Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain
ANTISIPASI BENCANA ALAM DENGAN MEMFASILITASI SARANA PENGETAHUAN DI INDONESIA Afif Arfiyan Burhany
Dr. Tendy Y. Ramadin M. T.
Program Studi Sarjana Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email:
[email protected]
Kata Kunci : bencana, fasilitas, keselamatan, museum, simulasi
Abstrak Bencana alam adalah suatu kejadian yang mutlak tidak diketahui oleh makhluk hidup mengenai waktu, skala, dan akibat. Secara tidak langsung hal ini mengharuskan kita untuk mengubah kebutuhan utama akan hidup yaitu keselamatan. Gedung Simulasi SAR dan Bencana Alam ini adalah salah satu solusi keselamatan dari segi informasi. Berisi rangkaian proses penyampaian informasi yang dikemas linear dengan tujuan memaksimalkan input yang diterima oleh pengunjung untuk dijadikan bekal memori yang sangat berguna melalui desain interior. Fasilitas informasi ini tidak termasuk golongan ‘keinginan’ melainkan ‘kebutuhan’. Diharapkan angka korban bencana alam dapat berkurang di Indonesia dengan didirikannya fasilitas informasi ini.
Abstract Natural disaster is a phenomenon occurred which is absolutely unpredictable by creature about the time, the scale, and the effects. It is also requires us to change the main requirement of life is safety. Gedung Simulasi SAR dan Bencana Alam is one of survival solution in terms of information. Contains chains of delivering information process that packed in linear sequence as a purpose to maximize the input that received by user. The input will be extremely useful memory supplies through utilization of interior design. This information facility does not include of 'desire' but 'needs'. By procurement this information facility the writer expected number of natural disasters victims can be reduced.
1. Pendahuluan Permasalahan utama dalam bencana bukanlah bencana, melainkan manusia itu sendiri (Hyndman : 498). Manusia memiliki satu diantara dua keyakinan yang menyangkut tentang kepedulian kelangsungan hidupnya terhadap bencana alam yang akibatnya menimbulkan dua sikap yang berbeda. Pertama, manusia menjadi orang yang tidak peduli akan bencana alam karena disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu diantaranya adalah tidak pernahnya mendapat pengalaman terkena bencana alam dalam hidupnya yang tidak menciptakan memori buruk tentang bencana itu sendiri sehingga ia menjadi kurang peduli terhadap datangnya bencana alam. Dengan begitu secara tidak langsung ia tidak akan berusaha mencari informasi tentang bencana dan teknik-teknik penyelamatannya yang mengakibatkan ketakutan dan kepanikan serta kecilnya persentase selamat jika sewaktu-waktu terjadi bencana sungguhan. Dan kedua, yaitu orang yang peduli akan kewaspadaan akan bencana, sehingga ia akan berusaha mendapatkan informasi tentang teknik-teknik penyelamatan jika bencana itu terjadi. Ia akan melakukan prosedur yang telah ia dapatkan dan positifnya, persentase selamat untuk orang ini akan lebih besar.
Bagan 1 Salah satu contoh pilihan sikap pada manusia
Apakah setelah bencana alam terjadi, orang dengan pilihan sikap pertama masih meiliki solusi untuk memperbesar persentase selamat? Tentu saja tidak, maka dari itu dalam hal bencana, kehidupan, dan kematian, kita sebagai makhluk hidup hanya memiliki satu kesempatan yang sebenarnya tidak sulit untuk didapatkan jika manusia ingin berusaha dalam mendapatkan informasi sesegera mungkin. Setiap negara di dunia pasti pernah mengalami apa yang disebut dengan bencana. Baik bencana yang disebabkan oleh alam, yakni gempa bumi, banjir, kebakaran hutan, tsunami, gunung meletus, longsor, maupun bencana yang disebabkan oleh manusia pengguna bumi itu sendiri, seperti perang antar negara, kebakaran gedung, dan sebagainya. Bencana selalu menimbulkan kerugian yang teramat besar dan sama sekali tidak ada pihak yang diuntungkan.
Posisi pulau, bentuk pulau, jumlah gunung berapi dan kegiatan manusia di dalamnya dapat menjadi faktor frekuensi timbulnya bencana alam. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Luas perairan dan luas daratan di Indonesia hampir memiliki besar yang sama. Ini adalah salah satu faktor sering terjadinya bencana di Indonesia. Maka dari itu Indonesia termasuk negara bencana alam. Bagian dataran rendah Indonesia rawan akan bencana tsunami dan banjir, sedangkan bagian dataran tinggi rawan akan bencana gempa bumi dan gunung meletus. Tabel 1 Data peringkat negara bencana alam menurut angka korban sumber : http://vinda-y-n-feb10.web.unair.ac.id
Peringkat ke1 2 3 4 5 6
Tsunami Indonesia (5.402.239 orang) Jepang (4.497.645 orang) Bangladesh (1.598.546 orang) India (1.114.388 orang) Filipina (894.848 orang) -
Longsor Indonesia (197.372 orang) India (180.254 orang) Cina (121.488 orang) Filipina (110.704 orang) Ethiopia (64.470 orang) -
Gempa Bumi
Banjir
Jepang (13.404.870 orang) Filipina (12.182.454 orang) Indonesia (11.056.806 orang) Cina (8.139.068 orang) Taiwan (6.625.479 orang) -
Bangladesh (19.279.960 orang) India (15.859.640 orang) Cina (3.972.502 orang) Vietnam (3.403.041 orang) Kamboja (1.765.674 orang) Indonesia (1.101.507 orang)
Dari empat jenis bencana alam diatas, dapat disimpulkan bahwa Indonesia termasuk peringkat atas menjadi negara yang rawan akan empat bencana alam diatas. Berbeda dengan Jepang, sebagai sesama negara yang sering didatangi bencana alam, Jepang telah memiliki fasilitas yang berfungsi sebagai pusat simulasi dan informasi bencana alam dan penyelamatan (search and rescue). Selain itu, Jepang pun telah memiliki teknologi yang dapat meringankan guncangan gempa bumi. Dengan begitu masyarakat Jepang menjadi lebih merasa aman dan tetap waspada. Sementara Indonesia sebagai negara yang dapat dibilang ‘sering’ mengalami bencana alam, sama sekali belum memiliki pusat informasi dan simulasi yang berisikan tentang teknik-teknik penanganan korban, pencarian korban, serta penyelamatan diri dari bencana alam. Maka masyarakat Indonesia hanya akan merasa ketakutan dan panik jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Sebenarnya panik dan ketakutan itu bukanlah solusi bagi apapun. Sikap ketakutan dan panik hanya akan menghasilkan semakin banyak korban. Di Indonesia sendiri telah memiliki tim SAR (Search and Rescue) yang bertugas dalam pencarian dan penyelamatan akibat bencana. Tapi apakah cukup kemampuan pengetahuan SAR tersebut hanya dimiliki oleh sedikit pihak yakni pihak SAR sendiri sementara masyarakat lainnya hanya ketakutan dan hanya menunggu untuk diberi pertolongan? Setiap manusia memiliki sifat dasar yang sama, salah satunya yaitu selamat dari bencana apapun. Walaupun keselamatan itu bukan kita yang menentukan tapi bukankah kita dapat memperkecil kemungkinan dari jumlah korban jika sewaktu-waktu terjadi bencana sungguhan. Salah satu caranya yaitu menciptakan sebuah fasilitas informasi tentang bagaimana cara menyelamatkan diri dari suatu bencana. Fasilitas ini pun sudah bukan termasuk ke dalam kategori ‘keinginan’ melainkan kategori ‘kebutuhan’. Masalah utama yang dijadikan pemikiran dalam perancangan ini adalah Indonesia sebagai negara yang termasuk sering terkena bencana alam sampai sekarang masih belum siap dan waspada jika bencana itu datang kembali. Masyarakat Indonesia kebanyakan memikirkan tentang masa depan mereka dengan mengabaikan hambatanhambatan yang terjadi seperti bencana yang tidak dapat diduga kapan datangnya dan sama sekali tidak diinginkan oleh siapapun. Angka kematian manusia selalu mencapai angka yang tinggi jika diakibatkan oleh bencana alam. Masyarakat butuh sarana informasi tentang bagaimana cara menghilangkan kepanikan yang terjadi jika muncul bencana secara tiba-tiba. Karena kepanikan adalah salah satu sifat dasar yang dimiliki setiap manusia jika mengalami keadaan yang darurat. Serta kebalikannya bagaimana masyarakat itu sendiri dapat merubah sikap panik itu menjadi sikap waspada dan siap jika bencana datang sewaktu-waktu.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 2
Afif Arfiyan Burhany
Masalah-masalah diatas akan dibatasi seperti bencana apa saja yang akan difokuskan dalam perancangan ini, yakni bencana-bencana yang termasuk sering terjadi di Indonesia, seperti gempa bumi, banjir, dan kebakaran. Fungsi ruang pada perencanaan ini adalah sebagai pusat informasi bencana alam dan penyelamatan. Berisi informasi tekstual dan visual (museum), simulasi aktif (pengguna ikut berinteraksi) maupun pasif (pengguna hanya merasakan), dan informasi dalam bentuk penyuluhan yang berisikan tentang teknik penyelamatan serta teknik mengurangi rasa panik. Target / sasaran pengunjung adalah individu, kelompok, dan organisasi (baik besar atau kecil). Dengan tujuan yang berbeda-beda yaitu meneliti, belajar, berkepentingan, dan pengunjung pada umumnya. Dari banyak sekali permasalahan yang perlu dipecahkan, muncul tujuan-tujuan yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian selanjutnya. Tujuan perancangan secara umum adalah Memberikan gambaran kepada masyarakat bagaimana bencana alam terjadi akan tetapi dengan tingkat keamanan yang tinggi. Memperkecil tingkat kematian manusia dalam bencana dengan mengurangi rasa panik dan ketakutan ketika bencana datang. Menjadikan masyarakat semakin menghargai alam semesta dan dirinya sendiri serta mengingat akan sifat mutlak adanya kematian. Secara khusus, tujuan pada perancangan ini adalah Menyebarkan cara-cara dasar penyelamatan darurat kepada masyarakat yang awalnya teknik penyelamatan ini hanya dimiliki oleh tim penyelamat saja. Menggabungkan para ahli pada satu fasilitas dan digunakan sesuai urutan rencana untuk membantu masyarakat mendapatkan infomasi-informasi penting terkait bencana alam dan penyelamatan.
2. Proses Studi Kreatif Tujuan utama yang ingin dicapai dalam perancangan fasilitas informasi ini yaitu mengubah sikap panik dari masyarakat yang sebenarnya panik itu bukanlah sebuah solusi dalam keadaan darurat akan tetapi solusi terburuk yang seharusnya tidak dilakukan menjadi sikap yang senantiasa waspada disaat berjaga-jaga dan disaat bencana terjadi. Tujuan utama dalam perancangan tersebut harus disertai cara-cara efektif yang berhubungan dengan proses studi desain. Diantaranya yaitu mendirikan pusat informasi bencana alam serta penyelamatannya disertai sistem penyampaian informasi yang baik, memanfaatkan lingkungan untuk dijadikan input dan menghasilkan output yang berguna dalam segi psikologis seperti perasaan peduli akan alam sekitar, serta memperkenalkan jenis-jenis bencana alam dan teknikteknik penyelamatannya kepada pengunjung secara maksimal. Dalam perancangan, pemanfaatan lingkungan dapat diuraikan seperti bagan berikut
Bagan 2 Konsep utama
Dari bagan diatas terdapat tiga tahap primer yang di setiap tahapnya memiliki tujuan yang berbeda. Pada tahap pertama yakni ‘pemandangan alam dan kota’ bertujuan secara tidak langsung untuk memberikan memori positif kepada pengunjung tentang indahnya pemandangan alam dan kota. Setelah itu pada tahap kedua, yakni ‘simulasi bencana alam’ artinya pengunjung diberikan perasaan pahitnya terkena bencana yang sama sekali tidak pernah diharapkan untuk terjadi. Memori tentang pemandangan alam dan kota yang didapat pada tahap pertama tadi akan hancur dan terbayang jika hal tersebut terjadi pada kehidupan sebenarnya. Dan pada tahap terakhir, yakni ‘pemandangan alam dan kota’ kembali bertujuan untuk menciptakan kesadaran bahwa pentingnya alam dan kota, serta muncul kewaspadaan pada dirinya akan bencana alam. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 3
Tema desain memiliki acuan pada keselamatan, yaitu keadaan bebas dari celaka ataupun hampir celaka. Pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis memelajari faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil risiko terjadinya kecelakaan (Syaaf, 2008: 8). Serta futuristik, yakni gaya yang bersifat mengarah, mengacu atau menuju pada masa depan. Dari trend futuristik mempunyai konsep dari berkembangnya teknologi dan pola pikir manusia akan masa depan.dan semakin berhati-hati dalam membuat bentuk dapat menghasilkan bentuk efek yang unik dan sesuai dengan apa yang kita inginkan (www.digilib.stisitelkom.ac.id). Kedua tema diatas dapat digabungkan yang berarti mementingkan keselamatan karena keselamatan itu menentukan nasib manusia di masa depan. Maksud lain dari futuristik disini adalah penyampaian informasi melalui media-media interaktif yang memungkinkan pengunjungnya dapat merasakan atau memahami langsung apa yang ingin dia ketahui.
3. Hasil Studi dan Pembahasan Selama perancangan ini berlangsung, muncul kebutuhan-kebutuhan akan pengetahuan agar perancangan menjadi logis untuk diciptakan. Dalam perancangan ini didapat studi-studi sebagian besar adalah studi dalam hal teknis yakni sebagai berikut -
Visual adalah suatu kesan pertama yang didapat oleh pengunjung tentang bentukan serta warna dalam sebuah fasilitas. Pada ruang simulasi banjir, dimana di ruang tersebut tidak memungkinkan untuk menurunkan ketinggian lantai dikarenakan akan mengganggu tinggi-rendahnya ceiling di lantai bawah, maka solusi pertama yaitu meninggikan dinding kolam agar kolam simulasi banjir ini dapat tetap tercipta. Dengan solusi tersebut akhirnya menimbulkan masalah baru, yaitu visual ruang simulasi banjir tidak dapat terlihat dari area luar (museum). Maka muncul sebuah solusi dengan memanfaatkan pantulan-pantulan cahaya agar visual ruang langsung dapat terlihat dari luar, yaitu dengan memanfaatkan kemiringan dan kelengkungan cermin. Visualisasinya adalah sebagai berikut
Gambar 1 Visualisasi pemanfaatan pantulan cermin
Pada cermin pertama bertuliskan 34°, yang muncul berdasarkan rumus pantul cermin datar yaitu ‘sudut datang = sudut pantul’. Kemiringan cermin kedua adalah 45º, karena cermin tersebut hanya memantulkan cahaya tegak lurus, serta cermin terakhir berupa cermin cembung yang bersifat konveksi/cembung (menyebarkan ke segala arah). Dengan begitu, pengunjung dari area luar simulasi banjir dapat melihat visual dari ruang tersebut dengan tujuan tidak berhadapan langsung dengan dinding kosong. -
Studi yang kedua adalah tentang teknis sistem penggerak lantai pada ruang simulasi gempa bumi. Pada ruang simulasi gempa bumi, terdapat keadaan-keadaan yang berbeda yang setiap keadaan memiliki teknik yang berbeda dalam penyelamatan diri pada gempa bumi. Lantai yang berbentuk lingkaran akan bergerak naik turun bergantian di setiap empat kuadrannya. Gerakan kinetis tersebut memanfaatkan empat buah alat disebut ‘massa-pegas-damper’ di setiap kuadrannya yang sistemnya seperti pegas yang belum bekerja jika tidak diberi komponen penggerak. Komponen penggerak tersebut adalah crankshaft yang sistem kerjanya seperti roda kereta dan dapat bergerak naik turun dipasang di salah satu kuadrannya saja
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 4
Afif Arfiyan Burhany Gambar 2 Sistem penggerak lantai pada ruang simulasi gempa bumi
Pada gambar disamping, lingkaran besar adalah lantai yang berbentuk lingkaran dengan empat buah massa-pegas-damper (lingkaran hijau) dan satu tambahan komponen crankshaft (lingkaran biru). Dengan sistem di samping, lantai dapat bergerak naik turun bergantian hanya dengan satu crankshaft dan 3 kuadran lainnya hanya mengikuti.
-
Studi selanjutnya yaitu tentang alat penyembur/proyeksi api. Alat ini disebut LPG Flame Projector yang biasa digunakan pada stage (panggung) musik. Alat ini akan dipasang modular dengan ukuran setiap alatnya yaitu 27,5*35*50cm serta ketinggian semburan api maksimal adalah 3 meter dari mulut alat dan akan menyemburkan api sekali-sekali, tidak terus-menerus.
Gambar 3 LPG Flame Projector sumber : mayachina.en.made-in-china.com
Dari konsep desain dan hasil studi diatas, terciptalah deain sebagai berikut
Ruang Simulasi Kebakaran Area 2
Ruang Simulasi Kebakaran Area 1
Alur sirkulasi pengguna
Gambar 4 Denah Khusus 1 (Ruang Simulasi Kebakaran)
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 5
Ruang Simulasi Banjir
Alur sirkulasi pengguna
Gambar 5 Denah Khusus 2 (Ruang Simulasi Banjir)
Gambar 6 Tampak A - A'/Ruang Simulasi Kebakaran (atas) dan Tampak B -B'/Ruang Simulasi Banjir (bawah)
Lantai 3 dan 4 menjadi zona yang mayoritas adalah fasilitas utama, yaitu zona simulasi. Pada lantai 3 terdapat dua elemen bencana yakni air dan api. Karena secara konsep, air dan api adalah dua elemen yang berlawanan tetapi saling behubungan. Sedangkan pada lantai 4 hanya terdapat satu elemen yaitu tanah atau bumi elemen yang tidak berhubungan erat dengan kedua elemen sebelumnya. Maka pada lantai 3 terdapat ruang simulasi bencana kebakaran dan banjir, sedangkan lantai 4 terdapat ruang simulasi gempa bumi. Interior ruang simulasi berguna utnuk mengantisipasi keraguan pengguna simulasi akan alur penyelamatan. Karena lokasi dan lingkungan yang tidak familiar membuat para pengguna lebih tidak mengerti apa yang harus di hindari untuk mencapai keselamatan (April : 219). Perancangan interior ruang simulasi bencana kebakaran memanfaatkan inderaindera penting pada manusia agar pengunjung dapat merasakan simulasi yang menyerupai kebakaran sesungguhnya terutama indera visual dan kulit sebagai penerima rangsangan panas tak sentuh. Karena suasana ruang dan besar serta jumlah api sangat berpengaruh pada angka kerusakan pengguna dan properti (Yung, David : 220) maka desain ruang Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 6
Afif Arfiyan Burhany
simulasi kebakaran ini memiliki berbagai faktor pensuasanaan. Panas yang ditimbulkan oleh dua buah sumber, diantaranya dari LPG Flame Projector yang menemburkan api sesekali dan sebagian besar ditimbulkan oleh heater ruangan. Sedangkan secara visual ditimbulkan dari pencahayaan yang redup serta didominasi oleh cahaya lampu uplight berwarna oranye ditambah cahaya api yang disemburkan oleh flame projector. Lantai simulasi juga dibuat berlubang untuk mengantisipasi terjadi runtuhnya lantai pada bencana sesungguhnya.
Gambar 7 Perspektif Ruang Simulasi Kebakaran
Setelah melakukan simulasi bencana kebakaran, pengunjung secara linear menuju ke ruang evaluasi yang akan ditampilkan sebuah video rekaman pada proses simulasi sebelumnya.
Gambar 8 Perspektif Ruang Evaluasi Kebakaran
Ketidakmungkinan kolam air pada ruang simulasi banjir di tengah ruangan lantai 3 dikarenakan berat dan kurangnya kolom struktur, mengubah letak kolam ke samping ruangan agar dapat ditopang oleh kolom konstruksi yang berdiameter 2 meter, sehingga tidak mengganggu ukuran ceiling konstruksi pada lantai di bawahnya. Pada ruang simulasi banjir ini terdapat jalur air dengan menggunakan kolam arus untuk memberikan sensasi terdorong air pada pengguna. Sensasi awal terjadi bagaikan efek air bah setinggi 2 meter lalu setelah kolam terisi dan merata, ketinggian air mencapai 1,6 meter.
Gambar 9 Perspektif Ruang Simulasi Banjir
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 7
4. Penutup / Simpulan Walaupun kepanikan yang telah menjadi sifat dasar manusia jika sesuatu yang buruk terjadi sudah menjadi sikap yang mutlak untuk dimiliki, kita sebagai manusia masih memiliki akal pikiran untuk mencari jalan keluar dan menyelamatkan diri. Dengan diadakannya fasilitas ini di Indonesia yang belum memilki cukup sarana pengetahuan, dapat mengubah sikap sebagian besar dari masyarakat yang awalnya tidak tahu akan solusi-solusi cepat ketika bencana alam menjadi seseorang yang peduli dan secara tidak langsung akan menimbulkan sikap waspada. Waspada dalam konteks ini adalah waspada yang disertai kepemilikan atas informasi akan tindakan-tindakan yang benar jika suatu saat bencana terjadi. Karena bencana alam tidak dapat diprediksi penyebabnya dan tidak dapat dihentikan oleh kekuatan manusia (Jeon, JiEun, 2005 : 3), memang cara terbaik bukanlah mencegah, melainkan mengurangi risiko. Diharapkan angka kematian akan bencana alam di Indonesia akan berkurang jika fasilitas ini didirikan dan dimanfaatkan sesuai fungsinya serta desain interior didalamnya dapat berguna menjadi sisi fungsional dalam segi psikologis.
Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Tugas Akhir Program Studi Sarjana Desain Interior FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Dr. Tendy Y. Ramadin M.T.
Daftar Pustaka Hyndman, Donald. Hyndman, David. 2009. NATURAL HAZARDS AND DISASTER 2nd Edition. United States of America: Brooks/Cole Publishing Co. Jeon, Ji-Eun. 2005. WHY? Natural Disaster. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Syaaf, Fathlul Masruri. 2008. Analisis Perilaku Berisiko. Jakarta: Universitas Indonesia. Yung, David Tim Lam. 2009. Principles of Fire Risk Assessment in Buildings. Canada: A John Wiley and Sons, Ltd, Publication Wells, April. Walker, Charlyne. Walker, Timothy. 2007. Disaster Recovery Principles and Practices. New Jersey: Pearson Education, Inc., Upper Saddle River
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 8