupan mandiri sejak SMP membentuk karakter dirinya dari pengalaman. Berbagai kegiatan organisasi yang diikutinya mengenalkannya pada islam. Pramuka sejak SMP, Dewan Kerja Ranting Boyolangu, Wakil ketua Saka Bhayangkara Polres Tulungagung, Pradana Putri Ambalan SMABoy, Remaja Masjid Agung Al-Munawar Tulungagung, Ta’mir Masjid Sekolah, KIR, PMR, KOMPA UM, Kabid Absis HMJ Fisika, Wakil Gubernur BEMFA MIPA UM, Koord Pemungutan Suara KPU MIPA, Sekretaris Umum UKM Pramuka UM, Ketua pelaksana Juara 3 Kompas Competition 2012, dan mawapres 3 Fakultas MIPA tahun 2012. Meskipun bukan prestasi akademik, namun telah memberikannya banyak pengalaman dalam kehidupan maupun dalam dunia pendidikan. Ketika penelitian ini ditulis, posisinya tengah menjelang pernikahan. Citacitanya untuk menjadi seorang ibu rumah tangga yang sukses hampir diraihnya. Semoga setelah anak-anaknya cukup dewasa mengurus dirinya sendiri, keinginannya untuk melanjutkan pendidikan S2 dan mendirikan sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan bisa terwujud. Keinginan kuatnya dalam kehidupan ini adalah bermafaat untuk orang lain. Semoga Allah selalu memberkahi sosok yang selalu mau belajar ini untuk mencapai kehidupan terbaiknya di dunia ini. Amin.