ARTIKEL HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN

Download Preeklampsia ialah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda hipertensi, edema, ... kehamilan. Adapun rumusan masalah yakni apakah ada hubung...

0 downloads 427 Views 381KB Size
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

ARTIKEL HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA (Studi penelitian di RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2014) Oleh: YOWANTY HADJIKO NIM: 841410162. Program Studi Ilmu Keperawatan, Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahraagaan

Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasi

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA (Studi Penelitian di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2014) Yowanty Hadjiko, Dr. Sunarto Kadir, Andi Mursyidah Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG E-mail : [email protected] ABSTRAK Yowanty Hadjiko. 2014. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil Dengan Kejadian Preeklampsia. Skripsi Jurusan Keperawatan Program Studi S1 Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahraagaan, Universitas Negeri Gorontalo, Pembimbing I Dr. Sunarto Kadir, Drs, M.Kes dan Pembimbing II Andi Mursyidah, S.Kep, Ns, M.Kes. Daftar Pustaka: (31, 2001-2013). Preeklampsia ialah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Lalega, 2013). Karakteristik adalah sifat khas dengan perwatakan tertentu. Karakteristik merupakan umur, paritas, jarak kehamilan. Adapun rumusan masalah yakni apakah ada hubungan karakteristik Ibu hamil dengan kejadian preeclampsia. Tujuan penelitian dianalisisnya hubungan karakteristik Ibu hamil dengan kejadian preeklampsia. Desain penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil yang datang berkunjung di RSUD Prof. Dr. H. Aloei saboe Kota Gorontalo. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik accidental sampling. Sampel pada penelitian ini berjumlah 33 orang. Instrument penelitian menggunakan kuesioner, analisis yang digunakan adalah Univariat dan Bivariat menggunakan Uji Chi-Square dengan Uji Alternatif Fisher Exact. Hasil penelitian terlihat bahwa sebagian besar responden yang mengalami preeklampsia adalah umur >35 tahun sebanyak 42.4% responden dengan nilai P value 0.040<0.05, paritas 2-3 sebanyak 45.5% responden dengan nilai P value 0.040<0.05, dan jarak kehamilan >5 tahun sebanyak 60.6% responden dengan nilai P value 0.028<0.05. Simpulan adalah terdapat hubungan karakteristik ibu hamil berdarakan umur, paritas, dan jarak kehamilan dengan kejadian preeklampsia. Saran:(1)Perlu peningkatan pemahaman tentang kesehatan kehamilan dan khususnya tentang bahaya preeklampsia. (2)Tenaga kesehatan diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan bagi ibu hamil tentang preeklampsia. (3)Bagi penenliti selanjutnya perlu diadakan penelitian dengan variabel yang lebih luas. Kata kunci: Preeklampsia, Karakteristik Ibu Hamil 1

1

Yowanty Hadjiko, 841410162, Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG, Dr. Sunarto Kadir, Drs, M.Kes, Andi Mursyidah, S.Kep, Ns, M.Kes

Kehamilan adalah suatu proses alami yang terjadi dalam rahim wanita. Diawali dengan pertemuan sel telur dan sperma. Kemudian tumbuh dan berkembang organ demi organ lengkap dengan segala fungsi masing-masing, dan siap dilahirkan pada minggu ke-40. Kehamilan merupakan suatu hal yang menakjubkan. Namun, akan beresiko tinggi bila diiiringi dengan faktor-faktor penyulit. Yang salah satu contoh kehamilan beresiko adalah preeklampsia (Solihah, 2005). Preeklampsia ialah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Preeklampsia merupakan salah satu jenis penyakit yang perlu diwaspadai. Keadaan ini biasa membahayakan Ibu hamil, karena pada beberapa kasus preeklampsia dengan komplikasi merupakan penyebab utama kematian pada Ibu hamil (Lalega, 2013). Menurut Maryanti (2009) kematian Ibu adalah kematian pada Ibu yang terjadi pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas yang disebabkan oleh komplikasi/penyulit kehamilan. Penyebab kematian Ibu yaitu karena sebab obstetrik langsung (direct obstetric death) seperti eklampsia/preeklampsia, perdarahan, infeksi, emboli ketuban. Dan faktor yang mempengaruhi kematian Ibu yaitu faktor penderita, usia, paritas, reproduksi/komplikasi obstetrik, sosial ekonomi, pendidikan (Purnawaningsi, 2010). Data profil kesehatan provinsi Sulawesi Selatan tahun 2011 menyebutkan bahwa preeklampsia merupakan penyebab ke dua kematian Ibu di Sulawesi Selatan (dalam Nuryani, dkk, 2011). Pada penelitian yang dilakukan Hernawati (2011) di RSUD Kota Semarang angka kejadian Ibu hamil dengan preeklampsia sebesar 14 orang (24,6%) dari total kehamilan sebanyak 569 orang selama periode Desember 2009Februari 2010. Perkiraan jumlah kematian Ibu menurut penyebabnya di Indonesia tahun 2010 adalah perdarahan sebanyak 3.114 (27%), preeklampsia dan eklampsia sebanyak 2.653 (23%) dan infeksi sebanyak 1.268 (11%) (dalam Langelo dkk, 2012). Dari hasil penelitian Ika (2009) didapatkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya insiden preeklampsia pada Ibu hamil. Faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden preeklampsia antara lain molahidatidosa, nulipara, usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, janin lebih dari satu, multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus atau penyakit ginjal. Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan faktor lingkungan. Serupa dengan penelitian Asrianti yang dikutip oleh Nuryani dkk, (2011) umur ibu hamil <20 tahun atau >35 tahun berisiko 3,144 kali dan primigravida berisiko 2,147 kali mengalami preeklampsia. Begitu juga menurut penelitian yang dilakukan oleh Agudelo dan Belizan yang dikutip oleh Fibriana (2007), jarak kehamilan yang terlalu panjang dan terlalu dekat (<2 tahun dan ≥5 tahun) akan meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup atau jumlah anak yang dimiliki oleh seorang wanita. Faktor paritas memiliki pengaruh terhadap persalinan dikarenakan Ibu hamil memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan

selama masa kehamilannya terlebih pada Ibu yang pertama kali mengalami masa kehamilan (Langelo, 2012). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Merviell (2008) yang dikutip oleh Langelo (2012), menunjukkan bahwa paritas merupakan faktor risiko terhadap kejadian preeklampsia. Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Rozikhan (2007) menunjukkan bahwa paritas merupakan faktor risiko terhadap kejadian preeklampsia. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis dengan wawancara pada Ibu dengan riwayat preeklampsia di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe (2013) didapatkan Ibu dengan riwayat preeklampsia yang berumur <20 tahun dan lebih dari 35 tahun, dan didapatkan jarak kehamilan yang terlalu jauh atau terlalu dekat <2 tahun dan >5 tahun. Dan juga dari hasil wawancara didapatkan banyaknya jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang Ibu atau disebut dengan paritas dalam hal ini ibu yang mempunyai paritas 1 dan paritas >3. Berdasarkan Buku Laporan Ruang G1 Kebidanan di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo bahwa jumlah kasus preeklampsia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 jumlah Ibu hamil dengan kasus preeklampsia sebanyak 45 orang, dan pada tahun 2012 jumlah kasus preeklampsia sebanyak 27 orang, sedangkan pada periode tanggal 1 Januari-agustus 2013, didapatkan Ibu dengan riwayat preeklampsia sebanyak 39 orang. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo dengan formulasi judul ”Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Preeklampsia”. I. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Desain penelitian cross sectional merupakan suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor resiko (independen) dengan faktor efek (dependen), dimana melakukan observasi atau pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang sama. Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil yang datang berkunjung di RSUD Prof. Dr. H. Aloei saboe Kota Gorontalo. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik accidental sampling. Sampel pada penelitian ini berjumlah 33 orang. Instrument penelitian menggunakan kuesioner, analisis yang digunakan adalah Univariat dan Bivariat menggunakan Uji Chi-Square dengan Uji Alternatif Fisher Exact.

II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 2.1 HASIL PENELITIAN Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo 2014 Pendidikan Frekuensi % SD 12 36.4 SMP 11 33.3 SMA 6 18.2 D-III 3 9.1 S1 1 3.0 Total 33 100 Data Primer ; 2014 Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh bahwa distribusi responden terdapat pada jenjang pendidikan lebih banyak pada jenjang pendidikan SD yaitu sebanyak 12 responden (36.4%), dan pada jenjang pendidikan SMP yaitu sebanyak 11 responden (33.3%), kemudian pada jenjang pendidikan SMA yaitu sebanyak 6 responden (18.2%), responden pada jenjang pendidikan D-III sabanyak 3 orang (9.1%), sedangkan jenjang pendidikan yang terendah terdapat pada jenjang pendidikan S1 yaitu sebanyak 1 orang (3.0%). Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo 2014 Pekerjaan Frekuensi % PNS 4 12.1 IRT 29 87.9 Total 33 100 Data Primer ; 2014 Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh bahwa distribusi responden berdasarkan pekerjaan yang lebih banyak yaitu pada pekejaan IRT yaitu sebanyak 29 responden (87.9%) dan terendah pada pekerjaan PNS yaitu sebanyak 4 responden (12.1%). Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo 2014 Umur Frekuensi % <20 tahun 7 21.2 20-35 tahun 12 36.4 >35 tahun 14 42.4 Total 33 100 Data Primer ; 2014 Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh bahwa distribusi responden berdasarkan kelompok umur yang paling banyak yaitu pada umur >35 tahun sebanyak 14 responden (42.4%), dan umur 20-35 tahun sebanyak 12 responden (36.4%), sedangkan pada kelompok umur terkecil pada usia <21 tahun yaitu 7 responden (21.2%).

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Paritas Di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo 2014 Paritas Frekuensi % Paritas 1 7 21.2 Paritas 2-3 15 45.5 Paritas >3 11 33.3 Total 33 100 Data Primer ; 2014 Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh bahwa distribusi responden berdasarkan paritas yang lebih banyak yaitu terdapat pada paritas 2-3 sebanyak 15 responden (45.5%), dan paritas >3 sebanyak 11 responden (33.3%), serta paritas terkecil terdapat pada paritas 1 yaitu terdapat 7 responden (21.2%). Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Kehamilan Di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo 2014 Jarak Kehamilan Frekuensi % <2 tahun 6 18.2 2 tahun 7 21.2 >5 tahun 20 60.6 Total 33 100 Data Primer ; 2014 Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh bahwa distribusi responden berdasarkan jarak kehamilan yang paling banyak yaitu pada jarak kehamilan >5 tahun sebanyak 20 responden (60.6%), kemudian pada jarak kehamilan <2 tahun terdapat 6 responden (18.2%) dan 2-4 tahun terdapat 7 responden (21.2%). Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kejadian Preeklampsia Di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo 2014 Kejadian Preeklampsia Frekuensi % Preeklampsia 2 6.1 Riwayat Preeklampsia 31 93.9 Total 33 100 Data Primer ; 2014 Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh bahwa distribusi responden berdasarkan kejadian preeklamsia yang lebih banyak yaitu pada kejadian preeklampsia dengan kasus riwayat preeklampsia yaitu sebanyak 31 responden (93.9%), sedangkan pada kejadian preeklampsia dengan kasus preeklampsia yaitu sebanyak 2 responden (6.1%).

Tabel 4.7 Distribusi Hubungan Karakteristik Responden Dengan Kejadian Preeklampsia Berdasarkan Umur di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Kejadian Preeklampsia Umur

Preeklampsia N

%

N

%

P Value

Total

Riwayat Preeklampsia N

%

<20 tahun 2 6.1 5 15.1 7 21.2 0.040 20-35 tahun 0 0 12 36.4 12 36.4 >35 tahun 0 0 14 42.4 14 42.4 Total 2 6.1 31 93.9 33 100 Data Primer ; 2014 Dari Tabel 4.7 menunjukkan hasil analisis hubungan usia ibu hamil dengan kejadian preeklampsia. Dari tabel di atas diketahui bahwa dari usia ibu hamil dengan umur <20 tahun dengan kejadian preeklampsia terdapat 2 (6.1%) responden dan 5 (15.1%) responden, sedangkan umur 20-35 tahun terdapat 12 (36.4%) responden yang mengalami preeklampisia, serta umur >35 tahun terdapat 14 (42.4%) responden dengan kejadian preeklampsia. Hasil uji statistik dengan uji Fisher Exact didapatkan nilai P = 0.040 (P < 0,05). Secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara umur ibu dengan kejadian preeklampsia, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara karakteristik ibu hamil dengan kejadian preeklampsia berdasarkan umur. Tabel 4.8 Distribusi Hubungan Karakteristik Responden Dengan Kejadian Preeklampsia Berdasarkan Paritas di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Kejadian Preeklampsia P Riwayat Total Value Paritas Preeklampsia Preeklampsia N % N % N % Paritas 1 2 6.1 5 15.1 7 21.2 0.040 Paritas 2-3 0 0 15 45.5 15 45.5 Paritas >3 0 0 11 33.3 11 33.3 Total 2 6.1 31 93.9 33 100 Data Primer ; 2014 Dari Tabel 4.8 menunjukkan hasil analisis hubungan karakteristik responden dengan kejadian preeklampsia berdasarkan paritas. Dari tabel di atas diketahui bahwa dari paritas 1 dengan kejadian preeklampsia memiliki nilai yaitu 7 (21.2%) responden, dan untuk paritas 2-3 dengan kejadian preeklampsia terdapat 15 responden (45.5%), kemudian untuk paritas >3 dengan kejadian preeklampsia terdapat 11 responden (33.3%). Hasil uji statistik dengan uji Fisher Exact didapatkan nilai p = 0.040 (p < 0.05). Secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan

antara paritas dengan kejadian preeklampsia, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara karakteristik ibu hamil dengan kejadian preeklampsia berdasarkan paritas. Tabel 4.9

Distribusi Hubungan Karakteristik Responden Dengan Kejadian Preeklampsia Berdarakan Jarak Kehamilan di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Kejadian Preeklampsia P Total Jarak Riwayat Value Preeklampsia Kehamilan Preeklampsia N % N % N % <2 tahun 2 6.1 4 12.1 6 18.2 2 tahun 0 0 7 21.2 7 21.2 0.028 3-4 tahun 0 0 20 60.6 20 60.6 >5 tahun 0 0 31 93.9 33 100 Total 2 6.1 31 93.9 33 100 Data Primer : 2014 Dari Tabel 4.9 menunjukkan hasil analisis hubungan karakteristik resoonden dengan kejadian preeklampsia jarak kehamilan. Dari tabel di atas diketahui bahwa dari jarak kehamilan <2 tahun yang mengalami preeklampsia terdapat 6 responden (18.2%), dan untuk jarak kehamilan 2-4 tahun terdapat 7 responden (21.2%), serta untuk jarak kehamilan >5 tahun terdapat 20 responden (60.6%). Hasil uji statistik dengan uji Fisher Exact didapatkan nilai p = 0.028 (p < 0,05). Secara statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jarak kehamilan dengan kejadian preeklampsia, sehingga Ho diterima dan Ha ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan antara karakteristik ibu hamil dengan kejadian preeklampsia berdasarkan jarak kehamilan. 2.2 Pembahasan 2.2.1 Distribusi demografi responden Berdasarkan hasil penelitian data pada tabel 4.1 bahwa sebagian besar tingkat pendidikan ibu adalah dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 12 orang. Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan pengetahuan dan wawasan yang dimiliki individu. Menurut asumsi peneliti bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula pengetahuan seseorang. Tingkat pendidikan ibu mampu memberikan pengaruh terhadap terbentuknya pola pikir dan kemampuan ibu untuk menyerap informasi yang diperoleh sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang kehamilan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Andi (dalam Azzanie, 2013) menyatakan hubungan antara pendidikan dengan pengetahauan seseorang karena semakin tinggi pendidikannya semakin tinggi tingkat pengetahuanya dengan p value 0,002. Penelitian ini sesuai dengan pernyataan teori Moorman (2003) pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang

berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang. Berdasarkan data pada tabel 4.2 bahwa sebagian besar responden dengan pekerjaan IRT sebanyak 29 responden. Menurut asumsi peneliti bahwa pekerjaan sangat berpengaruh terhadap kehamilan ibu, hal ini disebabkan karena beban kerja ibu terlalu berat sehingga memberikan dampak kurang baik terhadap kehamilannya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rozikhan (2007), yang menyatakan bahwa ibu hamil yang bekerja ada hubungan dengan kejadian preeklampsia. Aktivitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot dan peredaran darah, begitu juga bila terjadi pada ibu hamil dimana peredaran darah seorang ibu hamil akan mengalami perubahan seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Hal ini akan berdampak pada kerja jantung yang semakin bertambah untuk memenuhi kebutuhan selama proses kehamilan. Ibu hamil masih tetap diperbolehkan untuk bekerja asalkan pekerjaan tersebut tidak melelahkan dan tidak terlalu berat. 2.2.2 Deskripsi karakteristik responden 2.2.2.1 Umur Berdasarkan hasil penenelitian pada tabel 4.3 bahwa peneliti mendapatkan data sebagian besar dari responden yang mengalami preeklampsia adalah umur >35 tahun yaitu sebanyak 14 orang. Menurut asumsi peneliti bahwa dari segi umur dengan rentang umur >35 tahun secara fisik bahwa rentang usia ini adalah umur yang tidak baik untuk hamil dan bersalin. Hal ini didukung oleh teori yang diungkapkan oleh Sarwono (dalam Asniar, 2011) menjelaskan bahwa usia ibu sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi. Hal ini sejalan dengan teori Nadesul (2001) bahwa kehamilan juga tidak boleh terjadi pada usia yang terlalu tua. Hamil setelah berumur 35 tahun juga tidak sehat. Alat kandungan sudah mulai lemah, dan ini dapat merugikan Ibu maupun anak yang dikandungnya. Dalam kurun waktu reproduksi sehat diketahui bahwa usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-35 tahun,dimana organ reproduksi sudah sempurna dalam menjalani fungsinya. 2.2.2.2 Paritas Berdasarkan hasil penenelitian pada tabel 4.4 bahwa peneliti mendapatkan data sebagian besar dari responden dengan paritas 2-3 sebanyak 15 orang. Menurut asumsi peneliti bahwa paritas 2-3 adalah paritas yang aman untuk hamil dan juga melahirkan karena mempunyai pengalaman yang banyak dalam hal kehamilan. Menurut Manuaba (dalam Fhairus, 2010) bahwa dari sudut kematian maternal, paritas dengan Paritas 2-3 aman untuk hamil dan bersalin. Hal ini didukung oleh penelitian Rasmini (2012) yang mengatakan dilihat dari segi pengalaman dalam melahirkan dapat diartikan bahwa ibu yang memiliki paritas atau jumlah anak yang lebih dari satu akan mempunyai banyak pengalaman tentang kehamilannya secara langsung.

2.2.2.3 Jarak kehamilan Berdasarkan hasil penenelitian pada tabel 4.5 bahwa peneliti mendapatkan data sebagian besar jarak kehamilan responden yaitu dengan jarak kehamilan >5 tahun sebanyak 20 orang. Menurut asumsi peneliti bahwa jarak kehamilan yang terlalu jauh berhubungan dengan bertambahnya usia ibu, sehingga fungsi organ reproduksi sudah mulai melemah. Hal ini sejalan dengan penelitian Kusumawati (2006) bahwa jarak kehamilan yang terlalu jauh berhubungan dengan bertambahnya umur ibu. Hal ini akan terjadi proses degeneratif melemahnya kekuatan fungsi-fungsi otot uterus dan otot panggul yang sangat berpengaruh pada proses kehamilan dan persalinan apabila terjadi kehamilan lagi. 2.2.3 Hubugan karakteristik Ibu hamil dengan kejadian preeklampsia 2.2.3.1 Hubugan karakteristik Ibu hamil dengan kejadian preeklampsia berdasarkan umur Berdasarkan hasil analisis pada karakterstik umur diketahui bahwa 21.2% responden dengan umur <20 tahun mengalami preeklampsia. Menurut asumsi peneliti hal ini disebabkan karena kehamilan diusia <20 tahun ibu belum cukup matang untuk menjalani proses kehamilan karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat menyebabkan kelainan saat hamil seperti preeklampsia. Hal ini didukung oleh penelitian Rasmini (2012) menunjukan bahwa ibu hamil dengan umur <20 tahun secara biologis belum optimal, emosinya labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap kesehatan selama kehamilannya. Hal ini sesuai dengan penelitian Harefa dan Sudarta Yabesman “Hubungan karakteristik ibu hamil dengan kejadian preeklampsia di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2003-2004” bahwa hasil uji statistik Chi square menunjukkan bahwa ada nilai probabilitas lebih kecil dari nilai α (0,011<0,05). Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan signifikan antara umur dengan kejadian preeklampsia dengan nilai odds ratio sebesar 2,94 artinya ibu hamil yang memiliki umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun memiliki resiko 2,94 kali dibandingkan ibu yang memiliki umur 20-35 tahun terhadap kejadian preeklampsia/eklampsia (dalam Gafur, 2012). Selanjutnya pada umur 20-35 tahun sebanyak 12 responden 36.4% yang mengalami kejadian preeklampsia. Menurut asumsi peneliti hal ini disebabkan karena ibu tersebut kurang mendapatkan informasi mengenai kehamilan yang sehat khususnya tentang preeklampsia. Dilihat dari segi kesehatan reproduksi rentang usia ini merupakan umur reproduksi sehat dimana ibu aman untuk hamil dan melahirkan. Seperti hasil penelitian Kurniasih (2011) dalam Rasmini (2012) usia 20-35 tahun merupakan usia reproduksi yang paling aman. Berdasarkan sudut pandang psikologis, rentang usia ini termasuk dalam usia dewasa awal dimana orang telah mempunyai kematangan emosional sehingga dapat berpengaruh dalam kemampuan berfikir dan mengambil keputusan. Hasil penelitian Pratiwi (2013) menunjukan bahwa kelompok umur yang paling banyak pada kelompok yang tidak berisiko (20-35 tahun) sebanyak 56 orang (76,5%), sedangkan kelompok yang berisiko (<20 atau >35 tahun) sebanyak 16 orang (23,5%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Santi (2002) (dalam Pratiwi

2013) di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sri Ratu Medan yang memperoleh proporsi ibu yang melahirkan bayi pada kelompok umur 20-35 tahun karena pada kelompok umur tersebut yang tergolong aman untuk melahirkan. Sedangkan pada umur >35 tahun sebanyak 42.4% responden mengalami preeklampsia. Menurut asumsi peneliti bahwa hal ini disebabkan karena pada usia ini ibu sudah beresiko untuk hamil yang dapat menyebabkan terjadinya preeklampsia, terkait dengan kemunduran fungsi alat kandungan dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa usia ini. Menurut Nadesul (2001) bahwa hamil setelah berumur 35 tahun juga tidak sehat. Alat kandungan sudah mulai lemah, dan ini dapat merugikan Ibu maupun anak yang dikandungnya. Menurut BKKBN (2007) yang dimaksud dengan terlalu tua adalah hamil diatas usia 35 tahun kondisi kesehatan ibu dan fungsi berbagai organ dan sistem tubuh diantaranya otot, syaraf, endokrin, dan reproduksi mulai menurun (dalam Asniar, 2014). Hal ini serupa dengan pendapat Mc Cathy yang dikutip oleh Madhona bahwa ibu pada umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun memiliki resiko untuk tejadinya komplikasi persalinan seperti preeklampsia, eklampsia, dan perdarahan (dalam Gafur, 2012). Beberapa hasil penelitian terdahulu mendukung hasil penelitian ini, yang menyatakan umur ibu hamil berhubungan dan merupakan salah satu faktor risiko terhadap kejadian preeklampsia. Diantaranya, hasil studi penelitian yang dilakukan oleh Yusniar (2001) di Makassar menyebutkan bahwa umur <20 tahun atau >30 tahun memiliki berisiko 2,779 kali menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Hasil penelitian yang sama yang dilakukan oleh Asrianti (2009) menyimpulkan bahwa umur ibu hamil <20 tahun dan >35 tahun berisiko 3,144 kali mengalami preeklampsia, serta hasil penelitian Salim (2005) menyebutkan usia ibu hamil < 20 tahun atau ≥ 35 tahun berisiko 3,615 kali lebih besar untuk mengalami preeklampsia Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan oleh peneliti dengan Uji Fisher Exact dengan hasil semua dengan nilai P= 0.040 <0.005. Maka secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik umur dengan kejadian preeklampsia, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. 2.2.3.2 Hubugan karakteristik Ibu hamil dengan kejadian preeklampsia berdasarkan paritas Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.4 karakteristik ibu berdasarkan paritas pada penelitian ini, diketahui sebagian besar dengan jumlah 45.5% responden dengan paritas 2-3 yang mengalami riwayat preeklampsia. Menurut asumsi peneliti bahwa paritas 2 dan 3 aman untuk hamil dan bersalin, dalam hal ini terjadinya preeklampsia pada paritas 2 dan 3 disebabkan karena faktor ibu tentang ketidaktahuan pengaturan kelahiran seperti jarak kehamilan yang jauh dan dekat serta faktor kesehatan ibu. Hal ini sejalan dengan teori Manuaba (1998) paritas yang aman untuk tidak terjadinya komplikasi pada saat persalinan yaitu dengan jumlah melahirkan 2 dan 3 kali (dalam Fhairus, 2010).

Selanjutnya pada paritas 1 terdapat 21.2% responden mengalami preeklampsia. Menurut asumsi peneliti hal ini disebabkan karena ibu dengan primipara (wanita yang melahirkan bayi hidup) pertama kali karena pengalaman melahirkan yang belum pernah dan juga ibu dengan paritas 1 adalah paritas yang tidak aman untuk ibu. Menurut Prawirohardjo (2005) bahwa paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan Depkes (2005) bahwa paritas atau frekuensi ibu melahirkan anak sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan anak, karena kemungkinan terjadinya kesakitan dan kematian maternal, pada ibu yang baru untuk pertama kalinya hamil agak lebih tinggi dari pada ibu-ibu yang sudah mempunyai anak dua atau tiga (dalam Rara, 2013). Hal ini didukung dengan penelitian Rasmini (2012) paritas ibu telah memberikan pengalaman pada ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. Pengalaman akan membuat ibu lebih memahami pentingnya melakukan pemeriksan kehamilan sehingga dapat mendeteksi sedini mungkin penyakit yang dialami ibu. Hal ini juga didukung oleh teori yang diungkapkan oleh Notoadmodjo, 2010 (dalam Rasmini, 2012) yang menyebutkan dalam pengambilan keputusan tergantung pada pengalaman termasuk pengalaman hamil. Selanjutnya pada paritas >3 terdapat sebanyak 33.3% responden. Menurut asumsi peneliti ibu yang melahirkan >3 kali atau lebih disebabkan karena kekondoran pada dinding rahim atau dinding perut ibu sehingga menimbulkan banyak resiko terhadap kehamilan. Hal ini menunjukan bahwa paritas berpeluang terjadinya preeklampsia. Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling aman. Pada The New England Journal of Medicinetercatat bahwa pada kehamilan pertama risiko terjadi preeklampsia 3,9%, kehamilan kedua 1,7%, dan kehamilan ketiga 1,8% (dalam Rozikhan, 2007). Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan dengan Uji Fisher Exact dengan hasil semua dengan nilai P= 0.040 <0.005. Maka secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik responden dengan kejadian preeklampsia berdasarkan paritas di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 2.2.3.3 Hubugan karakteristik Ibu hamil dengan kejadian preeklampsia berdasarkan jarak kehamilan Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5 karakteristik ibu berdasarkan jarak kehamilan diketahui bahwa sebagian responden dengan jarak <2 tahun sebesar 18.2% responden yang mengalami kejadian preeklampsia. Dan jarak kehamilan 2-4 tahun memiliki nilai yaitu 21.2% responden. Selanjutnya untuk jarak kehamilan dengan jarak >5 tahun terdapat 60.6% responden dengan kejadian preeklampsia. Pada penelitian ini, hasil analisis menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik responden berdasarkan jarak kehamilan dengan kejadian preeklampsia. Menurut asumsi peneliti bahwa jarak kehamilan <2 tahun, hal ini akan berdampak negatif terhadap ibu dan bayi. Hal ini disebabkan karena jarak

kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu tidak sempat memulihkan kesehatannya yaitu mengembalikan fungsi organ reproduksi kebentuk normal. Menurut Kramer dalam Pratiwi (2013) menjelaskan bahwa jarak antara kedua kelahiran yang pendek dapat menghasilkan kehamilan yang kurang menguntungkan. Serupa dengan penelitian Kusumawati (2006) seorang wanita yang hamil dan melahirkan kembali dengan jarak yang pendek dari kehamilan sebelumnya, akan memberikan dampak yang buruk terhadap kondisi kesehatan ibu dan bayi. Hal ini disebabkan, karena bentuk dan fungsi organ reproduksi belum kembali dengan sempurna. Sehingga fungsinya akan terganggu apabila terjadi kehamilan dan persalinan kembali. Begitu juga dari hasil penelitian Rozikhan (2007) dapat disimpulkan bahwa ibu dengan jarak kehamilan yang dekat atau kurang dari 24 bulan mempunyai risiko terjadi preeklampsia berat yaitu 0,92 kali dibandingkan dengan seorang ibu dengan jarak kehamilan 24 bulan atau lebih. Menurut Handayani (2008) untuk kesehatan ibu telah dibuktikan bahwa makin kecil atau pendek jarak waktu antara kelahiran anak, makin banyak dan tinggi komplikasi kesakitan dan kematian yang timbul bagi ibu dan anak (dalam Pratiwi, 2013). Menurut asumsi peneliti untuk jarak kehamilan dengan jarak 2 tahun adalah jarak kehamilan yang baik, karena jarak kehamilan 2 tahun fungsi organ reproduksi sudah kembali normal. Terjadinya kejadian preeklampsia pada jarak kehamilan 2 tahun karena faktor ketidaktahuan ibu tentang pengaturan kelahiran yang baik. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fibriana (2005), jarak antara kehamilan yang disarankan pada umumnya adalah paling sedikit dua tahun (dalam Nuryani, dkk, 2011). Menurut asumsi peneliti bahwa jarak kehamilan >5 tahun adalah jarak kehamilan yang terlalu jauh berhubungan dengan bertambahnya usia ibu, sehingga fungsi organ reproduksi sudah mulai melemah. Hal ini sejalan dengan penelitian Kusumawati (2006) bahwa jarak kehamilan yang terlalu jauh berhubungan dengan bertambahnya umur ibu. Hal ini akan terjadi proses degeneratif melemahnya kekuatan fungsi-fungsi otot uterus dan otot panggul yang sangat berpengaruh pada proses kehamilan dan persalinan apabila terjadi kehamilan lagi. Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan Uji Fisher Exact dengan hasil semua dengan nilai P Value= 0.028 <0.005. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik responden dengan kejadian preeklampsia berdasarkan jarak kehamilan di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

2.3 Keterbatasan Penelitian Setiap peneliti tidak akan terlepas dari kemungkinan adanya keterbatasan yang dapat mempengaruhi kualitas hasil penelitian. Adapun keterbatasan penelitian antara lain: 2.3.1 Jumlah responden Jumlah responden dalam penelitian ini yaitu seluruh ibu hamil yang dirawat di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, yaitu sebanyak 33 responden. 2.3.2 Peneliti pemula Peneliti belum berpengalaman, karena peneliti baru pertama kali melakukan penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini. III. PENUTUP 3.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo didapatkan bahwa hubungan karakteristik ibu hamil dengan kejadian preeklampsia yaitu dapat disimpulkan bahwa: 1. Karakteristik ibu hamil RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo  Karakteristik ibu hamil berdasarkan umur adalah kelompok umur yang paling banyak yaitu pada umur >35 tahun sebanyak 14 responden (42.4%), sedangkan pada kelompok umur terkecil pada usia <21 tahun yaitu 7 responden (21.2%).  Karakteristik ibu hamil berdasarkan paritas adalah paritas yang lebih banyak yaitu pada paritas 2-3 sebanyak 15 responden (45.5%), dan pada paritas >3 sebanyak 11 orang (33.3%), sedangkan pada paritas terkecil terdapat pada kelahiran 1 yaitu 7 responden (21.2%).  Karakteristik ibu hamil berdasarkan jarak kehamilan di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo adalah jarak kehamilan yang paling banyak yaitu pada jarak kehamilan >2 tahun sebanyak 14 responden (42.4%), kemudian pada jarak kehamilan 2 tahun dan 3-4 tahun sebanyak 7 responden (21.2%), serta pada jarak kehamilan yang terendah terdapat pada jarak kehamilan >5 tahun yaitu sebanyak 5 responden. 2. Terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan karakteristik ibu hamil (umur) dengan kejadian preeklampsia yaitu dari hasil uji statistik dengan uji Fisher Exact didapatkan nilai P = 0.040 (P < 0,05). Secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara umur ibu dengan kejadian preeklampsia, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. 3. Terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan karakteristik ibu hamil (paritas) dengan kejadian preeklampsia yaitu dari hasil uji statistik dengan uji Fisher Exact didapatkan nilai p = 0.040 (P < 0,05). Secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara paritas dengan kejadian preeklampsia, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. 4. Terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan karakteristik ibu hamil (Jarak Kehamilan) dengan kejadian preeklampsia yaitu dari hasil uji statistik dengan uji Fisher Exact didapatkan nilai p = 0.028 (P < 0,05). Secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara jarak kehamilan dengan kejadian preeklampsia.

3.2 1.

2.

3.

Saran Adapun saran dalam penelitian ini adalah: Bagi masyarakat/ibu hamil Perlu peningkatan pemahaman tentang kesehatan kehamilan dan khususnya tentang bahaya preeklampsia, agar dapat mendeteksi secara dini apabila ibu mengalami preeklampsia serta dapat segera mendapatkan penanganan. Bagi tenaga kesehatan Tenaga kesehatan diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan bagi ibu hami tentang preeklampsia, melakukan deteksi dini melalui pemeriksaan USG pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu pada ibu hamil dengan memberi upaya preventif terhadap faktor risiko preeklampsia seperti penyuluhan untuk tidak memiliki anak lebih dari dua atau hindari hamil diusia <20 tahun atau >35 tahun dan juga hindari untuk hamil dengan jarak kehamilan yang terlalu dekat atau jauh (>2 tahun dan <5 tahun). Bagi peneliti Bagi penenliti selanjutnya perlu diadakan penelitian dengan variabel yang lebih luas, sehingga diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih bervariasi mengenai preeklampsia.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2010. Prosedur Peneletian. Edisi Revisi 2010. Jakarta: PT Rineka Cipta. Asniar. 2011. Gambaran Karakteristik Ibu Hamil Dengan Preklampsia Di Rumah Sakit Umum Nene Mallomosidenreng Rappang Tahun 2011. (http://asni4r.blogspot.com/2013/08/kti-pre-eklampsia.html, diakses pada tanggal 1 juni 2014). Benson, Ralph. C & Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Edisi 9. Jakarta: EGC Fhairus, Andi Gusthi, Dwi Panghestu. 2010. Hubungan pendidikan dan paritas ibu dengan terjadinya BBLR di RSUD Datu Sanggul Rantau tahun 2010. (http://perpustakaanhb.files.wordpress.com,diakses pada 9 Desember 2013). Gafur, Abdul Z. 2012. Hubungan Antara Primigravida dengan Preeklampsia. (http://jurnal.med.unismuh.ac.id , diakses pada 9 Desember 2013) Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisi Data. Jakarta: Salemba Medika. Huliana, Mellyna. 2001. Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Jakarta: Puspa Swara.

Ika, Kun N.R. 2009. Hubungan antara preeklamsia dengan bayi berat lahir rendah (bblr). (http://lp3msht.files.wordpress.com, diakses pada tanggal 29 Desember 2013) Kusumawati, Yuli. 2006. Faktor-faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Persalinan dengan Tindakan. (http://eprints.undip.ac.id/15334, diakses pada tanggal 29 Desember 2013). Lalega, Zerina. 2013. Menghadapi Kehamilan Beresiko Tinggi.Yogyakarta: Abata Press. Langelo, Wahyuny, A. Arsunan Arsin, Syamsiar Russeng. 2012. Faktor risiko kejadian preeklampsia di rskd ibu dan anak siti fatimah makassar tahun 2011-2012. (http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/c68ca1a8ffc79c60198732bca55722cf.p df, diakses tanggal 29 desember). Lestari. 2001. Tanaman Obat untuk Masa Kehamilan & Pasca-Melahirkan. Jakarta: Agromedia Pustaka. Leveno, Kenneth J, et al. 2009. Obstetri Williams: Panduan Ringkas, Ed. 21. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif, dkk . 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius. Manuaba, Ida Ayu Chandranita, SpOG, dkk. 2008. Buku Ajar Patologi Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC Maryanti, Dwi dan Majestika Septikasari. 2009. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Teori dan Praktikum. Yogyakarta: Nuha Medika. Maulana, Mirza. 2009. Tanya-Jawab Lengkap dan Praktis Seputar Reproduksi, Kehamilan, dan Merawat Anak.Yogyakarta: Tunas Publishing. Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika. Nadesul, Handrawan. 2001. Cara Sehat Selama Hamil. Jakarta: Puspa Swara. Nuryani, dkk. 2011. Hubungan Pola Makan, Sosial Ekonomi, Antenatal Care Dan Karakteristik Ibu Hamil Dengan Kasus Preeklampsia Di Kota Makassar. (http://journal.unhas.ac.id, diakses pada 7 Desember 2013). Oxorn, Harry & William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi Dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika (YEM).

Purwaningsih Wahyu, Siti Fatmawati. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika. Rasmini Ni Wayan Ari, 2012. Gambaran Karakteristik Ibu Hamil yang Melakukan Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care) di BPM Y. Sri Subiyarti Pakem Sleman Yogyakarta. (https://www.google.com/#q=jurnal+preeklampsia+Ni+wayan+ari+rasmini. +pdf, diakses pada 11 Desember 2013). Rara, Dieta. 2013. (http://midwivery2./2013/10/persalinan-prematur.html, diakses pada tanggal 11 Desember 2013) Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodelogi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Rozikhan. 2007. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah Sakit dr. H. Soewondo Kendal. Jurnal Ilmiah Universitas Diponegoro Semarang (http://eprints.undip.ac.id, diakses pada tanggal 9 Desember 2013). Saifudin, Abdul Bari, dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Edisi 1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Setiadi. 2013. Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan.Yogyakarta: Graha Ilmu. Simkin, Penny, Janet Whalley, Ann Keppler. 2010. Panduan Lengkap Kehamilan, Melahirkan, & Bayi (Edisi Revisi). Jakarta: Arcan. Solihah, Lutfiatus. 2005. Rahasia Hamil Sehat. Yogyakarta: Diva Press. Varney, Helen, Jan M. Kriebs, Carolyn L. Gegor. 2001. Buku Saku Bidan. Jakarta: EGC