APLIKASI KEPERAWATAN HOLISTIK DI AREA KEPERAWATAN KRITIS*

di Hotel Grand Royal Panghegar Bandung, 10 Maret 2012 ... tersebut, diantaranya melalui penelitian-penelitian untuk pengembangan teori-teori keperawat...

54 downloads 577 Views 268KB Size
APLIKASI KEPERAWATAN HOLISTIK DI AREA KEPERAWATAN KRITIS* Kusman Ibrahim, PhD Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran *Disampaikan pada Symposium Himpunan Perawat Critical Care Indonesia (HIPERCCI) Ke-X di Hotel Grand Royal Panghegar Bandung, 10 Maret 2012

PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan sedang dan terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi dibidang kesehatan serta bertambah kompleksnya masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Lingkungan pelayanan kesehatan yang terus berubah menjadikan tantangan tersendiri baik bagi pemberi pelayanan kesehatan maupun klien sebagai konsumen layanan kesehatan. Kepekaan petugas kesehatan terhadap kecepatan dan ketepatan layanan dengan mengembangkan berbagai inovasi merupakan kunci bagi tercapainya pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau. Keperawatan kritis merupakan area spesialistik dari keperawatan yang dikembangkan untuk menjawab tantangan dan kebutuhan klien dengan masalah kesehatan akut dan mengancam jiwa yang memerlukan perawatan secara intensif (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Perkembangan teknologi dan intervensi medis untuk pemulihan pasien-pasien kritis telah berdampak pada meningkatnya pengakuan akan pentingnya peran keperawatan dalam mengobservasi dan monitoring pasien-pasien kritis. Bahkan, dokter akan sangat tergantung pada perawat dalam mengawasi perubahan-perubahan yang terjadi pada pasien kritis termasuk melakukan penanganan awal ketika dokter tersebut tidak ada di tempat. Perkembangan dibidang keperawatan kritis yang begitu pesat, terutama dengan ditemukannya berbagai alat canggih dan tindakan medis yang kompleks, telah membawa dampak semakin cepat dan akuratnya terapi atau intervensi yang diberikan untuk pemulihan pasien kritis (Hudak & Gallo, 1994). Namun disisi lain, hal ini berdampak pula pada terkonsentrasinya sebagian besar perhatian perawat pada aspek teknis prosedural penggunaan alat-alat canggih tersebut dan fokus asuhan keperawatan lebih ke aspek fisik/biologis ketimbang memperhatikan pasien secara utuh sebagai manusia yang multidimensi meliputi fisik, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual (Relf & Kaplow, NA). Hal ini pula yang menyebabkan asuhan keperawatan menjadi terfragmentasi dan terisolasi pada masalah fisik dan mekanik dan 1

terabaikannya nilai-nilai filosofis keperawatan yang lebih menekankan pada aspek holistik dan humanistik. Disamping itu, perawatan menjadi lebih terbatas pada pasien secara individu ketimbang melihat pasien sebagai satu kesatuan atau bagian yang tak terpisahkan dari keluarga, yang juga memiliki kebutuhan akan keperawatan. Keyakinan keperawatan akan nilai-nilai holistik dan humanistik dalam pelayanan kesehatan sebetulnya sudah ditanamkan sejak masa Florence Nightingale yang hidup pada tahun 1820 sampai 1910 (Dossey, Keegan, & Guzzetta, 2000). Florence mengajarkan bahwa fokus keperawatan adalah keutuhan klien sebagai manusia (unity), kesehatan dan kebaikan (wellness), dan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya (Mariano, 2007). Namun, perkembangan keperawatan setelah masa Florence Nightingale banyak mengalami pasang surut dan lebih didominasi atau diarahkan oleh perkembangan kedokteran yang lebih menekankan pada aspek-aspek biomedis. Hal inilah yang mendorong para pemikir dan ilmuwan keperawatan untuk merevitalisasi keyakinan keperawatan holistik dan mengimplementasikannya dalam tatanan praktik keperawatan secara nyata. Upaya-upaya yang ditempuh untuk mewujudkan hal tersebut, diantaranya melalui penelitian-penelitian untuk pengembangan teori-teori keperawatan holistik, pengembangan terapi modalitas keperawatan berbasis keyakinan holistik, aplikasi konsep holistik ke tatanan nyata praktik keperawatan, serta pengembangan kurikulum pendidikan perawat. Mengingat pentingnya menggugah kesadaran dan motivasi perawat untuk merevitalisasi nilai-nilai keperawatan holistik dan menerapkannya diberbagai tatanan pelayanan keperawatan termasuk di area keperawatan kritis, maka diperlukan adanya upaya-upaya yang sungguhsungguh untuk menggali, memahami, dan mengimplementasikan nilai-nilai keperawatan holistik sekaligus melakukan evaluasi dan refleksi terhadap praktik-praktik layanan keperawatan yang sudah diberikan, apakah sudah bisa memenuhi kebutuhan klien secara komprehensif, utuh, dan berkualitas, sehingga kalaupun penyakitnya tidak bisa disembuhkan, namun klien dan keluarganya merasakan kepuasan akan layanan keperawatan yang diberikan. Makalah ini bertujuan menyajikan kajian-kajian tentang konsep dan nilai-nilai keperawatan holistik, serta upaya-upaya yang bisa dilakukan dalam menerapkan nilai-nilai tersebut ke tatanan praktik keperawatan khususnya di area keperawatan kritis.

2

KONSEP KEPERAWATAN HOLISTIK Kata “holistic” berasal dari bahasa Yunani “holos (whole, wholism)” yang berarti satu kesatuan yang utuh (Dossey, Keegan, & Guzzetta, 2000). Hal ini berarti manusia holistik adalah suatu kesatuan yang utuh, lebih dari atau bukan hanya merupakan gabungan dari beberapa komponen

penyusunnya.

Asosiasi

Perawat

Holistik

Amerika

(2007)

mendefinisikan

“keperawatan holistik” sebagai praktik keperawatan yang menekankan pada penyembuhan (healing) dari manusia secara utuh yang meliputi aspek badan (body), jiwa (spirit), dan pikiran (mind). Keperawatan holistik didedikasikan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan individu, masyarakat, dan lingkungan. Keperawatan holistik merupakan suatu pendekatan yang berpusat pada orang dengan menyertakan konsep-konsep holism, healing, dan transpersonal caring sebagai konsep inti. Praktik keperawatan holistik lebih menekankan pada perawatan mandiri (self-care), itikad kuat (intentionality), keberadaan atau menghadirkan diri secara utuh (presence), kesadaran penuh (mindfulness), dan menggunakan diri sebagai agen terapi, sebagai landasan bagi praktik keperawatan professional (Hess, Bark, & Southhard, 2010). Terdapat lima nilai inti dari keperawatan holistik, yaitu 1) filosofi holistik dan pendidikan, 2) etika holistik dan riset, 3) perawatan mandiri perawat, 4) komunikasi holistik, lingkungan terapetik dan mampu budaya, dan 5) proses caring holistik (Frisch, 2009). Perawat holistik harus terus berkarya untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat bagi dirinya dan orang lain. Mereka juga memiliki komitmen untuk mengembangkan praktik dan kebijakan yang lebih humanistik di tatanan pelayanan kesehatan. Perawat holistik menyadari akan pentingnya perawatan mandiri, mereka menghargai dirinya sendiri dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk merawat dirinya sendiri (Asosiasi Perawat Holistik Amerika, 2007). Perawatan mandiri dalam konteks ini adalah suatu proses aktif untuk mencapai tingkat kesehatan dan

kesejahteraan

optimal

melalui

cara-cara

saling

melengkapi,

mendukung,

dan

memberdayakan. Perawat holistik berkomitmen untuk belajar terus menerus, mengembangkan peribadi dan professional dalam rentang yang berkelanjutan

KARAKERISTIK PASIEN DI UNIT PERAWATAN KRITIS Seseorang yang masuk ke Unit Perawatan Kritis umumnya merupakan hal yang tidak diperkirakan sebelumnya. Situasi lingkungan yang asing, peralatan-peralatan yang kompleks, kondisi pasien kritis lain yang lebih dahulu dirawat, dan personel yang belum dikenal 3

sebelumnya dapat merupakan sumber stress bagi pasien dan keluarganya. Pasien kritis adalah pasien yang beresiko tinggi mengalami masalah kesehatan yang mengancam jiwa baik aktual maupun potensial (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Pasien-pasien tersebut memerlukan perawatan yang intensif dan pengawasan yang ketat dari para perawat dan petugas medis. Perubahan-perubahan fungsi normal akibat dari perkembangan penyakit, obat-obat sedatif, alat-alat bantu termasuk ventilator mekanik, dapat berkontribusi terhadap kemungkinan perubahan status mental pasien (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Gangguan tidur dan rangsangan yang berlebihan dari lingkungan dapat juga memperberat kemampuan kognitif pasien untuk memahami informasi, belajar, membuat keputusan, dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hal ini berdampak pada ketentuan pengambilan keputusan, misalnya “informed consent”, yang tidak mungkin dilakukan oleh pasien sendiri, dan biasanya diwakili oleh keluarga terdekat. Selain masalah kesehatan fisik yang mendominasi pasien-pasien kritis, masalah psykososial juga bisa terjadi pada pasien-pasien kritis. Masalah ini umumnya muncul akibat stressor tinggi dan kemampuan koping pasien terbatas untuk mengatasi permasalahan tersebut. Walaupun pengalaman pasien bervariasi dari individu ke individu, pasien dengan penyakit kritis minimal harus berhadapan dengan salah satu situasi sebagai berikut (Urden, Stacy, & Lough, 2006): -

Ancaman kematian

-

Ancaman bisa bertahan hidup namun dengan masalah sisa atau keterbatasan akibat penyakit

-

Nyeri atau ketidaknyamanan

-

Kurang tidur

-

Kehilangan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal karena terintubasi

-

Keterpisahan dengan keluarga/orang yang dicintai

-

Kehilangan autonomy/kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari

-

Kehilangan control terhadap lingkungan

-

Kehilangan peran yang biasa dijalankan

-

Kehilangan harga diri

-

Kecemasan

-

Bosan, frustasi, dan pikiran-pikiran yang negative

-

Distress spiritual

4

Berat ringannya efek stressor tersebut dan respon pasien yang dimunculkan, akan sangat tergantung pada faktor-faktor: -

Lamanya terpapar stressor (akut atau kronis)

-

Efek kumulatif dari stressor yang simultan

-

Sekuen/urutan datangnya stressor

-

Pengalaman sebelumnya terpapar stressor dan keefektifan strategi koping

-

Besarnya dukungan sosial

Stress, apapun bentuknya baik itu fisik, psikologis, maupun sosial, dapat menimbulkan respon secara fisik. Beberapa literature mengungkap adanya hubungan antara interaksi pikiran/jiwa dan badan dengan respon kekebalan tubuh terhadap stress (Osho, 1994; Urden, Stacy, & Lough, 2006).

PERAWATAN HOLISTIK DAN MODEL SINERGI DI UNIT PERAWATAN KRITIS Penerapan perawatan holistik memerlukan pertimbangan dari berbagai faktor baik individu maupun lingkungan yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan pasien dan kemampuan koping dalam menghadapin situasi krisis seperti kondisi sakit baik akut maupun kronis. Untuk bisa memenuhi hal tersebut, perawat memerlukan dasar pengetahuan yang handal tentang anatomi fisiologi, proses penyakit, regimen tindakan, perilaku, spiritualitas, dan respon manusia. Perawat kritis tidak hanya mampu bekerja dengan teknologi tinggi, melainkan juga harus “tahu pasien” dalam artian memahami pasien seutuhnya agar bisa memberikan asuhan keperawatan yang humanistik, individual, dan holistik. Nilai “presence” atau menghadirkan diri secara utuh untuk membantu pasien, merefleksikan salah satu aspek dari caring dalam keperawatan. Caring juga dapat meliputi mengidentifikasi masalah pasien secara dini, memutuskan dan melaksanakan intervensi yang tepat yang didasarkan pada pemahaman terhadap pengalaman pasien sebelumnya, aspek keyakinan dan budaya pasien, pola perilaku, perasaan, dan kecenderungan pasien. Penelitian yang dilakukan Jenny dan Logan (1996) mengungkap perilaku caring perawat menurut pasien adalah diantaranya mengurangi ketidaknyamanan, pembelaan (advocacy), member dukungan (encouragement), dan menghormati pasien sebagai individu yang unik. Seni dari caring memerlukan keterampilan dalam komunikasi dan hubungan interpersonal, komitment peribadi, dan kemampuan untuk menjalin hubungan saling percaya. 5

Keterampilan interpersonal sangatlah diperlukan oleh perawat dalam mengaplikasikan perawatan holistik. Wysong dan Driver (2009) melakukan penelitian tentang keterampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh perawat di unit kritis menurut persepsi pasien, hasilnya mengungkap beberapa atribut kemampuan interpersonal, yaitu: -

Ramah, ceria, senyum,gembira

-

Perduli, baik, kasih sayang

-

Percaya diri

-

Memperlakukan pasien sebagai manusia

-

Mencintai pekerjaan

-

Berjiwa humor

-

Memiliki waktu untuk pasien

-

Terorganisir

-

Memiliki ingatan yang baik

-

Rapih penampilan fisik

-

Baik dalam bertutur/menggunakan bahasa

-

Pendengar yang baik

-

Menyenangkan/memberikan kenyamanan

-

Kontak emosional Disamping atribut skill interpersonal, ada atribut berpikir kritis yang menurut pasien

penting dimilki oleh seorang perawat kritis, diantaranya: -

Mampu membuat keputusan klinis yang akurat

-

Dapat mengkaji situasi dan mengambil tindakan yang tepat

-

Menggunakan akal sehat (logika)

-

Memberikan jawaban dan informasi yang jelas

-

Menawarkan saran dan arahan

-

Memberikan penjelasan tentang prosedur tindakan, kondisi klinis, dan pengobatan Sejak tahun 1999, Asosiasi Perawat Kritis Amerika telah mengembangkan dan

menerapkan model yang disebut “Synergy Model” untuk mengaitkan antara praktik perawat kritis tersertifikasi dengan luaran pelayanan keperawatan (Relf & Kaplow, NA). Model sinergi menjelaskan praktik keperawatan berdasar pada kebutuhan dan karakteristik pasien daripada berdasarkan penyakit dan terapi modalitas. Premis atau keyakinan yang mendasaari adalah 6

bahwa kebutuhan dan karakteristik pasien dan keluarga akan mempengaruhi dan mengarahkan karakteristik dan kompetensi perawat. Karena setiap pasien memiliki karakteristik unik dalam situasi klinis tertentu, perawat harus merespon dengan karakteristik dan kompetensi yang unik pula. Apabila karakteristik pasien cocok dengan kompetensi yang ditampilkan perawat, maka luaran pasien yang optimal dan sinergi bisa tercapai. Dua ajaran utama dari model ini, yaitu; karakteristik pasien merupakan perhatian utama bagi perawat, dan kompetensi perawat merupakan hal terpenting bagi pasien. Meskipun setiap pasien dan keluarga memiliki keunikan, namunmereka memiliki kesamaan kebutuhan dan pengalaman dalam suatu rentang continuum dari rendah ke tinggi. Semakin berat gangguan pasien, semakin kompleks permasalahan yang dialami pasien. Praktik keperawatan ditentukan oleh kebutuhan pasien dan keluarga. Asuhan keperawatan merupakan refleksi perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga. Model sinergi berfokus pada kontribusi unik dari keperawatan terhadap asuhan pasien dengan menekankan pada peran professional perawat. Ada 8 karakteristik pasien dan 8 kompetensi perawat yang bersinergi dalam suatu rentang continuum dari competent ke ahli, serta mencerminkan hubungan yang harmonis antara pasien dan keluarga, dan pasien dan perawat. Model tersebut seperti tergambar dalam gambar berikut:

Gambar 1: Hubungan antara pasien/keluarga dan perawat dan Model Sinergi (Relf & Kaplow, NA) 7

PENUTUP Pasien kritis yang dirawat di Unit Perawatan Intensif merupakan sosok manusia yang utuh dan unik yang sedang mengalami gangguan/masalah kesehatan yang kompleks. Cara pandang perawat terhadap pasien akan menentukan pola interaksi dan pendekatan ke pasien secara keseluruhan. Berkembang pesatnya teknologi dibidang perawatan intensif seyogyanya tidak menggeser pandangan folosofis perawat terhadap pasien dan keluarga dan mengurangi interaksi caring antara perawat dan pasien/keluarga. Keyakinan dan nilai-nilai keperawatan holistik bisa dijadikan landasan penguat untuk menerapkan nilai-nilai caring yang menjadi inti/ruhnya keperawatan. Model Sinergi, memberikan ilustrasi konkrit tentang penerapan nilai-nilai caring yang holistic dalam kontek membangun hubungan interaksi yang harmonis antara perawat dan pasien/keluarga dalam upaya mencapai tujuan bersama, yaitu kesehatan dan kesejahteraan bagi pasien dan keluarganya yang merupakan cita-cita luhur dari profesi keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA Bell, L.,(2008). AACN Scope and Standards for Acute and Critical Care Nursing Practice. American Association of Critical-Care Nurses Dossey,B.M., Keegan, L., & Guzzetta, C.E. (2000). Holistic Nursing: A Handbook for Practice, 3rd eds. Gaithersburg: Aspen Publisher Frisch, N.C. (2009). Standard for holistic nursing practice: A way to think about our care that includes complementary and alternative modalities. Diakses tanggal 29 Desember 2009 dari http://www.nursingworld.org/ojin/topic15/tpc15_4.htm Hess, D., Bark, L.A., & Southard, M.E. (2007). White Paper: Holistic Nurse Coaching. AHNA Holistic Nurse Coach Task Force Members Hudak, C.M, & Gallo, B.M (1994). Critical care Nursing: A Holistic Approach. Philadelphia: JB Lippincott Company Mariano, C. (207). Holistic Nursing: Scope and Standards of practice. American Holistic Nurses Association (AHNA) Osho (1994). Relationship between mind, body, and health. In Osho, From medication to meditation, England: Thec. W. Daniel Company Limited Relf, M., & Kaplow, R. (NA). Critical Care Nursing Practice: An Integration of Caring, Competence, and Commitment to Excellence Urden, L.D., Stacy, K.M., & Lough, M.E. (2006). Thelan’s Critical care Nursing, Diagnosis and Management, St. Louis: Mosby Wysong, P.R., & Driver., E. (2009). Patients’ Perceptions of Nurses’ Skill. Critical Care Nurse, 29, (4), 24-29

8