ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN

Kata Kunci: asuhan keperawatan, fraktur, latihan ROM. 1. ... Karya Tulis Ilmiah ( KTI) yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan ...... Plat dan sek...

157 downloads 1028 Views 6MB Size
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI PADA NN. M DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDIRMAN KEBUMEN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komperehensif Jenjang Pendidikan Diploma III Ahli Madya Keperawatan

Disusun Oleh : Ika Erwiana A01301765

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN 2016

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Laporan Hasil Ujian Komprehensif dengan judur "Astilran Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Motrilisasi pada

Nn. M di Ruang Teratai RSUD Dr.

Soedirman Kebumen"

yang disusun oleh: :Ika EIwiana

telah Diterima dan Diserujui oleh Pembimbing Ujian Akhr Gombong pada:

薇 ■ Ё ■ iヽ ●〓 ■r ■一 ■ 一 一 .一

Pembimbing

(Illllawtt Andri Nu『 oho,S Kepっ Ns.,M.Kep)

¨■

ASUⅡ AN KEPERAⅥ :ATAN PEⅣ IENUHAN KEBI「 TUHAN

Ⅳ10BILISASI

PADA NN._■ I DI RI ANG TERATAI RIIⅣ lAH SAKIT UⅣlUⅣI

DAERAH DRoSOEDI]□ νlAN KEBUⅣ IEN Yang di persiapkan dan disusun cleh

Ika Erwiana

ξ

Susunan Dewan Penguji 拶

つん

gi, S.Kep.Ns, M.Sc)

Program Studi DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong KTI, Agustus 2016 Ika Erwiana1, Irmawan Andri Nugroho2 ABSTRAK ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI PADA NN. M DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDIRMAN KEBUMEN Latar belakang: Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang baik parsial maupun total. Pada kondisi tersebut, terjadi perubahan jaringan sekitar menjadi pergeseran fragmen tulang yang mengakibatkan gangguan fungsi pada otot dan sendi sehingga muncul masalah hambatan mobilitas fisik. Salah satu tindakan untuk mengatasi kondisi tersebut yaitu latihan ROM. Tujuan: Untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan masalah pemenuhan kebutuhan mobilisasi pada klien dengan masalah hambatan mobilitas fisik khususnya pada pasien Fraktur Femur dengan ORIF. Asuhan Keperawatan: Saat pengkajian penulis mendapatkan data klien mengatakan paha kiri terasa kaku, klien kesulitan dalam bergerak, tampak balutan luka operasi 40 cm di paha kiri. Hasil pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas atas kanan dan kiri 5, kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 5 dan kiri 2. Masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal dan menyusun rencana keperawatan kaji kekuatan otot, latih ROM, bantu pemenuhan ADL , edukasi keluarga tentang mobilisasi. Implementasi dilakukan selama 3x24 jam dengan hasil evaluasi masalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal teratasi sebagian. Analisis Tindakan: Tindakan keperawatan yang direkomendasikan untuk menangani hambatan mobilitas fisik adalah latihan ROM.

Kata Kunci: asuhan keperawatan, fraktur, latihan ROM 1. Mahasiswa DIII Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong. 2. Dosen DIII Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.

iv

Nursing Studies Program DIII Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong Nursing Care Report, August2016 Ika Erwiana¹, Irmawan Andri Nugroho²

ABSTRACT THE NURSING OF FUILFELLING NEED FOR MOBILIZATION TO Ms. M IN TERATAI WARD DR. SOEDIRMAN OF HOSPITAL KEBUMEN Background: Fracture is the breakdown of bone on tissue continuity either partial or total. In these conditions, changes in the tissue surrounding the bone fragments into the shift resulting in impaired function of the muscles and joint so that it appears the bottleneck problem of physical mobility. One of the measures for dealing with the condition that the exercise ROM. Objective: To provide an overview of nursing care of fulfillment mobilization problems in clients with physical mobility problems barriers, especially in patients with post ORIF femur fractures. Nursing Care: Current assessment say the authors obtain client data left thigh cramp difficulty in moving the client, it appears the operation wound dressing 40 cm on the left thigh. The results of the examination of the upper limb muscle strength of the right and left 5, right lower limb muscle strength left 5 and 2. Problems of nursing physical mobility constraints associated with musculoskeletal disorders and to plan nursing assess muscle strength, train ROM, ADL compliance aids, educating families about mobilization. Implementation is done for 3x24 hours with the results of the evaluation of physical mobility barriers problems associated with musculoskeletal disorders partially resolved. Analysis Actions: Actions of nursing recommended to overcome the barriers of physical mobility is a ROM exercises.

Keyword: exercise ROM , mobility, nursing care

1. University Student Diploma III of Nursing, Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong 2. Lecturer Diploma III of Nursing, Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi pada Nn. M di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedirman Kebumen”. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada yang terhormat: 1. Bapak M. Madkhan Anis, S.Kep., Ns selaku ketua STIKes Muhammadiyah Gombong yang memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan. 2. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Soedirman Kebumen yang telah memberikan ijin tempat untuk melaksanakan ujian komprehensif. 3. Bapak Sawiji, S.Kep., Ns., M.Sc selaku ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu kesehatan di STIKes Muhammadiyah Gombong. 4. Kepala dan seluruh staf bangsal Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Soedirman Kebumen, yang telah membimbing dan membantu dalam proses ujian komprehensif. 5. Pasien dan keluarga Nn.M yang bersedia bekerja sama dengan senang hati menjadi pasien kelolaan dan bahan Ujian Komperehensif untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah ini. 6. Bapak Bambang Utoyo, M.Kep selaku dosen penguji sidang Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan masukan dan kritikan dalam menyelesaikan penyempurnaan Karya Tulis Imiah.

vi

7. Ibu Ike Mardiati Agustin, M.Kep.Ns.Sp.J selaku dosen penguji sidang Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan masukan saran dan kritikan agar pembuatan Karya Tulis Ilmah lebih baik. 8. Bapak Irmawan Andri, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan- masukan, inspirasi, perasaan

nyaman

dalam

membimbing

serta

memfasilitasi

demi

terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini. 9. Segenap dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong yang telah membimbing dan memberikan materi selama belajar di STIKes Muhammadiyah Gombong. 10. Keluarga besarku tercinta, terutama Ibu, Bapak, Kakak, Teman Dekat, dan Saudara yang telah memberikan dukungan moril maupun materil serta motivasi untuk dapat menyelesaikan kuliah dengan baik. 11. Teman- teman seperjuangan dan sahabatku tercinta yang telah memberikan semangat, bantuan tenaga, pikiran dan perhatian, sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 12. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah memberikan saran dan bantuannya, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Saya menyadari bahwa penyusunan dan pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi bentuk maupun isinya. Oleh karna itu, saya sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Harapan saya semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Gombong, 09 Agustus 2016 Penulis

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................ii HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ..........................................iii ABSTRACT ........................................................................................................iv ABSTRAK ..........................................................................................................v KATA PENGANTAR ........................................................................................vi DAFTAR ISI .......................................................................................................viii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang....................................................................................1 B. Tujuan .................................................................................................5 C. Manfaat ...............................................................................................5 BAB II KONSEP DASAR A. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi..............................7 1. Definisi ........................................................................................7 2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Mobilisasi .............................8 3. Tujuan Mobilisasi ........................................................................9 4. Macam-macam Mobilisasi ..........................................................9 B. Konsep Gangguan Mobilisasi: Hambatan Mobilitas Fisik pada Pasien Post Operasi ORIF ..............................................................................10 1. Definisi ........................................................................................10 2. Tahap-Tahap Mobilisasi pada Pasien Pasca Operasi ..................10 3. Fisiologi Penyembuhan Tulang ...................................................11 C. Manajemen Hambatan Mobilitas Fisik ..............................................12 1. Pengkajian Mobilisasi .................................................................12 2. Pengaturan Posisi Tubuh Sesuai Kebutuhan Pasien ....................13 3. Latihan Gerak ..............................................................................14 D. Managemen Hambatan Mobilitas Fisik: Rentang Gerak Sendi (ROM) 1. Definisi .........................................................................................16 2. Indikasi Latihan Rentang Gerak Sendi (ROM) ............................16 3. Manfaat ROM ...............................................................................17 4. Macam-Macam ROM ...................................................................17 5. Prinsip Latihan ROM ...................................................................18 6. Standar Operasional Prosedur ROM ............................................18 E. Keefektifan Terapi Gerak Sendi (ROM) Sebagai Intervensi Mengatasi Hambatan Mobilitas Fisik ....................................................................20

viii

BAB III RESUME KEPERAWATAN A. Pengkajian ..........................................................................................23 B. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan ..........................................26 C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi ...............................................27 BAB IV PEMBAHASAN A. Diagnosa Keperawatan .......................................................................34 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik .......................35 2. Hambatan mobilitas fisik ..............................................................37 3. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif ..................39 B. Proses Keperawatan .............................................................................40 C. Analisis Tindakan Latihan Gerak Sendi (ROM) pada Pasien Post ORIF Fraktur Femur ......................................................................................51 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .........................................................................................56 B. Saran ...................................................................................................57 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Laporan Pendahuluan Lampiran 2. Asuhan Keperawatan Lampiran 3. Jurnal Keperawatan Indonesia 1 Lampiran 4. Jurnal Keperawatan Indonesia 2 Lampiran 5. Jurnal Keperawatan Indonesia 3 Lampiran 6. Jurnal Keperawatan Luar Negeri Lampiran 7. Lembar Konsul Pembimbing

x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Sebagian besar mahluk hidup di dunia ini membutuhkan gerak untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Terutama pada manusia, kebutuhan mobilisasi atau pergerakan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat penting dan selalu disarankan serta diinginkan oleh masing-masing individu. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas, teratur, dan tanpa hambatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi berguna untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit terutama pada penyakit degeneratif ataupun untuk aktualisasi (Mubarak dan Nurul, 2007). Mobilisasi juga diperlukan untuk mengatur sirkulasi, membuat nafas dalam dan menstimulasi kembali fungsi saraf agar bisa menggerakan kembali bagian yang mengalami kelemahan (Perry & Potter, 2006). Faktor yang sering mempengaruhi mobilisasi menurut Kozier (2010), antara lain proses penyakit, trauma, kebudayaan, tingkat energi, usia, dan status perkembangan. Faktor penghambat mobilisasi paling mendominasi ialah karena trauma, bisa trauma langsung, trauma tidak langsung, dan trauma ringan. Trauma langsung misalnya, benturan pada tulang, biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dan langsung terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, seperti terpleset di kamar mandi. Trauma ringan yaitu keadaan yang dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh atau underlying deases atau fraktur patologis (Sjamsuhidayat dan Wim de Jong, 2010). Yang paling umum terjadi trauma karena kecelakaan lalu lintas. Kejadian tersebut didukung oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang mencatat di

2

tahun 2011 terdapat lebih dari 7 juta orang mengalami masalah fraktur dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan penyebab yang berbeda. Pada 45.987 peristiwa terjatuh, terjadi fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalulintas, terjadi fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%). Sedangkan pada 14.127 kasus trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%). Di Sulawesi Utara khususnya di Irina A BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado jumlah pasien fraktur pada bulan Januari sampai bulan Mei 2011 sebanyak 97 orang. Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total maupun parsial akibat ruda paksa (Perry & Potter, 2006). Fraktur ada dua macam, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup yaitu fraktur yang tidak ditemukan adanya kerusakan jaringan kulit luar. Sedangkan fraktur terbuka adalah fraktur yang mengalami kerusakan jaringan luar dan tulang di dalamnya (Perry & Potter, 2006). Fraktur saat ini merupakan penyakit muskulosekeletal yang telah banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan, WHO (World Health Organization) telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi “Dekade Tulang dan Persendian”. Fraktur ektremitas bawah memiliki insiden yang cukup tinggi terutama batang femur 1/3 tengah, insiden fraktur femur sebesar 1-2 kejadian pada 10.000 jiwa penduduk setiap tahun (Kozier, 2010). Terdapat kasus di ruang Orthopaedi rumah sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dari data 10 besar fraktur, fraktur femur menempati urutan teratas dengan rata-rata 13 kasus perbulan pada tahun 2005. Sedangkan pada bulan Juni 2006 terdapat 14 kasus fraktur femur dari jumlah 65 kasus fraktur yang dirawat (21,53%). Mereka berasal dari wilayah sekitar Banyumas dengan tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan yang berbeda (Lukman, 2009).

3

Diantara pasien fraktur terdapat 300 ribu orang menderita kecatatan yang bersifat menetap sebesar 1% sedangkan 30% mengalami kecacatan yang bersifat sementara (WHO, 2008). Penanganan fraktur dibagi melalui dua metode, yaitu metode konservatif dan metode operatif. Pada penanganan denga metode konservatif diantaranya dengan pemasangan gips dan traksi. Penanganan dengan metode operatif yang paling sering dilakukan yaitu dengan cara membuka jaringan setempat yang mengalami perpatahan dengan disertai penggunaan internal fiksasi (Muttaqin, 2008). Berdasarkan data medical record dari RSUD Gambiran Kediri menunjukkan total pasien yang mengalami fraktur ekstremitas bawah tahun 2010 sebanyak 323 pasien, khusus dari Ruang Bedah 267 pasien dan pasien yang menjalani ORIF 209 pasien (78,28%). Sedangkan dari hasil studi pendahuluan di Ruang Bedah RSUD Gambiran Kediri pada bulan Juli 2011 sampai dengan bulan September 2011 ada 36 pasien fraktur

ekstremitas

bawah yang menjalani ORIF. Pada pasien post ORIF sering terjadi komplikasi diantaranya, mengalami nyeri, bengkak, kesemutan, penurunan kekuatan otot, kontraktur (Werner, 2009). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 18 Oktober 2012 sampai dengan 27 Oktober 2012 di Ruang Rawat Inap Trauma Centre, dari 20 orang pasien dengan fraktur femur terpasang fiksasi interna didapatkan 16 orang klien mengalami gangguan fleksibilitas sendi lutut dengan fleksi kurang dari 70º. Sedangkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Ortopedi di Ruang Parang Seling 99% pasien mengalami penurunan kekuatan otot. Komplikasi tersebut terjadi dikarenakan pasien tidak mau atau kurang melakukan mobilisasi ditambah peranan perawat yang masih kurang. Menurut Studi Pendahuluan di Rumah Sakit Gambiran Kediri, perawat di Ruang Bedah hanya sekedar menganjurkan pasien untuk melakukan mobilisasi dengan menggerak-gerakan anggota badan yang di operasi. Akan tetapi karena ketidaktahuan pasien akan pentingnya mobilisasi, pasien justru takut melakukan mobilisasi sehingga berdampak pada banyaknya keluhan

4

yang muncul. Kebanyakan pasien menganggap jika terlalu banyak gerak tidak akan sembuh, sehingga peredaran darah tidak lancar dan akhirnya berdampak pada proses penyembuhan luka (vaskularisasi, inflamasi, proliferasi, dan granulasi) menjadi tidak dapat berlangsung maksimal (Perry & Potter, 2006). Melihat fenomena tersebut, perawat memiliki peranan penting yang sangat dibutuhkan oleh pasien-pasien fraktur salah satunya pasien pasca ORIF dalam program rehabilitasi mobilisasi untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih parah. Burnwell, telah melakukan penelitian pada 127 orang pasien fraktur femur yang di tatalaksana dengan ORIF dan di lakukan rehabiltasi berupa terapi mobilisasi dini. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah bahwa risiko kekakuan sendi semakin kurang apabila pasien melakukan mobilisasi dini pasca ORIF (Muttaqin, 2008). Untuk mengatasi permasalahan diatas, upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi pasca ORIF yang lebih berat diperlukan intervensi mobilisasi dini berupa latihan rentang gerak. Latihan rentang gerak (ROM) adalah pergerakan maksimal yang mungkin bisa dilakukan oleh sendi tersebut (Kozier dkk, 2010). Latihan rentang gerak bisa dilakukan oleh pasien itu sendiri (gerak aktif) atau gerak dengan dibantu oleh perawat (gerak pasif). Latihan rentang gerak, baik pasif maupun aktif sedikitnya 2 kali sehari dapat meningkatkan kekuatan otot (Craven & Hiller, 2009). Latihan dalam batas terapeutik diantaranya latihan aktif meliputi menarik pegangan di atas tempat tidur, miring kanan dan kiri, fleksi dan ekstensi kaki. Pada latihan rentang gerak aktif perawat berperan sebagai motivator dan membimbing pasien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi yang normal. Untuk latihan rentang gerak pasif dilakukan dengan bantuan perawat pada setiap gerakan-gerakan karena biasanya diberikan pada pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak secara mandiri, pasien tirah baring total. Sendi yang digerakkan pada rentang gerak pasif adalah persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan pasien tidak

5

mampu melakukannya secara mandiri, misalnya perawat mengangkat dan menggerakan kaki pasien dengan rotasi tertentu (Muttaqin, 2008). Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan pengelolaan kasus fraktur femur dengan menerapkan intervensi terapeutik latihan rentang gerak (ROM) aktif dan pasif sebagai bentuk aplikasi keperawatan yang kemudian dituangkan pada sebuah karya tulis ilmiah berjudul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi Pada Nn. M di Ruang Teratai RS Dr. Soedirman Kebumen”.

B. Tujuan Tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ada dua macam, yaitu : 1. Tujuan Umum Memberikan gambaran hasil asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan mobilisasi. 2. Tujuan khusus a. Memaparkan hasil pengkajian pada klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan mobilisasi. b. Memaparkan diagnosa keperawatan

pada klien dengan gangguan

pemenuhan kebutuhan mobilisasi. c. Memaparkan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan mobilisasi. d. Memaparkan implementasi tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan pemenuhan mobilisasi. e. Memaparkan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan mobilisasi.

C. Manfaat 1. Manfaat Keilmuan Menambah ilmu dan wawasan bagi penulis dalam menerapkan konsep- konsep asuhan keperawatan khususnya asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pemenuhan mobilisasi.

6

2. Manfaat Aplikatif a. Manfaat untuk rumah sakit Agar dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi guna meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada klien dengan pemenuhan kebutuhan mobilisasi dengan intervensi latihan ROM di RSUD Dr. Soedirman Kebumen. b. Manfaat bagi institusi pendidikan Sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan dan dokumentasi agar dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran berupa karya tulis ilmiah. c. Manfaat bagi pembaca Sebagai salah satu media belajar dalam menyusun suatu karya tulis ilmiah khususnya asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pemenuhan mobilisasi. d. Manfaat bagi penulis Merupakan pengalaman berharga dari penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan khususnya asuhan keperawatan terhadap klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan mobilisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Bowden, V.R & Greenberg, C.S. 2008 . Pediatric Nursing Procedures. Second Edition. Philadelphia: Lipincot William and Wilkins. Craven dan Hiller. 2009. Fundamental of Nursing, Edisi 9. Jakarta: EGC. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Eldawati. 2011. Pengaruh Latihan Kekuatan Otot Pre Operasi Terhadap Kemampuan Ambulasi Dini Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis. Program pasca sarjana universitas Indonesia. Jakarta. Ellis, JR & Bentz, PM.2007. Modules for Basic Nursing Skills.Philadephia: Lipincot William and Wilkins. Herdman, T Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2012-2014. Made Sumawarti & Nike Budhi Subekti 2012. (alih bahasa).Jakarta: EGC. Herdman, T Heather. 2015. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika. Kisner,Carolyn and Lynn Allen Coiby. 2007. Therapeutic Exercise Foundations and Techniques, F. A. Davis Company, Philadelphia. Kozier, B, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses & Praktik (7th ed, 2nd vol). Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Lukman. 2009. Kecelakaan Penyebab Fraktur. Jurnal Epidimiologi Keperawatan: Salemba Medika. Mintarsih Sri dan Nabhani. 2015. Pengaruh Latihan Range of Motion Terhadap Peningkatan Kemampuan Fungsi Ekstremitas Sendi Lutut pada Pasien Post Operasi (Orif) Fraktur Femur. Seminar Nasional Hasil- Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu 26 September 2015.

Mubarak, Wahit Iqbal & Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori & Aplikasi dalam Praktik, Penerjemah Eka Anisa Mardella, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Parmar, S, MPT et al (Sancheti institute for orthopedics and rehabilitation, Pune, Maharashtra, India). 2011. The effect of isolytic contraction and passive manual stretching on pain and knee range of motion after hip surgery: A prospective, double-blinded, randomized study. Hong Kong physiotherapy Journal (2011) 29, 25-30. Potter, P. A, & Perry, A. G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, & Praktik.Vol 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Purwanti, R dan Purwaningsih, W. 2013. Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM) Aktif terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Post Operasi Fraktur Humerus di RSUD Dr.Moewardi. GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013. Rismalia, Rizka. 2010. Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Pasien Pasca Operasi Appendectomy tentang Mobilisasi Dini di RSUP Fatmawati. Di akses dari http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/skripsi%20lengkap.pdf pada tanggal 04 Juli 2016 pukul 13.47 WIB. Reni, P. G dan Armayanti. 2014. Pemberian Latihan Rentang Gerak terhadap Fleksibilitas Sendi Anggota Gerak Bawah Pasien Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Interna di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Ners Jurnal Keperawatan Volume 10 No 1, Oktober 2014: 176-196. Tamsuri. 2007. Konsep dan Pentalaksanaan nyeri. Jakarta: EGC. Sjamsuhidayat, R, & Jong, W. D. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah (3rd ). Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Smeltzer, S.C, & Bare, B.G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart(8th, 3rd Vol.) . Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah D.E. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Seri asuhan keperawatan. Jakarta: EGC. Werner, D. 2009. Disabled village children a guide for community health workers, and families. California: The Hesperian Foundation.

WHO. 2008 . Essential Surgical Care: Injuries of the lower extremity, www.who.int/entity/substance_abuse/wha-57_11.pdf. Diunduh tanggal 02 Juni 2016. Widuri, Hesti. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Gosyen Publishing Wilkinson, M. Judith. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, Edisi 9. Jakarta: EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR

Di Susun Oleh: Ika Erwiana A01301765

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMDADYAH GOMBONG 2016

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

A. Pengertian 1. Fraktur adalah terputusnya kesinambungan sebagian atau seluruh tulang/bahkan tulang rawan (Musliha, 2010). 2. Fraktur Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Helmi, 2012). 3. ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. ((FKUI dalam Jitowiyono, 2010 : 15). Kesimpulan dari fraktur femur adalah patah tulang yang mengenai daerah tulang paha yang dikarenakan tekanan, benturan, pukulan akibat dari kecelakaan serta kelainan patologik pada tulang seperti adanya tumor, infeksi, pada pendertia penyakit paget) yang mengakibatkan kerusakan jaringan tulang paha dan biasanya dilakukan tindakan pembedahan berupa ORIF. B. Klasifikasi Fraktur Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalamklasifikasi penyebab, klasifikasi jenis, klasifikasi klinis, klasifikasi radiologis (Helmi, 2012). 1. Klasifikasi Penyebab a. Fraktur traumatik

2

Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi fraktur. b. Fraktur patologis Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat

kelainan

patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi di dalam tulang yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang seringkali menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer maupun metastasis. c. Fraktur stres Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu. 2. Klasifikasi Jenis Fraktur Menurut Helmi (2012) fraktur dapat dibedakan menjadi beberapa klasifikasi: a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan). 1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. 2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur. 1) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto. 2) Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti: -

Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

-

Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

3

-

Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma. 1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. 2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga. 3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. 4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. 5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang. d. Berdasarkan jumlah garis patah. 1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. 2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. 3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama. e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang. 1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh. 2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas: -

Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).

-

Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

-

Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

4

f. Berdasarkan posisi frakur, sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian: 1) 1/3 proksimal 2) 1/3 medial 3) 1/3 distal g. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: 1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya. 2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. 3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. 4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.

C. Anatomi Fisiologi tulang Femur Tulang bukan saja merupakan kerangka penguat tubuh, tetapi juga merupakan bagian untuk susunan sendi dan disamping itu pada tulang melekat origo dan insertio dari otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga mempunyai fungsi sebagai tempat mengatur dan menyimpan kalsium, fosfat, magnesium dan garam. Bagian ruang di tengah tulang-tulang tertentu memiliki jaringan hemopoietik yang berfungsi untuk memproduksi sel darah merah, sel darah putih, trombosit (Helmi, 2012). Secara anatomis, bagian proksimal dari tungkai bawah antara girdel pelvis dan lutut adalah paha, bagian antara lutut dan pergelangan kaki adalah tungkai (Paulsen,2013). 1. Femur Bahasa latin yang berarti paha adalah tulang terpanjang, terkuat dan terberat dari semua tulang pada rangka tubuh. a. Ujung proksimal femur memiliki kepala yang membulat untuk beartikulasi dengan asetabulum. Permukaan lembut dari bagian kepala mengalami depresi dan fovea kapitis untuk tempat perlekatan ligamen

5

yang menyanggah kepala tulang agar tetap di tempatnya dan membawa pembuluh darah ke kepala tersebut. b. Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Kepala femur masuk dengan pas ke asetabulum untuk membentuk sudut sekitar 125˚ dari bagian leher femur. Dengan demikian, batang tulang paha dapat bergerak bebas tanpa terhalang pelvis saat paha bergerak. c. Sudut femoral pada wanita biasanya lebih miring (kurang dari 125˚) karena pelvis lebih lebar dan femur lebih pendek. d. Di bawah bagian kepala yang tirus adalah bagian leher yang tebal, yang terus memanjang sebagai batang. Garis intertrokanter pada permukaan anterior dan krista intertrokanter di permukaan posterior tulang membatasi bagian leher dan bagian batang. e. Ujung atas batang memiliki dua prosesus yang menonjol. Trokanter besar dan trokanter kecil, sebagai tempat perlekatan otot untuk menggerakan persendian panggul. f. Bagian batang permukaannya halus dan memiliki satu tanda saja. Linea aspera, yaitu lekak kasar untuk perlekatan beberapa otot. g. Ujung bawah batang melebar ke dalam kondilus medial dan kondilus lateral. 1) Pada permukaan posterior, dua kondilus tersebut membesar dengan fosa interkondiler yang terletak di antara keduanya. Area triangular di atas fosa interkondiler disebut permukaan popliteal. 2) Pada permukaan anterior, epikondilus medial dan lateral berada di atas dua kondilus besar. Permukaan artikular halus yang terdapat di antara kedua kondilus adalah permukaan patellar. Yang berbentuk konkaf untuk menerima patella (tempurung lutut). 2. Komponen Jaringan Tulang a. Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineralmineral dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikan). b. Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.

6

c. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan ketegaran tinggi pada tulang. d. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan. 3. Fisiologi Sel-sel Tulang a. Osteoblas Membangun tulang dengan membentuk

kolagen tipe

I dan

proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. b. Osteosit Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. c. Osteoklas Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi.

D. ETIOLOGI 1. Trauma langsung/ direct trauma Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang). 2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan. 3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis. 4. Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. (Sjamsdjuhidayat, 2006)

7

E. Manifestasi Klinis Menurut Muttaqin, 2014 fraktur dapat ditandai dengan adanya: 1.

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat. 3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm 4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya. 5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera. 6. Peningkatan temperatur lokal 7. Pergerakan abnormal 8. Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar) 9. Kehilangan fungsi

F. PATOFISIOLOGI Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma atau karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka

8

bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisasisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2009: 299) Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut otot dan jaringan otot. Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price, 2010: 1192).

9

G. PATHWAY

Sumber: Corwin, 2009

H. PEMERIKSAAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur,

deformitas

dan

metalikment.

Venogram/anterogram

menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks. 2. Pemeriksaan Laboratorium a.

Kalsium

Serum

dan

Fosfor

penyembuhan tulang.

10

Serum

meningkat

pada

tahap

b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang. d. Pemeriksaan lain-lain 3. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi. 4. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi. 5. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur. 6. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan. 7. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang. 8. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

I. KOMPLIKASI 1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring 2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. 3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali. 4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat. 5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

11

6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun. 7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil 8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. 9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia. 10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.

J. PENATALAKSANAAN MEDIS Empat tujuan utama dari penanganan fraktur (syamsdjuhidayat,2009) adalah : 1. Untuk menghilangkan rasa nyeri. Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang. b. Pemasangan gips Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gipsyang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh.

12

2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri. a. Penarikan (traksi) : Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain : 1) Traksi manual Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency 2) Traksi mekanik, ada 2 macam : -

Traksi kulit (skin traction)

-

Traksi skeletal

b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. 1) Fiksasi Interna Jenis Open Reduction Internal Fixation ( ORIF ) Menurut (Helmi, 2012) terdapat 5 metode fiksasi internal yang digunakan, antara lain: -

Sekrup kompresi antar fragmen

-

Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah

-

Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar

-

Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur dan tibia

-

Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung proksimal dan distal femur

Indikasi ORIF :

13

-

Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.

-

Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi.

-

Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya

fraktur

Monteggia,

fraktur

Galeazzi,

fraktur

antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki. -

Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur

2) Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction Eksternal Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur atau remuk Indikasi OREF : -

Fraktur terbuka derajatI II

-

Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

-

Fraktur dengan gangguan neurovaskuler

-

Fraktur Kominutif

-

Fraktur Pelvis

K. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. IdentitasKlien Meliputi: Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis, no register dan tanggal MRS. b. Keluhan Utama Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila digerakkan. c. Riwayat Penyakit Dahulu.

14

Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah mengalami tindakan operasi apa tidak. d. Riwayat Penyakit Sekarang. Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi. e. Riwayat penyakit dahulu Di dalam anggota gerak tidak/ada yang pernah mengalami penyakit fraktur/penyakit menular. 2. Pola-pola fungsional a. Pola aktivitas dan latihan Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/ gangguan akibat adanya luka operasi sehingga perlu dibantu baik perawat maupun klien. b. Pola tidur dan istirahat Kebiasaan pola tidur dan istirahat px mengalami gangguan yang disebabkan oleh nyeri luka post op. c. P ola persepsi dan konsep diri Setelah px mengalami post op pasien akan mengalami angguan konsep diri karena perubahan cara berjalan akibat kecelakan. d. Pola sensori dan kognitif Biasanya pasien mengeluh nyeri yang disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan lunak dan hilangnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan. e. Pola tata nilai dan kepercayaan Biasanya pasien pada post operasi akan mengalami gangguan/ perubahan dalam menjalankan ibadahnya. f. Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi

klien

bisa

membantu

menentukan

penyebab

masalah

muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

15

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien. g. Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. h. Pola Tidur dan Istirahat. Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur . i. Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain. j. Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap. k. Pola Reproduksi Seksual Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.

16

3. Pemeriksaan fisik a. Pada pasien post op terdapat adanya perubahan yang menonjol pada sistem integumen seperti warna kulit, tekstur kasar ada / tidak, terjadi rembesan darah pada luka post op ada / tidak. b. Sistem Ektremitas dan Neurologis Pada pasien fraktur, post op ekstremitas kaki tidak bisa digerakkan dengan bebas dan terdapat adanya jahitan apa tidak. c. Sistem Respirasi Biasanya pada pasien post op fraktur ada / tidak perubahan yang menonjol seperti bentuk data ada / tidaknya sesak nafas, suara tambahan, pernafasan cuping hidung.

B. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri

berhubungan dengan

kerusakan neuromuscular, gerakan

fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas. b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, prosedur bedah,immobilisasi c. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entrée luka fraktur femur d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup) . C. Rencana Keperawatan NO DIAGNOSA 1

Nyeri

TUJUAN & KH

INTERVENSI

b.d TUJUAN:

1. Kaji ulang tingkat skala nyeri

kerusakan neuromuscular, gerakan fragmen

2. Jelaskan Dalam waktu Nyeri berkurang

RASIONAL

dan

sebab-

sebab

timbulnya nyeri 3. Anjurkan

terkontrol

klien

untuk

melakukan tenik relaksasi dan

tulang, edema,

distraksi

17

cedera jaringan KRITERIA HASIL

4. Kolaborasi dengan tim medis

lunak,

dalam pemberian obat anti

pemasangan

a. Nyeri berkurang (skala nyeri : 0)

traksi, stress/ansietas.

b. Klien

1. untuk mengetahui /

tidak

menyeringai/ Klien

biotik.

menentukan

tingkat

keparahan.

tampak

tenang.

2. menambahn pengetahuan individu

c. Nyeri berkurang atau hilang,

terhadap penyakitnya. 3. mengantisipasi

lebih

awal bila timbul nyeri. 4. membantu

untuk

membatasi nyeri dan antibiotik

untuk

mencegah

dan

mengatasi infeksi. 2

Gangguan

1. Pertahankan pelaksanaan

TUJUAN

mobilitas fisik berhubungan dengan

nyeri,

pembengkakan, prosedur bedah, immobilisasi

aktivitas Klien

mampu

meningkatkan

/

mempertahankan mobilitas

rekreasi

terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga)

pada

tingkat yang paling tinggi.

sesuai

keadaan klien. 2. Bantu

latihan

rentang

gerak pasif aktif pada ekstremitas

KRITERIA HASIL

yang

sakit

maupun yang sehat sesuai a.

memprtahankan

3. Berikan papan penyangga

posisi

b.

keadaan klien.

fungsional,

kaki,

meningkatnya

trokanter/tangan

18

gulungan sesuai

kekuatan fungsi

c.

/ yang

indikasi. 4. Bantu

dan

dorong

sakit dan

perawatan

menunjukkan

(kebersihan/eliminasi)

teknis

sesuai keadaan klien.

yang

memampukan

5.

Ubah

diri

posisi

secara

melakukan

periodik sesuai keadaan

aktivitas.

klien. 6. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari. 7. Berikan diet tinggi kalori tinggi protein. 8. Kolaborasi

pelaksanaan

fisioterapi sesuai indikasi. 9. Evaluasi

kemampuan

mobilisasi

klien

dan

program imobilisasi. 10. Meningkatkan darah

sirkulasi

muskuloskeletal,

mempertahankan otot, gerak

tonus

mempertahakan sendi,

mencegah

kontraktur/atrofi mencegah

dan reabsorbsi

kalsium

karena

imobilisasi. 11. Mempertahankan

posis

fungsional ekstremitas. 12. Meningkatkan

19

kemandirian klien dalam perawatan

diri

sesuai

kondisi keterbatasan klien. 13. Menurunkan komplikasi

insiden kulit

pernapasan

dan

(dekubitus,

atelektasis, penumonia) 14. Mempertahankan adekuat,

hidrasi

mencegah

komplikasi urinarius dan konstipasi. 15. Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan

fungsi

fisiologis tubuh. 2

Resiko infeksi TUJUAN

1. Lakukan perawatan luka

berhubungan dengan

luka

fraktur femur, terputusnya kontinuitas jaringan akibat

dengan teknik aseptic 3X24 infeksi

jam

resiko

berkurang,

bebas

drainase

purulen atau eritema dan demam.

2. Inspeksi

luka,perhatikan

karakteristik drainase. 3. Awasi tanda-tanda vital. 4. Kalaborasi

Pemberian

antibiotik.

prosedur

5. Analisa hasil pemeriksaan

pembedahan.

laboratorium KRITERIA HASIL a.

Luka bersih

b.

Tidak ada pus

(Hitung

darah

lengkap,

Kultur

dan

LED,

sensitivitas

luka/serum/tulang)

atau nanah

6. teknik

aseptic

mengurangi

20

dapat bakteri

c.

Luka kering

pathogen

oada

daerah

luka. 1. untuk

mengobservasi

keadaan

luka,

sehinggga

dapat

menentukan

tindakan

selanjutnya. 2. tanda-tanda vital untuk mengetahui

keadaan

umum klien 3. antibiotic

dapat

membunuh

bakteri

yang

dapat

menyebabkan infeksi. 4. Leukositosis

biasanya

terjadi

pada

proses

infeksi,

anemia

dan

peningkatan LED dapat terjadi

pada

osteomielitis.

Kultur

untuk mengidentifikasi organisme

penyebab

infeksi. 4

Gangguan

1. Kaji kulit dan identifikasi

TUJUAN

integritas kulit berhubungan

pada tahap perkembangan a.

luka.

nyamanan klien

dengan fraktur

hilang

terbuka, pemasangan traksi

ketidak

(pen,

b.

2. Kaji

lokasi,

ukuran,

warna, bau, serta jumlah

Mencapai

dan tipe cairan luka

penyembuhan

3. Pantau peningkatan suhu

21

kawat, sekrup)

luka pada waktu yang sesuai.

tubuh. 4. Berikan perawatan luka dengan

tehnik

aseptik.

Balut luka dengan kasa KRITERIA HASIL

kering dan steril, gunakan plester kertas.

a.

tidak ada tandatanda

infeksi

c.

antibiotik sesuai indikasi.

luka bersih tidak

yang nyaman dan aman

lembab

(kering, bersih, alat tenun

dan

tidak kotor,

kencang, bantalan bawah

Tanda-tanda

siku, tumit).

vital dalam batas normal

atau

kulit

terutama

daerah penonjolan tulang

8. Lindungi kulit dan gips

ditoleransi.

pada daerah perianal.

mencapai

9. Observasi keadaan kulit,

penyembuhan luka

7. Masase

dan area distal bebat/gips.

dapat

d.

pemberian

6. Pertahankan tempat tidur

seperti pus. b.

5. Kolaborasi

sesuai

penekanan terhadap

waktu

gips/bebat kulit,

insersi

pen/traksi. 10. mengetahui sejauh mana perkembangan

luka

mempermudah

dalam

melakukan tindakan yang tepat. 11. mengidentifikasi keparahan

luka

tingkat akan

mempermudah intervensi.

22

12. suhu

tubuh

yang

meningkat

dapat

diidentifikasikan

sebagai

adanya proses peradangan. 13. tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah

terjadinya

infeksi. 14. antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi. 15. Menurunkan

risiko

kerusakan/abrasi

kulit

yang lebih luas. 16. Meningkatkan

sirkulasi

perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap relatif

tekanan konstan

imobilisasi.

DAFTAR PUSTAKA

23

yang pada

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Monica Ester, Penerjemah Jakarta: EGC Helmi, Zairin Noor.2012.Buku Ajar Gangguan Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medika. Musliha.2010.Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta: Nuha Medika Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC Paulsen, F dan Waschake J, 2013.sobotta: Atlas Anatomi Manusia, Anatomi Umum dan Sistem MuskuloSkeletal. Price

& Wilson, (2010). Patofisiologi Konsep Penyaki.Volume 2. Edisi 6. EGC : Jakarta.

Klinis

Proses-Proses

Smeltzer dan Bare. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume II. Edisi 8. Agung Waluyo, Penerjemah. Jakarta : EGC Sjamsuhidajat R., (2009). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC: Jakarta

24

■ ■

AsuHAtr ktPrgft,untas PA?A No. M pfp6AN 6Arr66uAN qr6T€M [,tusFuLost/€lErAt, ' P%I DP\F +RAF'ruR {€Mut? t{to 単 ワ l RuA゛ C τQA筆 t Rじ Ml熱 5AktTじ Mυ Mつ 托 轡`

Ppor 0R

9o€0\R MA

u

K€l?uMrN

臥 SoNn ,teh i tlKAじ Rヽ噸:AN A

ハOt欲 メ10ら

?f%nAu S{uDr Dltt K€P€RAmtAtr s€toLftt{ TtP66t \LVru K€S€ttAtflN MU.tt 6WV*prU *F 6owrBcu6 aolら

/

LtM6sB

?tsoesnrtRtt ASυ ttAN \I€?€BFTDATAN' ?40 A tln . M Dt 1164r.) cAp60υ A゛ srsT€M MunurLog\re LtfiL' ?osr o(rf T€MuR 4{ ARt \re -O BUANG 'tEK6TAt Rs PS



9t Sgah [ao ?ada \e$qqil

:

t'4engetahu,

?emUinnbrno A\rMern' L

7

Pern\:rmbirrq

t

′ へ ジ

Dal傘

Asじ キ lバ p

Ft?ε ?ハ いムTAN PA,ハ Nrl.Mつ c● 6AN GAP66uAtv stg1EM Mvs(.u Lost,c€u€TAL , Posr oRrF S\\ulSlRA Dt PvAtLe T€R6{A( RUu,tAkt SA卜 tて しMυ M ,Ac解 ハ魚 PROf p?・ 500り teW K物 樅tP laι ら o8t

KuSrra

+€MuR

w喝 快鶴130 :≦ 帥lo)ら o ltt9i aθ

', Kuano fuatat

YetqkaJien

Jam Punglraj(an

ftrlcu

\

t]. ca

`ら

レ OtB

A.∽ Ook飢 13n l la90ttt鉢

Nam∂ りmur

JsQis

?a`咤 Q

ッ βり .

:NO M

.

keiam{n ,

eb hhun ??fsrrL&m

A`an3

i tst3R■

Atamac

,'

funA,ditao. Dx Medら ド。

f,dt336ee g\,rp

: 多la260

`M mfl,iut lanqaat

OKtf {ralr.tur &m,}r Sinrstro .H+o

a8Mo"t6 7υ



a ?qtanq6o(\g Jautab In_ P

Ulnur Jp,rus

,1^L2hun

l
:

laKi - rat i

WberSnarr

$likerso : η tい rta pめ t明 ら

‖ubv錫 艘

:

fllarnat

Rrway4l

`lら ・ υ 6 00ω ヽ

年 tatta惣

仇andυ Q多

Yese6altr\

r. keluhan utarre 9Q mooら ctυ ヽ nucri ャ 族 La 。19「陀9i ι α 2.RIω α 七Pcnり ALit ,tatだし 先 毯 o Fasigx. Nn-M (a6 tar,un) &*+aog vv tco Rst,D Kebotnen p6d| +a$qqs\ 00い つ fU」 υKar よar lり 叩萩h Sα 攪腱 れ町1励敏 Mdiヒ ■8Mは QOtも PUKUt t多 ‐ den0nn [g\uh0[ litjuri ?AdL\ peh{r \rrrt p09L lyewtaizar,. tatu'lint&s , \,rAt +rdctt &rVat dtqeruwv"$n , ;LrtrL benAfat. getAatrr drtnfruuao. rtts 満 脇D い腕│ 卜 多υω℃ しいo■ ハ い。たLに 9絆 り 小Qttα ttm や n9 λ k債

│り

i

■はMi・

n多 dt 慣11 っ ,に 02■ 1800Sじ αQら torα tsra'tot \BlrLsvnT [<(ten iaa\. s$g\41] Nn.U bq.Mda dr rv'Ifiq lerrcan&t ao un.Lut< dr laruran. 0Perast (citD) darumt oFtf Pr{.aot8 ?ada taog0e\ ,0 wi a0l6 tltru\ l0.oo (,uig, se@[ah tl?grast drl8tukan rorutge0. \)@ag Nasih ada byl\lv, *v\frr"q ?afta tJCtrA rg+,LV LB\u Llien di tmcnnamn. u[tut< D?erasi DBtf Wdva ?r'da *an6qa\ Ao [4ei Bllb Puku( to.oo tut9 . thetuffr ofgrasr oBtF Wl.va k0en rじ

$eMoprut fgfrirn cl4rxft DKA 9f ecosi oBtr 6n1.0 Pgrcnq'0 Putut O0-]o θOtら い ドυt t7・ ∞ s“ t マOrtoLめ 13Q ′仇潔 t i次 fつ Oat % M91 vasiun t1\90ff9[ef, fiugri wd6 luka o?erflri skata 1 , ftwt Ltrdnv,a dgnUut

, ftUerl httnna ttnh:t +8? Ua W|.nft. ,

″膊♭αレ tn F′ 鹿 f′ ‖鉢武

Prgeuttto ルte PErnunksaan 4ond'a - tanAa Vtt.61 'lp

7∂

S9Q

(Wert bertarnban saat

積眈λ恥 鰤

trnlnrt{.s

, Nladi bxfmwrt,

^b/oq *grgo.sancl lnpse Pc avx/lygxlt , Su,hr zb,y'c t
RR

鶴i 洗 ?8ha濾 (: み[to明 敗lpf 沈鰍Cn.″髯ぃPo“ π〔 材1帆 8, Iυ い 。 Igmua l,e0,hutuhon fiLr.t0ifasrrujA di hantt; Ueluarsanga. FaEren

fllgnda?qt {unnpi 0bac PgM +b\Aqa\ ?b Mei aot"b t4 attv [nJeFsi WtorO\ac 30 W , Ce1.lsia.en I 4rern , AAI f&rLlti o{inf bo YYtg .

a

4

Rr,,uau&t 2enuafut ?ahulu 3 ケlaaК マern αh 次 raω at a、 Palgh lanelの 餞atfr暉 s%aυ mゅ り αng Oι 颯 徴 nt 免世it りぬ0珍 S"0“ : ダ t `んαり m00鯛 、 「 `慾 klreft fY\e(\q0LtAW$. *tdrrl,t r^ernPvtutJa( rtw?"qe\ 0\Vrqt 0♭ at) binamoa

, F!.cual hakctnan

vdcLtLg

'

RfuuaUor penURtr.it lte\;Xrqa 隧

m mentta卜 an

υ 供19a l「 出 ヒc政〕 りAng mο odef腱 8 販人 mengaLaKao ffiA\10 +0,;0 trtigp. ttwng'a|a'

5EWrti Paqm. lQluarg a 煤)o.い eは o9o31 に仇唸れa pOnゝ aに t uv"ご Aっ ah)洪 ´Q P8"´ ♭ 83h6ル υ ). l‐

5 60oO②

f〔]、

′∂ω

3

liV“ 一







99り 了 色 ―



― ヽ ―

― 一



ノ` ―



^― =



6 Po{A Wnquesim a Pola otisiopnaci t0bBtum

MA+,

I

fυ Q4∫ 10031

,fihrt

drhui

k「

:

vi↑

ヽ 13 社 ヽ ea赫 ,On ら

ヒan 臨沈 on m。 明鋭α anO

『1 . a ほ '441an aaム に 信 沈飩M ol mtrt48taLan ダ淡 R8釣 Xれ 机lt・

:

M"郎 a ttλ ∫ a

Sesev trB{as d,

[vsdh na{as

,

Pota flufiisr' S}bgLvrn

te(Lti

:

Lllon moua(3Lan ma軋 3Q ttx schaば (18菫 ,∫ a90fっ ね00 αQ mtQom h6鴨 3 blt3 SOLa♭ ts mattι n lん る91a∫ 沈 肌em呻 じnり a alorの i maほ nけ ぁ り L慣 On w錦 激a協 Q 3x/harr Pocsぼ habは にm mm② 激aIん an rに 切レ MiQU帥 多-4 001び .

0′

ta,il+.

c. ?ota

drkatt

J

tじ

0[rminasi

眈 Aじ lド /haば ,9AF a_3X/hari, F9Q Nl御 ′ o砒 αttαR ら mtttri taれ ?a battan ♂肌Pai saM dttra;i : ktiι n rYuり 姓αに r gら 洗 ma∫ υ位 既 ∝er,oげ n 0〔 P"ι QZ “ 兜慣額a暖 )♭ otυ は“税へ ら,ケ“ み dertth 陀 鶴けrt9an. メ.的 指 1に "itas SO♭ 2(om`aLrt:賊 30 mttat∂ anわ o「 λttiり 臨 ξ πン4磁耐て やao,a “ ban4υ 31 : 晰on me貶)acIに υn semυ a え眈lvft8, M89Ch alb師 sa鵠 洗Lai 晦toaroa.れ L2Q "tυ m mam″ υ mir〔 00 1綬 ∝tOは C・ 13 1史 fa腹 │.′ ο 〔6‐ 7腱 m∫ehari)に しυβ ∫ Qbetom sα れ:毛 : 蹴帥 晦 鴨飾光an'慮 υ muっ 創ぬ賎ゝ υC n3明 n daは に1 小次 saa 洗にぁi : 蹴on m3■ Oaamn sOは n940r斃 鴨 じ■ に■ma Qり e口「 SAtWLvn SLtLt,+-

l「

:

.

:

.





l

‐ヵta ttr?8Latan り n metら 4ai漁 ャattatan sttt8?b『 J 0し m 飢はt = tton慨 り 醸ばれ 党い 雨 ―一 一 ― 一 Vba山 い . 雨蔽 磁 融薇 18社 洗ヒ 慣 oQヽ 2的 餡 鯰 Q bQ『 ?amtan ao∞ 3o aib卿 にυ 厖ぃだ 鶴i : ヒ 増0 「 生士咀 幽 1ゝ ´ ゞ __― ―‐ ・ ∫ 働山 mm:mOn憾 鶴鈍aLan lT而面 ¬ フ 面 丁 面 y函 狂 ′x/ね ∂ 「 畝n bOr`娩 山 Q 免彼 は Mauけ r _%3七 小k電 1__二 呼,1_均 鈍 Mヽ υtt RS StLatグ ol♭ 3鬱 な 蜘 t,粛 動 “ ,

,

mo電 893

sl″

ぬし舗:



=

wemahai

Udufr"

^ufln JgbatitruUa drwn, dan

はιn

MOIto山 n

liien fvlemAkat

鮮卸も 4

Sg[r'mot

wkilan +ebil

stbs

teca.ra mandin'

堀hno

Oで「 a ttfr19rn,

, Suhu Ze ,B"c



.

la kornunr&asi g9betum 9afuit saa+-

'

dilai

tr,trzn rn0ngaaflkcrn bbsa ber[oq,nurr-ttr&si barg denqen ln\narqanga t^no.u?un oranq [arn tc[ign fy\e{\&r{'rran. hMLah btasa .bert{0rnuni[rasi dencsu Loit. A nn lan ra. betК 血 l1 16rmf. I



lυ

整︲ 二

い ら 。 tgbel,om saut '"わ trhen merL0statuaq

ゎね







d6〔 らaha嚇

Vole Ms&ahindar

― ―



gebdunn Sahft. , trffe.n rngoq ALa"LA$. menruaka( B\a-s UAtLi f Pengarnan え′α― ρ・ ∂η Mem`た λ r 夕θ kcPala saが わ9ャ 2鯵 ′ traji klien meaqe,flLAn SAaL 一

,

d

YolA

fetrreas;

笙_SeLtt_: ___丘些塑υ

はien meL② 胸 Lan Mttλ rり 19■ 9aton ソ い

56a+

祀にに触 1,han98

しυ′

d,tvali ' tl[rgn Wef\qatuwn

}r'dO,fr ffi{JlekDt/;a/n

tgw

aEi

hanga herbariag Sr {emqat. fdur

l・

, klien wvwq}Lawn. Verrb^dot, sesvai uv?scauBan dw,gaq ( ho tat q wak{v geaL di va)i , [.0(]en wgt\qa*alnn bet'r$,ft shelaL geJB rnasok

salcL "b Wirito3t Sebgfum

rn. pola. bela-tar Sebeturyr

Saq,rt'

5a& di tr&ji ,

ry\wq&616n hOrrqo Set\(\q W山 a り n ♭t6粟ンぜ tett dθ せ S3Lt t ttX3h なυ

kfisn



fnoftqalarni ?atan d. o?ewl Pasaaq Wl/ Law3t

[,r.frun N'?,{\gcr"LeLprr. drrirLga .fut&rug

dan

h8ru

s

7:43レ 洸eも D S9♭ 9時

S

n 与ほ? h8■ ♭厖鮨2り 3 m S彼 はt: tttOn ttOFD∩ {ゑ にた

aat dt traji ,

mem

P3m aon● 3 lrhpn mervg*+aben it」bL ♭o聰ほ∂ , henue tgrbarrirrq dt +em?a{' ↓画 .

7

. Pemer(trsaan.

f(sitr

0,. Veo,doon umuffi ・ botヒ

'

Ves*daran.

-tIV

comPug YYiel*.[s

E
Me

Va

, T0 c)C/Eg mntt{g, t'tad; Bo x /rnenrt,36 Suhu

?G,Aoc

bergotan / massa

I , Il----

aor/rngift,

, trdd k

+Am?ak [Usi , tambu{ hr'tarn tarn?at{ t6rn?at{ Lutrs Lecet d' barjran IVruhS daht da,ht dao W?i Lrrt t.ampak [uks Jahrt di t\,r\]p va$ @rban , lutra

ttitjah tritjah ,

,

twmatocn.

Mata , Pupit iSotror, lroru'unq-btua l.tldurrS, +rdff.fi ada Mutul.

ad"a

,

Iu[

[yrlrkosa ltoqn&it\s

Polip,trdatr €rvL?aL hffac asp*rg ttrdvnq,

a Iecet

bifrr

Fp]rirrg

, Ttqi bers\h I _ TB[in4a , Slln#ns , ddaa 3da -

PSru

-PBru

,

:

bu ttg

s,

'

: 6Bneta\ia , {
-----h_-.r



+fd3t 1da

pordarahan .

t

Sorror

,1__=lttN101

, Supe[ Aust{uttati , bistng ?at?asi , +iddt) Pertwsi , bungi lns?e(rsi

,

_

*rdau ada Lesi , ttdat, ada utus lt 6 /wni+ Ada tlgert *€han

perdawhan.

timP〔 mi

tterinT,

lurqor tru[tt bait terp dwnq Lqloter , urtn baruarna Jeruh trckrtnfngan

mttas i

"碇 “ AtAs

-

,

buogi Ye$att 1‐

:

Leei

aaぃ 。り na雰 もM♭ 3い m`v豚 ヽ ム υLυ tta"=箸 れ 供 tυ けD 「 tnspotrst , i,fdfiu tonnpau totus ct:tdv patpasi tctus ordcs Maba d, [ntgrcosta c dsnG

?etuuri

- Abdorren

, l{da|, Ada ?grda.rahan, lrdaLt ede

lnspeksi = bpntuk s(rnetris , fidak 6cta- t8ruran Andi n9 dde ?a\vaa' = Ulcal ltervr ttus Qmob6(9 , 4&au ada ngerr €etra n @r{ru

´」an旬 ■ 9

Unangryus, jtetera uniffiertk

,

tet?asang lr4us

di

α火災 腕 te01oh卿

{anqarr t€nan

,

ke|.oytan hto+

ffdA"CL

_9ス ωah :lam13k lυ 18 勿bt00 tl‐ギ諄iQ asi dc paha l,tevvcf',an. t0fPaSaog setarug doaro dart tutrg operaei

,

o4ot lefnah di ekstrernrtos Wwai [^r.eri 62; dan VBlLvq**(t otv+- (q) dt ecl+rerrlitar U,afran b aw ah ―

r6. Pemertrrsan Pgnun jang a. Hasit Ppmeritrsaan thocax

Penerfir S880



Ie,meri[raan

11 '「

tle P

%

t'utrn n Yada Hae it,

mo6lobin

L II.│

usit

lt tq.t

Leulr

tqnqqat

aB/ae

:'Potrno norrnat - besqr cot ftoronal

[,resan



A?

+ar04a\

2B

3・

tQfO■t

4・

魚)mめ ,it

皮66

L a4

16桜

Mcac Dlff COり

ニ ヨ

(it

fot



LO・



う0-70

し く´る0

0ん

7 ・多0





θ′

3.o0

Masa perm'Ptruan

4・

zt'd

√。

00

│…

阻3け

3″ 6 `

6り s

t01

りroOm

2o

0,4a

kreetintn

It 4s

s67T

15A9も ?ld

3

m2Qι t

Rvtu-n

S60T

-40

0

Masa ?enbrahar

∈亜壼} ご・ Petrn

- too

l ■ 0-l

er。





Bs

00

H Cθ ・3o

Oarah

Krmia

32 -う 6

`/滅 千し

υ・10

“ Lirnloctt 恥

34



Ilasofit N眈

D

、■

tOginθ (:1



5

t60 ^ 4oo



L7a

,Vtcυ

1-│う 6´ tl・

cb-

33



EuJukSn

ら・ 80 -ワ ・′0

5 loL Lo^ v lvL

lon

4り hr

│し

1

e.ote

多5´ 47

。 l

Lち ら

/oE / 11・



lrrit

liemattl

l

fig

tJitai

aban ②rdし lo^ 3 lve

!

.

aら

mの

/夕



Wq

IdL

D,{ O -

0

O.flO

。 ― フ,

り/し

。 -3r

り/L

はど ら お ∂│」 り し わ

_6 一 lt7 0



tt・

non rpetr&t 、

ぬ tt90 3al μ 出 し にし 多 nDぃ

tユ

10-50

沈L 'rl′

Non Oeaは if

gri(<9a an datth Leukos{,t. te ・多

70″

ヽ 一

eo.

kesan

{emur

{ernue post o? 1

:

+reqefllftlil 0s few]or Sintstca t/c

― キra“ or ι om?lete

denoan [n{ernat {iksasi

- frac.eur fon@en

gOn = D鮨 し

to /oc /aote

一 一一

Kont,4

Cowrq(ete os

ry.rnw

- trao+vr

Poss

CarnPl,ehe

I screvo

oq

I ?tate dan g

{ervruc

!

4o

ecltrr*/.,o

wLedte-t

.

th dtstat oPosisi cukuP

s'tnlstra

.

foslcotL

os .ferYbr st$s$a tl? tnedrat dqa $Wesi t p\et

dan ‖

frac+ur Corw?lgte o5 {rernuc sintstra lb 6 sι re" . 。701鋼ヴ baiu

am ■ほぼ - ln4us Pu eo tPrn - tnja{rsi , }B lot tlb ,a0 lo7ltb

cli

9€a\ dao 4tqa5d

t pta,t da$

PrOケ

・ Leto「 olac

3 x30 nヽ 9 / 90 r\\q

,

golo/tb ,qr for[to, t /o6/tg hrrrut o0.oo ,eD-oo, \G'tro /BSsm

Pukut 9f -oo , ' kailtrdtn * , cwtctSw(\ a x t ar cw)o$g) . pvtrut o8.oo ,

h- Program

篠it

- 0ftr

ftrp

(firwa;

tratorr

帆びn) ヤ

Po-vo ao.eo

/

e,

1,

f tr Ja*

Pυ ttυ

〔(イ ・00

一ktOn"uaR08κ atcaQ,99ば 山 tu{e Oprasi

-

P

, ngeri

ber+anbah saat

t&ft Wqerar&n dan ?srubahan Pogisr figeri bpfulurang saat

q , ngen p

││





:

berden'rut, (cew.yr

Area tuka

{:



rff 1

O?ef@ri

hiLanq itubvl

m性 いθrm gむ “ lvhn a?rya; Jawrpatr baLvto* 4洗

di ?aha

―TTプ

lu'rt

: 40/多 3mmイ 9,μ 8ox/

詢θnl(,た R ροx/“ θれ ``

5υ hυ

36)∂ ヒ

  一” ・

30 MeF ttOr`

- k[pr

-

rneMftealon, ?aha [iri -5aet d,:geraVa berasa f.t8ku klign mengarakan nuer( s

?aha

ktri di qerrilnn

- trkgn tneooa.tatrto $nrrua

dibamu dan Liien Hurn mtぃ。 9

,vici Lan3。 ´

tglt?o*. +(dur

- trh'en um?ar

soeringis

t6attttan "3ん ?α ha ttri ⑩

`,

6atqqyan mus鶴 stet∝ ε l



- ttastt lo{e rcrfigen menunJu[,Dn adArtga lraq{./.)r os {ernuc

l/g

sioi.stre

medial

- Trlr $q6/q9 mm{g, u Box/ooerrrf , ' suhu 36,8t , Bp aox/rnentt

-

WVvaia,n 0tD(

:半

,O Mθ t∂ otら

Kesiuo h'(err,si

υ 師t tl・ 0。 や

dt tratringa

dャ 欲ano?釧

- ktten men4*ln[rs"n.

ns(h

d,pasanq se(arE katetec

- ktien ter?a,sanE _Ч tCm

\,Late4gr

n tg?a98M d鯰 こ

m?att \uk.S batutan tzrn' Operasc dr

ptw

-

\ab, ArgVa [eutr-sie 14,r (zrt,-tt o to\/vL)

Hastt

亀m"し 陀あa偽

t。

ぃat∝d

att♭ あ

tutta bat帆 6Q tt Claけ 洪an

Iei

trici

$aEit rfruQen

,

kaUtu r

CrnnPLeep +raqmenta

t

い (?鰺 υr SttttrO//3

denqan tn.esrut llLsast I Plate あ n3ら creω Tτ

V:つ

ho `6ん 36,3を





セダ

, │《

(け

"必

amn)

\
t. Nt,eci akw berhuuun+ari dvogon dgqi ctdera .1isrr a Harrrbatan rnobi\rtss 4tstK berhrbungan dexuqan @r,qqDan sには飲at

Ъ Rostゅ

L.

λaじ ∽ αn _韓 ktof feS、 }(elCSi 崚 し 斉 咆 書

lNTr8urvs\

`o 7喝

じ 「 (av"(・

。 Aで ハ゛ いな?c曖ハし

Aヽム 16し たゝ

S晦 taい 漁13● oQ ind8眈 80 PAlp MApA(χ M毛 い↑ [o?ero N(Wn tgte{l\0a zx Jam 卜Obttυ ヾn、廷 ri ttmm

4

ditrarapran rngda[eh. fluerr at
“ t ornPereh?JEtf I口じt Ftm― .0レ S蜘

“ .kontot tt‐ ■ 9睫υ n98ヘ ろ u)ilM dsu0d mrflnsqa-

?AIP COPIPOじ │,9tヒ ハてo9

M8r',n[u lYtefi6ootrot

ngeri

en錠颯校Kntt4 よ

4. gosist[an tdkn

しヽ M?tepは 8マ η 9gi

ぅ。lakυ Lan

t0

datarn b&as

numnnAl

Mam6, nrenqen?ti nuen htrumnq (lrata 0

ュt

nger,

t し Bc「 θ

z . Sedoxq 4 : Stftの

?晦 rは 3an

an

Sl■ よ 皮卜1認じ にOtUh3n

6

n“ 1" 陽ば慣λ

・襖lot 洗90o3Q ttnfト

mo{armak foqi Inatas daLaon) 1. zLrik3n PQnqereian 3む3」

m(∝

m5i"a3

WdtQ A30 k9tυ arら a へり o「 i ぃ 12 1oJacti

ke{Catcu

U

ctn\anai^.

t
analg∝ (←

3X3ο い9

ぃcわ 妙16`

Seninっ

っ MQi

′otら ψυttυ t

il .oo N\ 0

an trndahan

t?{,etsh d,[otrut いat軋 o

軋じ

"は

SOtama 3x`“

3o

CInara[ah ltaftlbatan

4islt( daVx teratsr'' tt■oは 3 ヽ 6sit i

Nnobitttas

denlan

,Exerc(se therd?g AぃAtt13tbn

t \
願 2( IN9tレ

3

ntOp

htiur\ muoioauSt 3(護

La rn

dotaq$.

thcnitorrn q r{V

ろ a,3rド 卸

l鮪 籠n

lt6s lStk

-lp“ialarn batas q:rrnal

n nna。 1"Menυ りυ‐ Lぃ 。 tran vewat\Ly&r1. 阻9♭ i(bttt・

5ko年 1

Lし ぃ

あね



"

ttOdL Aり し sn

a. berttran WrrqLl.ti r\an nnc,[iua: i W.tttcnq lfltth an yrobitrlasi seraw peruhq?

1 :眈 strim


4: К皿らan ラ :魚急 a dcta曖 毎鯰 1 Sし QiRっ

30`Vtti

a0lc Puttu t 11‐ し o ωlら

Sは ,91ah di[3(ω kan

なnd8帆 an

4 j8m に27erawttan SetaM3 3X θ di hara?ran ffiasatah [95iu-o lrpetrEi dapat lZrail-st

wntpJtz hasit

krsk

€ot.r

i

r(uu

Aく IN'ヽ К

0?

ton ♭ Ob3s danキ ctttθ ぬ n 卜 9Cゝ 8陰



M9[t ry uuan t*urnarn puan fYlBnwph +ttnbut tn{prsi

fisiotPnaPi

Catann rencAna nrcb r lrgAr;

Sesual '*gbrrtuhan

\trlectton Grwrpt r. Dbgeruasi tsrdL\' tctnda t囀 り mθ ntor ω3c ♭Э鶴lhttn k00メ υ´ i

N4'3h. trliE n

q

Prtdh qn knn *d.entk aleP€(k

し 鍛n ttυ 甕油M 協磁υ

luIe

6 ♭clttn“ はOh ?ada f€tuurroa

tOじ

"Sit bBtas \"rorrrrq\ n19nυ n3oに 8o pert

gtty

dOt00■ ia Ku h(

臥 mし 敗脚は 膨Ю

0"げ 51 “ てυi3bo陽 ant(brbLtt<

│:9悦 雙(1ぃ

£:ら じα毛

Jv

多,s豪ゝn9 く:kt■ O αn

・ lM?眈 Mc゛ ギ

AWA■ A゛ “

Tau ,/lRr.,t

lMPttNκ ドTASt

gn Aonの u3メ ,電 erf 眈 ∈ ヽ

knin ,3t> N,tei θolら 11 00

b

tr.l'en nneng€te[ren i\9ert

0g8ri

'

pertarvrbah saat b9υ ぃ 8b

becqeraU dan

q , l'tV€ri Cenut 'CewvL p , di area Luta OpraSi s t Sttθ

{:

fi





$prt hl ang

'/a 17・

30

1,い

,

M90ヽ OnltOf てでυ

りc):

-ID c)G[sq

llt

rvrwrt(g

8ox /rnente

frl\Mobse(uaei non

*tmbv I nen ie

uerba

,

tu€d,'

, Surhu vG,sz ,

Re eoxlrnenie 0・ _k「 On t∝ MPα 餃 92tr狭 つ ´ ↓8い_p3に りの ah,■ 9

I,r,it'en

ilofas t3・

り5

\rLtuarga +grrtang

`野

. klien ttl"npatr m仇 セ疑λ げnい 働 8

datann.

Mprnber(uan

$

Do

k■ _J蝕単 弊 聾 L勢 2堕 h"anti ulan bangatt

i

nger( betflrurung'ffiebkt drsontttr ebat nuen'

Cef.Lr(arcn t orarrr fnela\ur trttrfl ugn6 tt\?nOira.li LLetru^t Go

otot.

りoァ

1成 眈レ∝

=art ttOt

\rtie n

し 畷が 馳り ヽ 峨 mpen DD, SWtu(tGq Lc[ien sobaqen 血 υ l毬 な n mottltFasIご 虚bantO ぃctυ 8 \,\[email protected] tnprrnts; DS , lrtierr tfleng qlcill-*rr.

?雌

短 いa吻 ら ぃ9o

Lehvn tp-rrslnq li obi\is6,

btむ 02?

Nrgnqerti o\an Sudah い たet6陥 Lttn Ogほ u ´ dittrt. sgttitt託 `セ

F\asa , zr Me( ら れ恥ヽ ‐ Or。 的に

I

M00帆 鶴 :鴫 8■

f S, L"tien li\ft f\\nsth htgraEa 0 6r alea opercLrr,



bedengut -

dengol, ftgeri

〔撫で 〔 けし岡 オtM♭ じ 肛

っnゝ 〔 猫 ♭酬 m♭ ah

"軋 Saat ♭0"り dh P"tSi Can H,netatru&ati WA. 悦90 Do, Lurruq.h tetr'en Vnasih {arvrpatr l^rt\encthan [tryri r,1,

I"terLautrur

t{v

D01■ つ ほ拳

lVug\,\beritarr. injdrst lretorotac 4a mQ-, Ceq.trearcn LqradYl

[tgrrrber,

" €enmakatr-h "

,D: L秩じn sυ dah

frrro{fUaSi

l肝 ∼ t8tモ hanマ 21£ ♭

υlttLi慢

h.tr(nga ?wahan - \ahan

「 M2nら は効i し9Mぃ い 供L右 υttさ

!

:

M ervr banl.v

A0us

ilien

Letien wr-nga+akAn s由 い し社だ2ゅ │〔 要Fhan iP啄 doあ 眈 セ惣ャ

pl上 塑 壺 里 墜 鑢 墨■"豊 盟

dan

Iatf harr lwirtngr

多 友ερan POヌ Si n/1r何 η

UAnBn

lek'n r4.q0

M81街 il kren RoM

hgam an

Ds', tt-tgn

menqq*61lic-Ll) SaMa* nUsri datt uA.lut

5“化おりい ヒan 17-oo

M9n90ι

「 “

てて υ

Rft

bgritr.on. ln (ekai fSxon Lg.arn

VW

oM

9€/ os mrvrllq , NaCr 角 X/″91「 1)Rk lc」 x

_ tvte

ma""

mal。 彼 餃販 ぃ しαは

S仇

角‐ 30

′″ ん 。 中 m煮 9,

Nati 33χ /mOntt,RR o X押 し ρ edt, Sυ にo 37,2を

(1

ll nn

/ο

Do

'

けhυ %,0■ [rtr'en to

rOLcrs

Me nqobs

toに

Do, dnacn ryherroukr daroh * 70 cc , Lu[to S-dat

助 bcF

K3鴨 ,1 5υ n1 ′ottOt ∝ _00

9otも

11瞑

TP

Menouuur t.tu

0ox[m}nit , luhu

ltt

Re 107・

1ら

te-o/lo mwrt\g , tsad,

M en La5i 圏

39, ?oc,

lg zs /rvrerr(t

, Ltie-6 nnengataVan nQPri Skata 0 ?ddct luCta c?

0s

,

ngeri hitang +(rrnt:ol , ngefl cenue - centX , rtgerc, 晩 代3膝 bah s3(光

粛 。o隧 仇∂n

,M k゛ (A92-

ω :ktt‐en L∝ n

α,.00

li wLqT α「 仇an dalam

c6.tO

ber(a&h

MenquaJi

st atυ

S

fnobrttsaS;

sが

rnι ttα い

n9針

MvO%t fLgeri b er\ofan9

,

bs

ttMPa um

hBf

:

scpt{

as ctabtw

, ktcen hraryr6zt-r dgdul.

I

Send*i , aLctrurt3snga fnogih drLoru+,u l.eluarqo

iv,Png*g.ft^rAn v.oqaSou Lt{ten carO [aa-h an

D9:ktre n mcに 3a

に啄 eい じtan



"0 urta;

PoM diternPat iidqr

tri

h'*ta rr g

bau cktrt

'LOLor

百 bertto

etubedlrrtn- tnleLst 00: 歴)S や ♭ oこ TL C9景 百6× On

,



.

,-tr@-G*s*ey

t Lu[o oyews;

\ grArrn

F● じ

Vy@vrslac

30029 υら‐ く0

lttQt供 悦0じ

an

Dc

,

Le

[i-sn

Wrasa lebrtt

n se峡 レtah メ い もctrnρ ′ らαQモ t 魔 tけ 七

税3 し υ

`

││′

3o

edukas,' o「 0に n 係ら [etua

r.,rcbiltsasi Menqu.ati

d.t

DU

,

Ds

, kl,pp

teEtuQrcla r,o h am

rumah

f-fteno)cCakcrn kak; Ji,*3 crqeral.tctn

nrjecr s L3ヽ 8 3

                                              ¨ 一 一   ﹂ 一 一 一 . 一 一

Ⅶ僕既 o

9gnrn Mc「

,

(が

降に

tυ ALuAs、

l oX

EUALUASI



I

ao

fnen? 'Otら

nUgri

Puttut 3c-oo

bgrtctrrLbcrh

lprasa



q+A\aa

C

SOAP

)

てくo

[ru)erc

ta 7 tuに Op SIガ 〕

sac&

di gerakUan

Cenut - c€nu4

:



:│ク

Ytggri hit3nq tirvrbut



型 摯 曇 L__里 ■

J71塑 :DttF ttW「

Sf

- klip-n ge[sah drtn \^teoahan oUen Tb

qG

5uhu

/Sg rnmHq r Nect,' 8o x/ ?6,Boc はりい αtan

い 場師

OP

ノに 〕 貶 1し

hgeri denga n



Sを 3ι

a喩「

t nt

」 笙_

  0

3

nOA,fdeq\1o \f,gtog;

3

VlP[afcftran nUeri berhronQ 1D c{crt',r.r"rvr bcvtcvs t ro frnot nr\en

t

t・



rmsngorwrc\

ht{,

♭9ヽ υは キ動

ハ■ Iい いに



Mt€

rLi figgr,'

` ` 981l bo威 じ鰺れのSα は Pα Skctb O

3

5

4

5



4

4





3

5



i

tqnlutkcrfl tntgtvBnti'

可 T ″

Sen\n, eo

_ nR8n3settn 御喚ri ObprVasi Lu[ca oY

s_kttn_

nヒ

臥瞭 なば に ダh



drrn berat ufttuL dqeraLan - '*\.r gn fn Q-ncJ a€ottcrn d[e+tt, t€ccS h^-s h l.qtr.u

Me( ao(G

一  一  一

お bar向 01͡ 腱は9n tampatt beめ aぼ Q9 ―Aゆ じ s__Sc♭ αのTctn at battb 壁



A , Mc,r(n\nh h asrn\petqrr hl;'ptliuer ・

1

.





`^

│ ^

bg1'"rn

lq ratal, S〔 氏― ´吃

0? INり lu″ 〔

tnr



ら 4

鹿 ぃ e辟



﹂    一

mPx\egkqL ddrtarY\ ekttuttct-, laS n)rmat tQぃ ちα



4

C

Z

S

;

一  一  一  一  一

, L^nJ ut[un IntgruEnsi - h1arttan Lien en [a 13gih2n riha n fncbi'ttsal Web │

P



1

k_U

- Darnp i

i'

actし

1/

m pQmlnohan



t 一 t t 一



L01 al′

oo

khen bgbas

5面

1

高F

d3ri 13“ ね

疑;lt珈 畿9mtaゞ

洪αnめ こ っ1つ △

3



an. rnencg0ah

Nttnunii:tr,an

一    一    一

│ │ 1雨

t





I I刊 ﹁







3/ク

r

一一

いQSt"

A =L_'℃ tscttcth

l<.

爾 一

lgutrc:rt

'ハF ahot htrr 14

5



tirngul tnie[ili bぃ toじ

贈:軋 百印



141斗

"tas mfrT五 fvt0nUntutian [,Ecitapi, s€har

P;

3







LrinJuttrrrn

- ln;eLt 6nLibi*tik St\asa

, ji

aclu

l\iei

ei"cc

―にい9o morlo就 夕 αじ 絶 臨 g、

セ鰈

ttoげ

漁 aT彎 いゎ



`α ― 3m:i,sし 献ag)β J9″ 「ほ喝 十 鰍暖 れ im恥 │) │1野 ` `On∝ DJ9「 ♭ 9r伽 卸♭h疵 滋1,″ グ 的 ″″′ρノ彦θ O"ん 夕疏 ′ヒレ co m9ooは 商“n協 渡暉 咸 o閥 ご 概 折

Oン

)

"♭

oO励 mp.

L

0:_ ♭ αt馘on 争 覆αた にtllいな ―pral住 "enQ″「 ′列財h i θ → ― Иtth (威 ぃ し “、 にL 配セ い 絲0:吻 │

∼ ,tnfi*culah.

1綽



Jtgerr [\hA tt(eL+q* t

θ[に

Ma堕 _綺℃鶴pttptれ 墜璽 ^1じ





tiじ

ぬngル n

断 聰 61Ata`1)a

'賊 NlQ[crpcfiian,

IUeri ba'rriranct

■0"lα m♭ M徳

鑢mα DSeri

∫ ∫iレ │夕 θ 募 ふP′ι

P,Laqutkan lrwrvet*' - fncpq'emLn nger,-"

4

5







5

5

9

5

g

3



つp

bgrLdrrant

i



′ ■

t\iampu frrenrJgoalr: A,Ugrr

Jp

一  一

,



卜toi

︻=

≦ ttυ

3i

ktteu Nlsp6ataka[ VaVl rvclah Vva dtgorott' , kiien rYlewtJq,taban 0naM6; dvdAU spndri' - til,ren wwnAa*ob*n awL+% [^ba4rtn ttwh

s;

^

801も

θ'C10 70Lul θ



dthantc C

. -tlLiefl tanpatr *#r - Lfrt]han

fivLat flpd'eL dan

bemfn" d.i l.apat

- ttxte*tr

A

' wtatnh hart hrfiao rrw br trtai +ttik fCIrattx'

み 響 ンゎ `α 酵 ′ Jじ の

多ο′ υ″ ″神 瀕几

卸 施 た″

`し

,

"87∂

IN01kネ てOP

hhsn meoitlg(iat elalam

楠 3i

Cfl,r,tivtta5*

-Io dalam bfttr,f, rrlrrl tlion rnpnuQNtien VWctmps an ,l

党 73t in,

札れむ グ



4

4





3

4



llebil滋 0,`

P, lafilv+trun {ntpruenii _ latiヽ 6じ ぃ ‐いはじ ?ettntttn 灼 じ 免は a)ち t職 りヽ aし tも 資し 30・ 00 i

│:″

OMht勧

'

ばiじ 口 御C電 ″ αttn │ソ

れ∂ θPctrα g

riSIh

ル o9`ι n凝

1直

/れ﹂

一 u

‐ l欠 h

bn

ヽttι ′

o:' lvVa Lanpate ier+ttvp !

4o crrt

― 」レ虎8 チFメ 菱& 健命 ξ∫

'わ れ ξ 1`惚 里』 2リ ェゎ の ク鷲包ハ 11賀 `争 ^ぃ 。F

″ り r弓 I∴ レあ 鮮 協 L属 ル れ =喝 蜜こ昴 :墓 iら

│卜



凌沖¬ぁてb GttЭ 18 10鷺 ki 1し 唸mamPlκ 岬夕 11∩ 館 脇 otい じ

bθ bょ

P

i゛

:

ヽ edγη グ

ハし h 夢









3







, Lc,o3,;Van ir(gruensi - kani€lrrg6

(KIKT'

s参 ∂t



・ ハ

(

"0"60ヽ い tOVじ ぶ 叫輛〕 dttmい 卜19賦 萌け麟 んぼtσ Lυ 陀 tじ PJwい a

鮨 訊 つク

仇llen

LA■ OR りヽ

luba

髯 所 χQ望_Pa翻 燿 飾 ___控 豊量

盤 abり ,Iル ri 詢

iら

s. - (rft0n w$qe+etan na"s'h nilw" d;area q,€rar, Or"賊 no鰯 勝1爾 協肺 S協 183 鋤 財 ク協 れっ♭



い鋤1



`錫 1ぅ れ 村 町 鋤 ν ぼ 彬0じ ← 御 飩 ν “溌 釧1つ た鯵凋 ρ o成 υ し にお πパ oO mθ Lcttab噺 l ngor ♭

・けじ に` ら

12y「





洗が,卸

|,

-

trhufr *any+fu 18til1 AUarncn ヽ賓Qph 脚91=鶴r ♭ 参Lじ Fttη 「

lU ncffc

Urv*lA

arL(L n-Etts

:, fvact; pcx/men*, &e taxit

ろ∫,3を

hレ 'り

t{lrbn tarnpaL rnompnrtrfeifian n&far daiasn

L

abt

吻鯖 │ド

掏 祝;源

` 盤レ ッ 胡

ク│し芦τ t倉



電 師 ち臼切 咄 ι 由厚 ncr命℃こ ♭ れン●F「

じ 鶴 。け beFJじ レFMo

P

∂ じン│れ ni ι ♭ aoに 『 洸け 1′

Sと し嘱



F協 膨し,



f









4



. +fgrrtiL;1tr ltterveruSr (pasien pvLctnal)

s,

π







つっ

_)3駆アV

l





4

-tdie? fra€qcttciWx svdah berlatth 育動 硼ド ド 滅i ttυ lЭ l φ

l

ハ・じ0

協醜 o

na$;l'sas; 』αO麟 ぼ 筋 的レ│

メvdu悦

wtren Wd.aln rr[';r'$fi) weo6qpre'r{}r\ l$l/a

kin$ga

Lmノ 9n ″ ら剣蠣 ι 枠り鼈 h帥 一晩 _膨 吻 〆 仇L屁o Scm9 吼etαCh《 勧'∩ _し ,9n れ いゃ ん 歳 風 ″ n れ揃 脚 腱脚 闘 ″f醐"L T0 tdl. l?o nrrttlg seatし│七 lじ

o、

TamPcltr filu [-$

prtlftrput dNWI,t {sn r}, ヵ、回

脇ハ

am麟肇m わ

tdo



g

職∂ l

4け ワ

3 グ ヽノ

で チ θ :顔 5“ ι trtiEn ilrgru'nqr^a{ ta.tct*t ttt*ttvctas TD 6ttirn [66p5 nsrfiul pα 咸押 n た聴a n℃ れι 中 に硼 姥ソ fttcf.;h'g*" Cけ ζ呼'ご ,H“ 七Ъぇo

_「



mε 隣餞af考 〕慣 脚 銀n

seb a g

l

ヽ■   ¨ ¨

暁 レP′『触線 十D ι ttι am

n[lilr

t

′﹁

n"1嘩3留囃氏 o喝 洗 M8雛W MttCtrlei lluc「 ′

´ 誂n

甑 舷 iα

Aヽ



4

19 6

S





ftai,u.,l J--ni

$. ftlign munocitdlran rcbth rtllrLryrsft EwBlah _レ ι′ ♭θκrh, おdク [陽 じ ‐ん flθ pげ 「am メ

Lah regib

tnteun' l*a{tut'

麟θ 和ね i 偽′ 北協 能 ン ;甲 「 部 M9冊 η 机3mttm"aQ m帥 o(殉 Qh 1 い製回 な積bり"Lrta dr,rntah twW;t o{Ln l;e4at slorwt

t† L†

rtnレ rtn レ 憾 ob誌 Ob誌 ′ 解

ル t'tr ン し (11棧 じ ゞ e[峨t tり じ γ 場ι 卜 1レ

P,

*ls*tiron

lffierupnst

ary an.tt

│)at喩

Pukut h.oc

た │:ぃ mo■ oの鋤 ハ

︱一 ︱ ︱

0レ じ ,1迅 輛 質

* lv{m bers;h ,

lebth

19■ 晦

$dak

dile匿 AVUa leUke,st't

tl,3

fetitti

toiet

saipla

h



tt;Az /ut-

西





s' #rakut'

tN,I“ 1■ 0解

知 3t

′ 励 Ob舞 メ rtn レ ヒ 1ギ



ゞじ賤tt

, il9r*rlrcn lrrteruonsr Cparrw PLtwg)

餓 t rlt







g

,



3







5

5

一   一   一   一   一

れmbu、 l可ゆ峨 m麟れダιθl吼し れ け 顔tメ ι dι tttCh i多 tλ ロ ン ″ し ι ttkttυ

d,t\ant,'

hnu

扇 F雨 輌 戸 面 藤 爾



rr,

Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8

PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN FUNGSI EKSTREMITAS SENDI LUTUT PADA PASIEN POST OPERASI (ORIF) FRAKTUR FEMUR THE EFFECT OF RANGE OF MOTION EXERCISE TO ENHANCING CAPABILITY OF KNEE JOINTS EXTREMITIES FUNCTION TO THE PATIENT OF FRATURES FEMURE OF POST OPERATION (ORIF) Sri Mintarsih* dan Nabhani Program Studi D3 Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta. Jalan Tulang Bawang Selatan No 26 Tegalsari Kadipiro Banjarsari Surakarta. 57136. Telp (0271) 734955 * Email : [email protected] ABSTRAK Kecelakaan lalu lintas terjadi sekitar 66.200 tiap tahun. Hampir sepertiga dari 173,000 kematian akibat kecelakaan lalu lintas tiap tahun di wilayah Eropa. Sekitar 310.000 (16%) dari 2,6 milyar penderita mengalami kecacatan akibat lalu lintas (Suparjo, 2008). Salah satu masalah yang terjadi pada pasien post ORIF (Open Reduction Internal Fixation) fraktur femur keterbatasan gerak sendi lututyang dialami oleh pasien. Range Of Motion (ROM merupakan latihan gerakan sendi yang pat memungkinkan fungsi sendi dapat digerakan secara normal baik secara aktif ataupun pasif. Penelitian Pre Eksperimental Design dengan menggunakan pendekatan One Design Pretest-Postest Group. Pengambilan sampel menggunakan teknik Accidental Sampling, sejumlah 30 responden (penderita post orif frakur femur). Instrumen yang di gunakan untuk mengukur gerak sendi menggunakan alat Geniometer. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi. Analisa bivariate dilakukan uji statistik analisa uji Paired t test. Hasil uji paired t test diperoleh hasil t hitung -10.862 dengan p value .000 oleh karena t hitung lebih besar dari t tabel (-10.862 > 1,701) Maka hipotesis yang berbunyi ada pengaruh ROM terhadap kemampuan gerak sendi lutut di terima. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada pengaruh latihan ROM terhadap kemampuan fungsi ektremitas sendi lutut pada pasien post operasi fraktur femur. Kata Kunci : Fraktur femur, Post ORIF, ROM

ABSTRACT Traffic accidents are occurred around 66,200 every year. Almost a third of the 173 000 deaths from traffic accidents are occurred every year in Europe. Approximately 310,000 (16%) of the 2.6 billion patients go through disability due to traffic accidents (Suparjo, 2008). One of the problems that is occurred in the post ORIF (Open Reduction Internal Fixation) femoral fracture patients is limitation of the knee joint movement. Range Of Motion (ROM) is a practice of joint movement that can make joint function normally either actively or passively.The study of Pre Experimental Design by using One Design Pre test-Post Test Group approach. The sampling is taken by using Accidental Sampling technique, to the 30 respondents (the patients of fracture femur of post orif). The instrument which is used to measure the motion of the joints is Geniometer. The research instrument is observation sheet. Researchers uses Bivariate analysis to know the statistical tests exactly Paired t test analysis.From the paired t test is got t -10 862 with p value .000 therefore t is greater than t table (-10 862> 1.701). So, the hypothesis of the research says that there is ROM influence to the ability of knee joint movement is received. There is influence of ROM exercises to the ability of knee joint extremity function to the patient of femur fracture operation post. 37

Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8

Keywords: Femur fracture,Post ORIF,ROM PENDAHULUAN Kecelakaan lalu lintas terjadi sekitar 66.200 tiap tahun. Hampir sepertiga dari 173,000 kematian akibat kecelakaan lalu lintas tiap tahun di wilayah Eropa. Sekitar 310.000 (16%) dari 2,6 milyar penderita mengalami kecacatan akibat lalu lintas (Suparjo, 2008). Salah satu masalah yang terjadi pada pasien post ORIF (Open Reduction Internal Fixation) fraktur femur keterbatasan gerak sendi lututyang dialami oleh pasien. Range Of Motion (ROM merupakan latihan gerakan sendi yang pat memungkinkan fungsi sendi dapat digerakan secara normal baik secara aktif ataupun pasif.

METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Pre Eksperimental Design dengan menggunakan pendekatan One Design Pretest-Postest Group. Pengambilan sampel menggunakan teknik Accidental Sampling, sejumlah 30 responden (penderita post orif frakur femur). Instrumen yang di gunakan untuk mengukur gerak sendi menggunakan alat Geniometer. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi. Analisa bivariate dilakukan uji statistik analisa uji Paired t test. Dalam penelitian ini terdapat satu kelompok subyek penelitian. Sebelum memulai perlakuan, kelompok subyek penelitian diberi pretest (observasi awal) untuk mengukur kondisi awal yaitu diberikan perlakuan khusus berupa Latihan ROM aktif dan pasif. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Univariat Setelah dilakukan pengambilan data dari responden dari bulan Februari – Juli 2015 terkumpul data 30 responden. Hasil dapat disajikan dalam bentuk sebagai bentuk: 1.1. Diskriptif Tentang Umur Responden Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur No Umur Freekuensi Prosentase 1 20 – 25 2 6,6 2 26 – 30 11 36,6 3 31 – 35 7 23,3 4 36 – 40 5 16,6 5 41 – 45 5 16,6 Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur yang berumur antara 20-25 tahun sebanyak 2 orang (6,6 %), umur antara 26-30 tahun sebanyak 11 orang (36,6 %), umur antara 31-35 tahun sebanyak 7 orang (23,3 %), umur antara 36-40 tahun sebanyak 5 orang (16,6 %), dan umur antara 41-45 tahun sebanyak 5 orang(16,6 %). 1.2. Diskriptif Tentang Jenis Kelamin Responden Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan jenis Kelamin No 1. 2.

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

Jumlah 15 15 30

38

Prosentase % 50 50 100

Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8 1.3. Diskriptif Tentang Derajat Sendi Sebelum ROM Respoden Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Derajat Sendi Lutut Sebelum ROM Derajad 23 25 27 28 30 32 34 35 36 37 38 40 43

frekuensi 1 3 2 2 3 3 1 5 4 1 1 3 1 30

Prosentase 3.3 10.0 6.7 6.7 10.0 10.0 3.3 16.7 13.3 3.3 3.3 10.0 3.3 100

Mean 32.83

Std. Deviasi 5,312

Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sebelum latihan ROM mean rentang gerak 32.83, sedang mode rentang gerak berada pada 35 derajad, derajad terendah 23 derajad dan derajad tertinggi 43 derajad Diskriptif Tentang Derajat Sendi Setelah Latihan ROM Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Derajat Sendi Lutut Setelah Latihan ROM Derajad 25 33 35 38 39 40 42 43 44 45 48 49 50 55 58

frekuensi 1 1 2 2 1 7 2 3 1 4 1 1 2 1 1 30

Prosentase 3.3 3.3 6.7 6.7 3.3 23.3 6.7 10.0 3.3 13.3 3.3 3.3 6.7 3.3 3.3 100

Mean 42.33

Std. Deviasi 6,472

Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sebelum latihan ROM mean rentang gerak 42.33, sedang mode rentang gerak berada pada 40 derajad, derajad terendah 23 derajad dan derajad tertinggi 58 derajad Uji Prasyarat Uji prasyarat digunakan untuk menentukan analisa kedua variabel, dimana berdistribusi normal atau tidak. Jika berdistribusi normal (nilai p >0,05) maka data di uji dengan statistik parametris, namun jika sebaliknya (nilai p < 0,05) maka data di uji dengan statatistik non parametris. Uji prasyarat yang digunakan adalah Shapiro-Wilk.

39

Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8 Tabel 5. Hasil Uji Prasyarat No 1 2

Variabel Sebelum ROM Setelah ROM

Nilai p P hitung 0.360

P value 0,05

0.300

0,05

Keterangan P hitung > p value (0.360 > 0.05), berdistribusi normal. P hitung > p value (0.300 > 0,05), berdistribusi normal.

Metode parametrik dapat digunakan apabila semua variabel berdistribusi normal. Dari tabel 4.6 diketahui bahwa uji normalitas variable sebelum ROM menghasilkan nilai p = (0.360). Oleh karena nilai p > 0,05 maka data variabel sebelum ROM dinyatakan berdistribusi normal. Adapun uji normalitas variabel setelah ROM menghasilkan nilai p = (0.300) Oleh karena nilai p > 0,05 maka data variabel perilaku dinyatakan berdistribusi normal. Karena dari semua variabel berdistribusi nomal maka metode parametrik dapat digunakan. Analisis bivariat hubungan kedua variabel penelitian dilkukan dengan metode parametrik yaitu dengan menggunakan teknik uji Paired t Test. a.

Karakteristik berdasarkan umur Hasil penelitian diketahui pembagian responden berdasarkan umur. Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur yang paling banyak berumur antara 26 – 30 tahun sebanyak 11 orang (36,6%) dan umur 31 – 35 sebanyak 7 orang (23,3%), yang paling sedikit berumur 36 – 40 sebanyak 5 orang (16,6%) dan umur 41 – 45 sebanyak 5 orang (16,6%) dan umur paling sedikit 20 – 25 sebanyak 2 orang (6,6%) Berdasar kelompok umur pada tabel terlihat bahwa kelompok usia 26 – 30 (36.6%) kejadian terbanyak, kelompok usia tersebut merupakan kelompok umur produktif dan banyak aktifitas sehingga peluang terjadi trauma lebih besar. Kondisi ini juga sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan tulang, seperti pendapat (Muttaqin, 2008) bahwa Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat dari pada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat aktif. Apabila usia bertambah , proses tersebut semakin berkurang.

b.

Karakteristik berdasarkan jenis kelamin Hasil penelitian diketahui pembagian responden berdasarkan jenis kelamin. Dari responden sebanyak 30 bahwa klien fraktur femur yang kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (50 %) sedangkan berjenis kelamin perempuan sebanyak 15 orang (50%). Persamaan jumlah responden antara laki-laki dan perempuan sama memang disengaja karena peneliti ingin mengetahui perbedaan efektifitas ROM antara pasien laki-laki dan perempuan.

c.

Karakteristik berdasarkan Derajat Sendi Sebelum ROM Hasil penelitian diketahui pembagian responden berdasarkan Derajat Sendi Sebelum ROM. Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sebelum latihan ROM dengan derajat sendi terkecil adalah 23 derajat sebanyak 1 orang (3,3%), dan terbesar 43 derajat sebanyak 1 orang (3,3%). Sedangkan mean rentang gerak 32.830 Secara fisiologis rentang gerak terdapat rentang maksimal 130 derajad, bila mean rentang gerak sebelum latihan ROM 32.830 maka kemampuan gerak sebelum latihan baru mencapai 25.25 %, hal ini dipengaruhi oleh adanya ketakutan untuk bergerak karena adanya rasa nyeri dan ketidak tahuan pasien akan pentingnya latihan gerak secara dini.

d.

Karakteristik berdasarkan Derajat Sendi Sesudah ROM Hasil penelitian diketahui pembagian responden berdasarkan Derajat Sendi Setelah ROM. Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sesudah latihan ROM dengan derajat sendi terkecil adalah 25 derajat sebanyak 1 orang (3,3%), sedangkan terbesar 58 derajat sebanyak 1 orang (3,3%) sedang mean rentang gerak 42.330. (kemampuan ROM 32.56%) Dengan melihat hasil perubahan ROM sebelum dan setelah latihan rata - rata 32.830 menjadi 42.330, berarti ada kenaikan 9.5 derajad atau ada peningkatan 7.1%

40

Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8 B. Analisa Bivariat Tabel 6. Hasil Analisa Bivariat t

df

Sig. (2-tailed)

-10.862

29

.000

Analisis bivariat ini dilakukan untuk melihat perbedaan rata-rata derajat sendi lutut pada pasien post operasi (ORIF) fraktur femur. Perhitungan uji Paired t Test menghasilkan harga t hitung signifikan pada 95%. sebesar (-10.862) dan harga p value sebesar 0,000. Nilai p < 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel (-10.862 > 1,701). maka diputuskan hipotesis 2 diterima berarti ada pengaruh latihan ROM terhadap peningkatan kemampuan fungsi ekstremitas sendi lutut.

Pair 1 ROM_POS

ROM_PRE &

N

Correlation

Sig.

30

.683

.000

Keeratan pengaruh antara variabel menunjukkan hubungan yang sedang dengan Paired Samples Correlations 0.683 Hipotesis 1 Dalam penelitian pada 30 responden. Hasil uji t paired test diperoleh hasil t hitung (-10.862) dan harga p value sebesar 0,000. Nilai p < 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel (-10.862 > 1,701). maka diputuskan hipotesis 1 HO di tolak dan Ha diterima berarti ada pengaruh latihan ROM terhadap peningkatan kemampuan fungsi ekstremitas sendi lutut. Pengujian hasil nilai rata-rata sebelum latihan ROM 32,83⁰ capaian gerak 25,25% dan setelah latihan ROM 42.33⁰ capaian gerak 32,56% dapat disimpulkan ada peningkatan derajat sendi lutut walaupun masih jauh dari normal fleksi sendi lutut capaian 100% yaitu 120-130⁰. Dan nilai selisih rentang derajat sendi lutut pada pasien post operasi (ORIF) fraktur femur sebelum dan setelah latihan ROM adalah 9,5⁰. Mobilisasi merupakan kemampuan individu bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna mempertahankan kesehatannya (Aziz, 2009). Latihan rentang gerak (ROM) dapat mencegah terjadinya kontraktur, atropi otot, meningkatkan peredaran darah ke ekstremitas, mengurangi kelumpuhan vaskuler, dan memberikan kenyamanan pada klien . Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi, gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi (Muttaqin, 2008).

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka penulis mengambil simpulan sebagai berikut : 1.

Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sebelum latihan ROM mean rentang gerak 32.83, sedang mode rentang gerak berada pada 35 derajad, derajad terendah 23 derajad dan derajad tertinggi 43 derajad

2.

Dari responden sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa klien fraktur femur sebelum latihan ROM mean rentang gerak 42.33, sedang mode rentang gerak berada pada 40 derajad, derajad terendah 23 derajad dan derajad tertinggi 58 derajad

3.

Ada pengaruh latihan ROM terhadap peningkatan kemampuan fungsi ekstremitas sendi lutut. harga t hitung pada signifikasi 95%. sebesar -10.862 dan harga p value sebesar 0,000. (-10.862 > 1.701 dan p value 0.000 < 0.05). Keeratan pengaruh antara variabel menunjukkan hubungan yang sedang dengan Paired Samples Correlations 0.68

4.

Ada pengaruh latihan ROM terhadap kemampuan fungsi ektremitas sendi lutut pasien post operasi fraktur femur.

41

pada

Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN : 978-602-14930-3-8 UCAPAN TERIMA KASIH 1.

Weni Hastuti, S.Kep., M.Kes. Selaku Ketua STIKES Surakarta yang telah mengeluarkan izin penelitian serta menyelesaikan penelitian ini.

PKU Muhammadiyah dukungannya dalam

2.

LPPM STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang telah membantu dan memfasilitasi terlaksananya penelitian ini.

3.

Direktur RS PKU Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan izin lahan penelitian.

4.

Semua p ihak yang tidak b i s a kami sebutkan satu persatu yang ikut membantu penyusunan laporan ini.

DAFTAR PUSTAKA Aziz, A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya: Salemba Medika. Muttaqin, A. (2008) Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.

Sistem

Suparjo. ( 2 0 0 8 ) Kecelakaan Lalu Lintas. http//nursingbegin.com/kecelakaan lalu lintas. Diakses tanggal 17 November 2012. Jam 11.00.

42

Hong Kong Physiotherapy Journal (2011) 29, 25e30

available at www.sciencedirect.com

journal homepage: www.hkpj-online.com

RESEARCH REPORT

The effect of isolytic contraction and passive manual stretching on pain and knee range of motion after hip surgery: A prospective, double-blinded, randomized study Shraddha Parmar, MPT a, Ashok Shyam, MS(Orth) b,*, Shaila Sabnis, BPT a, Parag Sancheti, MS(Orth) b a b

Sancheti Institute, College of Physiotherapy, Pune, Maharashtra, India Sancheti Institute for Orthopedics and Rehabilitation, Pune, Maharashtra, India

KEYWORDS isolytic contraction; joint stiffness; muscle energy technique; passive manual stretch

Abstract Stretching has its impact on both contractile and noncontractile tissues and is the most important rehabilitation technique utilised used to prevent and treat joint stiffness. Passive manual stretch (PMS) and muscle energy technique (MET) are two of the most commonly used techniques. Our study evaluates the effectiveness of isolytic form of MET in gaining knee range of motion (ROM) and decreasing pain in acute knee involvement and comparing it with standard PMS. We used the clinical scenario of knee joint mobilization in patients operated for hip fractures. Fifty-two subjects were alternatively randomized to two groups, isolytic contraction (ILC) group (n Z 26) and PMS group (n Z 26). In both the PMS and ILC groups, significant improvements in pain score (measured by the visual analog scale) and knee ROM were reported after the treatment period (p < 0.001). The ILC had significantly better improvement in pain score than the PMS group (p Z 0.003). The improvement in knee ROM, however, demonstrated no significant between-group difference (p > 0.05). Thus, isolytic form of MET may be a viable method to decrease pain and improve knee ROM in patients who had undergone surgery after a hip fracture. Copyright ª 2011, Elsevier. All rights reserved.

Introduction

* Corresponding author. Sancheti Institute of Orthopaedics and Rehabilitation, 16 Shivaji Nagar, Pune 411005, Maharashtra, India. E-mail address: [email protected] (A. Shyam).

Restriction of joint mobility is a common impairment observed in clinical physiotherapy practice. These may be because of positioning, muscle guarding, pain, and relative joint immobility. Joint restriction if not dealt with early

1013-7025/$ - see front matter Copyright ª 2011, Elsevier. All rights reserved. doi:10.1016/j.hkpj.2011.02.004

26 intervention may lead to certain pathological changes. The elastic connective tissue is gradually replaced by fibrous tissue; and with prolonged immobility, they may result in extensive infiltration of less elastic fibrous tissue leading to permanent restriction of mobility [1]. This may be one of the causes of permanent disability hampering a person’s functional and performance skills. Knee joint effusions are a known complication following hip fractures [2,3]. They are called sympathetic effusions and the cause is unknown. The joint assumes a loose packed position to accommodate the increased volume of fluid within the joint space [3]. This helps to decrease pain and give comfort, which however leads to relative adaptive shortening of the soft tissue components anterolaterally. Joint effusions also cause inhibition of quadriceps with weakness and atrophy of the muscles [4]. These events cause disturbance in normal functioning of the joint and might set up a chain of events that eventually affects not only every part of the joint but also its surrounding joints and soft tissues leading to stiffness [5,6]. The passive insufficiency of the quadriceps (rectus femoris) may lead to relative shortening of the muscle. As muscle length is known to affect the contractile properties of the muscle as a whole, alteration in the resting length of the muscle alters its functioning capacity, which may also contribute to joint stiffness. A detailed study of various anatomical structures contributing toward joint stiffness was done by Johns and Wright [7]. They stated that joint restriction is contributed by joint capsule (47%), surrounding muscles and intermuscular fasciae (41%), tendons (10%), and skin tissue (2%). In these cases, stretching caused by normal movements may cause severe pain, and mobility may not spontaneously return without a specific stretching treatment [1,8]. Stretching has its impact on both contractile and noncontractile tissues. According to Magnusson et al [9] interfascial and fascial release occur following stretching, which play an important role in regaining the muscle length and extensibility. One form of technique, which is commonly and effectively used to improve muscle flexibility, is passive manual stretching (PMS). In this technique, an external force is applied to move the involved body segment slightly beyond the point of tissue resistance and available range of motion (ROM). Both contractile and noncontractile tissues can be elongated by passive stretching [1]. However, passive stretching has some limitations. First, it does not consider the subjects own muscle effort to gain ROM and is purely dependent on the therapist. Second, as the muscle is stretched in absence of contraction, there is some length at which the muscle begins to resist that stretch. This pull is attributed to the elastic recoil of the passive structures within the muscles, that is, intervening connective tissues [10]. This may lead to increased amount of associated pain and discomfort. There is also a risk of overstretching and may cause tissue damage [8]. Muscle energy technique (MET) is another such approach, which along with targeting the soft tissue primarily makes a major contribution toward joint mobilization. This technique is used in clinical practice to restore mobility of a segment, retrain global movement patterns, reduce tissue edema, stretch fibrotic tissue, reduce muscle spasm, and retrain stabilizing function of

S. Parmar et al. the intersegmentally connected muscles [11]. One form of this technique is isolytic contraction (ILC) (isotonic eccentric contraction). Here, the subject’s contraction is resisted and overcome by the operator thereby involving stretching and breaking down of fibrotic tissue present in the involved muscle [11]. This is postulated to promote orientation of collagen fibers along the lines of stress and direction of movement, limit infiltration of cross bridges between collagen fibers, and prevent excessive collagen formation preventing any muscle stiffness [8]. Also, active contraction of the agonist causes relaxation of the antagonist thereby facilitating joint mobility-reciprocal inhibition [8]. ILC is also known for their hypoalgesic effects especially in acute painful conditions [12]. These features of ILC may be useful in early mobilizing acutely involved joints. Various studies have compared several methods of stretching [13e17]. However, despite extensive literature, there have been no reports of use of ILC in acute knee involvement. Also, there are no comparative studies comparing PMS and ILC methods in acute joint conditions. We designed this research to study the effectiveness of ILC in gaining ROM and decreasing pain in acute knee involvement and comparing it with standard PMS.

Methods A prospective, randomized, double-blinded study was performed at our institute between 2006 and 2008. We only included subjects with proximal femur fractures treated with standard lateral approach with fixation using four-hole dynamic hip screw-plate system. We excluded subjects with pathological fractures, revision surgeries, associated ipsilateral injuries and subjects with neurological and vascular disorder or subjects treated with extended approach or fixation. We also excluded subjects with previous or concurrent knee pain. Eighty-four consecutive subjects of proximal hip fractures were screened and 52 were selected according to inclusion criteria. Randomization was done by alternatively allotting the subjects to the two groups; ILC group and PMS group (Fig. 1). There were 18 males and 8 females in the ILC group and 16 males and 10 females in the PMS group with average age of 64.35 (18.40) in the ILC group and 58.19 (19.18) in the PMS group. Primary mechanism of injury was slip and fall (43 subjects) and the remaining were vehicular accidents (9 subjects). The permission to carry out the study was obtained from the ethical committee, Sancheti Institute for Orthopaedics and Rehabilitation. A prior written consent was taken from each subject. Double blinding was done with the assessment therapist and the patient both being blinded with respect to treatment protocol followed. All fractures were exposed by standard lateral approach and internal fixation was performed using four-hole dynamic hip plate screw system. A preintervention assessment was carried out by the assessment therapist on third day postoperatively. Outcome measures were pain [on visual analog scale (VAS), score out of 10 on a 100 mm horizontal line] and knee ROM (in degrees with universal 360 goniometer tested for validity and reliability) [18]. The

27

Assessed for eligibility (n = 84)

Excluded (n = 32) Not meeting inclusion criteria (n = 29) Other reasons (n = 3)

Randomized (n = 52)

Allocated to intervention (n = 26) Received allocated intervention (n = 26 )

Allocated to intervention (n = 26) Received allocated intervention (n = 26)

Did not receive allocated intervention (give reasons) (n = 0 )

Did not receive allocated intervention (give reasons) (n = 0)

Lost to follow-up (give reasons) (n = 0)

Lost to follow-up (give reasons) (n = 0)

Discontinued intervention (give reasons) (n = 0)

Discontinued intervention (give reasons) (n = 0)

Analyzed (n = 26) Excluded from analysis (give reasons) (n = 0)

Analyzed (n = 26 ) Excluded from analysis (give reasons) (n = 0)

Figure 1

Consort flow diagram.

intervention common to both groups included ankle pumping exercises, static quadriceps exercises, static hamstring exercises, assisted to active heel drags, assisted to active straight leg raising exercises, assisted to active abduction exercises in supine position to the affected extremity, free active ROM exercises to the opposite unaffected extremity and both upper extremities, and unilateral bridging exercises. Frequency of treatment for both the groups was once a day for the morning session. Duration of entire treatment session for both the groups was 20e25 minutes daily starting from 3rd day postsurgery till 12th day postsurgery. The ILC group received the isolytic form of MET, whereas the PMS group received PMS, both by the same interventional therapist.

Technique Isolytic contraction With patient in side lying position, the hip was maintained in neutral with adequate stabilization of pelvis. The knee was then taken to a range where the first resistance barrier was reached. The subject was then instructed to use 20e25% of the knee extensor force to resist the therapist applied flexion force. The knee was then moved to a new range till a second resistance barrier was reached and held in that position for 15 seconds and then returned back to

full extension. This technique was applied for 5e7 repetitions once in the day [11]. Passive manual stretch The subject was made to go into side lying position after taking permission from the operating surgeon with adequate pillow support between both the legs and necessary precautions. The hip was maintained in neutral position with adequate stabilization of pelvis. The knee was then passively taken to the point slightly ahead of tissue resistance and held in that position for 15 seconds and then returned back to full extension. The technique was applied for 5e7 repetitions once in the day. A postintervention assessment was done, on 12th day postsurgery, by the assessment therapist for pain assessment and knee ROM measurements. Final readings were noted in the assessment form; master chart was prepared and data were analyzed. We compared the two groups with respect to preintervention factors, such as VAS score; knee ROM; and knee ROM deficit and postintervention factors, such as VAS score, ROM, ROM deficit, improvement in ROM deficit, percentage ROM improvement, and VAS difference. ROM deficit was calculated by comparing the ROM of the affected knee with ROM of the normal knee. This gave an idea about absolute deficit in ROM and is a measure of extent of normalization of the knee range in a given individual. We also calculated the percentage improvement in

95.6  6.83 (90e110) 101  8.47 (80e115) Knee ROM deficit (deg)

<0.001*

4.26  1.48 (2e6) 119.80  14.86 (90e145) 11.73  8.23 (0e30) 7.80  1.13 (6e10) 30  9.69 (20e50) VAS (0e10) Knee ROM (deg)

Data are presented as mean  SD (range). *p < 0.025 (within-group comparison, Mann Whitney U test); yp < 0.025 (between-group comparison, Mann Whitney U test). ILC Z isolytic contraction; PMS Z passive manual stretch; ROM Z range of motion; SD Z standard deviation; VAS Z visual analog scale.

0.005y <0.001*

0.960 0.060 <0.001* <0.001*

Pre Post Pre

p (Withingroup comparison)

ILC PMS

Comparison of pain, knee ROM, and knee ROM deficit between the two treatment groups

Among the various soft tissue mobilization techniques, MET and PMS are two major methods. There have been no studies to compare these two methods in acute stages of joint involvement. The present study was undertaken to evaluate effectiveness of ILC versus PMS to gain knee ROM in acute phase after hip surgery. Knee stiffness posthip surgery is mostly because of extra- and periarticular soft tissue involvement. During internal fixation of hip fracture, prolonged traction with

Comparison of scores

Discussion

Table 1

A total of 52 subjects (18 women and 34 men) participated in the study. All subjects completed the study with no dropouts. We had no complications associated with either of the techniques during our study with no subjects showing worsening of pain or preintervention ROM. The mean age in PMS (n Z 26) group and ILC group (n Z 26) were 58.19  19.18 (range, 22e86) years and 64.35  18.4 (range, 35e90) years, respectively and the difference was not statistically significant (p Z 0.3). The PMS group had 16 (61.5%) men, whereas the ILC group had 19 (73.1%) men, and the difference in male to female ratio between the two groups did not reach statistical significance (p Z 0.372). Comparison between the values of VAS, ROM, and ROM deficit is presented in Table 1. At baseline, there was no significant difference in VAS between the two groups. However, ROM deficit was significantly more severe in the PMS group (p Z 0.005). In the PMS group, there was a significant improvement in VAS, knee ROM, and knee ROM deficit after the treatment period (p < 0.001) (Table 1). On the other hand, the ILC group also demonstrated significant improvement in all of these outcomes (p < 0.001). The next line of analysis involved the change scores of each of the outcomes measured (Table 2). The results showed that the ILC group demonstrated significantly more improvement in VAS score than the PMS group (p Z 0.003) (Table 2). The percentage improvement in the ROM (p Z 0.107) and ROM deficit (p Z 0.880) was not significantly different between the two groups.

Post

Results

3.46  1.36 (2e6) 128.46  11.11 (110e150) 3.65  4.80 (0e10)

p (Withingroup comparison)

p (Betweengroup comparison at baseline)

Because our sample size was total 52 with 26 subjects in each arm, a comparatively low sample size, we plotted the normality plots, which showed that the data were not normally distributed. So, we used nonparametric tests to analyze our data. Within-group analysis was done by using Wilcoxon sign rank test, whereas between-group analysis was done by Mann Whitney U test. The significance level was set at 0.025 (two tailed) to reduce the probability of making a Type-I error because of multiple comparisons. SPSS version 12 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA) was used for statistical analysis.

<0.001* <0.001*

Statistical analysis

7.80  1.13 (6e10) 36.15  10.79 (20e50)

p (Between-group comparison after intervention)

knee ROM as compared with the preintervention ROM. This gave an idea about improvement in range for a given limb.

0.003y

S. Parmar et al.

0.049 0.037

28

29 Table 2

Comparison of change scores between the two treatment groups

Comparison of scores

PMS

ILC

p

VAS change ROM % change ROM deficit change

3.54  0.85 (2e5) 332  118 (175e525) 90  10.48 (70e105)

4.35  0.79 (3e6) 287  121 (180e550) 91.92  8.49 (80e110)

0.003* 0.107 0.880

Data are presented as mean  SD (range). *p < 0.025 (between-group comparison, Mann Whitney U test). ILC Z isolytic contraction; PMS Z passive manual stretch; ROM Z range of motion; SD Z standard deviation; VAS Z visual analog scale.

internal rotation is often applied to the limb, thereby, subjecting the knee to prolonged abnormal stresses. Furthermore, the transmission of vibratory and impact stresses to the knee during implant fixation at the hip is inevitable during the surgical procedure. These indirect stresses at the knee joint during the surgical procedure also contribute to the development of postoperative effusion at the knee joint [3]. Because there is no primary articular lesion in the knee joint, we consider this as an ideal scenario to compare between both our soft tissue mobilization techniques. Mobilization in acute stage may be limited by pain. During stretching, intramuscular pressure increases compression in the blood vessels and decreasing circulation. Increased activity of the sympathetic system causes constriction of the small arterioles and thus also decreases circulation. Rise in muscle tension may also affect metabolism, which along with mechanical friction and decreased circulation can activate pain receptors located in the muscle tissue [8]. This irritation of nerve endings in muscles and also in connective tissues, such as skin and joint ligaments, can stimulate a reflex response leading to muscle contraction. Stretch of this contracted muscle and soft tissues may lead to increase in pain perception as seen during passive muscle stretching in acute settings. Our study shows significant improvement in the pain VAS score for both the groups. However, the ILC group had significantly more improvement in pain VAS when compared with PMS (p Z 0.003). This may be because of hypoalgesic effects of MET [11]. This can be explained by the inhibitory Golgi tendon reflex, activated during the isometric contraction that leads to reflex relaxation of the muscle, as a result of postisometric relaxation. An alternative reflex effect has been suggested in which an isometric contraction of the antagonist(s) of affected muscle(s) induce relaxation via reciprocal inhibition. Neurological explanation for the analgesic effects of MET has been detailed in literature [19e22]. A sequence is suggested in which activation of muscle mechanoreceptors and joint mechanoreceptors occur, during an isometric contraction. This leads to sympathoexcitation evoked by somatic efferents and localized activation of the periaqueductal gray that plays a role in descending modulation of pain. Nociceptive inhibition then occurs at the dorsal horn of the spinal cord, as simultaneous gating takes place of nociceptive impulses in the dorsal horn because of mechanoreceptor stimulation. Disease, injury, and surgery will cause changes in the tissue mobility [8]. The formation and breakdown of collagen is continuous in the tissues. PMS causes repair

fibers to form in the same direction as the original fibers and the overproduction of the fibrous connective tissue with fibers running in all directions is prevented. It is important that the connective tissue in muscles should form in the same direction as contractile muscle fibers to improve force [8]. Proposed mechanisms by which PMS facilitates this laying down of collagen and regain of muscle length are (1) a direct decrease in muscle stiffness via passive viscoelastic changes or (2) an indirect decrease because of reflex inhibition and consequent viscoelasticity changes from decreased actin-myosin cross bridging [23]. This would then allow for increased joint ROM. In our study, the preintervention ROM was not significantly different in the two groups and the range improved significantly by use of both the techniques implying effectiveness of both the techniques. However, ILC tended to have better postintervention ROM when compared with PMS (p Z 0.037). This can be explained by following hypotheses. The active muscle contraction in ILC before stretching activates muscle spindle receptors, which decreases their sensitivity, reducing muscle tension and resistance to stretch facilitating movement [8]. According to the theory of neuromuscular relaxation, this reduced muscle tension also in turn inhibits the motor neuron activity (autogenic inhibition) leading to further decrease in active muscle tension before muscle contraction. Thus, the muscletendon system can be stretched further facilitating movement. Active muscle contraction has been shown to have neurophysiological effects, including pain inhibition, thus allowing the muscles to be stretched further [8]. However, it should be noted that the baseline ROM tended to be better in the ILC group, although the between-group difference did not reach was statistical significance (p Z 0.060). In fact, the change score in knee ROM and knee ROM deficit failed to show any significant difference (p > 0.05). Thus, a larger sample study will be needed to fully establish whether the ILC is superior to PMS in improving knee ROM. Our study had few limitations. Sample size was small. The study did not measure muscle strength changes but the acute setting of our study would have confounded this finding because of pain and limitation of postoperative mobilization. The study did not consider the long-term effects of stretching at end of 4 weeks and 6 weeks postsurgery to evaluate the carry over effects of stretching. In conclusion, the ILC technique and the PMS technique of stretching are effective in improving knee ROM in subjects with ROM restriction in the acute phase after a hip surgery with a lateral approach. The ILC technique was

30 more effective in reducing pain; and although a trend toward better ROM was seen with this group, a larger sample study will be required to establish the clinical efficacy of this treatment technique.

Acknowledgement The authors would like to acknowledge the Indian Orthopaedic Research Group for technical help in review of the literature.

References [1] Kisner C, Colby L. Therapeutic exercises foundation and techniques. 4th ed. Bangalore, India: Jaypee Brothers; 2001. p. 171e80. [2] Murphy DP, Masterson E, O’Donnell T, Ryan E, Shahid MS. A prospective study for evaluation of knee effusion after hip surgery. Ir Med J 2002;95:140e1. [3] Pun WK, Chow SP, Chan KC, Ip FK, Leong JCY. Effusions in the knee in elderly subjects who were operated on for fracture of the hip. J Bone Joint Surg Am 1988;70:117e8. [4] Torry MR, Decker MJ, Millett PJ, Steadman JR, Sterett WI. The effects of knee joint effusion on quadriceps electromyography during jogging. J Sport Sci Med 2005;4:1e8. [5] Deandrade JR, Grant C, Dixon AS. Joint distension and reflex muscle inhibition In the knee. J Bone Joint Surg Am 1965;47: 313e22. [6] Spencer JD, Hayes KC, Alexander IJ. Knee joint effusion and quadriceps reflex inhibition in man. Arch Phys Med Rehabil 1984;65:171. [7] Johns RJ, Wright V. Relative importance of various tissues in joint stiffness. J Appl Physiol 1962;17:824e8. [8] Ylinen J. Stretching therapy for sports and manual therapies section 1dstretching theory. 1st ed. Oxford, United Kingdom: Churchill Livingstone; 2008. p. 22e102. [9] Magnusson SP, Simonsen EB, Aagaard P. Biomechanical responses to repeated stretches in human hamstring muscle in vivo. Am J Sports Med 1996;24:622e8. [10] Oatis CA. Kinesiologydthe mechanics and pathomechanics of human movement. Chapter 3 and 4. Philadelphia, Pennsylvania: Lippincott Williams and Wilkins; 2000. p. 36e64.

S. Parmar et al. [11] Chaitow L. Muscle energy techniques. 2nd ed. London, UK: Harcourt Publishers; 2001. [12] Selkow NM, Grindstaff TL, Cross KM, Pugh K, Hertel J, Saliba S. Short-term effect of muscle energy technique on pain in individuals with non-specific lumbopelvic pain: a pilot study. J Man Manip Ther 2009;17:E14e8. [13] Smith M, Fryer G. A comparison of two muscle energy techniques for increasing flexibility of the hamstring muscle group. J Bodyw Mov Ther 2008;12:312e7. [14] Whatman C, Knappstein A, Hume P. Acute changes in passive stiffness and range of motion post-stretching. Phys Ther Sports 2006;7:195e200. [15] LaRoche DP, Connolly AJ. Effects of stretching on passive muscle tension and response to eccentric exercise. Am J Sports Med 2006;34:1000e7. [16] Winters MV, Blake CG, Trost JS, Marcello-Brinker TB, Lowe L, Garber MB, et al. Passive versus active stretching of hip flexor muscles in subjects with limited hip extension: a randomized clinical trial. Phys Ther 2004;84:800e7. [17] Hahne AJ, Keating JL, Wilson SC. Do within session changes in pain intensity and range of motion predict between-session changes in subjects with low back pain? Aust J Physiother 2004;50:17e23. [18] Gogia PP, Braatz JH, Rose SJ, Norton BJ. Reliability and validity of goniometric measurements at the knee. Phys Ther 1987;67:192e5. [19] Fryer G, Fossum C. Therapeutic mechanisms underlying muscle energy approaches. In: Ferna ´ndez de las Pen ˜as C, Arendt-Nielsen L, Gerwin R, editors. Physical therapy for tension type and cervicogenic headache: physical examination, muscle and joint management. Boston, MA: Jones & Bartlett; 2009. [20] Brodin H. Lumbar treatment using the muscle energy technique. Osteopathic Ann 1982;10:23e4. [21] Cassidy D, Lopes A, Yong-Hing K. The immediate effect of manipulation versus mobilization on pain and range of motion in the cervical spine: a randomized controlled trial. J Manipulative Physiol Ther 1992;15:570e5. [22] Wilson E, Payton O, Donegan-Shoaf L. Muscle energy technique in patients with acute low back pain: a pilot clinical trial. J Orthop Sports Phys Ther 2003;33:502e12. [23] Shrier I, Gossal K. Myths and truths of stretching: individualized recommendations for healthy muscles. Phys Sports Med 2000;28:57e63.

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

Pemberian Latihan Rentang Gerak Terhadap Fleksibilitas Sendi Anggota Gerak Bawah Pasien Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Interna Di RSUP. Dr. M. Djamil Padang Reni Prima Gusty (Fakultas keperawatan Unand) Armayanti (RSUD M Djamil Padang) email : [email protected]

ABSTRAK : Gangguan fleksibilitas sendi anggota gerak bawah merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien fraktur femur pasca operasi pemasangan fiksasi interna. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah gangguan ini dintaranya adalah melakukan latihan rentang gerak sendi sedini mungkin. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh pemberian latihan rentang gerak terhadap kelenturan sendi anggota gerak bawah pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna. Rancangan penelitian menggunakan Quasy Eksperiment dengan pendekatan Posttest Only Control Group. Sampel adalah pasien fraktur femur post fiksasi interna hari ke dua sebanyak 20 responden, dibagi dalam dua kelompok yaitu 10 responden mendapat latihan rentang gerak (eksperimen) dan 10 responden melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai aturan penelitian (kontrol). Instrument menggunakan goniometer. Perlakuan Latihan gerak dilakukan 2 kali sehari pagi dan sore hari selama 5 hari dengan durasi 15 menit. Data dianalisa dengan uji statistik Mann Whitney. Hasil penelitian pada kelompok eksperimen didapatkan rata-rata kelenturan sendi setelah diberikan latihan rentang gerak yaitu fleksi sendi panggul 68,5 derajat, fleksi sendi lutut 61 derajat, dorsofleksi pergelangan kaki 12,5 derajat dan plantarfleksi pergelangan kaki 47 derajat, sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan rata-rata fleksi sendi panggul 45,5 derajat, fleksi sendi lutut 15,5 derajat, dorsofleksi 1,5 derajat dan plantarfleksi 33,5 derajat. Berdasarkan uji statistik Mann Whitney didapatkan p=0,000 <0,05 yang menunjukkan ada perbedaan derajat kelenturan sendi pada kelompok eksperimen dibanding dengan kelompok kontrol. Kesimpulan lebih besar peningkatan derajat kelenturan sendi pada kelompok eksperimen dibanding dengan kelompok kontrol. Disarankan lakukan latihan gerak sendi post operasi fiksasi hari kedua (sedini mungakin) sehingga dapat mencegah terjadinya kekakuan pada sendi pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna. Kata Kunci : Fraktur femur, fiksasi interna, fleksibilitas sendi, latihan rentang gerak. ABSTRACT : The disturbance of the flexibility of below range of motion joint is one of the problem that common occur to the Femur Fracture in Patients post-operation lighted Interna Fixation. The attempt to prevent it is doing range of motion. The goal of this research to know the influence of giving range of motion regarding to the Femur Fractures patient lighted Interna fixation. The design of the research is using Quasy Experiment and Posttest Only Control Group Design. The numbers of the samples are 20 fraktur femur patients. Divided into 2 groups : 10 patients get the motion extension training (experiment), 10 patients do the motion extension training not in control (control). The research has been done in 16 October 2012 – Jun 2013, collecting the data have been done in 16 march 2013 – 13 April 2013. The result of the research, the experiment group gets the averages of hinge flexibility after giving the range of motion, hip joint flexibility 68,5 degrees, knee joint flexibility 61 degrees, dorsoflexy ankle joint 12,5 degrees and plantarflexy ankle joint 47 degrees, and the control group gets the averages of joint flexibility, hip joint flexibility 45,5 degrees, knee joint flexibility 15,5 degrees, dorsoflexy 1,5 degrees and platarflexy 33,5 degrees. Based on Mann Whitney statistic test show that there are significant differences range of motion between experiment group and control group. Conclusion: giving the range of motion can prevent the disturbance of joint flexibility to the Femur Fractures patients lighted interna fixation Key words : Femur Fractures, post-operation, hinge flexibility, motion extension Bibliography : 34 ( 1993-2012)

176

training.

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan / atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur femur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang paha yang ditandai adanya deformitas yang jelas yaitu pemendekan tungkai yang mengalami fraktur dan hambatan mobilitas fisik yang nyata (Muttaqin, 2008). Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma langsung, tekanan yang berulang-ulang, dan kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik) (Salamon dkk, 1995). Fraktur terbagi atas fraktur komplet, fraktur tidak komplet, fraktur tertutup, fraktur terbuka, dan fraktur patologis. Fraktur bisa terjadi didaerah cranium, thorak, pelvis, anggota gerak atas, dan anggota gerak bawah. Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, pengembalian fungsi, dan kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi dapat dilakukan secara terbuka maupun tertutup. Reduksi terbuka (open reduksi) dilakukan melalui pembedahan dengan cara memasukkan alat fiksasi berupa plat, screw, wire atau pin kedalam tulang. Fiksasi dapat dilaksanakan secara interna maupun ekterna, tergantung dari bentuk frakturnya (Smeltzer & Bare, 2002). A fracture is a break of continuity of bone tissue and / or cartilage which is generally caused by involuntary (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Femoral fracture is a fracture in the continuity of the femur structure characterized by a clear deformity that is shortening the leg fracture and a real physical mobility barriers (Muttaqin, 2008). Fractures may occur as a result of direct trauma events, repetitive stress, and abnormal weakness on bone (pathologic fracture) (Salamon et al, 1995). Divided into fracture complete fracture, the fracture is not complete, closed fractures, open fractures, and pathologic fractures. Fractures can occur areas cranium, thoracic,

pelvic, upper limbs and lower limbs. Principles of fracture treatment include reduction, immobilization, return of function, and normal strength with rehabilitation. Reduction can be done in open or closed. Open reduction (open reduction) is done surgically by inserting fixation devices such as plates, screws, wire or pin into the bone. Internal fixation can be carried out and ekterna, depending on the shape of the fracture (Smeltzer & Bare, 2002). Fiksasi interna (open reduksi internal fiksasi) adalah metode pembedahan memperbaiki fraktur dengan menggunakan plate dan screw atau intramedulla nail untuk menstabilkan tulang (Cluett, 2008). Fiksasi interna dilaksanakan dalam rangka memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan, stabilitas, disabilitas dan mengurangi nyeri. Akibat adanya fraktur mengakibatkan terjadinya keterbatasan gerak, terutama di daerah sendi yang fraktur dan sendi yang ada di daerah sekitarnya. Karena keterbatasan gerak tersebut mengakibatkan terjadinya keterbatasan lingkup gerak sendi dan mengakibatkan terjadinya gangguan pada fleksibilitas sendi. Fleksibilitas sendi adalah luas bidang gerak yang maksimal pada persendian, tanpa dipengaruhi oleh suatu paksaan atau tekanan (Fatmah, 2010). Terjadinya gangguan fleksibilitas sendi akibat suatu keadaan antara lain kelainan postur, gangguan perkembangan otot, kerusakan system saraf pusat, dan trauma langsung pada system musculoskeletal, misalnya fraktur yang menimbulkan respon nyeri pada daerah yang sakit (Potter & Perry, 2005). Dari hasil penelitian Yandri (2011), ditemukan 3 kasus (15%) dari 20 orang pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna mengalami gangguan fleksibilitas sendi lutut. Adapun pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan cara melakukan mobilisasi dini.

177

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 Mobilisasi adalah kemampuan untuk bergerak dengan bebas mudah, berirama, terarah di lingkungan dan merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan (Kozier dkk, 2010). Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas, berfokus pada rentang gerak, gaya berjalan, latihan, toleransi aktifitas dan kesejajaran tubuh (Potter & Perry, 2006). Menurut Doherty (2006), pada pasien pasca operasi memerlukan perubahan posisi kecuali melakukannya merupakan kontraindikasi, posisi pasien diubah setiap 30 menit dari sisi ke sisi sampai sadar dan kemudian dilakukan mobilisasi dini 8-12 jam pertama. Menurut hasil wawancara dengan 2 orang dokter residen bedah mobilisasi sebaiknya dilakukan sedini mungkin, sedangkan wawancara dengan ahli fisioterapis dapat dilaksanakan bila tandatanda dari peradangan tidak ada dan dapat dilaksanakan 24 jam pasca operasi. Rentang gerak (Range of Motion) adalah pergerakan maksimal yang mungkin dilakukan oleh sendi tersebut (Kozier dkk, 2010). Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh: sagital, frontal, dan transversal (Potter & Perry, 2005). Untuk mempertahankan dan meningkatkan gerakan sendi, latihan rentang gerak harus dimulai segera mungkin setelah pembedahan, lebih baik dalam 24 jam pertama dan dilakukan di bawah pengawasan untuk memastikan bahwa mobilisasi dilakukan dengan tepat serta dengan cara yang aman (Smeltzer & Bare, 2002), tapi ini belum berjalan dengan semestinya. Hal ini disebabkan karena adanya perasaan nyeri akibat dari tindakan pembedahan yang dilakukan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2006), setelah dilakukan rentang gerak aktif pada pasien post operasi fraktur femur 1/3 medial dextra dengan pemasangan plate dan screw, sebanyak 6 kali latihan didapatkan

hasil nyeri berkurang, rentang gerak panggul kanan aktif dan pasif, kekuatan otot meningkat, oedema berkurang dan aktifitas fungsional meningkat dan dapat dievaluasi bahwa pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari sudah dapat berjalan sendiri, biarpun masih dibantu dengan kruk. Dari pengalaman peneliti selama bertugas di ruang Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tahun 1989-2007, pelaksanaan latihan rentang gerak pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna belum terlaksana dengan baik. Standar Operasional Prosedur juga belum tersedia diruangan. Ini diketahui dari hasil wawancara dengan SPF dan beberapa orang Kepala Ruangan. Advis dokter mengenai mobilisasi ada ditemukan, tapi belum terlaksana dengan baik. Penyuluhan rentang gerak ada dilakukan, namun tindak lanjut dan evaluasinya tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 18 Oktober 2012 sampai dengan 27 Oktober 2012 di Ruang Rawat Inap Trauma Centre, dari empat orang pasien dengan fraktur femur terpasang fiksasi interna didapatkan tiga orang klien mengalami gangguan fleksibilitas sendi lutut dengan fleksi kurang dari 700. Hasil wawancara dengan pasien didapat keluhan pasien merasa takut melakukan latihan rentang gerak karena sakit dan juga tidak adanya penyuluhan mengenai manfaat dilakukan latihan rentang gerak. Ini dapat dilihat dari perilaku perawat yang belum melaksanakan latihan rentang gerak pada pasien pasca operasi fraktur terpasang fiksasi interna. Akibat keterlambatan dalam pendeteksian, mengakibatkan terjadinya gangguan fleksibilitas sendi, yang akhirnya pasien dirujuk ke fisioterapi. A. Penetapan Masalah Oleh sebab itu peneliti merumuskan masalah penelitian apakah 178

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 ada pengaruh pemberian latihan rentang gerak terhadap fleksibilitas sendi anggota gerak bawah pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna di Ruang Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang.

rentang gerak dan yang bergerak tidak sesuai aturan penelitian pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna di ruang rawat Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahui pengaruh pemberian latihan rentang gerak terhadap fleksibilitas sendi anggota gerak bawah pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna di Ruang Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2. Tujuan Khusus a. Diidentifikasi fleksibilitas sendi anggota gerak bawah yang meliputi fleksibilitas fleksi sendi panggul, fleksi sendi lutut, dorsofleksi dan plantarfleksi pergelangan kaki pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna setelah diberi latihan rentang gerak di ruang rawat Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang. b. Diidentifikasi fleksibilitas sendi anggota gerak bawah yang meliputi fleksibilitas fleksi sendi panggul, fleksi sendi lutut, dorsofleksi dan plantarfleksi pergelangan kaki pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna yang bergerak tidak sesuai aturan penelitian di ruang rawat Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang. c. Diidentifikasi perbedaan fleksibilitas sendi anggota gerak bawah yang meliputi fleksibilitas fleksi sendi panggul, fleksi sendi lutut, dorsofleksi dan plantarfleksi pergelangan kaki sesudah diberi latihan

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pelayanan Keperawatan Penelitian ini diharapkan menjadi bahan intervensi yang spesifik dalam konteks asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur ekstremitas bawah dengan mendesiminasikan dan mensosialisasikan kepada pemegang kebijakan serta perawat pelaksana untuk dijadikan acuan guna meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khusunya untuk mencegah terjadinya masalah gangguan fleksibilitas sendi. 2. Bagi Institusi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dan bahan pertimbangan dalam penyusunan dan pembuatan standar operasional prosedur (SOP) latihan rentang gerak untuk mencegah terjadinya masalah gangguan fleksibilitas sendi. 3. Bagi Penelitian Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan data dasar bagi penelitian berikutnya terutama yang terkait dengan pengaruh pemberian latihan rentang gerak terhadap fleksibilitas sendi anggota gerak bawah pada pasien fraktur femur.

A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain Quasy Eksperiment dengan pendekatan Posttest Only Control Group Design (Notoatmojo, 2010). Pada kelompok eksperimen latihan rentang gerak 179

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 dimulai pada hari kedua pasca operasi. Latihan rentang gerak dilakukan selama 3 hari dengan durasi 15 menit, dengan 5 kali pengulangan setiap sendi dengan sesi 2 kali sehari pagi dan sore hari. Rentang gerak diukur tingkat fleksibilitas sendinya (posttest), pada hari kelima post operasi, sedangkan pada kelompok control, penatalaksanaan rentang gerak dimulai pada hari kedua pasca operasi,

dilakukan selama 3 hari dengan durasi 15 menit, dengan 5 kali pengulangan setiap sendi dengan sesi 2 kali sehari pagi dan sore hari ada dianjurkan, tapi dalam penatalaksanaannya latihan rentang gerakdilakukan tidak sesuai aturan penelitian. Pengukuran fleksibilitas sendi (posttest) tetap dilakukan. sama dengan kelompok eksperimen, yaitu hari kelima post operasi.

Rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Keterangan: KE X1 O1 (E) KP X2 O2 (P)

Subjek

Intervensi

Posttest

Kelompok Eksperimen

X1

O1 (E)

Kelompok Kontrol

X2

O2 (P)

: Kelompok Eksperimen : Pemberian latihan rentang gerak : Pengukuran nilai fleksibilitas sendi kelompok eksperimen : Kelompok control : Melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai dengan aturan : Pengukuran nilai fleksibilitas sendi kelompok kontrol.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien fraktur femur yang terpasang fiksasi interna di ruang rawat inap Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang selama bulan Oktober 2012 sampai dengan Desember 2013 dengan rata-rata perbulan 10 - 15 orang pasien.

penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah klien dengan fraktur femur terpasang fiksasi interna dan memenuhi kriteria inklusi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Probability Sampling yaitu Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah teknik penetapan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang

2. Sampel Penelitian 180

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri-ciri atau sifatsifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Jumlah sampel yang ditetapkan menurut Sugiyono (2010) untuk penelitan eksperimen sederhana adalah antara 10 sampai 20 sampel. Pada penelitian ini jumlah sampel yang telah diambil adalah 10 orang kelompok eksperimen dan 10 orang kelompok kontrol. 3. Kriteria Sampel a. Kriteria Inklusi 1) Bersedia menjadi responden dan diberi perlakuan latihan rentang gerak dan yang melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai aturan penelitian. 2) Dapat berkomunikasi dengan baik. 3) Pasien pasca operasi fraktur femur terpasang fiksasi interna lebih dari 48 jam. 4) Pasien yang belum melakukan latihan rentang gerak. 5) Pasien tidak ada menderita penyakit system musculoskeletal seperti tumor tulang. 6) Pasien tidak ada menderita penyakit neurologis 7) Pasien berumur 15-45 tahun. b. Kriteria Eklusi 1) Pasien pulang sebelum terapi selesai dilakukan. 2) Pasien terpasang traksi.

Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 - Mei 2013, dan pengumpulan data telah dilaksanakan pada 16 Maret 2013 – 13 April 2013. D. Variabel dan Defenisi Operasional 1. Variabel Penelitian a. Variabel bebas atau variabel independen yaitu veriabel yang mempengaruhi. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pemberian latihan rentang gerak. b. Variabel terikat/dependen yaitu yang dipengaruhi. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah fleksibilitas sendi. E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang dipakai adalah Goniometer yang digunakan dalam pengukuran sendi pasien yang mengalami fraktur femur terpasang fiksasi interna yang telah dilakukan latihan rentang gerak dan yang bergerak tidak sesuai aturan penelitian. 1) Latihan gerak dilakukan dengan durasi 15 menit, dengan 5 kali pengulangan setiap sendi dengan sesi 2 kali sehari pagi dan sore hari. F. Teknik Analisa Data 1. Analisa Univariat Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin,

C. Tempat dan Waktu Penelitian 181

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 diagnosa medis dan gambaran fleksibilitas sendi panggul, lutut, dan pergelangan kaki pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna. Penyajian data kategorik seperti umur, jenis kelamin, dan diagnosa medis menggunakan persentase atau proporsi. Kategori umur menurut Depkes RI, (2009) adalah 15-25 tahun (masa remaja akhir, 26-35 tahun (masa dewasa awal), dan 36-45 tahun (masa dewasa akhir). Sedangkan diagnosa medis meliputi fraktur femur 1/3 proximal, tengah dan distal. Penyajian data numerik seperti gambaran fleksibilitas sendi panggul, lutut, dan pergelangan kaki menggunakan nilai mean, standar deviasi, minimum, dan maksimum. 2. Analisa Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian yaitu pemberian latihan rentang gerak berpengaruh terhadap fleksibilitas sendi anggota gerak bawah pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna. Sebelum menentukan jenis analisis bivariat yang digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk jenis data numerik dengan Shapiro Wilk. Data numerik sebagai hasil penelitian umumnya mengikuti distribusi normal, namun tidak mustahil sekumpulan data numerik tidak mengikuti asumsi distribusi normal, oleh karena itu

untuk mengetahuinya dilakukan uji normalitas. Uji statistik untuk seluruh analisis tersebut diatas dianalisis dengan tingkat kemaknaan 95% (alpha 0.05%). Uji statistik non parametrik yang digunakan untuk menguji perbedaan mean antara dua kelompok yang independen memakai uji Mann Whitney. HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan terhadap pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna yang dirawat di ruang rawat Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang dari tanggal 16 Maret 2013 sampai dengan 13 April 2013 dengan jumlah responden 20 orang yang memenuhi kriteria sampel yang telah ditentukan. Responden dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 10 responden dijadikan kelompok eksperimen yang diberikan latihan rentang gerak dan 10 responden dijadikan kelompok kontrol yang melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai aturan penelitian. Responden adalah pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna yang dirawat di ruang rawat inap Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013. Selanjutnya ditampilkan data karakteristik pasien berdasarkan umur, jenis kelamin, dan diagnosa medik.

182

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Karakteristik Umur, Jenis Kelamin dan Diagnosis Medis pada Kedua Kelompok Pasien Di Ruang Rawat Trauma Centre RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2013

No

Karakteritik

1

Umur

2

Jumlah Jenis Kelamin

3

Jumlah Diagnosa Medik

Kriteria 15-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun Laki-laki Perempuan Fraktur Femur 1/3 Distal Fraktur Femur 1/3 Tengah Fraktur Femur 1/3 Proksimal

Jumlah Berdasarkan tabel 3, memperlihatkan karakteristik dari 20 orang pasien penelitian yang terdiri dari 10 orang pasien kelompok yang diberikan latihan rentang gerak dan 10 orang pasien yang melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai dengan aturan penelitian. Proporsi pasien berdasarkan usia, pada kelompok eksperimen separuh pasien (50 %) dengan kelompok usia 1525 tahun, sedangkan pada kelompok kontrol separuh pasien (50 %) berada

Kelompok Eksperimen f % 5 50 2 20 3 30 10 100 7 70 3 30 10 100 2 20 6 60 2 20 10 100

Kelompok Kontrol F % 4 40 1 10 5 50 10 100 7 70 3 30 10 100 3 30 4 40 3 30 10 100

pada kelompok usia 36-45 tahun. Proporsi pasien dilihat dari jenis kelamin pada kedua kelompok adalah sama yaitu 70 % pasien berjenis kelamin laki-laki. Terakhir, proporsi pasien dilihat dari diagnosa medik, pada kelompok eksperimen lebih dari seperuh pasien 60 % dengan diagnosa fraktur femur 1/3 tengah, begitu juga dengan kelompok kontrol hampir separuh pasien 40 % dengan diagnosa medik fraktur femur 1/3 tengah.

B. Analisa Univariat 183

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 Tabel 4 Gambaran Fleksibilitas Sendi Panggul, Lutut dan Pergelangan Kaki pada Pasien Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Interna yang Mendapatkan Latihan Rentang Gerak di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013

NO

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Minimum Maximum Mean Std. deviation

Panggul Derajat Fleksi 60 75 75 60 80 60 75 65 75 60 60 80 68.5 8.18

Kelompok Eksperimen Lutut Pergelangan Kaki Derajat Derajat Derajat Fleksi Dorsofleksi Plantarfleksi 65 50 65 70 60 60 70 70 50 50 50 70 61 8.43

15 20 10 15 10 10 15 15 10 5 5 20 12.5 4.25

Berdasarkan tabel 4, rata-rata fleksibilitas fleksi sendi panggul adalah 68.5 derajat dengan rentang tertinggi adalah 80 derajat dan terendah adalah 60 derajat. Rata-rata fleksibilitas fleksi sendi lutut adalah 61 derajat dengan rentang tertinggi 70 derajat dan terendah

45 50 45 45 45 50 45 45 50 50 45 50 47.0 2.58

50 derajat. Rata-rata fleksibilitas dorsofleksi adalah 12.5 derajat dengan rentang tertinggi 20 dan terendah 5 derajat, sedangkan rata-rata fleksisibilitas plantarfleksi adalah 47.0 derajat dengan rentang tertinggi 50 derajat dan terendah 45 derajat.

Tabel 5 Gambaran Fleksibilitas Sendi Panggul, Lutut dan Pergelangan Kaki pada Pasien Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Interna yang Melakukan Latihan Rentang Gerak Tidak Sesuai Dengan Aturan Penelitian di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013

No

Panggul

Kelompok Kontrol Lutut Pergelangan Kaki 184

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196

1 2 3 4 5 s6 7 8 9 10 Minimum Maximum Mean Std. deviation

Derajat Fleksi

Derajat Fleksi

Derajat Dorsofleksi

Derajat Plantarfleksi

45 40 50 50 45 45 50 50 40 40 40 50 45.5 4.4

15 20 20 10 15 20 20 15 10 10 10 20 15.50 4.3

0 5 0 0 0 5 0 5 0 0 0 5 1.5 2.4

35 30 45 30 25 30 30 45 35 30 25 45 33.5 6.7

Berdasarkan tabel 5, rata-rata fleksibilitas fleksi sendi panggul adalah 45.5 derajat dengan rentang tertinggi adalah 50 derajat dan terendah adalah 40 derajat. Rata-rata fleksibilitas fleksi sendi lutut adalah 15.5 dengan rentang tertinggi 20 derajat dan terendah 10

derajat. Dan rata-rata fleksibilitas dorsofleksi adalah 1.5 derajat dengan rentang tertinggi 5 dan terendah 0 derajat, sedangkan rata-rata fleksibilitas plantarfleksi adalah 33.5 derajat dengan rentang tertinggi 45 derajat dan terendah 25 derajat.

C. Analisa Bivariat Sebelum analisa bivariat, dilakukan uji normalitas untuk menentukan uji yang akan dilakukan baik pada kelompok eksperimen yang diberikan latihan rentang gerak, maupun pada kelompok kontrol yang melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai dengan aturan penelitian. 1. Hasil uji normalitas pada tabel Shapiro-Wilk untuk variabel fleksibilitas fleksi sendi panggul, didapatkan pada kelompok eksperimen nilai p= 0.012 sedangkan pada kelompok kontrol nilai p = 0.017 karena kedua kelompok mempunyai kemaknaan

< 0.05 dapat disimpulkan data berdistribusi tidak normal, maka uji non parametrik yang digunakan adalah uji Mann Whitney. 2. Hasil uji normalitas pada tabel Shapiro-Wilk untuk variabel fleksibilitas fleksi sendi lutut pada kelompok eksperimen nilai p= 0.041 sedangkan pada kelompok kontrol nilai p = 0.017 karena kedua kelompok mempunyai kemaknaan < 0.05 dapat disimpulkan data berdistribusi tidak normal, maka uji non parametrik yang digunakan adalah uji Mann Whitney.

185

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 3. Hasil uji normalitas pada tabel Shapiro-Wilk untuk variabel fleksibilitas dorsofleksi pada kelompok eksperimen nilai p= 0.258 sedangkan pada kelompok kontrol nilai p = 0.000 karena salah satu nilai mempunyai kemaknaan < 0.05 dapat disimpulkan data berdistribusi tidak normal, maka uji parametrik yang digunakan adalah uji Mann Whitney.

4. Hasil uji normalitas pada tabel Shapiro-Wilk untuk variabel fleksibilitas plantarfleksi pada kelompok eksperimen nilai p= 0.000 sedangkan pada kelompok kontrol nilai p = 0.021 karena kedua kelompok mempunyai kemaknaan < 0.05 dapat disimpulkan data berdistribusi tidak normal, maka uji non parametrik yang digunakan adalah uji Mann Whitney.

Tabel 6 Analisis Perbedaan Fleksibilitas Fleksi Sendi Panggul Pasien pada Kelompok Eksperimen yang diberikan Latihan Rentang Gerak dan pada Kelompok Kontrol yang Melakukan Latihan Rentang Gerak tidak Sesuai Aturan Penelitian Pada Pasien Fraktur Femur Di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013

Fleksibilitas Fleksi Sendi Panggul

Kelompok Responden Eksperimen 0 Variabel

N

Mean Rank

10

15.5

10

5.5

Hasil analisis data didapatkan ratarata rentang gerak fleksi sendi panggul pada kelompok eksperimen adalah 15.5 derajat, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 5.5 derajat. Hasil uji statistic Mann Whitney dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan rentang gerak fleksi panggul

Z

p value

-3.84

0,000

antara kelompok eksperimen yang diberikan latihan rentang gerak dan kelompok kontrol yang melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai aturan penelitian (p value = 0.000 < 0.05).

Tabel 7 Analisis Perbedaan Fleksibilitas Fleksi Sendi Lutut Pasien pada Kelompok Eksperimen yang diberikan Latihan Rentang Gerak Sendi dan pada Kelompok Kontrol yang Melakukan Latihan Rentang Gerak tidak Sesuai Aturan Penelitian Pada Pasien Fraktur Femur Di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013

Variabel Fleksibilitas Fleksi Sendi Lutut

Kelompok Responden Eksperimen 0 Kontrol

10

Mean Rank 15.5

10

5.5

N

186

Z

p value

-3.82

0,000

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 Hasil analisis data didapatkan ratarata rentang gerak fleksi lutut pada kelompok eksperimen adalah 15.5 derajat, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 5.5 derajat. Hasil uji statistik Mann Whitney dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan rentang gerak fleksi lutut antara

Tabel 8

kelompok eksperimen yang diberikan latihan rentang gerak dan kelompok kontrol yang melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai aturan penelitian (p value= 0.000 <0.05).

Analisis Perbedaan Fleksibilitas Dorsofleksi Pergelangan Kaki Pasien pada Kelompok Eksperimen yang diberikan Latihan Rentang Gerak dan pada Kelompok Kontrol yang Melakukan Latihan Rentang Gerak tidak Sesuai Aturan Penelitian Pada Pasien Fraktur Femur Di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013

Variabel Fleksibilitas Dorsofleksi Pergelangan Kaki

Kelompok Responden Eksperimen 0 Kontrol

10

Mean Rank 15.35

10

5.65

N

Hasil analisis data didapatkan ratarata rentang gerak dorsofleksi pada kelompok eksperimen adalah 15,35 derajat, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 5.65. Hasil uji statistic Mann Whitney dapat

Z

p value

-3.791

0,000

disimpulkan ada perbedaan yang signifikan rentang gerak dorsofleksi antara kelompok eksperimen dan kelompok control (p value= 0.000 <0.05).

Tabel 9 Analisis Perbedaan Fleksibilitas Plantarfleksi Pergelangan Kaki Pasien pada Kelompok Eksperimen yang diberikan Latihan Rentang Gerak dan pada Kelompok Kontrol yang Melakukan Latihan Rentang Gerak tidak Sesuai Aturan Penelitian Pada Pasien Fraktur Femur Di Ruang Rawat Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013

Variabel Fleksibilitas Plantarfleksi P’gelangan Kaki

Kelompok Responden Eksperimen 0 Kontrol

10

Mean Rank 14.9

10

6.10

N

Hasil analisis data didapatkan ratarata rentang gerak plantarfleksi pada kelompok eksperimen adalah 14.9 derajat, sedangkan pada kelompok kontrol adalah

Z

p value

-3.48

0,000

6.1. Hasil uji statistic Mann Whitney dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan rentang gerak plantarfleksi antara kelompok 187

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 eksperimen dan kelompok kontrol

(p

value= 0.000 <0.05).

sedangkan untuk plantarfleksi dengan rentang normal 45-50 derajat didapat peningkatan nilai yang sangat signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diberikan latihan rentang gerak selama 3 hari dengan frekuensi 2 kali sehari selama 15 menit menunjukkan hasil yang memuaskan dalam mengatasi gangguan fleksibilitas sendi. Hasil penelitian ini berkorelasi dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2006), setelah dilakukan rentang gerak aktif pada pasien post operasi fraktur femur 1/3 medial dextra dengan pemasangan plate dan screw, sebanyak 6 kali latihan didapatkan hasil, rentang gerak panggul kanan aktif dan pasif, kekuatan otot meningkat, nyeri berkurang, oedema berkurang dan aktifitas fungsional meningkat dan dapat dievaluasi bahwa pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari sudah dapat berjalan sendiri, walaupu masih dibantu dengan kruk. Hasil penelitian Astuti (2006) ini juga perkuat oleh Werner (2009) yang menyatakan bahwa latihan rentang gerak yang dilakukan secara teratur dapat meningkatkan kekuatan otot pada klien yang mengalami gangguan atau keterbatasan fungsi motorik. Latihan rentang gerak yang dilakukan secara kontinyu sepanjang hidup dapat mempertahankan fungsi sendi serta mencegah terjadinya gangguan fleksibilitas dan deformitas.

PEMBAHASAN A. Fleksibilitas Sendi Pada Pasien Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Interna Setelah Pemberian Latihan Rentang Gerak (Kelompok Eksperimen) Berdasarkan hasil analisis penelitian dari 10 orang pasien kelompok eksperimen, didapatkan hasil dari fleksi sendi panggul dengan nilai maximum 80 derajat dan minimum 60 derajat, pada fleksi sendi lutut di dapatkan nilai maximum 70 derajat dan minimum 50 derajat. Selanjutnya dorsofleksi sendi pergelangan kaki didapatkan nilai maximum 20 derajat dan minimum 5 derajat. Sedangkan untuk plantarfleksi sendi pergelangan kaki di dapat nilai maximum 50 derajat dan minimum 45 derajat. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Potter dan Perry (2005), rentang normal fleksi sendi panggul adalah 90- 120 derajat, jika dibandingkan dengan hasil yang didapat ada peningkatan nilai yang signifikan dan mendekati nilai normal. Pada sendi lutut di dapatkan rentang normal 120-130 derajat dan dibandingkan dengan hasil latihan yang diberikan pada sendi lutut terdapat peningkatan, walaupun sebahagian. Selanjutnya, dorsofleksi pergelangan kaki dengan rentang normal 20-30 derajat dibandingkan hasil yang didapat lebih dari separuh pasien mendekati normal, 188

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 Nilai fleksibilitas sendi pada kelompok eksperimen yang diberikan latihan rentang gerak menunjukkan dari keempat nilai fleksibilitas sendi (sendi panggul, lutut dorsofleksi dan plantarfleksi pergelangan kaki), fleksibilitas sendi lutut mendapat hasil yang kurang memuaskan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya trauma langsung pada system musculoskeletal yang menyebabkan terjadinya fraktur, dan adanya perasaan nyeri akibat adanya incisi (luka operasi) di daerah paha tempat fraktur terjadi. Setelah pembedahan nyeri mungkin sangat berat, edema, hematom, dan spasme otot, sehingga hal ini dapat berdampak terjadinya gangguan pada kontraksi dan relaksasi otot. Otot-otot yang penting dalam kontraksi dan relaksasi, bila tidak digerakkan mengakibatkan salah satunya adalah gangguan fleksibilitas sendi (Potter & Perry, 2005). Selain itu gangguan fleksibilitas juga dipengaruhi akibat adanya masa inflamasi dalam proses penyembuhan luka yang berlangsung selama 2-3 hari pasca operasi (Smeltzer & Bare, 2002). Setelah pembedahan nyeri mungkin sangat berat, adanya edema, hematom dan spasme otot sehingga hal ini dapat berdampak terjadinya gangguan pada kontraksi dan relaksasi otot. Otot-otot yang penting dalam kontraksi dan relaksasi, bila tidak digerakkan mengakibatkan salah satunya adalah gangguan fleksibilitas sendi (Potter & Perry, 2005). Dilihat dari karakteristik pasien pada kelompok eksperimen berdasarkan jenis kelamin lebih dari lebih separuh pasien (70%) adalah laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Phillips (1955), Kirchner dan Glines (1957), dalam Bloomfield, dkk (1994:212), jenis kelamin berpengaruh juga terhadap fleksibilitas sendi seseorang. Wanita lebih lentur daripada lakilaki karena tulang-tulangnya lebih kecil dan otot-ototnya lebih sedikit daripada laki-laki.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Tseng dkk (2007) dan Smeltzer dan Bare (2002), latihan rentang gerak bertujuan untuk mempertahankan fleksibilitas dan mobilitas sendi, mengembalikan kontrol motorik, meningkatkan/ mempertahankan integritas sendi dan jaringan lunak, membantu sirkulasi dan nutrisi sinovial dan menurunkan pembentukan kontraktur terutama pada ekstremitas yang mengalami paralisis. Manfaat lain yang didapatkan dari latihan rentang gerak yaitu dapat memaksimalkan fungsi aktifitas kehidupan sehari-hari, mengurangi atau menghambat nyeri, mencegah bertambah buruknya sistem neuromuscular, mengurangi gejala depresi dan kecemasan, meningkatkan harga diri, meningkatkan citra tubuh dan memberikan kesenangan. Latihan rentang gerak pasif merupakan salah satu jenis metode dalam melakukan latihan rentang gerak. Jenis metode ini dalam pelaksanaannya memerlukan bantuan untuk memberi latihan kepada sendi yang akan dilatih. Dalam pelaksanaannya, latihan rentang gerak memerlukan bantuan untuk memberi pergerakan pada sendi yang akan diregang. Peregangan dilakukan oleh pasien secara perlahan-lahan sampai limit rasa sakit (rasa sakit yang pertama) dan bukan sampai terasa sakit yang maksimal. Setelah itu barulah peneliti memberi regangan secara perlahanlahan sampai titik fleksibilitas maksimum tercapai (rasa sakit kedua). Pada saat itulah (antara rasa sakit pertama dan rasa sakit kedua) reflex muscle spindle terjadi, sehingga pemanjangan otot tidak dimungkinkan lagi (Dharma, 1984/1993 ; Ganong, 1995). Muscle spindle merupakan suatu receptor yang menerima rangsang dari regangan otot. Regangan yang cepat akan menghasilkan impuls yang kuat pada muscle spindle. Rangsangan yang kuat akan menyebabkan refleks muscle spindle yaitu 189

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 mengirim impuls ke spinal cord menuju jaringan otot dengan cepat, menyebabkan kontraksi otot yang cepat dan kuat. Muscle spindle sangat berperan dalam proses pergerakan atau pengaturan motorik (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan hasil penelitian, pada klien fraktur femur terpasang fiksasi interna yang sedang melakukan bedrest atau mengalami keterbatasan dalam pergerakan, latihan pasif sangat tepat dilakukan dan akan mendapatkan manfaat seperti terhindarnya dari kemungkinan terjadinya gangguan fleksibilitas sendi. Setiap gerakan yang dilakukan dengan rentang yang penuh, maka akan meningkatkan kemampuan bergerak dan dapat mencegah keterbatasan dalam beraktivitas. Ketika pasien tidak dapat melakukan latihan secara aktif maka perawat bisa membantu untuk melakukan latihan.

lutut di dapatkan rentang normal 120-130 derajat dan dibandingkan dengan hasil latihan yang diberikan pada sendi lutut terlihat tidak terdapat peningkatan yang memuaskan. Selanjutnya, dorsofleksi pergelangan kaki dengan rentang normal 2030 derajat dibandingkan hasil yang didapat juga kurang memuaskan, sedangkan untuk plantarfleksi dengan rentang normal 45-50 derajat, dibandingkan dengan hasil penelitian yang didapat terlihat hanya sebagian saja pasien yang mengalami peningkatan rentang gerak mendekati normal. Selain disebabkan oleh adanya trauma langsung pada system musculoskeletal yang menyebabkan terjadinya fraktur, juga didapatkan adanya perasaan nyeri akibat adanya incisi (luka operasi) di daerah paha tempat fraktur terjadi disertai dengan dekatnya daerah operasi tersebut dengan daerah sendi anggota gerak bawah, terutama sendi lutut. Hal ini terjadi akibat dalam proses penyembuhan luka masih dalam tahap inflamasi yang berlangsung selama 2-3 hari pasca operasi (Smeltzer & Bare, 2002). Setelah pembedahan nyeri mungkin sangat berat, adanya edema, hematom dan spasme otot sehingga hal ini dapat berdampak terjadinya gangguan pada kontraksi dan relaksasi otot. Otot-otot yang penting dalam kontraksi dan relaksasi, bila tidak digerakkan mengakibatkan salah satunya adalah gangguan fleksibilitas sendi (Potter & Perry, 2005). Latihan rentang gerak yang dilakukan tidak sesuai aturan penelitian yang dilakukan pasien menampakkan hasil yang kurang menuaskan dalam mengatasi gangguan fleksibilitas sendi. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil yang didapat setelah dilakukan pengukuran. Penyuluhan dan cara latihan rentang gerak (lefleat) ada diberikan oleh peneliti, tapi sebagian besar pasien tidak ada melaksanakan. Selain dari hasil

B. Fleksibilitas Sendi Pada Pasien Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Interna Yang Melakukan Latihan Rentang Gerak Tidak Sesuai Dengan Aturan Penelitian (Kelompok Kontrol) Berdasarkan hasil analisis penelitian dari 10 orang pasien kelompok kontrol, didapatkan hasil dari fleksi sendi panggul dengan nilai maximum 50 derajat dan minimum 40 derajat, pada fleksi sendi lutut di dapatkan nilai maximum 20 derajat dan minimum 10 derajat. Selanjutnya dorsofleksi sendi pergelangan kaki didapatkan nilai maximum 5 derajat dan minimum 0 derajat. Sedangkan untuk plantarfleksi sendi pergelangan kaki di dapat nilai maximum 45 derajat dan minimum 25 derajat. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Potter & Perry (2005), rentang normal fleksi sendi panggul adalah 90- 120 derajat dibandingkan dengan hasil yang didapat ada peningkatan sepertiga bagiannya. Pada sendi 190

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 yang di dapat kurang memuaskan terutama untuk sendi lutut dan dorsofleksi, hal ini ditambah dengan adanya perasaan nyeri yang dialami oleh pasien sendiri dan mengakibatkan pasien malas melakukan latihan rentang gerak. Dilihat dari karakteristik pasien kelompok kontrol berdasarkan umur dan jenis kelamin separuh pasien (50%) berusia 36-45 tahun (dewasa akhir) dan lebih dari separuh responden (70%) dengan jenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Pudjiastuti dan Utomo, 2003 usia mempengaruhi sistem tubuh termasuk muskuloskeletal. Semakin bertambah usia maka fungsi muskuloskeletal akan semakin berkurang. Setelah mencapai puncaknya maka perlahan-lahan terjadi perubahan fungsi ke arah penurunan. Kolagen dan elastin sebagai protein pendukung utama pada kulit, tulang, tendon, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan cross linking yang tidak teratur. Selain kolagen, unsur lain juga berkurang seiring bertambahnya umur. Menurunnya kepadatan tulang, berubahnya struktur otot dan sendi yang lama kelamaan mengalami penurunan elastisitas menyebabkan kekuatan dan fleksibilitas otot sendi menjadi menurun sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi. Dan berdasarkan jenis kelamin, wanita cenderung lebih fleksibel dari pada laki-laki pada usia yang sama sepanjang hidup. Perbedaan ini umumnya dikaitkan dengan variasi anatomi dalam struktur sendi. Secara teori, apabila otot-otot termasuk otot ekstremitas bawah tidak dilatih terutama pada klien yang mengalami gangguan fungsi motorik kasar dalam jangka waktu tertentu maka otot akan kehilangan fungsi motoriknya secara permanen. Hal ini terjadi karena otot cenderung dalam keadaan immobilisasi. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atrofi dan

penurunan stabilitas. Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi adalah gangguan metabolisme kalsium dan gangguan mobilisasi sendi. Immobilisasi dapat mempengaruhi fungsi otot dan skeletal. Akibat pemecahan protein pada otot, klien mengalami kehilangan massa tubuh yang membentuk sebagian otot. Oleh karena itu penurunan massa otot tidak mampu mempertahankan aktifitas tanpa peningkatan kelelahan. Massa otot menurun akibat metabolisme dan otot yang tidak digunakan. Jika imobilisasi berlanjut dan otot tidak dilatih maka akan terjadi penurunan massa yang berkelanjutan (Potter & Perry, 2005). Penurunan mobilisasi dan gerakan mengakibatkan kerusakan muskuloskeletal yang besar dengan perubahan patofisiologi utamanya adalah atrofi. Atrofi adalah suatu keadaan sebagai respons tehadap penyakit dan penurunan aktifitas sehari-hari seperti pada imobilisasi dan tirah baring (Kasper dkk, 1993 dalam Potter & Perry, 2005). Penurunan stabilitas terjadi akibat kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atrofi dan kelainan sendi yang aktual sehingga klien tidak mampu bergerak terus menerus dan beresiko untuk jatuh. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa imobilisasi dapat menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan sendi. Akibatnya resorpsi tulang menjadi meningkat sehingga jaringan tulang kehilangan kepadatannya dan terjadi osteoporosis (Holm, 1989 dalam Potter & Perry, 2005). Dampak imobilisasi juga dapat mengakibatkan kontraktur sendi yaitu suatu kondisi abnomal dan permanen yang ditandai dengan fleksi sendi dan terfiksasi. Hal ini terjadi akibat sendi tidak digunakan, atrofi dan terjadi pemendekan serat otot. Jika terjadi kontraktur maka sendi tidak dapat mempertahankan rentang geraknya dengan penuh. Besarnya keuntungan yang didapat 191

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 dari latihan rentang serta dampak yang ditimbulkan, maka jelaslah bahwa latihan rentang gerak sangat dianjurkan untuk dilakukan secara teratur terutama pada klien dengan gangguan fungsi motorik termasuk pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna. Karena dengan latihan ini maka fungsi motorik menjadi meningkat sehingga pasien dapat melakukan mobilisasi dengan lebih baik untuk menunjang aktifitas sehariharinya.

Hasil analisis data pada table 9 didapatkan rata-rata rentang plantarfleksi pada kelompok eksperimen adalah 14.9 derajat, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 6.1. Hasil uji statistic Mann Whitney dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan rentang gerak plantarfleksi antara kelompok eksperimen dan kelompok control (p value= 0.001 < 0.05). Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa latihan rentang gerak yang dilakukan selama tiga hari berturut turut dengan frekuensi 2 kali sehari dapat meningkatkan fleksibilitas sendi panggul, lutut, dorsofleksi dan plantarflksi pergelangan kaki secara bermakna pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna yang mengalami gangguan motorik. Walaupun kenaikan nilai rentang tidak terlalu besar tetapi hasil ini cukup membuktikan bahwa intervensi yang dilakukan memberikan hasil yang diharapkan. Hal ini berbeda dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai dengan aturan penelitian dimana setelah dilakukan pengukuran nilai fleksibilitas sendi terdapat kenaikan tetapi kenaikannya sangat kecil dibandingkan dengan kelompok intervensi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kelln, et al (2009) yang menyatakan bahwa pelaksanaan program latihan rentang gerak secara dini pada klien pasca pembedahan menghasilkan suatu peningkatan yang signifikan bagi pemulihan yang lebih cepat. Peningkatan yang terlihat diantaranya adalah cara berjalan yang lebih baik, peningkatan dalam fleksi panggul, lutut, dorsofleksi dan plantarfleksi kearah normal, walaupun secara statistik tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan ketebalan ekstremitas dan luas gerak sendi lutut. Kesimpulannya adalah intervensi ini memberikan efek positif dan harapan bagi

C. Perbedaan Fleksibilitas Sendi Pada Pasien Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Interna Setelah Pemberian Latihan Rentang Gerak Dengan Yang Melakukan Latihan Rentang Gerak Tidak Sesuai Dengan Aturan Penelitian Hasil analisis data pada table 6 didapatkan rata-rata rentang fleksi pinggul pada kelompok eksperimen adalah 15.5 derajat, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 5.5. hasil uji statistic Mann Whitney dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan rentang fleksi pinggul antara kelompok eksperimen dan kelompok control (p value= 0.001 < 0.05). Hasil analisis data pada table 7 didapatkan rata-rata rentang fleksi lutut pada kelompok eksperimen adalah 15.5 derajat, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 5.5 derajat. Hasil uji statistik Mann Whitney dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan rentang fleksi lutut antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (p value = 0.001 < 0.05). Hasil analisis data pada table 8 didapatkan rata-rata rentang gerak dorsofleksi pada kelompok eksperimen adalah 15,35 derajat, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 5.65. Hasil uji statistic Mann Whitney dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan rentang gerak dorsofleksi antara kelompok eksperimen dan kelompok control (p value= 0.000 < 0.05). 192

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 klien dengan gangguan sendi bahwa dengan latihan rentang gerak secara dini yang dilakukan minimal selama 3 hari pasca pembedahan dapat mempercepat pemulihan kearah normal. Secara teori, latihan rentang gerak yang dilakukan secara rutin sangat penting karena tujuan utama latihan rentang gerak adalah untuk memelihara sendi agar tetap fleksibel. Latihan ini juga dapat membantu sendi agar tidak kaku, kontraktur serta menghindari deformitas. Bahaya paling besar ketika terjadi paralisis atau spastis yang menyebabkan ketidakseimbangan otot, dimana sendi tertarik lebih kuat ke satu arah sehingga menekuk secara terus menerus (Werner, 2009). Keadaan ini akan mengakibatkan sendi kehilangan elastisitasnya sehingga fleksibilitas sendi menjadi menurun. Kontraktur merupakan gangguan yang umum terjadi pada klien dengan pasien fratur femur pasca pembedahan. Kontraktur bisa berupa kontraksi otot yang permanen, tahanan yang tinggi pada peregangan pasif, hipoekstensibilitas, berkurangnya rentang peregangan pasif dan pemendekan otot. Untuk mencegah terjadinya kontraktur dan deformitas, latihan rentang gerak harus dilakukan secara kontinyu. Penting bagi pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna untuk menggerakan tubuhnya melalui pergerakan sendi secara penuh dalam aktifitas kehidupan sehari-hari (Werner, 2009). Menurut Bowden & Greenberg (2008) agar sendi tidak kehilangan fungsinya, maka latihan rentang gerak sebaiknya dilakukan setidaknya 2 kali dalam sehari. Jika sendi telah kehilangan gerakannya, maka latihan dilakukan lebih sering dan lebih lama. Latihan rentang gerak harus dilakukan sedini mungkin sebelum sendi kehilangan rentang geraknya. Memulai latihan sedini mungkin dapat mengurangi dan mencegah terjadinya keterbatasan. Selain melihat pengaruh latihan rentang

gerak terhadap fleksibilitas sendi panggul, lutut, dorsofleksi, dan plantarfleksi pergelangan kaki dan masing-masing kelompok, pada penelitian ini juga membandingkan bagaimana pengaruh latihan rentang gerak antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan rentang gerak antara kelompok intervensi dan kontrol. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata nilai fleksibilitas sendi panggul, sendi lutut, dorsofleksi dan plantarfleksi sendi pergelangan kaki kelompok intervensi lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok control. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa latihan rentang gerak efektif harus dilaksanakan dalam membantu mencegah terjadinya gangguan fleksibilitas sendi pada pasien pasca operasi terpasang fiksasi interna. Latihan rentang gerak merupakan salah satu intervensi keperawatan “Gangguan mobilitas fisik” dimana pasien mengalami ketidakseimbangan atau keterbatasan dalam menggerakkan satu atau lebih bagian sendi (Ellis & Bent, 2007). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Jogi (2010) yang melakukan intervensi latihan rentang gerak sendi pada klien post Total Hip Arthroplasty (THA) dan Total Knee Arthroplasty (TKA) kepada 30 pasien. Latihan dilakukan sebanyak 1-2 kali seminggu selama 5-7 minggu. Hasilnya terjadi peningkatan secara signifikan pada keseimbangan dan kekuatan otot terutama pada saat posisi berdiri. Latihan rentang gerak dapat diberikan pada pasien yang mengalami keterbatasan mobilisasi, dan tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri. Untuk itu perawat harus membuat jadwal kapan latihan rentang gerak harus dilakukan. Berdasarkan obsevasi peneliti dilapangan hal-hal yang menghambat dalam 193

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 pelaksanaan latihan retang gerak seperti adanya nyeri pasca pembedahan dan daerah trauma dapat ditepis dengan cara melakukan latihan rentang gerak pasif secara perlahan dan lembut sehingga tidak menimbulkan perasaan nyeri pada pasien. (Potter & Perry, 2005). Latihan rentang gerak yang diberikan dalam penelitian ini cukup mendapat respon yang baik dari responden, keluarga dan petugas Trauma Centre sendiri. Pelaksanaan latihan rentang gerak ini juga didukung dengan pedoman yang disertai gambar, sehingga memudahkan responden dan petugas untk melaksanakannya.

3. Adanya perbedaan yang bermakna fleksibilitas sendi anggotak gerak bawah antara kelompok eksperimen yang diberikan latihan rentang gerak dengan kelompok kontrol yang melakukan latihan rentang gerak tidak sesuai aturan penelitian.

B.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pengaruh pemberian latihan rentang gerak terhadap fleksibilitas sendi anggota gerak bawah pada pasien fraktur femur terpasang fiksasi interna di Ruang Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada kelompok eksperimen didapatkan rata-rata fleksibilitas sendi setelah diberikan latihan rentang gerak yaitu pada fleksi sendi panggul 68,5 derajat, fleksi sendi lutut 61 derajat, dorsofleksi pergelangan kaki 12,5 aderajat dan plantarfleksi pergelangan kaki 47 derajat. 2. Pada kelompok kontrol didapatkan rata-rata fleksibilitas sendi setelah dilakukan gerakan tidak sesuai aturan penelitian yaitu fleksi sendi panggul 45,5 derajat, fleksi sendi lutut 15,5 derajat, dorsofleksi pergelangan kaki 1,5 derajat dan plantarfleksi pergelangan kaki 33,5 derajat. 194

Saran 1. Bagi Profesi Keperawatan Adanya peningkatan pengetahuan perawat khususnya untuk orthopedi melalui pelatihan atau seminar sehingga mendapatkan keterampilan yang sama dalam merawat pasien pasca operasi ekstremitas bawah terutama bagaimana mengoptimalkan latihan rentang gerak untuk mencegah terjadinya masalah gangguan fleksibilitas sendi. 2. Bagi Instansi Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat dilanjutkan sebagai intervensi dirumah sakit untuk menerapkan pelaksanaan latihan rentang gerak secara terstruktur dan terencana dan membuat kebijakan dalam bentuk SOP. 3. Bagi penelitian selanjutnya a. Perlunya penelitian tentang terapi lain untuk meningkatkan fleksibilitas sendi dan rentang gerak ekstremitas bawah pada pasien fraktur femur, misalnya penggunaan biofeeback, akupuntur, atau continuous passive motion. b. Perlunya penelitian tentang perbandingan tingkat efektifitas latihan rentang gerak dengan terapi lainya seperti latihan rentang gerak dengan akupresur dalam meningkatkan

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 fleksibilitas sendi ekstremitas bawah pada pasien fratur femur post operasi. KEPUSTAKAAN

c.

d.

e.

f.

g.

h.

i. j. k.

l. Iryani, D. (2010). Fisiologi anatomi otot rangka: Mata kuliah pengantar. Diakses tanggal 9 Januari 2013, dari fkunand 2010.files.wordpress.com m. Kelln, B.M, (2009). Effect of early active range of motion rehabilitation on outcome measures after partial meniscectomy. Knee Surg Sports Traumatol Arthrosc, 17 (35), 607–616. n. Kozier, B., dkk. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses, & praktik (7th ed, 2nd vol.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC. o. Lewis, S. L, dkk. (2011). Medical-surgical nursing: Assessment and management of clinical promlems (8th ed, 2nd vol.). America: Elsevier Mosby. p. Muttaqin, A. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan sistem muskuloskeletal. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. q. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. r. Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan: pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. s. Oldmeadow, dkk. (2006). No rest for the wounded: early ambulation after hip surgey accelerates recovery. Diakses pada tanggal 5 Mei 2013 dari http://proquest.umi.com/pqdweb

Berger & Williams. (1992). Fundamental of nursing: Collaborating for optimal helath. USA: Apleton & Lange Bowden, V.R & Greenberg, C.S. (2008). Pediatric nursing procedures. second edition. Philadelphia: Lipincot William and Wilkins. Cluett, J. (2008). Open Reduction Internal Fixation. Diakses pada tanggal 8 November 2012, dari http://orthopedics.about.com/ cs/brokenbones Dahlan, M. S. (2011). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan: Deskriptif, bivariat, dan multivariat , dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. Jakarta: Salemba Medika. Ellis, JR & Bentz, PM. (2007). Modules for basic nursing skills. Philadelphia: Lippincoat Williams & Wilkins. Fakultas Keperawatan. (2012). Pedoman penulisan skripsi. Padang: Universitas Andalas. Faridaryany. (2010). Anatomi fisiologi sistem muskuloskeletal: Mata kuliah biomedik II. Diakses tanggal 9 Januari 2013, dari files.wordpress.com/ 2012/06/anfis-muskuloskeletal. Fatmah. (2010). Gizi usia lanjut. Jakarta: Erlangga. Ganong. (1995). Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: FKM UI 195

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 176 - 196 t. Pearce, E. C. (2000). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT Gramedia. u. Potter, P. A., & Perry,A. G. (1993). Fundamental of nursing: concepts, proces, & practice (3rd ed.). America: Mosby-Year Book, Inc. v. Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, & praktik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. w. Pudjiastuti, S. S & Utomo, B. (2003). Fisioterapi pada lansia. Jakarta: EGC. x. Riwidikdo, H. (2012). Statistik kesehatan: Belajar mudah teknik analisis data dalam penelitian kesehatan. Jakarta: EGC y. Sjamsuhidajat, R., & Jong, W. d. (2005). Buku-ajar ilmu bedah (2nd.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC. z. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah brunner & suddarth (8th, 3rd vol.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC. aa. Solamon, L., Warwick, D., & Nayagam, S. (2001). Apley’s System of Orthopaedics and Fractures (8th ed.). New York: Oxford University Press, Inc. bb. Astuti. (2006). Pengaruh latihan rentang gerak terhadap kekuatan otot dan luas rentang gerak pada pasien stroke di RSU Soetomo Surabaya. Diakses pada tanggal 20 April 2013, dari lontar.ui.ac.id/file?file=digital/1 37247 pdf cc. Timby, B.K. (2009). Fundamental nursing skills and concepts. Philadelphia:

Lippincoat Williams and Wilkins dd. Tseng, dkk. (2007). Effects of a range of-motion exercise programme. Journal of Advanced Nursing, 57(2), 181191. ee. Ulliya, S. (2010). Pengaruh latihan range of motion (rom) terhadap fleksibilitas sendi lutut pada lansia di Panti Wreda Wening Wardoyo Ungaran. Diakses tanggal 10 Februari 2013, dari http://ejournal.undip.ac.id/index ff. Werner, D. (2009). Disabled village children a guide for community health workers, rehabilitation workers, and families. California: The Hesperian Foundation. gg. Widyawati, I. Y. Pengaruh latihan rentang gerak sendi bawah secara aktif (Active lower range of motion exercise) terhadap tanda dan gejala neuropati diabetikum pada penderita DM tipe II Di Persadia Unit RSU Dr. Soetomo Surabaya. Diakses pada tanggal 20 April 2013, dari lontar.ui.ac.id/file?file=digit al/137247 pdf hh. Yandri, E. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi kontraktur sendi lutut pada penanganan fraktur femur secara operatif dan non operatif. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ii. Yanwirasti. (2010). Tulang dan persendian extremitas inferior. Diakses pada tanggal 9 Januari 2013, dari files.wordpress.com.

196

GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013

PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR HUMERUS DI RSUD Dr. MOEWARDI Ririn Purwanti, Wahyu Purwaningsih Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta ABSTRAK Latar Belakang : Fraktur merupakan salah satu masalah kesehatan yang menyebabkan kecacatan pada anggota gerak tubuh yang mengalami fraktur. Pasien post operasi fraktur di Rumah Sakit, sering mengalami keterlambatan dalam melakukan pergerakan yaitu terjadi kelemahan otot. Latihan rentang gerak yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot post operasi fraktur di Rumah Sakit adalah dengan latihan Range of Motion (ROM). Tujuan; Mengetahui pengaruh latihan Range of Motion (ROM) aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur humerus di RSUD Dr. Moewardi. Metode; Penelitian ini menggunakan desain Pre Eksperimen Design dengan rancangan One Group Pre-Post Test. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling dengan jumlah sampel penelitian 30 responden, sedangkan instrumen penelitian menggunakan lembar observasi, skala kekuatan otot deskriptif dan lembar panduan untuk melakukan latihan ROM aktif. Penelitian ini menggunakan analisa univariate dan bivariate. Pada analisa bivariate menggunakan uji Wilcoxon. Hasil; Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan Range of Motion (ROM) aktif ini mampu dilakukan oleh seluruh responden (100%), sebagian besar kekuatan otot pasien post operasi fraktur humerus sebelum diberi latihan ROM aktif adalah skala kekuatan otot 0 atau paralisis total atau tidak ada kontraksi otot dan setelah diberikan latihan ROM aktif sebanyak 9 kali menjadi skala kekuatan otot 2 atau kategori buruk atau kontraksi otot yang cukup kuat menggerakkan sendi tetapi hanya dapat dilakukan bila pengaruh dari gaya gravitasi dihilangkan. Dari hasil analisa bivariate diperoleh nilai z hitung sebesar 4,940 dengan angka signifikan (p) 0,000. Berdasarkan hasil tersebut diketahui z hitung (4,940) > z tabel (1,96) dan angka signifikan (p) < 0,05 sehingga ada pengaruh signifikan latihan ROM aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur humerus di RSUD Dr. Moewardi. Kesimpulan; Ada pengaruh signifikan pada latihan range of motion (ROM) aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur humerus di RSUD Dr. Moewardi. Kata Kunci : Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif, Kekuatan Otot Post Operasi A. PENDAHULUAN

kecelakaan lalu lintas. Di Indonesia pada

Mobilitas manusia yang ingin serba cepat

tahun 2003 jumlah kecelakaan di jalan raya

dapat menimbulkan masalah yang cukup

mencapai 13.399 kejadian dengan jumlah

serius, yaitu jumlah kepadatan lalu lintas yang

kematian mencapai 9.865 orang, sebanyak

semakin bertambah. Bertambahnya kepadatan

6.142 orang mengalami luka berat (fraktur)

lalu lintas tersebut berakibat meningkatnya

dan 8.694 luka ringan, dengan rata-rata setiap

42 Pengaruh Latihan Range of Motion ...

GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013 hari terjadi 4,0 kejadian kecelakaan lalu lintas

Eksperimen Design dengan rancangan One

yang mengakibatkan 30 orang meninggal

Group Pre-Post Test.

dunia (Utama et al, 2008). Kecelakaan tersebut

Tempat dan Waktu Penelitian

dapat menimbulkan cidera, baik cidera ringan,

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit

berat, kecacatan bahkan kematian. Tingginya

Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi di ruang

angka kecelakaan menyebabkan insiden fraktur

rawat inap bedah yaitu Mawar 2 dan Mawar 3.

tinggi, dan salah satu fraktur yang paling sering

Waktu penelitian mulai bulan November

terjadi adalah fraktur humerus (Smeltzer, 2001).

2011 sampai bulan Juli 2012.

Fraktur dapat menyebabkan kecacatan pada

Populasi dan Sampel

anggota gerak yang mengalami fraktur, untuk

Populasi dalam penelitian ini adalah

itu diharuskan segera dilakukan tindakan untuk

seluruh pasien yang telah dilakukan operasi

menyelamatkan klien dari kecacatan fisik.

fraktur humerus yang di ruang rawat inap

Sedangkan kecacatan fisik dapat dipulihkan

bedah di RSUD Dr. Moewardi sebanyak 150

secara bertahap melalui latihan rentang gerak

pada bulan Januari – Desember 2011.

yaitu dengan latihan Range of Motion(ROM)

Dalam penelitian ini peneliti menetapkan

yang dievaluasi secara aktif, yang merupakan

jumlah sampel sebanyak 30 orang dengan teknik

kegiatan penting pada periode post operasi

pengambilan sampel dengan menggunakan

guna mengembalikan kekuatan otot pasien

purposive sampling.

(Lukman dan Ningsih, 2009). Berdasarkan

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah

hasil observasi di RSUD Dr. Moewardi, pada

1. Pasien fraktur humerus pada hari pertama

tanggal 05 Desember 2011 diperoleh pasien

setelah dilakukan operasi yang berumur >

fraktur humerus tahun 2011 sejumlah 174

12 tahun.

pasien yang dirawat inap, dari data tersebut

2. Pasien fraktur humerus pada hari pertama

terdapat 150 pasien fraktur humerus yang

setelah dilakukan operasi dan bersedia

dilakukan tindakan pembedahan/ operasi.

menjadi responden. 3. Pasien fraktur humerus pada hari pertama

B. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan yaitu jenis penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre

setelah dilakukan operasi tanpa komplikasi atau penyakit lain. 4. Pasien fraktur humerus pada hari pertama setelah dilakukan operasi yang mampu berkomunikasi dengan baik. Pengaruh Latihan Range of Motion ...

43

GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013 5. Pasien fraktur humerus pada hari pertama

kekuatan kontraksi otot yang cukup kuat dapat

setelah dilakukan operasi tidak ada

menggerakkan sendi melawan gaya gravitasi

kecacatan fisik seperti cacat bawaan yang

dan tahanan). 5 (normal/ kekuatan otot penuh).

memungkinkan kesalahan dalam penilaian

Analisa Data

gerakan.

Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini

latihan ROM aktif terhadap kekuatan otot pada

adalah Pasien fraktur humerus yang pulang

pasien post operasi fraktur humerus setelah 24

paksa sebelum waktu yang ditentukan oleh

jam sebelum dilakukan ROM aktif pada hari

dokter.

pertama dengan yang sudah dilakukan ROM

Instrumen Penelitian

aktif pada hari ke tiga. Dalam penelitian ini

1. Range of Motion (ROM) Aktif

untuk menguji dan menganalisa data yang

Alat ukur yang digunakan berupa daftar

diperoleh, menggunakan uji Wilcoxon match

tindakan (check list).

pairs test.

2. Kekuatan Otot Instrumen yang digunakan adalah lembar

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

observasi yang sudah dibakukan berupa

Hasil

skala kekuatan otot berupa uji Manual

1. Karakteristik Responden

Lovett.

a.

Umur

Lembar observasi ini untuk mengamati

Distribusi frekuensi pasien post

kekuatan otot pasien yang terdiri dari tidak

operasi fraktur humerus berdasarkan

ada, sedeikit, buruk, sedang, baik dan normal.

umur, dapat dilihat pada tabel berikut

Adapun rentang nilainya adalah : 0 (tidak ada/ paralisis total). 1 (sedikit/ suatu kontraksi halus, yang hanya dapat dirasakan bila otot diraba). 2 (buruk/ kontraksi otot yang cukup kuat menggerakkan sendi, bila pengaruh gaya gravitasi dihilangkan). 3 (sedang/ kontraksi otot cukup kuat dapat menggerakkan sendi melawan gaya gravitasi). 4 (baik/

44 Pengaruh Latihan Range of Motion ...

ini: Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur No

Umur

Frekuensi

(%)

1 2 3

< 20 tahun 20-55 tahun > 55 tahun

4 23 3

13,4 76,6 10,0

30

100

Total

Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan sebagian besar pasien post

GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013 operasi fraktur humerus dengan

2 3

umur 20-55 tahun, yaitu sebanyak 23

Jatuh Pukulan benda tumpul

Total

responden (76,6%), sebagian kecil

10,0 3,3

30

100

Sumber: Data Primer

pasien post operasi fraktur humerus

Berdasarkan Tabel 3 menun-

dengan umur > 55 tahun sebanyak 3

jukkan sebagian besar pasien post

responden (10,0%).

operasi fraktur humerus disebabkan

b. Jenis Kelamin

karena kecelakaan lalu lintas yaitu

Distribusi frekuensi pasien post

sebanyak 26 responden (86,7%),

operasi fraktur humerus berdasarkan

sebagian kecil pasien post operasi

jenis kelamin, dapat dilihat pada tabel

fraktur humerus disebabkan karena

berikut ini :

pukulan benda tumpul yaitu 1

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin No

Jenis Kelamin

Frekuensi

(%)

1 2

Laki-laki Perempuan

23 7

76,7 23,3

30

100

Total

3 1

Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan 23 responden (76,7%) dengan jenis kelamin laki-laki, dan 7 responden (23,3%) dengan jenis kelamin perempuan.

responden (3,3%). 2. Hasil Identifikasi Kekuatan Otot Sebelum Dilakukan Latihan ROM Aktif Tabel 4.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Skala Kekuatan Otot Sebelum Dilakukan Latihan ROM Aktif No

Skala

Kategori

Frekuensi

(%)

1 2 3 4 5 6

0 1 2 3 4 5

Tidak ada Sedikit Buruk Sedang Baik Normal

16 6 8 0 0 0

53,3 20,0 26,7 0 0 0

30

100

Total

c. Penyebab Distribusi frekuensi pasien post operasi fraktur humerus berdasarkan penyebab, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penyebab No

Penyebab

Frekuensi

(%)

1

Kecelakaan lalu lintas

26

86,7

Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan sebelum diberi latihan ROM aktif sebagian besar pasien post operasi fraktur humerus dengan skala kekuatan otot 0, yaitu sebanyak 16 responden (53,3%) dan sebagian kecil dengan skala kekuatan otot 1, yaitu sebanyak 6 responden (20,0%).

Pengaruh Latihan Range of Motion ...

45

GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013 3. Hasil Identifikasi Kekuatan Otot Setelah Dilakukan Latihan ROM Aktif Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Skala Kekuatan Otot Setelah Dilakukan Latihan ROM Aktif No

Skala

Kategori

Frekuensi

(%)

1 2 3 4 5 6

0 1 2 3 4 5

Tidak ada Sedikit Buruk Sedang Baik Normal

0 6 11 8 5 0

0 20,0 36,7 26,7 16,7 0

30

100

Total

Sumber: Data Primer

dilakukan latihan ROM aktif, 6 responden sedikit, 11 responden buruk, 8 responden sedang, dan 5 responden baik. Tabel 7 Perbandingan Skala Kekuatan Otot Sebelum Dan Setelah Dilakukan Latihan ROM Aktif Skala Kekuatan Otot ML 0-5 Perlakuan Sebelum Setelah

0

1

2

3

4

5

16 0

6 6

8 11

0 8

0 5

0 0

Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan setelah diberi latihan ROM aktif sebagian

Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan

besar pasien post operasi fraktur humerus

adanya penurunan skala kekuatan otot

dengan skala kekuatan otot 2, yaitu

ML 0-5, sebelum dilakukan latihan ROM

sebanyak 11 responden (36,7%) dan

aktif skala kekuatan otot 0,1, dan 2,

sebagian kecil dengan skala kekuatan otot

setelah dilakukan latihan ROM aktif skala

4, yaitu sebanyak 5 responden (16,7%).

kekuatan otot meningkat menjadi 1, 2, 3, dan 4.

4. Perbedaan Kekuatan Otot Pasien Post Operasi Fraktur Humerus Sebelum dan Setelah Dilakukan Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif Tabel 6 Perbandingan Skala Kekuat-an Otot Sebelum Dan Setelah Dilakukan Latihan ROM Aktif Kekuatan Otot Perlakuan Tidak Sedikit Buruk Sedang Baik Normal ada Sebelum 16 6 8 0 0 0 Setelah 0 6 11 8 5 0

Sumber: Data Primer

Ada tidaknya pengaruh latihan ROM aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur humerus di RSUD Dr. Moewardi, dilakukan pengujian dengan uji statistik wilcoxon math pair test dengan taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil uji statistik wilcoxon math pair test, dapat diketahui nilai z hitung sebesar 4,940 dengan angka signifikan (p) 0,000 dari

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan

hasil tersebut akan dibandingkan dengan

sebelum dilakukan latihan ROM aktif 16

z tabel untuk taraf signifikansi 5% yaitu

responden tidak ada gerakan, 6 responden

sebesar 1,96. Berdasarkan hasil tersebut

sedikit, dan 8 responden buruk. Setelah

diketahui z hitung (4,940) > z tabel (1,96)

46 Pengaruh Latihan Range of Motion ...

GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013 dan angka signifikan (p) < 0,05 sehingga

humerus biasanya terjadi pada anak-

ada pengaruh signifikan latihan ROM

anak dan tidak menutup kemungkinana

aktif terhadap kekuatan otot pada pasien

bisa terjadi pada usia dewasa. Fraktur

post operasi fraktur humerus di RSUD Dr.

kondilus lateral biasanya sering terjadi

Moewardi.

pada anak, pada orang dewasa juga

PEMBAHASAN 1. Analisis Karakteristik Pasien Post Operasi Fraktur Humerus a. Analisis Karakteristik Pasien Post Operasi Fraktur Humerus Berdasarkan Umur Hasil penelitian pada Tabel 1 menunjukkan sebagian besar pasien post operasi fraktur humerus dengan umur 20-55 tahun, yaitu sebanyak 23 responden (76,6%). Menurut Helmi (2012) gambaran klinik dari fraktur humerus sebagian besar pasien adalah orang dewasa muda (>20 tahun). Sedangkan fraktur humerus proksimal (kolum humerus) biasanya terjadi pada usia lanjut riwayat osteoporosis atau pada wanita pascamenopouse tetapi tidak menutup kemungkinan bisa terjadi pada usia dewasa. Fraktur batang humerus biasanya terjadi pada usia dewasa akibat dari jatuh pada tangan memuntir humerus sehingga menyebabkan fraktur spiral dan bisa terjadi pada manula akibat dari suatu

sering dijumpai biasanya fraktur berbentuk huruf T atau Y. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Rahmasari et al (2008) yang menyatakan tingkat kemandirian pasien pada usia 20-55 tahun atau usia produktif lebih tinggi dari pada anak-anak dan lansia. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa pada usia produktif memiliki fleksibilitas sendi yang baik. Pada usia dewasa tua fleksibilitas cenderung mengalami panurunan pada tingkat aktivitas dan kekuatan otot, sehingga dapat menurunkan rentang gerak sendi. b. Analisis Karakteristik Pasien Post Operasi Fraktur Humerus Berdasarkan Jenis Kelamin Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan sebagian besar pasien post operasi fraktur humerus berjenis kelamin laki-laki sebanyak 23 responden (76,7%) sedangkan perempuan sebanyak 7 responden

metastasis. Fraktur suprakondiler Pengaruh Latihan Range of Motion ...

47

GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013 (23,3%). Sesuai pendapat Lukman dan

fraktur. Angka kecacatan fisik akibat

Ningsih (2009) bahwa fraktur lebih

fraktur paling banyak dibandingkan

sering terjadi pada laki-laki daripada

dengan semua cedera atau trauma

perempuan. Hal ini disebabkan aktifitas

yang disebabkan karena kecelakaan,

laki-laki sebagai pencari nafkah dan

salah satu fraktur yang sering terjadi

intensitas kegiatan diluar rumah

adalah fraktur humerus. Hasil

yang lebih tinggi, aktifitas seperti

penelitian ini tidak sejalan dengan

memanjat, mengendarai kendaraan

penelitian yang dilakukan Indriani

bermotor, olah raga dan lain-lain yang

dan Indawati (2006) bahwa terjadi

dapat meningkatkan resiko cidera.

kecelakaan lalu lintas paling banyak

Hasil ini didukung penelitian yang

disebabkan karena kondisi waktu

dilakukan oleh Utama et al (2008)

gelap mengendarai kendaraan roda

berdasarkan jenis kelamin bahwa

dua pada musim penghujan dengan

prevalensi kecelakaan lalu lintas pada

kondisi korban mati merupakan angka

laki-laki bermakna lebih tinggi dari

kecelakaan paling besar.

perempuan. c. Analisis Karakteristik Pasien Post Operasi Fraktur Humerus Berdasarkan Penyebab

2. Analisis Identifikasi Kekuatan Otot Sebelum Dilakukan Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif Hasil pengamatan sebelum dilakukan

Hasil penelitian pada Tabel 3

perlakuan yaitu latihan ROM aktif

menunjukkan 26 responden (86,7%)

pada Tabel 4 menunjukkan sebelum

fraktur disebabkan kecelakaan lalu

diberi latihan ROM aktif sebagian besar

lintas. Sesuai pendapat Smeltzer

responden dengan skala kekuatan otot 0

(2001) tingginya angka kecelakaan

yaitu sebanyak 16 responden (53,3%).

menyebabkan angka kejadian atau

Menurut Noer 1996, dalam Lukman dan

insiden fraktur tinggi. Fraktur atau

Ningsih (2009) otot skeleta merupakan

patah tulang dapat menimbulkan

organ yang berkontraksi dengan tujuan

berbagai gangguan fungsi tubuh

memperoleh tenaga dan gerakan ke arah

diantaranya fungsi motorik atau

tertentu. Otot skelet terdiri atas sel-sel

anggota gerak tubuh yang mengalami

yang disebut sebagai serabut (fibers)

48 Pengaruh Latihan Range of Motion ...

GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013 yang mempunyai struktur tertentu. Sesuai

Menurut Krol (1996) buruk merupakan

pendapat Krol (1996) skala kekuatan otot

kondisi kontraksi otot yang cukup kuat

0 itu tidak ada kontraksi otot atau paralisis

menggerakkan sendi tetapi hanya dapat

total. Hasil penelitian ini didukung oleh

dilakukan bila pengaruh dari gaya gravitasi

penelitian Astrid et al (2008) menunjukkan

dihilangkan. Tingkat buruk pasien fraktur

bahwa nilai kekuatan otot pada kelompok

berbeda-beda tergantung pada keparahan

yang dilakukan intervensi berbeda dengan

penyakitnya. Pada pasien post operasi

kekuatan otot pada kelompok yang tidak

fraktur mengalami keterlambatan dalam

dilakukan intervensi, bahwa latihan

melakukan pergerakan karena kelemahan

ROM berpengaruh terhadap peningkatan

otot dan rasa nyeri yang dirasakan

kekuatan otot pasien stroke.

(Potter dan Perry, 2006). Penelitian ini

3. Analisis Identifikasi Kekuatan Otot Setelah Dilakukan Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astrid et al (2008) bahwa sesudah pasien mendapatkan latihan ROM 4 kali

Setelah dilakukan perlakuan

sehari selama 7 hari, terdapat manfaat

yaitu latihan ROM aktif pada Tabel 5

untuk pasien yaitu adanya peningkatan

menunjukkan setelah diberi latihan ROM

kekuatan otot dan kemampuan fungsional

aktif sebanyak 9 kali sebagian besar

pada pasien stroke. Penelitian ini juga

pasien dengan skala kekuatan otot 2 yaitu

mengungkapkan bahwa baik itu latihan

sebanyak 11 responden (36,7%) atau

ROM yang dilakukan 4 kali sehari maupun

kategori buruk, sedangkan secara fisiologis

latihan ROM yang diberikan hanya 1 kali

menurut pendapat Smeltzer 2002, dalam

sehari sama-sama berpengaruh terhadap

Lukman dan Ningsih (2009), kekuatan

peningkatan kemampuan fungsional.

otot mulai kembali tanpa dilakukan ROM

dimana pada tahap poliferasi sel kira-kira

4. Analisis Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif Terhadap Kekuatan Otot

lima hari hematoma akan mengalami

Kekuatan otot dapat kembali secara

organisasi, terbentuk benang-benang fibrin

fisiologis tanpa dilakukan ROM sesuai

dalam jendela darah membentuk jaringan

dengan pendapat Smeltzer (2001), tahapan

untuk invasi fibroblas dan osteoblas.

kembalinya otot berhubungan erat dengan

sesuai dengan tahap penyembuhan tulang

Pengaruh Latihan Range of Motion ...

49

GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013 tahapan penyembuhan tulang yang terdiri

osteosit, sel endotel dan sel periosteum)

atas inflamasi, proliferasi sel, pembentukan

akan menghasilkan kolagen sebagai

kalus, penulangan kalus (osifikasi), dan

matriks kolagen pada patahan tulang.

remodeling. Sesuai tahap penyembuhan

Terbentuk jaringan ikat fibrosa dan tulang

tulang tersebut, kekuatan otot mulai

rawan (osteoid). Tulang yang sedang

kembali secara fisiologis pada tahap

aktif tumbuh menunjukkan potensial

poliferasi sel yaitu kira-kira lima hari

elektronegatif, oleh karenanya kekuatan

hematoma akan mengalami organisasi.

otot akan meningkat atau bahkan menjadi

Sehingga kekuatan otot mulai regenerasi

normal. Hasil penelitian ini didukung

kembali tanpa dilakukan ROM selama

oleh penelitian Windiarto (2008) dalam

5 hari. Perbandingan skala kekuatan

penelitiannya mengatakan bahwa terbukti

otot pasien dapat dilihat pada Tabel

adanya perbedaan lama waktu terjadinya

4.7, pada tabel tersebut menunjukkan

pemulihan peristaltik usus antara pasien

peningkatan skala kekuatan otot ML

yang dilakukan ambulasi dini ROM aktif

0-5, sebelum dilakukan latihan ROM

dan ROM pasif pada pasien pasca operasi

aktif skala kekuatan otot 0,1, dan 2,

abdomen. Pasien pasca operasi abdomen

setelah dilakukan latihan ROM aktif skala

yang dilakukan ambulasi dini ROM aktif

kekuatan otot meningkat menjadi 1,2,3,

lebih cepat pulih dari pada yang dilakukan

dan 4. Hal ini sesuai dengan teori-teori

ambulasi dini ROM pasif.

yang ada, salah satu diantaranya yang diungkapkan oleh Potter dan Perry (2006) yaitu teori rentang gerak sendi, yang mana teori ini menyatakan bahwa dengan adanya latihan rentang gerak sendi, hematoma akan mengalami organisasi terbentuk benang-benang fibrin dalam jendela darah sehingga membentuk jaringan untuk invasi fibroblas dan osteoblas. Fibroblas dan osteoklas (berkembang dari

50 Pengaruh Latihan Range of Motion ...

D. SIMPULAN Penelitian untuk mengetahui pengaruh latihan range of motion (ROM) aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur humerus di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi, dapat diambil kesimpulan yaitu : 1. Sebelum dilakukan latihan ROM aktif, sebagian besar pasien dengan skala kekuatan otot 0 atau paralisis total (tidak ada kontraksi otot).

GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013 2. Setelah dilakukan latihan ROM aktif,

kekuatan otot pada pasien post operasi

sebagian besar pasien dengan skala

fraktur humerus di RSUD Dr. Moewardi.

kekuatan otot 2 atau kontraksi otot yang

Perawat sebaiknya lebih memberikan

cukup kuat menggerakkan sendi (buruk).

motivasi latihan range of motion (ROM)

3. Sebelum dilakukan latihan ROM aktif

terutama secara aktif kepada pasien di Bangsal

sebagian besar 16 responden mengalami

Bedah Orthopedi, sehingga dapat mempercepat

paralisis total atau tidak ada kontraksi

pemulihan kekuatan otot pasien. Kepada

otot. Setelah dilakukan latihan ROM aktif

peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan

sebagian kecil 5 responden mengalami

untuk terapi latihan range of motion (ROM)

kontraksi otot yang cukup kuat dapat

aktif agar dikaji lebih lanjut dengan model

menggerakkan sendi melawan gaya

analisis ROM aktif dan pasif, sehingga dapat

gravitasi dan tahanan atau baik.

diketahui lebih pasti tingkat efektivitas yang

4. Ada pengaruh signifikan pada latihan

mempengaruhi keberhasilan latihan ROM.

range of motion (ROM) aktif terhadap

Pengaruh Latihan Range of Motion ...

51

GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013 DAFTAR PUSTAKA

Astrid M, Nurachmah E, Budiharto. 2008. Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot, Luas Gerak Sendi dan Kemampuan Fungsional Pasien Stroke di RS Sint Corolus Jakarta. Jakarta : Jurnal FIK UI Helmi ZN. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika Indriani D, Indawati R. 2006. Model Hubungan Dan Estimasi Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas. Surabaya : Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat Surabaya Vol. 22, No. 3 Krol J. 1996. Poliomielitis dan Dasar-Dasar Pembedahan Rehabilitasi : teknik-teknik untuk rumah sakit daerah, alih bahasa dr. Hadyanto. Jakarta : EGC Lukman, Ningsih N. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika Potter PA, Perry AG. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Vol. 2. Jakarta : EGC Rahmasari I, Arifah S, Purwanti OS. 2008. Pengaruh ROM Secara Dini Terhadap Kemampuan ADL Pasien Post Operasi Fraktur Femur. Surakarta : Jurnal Penelitian Universitas Muhammadiyah Surakarta Smeltzer SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8. Jakarta : EGC Utama SU, Magetsari R, Pribadi V. 2008. Estimasi Prevalensi Kecelakaan Lalu Lintas Dengan Metode Capture-Recapture. Yogyakarta : Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 24, No. 1 Windiarto N. 2008. Differences of Recovery time of Intenstinal Peristaltic on Surgical Patients with General Anesthesia Taken with Early Ambulation of Active and Passive ROM in Wira Bhakti Tamtama Hospital Semarang. Semarang : Jurnal Urminkes RS. BWT

52 Pengaruh Latihan Range of Motion ...

I KEPERAWATAN STIKES MUⅡAMⅣIADIYAⅡ GOMBONG

PIAⅡ ASISlWA PRODI DⅡ

Nalna

:Ika Enviana

NIⅣ l

:A01301765

Pelllbimbing :Inna、 van Andri,S.Kcp.,Ns.,Nl.Kep

Waktu

No

Se(esa,

1

Ju4,n;

Juni

e.<

t

らA3 1

k00,り l

ao16

karir , ?o )rn;

3.

」 じ dυ

7ertentυ ttrl

Paraf Pembimbing

にてヽ

)vys'qg,



Keteransan

Topik bimbingan

eotc

りA3 1(η F

,cvt,t

got6 Sabt,ut

4.

う .

tolb genin 0.0

6

r

Juli

,6 )uli

tb

fuloto

,,,

)ol; aalU Rabu , 20 Juft aot6

,

δ SabLv , sz )o\,i ngyg 6

9entn > aq

) uti ao (L

0 ヽ         ︱



LEPIBAR KONSUL BIⅣIBINGAN KTI

Rl,by,

!g

\,;n

,

1/rtし

多AZ I一 多

BA3 多 743 1 く β C

μ cν「

,,,

):,0,i.)St.',tt

R9VtSr 9A3

3ぬ n`

Revis1 3/3 4 71,じ

111ゴ ド al \L

l_ヮ

,

Itarvtis ,,8

,4airs.trs p"iL

)larllゃ

3'31-')

1 771 Co,I(`

ν

)

5`・

ori) lr

k;ui'

憮 い

c ′ι



(ヽ



tR ヽ ド τ