ANALISIS STRATEGI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI YAYASAN PUSAT KAJIAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (PKPA) DALAM MELAKUKAN PENDAMPINGAN ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN (Studi Kasus Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak) OK. SYAHPUTRA HARIANDA 090922038 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Strategi Komunikasi Antarpribadi Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) dalam Melakukan Pendampingan Anak Jalanan (Street Base) di Kota Medan (Studi Kasus Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA)). Penelitian bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi antar pribadi yang dilakukan SKA dalam Melakukan Pendampingan Anak Jalanan di Kota Medan.Metode penelitian ini adalah studi kasus. Penelitian tidak menggunakan sampel tetapi menggunakan subjek penelitian atau informan. Informan dalam penelitian adalah 3 orang pendamping yang diperoleh dengan menggunakan teknik “Snowball Sampling”. Pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam (indepth interview) dan observasi terhadap subjek penelitian. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Temuan penelitian menunjukan strategi komunikasi antarpribadi yang dilakukan pendamping SKA cukup efektif. Dilihat dari cara mereka melakukan pendampingan, pendamping harus mengenal karakteristik dan latar belakang, membangun rasa empati, keterbukaan, saling mendukung, selalu menanggapi dengan pikiran positif dan membangun persamaan. Selama ini komunikasi yang dilakukan dengan cara tatap muka (face to face) dan hanya menggunakan media secara verbal dan non verbal. Proses komunikasi yang terjadi adalah proses komunikasi primer dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Sedangkan Metode komunikasi yang dilakukan adalah metode komunikasi sebagai interaksi yang berjalan secara dinamis sehingga respon secara verbal dan non verbal dapat dilihat secara langsung. Kata Kunci : Strategi Komunikasi, Komunikasi Antar Pribadi, Anak Jalanan, Rumah Singgah PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Masalah Anak Jalanan termasuk di Kota Medan adalah persoalan sosial yang belum dapat diatasi oleh pemerintah secara komprehensif. Berbagai kebijakan dan tindakan telah dilakukan, termasuk anggaran yang dialokasikan setiap tahun dalam APBD untuk penanggulangan masalah tersebut. Namun persoalan sosial ini masih saja mewarnai kehidupan perkotaan. Jumlah mereka cenderung semakin meningkat setiap tahun. Bahkan, hingga tahun 2010 lalu
1
Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara mengidentifikasi besaran anak jalanan di seluruh kota di provinsi Sumatera Utara jumlahnya mencapai 2.867 anak. Jumlah terbesar ada di kota Medan (663 anak). Saat ini rumah singgah sebagai salah satu metode pendekatan yang sangat efektif terhadap anak jalanan. Rumah singgah yang menjadi tumpuan dalam penelitian ini adalah Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) yang didirikan sejak tahun 1998 oleh Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) yang beralamat di Jl. Hasan Basri - No.3, Pinang Baris - Medan. SKA mengkhususkan kegiatannya pada kegiatan pencegahan, perlindungan dan pengembangan minat dan bakat anak jalanan dan miskin kota. Dengan melihat keberhasilan Rumah Singgah SKA dalam menjangkau anak jalanan di Kota Medan untuk beraktifitas bersama di Rumah Singgah, menunjukkan bahwa SKA cukup layak dijadikan tempat untuk melihat Strategi Komunikasi yang mereka lakukan terhadap anak jalanan di Kota Medan. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai Analisis Strategi Komunikasi Antar Pribadi Yayasan Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Melakukan Pendampingan Anak Jalanan (Street Base) Di Kota Medan (Studi Kasus Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) binaan PKPA). Rumusan Masalah “Bagaimanakah strategi komunikasi antar pribadi yang dilakukan Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) dalam melakukan Pendampingan Anak Jalanan (Street Base) di Kota Medan?” URAIAN TEORITIS Strategi Komunikasi Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku berjudul “Dimensi-dimensi Komunikasi” menyatakan bahwa: “.... strategi komunikasi merupakan panduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen (communications management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi”. (1981: 84). Dalam rangka menyusun strategi komunikasi akan lebih baik apabila memperhatikan unsur-unsur komunikasi, proses komunikasi, metode komunikasi, teknik komunikasi, komponen-komponen komunikasi dan factor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap komponen tersebut. Komunikasi Antar Pribadi Menurut Dean C. Barnlund (Liliweri,1991:12), mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antar dua orang atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat
2
spontan dan tidak berstruktur. Sementara itu de Vito (Liliweri,1991:12), komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. De Vito juga mengemukakan suatu komunikasi antar pribadi mengandung ciri-ciri; Keterbukaan (Opennes), Empati (Empathy), Dukungan (Support), Rasa Positif (positivnes), Kesamaan (Equality). Pengertian Anak Jalanan Hasil temuan lapangan yang diperoleh panji Putranto menunjukkan bahwa ada dua tipe anak jalanan, yaitu anak yang bekerja di jalan dan anak yang hidup di jalan. Perbedaan antara kedua kategori ini adalah kontak dengan orang tua. Mereka yang bekerja masih memiliki kontak dengan orang tua sedang yang hidup di jalanan sudah putus hubungan dengan keluarga. Hal ini sejalan dengan kategori anak jalanan menurut Azas Tigor Nainggolan menunjukkan ada tiga kategori anak-anak yang bekerja di jalanan. Pertama, anak-anak miskin perkampungan kumuh yaitu anak-anak kaum urban yang tinggal bersama orang tuanya di kampung-kampung yang tumbuh secara liar di perkotaan. Kedua, pekerja anak perkotaan yaitu mereka yang hidup dan bekerja tetapi tidak tinggal bersama orang tua. Kategori ketiga, adalah anak-anak jalanan yang sudah putus hubungan dengan keluarga (Kirik Ertanto & Siti Rohana dalam \vww. humana. 20m. com/babll/htm). METODELOGI PENELITIAN Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) pada Unit Layanan Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) yang beralamat di Jl. TB. Simatupang Gg. Wakaf No. 3 P. Baris, Kelurahan Lalang, Kecamatan Medan Sunggal. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus. Penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung dan wawancara mendalam (depth interview), yang hasilnya akan dianalisis dalam pembahasan. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah 3 orang pendamping anak jalanan Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) yang dipilih dengan teknik purposive sampling dengan criteria tidak didasarkan atas strata, kedudukan, pedoman atau wilayah, tetapi didasarkan adanya tujuan tertentu yang tetap berhubungan dengan permasalahan penelitian.
3
Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data : 1. Teknik Pengumpulan Data Primer. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut: a) Observasi atau Pengamatan b) Wawancara memerlukan alat bantu berupa pedoman wawancara (daftar pertanyaan wawancara) dan tape recorder untuk merekam hasil wawancara. 2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan menggunakan instrument Studi Dokumen dan Studi Kepustakaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Disini peneliti mendapatkan 3 (tiga) orang informan sebagai subjek penelitian, wawancara dengan informan dilakukan pada tanggal 29 November 2011 di Sanggar Kreatifitas Anak (SKA). Berikut daftar informan : Tabel 1 Karakteristik Informan No Nama Informan Jenis Kelamin Umur 1 Wina Meriana Parinduri Perempuan 28 thn 2 Lasto Laki-laki 24 thn 3
Iwan
Laki-laki
35 thn
Jabatan Pendamping Pendamping Pimpinan SKA-PKPA
Analisis hasil wawancara dengan informan I, yakni Wina Meriana Parinduri. Wina dipercaya SKA-PKPA untuk mendampingi anak jalanan di wilayah Pinang Baris. Selama kurang lebih 5 (lima) tahun, Wina telah mendampingi 80 (delapan puluh) anak jalanan di sekitar Pinang Baris. Dalam melakukan pendampingan, hal yang paling utama dilakukan Wina adalah mengetahui latar belakang anak jalanan dampingannya dengan cara membangun kepercayaan antara dirinya dengan anak jalanan dampingannya. Dalam melakukan pendampingan berbasis penjangkauan anak-anak di jalanan (street based), terlebih dahulu Wina harus menentukan siapa anak jalanan yang akan wina dampingi, kemudian wina harus tau dimana anak tersebut mangkal, selanjutnya Wina juga harus memperhatikan jam berapa anak tersebut dapat dijumpai untuk melakukan interaksi. Isi pesan biasanya mengalir begitu saja sesuai kondisi dilapangan, kecuali ada hal-hal penting yang memang harus di diskusikan. Bagi seorang pendamping, wina juga memperhatikan apakah anak tersebut sedang dalam keadaan “mood” yang bagus, karena kalau dalam situasi “mood” yang tidak bagus, biasanya anak tersebut sering mengabaikan Wina ketika berinteraksi, hal ini menyebabkan pesan yang disampaikan tidak diterima dengan baik. Selama melakukan interaksi, wina tidak pernah menggunakan media
4
atau alat tertentu, wina hanya melakukan komunikasi antar pribadi dengan cara face to face secara verbal. Prinsip partisipatif selalu menjadi hal yang terdepan dilakukan Wina, tidak mendominasi dalam berinteraksi dan selalu memberi kesempatan untuk mengutarakan pendapat. Menurut Wina, seorang pendamping harus bisa menciptakan rasa persamaan antara pendamping dan anak jalanan dampingan. Selain itu harus bisa menunjukan rasa empaty terhadap kondisi yang mereka hadapi dan bisa bersikap jujur untuk menilai semua pendapat yang mereka utarakan, sehingga seorang pendamping memutuskan mana pendapat yang harus didukung dan mana yang tidak. Analisis hasil wawancara dengan informan II, yakni Lasto. Lasto telah menjadi pendamping anak jalanan di SKA kurang lebih 2 (dua) tahun. Selama itu pula Lasto telah mendampingi kurang lebih 80 (delapan puluh) puluh anak jalanan yang tersebar dibeberapa titik persimpangan yang ada di Kota Medan, seperti Simpang Guru Patimpus, Simpang Kelambir, Simpang Pinang Baris, dan Pusat perbelanjaan Pasar Petisah. Untuk bisa mendampingi anak jalanan, yang paling penting untuk diketahui adalah latar belakang kehidupan mereka, karakter mereka, watak dan perilaku mereka. Ada beberapa hal prinsip yang memang harus dilakukan seorang pendamping, yang pertama pendamping harus bisa menanamkan rasa saling percaya antara pendamping dengan anak jalanan yang didampingi. Yang kedua adalah pendamping harus mampu menjadi bagian dari kehidupan mereka. Ketiga, pendamping harus memiliki rasa empaty terhadap persoalan yang mereka hadapi. Keempat, pendamping harus bisa menunjukan sikap dukungan terhadap hal-hal positif yang mereka lakukan. Dan Kelima, pendamping harus terbuka untuk menerima saran dan masukan yang mereka sampaikan. Ketika ke lima hal tersebut sudah terbangun, maka proses pendampingan akan mampu meminimalisir persoalan-perseoalan yang akan terjadi. Ketika Lasto akan melakukan pendampingan, harus menentukan siapa anak yang akan didampingi. Penentuan siapa anak yang akan didampingi menjadi hal penting, karena dari situ kemudian Lasto menentukan pesan apa yang akan didiskusikan, walau terkadang materi itu datang secara spontan saat berinteraksi. Selanjutnya Lasto juga harus mengetahui dimana si anak akan dijumpai, dan pada saat kapan si anak bisa dijumpai. Beberapa hal tersebut lah yang harus dipersiapkan Lasto sebelum ia turun mendampingi dijalanan. Setiap anak, akan berbeda-beda pula pesan yang akan disampaikan. Semua tergantung latar belakang, watak, prilaku dan jenis kelamin. Tidaklah sama pesan yang disampaikan antara anak perempuan dengan anak laki-laki. Selain itu, isi pesan yang didiskusikan berbeda antara anak jalanan yang bersekolah dengan anak jalanan yang tidak bersekolah. Selama Lasto melakukan interaksi, ia tidak pernah menggunakan media atau alat ketika menyampaikan pesan. Yang Lasto lakukan adalah berkomunikasi langsung face to face. Alasan ini disampaikan Lasto supaya pesan yang disampaikan dapat langsung diterima anak dampingannya.
5
Lasto punya keyakinan bahwa pesan yang selama ini disampaikannya dapat diterima mereka dengan baik, hal ini dapat dilihat dari wajah dan perubahan perilaku yang mereka tunjukan. Namun, terkadang sering juga pesan-pesan yang lasto sampaikan tidak dapat mereka terima. Cara lasto ketika pesan yang ia sampaikan tidak diterima dengan baik, lasto selalu mengulang pesan yang sama berkali-kali, bahkan pesan tersebut disampaikan lasto melalui keluarga, lingkungannya, maupun guru di sekolah mereka. Analisis hasil wawancara dengan informan III, yakni Irwan Hadi. Melihat karakter anak jalanan yang liar, keras dan sulit untuk dididik membuat Iwan tertantang untuk menjadi pendamping anak jalanan di SKAPKPA. Menjadi seorang pendamping telah dijalani Iwan selama kurang lebih 11 tahun semenjak tahun 2000. Selain menjadi pendamping, kini Iwan dipercaya sebagai pimpinan SKA-PKPA. Dalam kurun waktu tersebut, Iwan telah mendampingi anak jalanan di Kota Medan kurang lebih 100 anak yang tersebar dibeberapa titik persimpangan dan pusat kota. Dari jumlah tersebut, hanya 15 orang anak yang ia kenal baik latar belakangnya. Jumlah pendamping tidak sebanding dengan jumlah anak jalanan yang harus didampingi, ini menjadi penyebab mengapa hanya sedikit anak jalanan yang mampu didampingi secara intensiv. Pertama sekali yang dilakukan Iwan ketika masuk kedalam komunitas anak jalanan yang akan didampinginya adalah dengan berkenalan untuk mulai menjalin persahabatan, kemudian selama di dalam komunitas Iwan tidak melarang apa yang mereka lakukan meski apa yang mereka lakukan adalah salah, selanjutnya Iwan tidak menempatkan dirinya sebagai guru yang seolah-olah mengetahui semua apa yang tidak mereka ketahui. Yang tidak kalah pentingnya lagi membrikan perhatian kepada mereka, karena anak jalanan butuh perhatian, karena selama ini mereka nyaris tidak terperhatikan dan nyaris terabaikan. Ada dua hal yang dilakukan Iwan untuk mengetahui latar belakang dampingannya. Yang pertama Iwan melakukan pertemuan dan berkomunikasi secara intensiv, karena menurutnya dengan selalu melakukan komunikasi, akan selalu mendapatkan informasi yang berbeda-beda setiap pertemuan. Yang kedua, dari pengamatan Iwan juga sudah mendapatkan informasi dari karakter si anak. Yang ketiga melakukan home visit dengan bertemu orang tuanya di rumah. Ketika melakukan interaksi Iwan tidak pernah mendominasi percakapan, justru materi pesan yang diskusikan lebih banyak muncul dari anak dampingannya, Pesan yang didiskusikan juga berbeda-beda antara satu anak dengan anak lainnya tergantung persoalan yang mereka hadapi. Dalam berkomunikasi Iwan juga tidak pernah menggunakan media atau alat tertentu, Iwan dan anak jalanan dampingannya hanya berkomunikasi tatap muka langsung dan berkomunikasi secara verbal. Sejauh ini menurut Iwan, pesan yang selalu disampaikannya dapat mereka terima dengan baik. Iwan melihat bukti kongkrit dari apa yang disampaikannya antara lain adalah perubahan perilaku positif dari anak jalanan dampingannya. ketika pesan yang Iwan sampaikan tidak dapat mereka terima dengan baik, Iwan terus berusaha untuk menyampaikannya terus menerus.
6
Selama Iwan melakukan pendampingan, Iwan kerap sekali menjumpai masalah. Maslah ini biasanya diakibatkan adanya pihak lain diluar komunitas mereka. Pihak lain yang dimaksud adalah orang-orang yang ada di lingkungan mereka yang mempengaruhi anak dampingannya dengan menyampaikan hal-hal yang negative tentang maksud dan tujuan Iwan mendampingi mereka. Biasanya ketika Iwan menghadapi persoalan tersebut, solusi yang dilakukannya adalah dengan menunjukan hal-hal positif dan kongkrit kepada lingkungan mereka. Pembahasan Untuk melihat bagaimana strategsi komunikasi antarpribadi yang dilakukan SKA-PKPA dalam melakukan pendampingan anak jalanan di Kota Medan, hal-hal yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah unsur komunikasi, proses komunikasi, metode komunikasi apa yang digunakan dan bagaimana teknik komunikasinya. 1.
Unsur Komunikasi Dalam proses pendampingan anak jalanan, Informan I, II dan III merupakan sumber penyampai pesan yang dikomunikasikan kepada anak jalanan dampingan mereka. Dari ketiga informan tersebut, masing-masing mereka memiliki pengalaman menjadi pendamping yang berbeda-beda. Informan I dan III menjadi pendamping sudah lebih dari lima tahun, sedangkan informan II melakukan pendampingan baru berjalan dua tahun. Informan I dan III sudah sering mendapatkan pelatihan tentang pendampingan anak jalanan dari lembagalembaga lain, sedangkan Informan II belum pernah mendapatkan pelatihan sama sekali, Informan II hanya mendapatkan bimbingan dari informan I dan III tentang bagaimana mendampingi anak jalanan. Dari ketiga informan tersebut, wilayah yang menjadi focus pendampingan juga berbeda-beda, informan I yang menjadi wilayah dampingan adalah daerah Pinang Baris, sedangkan Informan II dan III mendampingi anak jalanan yang ada di setiap wilayah atau daerah dampingan SKA-PKPA. Dari ketiga informan tersebut, pesan yang mereka komunikasikan berbedabeda, tergantung dari jenis kelamin, latar belakang dan karaktersitik anak jalanan yang didampingi. Tentunya persoalan anak jalanan yang perempuan akan berbeda dengan persoalan yang dialami anak jalanan laki-laki. Begitu juga seterusnya terkait tentang karakter dan latar belakang anak jalanan. Biasanya pesan-pesan yang disampaikan ketiga informan dalam bentuk nasihat dan motivasi. Dalam menyampaikan pesan, ketiga informan biasanya berkomunikasi dengan tatap muka (face to face) secara verbal dan non verbal menggunakan bahasa sebagai lambing dan symbol. Dengan cara seperti ini, ketiga informan dapat secara langsung mendapatkan umpan balik (feedback) dari anak jalanan sehingga maksud dan tujuan pesan yang disampaikan dapat berjalan dengan efektif dan anak jalanan yang menerima pesan tersebut akan lebih mudah memahami dan merespon pesan yang disampaikan. Karakteristik penerima pesan dalam hal ini adalah anak jalanan yang didampingi ketiga informan berbeda-beda, Informan I mendampingi anak jalanan yang masih memiliki keluarga dan anak jalanan yang masih bersekolah,
7
sedangkan Informan II dan III lebih banyak mendampingi anak jalanan yang tidak memiliki keluarga dan putus sekolah. Usia rata-rata anak jalanan yang didampingi ketiga informan sama antara 6 tahun sampai dengan 18 tahun. Faktor penyebab anak jalanan yang didampingi ketiga informan juga berbeda-beda. Anak jalanan yang didampingi Informan I factor penyebabnya adalah persoalan ekonomi, sehingga anak-anak tersebut harus mencari nafkah untuk menambah uang saku atau uang sekolah dengan cara turu ke jalan meminta-minta atau menjadi pedagang asongan, sementara Faktor penyebab anak jalanan yang didampingi Informan II dan III selain factor ekonomi, adalah “broken home” dan hilangnya perhatian orang tua kepada mereka, sehingga mereka mencari kehidupan yang bebas tanpa ada aturan di jalanan. Ketiga Informan merasakan hal yang sama terkait tanggapan atau umpan balik (feed back) dari proses komunikasi yang mereka lakukan selama dalam pendampingan. Biasanya ketiga informan terkadang menerima feed back bisa secara langsung ketika berkomunikasi, tanggapan ini bisa dilihat ketiga informan dari respon verbal dan non verbal yang disampaikan kepada ketiga informan ketika komunikasi berlangsung. Respon verbal dan non verbal ini biasanya dalam bentuk mimic wajah, gesture tubuh maupun bahasa. Pengaruh dari apa yang disampaikan oleh ketiga informan, dapat dilihat dari perubahan tingkah laku maupun perilaku yang ditujunjukan oleh anak jalanan yang didampingi. Perubahan perilaku yang ditemukan ketiga informan seperti kebiasaan anak jalanan yang tidak pernah mandi, kemudian memiliki kesadaran tentang pentingnya mandi untuk menjaga kesehatan tubuh. Perubahan perilaku ini efek dari pesan yang selama ini disampaikan ketiga informan kepada anak jalanan yang didampingi mereka. Proses Komunikasi Melihat dari proses komunikasi yang dilakukan ketiga informan, menunjukan bahwasannya ketiga informan menggunakan Proses Komunikasi Primer, dimana ketika ketiga informan menyampaikan pesan kepada anak jalanan dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media nya. Lambang sebagai media dalam proses komunikasi primer adalah bahasa dan isyarat yang secara langsung dapat menerjemahkan pesan-pesan yang disampaikan ketiga informan kepada anak jalanan dampingan mereka. Ketiga informan lebih banyak menggunakan bahasa dalam menyampaikan pesan, karena lebih gampang untuk dicerna dan dipahami. Metode Komunikasi Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa ketiga informan sama-sama menggunakan metode komunikasi sebagai interaksi, dimana dalam metode ini ketiga informan berinteraksi dengan ketiga anak jalanan dampingan mereka secara dinamis. Ketiga informan menyampaikan pesan baik verbal maupun non verbal kepada anak jalanan, kemudian anak jalanan bereaksi dengan meberi respon baik verbal maupun non verbal juga, proses ini berjalan terus hingga kedua belah pihak memutuskan untuk menghentikan proses komunikasi. Dengan menggunakan metode ini, ketiga informan sebagai komunikator mendapat feed back secara
8
langsung yang dapat digunakan ketiga informan sebagai petunjuk untuk melihat efektifitas pesan yang disampaikan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian tentang Strategi Komunikasi Antarpribadi SKAPKPA dalam melakukan penjangkauan anak jalanan (street base) di Kota Medan, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: a) Dalam proses pendampingan anak jalanan, adanya sebuah strategi komunikasi yang harus dipersiapkan pendamping ketika melakukan pendampingan. Sesuai hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti, ditemukan bahwa komunikasi yang digunakan informan I, II dan III adalah Komunikasi antarpribadi, dimana pendamping merupakan komunikator atau pembuat pesan sedangkan komunikannya adalah anak jalanan yang didampingi. Komunikasi antarpribadi digunakan karena dianggap efektif dalam merubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia, hal ini disebabkan karena dalam prosesnya ada arus balik langsung, sehingga komunikator dapat mengetahui apakah pesan yang disampaikan berhasil atau tidak. b) Dalam proses komunikasi yang dilakukan pendamping terhadap anak jalanan, Informan I, II dan III merupakan sumber penyampain pesan. Sedangkan komunikan dalam proses komunkasi ini adalah Anak Jalanan yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pesan yang mereka komunikasikan berbeda-beda, tergantung dari jenis kelamin, latar belakang dan karaktersitik anak jalanan yang didampingi. Dalam menyampaikan pesan, ketiga informan berkomunikasi dengan cara langsung tatap muka (face to face) secara verbal dan non verbal dan tidak menggunakan media kecuali bahasa sebagai lambing dan symbol. Dalam menerima umpan balik (feed back), selama proses komunikasi berlangsung, ketiga informan dapat merasakan secara langsung dan pengaruh dari pesan itu sendiri dapat dilihat dari perubahan tingkah laku maupun prilaku yang ditunjukan anak jalanan yang didampingi. c) Proses komunikasi yang digunakan ketiga informan, menggunakan Proses Komunikasi Primer, dimana ketika ketiga informan menyampaikan pesan kepada anak jalanan dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media nya. Lambang sebagai media dalam proses komunikasi primer adalah bahasa dan isyarat yang secara langsung dapat menerjemahkan pesan-pesan yang disampaikan ketiga informan kepada anak jalanan dampingan mereka. Ketiga informan lebih banyak menggunakan bahasa dalam menyampaikan pesan, karena lebih gampang untuk dicerna dan dipahami. d) Metode komunikasi yang digunakan ketiga informan adalah metode komunikasi sebagai interaksi. Metode ini ketiga informan berinteraksi dengan ketiga anak jalanan secara dinamis. Ketiga informan menyampaikan pesan baik verbal maupun non verbal kepada anak jalanan,
9
kemudian anak jalanan bereaksi dengan meberi respon baik verbal maupun non verbal juga, proses ini berjalan terus hingga kedua belah pihak memutuskan untuk menghentikan proses komunikasi. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka peneliti perlu untuk mengajukan beberapa saran: a) Agar tujuan pendampingan dapat tercapai, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, misalnya ada keseimbangan antara jumlah anak jalanan yang didampingi dengan jumlah para pendamping, hendaknya para pendamping membuat skala prioritas jumlah anak yang akan didampingi. Kemudian, para pendamping hendaknya membuat target capaian untuk masingmasing anak jalanan yang didampingi, sehingga kegiatan pendampingan dapat terukur dan terencana dengan baik. b) Penelitian ini bisa menjadi bahan rujukan untuk melihat bagaimana fenomena anak jalanan di Kota Medan dan strategi komunikasi yang harus dilakukan seorang pendamping anak jalanan. c) Penelitian ini juga bisa menjadi bahan bacaan tambahan bagi peneliti lain yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut lagi mengenai pendampingan anak jalanan di Kota Medan. d) Penelitian berikutnya sebaiknya bersifat membandingkan dengan menggunakan metode penelitian yang lain. Jika subjek penelitian dalam penelitian ini dirasa terlalu kecil, karena peneliti memang ingin melakukan penelitian yang mendalam terhadap aspek pendampingannya saja, bagi peneliti yang lain dapat memperluas subjek penelitian. DAFTAR PUSTAKA Bodgan, Robert dan Steven J. Taylor. 1992. Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif. Usaha Nasional, Surabaya. Onong Uchjana Effendi, Dimensi-dimensi Komunikasi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 1981. Rakhmat, Jalaluddin, 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung; PT Remaja Rosdakarya. Soedijar, Z.A. 1990, Penelitian Profil Anak Jalanan di DKI Jakarta, badan penelitian dan Pengembangan Sosial, Departemen Sosial. http://www.humana.20m.com/babll/htm, diakses pada 18 November 2011 http://kampuskomunikasi.blogspot.com/2008/06/pengertian-komunikasi.html, diakses 18 November 2011
10