ANALISIS SENYAWA KIMIA SEKUNDER DAN UJI DAYA

Download kandungan kimia pada serbuk dan ekstrak daun tanjung serta uji daya antibakteri secara in vitro terhadap. Salmonella typhi dan Shigella ...

0 downloads 477 Views 140KB Size
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

ANALISIS SENYAWA KIMIA SEKUNDER DAN UJI DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TANJUNG (Mimusops elengi L) TERHADAP Salmonella typhi DAN Shigella boydii (Analysis of Secondary Compounds and Testing of Antibacterial Activity of Minusops elengi L Extract on Salmonella typhi and Shigella boydii) SUSAN M. NOOR1, MASNIARI POELOENGAN1 dan TITIN YULIANTI2 1

Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114 2 Fakultas Farmasi, ISTN Jakarta

ABSTRACT Tanjung (Minusops elengi L) leaves are often used as traditional medicine for asthma, mouth and threat infection. To support this utilization, this experiment was done to analyse the secondary compounds in mimusops elengi extract or powder and to test the antibacterial activity of m. elengi on Salmonella typhi and Shigella boydii. Antibacterial activity test was done using paper diffusion and dilution methods. The results show that secondary compounds in Tanjung leaves extract were alkaloid, tanin and saponin.Tanjung leaves extract has antibacterial activity on S. typhi. This was shown by 12.16 mm of the diameter of inhibition area and 6.25% of the minimum concentration causing inhibition. While on S. boydii, the diameter of inhibition area was 15.83 mm and minimum concentration causing inhibition was 3.12%. Key Words: Minusops elengi L, Extract, Salmonella typhi, Shigella boydii ABSTRAK Daun tanjung (Mimusops elengi L) banyak digunakan sebagai obat diare, asma, radang hidung dan radang tenggorokan. Untuk mendukung pemakaian secara empirik maka pada penelitian ini dilakukan uji penapisan kandungan kimia pada serbuk dan ekstrak daun tanjung serta uji daya antibakteri secara in vitro terhadap Salmonella typhi dan Shigella boydii. Ekstrak daun tanjung dibuat secara perkolasi dengan pelarut metanol 70%. Daya antibakteri ekstrak daun tanjung diuji dengan metode difusi kertas cakram untuk mengetahui daerah hambat pertumbuhan bakteri dan metode dilusi untuk mengetahui nilai Kadar Hambat Minimal (KHM). Hasil penapisan menunjukkan bahwa kandungan kimia dari serbuk dan ekstrak daun tanjung adalah alkaloid, tanin dan saponin. Ekstrak daun tanjung mempunyai daya antibakteri terhadap Salmonella typhi dengan diameter daerah hambat (DDH) 12,16mm dan nilai KHM 6,25% serta memiliki daya antibakteri terhadap Shigella boydii dengan DDH mencapai 15,83 mm dan nilai KHM 3,12%. Kata Kunci: Ekstrak, Daun Tanjung, Salmonella typhi, Shigella boydii

PENDAHULUAN Indonesia memiliki ribuan tumbuhan yang tersebar di berbagai daerah, dimana keaneka ragaman hayati yang ada tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat modern dan tradisional. Masyarakat Indonesia telah mengenal dan memakai obat tradisional sejak dahulu kala untuk mengobati berbagai macam penyakit. Sekarang ini dengan semakin mahalnya harga obat modern dipasaran merupakan salah satu alasan untuk menggali kembali penggunaan obat tadisional.

986

Pemakaian obat tradisional di bidang peternakan saat ini juga semakin ditingkatkan, untuk menggantikan pemakaian antibiotika dalam pakan ternak sebagai pemacu pertumbuhan karena alasan dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Hal itu diperkuat dengan adanya larangan pemakaian antibiotika sebagai pemacu pertumbuhan ternak oleh ketentuan Masyarakat Uni Eropa nomor 2821 tahun 1998. Oleh karena itu beberapa negara telah menggantikan fungsi antibiotika dalam pakan dengan pemakaian herbal. Sebagai contoh pemakaian minyak

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

atsiri dari berbagai tanaman telah banyak dipasarkan sebagai ”digestive enhancers” untuk meningkatkan produksi ternak (WILLIAMS dan LOSA, 2001). Hasil penelitian campuran minyak atsiri dari clove, thyme, pepermin dan lemon terbukti berkhasiat menurunkan jumlah oocyt coccidia dan Clostridium perfringens dalam intestinal ayam (EVANS et al., 2001). Pemakaian tanaman obat pada ternak di Indonesia juga sudah mulai dilakukan. Beberapa produsen obat hewan di Indonesia telah memproduksi tanaman obat untuk meningkatkan performans ternak seperti Vitakur dan Herbagro yang diproduksi oleh PT Vaksindo. Banyak jenis tanaman obat di Indonesia yang telah digali sebagai bahan baku obat, sebagian spesies tanaman obat tersebut bahkan telah diuji secara klinis kandungan fitokimia, khasiat serta keamanan penggunaannya (TRUBUS, 1995). Salah satu tanaman obat yang telah digunakan di masyarakat adalah tanaman tanjung (Mimusops elengi). Tanaman tanjung banyak digunakan oleh masyarakat untuk mengobati diare, asma, radang hidung dan radang tenggorokan. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman perindang, daunnya sangat rimbun dan rapat serta bunganya berbau harum (HEYNE, 1987). Daun, bunga dan kulit tanaman tanjung diketahui berkhasiat sebagai obat (Kloppenburg-Versteegh,1988). Berdasarkan pertimbangan tersebut maka pada penelitian ini dilakukan uji daya antibakteri ekstrak daun tanjung terhadap bakteri uji Salmonella typhi dan Shigella boydii. MATERI DAN METODE Pembuatan simplisia Simplisia daun tanaman tanjung dibuat dengan cara sebagai berikut. Daun tanjung dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di udara dan tidak terkena matahari secara langsung. Pengeringan dilanjutkan dengan menggunakan oven pada suhu tidak melebihi 50°C. Setelah kering daun tanjung dihaluskan dan diayak untuk dibuat ekstrak.

Pembuatan ekstrak metanol daun tanjung Ekstrak daun tanjung dibuat dengan cara membasahi 100 g serbuk simplisia daun tanjung dengan 50 ml cairan penyari metanol 70% di dalam bejana tertutup selama 3 jam. Sedikit demi sedikit masa simplisia tersebut dipindahkan ke dalam perkolator sambil dituangi larutan penyari sampai cairan mulai menetes kemudian tutup perkolator dan biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit. Perkolasi dihentikan apabila tetesan perkolat terakhir sudah tidak berwarna. Perkolat yang telah diperoleh kemudian dipekatkan dengan alat penguap vakum putar sampai didapatkan ekstrak dari daun tanjung sebanyak 100 ml untuk diuji aktifitas antibakterinya. Pemeriksaan metanol dalam ekstrak daun tanjung Sebelum diuji daya antibakteri dari ekstrak daun tanjung tersebut terlebih dahulu harus diyakinkan bahwa ekstrak tersebut sudah tidak mengandung metanol. Pemeriksaan adanya metanol dalam ekstrak daun tanjung dilakukan berdasarkan Farmakope Indonesia (1995). Cara melakukan pemeriksaan adanya metanol adalah dengan cara, 1 tetes ekstrak daun tanjung ditambah 1 tetes larutan asam sulfat pekat dan 1 tetes larutan permanganat pekat, diamkan selama 10 menit. Ke dalam campuran tersebut kemudian tambahkan tetes demi tetes larutan natrium bisulfit pekat sampai warna permanganat (coklat) hilang. Jika masih ada warna coklat tambahkan 1 tetes larutan asam fosfat. Pada larutan yang sudah tidak berwarna tersebut tambahkan 5 ml asam kromatropat segar dan kemudian panaskan di atas penangas air pada suhu 50oC selama 10 menit. Penapisan kandungan kimia ekstrak metanol daun tanjung Penapisan kandungan kimia ekstrak metanol daun tanjung dilakukan berdasarkan metode analisis tanaman obat (CIULEI, 1988)

987

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Alkaloid

Uji kadar hambat minimal (KHM)

Sebanyak 20 ml ekstrak methanol daun tanjung diuapkan dengan pemanas air. Larutan disaring dengan kertas saring kemudian filtrate yang diperoleh ditambah dengan 5 – 10 ml asam klorida 10%. Larutan dibasakan dengan amoniak dan diekstraksi dengan 20 ml kloroform. Kloroform kemudian diuapkan dan ditambahkan 1,5 ml asam klorida 2%. Larutan ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer.

Uji kadar hambat minimal ekstrak daun tanjung dilakukan dengan metode dilusi lempeng agar (JAWETZ et al., 1989). Hasil uji KHM didasarkan pada konsentrasi minimal dari ekstrak metanol daun tanjung yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji. Uji KHM dilakukan dengan melakukan pengenceran serial ekstrak daun tanjung 1g/ml menjadi konsentrasi 25; 12,5; 6,25; 3,12; 1,56 dan 0,78%. Sebanyak 9 ml Media MUELLER HINTON yang masih cair dicampur dengan 1 ml ekstrak daun tanjung pada konsentrasi seperti di atas, kemudian dituang ke dalam cawan petri dan biarkan membeku. Setelah agar beku di inokulasi dengan masing-masing bakteri uji (Salmonella typhimurium dan Shigella boydii) konsentrasi kuman 106 Colony Forming Unit (CFU). Cawan petri kemudian dinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37°C.

Flavonoida Sebanyak 1 ml ekstrak methanol daun tanjung ditambahkan 2 ml etanol 95%, 0,5 gram serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2 N. Diamkan larutan selama 1 menit dan kemudian ditambahkan 2 ml asam klorida pekat. Saponin Sebanyak 2 ml ekstrak methanol daun tanjung dalam tabung reaksi dikocok selama 15 menit. Tanin Sebanyak 1 ml ekstrak methanol daun tanjung ditambah 2 ml air dan kemudian ditambahkan besi (III) klorida.

HASIL PENELITIAN Penapisan kandungan kimia esktrak daun tanjung Hasil penapisan kandungan kimia menunjukkan bahwa ekstrak daun tanjung mengandung senyawa alkaloid, tanin dan saponin (Tabel 1). Tabel 1. Kandungan kimia ekstrak daun tanjung

Uji daya antibakteri Uji daya antibakteri dilakukan dengan metode difusi kertas cakram (JAWETZ et al., 1989). Hasil uji daya antibakteri didasarkan pada pengukuran diameter daerah hambat (DDH) pertumbuhan bakteri yang terbentuk di sekeliling kertas cakram. Kertas cakram kosong (Oxoid) di masukkan dalam ekstrak metanol daun tanjung dengan kadar 1 g/ml. Kemudian kertas cakram diletakkan di atas permukaan cawan petri berisi media agar MUELLER HINTON (Oxoid) yang masing-masing telah diinokulasi bakteri uji Salmonella typhimurium (NCTC 786) dan Shigella boydii (BCC 2151) dengan konsentrasi kuman 106 Colony Forming Unit (CFU). Cawan petri kemudian dinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Pengujian dilakukan 6 kali ulangan.

988

Kandungan kimia Alkaloid

Hasil +

Tanin

+

Saponin

+

Flavonoid

-

+ Terdapat senyawa kimia - Tidak terdapat senyawa kimia

Pengamatan kandungan kimia ekstrak daun tanjung didasarkan adanya perubahan hasil reaksi. Adanya senyawa alkaloid dalam ekstrak daun tanjung ditandai dengan adanya endapan berwarna putih, senyawa tanin ditandai dengan terjadinya warna biru kehitaman dan senyawa saponin ditandai dengan terbentuknya busa setinggi 1 cm yang stabil selama 15 menit (SYAMSU HIDAYAT dan HUTAPEA, 1995).

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Hasil pengukuran DDH pada pemakaian ekstrak daun tanjung konsentrasi 1 g/ml terhadap ke dua bakteri uji seperti tercantum pada Tabel 2. Hasil pengukuran DDH terhadap Shigella boydii terlihat lebih luas dibandingkan dengan DDH terhadap Salmonella typhimurium. Ratarata DDH ekstrak daun tanjung terhadap bakteri Shigella boydii adalah 15,83 mm sedangkan terhadap Salmonella typhimurium adalah 12,16 mm.

Daya anti bakteri ekstrak daun tanjung Daya antibakteri ekstrak daun tanjung terhadap bakteri Salmonella typhimurium dan Shigella boydii dapat dihitung dengan mengukur diameter daerah hambat (DDH) pertumbuhan bakteri disekitar kertas cakram yang terlihat jernih (Gambar 1). Tabel 2. Diameter daerah hambat pertumbuhan ekstrak daun tanjung terhadap bakteri Salmonella typhimurium dan Shigella boydii

Konsentrasi hambat minimal ekstrak daun tanjung

Diameter daerah hambat (mm) Salmonella typhimurium NCTC 786

Shigella boydii BCC 2151

12 13 12 11

18 17 17 14

13

15

12

Pengukuran konsentrasi hambat minimal (KHM) ekstrak daun tanjung terhadap bakteri Salmonella typhimurium dan Shigella Boydii berdasarkan atas konsentrasi minimal ekstrak daun tanjung yang dapat menghambat pertumbuhan ke dua bakteri uji tersebut (Gambar 2). Hasil pengukuran KHM ekstrak daun tanjung terhadap ke dua bakteri uji ditampilkan pada Tabel 3.

14

12,16 ±

15,83 ±

A

B

Gambar 1. DDH ekstrak daun tanjung (1 g/ml) terhadap bakteri Salmonella Typhi NCTC 786 (A) dan Shigella Boydii BCC 2151 (B)

A

B

Gambar 2. (A) KHM ekstrak daun tanjung terhadap Salmonella typhi (6,25%) (B) KHM ekstrak daun tanjung terhadap Shigella boydii (3,12%)

989

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Tabel 3. KHM ekstrak daun tanjung terhadap bakteri Salmonella typhi dan Shigella boydii pada berbagai konsentrasi No.

Konsentrasi ekstrak (%)

Salmonella typhi

Konsentrasi ekstrak (%)

Shigella boydii

1.

25

-

25

-

2.

12,5

-

12,5

-

3.

6,25

-

6,25

-

4.

5,37

+

3,12

-

5.

4,96

+

1,56

+

6.

3,12

+

1,25

+

+ Terdapat senyawa kimia - Tidak terdapa senyawa kimia

Hasil pengukuran KHM menunjukkan bahwa KHM ekstrak daun tanjung terhadap bakteri Salmonella typhi lebih besar yaitu 6,25% dibandingkan dengan KHM terhadap bakteri Shigella boydii adalah 3,12%. Hal ini menunjukkan bahwa kepekaan kedua bakteri uji tersebut terhadap ekstrak daun tanjung berbeda. PEMBAHASAN Ditinjau dari segi ekonomi obat tradisional sangat potensial, namun perlu didukung oleh penelitian ilmiah tentang aktivitas, senyawa aktif dan komponen yang terkandung dalam tanaman obat tersebut (SUBAGUS, 1992). Aktivitas antibakteri yang ada dalam tanaman obat dapat diketahui secara pengujian in vitro

A

dengan metode difusi untuk mengetahui daya antibakteri yang terkandung di dalam tanaman obat dan metode dilusi untuk mengetahui konsentrasi hambat minimal tanaman obat tersebut terhadap bakteri (JAWETZ et al., 1993). Pada penelitian ini daun tanjung (Mimusops elengi) yang merupakan salah satu obat tradisional dan telah banyak digunakan oleh masyarakat untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti diare, asma, radang hidung dan radang tenggorokan (KLOPPENBURGVERSTEEGH, 1988) diuji aktivitas antibakterinya. Daun tanjung merupakan tanaman perindang dan bergetah (GANISWARA, 1995), batangnya berkayu (Syamsu Hidayat dan HUTAPEA, 1995) (Gambar 3 A) dan daunnya berbentuk tunggal, berseling, bulat serta ujungnya tumpul (Gambar 3 B).

B

A Gambar 3. Tanaman tanjung A = Pohon tanjung; B = Daun tanjung

990

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Untuk mengetahui aktivitas antibakteri, daun tanjung diekstraksi dengan larutan penyari metanol 70% dan diuji terhadap bakteri Salmonella Typhi (NCTC 786) dan Shigella Boydii (BCC 2151). Selain itu juga dilakukan penapisan kandungan kimia dari ekstrak daun tanjung tersebut untuk mengetahui senyawa apa saja yang terkandung di dalam ekstrak tersebut. Pemilihan metanol sebagai larutan penyari untuk ekstraksi daun tanjung karena metanol banyak digunakan untuk ekstraksi tanaman obat dan dapat menarik zat aktif yang terkandung didalamnya sebanyak-banyaknya. Hasil penapisan kandungan kimia menunjukkan bahwa ekstrak daun tanjung mempunyai kandungan senyawa alkaloid, tanin dan saponin. Hasil penelitian yang dilakukan oleh SYAMSU HIDAYAT dan HUTAPEA (1995) juga menunjukkan hasil kandungan senyawa kimia yang sama. Senyawa alkaloid dilaporkan mempunyai aktifitas sebagai antibakteri sedangkan senyawa tanin bisanya berfungsi untuk melapisi lapisan mukosa pada organ supaya terlindung dari infeksi bakteri. Senyawa saponin dilaporkan dapat meningkatkan permeabilitas dinding usus, memperbaiki penyerapan nutrien dan juga menghambat akitivitas enzim urease (ERIKA 2000). Ekstrak metanol daun tanjung yang diuji aktifitas antibakterinya sebelum digunakan terlebih dahulu dilakukan uji bebas metanol untuk lebih meyakinkan bahwa aktifitas antibakteri yang diukur bukan disebabkan oleh karena adanya kandungan metanol dalam ekstrak, seperti diketahui metanol juga mempunyai daya antiseptik terhadap bakteri. Tidak terbentuknya warna lembayung dari hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak daun tenajung tidak mengandung metanol. (FARMAKOPE INDONESIA, 1995). Secara in vitro, ekstrak daun tanjung mempunyai daya antibakteri terhadap Salmonella typhi (NCTC 786) dan Shigella boydii (BCC 2151), yang ditandai dengan terbentuknya daerah hambat pertumbuhan bakteri di sekitar kertas cakram tersebut (Gambar 1). Daya antibakteri ekstrak daun tanjung pada konsentrasi 1 gram/ml terhadap bakteri uji Shigella boydii adalah 15,83mm, dimana DDH ini lebih besar dibandingkan dengan bakteri Salmonella typhi yaitu 12,16 mm. Konsentrasi hambat minimal (KHM) dari

ekstrak daun tanjung yang diukur menunjukkan bahwa konsentrasi minimal ekstrak daun tanjung yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Shigella boydii juga lebih kecil yaitu 3,12% dibandingkan dengan KHM Salmonella typhi yaitu 6,25%. Perbedaan daya antibakteri ekstrak daun tanjung mungkin disebabkan perbedaan kepekaan ke dua bakteri uji tersebut berbeda. Aktifitas antibakteri dari ekstrak daun tanjung ini dapat disebabkan senyawa aktif yang terkandung di dalamnya. Dengan diketahuinya efektivitas ekstrak daun tanjung sebagai antibakteri terhadap bakteri Shigella boydii dan Salmonella typhi diharapkan dapat digunakan sebagai sebagai salah satu alternatif obat tradisional untuk pengobatan dan pencegahan penyakit pada manusia maupun ternak. KESIMPULAN Ekstrak daun tanjung (Mimusops elengi L) mengandung senyawa alkaloid, saponin dan tanin serta mempunyai daya antibakteri terhadap bakteri Salmonella typhimurium NCTC 786 dan Shigella boydii BCC 2151 dengan konsentrasi hambat minimal (KHM) 6,25% dan 3,12% masing-masing. Diameter daerah hambat (DDH) pertumbuhan yang ditimbulkan oleh pemakaian ekstrak daun tanjung terhadap bakteri Shigella Boydii BCC 2151 lebih besar (15,83mm) dibandingkan dengan DDH pertumbuhan Salmonella typhimurium NCTC 786 (12,16 mm). SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktifitas ekstrak daun tanjung secara in vitro terhadap bakteri uji yang lain dan juga penelitian secara in vivo sebelum diaplikasikan lebih lanjut pada bidang peternakan. DAFTAR PUSTAKA CIULEI, J. 1988. Methodology for Analysis of Vegetables Drugs. Unido, Bukarest. pp. 21 – 22.

991

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

ERIKA, B.L. 2000. Aromex 510, Pemacu Pertumbuhan dan Efeknya terhadap Kinerja Ayam Broiler. Laporan Penelitian Fakulta peternakan Institut Pertanian Bogor. hlm. 1 – 24.

KLOPPENBURG-VERSTEEGH, J. 1988. Petunjuk lengkap mengenai tanaman-tanaman di Indonesia dan khasiatnya sebagai obat-obatan tradisional. Balitbangkes. Depkes RI. Jakarta. 167 hlm.

EVANS, J.W., M.S. PLUNKETT and M.J. BANFIELD. 2001. Effect of an essential oil blend on coccidiosis in broiler chicks. Poult. Sci. 80 (suppl. 1): 258.

SUBAGUS WAHYUONO. 1992. Perkembangan penelitian obat tradisional di Abad 21. Majalah Obat tradisional (8): 3.

FARMAKOPE INDONESIA. 1995. Edisi 4. Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 64. GANISWARA, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV, Farmakologi. Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. 571. HEYNE, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan RI. Jakarta. 1588. JAWETZ, E., J. MELNIK and E.A. ADELOERY. 1993. Mikrobiologi untuk Profesi kesehatan. Terjemahan Tonang H. EGC. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. 165 – 173.

992

SYAMSUHIDAYAT, S. dan J.R. HUTAPEA. Inventaris tanaman Obat Indonesia I. Balitbangkes, Depkes RI, Jakarta. 701. TRUBUS. 1995. Umbu-umbi berkhasiat obat. Trubus No 302-TH XXVI. hlm. 1 – 15. WILLIAMS, P. and R. LOSA. 2001. The use of essential oils and their compounds in poultry nutritions. World Poult. 17: 14 – 15.