ANALISIS TATANIAGA BUAH NAGA ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN

Download tataniaga buah naga organik yang paling effisien di Kabupaten Banyuwangi sehingga usahatani ini ... manajemen untuk menstabilkan supply dan...

0 downloads 513 Views 10MB Size
ANALISIS TATANIAGA BUAH NAGA ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BANYUWANGI Ardito Atmaka Aji 1, Kurniawan Muhammad Nur 2 1

Program Studi Agribisnis / Politeknik Negeri Banyuwangi, Banyuwangi Program Studi Agribisnis / Politeknik Negeri Banyuwangi, Banyuwangi Alamat Korespondensi : Jl. Raya Jember Kilometer 13 Labanasem, Kabat, Banyuwangi 68461 Telepon/Faks : (0333) 636780 E-mail: 1) [email protected], 2) [email protected] 2

Abstrak Banyuwangi merupakan salah satu daerah penghasil buah naga di Indonesia. Buah naga hasil produksi Banyuwangi memiliki keunggulan yaitu rasa lebih manis, ukuran buah besar, dan tidak tergantung musim. Tataniaga merupakan proses gerakan perpindahan produk dari sektor produsen kegiatan sektor konsumen serta segala kejadian dan perlakukan yang dialami oleh produk sehingga lebih effisien dalam sistem distribusinya. Akan tetapi sistem tataniaga yang ada saat ini terlalu panjang dan kurang efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis model tataniaga buah naga organik yang paling effisien di Kabupaten Banyuwangi sehingga usahatani ini mempunyai keuntungan yang lebih baik bagi petani, khususnya petani buah naga organik. Sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani buah naga organik di Kabupaten Banyuwangi. Data penelitian bersumber dari data Primer berupa wawancara dan memberikan kusioner kepada petani buah naga organik serta lembaga-lembaga yang terlibat seperti pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer. Data sekunder berasal dari sumber lain yang terkait seperti Disperindag Kabupaten Banyuwangi, data statistik, buku literatur dan studi empiris. Adapun alat analisis yang akan diterapkan adalah analisis margin tataniaga, analisis farmer’s share dan analisis rasio keuntungan serta biaya. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa efisiensi tataniaga untuk komoditas buah naga organik adalah saluran tataniaga satu. Saluran tataniaga I memiliki marjin tataniaga terkecil sebesar Rp.5300/Kg, nilai farmer’s share tertinggi sebesar 80%, dan memiliki nilai rasio keuntungan dan biaya terbesar yaitu 14,3 dibandingkan saluran yang lain. Rasio keuntungan dan biaya yang tinggi secara langsung dapat meningkatan kesejahteraan petani khususnya petani buah naga organik. Kata kunci:, Buah Naga Organik, Kesejahteraan Petani, Tata Niaga. 1. PENDAHULUAN Buah Naga merupakan salah satu komoditas unggulan di Banyuwangi. Permintaan buah Naga di Banyuwangi dari tahun ke tahun meningkat. Selain dikonsumsi di Banyuwangi, buah Naga ini juga didistribusikan ke luar daerah Banyuwangi. Dengan meningkatnya angka permintaan atau konsumsi (demand) buah Naga di Banyuwangi dan tingkat produksi (supply), maka perlu adanya manajemen untuk menstabilkan supply dan demand. Penerapan manajemen rantai pasok yang baik dan efisien akan mampu mewujudkan aktivitas rantai pasok yang kompetitif seiring dengan persaingan dan kompetisi dalam dunia agroindustri. Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini akan memberikan kontribusi optimal untuk Dinas Pertanian Banyuwangi khususnya mengenai ketapatan produk, ketepatan tempat dan sesuai kebutuhan pasar dan perkembangan khasanah keilmuan pada umumnya. Buah naga atau dragon fruit merupakan komoditas buah yang menjadi salah satu primadona Banyuwangi (Tiyas, et al. 2015). Hal tersebut ditunjukkan pada tabel produksi buah di kabupaten Banyuwangi pada tahun 2016. Tabel 1 Produksi Buah-Buahan di Kabupaten Banyuwangi tahun 2016 TANAMAN NO PERIODE

474

SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

1

Triwulan I

Jeruk Siam (Kw) 1.888.397

2

Triwulan II

519.805

334.429

27.119

93.682

23.245

3

Triwulan III

1.557.833

561.274

373.569

193.844

24.909

4

Triwulan IV

424.198

402.169

1.156.911

80.630

153.439

2.690.233

1.800.889

1.616.666

607.760

316.804

TOTAL

Pisang (Kw) 503.017

Pepaya (Kw) 59.067

Buah Naga (Kw) 239.604

Mangga (Kw) 115.211

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Dinas Pertanian, 2016 Harga buah naga seringkali berfluktuatif berkisar Rp.7.000 hingga Rp.17.500 ditingkat petani pada tahun 2016. Fluktuasi harga pada buah naga bergantung pada hasil panen buah naga setiap musimnya. Berikut adalah daftar harga buah naga tahun 2016 yang ditunjukkan dalam tabel 2. Tabel 2 Harga Buah Naga Tahun 2016 Harga Buah Naga Tahun 2016 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 7.000 17.500 12.600 8.000 Sumber: Badan Pusat Statistik dan Dinas Pertanian, 2016 Petani produsen memerlukan lembaga perantara untuk menyalurkan produk hasil pertanian agar dapat sampai ditangan konsumen. Lembaga perantara ini merupakan lembaga yang berada diantara produsen dan konsumen akhir. Lembaga tataniaga memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian dan atau penjualan barang dari produsen ke konsumen. Lembagalembaga ini yang melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga seperti pembelian, penjualan, penyimpanan, pengelolaan, pengangkutan serta pendistribusian ke konsumen. Faktor yang penting dalam memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen adalah pemilihan yang tepat dari saluran tataniaga. Tataniaga dapat dikatakan efisien apabila mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen ke konsumen dengan biaya-biaya yang serendah-rendahnya. Tingginya biaya tataniaga disebabkan oleh kurang tepatnya saluran tataniaga Analisis efisiensi tataniaga menggunakan ukuran efisiensi operasional (teknis) yang meliputi: analisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. 2. METODE Penelitian dilakukan di Kabupaten Banyuwangi. Pemilihan ini didasarkan bahwa kabupaten Banyuwangi memiliki potensi untuk dikembangkan pada sektor pertanian khususnya buah naga organik. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Responden adalah pelaku usaha yang secara umum pada suatu mata rantai berperan sebagai berikut: pemasok bahan baku & bahan penolong, petani, pengepul, pedagang, pengusaha pengolahan, pemasar produk, distributor, agen, toko dan konsumen. Responden yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 22 orang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden melalui pembagian daftar pertanyaan yang telah disiapkan dengan teknik wawancara langsung kepada petani serta lembagalembaga terlibat seperti pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer. Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi, Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi, serta literatur-literatur sumber-sumber lain yang terkait dengan judul. Penelitian ini menggunakan metode campuran (mix method) teknik analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis , lembaga tataniaga, analisis fungsi tataniaga, saluran tataniaga, dan analisis perilaku pasar. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017

475

marjin tataniaga, Farmer’s Share, serta Rasio Keuntungan dan Biaya. Analisis dengan metode kuantitatif diolah dengan bantuan kalkulator, dan Software Microsoft Excel. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Analisis Marjin Tataniaga Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi tataniaga dari petani sampai konsumen akhir. Efesiensi tataniaga salah satunya dapat ditentukan oleh besar kecilnya marjin tataniaga (Hidayat, et al. 2016). Asmarantaka (2012) menjelaskan bahwa marjin tataniaga merupakan perbedaan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen akhir. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Kohl and Uhl, 2002): Mi = Psi – Pbi............................................................ (1) Keterangan : Mi = marjin tataniaga; Psi = harga di tingkat pengecer atau konsumen; Pbi = harga di tingkat produsen. 2. Analisis Farmer’s Share Analisis farmer’s share digunakan untuk menghitung efisiensi suatu saluran tataniaga dengan membandingkan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Nilai farmer’s share ditentukan berdasarkan harga yang diterima petani (Pf) dengan harga yang diterima konsumen akhir (Pr) dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Cahyono (2013) menyatakan bahwa pola tataniaga yang paling efisien adalah pola yang memiliki nilai marjin terkecil dan farmer’s share terbesar. Hidayat, et al (2016) menyatakan secara matematis, farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut: Pf Fs= x 100%................................................................. (2) Pr

Keterangan : Fs : Farmer’s Share Pf : Harga ditingkat petani Pr : Harga ditingkat konsumen akhir 3. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Analisis rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk menilai tingkat efisiensi sistem tataniaga dengan melihat rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Persentase keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masing-masing lembaga tataniaga digunakan untuk mengetahui penyebaran marjin (Jumiati, et al. 2013).Semakin merata rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga, maka secara teknis sistem tataniaga tersebut semakin efisien. Purwono, et al ( 2013) mengatakan bahwa untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga dapat dirumuskan sebagai berikut: 𝒌𝒆𝒖𝒏𝒕𝒖𝒏𝒈𝒂𝒏 ( 𝝅𝒊) Rasio Keuntungan (%) = 𝒙𝟏𝟎𝟎%..................... (3) 𝒃𝒊𝒂𝒚𝒂𝒑𝒆𝒎𝒂𝒔𝒂𝒓𝒂𝒏 (𝑪𝒊)

Keterangan : Πi : Keuntungan pemasaran pada tingkat lembaga ke-i Ci : Biaya pemasaran pada tingkat lembaga ke-i 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Petani Responden Responden dalam penelitian ini adalah petani buah naga organik di Kabupaten Banyuwangi. Jumlah petani yang menjadi responden adalah sebanyak 15 orang, dengan 3 orang petani dimasingmasing kecamatan. Beberapa karakteristik petani responden mencakup umur, tingkat pendidikan, status usahatani, luas lahan yang ditanami buah naga organik, dan status kepemilikan lahan.

476

SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

Umur responden bekisar antara 25-67 tahun dengan rata-rata umur 50 tahun. Petani responden lebih banyak didominasi oleh petani dengan usia 51-60 tahun dan 41-50 tahun, sedangkan umur terendah pada usia 31-40 tahun. Petani responden mayoritas lulusan SMA atau sederajat dan lulusan perguruan tinggi yakni sebesar 60%. Tingkat pendidikan formal akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan usahatani. Petani responden sebanyak 15 orang petani, 66,67 persen diantaranya (10 orang) menjadikan buah naga organik sebagai usahatani utamanya dan sisanya yaitu 33,33 persen (5 orang) menjadikan usaha tani buah naga organik sebagai pekerjaan sampingan, dimana pekerjaan utamanya antara lain ada yang berprofesi sebagai guru, dan wiraswasta. Luas lahan yang ditanam buah naga organik oleh petani responden di lima kecamatan antara 0,125-2 hektar dengan rata-rata 0,55 hektar. Mayoritas petani responden memiliki luas lahan di bawah 0,05 hektar. 3.2 Karakteristik Lembaga dan Saluran Tataniaga Saluran tataniaga buah naga organik di Kabupaten Banyuwangi dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga merupakan badan usaha maupun individu yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam proses tataniaga buah naga organik. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam tataniaga buah naga organik di lokasi penelitian sebagai berikut: 1. Petani, merupakan lembaga tataniaga yang berperan sebagai produsen yang memproduksi buah naga organik. 2. Pedagang pengumpul tingkat pertama atau biasa disebut dengan penimbang, merupakan lembaga tataniaga yang berperan sebagai pedagang pengumpul buah naga organik bagi petani yang memiliki hasil panen kecil dan lokasi kebun buah naga organik berdekatan dengan pedagang pengumpul tingkat pertama. 3. Pedagang pengumpul tingkat kedua, merupakan lembaga tataniaga yang berperan sebagai pedagang pengumpul yang membeli buah naga organik langsung dari petani dan pedagang lainnya dengan jangkauan area perdagangannya mencakup luar desa. Umumnya petani yang menjual buah naga organik ke pedagang pengumpul tingkat dua ini, petani yang memiliki hasil panen cukup besar. 4. Pedagang grosir pasar induk, merupakan lembaga tataniaga yang melakukan pembelian buah naga organik dari pedagang pengumpul tingkat kedua. Pedagang grosir pasar induk merupakan pedagang buah naga organik yang berada diluar Kabupaten Banyuwangi, seperti Pasar Induk Keramat Jati 5. Pedagang pengecer, merupakan lembaga tataniaga yang melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen. Konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir yang tidak lagi melakukan penjualan kepada lembaga tataniaga lain. Setiap lembaga yang terlibat dalam tataniaga buah naga organik mempunyai fungsi-fungsi tataniaga untuk memperlancar proses penyampaian buah naga organik dari petani hingga ke konsumen akhir. Setiap lembaga tataniaga memiliki fungsi yang berbeda namun pada dasarnya fungsi tataniaga dapat dikelompokkan menjadi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Menurut Kotler (2003) bahwa saluran tataniaga dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan. Penelitian ini menghasilkan 4 saluran tataniaga diantaranya: 1. Saluran Tataniaga I Saluran I merupakan saluran yang terdiri dari petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengecer – konsumen. Petani responden menjual seluruh hasil panen buah naganya kepada pedagang pengumpul tingkat pertama. Berikut merupakan skema saluran tataniaga buah naga organik dari petani hingga ke konsumen dapat dilihat pada Gambar 1

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017

477

Petani

Pedagang Pengumpul 1

Pedagang Pengecer

Konsumen Gambar 1. Skema Saluran Tataniaga Buah Naga Organik 1 Petani responden menjual seluruh hasil panen buah naga organik langsung kepada pedagang pengumpul tingkat pertama karena petani tidak perlu susah mencari pasar sehingga menghemat waktu dan biaya. Pedagang pengumpul tingkat pertama menjual buah naga organik ke pedagang pengecer lokal. Pedagang pengecer lokal mendatangi pedagang pengumpul tingkat pertama untuk membeli buah naga organik. Kuantitas pembelian buah naga organik yang dilakukan oleh pedagang pengecer ke pedagang pengumpul tingkat pertama tidak besar, yaitu tidak lebih dari 1 kuintal. Selanjutnya pedagang pengecer lokal menjual buah naganya ke konsumen langsung. 2. Saluran Tataniaga II Saluran tataniaga II merupakan saluran yang terdiri dari petani – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang pengecer – konsumen. Petani responden menjual seluruh hasil buah naganya kepada pedagang pengumpul tingkat kedua. Berikut merupakan skema saluran tataniaga buah naga organik dari petani hingga ke konsumen dapat dilihat pada Gambar 2. Petani

Pedagang Pengumpul 2

Pedagang Pengecer

Konsumen Gambar 2 Skema Saluran Tataniaga Buah Naga Organik 2 Petani responden memilih saluran tersebut dikarenakan pedagang pengumpul tingkat kedua bersedia menampung hasil panen buah naga organik dengan jumlah yang sangat besar ( >1 ton). Sebagian buah naga organik yang ada di pedagang pengumpul tingkat kedua dijual langsung kepada pedagang pengecer lokal, karena pedagang pengecer membeli buah naga organik dengan kuantitas pembelian kecil. Selanjutnya pedagang pengecer lokal buah naga organik menjual buah naganya langsung ke konsumen lokal. 3. Saluran Tataniaga III Saluran tataniaga III merupakan saluran yang terdiri dari petani – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang pasar induk – pedagang pengecer – konsumen. Petani responden menjual 478

SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

seluruh hasil panen buah naga organik kepada pedagang pengumpul tingkat kedua. Berikut merupakan skema saluran tataniaga buah naga organik dari petani hingga ke konsumen dapat dilihat pada Gambar 3. Petani

Pedagang Pengumpul 2

Pedagang Grosir Pasar Induk

Pedagang Pengecer

Konsumen

Gambar 3 Skema Saluran Tataniaga Buah Naga Organik 3 Petani responden memilih saluran tersebut dikarenakan pedagang pengumpul kedua bersedia menerima seluruh hasil panen buah naga organik dalam jumlah yang besar ( >1 ton). Kemudian pedagang pengumpul tingkat kedua menjual seluruh buah naga organik ke pedagang grosir pasar induk yang berada di Pasar Induk Keramat Jati dengan menggunakan jasa pengiriman (ekspedisi). Pedagang grosir pasar induk menjual seluruh buah naga organik ke pedagang pengecer di kios-kios pedagang pengecer. Selanjutnya buah naga organik langsung dijual ke konsumen. 4. Saluran Tataniaga IV Saluran tataniaga IV merupakan saluran terpanjang yang terdiri dari petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang pasar induk – pedagang pengecer – konsumen. Petani menjual seluruh hasil panen buah naga organik ke pedagang pengumpul tingkat pertama. Pedagang pengumpul tingkat pertama menjual buah naga organik ke pedagang pengumpul tingkat kedua. Berikut merupakan skema saluran tataniaga buah naga organik dari petani hingga ke konsumen dapat dilihat pada Gambar 4.

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017

479

Petani

Pedagang Pengumpul 1

Pedagang Pengumpul 2

Pedagang Grosir Pasar Induk

Pedagang Pengecer

Konsumen

Gambar 4 Skema Saluran Tataniaga Buah Naga Organik 4 Petani responden menjual seluruh hasil panen buah naga organik ke pedagang pengumpul tingkat pertama dikarenakan untuk mempermudah dalam menjual buah naga organik, lokasi kebun buah naga organik dengan tempat pengumpul buah naga organik memiliki jarak yang cukup dekat. Pedagang pengumpul tingkat pertama kemudian menjual buah naga organik ke pedagang pengumpul tingkat kedua. Pedagang pengumpul tingkat kedua menjual seluruh buah naga organik ke pedagang pasar induk Keramat Jati. Pedagang pasar induk menjual buah naga organik ke pedagang pengecer pasar. Selanjutnya pedagang pengecer pasar menjual buah naganya langsung kepada konsumen. 3.3 Margin Tataniaga Marjin tataniaga adalah penjumlahan dari seluruh biaya tataniaga yang dikeluarkan dan keuntungan yang diambil oleh lembaga tataniaga selama proses pendistribusian satu komoditas dari satu lembaga tataniaga ke lembaga tataniaga lainnya. Komponen biaya tataniaga buah naga organik terdiri dari harga beli, biaya pikul, biaya transportasi, penyimpanan dan lain-lain. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka semakin memperbesar marjin tataniaga. Adapun secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini: Lembaga Petani Pedagang Pengumpul Tingkat Pertama

480

Uraian/ Fungsi Harga Jual

Harga Beli Biaya: Transportasi Tenaga Kerja Pengemasan Marjin

Saluran I

Harga Saluran III

Saluran II

Saluran IV

22.500

22.500

22.500

22.500

22.500

-

-

22.500

40 60 1.300

-

-

40

SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

160 1.000

Harga Jual Keuntungan Pedagang Pengumpul Tingkat Kedua

Pedagang Grosir

Lembaga

Harga Beli Biaya: Transportasi Tenaga Kerja Pengemasan Marjin Harga Jual Keuntungan Harga Beli Biaya: Transportasi Tenaga Kerja

Uraian/ Fungsi Pengemasan Marjin Harga Jual Keuntungan

Pedagang Pengecer

Konsumen Akhir

23.900 1.400 -

Harga Beli Biaya: Transportasi Tenaga Kerja Pengemasan Marjin Harga Jual Keuntungan Harga Beli

Total Biaya Total Keuntungan Marjin Farmer'Share Rasio Keuntungan Dan Biaya Sumber: Data Primer diolah, 2017

-

-

23.700 1.200

22.500

22.500

23.700

-

300 200 2.500 25.500 3.000 -

900 450 350 4.700 28.900 6.400 28.900

900 200 450 5.550 30.800 7.100 30.800

-

-

400 100

400 100

Saluran I

Harga Saluran III

Saluran II

Saluran IV

-

-

5.500 34.900 6.000

5.500 36.800 6.000

23.900

25.500

34.900

36.800

200 100 4.000 28.200 4.300 28.200

100 4.000 29.600 4.100 29.600

100 7.200 42.200 7.300 42.200

100 7.200 44.100 7.300 44.100

400

600

2.300

2.350

5.700 5.300 80%

7.100 6.500 76%

19.700 17.400 53%

21.600 19.250 51%

14,3

11,8

8,6

9,2

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017

481

3.4 Farmer’s Share Farmer’s Share merupakan salah satu indikator untuk menentukan efisiensi operasional tataniaga suatu komoditas. Farmer’s share merupakan bagian harga yang diterima oleh petani terhadap harga yang dibayarkan konsumen. Hasil analisis farmer’s share menunjukkan bagian terbesar yang diterima petani terdapat pada saluran tataniaga 1 yaitu sebesar 80%, sedangkan bagian terkecil yang diterima petani terdapat pada saluran tataniaga 3 yaitu sebesar 51%. Analisis farmer’s share ini tidak dapat di identifikasi saluran tataniaga yang paling menguntungkan bagi petani karena harga jual petani di setiap saluran tataniaga sama yaitu sebesar Rp.22.500/Kg. Rekapitulasi hasil analisis marjin tataniaga dan farmer’s share setiap saluran tataniaga buah naga organik di Kabupaten Banyuwangiberdasarkan harga yang terjadi di tingkat petani dan harga yang yang berlaku di tingkat konsumen dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rekapitulasi Harga di Tingkat Petani, Harga di Tingkat Konsumen, Marjin Tataniaga, dan Farmer’s Share Saluran Tataniaga Buah Naga Organik di Kabupaten Banyuwangi Saluran Tataniaga Harga Harga Marjin Farmer’s di Tingkat di Tingkat Tataniaga Share (%) Petani Konsumen (Rp/Kg) (Rp/Kg) (Rp/Kg) Saluran Tataniaga 1

22.500

28.200

5.300

80

Saluran Tataniaga 2

22.500

29.600

6.500

76

Saluran Tataniaga 3

22.500

42.200

17.400

53

Saluran Tataniaga 4

22.500

44.100

19.250

51

Sumber: Data Primer diolah, 2017 Berdasarkan hasil analisis Farmer’s Share, saluran tataniaga 1 memiliki nilai yang terbesar yaitu 80%. Sedangkan saluran tataniaga 4 merupakan saluran tataniaga yang memiliki nilai Farmer’s Share yang terkecil yaitu 51%. 3.5 Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio keuntungan dan biaya menunjukkan nilai dari keuntungan yang diterima dibandingkan dengan biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh setiap lembaga tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya. Rasio keuntungan dan biaya pada setiap saluran tataniaga buah naga organik di Kabupaten Banyuwangi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rasio keuntungan dan biaya pada lembaga tataniaga buah naga organik di Kabupaten Banyuwangi Saluran Tataniaga Keuntunga Biaya Rasio Keuntungan n Tataniaga Tataniaga dan Biaya (Rp/Kg) (Rp/Kg) Saluran Tataniaga 1 5.700 400 14,3 Saluran Tataniaga 2 7.100 600 11,8 Saluran Tataniaga 3 19.700 2.300 8,6 Saluran Tataniaga 4 21.600 2.350 9,2 Sumber: Data Primer diolah, 2017 Berdasarkan hasil analisis rasio keuntungan dan biaya, saluran tataniaga 1 relatif lebih efisien karena memiliki rasio keuntungan dan biaya yang terbesar (14,3) sedangkan saluran tataniaga 3 merupakan saluran tataniaga yang kurang efisien karena memiliki rasio keuntungan dan biaya yang terkecil (8,6).

482

SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

3.6 Efisiensi Tataniaga Buah Naga Organik Efesiensi pola saluran tataniaga dapat diketahui dengan tiga indikator yaitu margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Sehingga dengan melakukan perhitungan dari ketiga indikator tersebut dapat ditemukan pola saluran tataniaga yang efisien. Selain itu suatu pola tataniaga dapat dianggap efisien apabila mampu memenuhi beberapa syarat efisiensi. Menurut Soekartawi (2002), saluran tataniaga dapat dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen dengan biaya semurah murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil dalam keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran tersebut. Berdasarkan perhitungan marjin tataniaga diketahui pedagang pengepul pada pola satu karena memiliki marjin tataniaga terkecil sebesar Rp.5300/Kg, nilai farmer’s share tertinggi sebesar 80%, dan memiliki nilai rasio keuntungan dan biaya terbesar yaitu 14,3 dibandingkan saluran yang lain. Disamping itu pada pola saluran tataniaga tingkat satu mampu memenuhi syarat efisiensi tataniaga. 3.7 Implikasi Saluran Tataniaga Buah Naga Organik Terhadap Kesejahtaraan Petani Pilihan saluran tataniaga I merupakan pilihan terbaik dari keempat pilihan saluran tataniaga. Saluran tataniaga I memiliki efisiensi operasional tataniaga yang lebih baik. Saluran tataniaga I memiliki nilai farmer’s share tertinggi sebesar 80% serta nilai rasio keuntungan dan biaya terbesar yaitu 14,3 dibandingkan saluran yang lain. Harga jual buah naga organik lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga buah naga konvensional. Sehingga keuntungan yang diterima petani buah naga organik lebih tinggi daripada buah naga konvensional. Hal ini berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan petani buah naga di Kabupaten Banyuwangi. Disamping itu, petani juga dapat meningkatkan keuntungan yang diperolehnya dengan mencari alternarif tujuan penjualan, artinya petani tidak hanya menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul tingkat pertama maupun pedagang pengumpul tingkat kedua, tetapi ada alternatif tujuan penjualan lainnya seperti ke pedagang pengecer langsung sehingga harga jual petani lebih tinggi dari sebelumnya. Hal ini dapat juga dilakukan secara berkelompok dengan membentuk suatu kelompok tani, dimana petani yang tergabung dalam kelompok tani bersama-sama menjual hasil panennya dan mencari alternatif tujuan penjualan sehingga posisi tawar petani dapat lebih kuat. Pembentukan kelompok tani dapat juga berfungsi sebagai pendukung dalam proses usahatani buah naga, dimana kelompok tani dapat bertindak sebagai penyedia sarana produksi (saprodi) seperti, pupuk, peralatan pertanian, dan lain sebagainya bagi petani. Petani atau kelompok tani juga dapat memberikan nilai tambah (value added) terhadap buah naga dengan cara melakukan pengolahan sehingga menghasilkan produk-produk lain seperti selai, kerupuk, dan lain-lain yang berbahan baku buah naga, dengan melakukan pengolahan terhadap buah naga maka terjadi proses perubahan bentuk, sehingga dapat meningkatkan pendapatan bagi petani atau kelompok tani. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap tataniaga buah naga organik di Kabupaten Banyuwangi maka diperoleh kesimpulan: 1. Terdapat lima lembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga buah naga organik di Kabupaten Banyuwangi yaitu petani selaku produsen, pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, pedagang pengumpul tingkat ketiga, pedagang grosir pasar induk, pedagang pengecer. Setiap lembaga tataniaga tersebut melakukan fungsi-fungsi tataniaga yang berbeda. Saluran yang terbentuk dalam sistem tataniaga buah naga organik ada empat saluran, yaitu: a. petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengecer – konsumen b. petani – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang pengecer – konsumen c. petani – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang pasar induk – pedagang pengecer – konsumen

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017

483

d. petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang pasar induk – pedagang pengecer – konsumen 2. Berdasarkan perhitungan efisiensi tataniaga untuk komoditas buah naga organik, saluran tataniaga buah naga organik yang paling efisien adalah saluran tataniaga satu, karena memiliki marjin tataniaga terkecil sebesar Rp.5300/Kg, nilai farmer’s share tertinggi sebesar 80%, dan memiliki nilai rasio keuntungan dan biaya terbesar yaitu 14,3 dibandingkan saluran yang lain. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3]

[4]

[5]

[6] [7] [8] [9] [10]

484

Asmarantaka, R.W. (2012). Pemasaran Agribisnis (Agrimarketing). Departemen Agribisnis FEM-IPB. Bogor. Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian. (2016). Laporan Tanaman Buah-Buahan dan Sayuran Tahunan. Dinas Pertanian. Banyuwangi. Cahyono, W., Kusnandar, & Marwanti, S. (2013).“Analisis Efisiensi Pemasaran Sayuran Wortel Di Sub Terminal Agribisnis (STA) Kabupaten Karanganyar”. Agribusiness Review”.1.(1). 1-20. Hidayat, M.I., Suslinawati&Andriani, P. (2016). “Analisis Tataniaga Jeruk Siam Banjar (Citrus Reticulata) Di Desa Karang Buah Kecamatan Belawang Kabupaten Barito Kuala”, Al Ulum Sains dan Teknologi. 1.(2). 123-131. Jumiati, E., Darwanto, D.H., Hartono, S, &Masyhuri. (2013). “Analisis Saluran Pemasaran Dan Marjin Pemasaran Kelapa Dalam Di Daerah Perbatasan Kalimantan Timur”. Jurnal AGRIFOR. 9. (1). 1-10. Khol and Uhl. (2002). Marketing of Agricultural Product. Purdue University. Macmilan Publishing Company. New York. Kotler, Philip. (2003). Manajemen Pemasaran jilid I dan II. Edisi Milenium. Jakarta. Prenhalindo. Purwono, J., Sugiyaningsih, S., Priambudi, A. (2013).“Analisis Tataniaga Beras di Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi”.Jurnal Neo-Bis. 7.(2). Soekartawi. (2002). Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian, Teori Dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Grafindo Persada. Tiyas, A., Putra, I., &Dewi, I. (2015). “Analisis Finansial Usahatani Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) (Studi Kasus di Kelompok Tani Berkah Naga Desa Sambirejo Kecamatan Bangorejo Kabupaten Banyuwangi)”. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. Vol. 4. No. 5. p: 402-411.

SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk