ASURANSI PERTANIAN SEBAGAI SARANA

Download DIAN ANDRAYANI. Asuransi Pertanian Sebagai Sarana Meningkatkan. Kesejahteraan Petani (Analisis Simulasi pada PT. Saung Mirwan dan Mitra. ...

0 downloads 581 Views 2MB Size
ASURANSI PERTANIAN SEBAGAI SARANA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI (Analisis Simulasi pada PT. Saung Mirwan dan Mitra Taninya di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor)

DIAN ANDRAYANI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

RINGKASAN DIAN ANDRAYANI. Asuransi Pertanian Sebagai Sarana Meningkatkan Kesejahteraan Petani (Analisis Simulasi pada PT. Saung Mirwan dan Mitra Taninya di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor). Dibimbing Oleh NOVINDRA. Pertanian masuk ke dalam tiga besar sektor unggulan penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di Indonesia. Seiring dengan hal itu, terdapat persoalan yang dapat menjadi ancaman bagi sektor pertanian, antara lain meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global; ketersediaan infrastruktur lahan; kepemilikan lahan yang sempit; dan lainnya. Perlu upaya sistematis dan melembaga untuk meminimalkan risiko kerugian akibat ancaman tersebut. Asuransi pertanian merupakan alternatif manajemen risiko yang layak dipertimbangkan. Asuransi pertanian berkaitan dengan pembiayaan usahatani oleh pihak ketiga dengan jumlah tertentu. PT. Saung Mirwan merupakan perusahaan agribisnis yang bermitra dengan petani untuk memproduksi edamame. PT. Saung Mirwan berada di Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Analisis keberadaan asuransi pertanian menjadi penting bagi PT. Saung Mirwan dan mitra taninya guna meminimalkan risiko kerugian akibat perubahan iklim. Pengembangan asuransi pertanian melibatkan banyak faktor sosial yang kompleks dimana faktorfaktor tersebut hanya dapat diidentifikasi dan dipahami dari suatu kaji tindak model asuransi pertanian. Uji kaji tindak atau pilot project asuransi pertanian sudah mulai dilakukan oleh Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), selaku lembaga yang berwenang dalam studi ekonomi pertanian, sejak tahun 2008. Berdasarkan hal tersebut permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana urgensi asuransi pertanian bagi PT. Saung Mirwan dan mitra taninya; bagaimana model asuransi pertanian dari PSEKP; dan bagaimana dampak asuransi pertanian bagi pendapatan petani mitra. Metode analisis dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif yang meliputi penilaian persepsi responden dan informan pada asuransi pertanian; penilaian persepsi responden pada model asuransi pertanian; dan perhitungan pendapatan responden, sedangkan metode kualitatif yang dilakukan meliputi deskripsi dan pembahasan data kuantitatif yang diolah, serta studi literatur mengenai asuransi pertanian. Hasil analisis kualitatif menunjukan keberadaan asuransi pertanian sebagai mekanisme pembagian risiko pada PT. Saung Mirwan dan mitra taninya dianggap penting dan semakin mendesak, karena adanya peningkatan risiko usahatani akibat perubahan pergeseran musim dan serangan hama penyakit. Asuransi pertanian dari PSEKP menekankan kerjasama dari pemerintah, perusahaan asuransi, dan petani sebagai pihak yang menjadi atribut dalam kelembagaan asuransi. Asuransi pertanian memiliki dampak yang positif bagi mitra tani, karena program asuransi dapat membantu petani mitra menanggulangi kebutuhan dana jangka panjang, khususnya saat terjadi gagal panen. Dengan demikian, risiko kehilangan pendapatan petani mitra dapat diminimalkan. Kata kunci: Model asuransi pertanian, kesejahteraan petani, usahatani edamame

ASURANSI PERTANIAN SEBAGAI SARANA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI (Analisis Simulasi pada PT. Saung Mirwan dan Mitra Taninya di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor)

DIAN ANDRAYANI H44080097

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Asuransi Pertanian Sebagai Sarana Meningkatkan Kesejahteraan Petani (Analisis Simulasi pada PT. Saung Mirwan dan Mitra Taninya di Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Dian Andrayani H44080097

Judul Proposal

: Asuransi Pertanian Sebagai Sarana Meningkatkan Kesejahteraan Petani (Analisis Simulasi pada PT. Saung Mirwan dan Mitra Taninya di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor)

Nama

: Dian Andrayani

NRP

: H44080097

Menyetujui, Pembimbing

Novindra, S.P., M.Si NIP. 19811102 200701 1001

Mengetahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T NIP. 19660717 1992031 1 003

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta 18 Februari 1990, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Budi Santosa dan Kamsinah. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1996 dan diselesaikan pada tahun 2002 di SD Negeri 06 Pagi Lubang Buaya. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai tahun 2002 dan diselesaikan tahun 2005 di SMP Negeri 259 Jakarta. Pendidikan menengah atas pada tahun 2005 dan diselesaikan tahun 2008 di SMA Negeri 48 Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis aktif dalam International Association of Student in Agricultural and Related Sciences (IAAS) Local Committee IPB sebagai staf Divisi Project (periode 2008-2010). Penulis juga aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM IPB sebagai staf Divisi Pendidikan (periode 2009-2010). Penulis berhasil lolos seleksi dalam kegiatan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) Bidang Pengabdian Masyrakat hingga tingkat IPB 2010 dan menjadi Duta Anti Korupsi IPB pada tahun 2010. Penulis juga merupakan penerima Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) periode 2009-2010 dan Beasiswa Yayasan Goodwill International periode 2011-2012.

100

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Asuransi Pertanian Sebagai Sarana Meningkatkan Kesejahteraan Petani (Analisis Simulasi pada PT. Saung Mirwan dan Mitra Taninya di Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor). Skripsi ini disusun sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Program Sarjana Ekonomi Pertanian, Sumberdaya,

dan

Lingkungan;

Departeman

Ekonomi

Sumberdaya

dan

Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini diharapkan dapat membantu stakeholder terkait dalam mewujudkan sistem perlindungan pertanian yang sesuai bagi petani dan pengusaha pertanian di Indonesia. Selain itu, penulis juga mengharapkan adanya penelitian lanjutan yang akan mengakomodasi kekurangan penelitian ini.

Bogor, Februari 2013

Dian Andrayani

UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillaahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Salawat serta salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Ucapan terima kasih penulis sampaikan dengan penuh rasa hormat kepada: 1. Bapak Novindra, S.P, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah bersedia memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi yang sangat berarti dari masa perkuliahan sampai selesainya skripsi ini. 2. Bapak Ir. Ujang Sehabudin sebagai dosen penguji utama dan Bapak Adi Hadianto, S.P, M.Si sebagai dosen penguji wakil departemen yang telah memberikan saran, kritik, dan masukan , sehingga penulis dapat memperbaiki karya ini. 3. Bapak Dr. Ir. Sahat M. Pasaribu, M. Eng selaku peneliti PSEKP yang telah berbagi ilmu pengetahuan tentang penelitiannya dan Bapak Wisnu dari asuransi umum PT. Bumi Putera Muda atas informasi yang telah diberikan. 4. PT. Saung Mirwan sebagai tempat penelitian, mitra tani dan staf PT. Saung Mirwan yang telah memberikan banyak bantuan selama penulis melaksanakan turun lapang dan saudari Ifa sebagai teman seperjuangan selama turun lapang. 5. Ayahanda (Bapak Budi Santosa) dan ibunda (Ibu Kamsinah), adik tercinta (Shandy Sanjaya) yang selalu memberikan kasih sayang, doa, semangat, dan dukungan yang tiada hentinya. 6. Irpan Ripa’i Sutowo yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi ide pemikiran, dukungan dan semangat; sahabat ESL 45 (Anggi, Tia, dan Asih) dan teman-teman bimbingan (Diani, Sari, Novrika, Pebri, Sandra, Kiki), serta seluruh keluarga besar ESL 45 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang selalu memberi motivasi, kebersamaan, dan kekompakan. 7. Teman kosan Pondok Indah (Riska, Ide, Ponam, Enda, dan Sarah) yang telah memberikan banyak saran, keceriaan, dan semangat untuk terus maju. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah menjadi bagian dari perjalanan penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, terutama dalam pengembangan ilmu ekonomi pertanian. Bogor, Februari 2013

Penulis

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

xii

I.

II.

III.

IV.

V.

PENDAHULUAN ..........................................................................

1

1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.

Latar Belakang ........................................................................ Perumusan Masalah ................................................................. Tujuan Penelitian ..................................................................... Manfaat Penelitian ................................................................... Ruang Lingkup Penelitian .......................................................

1 6 8 9 9

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................

11

2.1. Risiko Perubahan Iklim Pada Sektor Pertanian ....................... 2.2. Asuransi ................................................................................... 2.2.1. Lembaga Asuransi dan Hukum Asuransi di Indonesia 2.2.2. Asuransi Pertanian ....................................................... 2.3. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya ................................... 2.3.1. Skim Model Asuransi Pertanian dari PSEKP .............. 2.3.2. Uji Coba Asuransi Pertanian ........................................ 2.3.3. Pembiayaan Premi Asuransi di India ........................... 2.4. Kebaruan Penelitian ................................................................

11 11 12 14 14 16 19 21 21

KERANGKA PEMIKIRAN .........................................................

22

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................. 3.1.1. Ketidakpastian dan Risiko Dalam Sektor Pertanian .... 3.1.2. Upaya Perlindungan dan Strategi Mitigasi Risiko ....... 3.1.3. Efek Asuransi Pertanian Pada Pendapatan Petani ........ 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...........................................

22 22 23 25 27

METODE PENELITIAN ..............................................................

29

4.1. 4.2. 4.3. 4.4.

29 29 30 30

Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. Jenis dan Sumber Data ............................................................ Metode Pengambilan Contoh .................................................. Metode Pengolahan dan Prosedur Analisis Data .................... 4.4.1. Analisis Urgensi Asuransi Pertanian Bagi PT. Saung Mirwan dan Mitra Taninya .......................................... 4.4.2. Analisi Model Asuransi Pertanian PSEKP ................... 4.4.3. Analisis Dampak Asuransi Pada Pendapatan Petani Mitra .............................................................................

31 32 33

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .........................

36

5.1. Gambaran Umum PT. Saung Mirwan ..................................... 5.1.1. Sistem Penjualan PT. Saung Mirwan ...........................

36 37

VI.

VII.

5.2. Gambaran Kemitraan PT. Saung Mirwan ............................... 5.2.1. Teknis Pelaksanaan Kemitraan PT. Saung Mirwan ..... 5.3. Karakteristik Responden ......................................................... 5.3.1. Jenis Kelamin ............................................................... 5.3.2. Usia .............................................................................. 5.3.3. Tingkat Pendidikan ...................................................... 5.3.4. Lama Bertani ................................................................ 5.3.5. Status Lahan ................................................................. 5.3.6. Luas Lahan ................................................................... 5.4. Karakteristik Informan ............................................................ 5.4.1. Jenis Kelamin ............................................................... 5.4.2. Tingkat Pendidikan ...................................................... 5.4.3. Usia .............................................................................. 5.4.4. Posisi di Perusahaan ..................................................... 5.4.5. Lama Bekerja ............................................................... 5.4.6. Pendapatan ................................................................... 5.4.7. Jumlah Anggota Keluarga ............................................

39 41 44 44 44 45 45 46 47 47 47 48 48 48 49 49 49

URGENSI ASURANSI PERTANIAN BAGI PT. SAUNG MIRWAN DAN MITRA TANINYA ...........................................

50

6.1. Urgensi Asuransi Pertanian Bagi PT. Saung Mirwan ............. 6.2. Urgensi Asuransi Pertanian Bagi Petani Sebagai Mitra PT. Saung Mirwan ...................................................................

52

MODEL ASURANSI PERTANIAN PUSAT STUDI EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN (PSEKP) .........

59

50

7.1. Konsep Asuransi Pertanian PSEKP ........................................ 7.2. Materi Asuransi Pertanian PSEKP dan Bumida ...................... 7.3. Kelebihan dan Kekurangan Konsep Asuransi Pertanian PSEKP ..................................................................................... 7.4. Keterlibatan PT. Saung Mirwan Sebagai Mitra Kerja Petani .

59 64 71 72

VIII. DAMPAK ASURANSI PERTANIAN PADA PENDAPATAN MITRA TANI PT. SAUNG MIRWAN .......................................

73

8.1. Perhitungan Pendapatan Mitra Tani Tanpa Asuransi Pertanian 8.2. Perhitungan Pendapatan Mitra Tani Dengan Asuransi Pertanian ..................................................................................

76

SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................

82

9.1. Simpulan .................................................................................. 9.2. Saran ........................................................................................

82 83

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

85

LAMPIRAN ...............................................................................................

87

RIWAYAT HIDUP ...................................................................................

100

IX.

73

DAFTAR GAMBAR Nomor

Halaman

1.

Premi Asuransi Pertanian Dunia Periode 2005-2008 .......................

4

2.

Alur Mata Rantai Kegiatan dalam Dunia Usaha ..............................

12

3.

Faktor Internal dan Eksternal Usahatani ..........................................

18

4.

Strategi Sistem Asuransi Usahatani Padi dengan Pendekatan Koordinasi Tiga Jalur .......................................................................

25

5.

Diagram Alur Berfikir ......................................................................

28

6.

Diagram Transformasi Koordinasi Tiga-Jalur Kelompok Kerja (Pokja) Asuransi Pertanian ...............................................................

68

xi

DAFTAR TABEL Nomor 1.

Halaman PDB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2000 (Triliun Rupiah) .................................

1

Motivasi dan Pengalaman Petani Menggunakan Asuransi di Andhra Pradesh, India ....................................................................

5

3.

Matriks Metode Analisis Data Penelitian .......................................

31

4.

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ....................................

45

5.

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............

45

6.

Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bertani .....................

46

7.

Karakteristik Responden Berdasarkan Status Lahan ......................

46

8.

Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan Komoditas yang Dimitrakan ..............................................................................

47

Rekapitulasi Order dan Kirim Produk Edamame PT. Saung Mirwan Tahun 2011 .....................................................................................

50

Jumlah Responden yang Memiliki Pengetahuan dan Pengalaman pada Perubahan Produktivitas Selama Dua Musim Tanam ............

53

Penurunan Produksi (PP) Edamame yang Pernah Dialami Responden Selama Dua Musim Tanam ..........................................

54

Faktor Penyebab Penurunan Produktivitas yang Dialami Responden Selama Dua Musim Tanam ..........................................

56

Tindakan Adaptasi Akibat Penurunan Produktivitas yang Dilakukan Responden Selama Dua Musim Tanam ........................

58

Rekapitulasi Pendapatan Responden yang Mengalami Gagal Panen 75% (Produktivitas 3 420 kg/ha) ...................................................

77

Rekapitulasi Pendapatan Responden yang Mengalami Gagal Panen 75% (Produktivitas 4 500 kg/ha) ....................................................

80

2.

9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

x

DAFTAR LAMPIRAN Nomor

Halaman

Konsep Perjanjian Kerjasama antara Kelompok Kerja Asuransi Pertanian dengan Perusahaan Asuransi ............................................

87

2.

Surat Kontrak Perjanjian Kemitraan PT. Saung Mirwan .................

93

3.

Tabulasi Produktivitas Edamame Untuk Dua Musim Tanam ..........

96

4.

Perhitungan Pendapatan Usahatani Edamame .................................

97

5.

Perhitungan Besaran Premi Asuransi Edamame ..............................

98

1.

xii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor fundamental dalam pembangunan ekonomi. Banyak sektor yang menggantungkan keberlangsungannya pada sektor pertanian sebagai penyedia input produksi. Dalam perkembangannya, sektor pertanian terus menunjukan pertumbuhan ke arah positif. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pertanian merupakan sektor yang strategis, terutama dalam konteks perdagangan. Di Indonesia, sektor pertanian masuk ke dalam tiga sektor unggulan penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB). Pada triwulan pertama tahun 2010, sektor pertanian tercatat sebagai sektor terbesar ketiga yang menghasilkan kontribusi nilai bruto sebesar 13.6%1. Keterangan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. PDB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2000 (Triliun Rupiah) Lapangan Usaha

1. Pertanian, peternakan, kehutanan,dan perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas, dan air bersih 5. Konstruksi 6. Perdagangan, hotel, dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, real estate, dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa TOTAL PDB Sumber: BPS (diolah) 2010 1

Triwulan IV 2009

Harga Berlaku Triwulan Share I 2010 Triwulan I 2010 (%)

Harga Konstan 2000 Triwulan Triwulan Share IV 2009 I 2010 Triwulan I 2010 (%)

198.6

239.4

16.0

64.4

76

13.6

163.3 382.4

168.1 380.9

11.2 25.4

45.9 145.2

45 143.7

8.1 25.7

12 148.6

11.7 150.4

0.8 10.0

4.4 36.7

4.3 35.9

0.8 6.4

202.1

208

13.9

95.8

95.9

17.2

91.9

93.4

6.2

49.9

50.7

9.1

103.6 148.3 1450.8

107.6 139.2 1498.7

7.2 9.3 100.0

53 52.2 547.5

53.4 52.3 558.1

9.6 9.4 100.0

Badan Pusat Statistik. 2010. Berita Resmi Statistik. http://bps.go.id/brsfile/pdb diakses pada 19 April 2011.

Tingginya potensi di sektor pertanian seharusnya dapat menjadi pendorong bagi pemerintah untuk melakukan pembangunan yang lebih intensif. Hal ini dibutuhkan mengingat ketahanan pangan nasional merupakan salah satu tujuan dari pembangunan nasional (Pasaribu et al. 2010). Pembangunan pada sektor pertanian kini semakin mendesak. Hal ini dikarenakan adanya ancaman yang meningkat pada sektor pertanian dari waktu ke waktu. Persoalan mendasar yang dapat menjadi ancaman bagi sektor pertanian meliputi meningkatnya jumlah penduduk; meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global; ketersediaan infrastruktur lahan dan air; status kepemilikan lahan yang sempit; lemahnya kemampuan sistem pembenihan dan pembibitan nasional; terbatasnya akses petani terhadap permodalan; masih tingginya suku bunga usahatani; lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan penyuluh; rendahnya nilai tukar petani; masih rawannya ketahanan pangan dan ketahanan energi; belum berjalannya diversifikasi pangan dengan baik; belum padunya antar sektor dalam pembangunan pertanian; dan kurang optimalnya kinerja dan pelayanan birokrasi pertanian (Kementrian Pertanian 2011). Salah satu ancaman yang sangat mengkhawatirkan saat ini ialah ancaman dampak pemanasan global. Pemanasan global membuat iklim di dunia berubahubah tak menentu. Dampak lain dari pemanasan global adalah berubahnya ekosistem dan terganggunya keseimbangan ekologi2. Secara agregat diperkirakan bahwa total biaya dan risiko akibat perubahan iklim global setara dengan kehilangan setidaknya 5% PDB dunia pertahun (Stern 2006 dalam Sumaryanto dan Nurmanaf 2007). 2

Aunu, Rauf. 2011. Musim Hujan Picu Ledakan Ulat. http://www.antaranews.com/berita/254343/ diakses pada 19 April 2011.

2

Oleh karena itu, perlu adanya upaya sistematis dan melembaga untuk meminimalkan risiko kerugian akibat ancaman yang terjadi pada sektor pertanian. Asuransi pertanian merupakan salah satu alternatif instrumen manejemen risiko yang layak dipertimbangan, khususnya untuk menanggulangi kerugian akibat perubahan iklim global tersebut. Asuransi pertanian berhubungan dengan pembiayaan usahatani dengan pihak ketiga (lembaga/perusahaan swasta/instansi pemerintah) dengan jumlah tertentu dari pembiayaan premi (World Bank 2008 dalam Pasaribu 2010). Sejumlah negara maju, seperti Amerika, Jepang, dan beberapa negara Uni Eropa, sudah sejak lama mengembangakan asuransi pertanian sebagai sistem proteksi terhadap petani mereka. Hal tersebut terbukti efektif dan menguntungkan. Rata-rata subsidi asuransi yang diberikan pemerintah negara maju kepada petani mereka ialah 50%-60% dari total premi asuransi yang harus dibayar petani yang digabung juga dengan program lainnya. Misalnya Amerika, pada tahun 2003 mensubsidi petaninya sebesar 38%-67% dari total premi yang harus dibayar dan menjangkau dua sampai delapan juta petani atau 78% dari areal tanaman. Ditambah biaya administrasi dan lainnya, total premi asuransi yang disubsidi pemerintah Amerika mencapai 70%-75%. Disisi lain, pasar asuransi dunia memperlihatkan perkembangan yang sangat menjanjikan. Premi langsung untuk jenis asuransi pertanian tercatat berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, yaitu dari US $ 8 miliar pada tahun 2005 menjadi sekitar US $ 18.5 miliar tahun 2008. Keterangan dapat dilihat pada Gambar 1.

3

Sumber: Swiss Re et al. 2009 dalam Itturioz 2009

Gambar 1. Premi Asuransi Pertanian Dunia Periode 2005-2008 Ada tiga faktor utama yang berkontribusi dalam pertumbuhan asuransi pertanian. Faktor pertama ialah peningkatan nilai produk pertanian dalam beberapa tahun terakhir yang berdampak langsung pada peningkatan volume premi asuransi pertanian. Faktor kedua, peningkatan nilai aset pertanian yang juga meningkatkan kepekaan terhadap hilangnya aset tersebut, akibatnya permintaan pelaku pertanian terhadap asuransi pertanian meningkat. Faktor ketiga adalah perkembangan pasar baru bagi asuransi pertanian dan meningkatnya dukungan sektor publik atas keberadaan pasar ini. Hal ini memberi kontribusi kepada peningkatan permintaan asuransi pertanian (Iturrioz 2009). Berbagai proyek rintisan (pilot project) asuransi pertanian juga telah dilaksanakan

di

beberapa

negara

berkembang

sebagai

upaya

atraktif

memanajemen risiko perubahan iklim, seperti di India, Ukraina, Malawi, dan Thailand (United Nation 2007). Salah satunya proyek rintisan pemerintah India yang diberi nama The National Agriculture Insurance Scheme (NAIS). Dalam proyek ini, pemerintah India memberikan subsidi awal kepada petani kecil dan menengah sebesar 50%. Proyek ini berhasil meningkatkan persepsi dan motivasi petani India mengenai asuransi. 4

Hasil survey yang dilakukan pada enam puluh petani yang melakukan sistem pinjaman (loan) untuk mengasuransikan tanaman mereka di distrik Andhra Pradesh menunjukan bahwa lebih dari 75% penerima manfaat asuransi menyebutkan keamanan finansial adalah motivasi untuk berasuransi. Sebanyak 5% responden menganggap keharusan yang dipersyaratkan pihak bank sebagai motivasi untuk pergi ke asuransi dan 1% responden menggambarkan pengalaman baik orang lain sebagai motivasi. Keterangan dapat dilihat di Tabel 2. Tabel 2. Motivasi dan Pengalaman Petani Menggunakan Asuransi di Andhra Pradesh, India Tahun 2008 Persepsi Motivasi untuk berasuransi

Pengalaman menggunakan asuransi pertanian

Respon Keharusan dari bank Keamanan finansial Mendengar Pengalaman bagus dari orang lain Kombinasi dari jawaban di atas Puas Tidak puas

(%) 5.00 76.67 1.67 16.67 96.67 3.33

Sumber: Raju and Chand 2008

Sama seperti negara berkembang lainnya, asuransi pertanian di Indonesia masih terbilang hal baru. Maka, dibutuhkan uji coba atau pilot project asuransi pertanian sebelum asuransi tersebut diterapkan lebih luas. Pengalaman dari negara-negara yang telah melaksanakan uji coba atau sistem asuransi pertanian tersebut sangatlah bermanfaat. Dari pengalaman itu, dapat diketahui sejumlah skenario asuransi yang sekiranya dapat dimodifikasi untuk diimplementasikan di Indonesia. Asuransi untuk tanaman komersial atau komoditas yang bernilai tinggi menjadi menarik dan penting dalam hubungannya dengan perubahan iklim. Asuransi mencakup pembagian risiko akibat perubahan pergeseran musim, kekeringan, banjir, serangan hama penyakit, dan lainnya. PT. Saung Mirwan dan

5

mitra taninya merupakan salah satu kelompok yang terkena imbas dari perubahan iklim tersebut. Oleh karena itu, analisis keberadaan asuransi menjadi penting bagi PT. Saung Mirwan dan mitra taninya guna meminimalkan risiko kerugian akibat ancaman perubahan iklim. Asuransi juga merupakan sebuah mekanisme bagi mitra tani PT. Saung Mirwan yang mayoritas petani kecil dan menengah dalam meningkatkan kesejahteraannya. Dengan adanya asuransi, diharapkan petani terhindar dari kemungkinan kehilangan pendapatan ataupun modal untuk berproduksi kembali. 1.2. Perumusan Masalah Di masa yang akan datang risiko dan ketidakpastian yang dihadapi oleh petani dalam usahatani akan semakin menigkat. Hal ini terkait dengan: (1) kecenderungan meningkatnya insiden kekeringan, banjir, tanah longsor, dan kemungkinan serangan hama/penyakit; (2) fluktuasi harga input dan output hasil usahatani; dan (3) konsolidasi pengelolaan usahatani yang tidak terwujud. Strategi produksi, strategi pemasaran, strategi finansial maupun pemanfaatan kredit informal memang telah dilakukan oleh sebagian petani. Namun, hal tersebut masih sulit untuk mengatasi dampak negatif terkait dengan risiko dan ketidakpastian yang dihadapi petani dalam usaha taninya. Untuk itu, perlu ditempuh strategi lainnya yang sifatnya lebih sistematis, misalnya sistem asuransi pertanian (Nurmanaf et al. 2007). Pengembangan sistem asuransi pertanian melibatkan banyak faktor sosial ekonomi yang memiliki hubungan kompleks. Dimensinya tidak hanya mencakup aspek teknis dan ekonomi, tetapi juga sosial budaya. Sebagian dari faktor-faktor

6

tersebut hanya dapat diidentifikasi dan dipahami perilakunya dari suatu kaji tindak atau uji prototype asuransi pertanian. Uji kaji tindak atau pilot project asuransi pertanian sudah mulai dilakukan sejak tahun 2008. Salah satu proyek rintisan asuransi pertanian di Indonesia adalah “Pilot Project Sistem Asuransi untuk Usahatani Padi” yang berada dibawah tanggung jawab Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) tahun 2009. Proyek tersebut bertujuan untuk menyampaikan hasil kajian terdahulu tentang sistem asuransi pertanian kepada berbagai stakeholders, menyusun pedoman pelaksanaan sistem asuransi usahatani padi, melaksanakan pilot project sistem asuransi usahatani padi, dan merumuskan rekomendasi pelaksanaan sistem asuransi pertanian di Indonesia. Proyek rintisan asuransi usahatani padi merupakan pengembangan dari hasil penelitian sebelumnya tentang pembentukan model atau rancangan prototype asuransi pertanian yang dapat dioperasikan di Indonesia. Pembentukan model atau asuransi pertanian yang dapat dioperasionalkan (workable) dapat dilakukan jika dan hanya jika tiga himpunan informasi dasar berikut tersedia. Pertama, ketersediaan informasi yang merupakan determinan dari struktur dasar (basic structure) dari kelembagaan asuransi pertanian. Kedua, tersedianya himpunan informasi tentang unsur-unsur kunci (key elements) yang merupakan determinan kelayakan teknis dan finansial suatu sistem asuransi pertanian. Ketiga, tersedianya himpunan informasi tentang prasyarat utama (essential requirements) sistem asuransi pertanian (Nurmanaf et al. 2007). Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan konsep asuransi usahatani padi yang dirancang oleh PSEKP agar dapat dilakukan penyesuaian jika

7

diterapkan pada wilayah pertanian yang memiliki keunggulan kualitas produk pertanian, seperti di PT. Saung Mirwan dengan komoditas kedelai edamame. PT. Saung Mirwan merupakan perusahaan agribisnis yang mempelopori sistem kemitraan dengan petani, khususnya di wilayah Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Komoditas unggulan PT. Saung Mirwan adalah kedelai edamame atau yang biasa disebut kedelai sayur. Pemasaran dari produk ini meliputi supermarket, restoran, dan ekspor ke Jepang. Dalam produksinya, PT. Saung Mirwan mengandalkan supply edamame dari petani. Pergeseran perubahan musim dan serangan hama penyakit merupakan risiko produksi yang dihadapi petani. Hal tersebut secara tidak langsung juga menurunkan supply edamame ke perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa pertanyaan penelitian yang dijawab: 1.

Bagaimana urgensi asuransi pertanian bagi PT. Saung Mirwan dan mitra taninya?

2.

Bagaimana model asuransi pertanian PSEKP dan apa kelebihan serta kekurangan dari model tersebut?

3.

Bagaimana dampak asuransi pertanian pada pendapatan petani mitra?

1.3. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sistem asuransi guna penerapannya yang lebih luas di sektor pertanian. Secara khusus, penelitian ini bertujuan: 1.

Menganalisis urgensi asuransi pertanian bagi PT. Saung Mirwan dan mitra taninya;

8

2.

Mendeskripsikan model asuransi pertanian PSEKP dan mengidentifikasi kelebihan serta kekurangan dari model tersebut;

3.

Menganalisis dampak asuransi pertanian pada pendapatan petani mitra.

1.4. Manfaat Penelitian Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam pengembangan ilmu ekonomi pertanian. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa: 1. Informasi dan masukan kepada pemegang kebijakan (stakeholder) terkait tentang urgensi sistem asuransi pertanian khususnya di PT. Saung Mirwan dan Indonesia pada umumnya; 2. Rekomendasi pelaksanaan asuransi pertanian untuk PT. Saung Mirwan dan mitra taninya; 3. Gambaran bentuk pengembangan dan proteksi pada usahatani edamame, serta pengaruhnya terhadap pendapatan bagi mitra tani PT. Saung Mirwan; 4. Bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah, perusahaan asuransi, dan perusahaan agribisnis untuk pelaksanaan pembangunan asuransi pertanian di Kabupaten Bogor; 5. Bahan rujukan bagi pembaca dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang ekonomi pertanian. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan analisis dari penerapan asuransi pertanian sebagai bentuk adaptasi pada peningkatan risiko kerugian akibat perubahan iklim global. Dampak perubahan iklim tersebut antara lain pergeseran perubahan musim dan serangan hama penyakit. Pengambilan data primer dan sekunder dilaksanakan

9

di PT. Saung Mirwan dan mitra taninya. Risiko yang dihadapi petani mitra meliputi ancaman penurunan produktivitas, gagal panen, dan kehilangan modal akibat gagal panen, sedangkan risiko yang dihadapi perusahaan adalah risiko kekurangan supply dan lebih jauh lagi kehilangan sejumlah omset karena tidak mampu memenuhi permintaan. Aspek-aspek bidang kajian dalam penerapan asuransi pertanian adalah mengenai model asuransi pertanian PSEKP dan kelebihan serta kekurangan model asuransi tersebut. Penelitian ini terbatas pada komoditas kedelasi Jepang (edamame) untuk dua masa tanam. Masa tanam satu adalah triwulan IV 2011 dan masa tanam dua adalah triwulan I 2012. Analisis asuransi pertanian yang dilakukan, tidak dapat diterapkan pada setiap komoditas pertanian, karena setiap komoditas pertanian memiliki perbedaan karakteristik, potensi, dan biaya produksi. Dibutuhkan kajian tersendiri pada setiap komoditas pertanian yang ingin diasuransikan. Hal ini menjadi motivasi bagi peneliti lain untuk melakukan kajian lanjutan.

10

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Risiko Perubahan Iklim pada Sektor Pertanian Adams et al. (1998) dalam Nurmanaf et al. (2007) mengemukakan, seiring dengan terjadinya perubahan iklim diperkirakan risiko dan ketidakpastian dalam usahatani meningkat. Sumaryanto dan Friatno (1996) dalam Nurmanaf et al. (2007) juga menjelaskan indikasi ke arah tersebut sudah tampak sejak dasawarsa terakhir di Indonesia. Insiden banjir dan kekeringan yang melanda kawasan pertanian semakin sering terjadi dan cakupan wilayah yang terkena cenderung semakin luas. Kondisi seperti itu dalam waktu panjang dan skala yang lebih luas dapat beimplikasi pada produksi pertanian dan kesejahteraan petani. Food And Agriculture Organization (FAO) memperkirakan bahwa meskipun beberapa negara belahan bumi utara diuntungkan akibat perubahan iklim, tapi sebagian besar negara di dunia, terutama negara berkembang di wilayah tropis, diperkirakan akan menghadapi tantangan yang lebih berat untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Keadaan ini berpotensi melemahkan motivasi petani untuk mengembangakn usahatani, bahkan mengancam ketahanan pangan jika tidak diantisipasi dengan baik. 2.2. Asuransi Asuransi atau pertangunggungan didalamnya tersirat pengertian adanya risiko. Hal ini lazim dikemukan, sebagaimana pendapat yang dipaparkan beberapa ahli. James L. Astheaen dalam Hartono (1985) mengatakan bahwa asuransi adalah satu institut yang direncanakan guna menangani risiko. Robert I. Mehz dan Emerson Cammack dalam Hartono (1985) mengatakan suatu pemindahan risiko

lazim disebut sebagai asuransi. Asuransi dapat dikatakan pula sebagai mekanisme pembagian risiko secara sistematis. 2.2.1. Lembaga Asuransi dan Hukum Asuransi di Indonesia Hartono (1985) menjelaskan bahwa lembaga asuransi sudah dikenal sejak manusia mulai menyadari adanya kemungkinan penanggulangan risiko-risiko yang sekiranya mungkin terjadi. Penanggulangan risiko yang dimaksud antara lain dapat dengan diperalihkan kepada pihak lain yang bersedia dengan syarat-syarat tertentu. Hal tersebut tidak lain merupakan fungsi utama lembaga asuransi sebagai sebuah lembaga pelimpah risiko yang mengurangi keraguan atau rasa tidak pasti. Lembaga asuransi sebagai salah satu lembaga non-bank juga memegang peranan yang cukup penting dalam kelancaran aktivitas dan hubungan perdagangan, baik lokal maupun international. Lembaga asuransi berposisi sebagai penyerap dan penghimpun dana keuangan dari masyarakat melalui pembayaran sejumlah uang (premi). Uang yang terkumpul digunakan untuk membayar klaim yang ada dan dapat pula dimanfaatkan untuk berbagai keperluan sektor perekonomian lainnya. Lembaga asuransi merupakan satu mata rantai dari seluruh kegiatan yang terjadi dalam dunia usaha. Untaian mata rantai termaksud dapat digambarkan sebagai berikut : Asuransi Pengangkutan Konsumen

Produsen Perantara Bank

Sumber: Hartono 1985

Gambar 2. Alur Mata Rantai Kegiatan dalam Dunia Usaha 12

Dari bagan diatas kian tampak pengaruh lembaga asuransi dalam aktivitas perekonomian pada umumnya, karena dia merupakan salah satu stabilitas terhadap kemungkinan kerugian yang timbul. Di Indonesia, keberadaan asuransi diperkuat oleh ketentuan hukum positif yang berlaku dalam Kitab UndangUndang Hukum Dagang (KUHD). Prakoso dan Murtika (2004) menjelaskan Pasal 246 KUHD yang menyebutkan bahwa, “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan diderita karena sutau peristiwa yang tak tertentu.” Dari pengertian Pasal 246 KUHD tersebut, dapat disimpulkan adanya tiga unsur dalam asuransi: 1. Pihak tertanggung yang mempunyai kewajiban membayar uang premi kepada pihak penanggung, sekaligus atau dengan berangsur-angsur; 2. Pihak penanggung mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung, sekaligus atau berangsur-angsur apabila maksud unsur ketiga berhasil; 3. Suatu kejadian yang semula belum jelas akan terjadi. Hartono (1985) menjelaskan, perjanjian asuransi atau pertanggungan di atas termasuk ke dalam perjanjian timbal balik, artinya bahwa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian itu adalah seimbang. Perjanjian asuransi tidak dapat atau tidak boleh menguntungkan atau merugikan salah satu pihak. Jadi, untuk syahnya suatu perjanjian harus dipenuhi syarat Pasal 1320 KUHP dan harus bebas dari adanya kekhilafan, penipuan, dan paksaan. Bagaimanapun suatu perjanjian 13

yang terjadi karena adanya unsur-unsur khilaf, penipuan, atau paksaan akan menyebabkan perjanjian yang tidak sempurna, batal dalam hukum atau paling tidak dapat dimintakan batal. 2.2.2. Asuransi Pertanian Hartono (1985) memaparkan keberadaan asuransi pertanian di Indonesia diperkuat dengan hukum positif yaitu KUHD Pasal 247 menyebutkan tentang lima macam asuransi: 1. Asuransi terhadap kebakaran; 2. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian; 3. Asuransi terhadap kematian orang (asuransi jiwa); 4. Asuransi terhadap bahaya di laut dan perbudakan; 5. Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan di darat dan di sungai. Petani yang kebanyakan merupakan pengusaha ekonomi menengah ke bawah memerlukan suatu sistem proteksi atau pun jaminan yang pasti guna melindungi pendapatan mereka. Pasaribu et al. (2010) menjelaskan bahwa asuransi bukan hanya mencakup perlindungan terhadap fluktuasi harga, tetapi secara khusus juga mencakup pembagian risiko karena kekeringan, banjir, dan serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), serta faktor eksternal lainnya, seperti bencana longsor, gempa bumi, masalah politik, dan lain-lain. Dengan demikian, asuransi pertanian diharapkan dapat menjaga proses produksi dan menjaga petani terus bekerja pada lahan usahataninya. 2.3. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian terkait asuransi pertanian dilakukan oleh Nurmanaf et al. pada tahun 2007, Pasaribu et al. pada tahun 2010, serta Raju dan Chand pada tahun 14

2008. Nurmanaf et al. mengadakan penelitian tentang analisis kelayakan dan perspektif pengembangan asuransi pertanian. Penelitian tersebut menghasilkan sejumlah informasi tentang rumusan atau skim asuransi asuransi pertanian untuk komoditas utama. Penelitian tersebut juga menghasilkan rekomendasi kebijakan yang dapat digunakan untuk pengembangan asuransi pertanian. Penelitian yang dilakukan Pasaribu et al. adalah pengembangan asuransi khusus untuk usahatani padi untuk menanggulangi risiko kerugian 75% akibat banjir, kekeringan, dan hama penyakit. Hasil dari penelitian Pasaribu et al. adalah terlaksananya sosialisasi, koordinasi, dan advokasi sistem asuransi usahatani padi ke berbagai stakeholder; tersusunnya pedoman pelaksanaan asuransi padi yang dapat dilihat pada Lampiran 1; terlaksananya pilot project asuransi pertanian, dan terbentuknya strategi serta langkah-langkah operasional pelaksanaan sistem asuransi pertanian. Dari penelitian ini diketahui juga bahwa telah dilakukan beberapa kali uji coba asuransi pertanian oleh Pusat Pembiayaan Pertanian, Depertemen Pertanian. Uji coba tersebut berjalan dengan baik, sehingga mendorong untuk dilakukannya kajian lebih lanjut. Raju dan Chand mengadakan penelitian tentang masalah dan prospek asuransi pertanian di India. Penelitian itu membahas persepsi petani pada asuransi pertanian di Andhra Pradesh, India dimana petani yang menjadi responden merupakan petani yang mengajukan pinjaman atau pembiayaan pertanian ke bank dan petani yang tidak mengajukan pinjaman ke bank. Hasil dari penelitian tersebut adalah adanya perbedaan strategi yang dilakukan para petani dalam menghadapai gagal panen. Kelompok petani yang mengajukan pinjaman, menganggap asuransi pertanian merupakan cara tepat sebagai strategi menghadapi 15

gagal panen, karena adanya jaminan keamanan finansial. Kelompok petani yang tidak mengajukan pinjaman lebih memilih untuk menggadaikan rumah, perhiasan, atau aset lainnya; meminjam uang dari lembaga keuangan, saudara, atau teman; dan menjual hewan ternak atau aset lainnya. 2.3.1. Skim Asuransi Pertanian dari PSEKP Nurmanaf et al. (2007) memaparkan suatu sistem pertanian formal dapat dikembangkan jika kondisi derajat pertama dan kedua berikut dapat terpenuhi. Kondisi derajat pertama adalah terpenuhinya prasyarat pokok yang dibutuhkan dalam desain model umum skim asuransi pertanian. Sejauhmana hal ini dapat dipenuhi dapat dikaji melalui beberapa kegiatan penelitian ataupun kajian empiris. Kondisi derajat kedua adalah adanya kompatibilitas model tersebut dengan kondisi sosial budaya masyarakat terutama dalam proses inovasi dan adaptasi kelembagaan. Desain skim asuransi pertanian sangat membutuhkan pemahaman yang komprehensif tentang situasi pertanian, faktor-faktor sosial ekonomi, dan infrastruktur administrasi. Dalam konteks ini ada tiga aspek yang harus dipenuhi dengan baik: 1. Landasan dasar struktur asuransi pertanian mencakup empat hal: a. Derajat kelengkapan (degree of comprehensiveness: perils to be covered), dalam arti risiko apa saja yang akan diasuransikan, apa yang dicakup, dan bagaimana sifatnya, apakah tunggal atau majemuk; b. Sektor publik atau privat; c. Pendekatan individu atau area; d. Partisipasi sukarela (voluntary) atau wajib (compulsary). 16

2. Unsur-unsur kunci yang membentuk suprastruktur skim asuransi pertanian, karena menentukan efektivitas viabilitas operasional dan keberlanjutan suatu sistem asuransi pertanian. Himpunan unsur-unsur kunci tersebut mencakup sembilan hal: a. Petani sasaran menurut kategorinya menurut skala pengusahaan, partisipasinya dalam lembaga perkreditan, dan status garapan; b. Cakupan komoditas usahatani, semua ataukah komoditas tertentu; c. Cakupan asuransi nilai jaminan dan penentuan kerugian; d. Nilai premi dan prosedur pengumpulan; e. Mekanisme penyesuaian kerugian; f. Struktur organisasi; g. Skim pendanaan; h. Susunan penjaminan ulang; i. Komunikasi dengan petani. 3. Prasyarat esensial yang dianggap paling penting terutama dari sudut pandang pelaksanaan. Prasyarat esensial terdiri dari empat hal: a. Ketersediaan data-base yang memadai; b. Ketersediaan personal yang terlatih; c. Pemantauan (monitoring) dan evaluasi; d. Arus informasi teknologi dan berbagai gagasan untuk penyempurnaan. 2.3.1.1. Pengaruh Asuransi Pertanian pada Pendapatan Petani Mishra (1999) dalam Nurmanaf et al. (2007) membahas mengenai keterkaitan asuransi dengan petani. Asuransi pertanian adalah suatu institusi ekonomi untuk pengelolaan risiko yang dihadapi petani yang mempunyai tujuan: 17

1. Untuk menstabilkan pendapatan petani melalui pengurangan tingkat kerugian yang dialami petani karena kehilangan hasil; 2. Untuk merangsang petani mengadopsi teknologi usahatani yang dapat meningkatkan produksi dan efisiensi penggunaan sumberdaya; 3. Untuk mengurangi risiko yang dihadapi lembaga perkreditan pertanian dan memperbaiki akses petani terhadap lembaga perkreditan. Asuransi pertanian sebagai lembaga pengalih risiko akan memberi ketenangan kepada petani dalam melakukan produksi dan pemasaran hasil. Kelancaran aktivitas-aktivitas tersebut sangat berpengaruh pada pendapatan petani. Penjualan hasil produksi akan menghasilkan sejumlah penerimaan yang setelah dikurangi biaya usahatani akan diperoleh pendapatan yang digunakan untuk biaya hidup petani dan keluarganya. Kemampuan petani dalam memenuhi kebutuhan keluargannya dapat dijadikan indikator kesejahteraan petani. Ada banyak faktor yang mempengaruhi biaya usahatani dan pendapatan petani. Suratiyah (2009) secara garis besar membagi faktor-faktor dua tersebut:

1. 2. 3. 4. 5.

Faktor Internal: Umur Petani Pendidikan, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan Jumlah tenaga kerja dalam keluarga Luas lahan Modal

Faktor Eksternal: 1. Input : a. Ketersediaan b. Harga 2. Output : a. Permintaan b. Harga

Usahatani Biaya dan Pendapatan Sumber: Suratiyah 2009

Gambar 3. Faktor Internal dan Eksternal Usahatani 18

Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa salah satu faktor penentu keberlangsungan usahatani ialah modal. Modal berhubungan dengan peran petani dalam mengelola usahataninya. Penggunaan faktor produksi pertanian tergantung dari modal yang ada. Penggunaan faktor produksi yang tidak sesuai dengan ketentuan dapat menyebabkan produktivitas dan pendapatan yang rendah. Oleh karena itu, ketersediaan modal menjadi syarat mutlak dalam suatu usahatani. Asuransi merupakan salah satu skim pendanaan yang ditawarkan untuk membagi risiko kegagalan panen dengan menjamin pendapatan petani dan ketersediaan produk. Asuransi pertanian diharapkan dapat membantu petani dalam menjaga persediaan modal, sehingga kegiatan usahatani pada musim selanjutnya dapat berjalan. 2.3.2. Uji Coba Asuransi Pertanian Pasaribu et al. (2010) mencatat sejak awal tahun 2008 Pusat Pembiayaan Pertanian, Departemen Pertanian, telah melaksanaakan kegiatan uji coba asuransi pertanian untuk usahatani padi dan peternakan di beberapa lokasi. Kegiatan ini dilatarbelakangi untuk membantu petani menanggung risiko yang muncul karena perubahan pergeseran musim dan kehilangan hasil pertanian atau peternakan. Kegiatan uji coba asuransi tersebut dilakukan untuk dua komoditas pertanian, yaitu usahatani padi dan ternak sapi. Sumber pendanaan untuk membayar premi asuransi dari kegiatan uji coba itu terdiri dari dua macam, yaitu dari petani dan subsidi pemerintah, serta dari perusahaan swasta yang bekerjasama dengan petani. 2.3.2.1. Pembiayaan Premi Asuransi Pertanian dari Subsidi Pemerintah Pada usahatani padi, gagal panen yang ditanggung karena serangan OPT senilai Rp 544 juta dengan luas sawah 100 ha. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 19

600 petani. Premi yang harus dibayar adalah 3.5% dari biaya produksi/ha/musim yang pada saat ini ditanggung oleh Pusat Pembiayaan Pertanian mengingat kegiatan ini sebagai uji coba. Kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Semarang (Jawa Tengah). Sementara itu, nilai klaim adalah sebesar nilai input (benih, pupuk, obat-obatan, dan biaya tenaga kerja). Lembaga asuransi swasta berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan ini. Uji coba asuransi pada ternak sapi dilakukan dengan menanggung sapi yang mati karena sakit, hilang, atau dicuri untuk 49 ekor jenis Brahman Cross milik 49 peternak. Nilai pertanggungan total sebesar Rp 600 juta dan dilaksanakan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Selain itu, sebanyak 97 ekor sapi lainnya (juga jenis Brahman Cross) ditanggung sebesar Rp 1 118 milyar milik 97 peternak di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Besarnya premi yang harus dibayarkan oleh Pusat Pembiayaan Pertanian adalah 3.5% dari nilai pembelian ternak/tahun. Nilai klaim adalah sebesar nilai pembelian ternak induk. Lembaga asuransi swasta juga terlibat di dalam kegiatan ini. 2.3.2.2. Pembiayaan Premi Asuransi Pertanian dari Swasta Pada tahun anggaran 2009, wilayah penyelanggaraan skim asuransi untuk padi diperluas hingga mencakup Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Skenario yang dikembangkan adalah dengan melibatkan pihak swasta untuk masuk sebagai penanggung premi asuransi dengan imbalan bahwa hasil pertanian padi dijual kepada perusahaan swasta tersebut. Petani diduga memilih menjual kepada perusahaan swasta karena ada kepastian pasar dan harga, sementara petani tidak dibebankan untuk membayar premi asuransi. Perkembangan skenario ini masih terus dimonitor dan dipelajari hingga saat ini. 20

2.3.3. Pembiayaan Premi Asuransi di India Salah satu proyek rintisan asuransi pertanian di India diberi nama NAIS (The National Agriculture Insurance Scheme). Proyek tersebut merupakan pengembangan dari skema asuransi pertanian yang telah diuji coba pada tahuntahun sebelumnya. Proyek penelitian ini dilaksanakan di Andhara Pradesh pada tahun 2005-2006. Keikutsertaan petani pada asuransi pertanian saat itu merupakan syarat yang diberikan oleh bank. Hal ini dilakukan sebagai pengamanan terhadap pinjaman yang diberikan. Sumber pembiayaan premi asuransi yang dibayarkan petani secara tidak langsung berasal dari pinjaman tersebut. Para petani menyambut baik adanya program ini, karena adanya bantuan finansial sekaligus jaminan keamanan finansial. 2.4. Kebaruan Penelitian Nurmanaf et al. (2007) menjelaskan bahwa asuransi pertanian tidak dapat diterapkan pada semua komoditas dan mencakup keseluruhan risiko usahatani. Hal ini terkait dengan kesulitan dalam pengamanan data aktuaria ataupun potensi kebangkrutan lembaga asuransi akibat nilai pertanggungan yang tinggi. Oleh karena itu, pengembangan asuransi pertanian diprioritaskan pada usahatani strategis yang pada umumnya adalah usahatani tanaman bahan pangan pokok ataupun produk pertanian komersial. Berdasarkan penjelasan tersebut kebaruan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah komoditas yang diteliti, yaitu edamame. Edamame merupakan komoditas unggulan dari PT. Saung Mirwan. Dalam penelitian ini, dianalisis model asuransi pertanian yang dapat diterapkan pada komoditas edamame sebagai komoditas pertanian dengan nilai tinggi. 21

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka

pemikiran

teoritis

menggambarkan

pendekatan

dalam

memecahkan masalah penelitian. Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini menggambarkan keterkaitan antar teori-teori yang digunakan dengan keadaan di lapang dalam rangka menjawab tujuan-tujuan penelitian. Teori-teori yang menjadi landasan penelitian ini antara lain terkait dengan ketidakpastian dan risiko dalam sektor pertanian; upaya perlindungan dan strategi mitigasi risiko; serta efek asuransi pertanian terhadap pendapatan petani. 3.1.1. Ketidakpastian dan Risiko dalam Sektor Pertanian Risiko dan ketidakpastian merupakan dua hal yang saling berkaitan, dimana setiap ketidakpastian mengandung risiko yang akan dihadapi pasca diambilnya keputusan. Soedjana (2007) mengartikan ketidakpastian sebagai suatu situasi pada suatu keadaan atau kejadian di masa mendatang yang tidak dapat diduga secara pasti. Adapun istilah risiko diartikan sebagai peluang terjadinya suatu kejadian buruk akibat suatu tindakan. Pada sektor pertanian, petani atau perusahaan sebagai pengambil keputusan sudah sejak lama dihadapkan pada keadaan yang mengandung ketidakpastian dan risiko. Keadaan tersebut semakin memburuk pada dasawarsa ini. Pertanian sebagai sektor yang menggantungkan produksinya pada kondisi dan kualitas lingkungan, karena hampir seluruh input esensial dalam sektor pertanian berasal dari alam, merupakan sektor yang paling dirugikan atas perubahan kualitas lingkungan.

Peningkatan laju degradasi lingkungan dan perubahan iklim global menyebabkan naiknya risiko dan ketidakpastian dalam sektor pertanian. Hal ini terlihat dengan semakin meningkatnya harga-harga produk pertanian sebagai efek turunnya produksi akibat perubahan cuaca. Namun sayangnya, kondisi kenaikan harga tersebut tidak berpengaruh banyak terhadap pendapatan petani. Perubahan penerimaan yang diterima petani dari waktu ke waktu terkadang lebih kecil dari perubahan biaya yang harus dikeluarkan. Efek selanjutnya dari kondisi tersebut ialah hilangnya kesempatan bagi petani untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar yang diduga karena tidak adanya upaya perlindungan yang sistematis dari pemerintah, seperti asuransi pertanian. 3.1.2. Upaya Perlindungan dan Strategi Mitigasi Risiko Perlindungan terhadap sektor pertanian merupakan suatu keharusan mengingat kapasitas pertanian sebagai leading sektor di Indonesia. Tercatat lebih dari 50% penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya di sektor ini. Sektor pertanian juga menyediakan 48 juta lapangan pekerjaan untuk memproduksi bahan pangan maupun bahan baku industri3. Upaya tersebut penting guna meminimalkan kerugian yang terjadi akibat faktor-faktor yang menyebabkan hasil panen buruk yang berada di luar kemampuan petani untuk mencegahnya. Salah satu instrumen perlindungan pertanian yang efektif ialah asuransi pertanian. Asuransi pertanian sudah sejak lama diterapkan di negara-negara maju dan terbukti membantu petani dalam menanggulangi kerugian akibat kegagalan produksi. Asuransi pertanian dapat diwujudkan dalam berbagai model, antara lain melalui pemberian sejumlah kompensasi saat gagal panen terjadi; pemberian

23

pinjaman atau kredit pertanian; dan keterlibatkan pihak swasta dengan menanggung premi dengan imbalan penjualan hasil ke perusahaan tersebut. Yamaguchi (1987) memaparkan bahwa asuransi pertanian memiliki beberapa manfaat3: 1. Asuransi pertanian akan melindungi petani dari kerugian secara finansial karena kegagalan panen melalui fungsi tanggungan kerugian; 2. Asuransi pertanian akan meningkatkan posisi tawar petani terhadap kredit pertanian. Hal ini karena asuransi pertanian menjamin perlindungan dari kegagalan panen, maka petani peserta asuransi mendapat rasio kredit yang lebih baik jika asuransi termasuk didalamnya; 3. Skim asuransi pertanian disamping meningkatkan stabilitas pendapatan petani dengan menanggung kerugian mereka akibat dampak bencana alam, juga merupakan kebijakan yang positif dalam meningkatkan produktivitas dengan pengendalian hama dan pemberantasan penyakit; 4. Asuransi pertanian memberikan kontribusi terhadap stabilitas ekonomi yang lebih baik dengan upaya produksi pertanian yang berkelanjutan. 3.1.2.1. Model Asuransi Pertanian untuk Usahatani Padi dari PSEKP Suatu model asuransi yang baik adalah yang telah melalui tahapan uji coba pelaksanaan. Hal tersebut penting guna mengukur bisa atau tidaknya model asuransi untuk dioperasikan (workable or not workable). Uji coba asuransi sebaiknya didasarkan atas kondisi usahatani, khususnya luas areal garapan, kesediaan petani, mekanisme yang disepakati, dan keterlibatan lembaga terkait. 3

Pusat Pembiayaan Pertanian, Kementrian Pertanian RI. 2010. Asuransi Pertanian, Upaya Memperkecil Risiko Usaha Tani. http://penyuluhpertanian.com/peluang-pengembangan-asuransipertanian di akses pada tanggal 7 Februari 2011

24

Keterlibatan PSEKP dalam penyusunan model asuransi usahatani padi yang akan di uji coba menjadi sebuah keharusan, mengingat PSEKP merupakan instansi pemerintah yang membidangi kajian tentang pertanian. Model asuransi usahatani padi dari PSEKP menggunakan pendekatan terhadap pemerintah daerah dan lembaga asuransi sebagai penanggung klaim. Ketiga pelaku sistem asuransi ini (pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, perusahaan asuransi, dan petani termasuk pendamping lapangan) diharapkan dapat berinteraksi dalam satu konsep yang disebut koordinasi tiga jalur (three way coordinator). Ketiga pihak tersebut merupakan penggerak dari sistem asuransi usahatani padi. Strategi koordinasi tiga jalur dapat dilihat pada Gambar 4. Sektor publik (pemerintah pusat dan daerah/regulator/fasilitator)

Sistem Asuransi Usahatani Padi (jaringan kemitraan)

Lembaga asuransi (perusahaan swasta)

Petani/Kelompok Tani/Gapoktan/Subak (usahatani padi)

Sumber: Pasaribu 2010

Gambar 4. Strategi Sistem Asuransi Usahatani Padi dengan Pendekatan Koordinasi Tiga Jalur 3.1.3. Efek Asuransi Pertanian pada Pendapatan Petani Petani sebagai profesi yang umumnya dilakukan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah, terutama di negara-negara berkembang, dianggap tidak begitu menjanjikan karena menghasilkan pendapatan yang tidak pasti.

25

Ketidakpastian pendapatan selain disebabkan oleh ketidakpastian produksi, disebabkan pula oleh fluktuasi harga komoditas di pasar. Menteri Pertanian Suswono mengatakan, petani sebagai komponen atau masyarakat yang memberikan sumbangsih besar dalam ketahanan pangan sudah seharusnya jika kehidupan,

khususnya

kesejahteraan

mereka

mendapatkan

perhatian4.

Perlindungan terhadap petani diperlukan terutama ketika petani sedang ditimpa kesulitan, sehingga petani dapat melangsungkan usahataninya. Upaya pemerintah dalam mewujudkan usaha perlindungan petani tersebut adalah dengan menggarap Undang-undang Perlindungan Petani4. Undang-undang tersebut diharapkan dapat menjadi payung hukum kegiatan pengalihan risiko pertanian seperti jaminan asuransi guna peningkatan kesejahteraan petani. Upaya perlindungan tersebut

juga diharapkan dapat memotivasi petani untuk

meningkatkan efisiensi kerja, sehingga skala usahanya pun meningkat. Skala usaha menjadi penting karena tidak dapat dipungkiri bahwa asuransi sebagai suatu bisnis sangat bergantung pada rasio cost benefit atas usaha petani. Program asuransi tidak akan dilaksanakan sekiranya tidak cukup efektif dalam menanggung risiko suatu usaha tani. Namun demikian, para petani dan pengusaha pertanian tidak perlu khawatir. Asuransi pertanian pada hakikatnya hadir bertujuan untuk memberikan proteksi atau pembagian risiko gagal panen akibat hama, penyakit, atau pun bencana alam, dimana semua pihak yang terlibat dalam asuransi pertanian tersebut dapat diuntungkan, bahkan sampai pada upaya perbaikan situasi ekonomi. Selain

4

Yahoo. 2010. Pemerintah Menyiapkan Undang-undang Perlindungan Petani. http://www.penyuluhpertanian.com/pemerintah-menyiapkan-undang-undang-perlindungan-petani di akses pada 7 Februari 2012.

26

itu, berbagai pilot project asuransi pertanian telah diterapkan oleh Departemen Pertanian dan terbukti cukup berhasil dalam memberi proteksi kepada petani. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Dampak perubahan iklim berupa perubahan pergeseran musim dan serangan hama penyakit meningkatkan risiko pada sektor pertanian. Risiko tersebut diidentifikasi melalui perubahan produksi yang dialami petani mitra. Keadaan ini berakibat pada kemungkinan penurunan pendapatan, bahkan kehilangan modal usaha petani yang pada akhirnya menurunkan tingkat kesejahteraan petani. Diperlukan upaya perlindungan dan startegi mitigasi risiko guna menjaga kestabilan pendapatan maupun kesejahteraan petani. Tahapan pelaksanaan penelitian dimulai dari identifikasi risiko yang mempengaruhi ketidakpastian dalam pertanian, khususnya pada tanaman hortikultura di PT. Saung Mirwan. Selanjutnya, analisis difokuskan pada urgensi asuransi pertanian sebagai instrumen perlindungan bagi petani. Kemudian dilakukan analisis model asuransi pertanian dari PSEKP dalam rangka menanggulangi risiko pertanian. Analisis dilakukan dengan melihat kelebihan dan kekurangan model asuransi pertanian PSEKP, serta kemungkinannya diterapkan pada PT. Saung Mirwan dan mitra taninya. Studi literatur merupakan tahap analisis utama pada bagian ini guna mendapat hasil penelitian yang relevan. Lalu dilakukan analisis dampak asuransi pertanian dengan menghitung pendapatan petani mitra. Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi stakeholder maupun perusahaan dan mitra tani terkait untuk menerapkan instrumen asuransi pertanian. Uraian kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan dalam alur kerangka pemikiran yang disajikan pada Gambar 5.

27

Peningkatan risiko dan ketidakpastian dalam sektor pertanian akibat perubahan iklim dan bencana alam

Perubahan produktivitas pertanian

Perubahan pendapatan petani

Asuransi pertanian

Urgensi Asuransi Pertanian: Upaya perlindungan dan strategi mitigasi risiko usaha pertanian

Analisis model asuransi pertanian PSEKP dan kemungkinannya untuk diterapkan pada PT. Saung Mirwan dan Mitra Tani-nya

Dampak Asuransi Pertanian: Upaya menjaga stabilitas pendapatan petani dengan memastikan petani tetap berproduksi, sehingga kesejahteraan petani meningkat

Rekomendasi penerapan usaha asuransi pertanian pada PT. Saung Mirwan

Gambar 5. Diagram Alur Berpikir

Keterangan: = Analisis penelitian

28

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan analisis dari penerapan asuransi pertanian sebagai bentuk adaptasi pada risiko perubahan iklim dan sarana meningkatkan kesejahteraan petani. Pengambilan data primer dan sekunder dilakukan di PT. Saung Mirwan yang terletak di Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor dan mitra taninya yang tersebar di Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cipanas. PT. Saung Mirwan dipilih sebagai tempat penelitian karena terdapat risiko usaha, baik pada perusahaan maupun pada petani mitranya. Komoditas yang diteliti adalah usahatani kedelai Jepang (edamame) pada dua musim tanam. Musim tanam satu atau basis berlangsung pada triwulan IV 2011 dan musim tanam dua berlangsung pada triwulan I 2012. Risiko usaha pada petani mitra dan perusahaan saling terkait karena stok produk didapat dari petani mitra. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2012 sampai Februari 2013 yang terdiri

dari

survey

lokasi

penelitian,

penyusunan

proposal

penelitian,

pengumpulan data, dan penyusunan skripsi. 4.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara kepada mitra tani dan staf PT. Saung Mirwan guna mengetahui persepsi mereka pada asuransi pertanian. Wawancara juga dilakukan kepada Kepala Badan Penyuluh Pertanian Peternakan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Megamendung, staf Departemen Pertanian, dan staf Asuransi Bumi Putera Muda guna mendapat informasi perkembangan asuransi pertanian di Indonesia. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian

ini adalah jumlah order dan kirim edamame, sistem penjualan perusahaan, dan pola kemitraan. Data-data tersebut diperoleh dari PT. Saung Mirwan. 4.3. Metode Pengambilan Contoh Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan contoh berupa purposive sampling. Nasution (2003) menjelaskan purposive sampling dilakukan dengan mengambil sampel atau responden yang relevan dengan desain penelitian. Sampel yang diambil tersebut diusahakan dapat memenuhi karakteristik esensial dari populasi, sehingga dianggap dapat cukup mewakili populasi. Ukuran sampel dalam penelitian ini diambil sebanyak tiga puluh responden yang tersebar di Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cipanas. Jumlah responden tersebut dianggap telah mewakili keragaman populasi responden. Wawancara pada staf PT. Saung Mirwan dilakukan dengan teknik snowball sampling. Satori dan Komariah (2011) memaparkan snowball sampling dilakukan dengan mengambil sampel atau informan secara berantai. Melalui teknik ini, informan yang relevan diwawancarai kemudian diminta untuk menyebutkan informan kunci lainnya. Ukuran sampel yang diwawancarai sebanyak lima orang. Wawancara dilakukan berdasarkan kuesioner yang telah disiapkan sebagai panduan. 4.4. Metode Pengolahan dan Prosedur Analisis Data Data yang didapat dari hasil wawancara diolah menggunakan Microsoft Excel 2007. Metode analisis data dalam penilitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif yang dilakukan terdiri dari pengumpulan dan pengolahan data, yang meliputi penilaian persepsi responden dan informan pada hal-hal yang terkait dengan asuransi pertanian, penghitungan pendapatan 30

usahatani responden, dan penilaian persepsi responden dan informan pada model asuransi pertanian. Analisis kualitatif atau deskriptif dilakukan dengan mengintepretasikan dan membahas data kuantitatif yang telah diolah, serta studi literatur tentang pentingnya asuransi pertanian dan model asuransi pertanian yang dapat diterapkan di PT. Saung Mirwan dan mitra taninya. Prosedur beserta metode analisis data dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Matriks Metode Analisis Data Penelitian No. Tujuan Penelitian Sumber Data 1.

Menganalisis urgensi Data primer asuransi pertanian bagi wawancara PT. Saung Mirwan

2.

Melakukan analisis Data sekunder model asuransi pertanian PSEKP

3.

Menganalisis dampak Data primer asuransi pertanian wawancara terhadap pendapatan petani mitra

4.4.1.

Metode Analisis Data

hasil Analisis kuantitatif menggunakan Microsoft Excel 2007 dan analisis deskriptif Analisis deskriptif melalui studi literatur

hasil Analisis kuantitaif dengan menghitung pendapatan usahatani

Analisis Urgensi Asuransi Pertanian bagi PT. Saung Mirwan dan Mitra Taninya Analisis urgensi asuransi pertanian dilakukan untuk mengetahui seberapa

penting keberadaan asuransi bagi PT. Saung Mirwan dan mitra taninya. Analisis urgensi asuransi pertanian pada PT. Saung Mirwan dilakukan dengan mengidentifikasi risiko yang dihadapi perusahaan dan dampak yang mungkin terjadi akibat risiko tersebut. Analisis urgensi asuransi pertanian bagi mitra tani perusahaan dilakukan dengan melihat tingkat kebutuhan mereka pada asuransi pertanian yang ditinjau dari persepsi mereka pada perubahan produktivitas. Hal yang diidentifikasi guna mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman petani mitra pada indikator tersebut adalah pengetahuan petani mitra pada 31

perubahan produktivitas, perubahan produktivitas yang terjadi pada petani mitra, faktor-faktor perubahan produktivitas, dan cara penanggulangannya. Perubahan produktivitas pada petani mitra dilihat dari hasil panen mereka pada musim tanam satu dan musim tanam dua. Besarnya perubahan produksitivitas akan menentukan kebutuhan petani mitra pada asuransi pertanian. Petani mitra yang mengalami penurunan produksi, terlebih yang mengalami gagal panen, diperkirakan membutuhkan asuransi pertanian untuk membantu mereka berproduksi kembali pada musim selanjutnya. Gagal panen merupakan kondisi tidak dapat dipanennya 75% atau lebih komoditas pertanian yang ditanam karena faktor tertentu. Faktor yang dikaji dalam penelitian ini adalah pergeseran perubahan musim dan serangan hama penyakit. Penetapan persentase kegagalan panen didasarkan pada jumlah hasil panen yang tidak dapat menghasilkan penerimaan untuk berproduksi kembali pada musim selanjutnya atau penerimaan hasil panen hanya cukup untuk biaya hidup petani dan keluarganya5. 4.4.2. Analisis Model Asuransi Pertanian PSEKP Analisis model asuransi pertanian PSEKP dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari model asuransi tersebut. Analisis juga dilakukan guna melihat kemungkinan penerapan model asuransi pertanian PSEKP yang lebih luas, khususnya pada PT. Saung Mirwan dan mitra taninya. Analisis dilakukan dengan mengadakan studi literatur tentang konsep asuransi pertanian dari PSEKP yang pada awalnya dibuat untuk komoditas padi.

5

Hasil wawancara dengan Peneliti Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), M. Sahat Pasaribu, 27 Juli 2012.

32

Konsep asuransi pertanian untuk berbagai komoditas pada dasarnya serupa, terlebih pada tanaman pangan. Sebagai penciri asuransi komoditas pertanian terletak pada hasil kajian situasi pertanian; faktor-faktor sosial ekonomi; dan infrastruktur administrasi di masing-masing wilayah yang akan diasuransikan. Hasil dari kajian tersebut tidak mengubah ketentuan konsep asuransi secara umum, namun akan menjadi tambahan informasi untuk pelaksanaan asuransi di wilayah tersebut. Misalnya, diketahui bahwa organisme pengganggu tanaman padi di wilayah A dan organisme pengganggu tanaman kedelai di wilayah B berbeda, maka daftar pertangunggan risiko untuk padi dan kedelai tersebut akan berbeda tergantung hama yang menyerang di masing-masing wilayah. Oleh karena itu, hasil dari analisis asuransi pertanian PSEKP diharapkan dapat menghasilkan modifikasi model asuransi pertanian, terutama untuk komoditas edamame, sehingga perlindungan risiko yang dihadapi oleh PT. Saung Mirwan dan mitra taninya dapat terpenuhi. 4.4.3. Analisis Dampak Asuransi pada Pendapatan Petani Mitra Analisis dampak asuransi pada pendapatan petani mitra dilakukan dengan membahas hasil perhitungan pendapatan usahatani dari para responden. Pendapatan usahatani adalah penerimaan dari hasil penjualan produk dikurangi biaya produksi. Untuk mengetahui dampak tersebut, digunakan dua jenis perhitungan, yaitu perhitungan pendapatan usahatani tanpa memasukan variabel asuransi pertanian dan perhitungan pendapatan usahatani dengan memasukan variabel asuransi pertanian.

33

Variabel asuransi pertanian dimasukkan untuk mengetahui manfaatnya, terutama ketika terjadi gagal panen. Pada perhitungan tersebut diasumsikan semua responden mengikuti program asuransi pertanian. Soekartawi (1995) menjelaskan perhitungan pendapatan usahatani dapat dilakukan menggunakan rumus berikut: Pd = TR - TC Keterangan: Pd = Pendapatan usaha tani (Rp) TR = Penerimaan total (Rp) TC = Biaya total (Rp) Penerimaan total merupakan hasil penjual produk yang dihasilkan. Penerimaan total dapat dirumuskan sebagai berikut: TR = Y x P Keterangan: TR = Penerimaan total (Rp) Y = Produk yang dihasilkan (Kg) P = Harga jual produk (Rp) Biaya total merupakan seluruh pengeluaran yang digunakan untuk kegiatan usahatani. Biaya total terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variabel. Biaya tetap dalam usahatani adalah biaya guna atau sewa lahan, sedangkan biaya variabel adalah biaya produksi yang meliputi biaya benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, penyusutan, transportasi, dan irigasi. Biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut: TC = FC + VC Keterangan: 34

TC = Biaya total (Rp) FC = Biaya tetap (Rp) VC = Biaya variabel (Rp) Perbedaan perhitungan pendapatan usahatani tanpa variabel asuransi dan dengan variabel asuransi terdapat pada total biaya produksi yang dikeluarkan (TC). Pada perhitungan pendapatan usahatani dengan variabel asuransi pertanian ditambahkan sejumlah premi asuransi sebagai kewajiban yang harus dibayar petani mitra. Nilai premi tersebut dapat didasarkan pada rumus berikut6: Premi Asuransi = Nilai Pertanggungan x Suku Premi

Pendapatan petani mitra saat variabel asuransi pertanian tidak dimasukkan diperkirakan akan lebih besar daripada pendapatan petani mitra saat variabel asuransi pertanian dimasukkan dengan asumsi cateris paribus. Namun, saat terjadi gagal panen diperkirakan pendapatan petani mitra tanpa variabel asuransi pertanian diperkirakan akan defisit, sedangkan pendapatan petani mitra dengan variabel asuransi pertanian akan balance karena adanya tambahan klaim asuransi, asumsi cateris paribus. Dengan demikian, manfaat asuransi sebagai instrumen pembagi risiko dapat terlihat.

6

Asuransi Mitsui. 2010. Petunjuk Pembiayaan. http://www.kreditotomotif.comindex/phpoption= com/content&view=article&id=21joomla/facts&catid=30asuransi-lainnya diakses pada 5 September 2012

35

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum PT. Saung Mirwan PT. Saung Mirwan merupakan perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis, tepatnya sebagai produsen dan trading company di bidang sayuran dan bunga. PT. Saung Mirwan berdiri sejak tahun 1984 dan masih berjalan dengan baik hingga saat ini. PT. Saung Mirwan terletak di Kampung Pasir Muncang, Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini berada pada ketinggian 670 m di atas permukaan laut dengan rata-rata curah hujan lebih dari 200 mm per tahun. Kondisi tersebut menyebabkan tingkat kesuburan tanah di Desa Sukamanah tinggi, sehingga cocok ditanami berbagai macam sayuran dan bunga. PT. Saung Mirwan memiliki total tanah seluas kurang lebih 10.5 ha dimana 3 ha adalah bangunan greenhouse, 2 ha wilayah lahan terbuka, dan 5.5 ha merupakan bangunan kantor, gudang, sarana olahraga, tempat ibadah, tempat pengemasan, bengkel, koperasi, dan asrama karyawan. Kegiatan PT. Saung Mirwan yang berlangsung di Desa Sukamanah antara lain kegiatan produksi, pengemasan, penjualan, dan administarasi. Kegiatan produksi yang dilakukan PT. Saung Mirwan dilakukan diatas lahan terbuka dan didalam greenhouse. Berbeda dengan budidaya

diatas

lahan, budidaya

didalam

greenhouse

menggunakan sistem irigasi tetes guna menghindari pertumbuhan hama dan penyakit tanaman. Cara tersebut terbukti efektif karena dapat menghasilkan sayuran dan bunga dengan kualitas baik. Komoditas sayuran dan bunga yang ditanam di PT. Saung Mirwan silih berganti sesuai dengan permintaan pasar dan kesanggupan perusahaan. Saat ini

komoditas yang ada di PT. Saung Mirwan antara lain tomat, cabe Jepang (shisito), ketimun Jepang (kyuuri), lectus, caysin, kacang edamame, okra, dan krisan pot. PT. Saung Mirwan menjual produk sayuran dengan dua cara, yakni retail dan fresh cut, sedangkan untuk produk bunga krisan kini hanya dijual dalam bentuk stek batang dan bunga pot. 5.1.1. Sistem Penjualan PT. Saung Mirwan Sayuran dan bunga yang diproduksi PT. Saung Mirwan dipasarkan melalui dua cara, yakni direct dan undirect selling. Direct selling adalah promosi langsung ke pelanggan, jadi perusahaan yang langsung menawarkan produk ke pelanggan, sedangkan undirect selling adalah order produk dari pelanggan, yaitu pelanggan yang ingin memesan produk-produk perusahaan tanpa ada promosi langsung sebelumnya. Biasanya pelanggan seperti ini mendapat rekomendasi dari pelanggan lain yang telah menjadi customer PT. Saung Mirwan terlebih dahulu. Pemasaran produk PT. Saung Mirwan mencakup wilayah Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek) dan mancanegara. Sayuran retail dengan kualitas grade satu dipasarkan ke pasar modern atau supermarket (customer retail), sedangkan sayuran fresh cut dipasarkan ke restoran (customer indutries). Bunga krisan pot dipasarkan ke toko-toko bunga di Jakarta dan Bogor. Bunga krisan pot PT. Saung Mirwan juga diminati oleh perusahaan-perusahaan dan instansi pemerintah, misalnya bank, sebagai penghias ruangan. Selain memasarkan dalam bentuk produk akhir, PT. Saung Mirwan memasarkan pula input produksi berupa bibit beberapa tanaman. Salah satu bibit yang paling laris ialah stek batang bunga krisan. Produk ini berhasil dipasarkan hingga pasar export di Jepang.

37

Pelanggan yang melakukan order produk dan berniat menjadi pelanggan tetap dapat menghubungi bagian penjualan perusahaan. Kemudian bagian penjualan akan melakukan supervisi kepada calon pelanggan untuk memberikan daftar produk, daftar harga, contoh produk, dan menentukan kesepakatan yang akan dilaksanakan pada saat memulai kerjasama. Kesepakatan tersebut antara lain spesifikasi dan varietas, kemasan, jumlah minimal produk, waktu pengiriman, tempat pengiriman, interval pengiriman, dll. Sistem order yang dapat dipilih pelanggan adalah sistem order tetap (standing order) atau order perhari (daily order). Jika kesepakatan telah disetujui oleh kedua pihak, tahapan selanjutnya adalah penandatanganan kontrak kerjasama. Sistem pembayaran yang digunakan perusahaan adalah jual putus, yakni barang yang dikirim perusahaan masih dapat disortasi ulang oleh pelanggan pada saat barang dikirimkan. Barang yang sesuai dengan kriteria pelanggan yang dibayarkan ke perusahaan7. Dalam pelaksanaanya, sistem pemasaran produk

yang dilakukan

PT. Saung Mirwan sering menghadapi risiko. Risiko tersebut antara lain kekurangan supply produk dan pengembalian produk. Kekurangan supply terjadi ketika supply dari petani mitra kurang, karena 95% produk edamame yang dijual perusahaan berasal dari petani mitra. Kondisi ini merupakan masalah besar bagi perusahaan, karena perusahaan akan terkena pinalty, berupa pembayaran ganti rugi, apabila tidak dapat memenuhi jumlah produk yang dipesan oleh customer industries. Pengembalian produk oleh customers umumnya dikarenakan dua hal, yaitu pengembalian produk karena pengiriman berlebih dan pengembalian produk karena rusak. Pengembalian produk karena pengiriman berlebih terjadi ketika ada 7

Saung Mirwan. 2006. Pemesanan atau Order. http://www.saungmirwan.com/zen/index.php? option=com_content&task=blogsection&id=6&Itemid=36 diakses pada 25 Juni 2012.

38

selisih timbang produk di perusahaan dan di customers. Pengembalian karena rusak memiliki penyebab yang bervariasi, antara lain pengemasan yang tidak sempurna; suhu udara yang tidak sesuai saat pengiriman atau di cool box, sehingga produk layu atau menguning; kerusakaan saat distribusi; dll. Keadaan diatas membuat perusahaan sering kali menghadapi risiko kerugian. Kerugian tersebut diatasi dengan melakukan program tanam, menambah kemitraan, dan menjual murah produk yang dikembalikan ke pengumpul. Namun demikian, program tanam dan petani mitra memiliki risikonya sendiri yang apabila tidak diatasi masih dapat mengakibatkan kekurangan supply. Selain itu, pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk reject tetap menimbulkan risiko kerugian bagi perusahaan, karena perusahaan telah mengeluarkan biaya untuk membeli hasil panen petani mitra dengan harga yang tinggi; biaya untuk pengemasan; dan biaya untuk transportasi. 5.2. Gambaran Kemitraan PT. Saung Mirwan Kemitraan adalah salah satu divisi di dalam struktur organisasai PT. Saung Mirwan yang mempunyai fungsi untuk menghasilkan produk-produk sayuran diluar produksi internal yang dihasilkan divisi produksi8. Sistem kemitraan pada PT. Saung Mirwan terbentuk atas dasar kesadaran manajemen perusahaan akan terbatasnya luas lahan dan jumlah penanaman. Sistem kemitraan dilakukan guna mencapai target permintaan produk dan kontinuitas produksi yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Pimpinan PT. Saung Mirwan berpendapat bahwa pola kemitraan terdapat

8

Saung Mirwan. 2006. Sistem Kemitraan pada PT. Saung Mirwan. http://www.saungmirwan.com/ zen/index.php?option=com_content&task=blogsection&id=7&Itemid=38 diakses pada 25 Juni 2012.

39

misi membangun keseimbangan ekosistem lingkungan dan mewujudkan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi pihak-pihak yang berhubungan dengan PT.

Saung

Mirwan.

Implikasi

dari

manfaat

sistem

kemitraan

ialah

tersosialisaikannya pengetahuan bertani yang baik kepada petani mitra perusahaan dan adanya keterkaitan dan hubungan yang tidak terpisahkan antara usaha yang dilakukan PT. Saung Mirwan dengan pengembangan masyarakat, khususnya bidang ekonomi kerakyatan. Konsep kemitraan yang dibangun PT. Saung Mirwan mensyaratkan hubungan saling percaya, saling memiliki, saling melindungi, dan saling menguntungkan. Indikasi dari konsep tersebut ialah adanya kesejajaran dan sikap saling membantu antara pihak yang bermitra, serta komitmen untuk memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing. Kemitraan PT. Saung Mirwan diawali pada tahun 1992 dengan mengajak lima orang petani tradisional di sekitar PT. Saung Mirwan untuk menanam beberapa jenis komoditas di lahan terbuka. Sambutan para petani terhadap pola kemitraan ini sangat baik, sehingga dibentuklah mitra tani. Mitra tani adalah suatu konsep kemitraan dengan metode inti plasma. Pada konsep kemitraan ini, PT. Saung Mirwan berkedudukan sebagai inti dan para petani mitra sebagai plasma. Kewajiban-kewajiban yang disyaratkan dalam konsep ini: 1.

Kewajiban inti: a. Menyediakan kebutuhan sarana produksi dengan sistem peminjaman; b. Menentukan jenis komoditas yang akan ditanam oleh plasma; c. Menentukan program tanam yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar;

40

d. Memberikan teknologi tentang teknis budidaya dan pengendalian hama penyakit; e. Membeli semua hasil produksi dari plasma yang memenuhi standar mutu yang ditentukan oleh inti; f. Memberikan penyuluhan dan bimbingan, serta pengawasan terhadap plasma dilapangan. 2.

Kewajiban plasma: a. Mengikuti dan melaksanakan program kerja dan teknis budidaya yang diberikan oleh inti; b. Menjual hasil produksinya kepada inti dengan harga yang telah ditentukan; c. Menyelesaikan pinjaman saprotan dengan jangka waktu maksimal tiga bulan dari pengambilan sarana produksi.

5.2.1. Teknis Pelaksanaan Kemitraan PT. Saung Mirwan Pola kemitraan yang dijalankan PT. Saung Mirwan mengalami beberapa kali perubahan sejak pertama kali dibangun. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penyesuaian dengan kondisi perusahaan dan perkembangan dunia agribisnis. Jumlah petani mitra PT. Saung Mirwan pada awal pelaksanaan program kemitraan adalah 600–700 orang yang tersebar di daerah Bogor, Garut, dan Bandung. Pola kemitraan saat itu adalah dengan menetapkan petani binaan sebagai mitra tani tetap perusahaan. Namun, seiring berjalannya waktu terdapat kendala, seperti hasil produksi petani mitra yang tidak sesuai harapan, cuaca buruk dan serangan hama penyakit di tempat petani mitra, turunnya permintaan produk, terbatasnya modal perusahaan, dll. Keadaan tersebut memaksa PT. Saung Mirwan merubah

41

pola kemitraan yang dilaksanakan dengan tetap menekankan konsep kemitraan inti plasma. Pola kemitraan yang dijalankan PT. Saung Mirwan saat ini adalah dengan menerapkan sistem kontrak pada mitra tani. Petani yang ingin menjadi mitra tani PT. Saung Mirwan dapat mengajukan permintaan dengan menghubungi Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) yang berada di bawah divisi kemitraan. Petani dapat pula datang langsung ke perusahaan. Kemudian akan dilakukan survey lokasi lahan tanam. Jika disetujui, petani diminta menyerahkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan mengisi formulir data diri. Setelah itu petani harus menandatangi surat perjanjian yang terkandung aspek-aspek perjanjian. Contoh surat perjanjian disajikan pada Lampiran 2. Surat perjanjian tersebut merupakan bukti kesanggupan kedua belah pihak untuk mematuhi aturan yang telah disepakati bersama. Pola kemitraan dengan sistem kontrak yang dilaksanakan PT. Saung Mirwan bisa juga disebut sebagai pola kemitraan Kerja Sama Operasional (KOA). Zein (2011) menjelaskan pola KOA menempatkan petani mitra sebagai penyedia lahan pertanian, sarana produksi, dan tenaga kerja, sedangakan PT. Saung Mirwan berperan sebagai pemberi bantuan kepada petani mitranya. Bantuan yang diberikan PT. Saung Mirwan berupa benih tanaman, penyuluhan dan bimbingan teknis, serta jaminan pasar dan harga. Risiko yang sering dihadapi petani mitra ketika melakukan kontrak kemitraan adalah risiko penurunan produksi, gagal panen, dan pengembalian hasil panen. Faktor penyebab risiko tersebut bermacam-macam, antara lain faktor hama dan penyakit, faktor cuaca, produkstivitas yang tidak optimal, serta hasil produksi

42

yang tidak sesuai standar. Kondisi ini menyebabkan petani mitra harus menanggung risiko kerugian, terlebih ketika gagal panen. Perusahaan tidak dapat membantu banyak jika risiko tersebut terjadi, sebab perusahaan juga memiliki risiko usaha yang harus ditanggungnya. Sistem pembayaran perusahaan yang membayar hasil panen maksimal empat minggu setelah penerimaan menambah beban pembiayaan petani. Pendapatan petani tersebut juga harus dipotong dengan biaya bibit komoditas yang diambil dari perusahaan. Akibatnya beberapa petani mitra bahkan sampai tidak dapat berproduksi untuk musim selanjutnya. Petani mitra harus mengumpulkan modal kembali dengan menunggu pembayaran hasil panen, meminjam modal, ataupun alih profesi sementara, misalnya dengan menjadi buruh atau pedagang. Namun demikian, perolehan modal seperti itu menimbukan dampak lain, seperti timbulnya hutang atau kurangnya modal yang terkumpul, sehingga petani mitra harus mengurangi skala produksi. Petani yang bermitra dengan PT. Saung Mirwan semenjak diterapkannya pola kemitraan baru, berjumlah kurang lebih 90–200 orang setiap musim tanam untuk komoditas yang berbeda-beda. Kebanyakan dari petani mitra tersebut adalah petani mitra lama yang berdomisili di wilayah Bogor dan Garut. Petani mitra yang sudah mendaftar pada musim tanam tertentu dapat melanjutkan kerja sama untuk musim tanam selanjutnya dengan cara memperpanjang program kemitraan. Perpanjangan program dilakukan dengan memberi laporan atau mengajukan izin perpanjangan ke pihak perusahaan. Izin perpanjangan tersebut dapat diterima atau ditolak oleh perusahaan, tergantung pada permintaan produk yang datang ke perusahaan. Bagi petani yang tidak ingin melanjutkan kerjasama

43

tidak perlu melakukan perpanjangan izin. Namun demikian, hal tersebut tidak menutup kesempatan bagi petani tersebut untuk kembali bermitra dengan perusahaan pada masa yang akan datang. 5.3. Karakteristik Responden Karakteristik responden diperoleh dari hasil wawancara dengan tiga puluh petani mitra PT. Saung Mirwan yang tersebar di Kecamatan Megamendung dan Ciawi, Kabupaten Bogor. Petani mitra yang diwawancarai merupakan petani yang menanam komoditas kacang edamame. Karakteristik responden mengulas data diri dan kondisi sumberdaya pertanian petani mitra. Informasi data diri responden meliputi jenis kelamin; usia; pendidikan terakhir; dan lama bertani; sedangkan informasi kondisi sumberdaya pertanian terdiri dari status lahan dan luas lahan. 5.3.1. Jenis Kelamin Petani mitra yang menjadi responden 97% berjenis kelamin pria dan 3% berjenis kelamin wanita. Hal ini dikarenakan kebanyakan usahatani di daerah Kecamatan Megamendung dan Ciawi dilakukan oleh pria. Kondisi tersebut membuat responden pria lebih mudah ditemui di lokasi penelitian. Hanya satu orang responden wanita yang ditemui menjalankan usahatani. 5.3.2. Usia Usia responden sebagian besar berada pada rentang 40–49 tahun, yaitu sejumlah 36.67%, sedangkan usia responden sebagian kecil berada pada rentang 50-59 tahun, sejumlah 16.67%. Usia responden tertua ialah 55 tahun, sedangkan usia responden termuda adalah 23 tahun. Persentase usia responden dapat dilihat pada Tabel 4.

44

Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Usia (Tahun)

Jumlah Responden (Orang)

20-29 30-39 40-49 50-59

(%)

6 8 11 5 30

Jumlah

20.00 26.67 36.67 16.67 100.00

Sumber: Data primer (diolah) 2012

5.3.3. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah lulusan Sekolah Dasar (SD), yaitu sejumlah 60%. Tingkat pendidikan yang ditempuh sebagian kecil responden adalah tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sejumlah 13%. Petani di daerah Kecamatan Megamendung dan Ciawi umumnya telah menyadari pentingnya pendidikan. Namun demikian, mereka tetap memilih untuk menjalankan usahatani, karena sumberdaya alam yang mendukung dan banyaknya permintaan. Selain itu, bertani sudah menjadi seperti budaya bagi masyarakat setempat. Persentase pendidikan terakhir responden dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pendidikan Terakhir

Jumlah Responden (Orang)

SD SMP SMA Jumlah

18 4 8 30

(%) 60 13 27 100

Sumber: Data primer (diolah) 2012

5.3.4 Lama Bertani Responden yang diwawancarai sebagian besar memiliki pengalaman bertani < 5 tahun yaitu sejumlah 40%. Hal ini menunjukan bahwa mereka adalah petani mitra yang terbilang baru di PT. Saung Mirwan. Lama bertani responden sebagian kecil adalah 11–15 tahun yaitu sejumlah 3.33%. Pengalaman bertani terlama adalah 33 tahun, sedangkan pengalaman bertani terbaru adalah 6 bulan.

45

Petani dengan pengalaman bertani baru umumnya tertarik untuk menjalankan usahatani dan bermitra dengan PT. Saung Mirwan karena adanya jaminan harga dan pasar. Persentase lama bertani responden dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bertani Lama Bertani (Tahun) <5 5-10 11-15 16-20 > 20 Jumlah

Jumlah Responden (Orang) 12 6 1 7 4 30

(%) 40.00 20.00 3.33 23.33 13.33 100.00

Sumber: Data primer (diolah) 2012

5.3.5. Status Lahan Responden sebagian besar melakukan penanaman diatas lahan sewa, yaitu sejumlah 63.33%. Persentase terkecil status lahan penanaman responden terbagi rata dalam tiga kategori, yakni garapan, bagi hasil, dan lainnya sejumlah 6.67% untuk masing-masing kategori. Status lahan lainnya yang digunakan petani mitra responden adalah sewa dan gadai. Responden melakukan penanaman diatas lahan yang dia sewa dan yang dia gadai atau dia terima gadai dari orang lain. Masa penggunaan lahan gadai tersebut akan selesai apabila responden tidak dapat membayar kembali lahannya atau jika penggadai sudah membayar kembali lahan gadainya dengan jumlah uang yang sudah disepakati sebulumnya. Persentase status lahan penanaman responden dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Lahan Status Lahan Milik Sendiri Sewa Garapan Bagi Hasil Lainnya Jumlah

Jumlah Responden (Orang) 5 19 2 2 2 30

(%) 16.67 63.33 6.67 6.67 6,67 100.00

Sumber: Data primer (diolah) 2012

46

5.3.6. Luas Lahan Luas lahan penanaman responden yang diwawancarai berbeda-beda. Luas lahan penanaman komoditas yang dimitrakan dengan perusahaan berkisar antara 0.06–3 Ha. Luas lahan penanaman komoditas tersebut sebagian besar adalah 0.1– 0.5 Ha, yaitu sejumlah 87%, sedangkan luas penanaman sebagian kecilnya adalah < 0.01, yaitu sejumlah 3%. Persentase luas lahan penanam responden atas komoditas yang dimitrakan dengan PT. Saung Mirwan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan Komoditas yang Dimitrakan Luas Lahan (ha)

Jumlah Responden (Orang)

< 0.1 0.1–0.5 > 0.5 Jumlah

(%) 1 26 3 30

3 87 10 100

Sumber: Data primer (diolah) 2012

5.4. Karakteristik Informan Karakteristik informan diperoleh dari hasil wawancara dengan lima orang staf PT. Saung Mirwan. Wawancara pada informan dilakukan guna mendapat pengetahuan tentang kondisi perusahaan. Wawancara juga bertujuan untuk mengetahui persepsi tentang asuransi pertanian dari sisi perusahaan. Staf yang diwawancara hampir seluruhnya merupakan staf yang melakukan kegiatan administrasi di kantor perusahaan. Karakteristik informan meliputi jenis kelamin; pendidikan terakhir; usia; posisi di perusahaan; lama bekerja; pendapatan; dan jumlah anggota keluarga. 5.4.1. Jenis Kelamin Staf PT. Saung Mirwan yang diwawancarai sebagai informan 80% berjenis kelamin pria dan 20% berjenis kelamin wanita. Hal ini dikarenakan staf

47

administrasi PT. Saung Mirwan lebih banyak berjenis kelamin pria. Hanya satu orang staf wanita yang diwawancarai sebagai informan. 5.4.2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan menggambarkan kemampuan berpikir dan wawasan sesorang. Informan yang diwawancarai sebagian besar memiliki tingkat pendidikan akhir sarjana (S1), yaitu sejumlah 60%. Tingkat pendidikan akhir informan lainnya adalaha SMA, yaitu sejumlah 40%. Hal ini menunjukan kualitas sumberdaya manusia PT. Saung Mirwan cukup baik. 5.4.3. Usia Usia informan yang diwawancarai berkisar antara 30–50 tahun. Informan dengan rentang usia 30–40 tahun sejumlah 40%, sisanya merupakan informan dengan rentang usia 41–50 tahun, yaitu sejumlah 60%. Usia termuda dari informan yang diwawancarai adalah 34 tahun, sedangkan usia tertua dari informan yang diwawancarai adalah 50 tahun. Hal tersebut menunjukan bahwa staf-staf PT. Saung Mirwan masih dalam keadaan produktif. Kondisi ini terbilang baik bagi jalannya suatu perusahaan. 5.4.4. Posisi di Perusahaan Informan yang diwawancarai menempati posisi yang berbeda-beda di perusahaan. Posisi informan yang diwawancari ialah manajer personalia; manajer pengadaan; kepala bagian kemitraan dan produksi, penyuluh pertanian yang berada dibawah divisi kemitraan; dan staf penjualan. Karyawan yang diwawancarai dianggap mewakili bidang-bidang yang berhubungan dengan kepentingan penelitian. Selain itu, karyawan tersebut dapat menjelaskan kondisi perusahaan, memberikan persepsi dan pendapat tentang asuransi pertanian.

48

5.4.5. Lama Bekerja Lama bekerja informan yang diwawancarai sebagian besar > 10 tahun, yaitu sejumlah 60%. Informan lainnya terdiri dari informan yang memiliki lama bekerja < 5 tahun sejumlah 20% dan informan yang memiliki lama bekerja 5–10 tahun sejumlah 20%. Pengalaman bekerja terlama adalah 20 tahun, sedangkan pengalaman bekerja terbaru adalah 3 tahun. Lama bekerja yang dimiliki seorang karyawan menunjukan loyalitas karyawan tersebut pada perusahaan. Lama masa bekerja juga menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memberikan kesejahteraan pada karyawannya. 5.4.6. Pendapatan Pendapatan karyawan merupakan salah satu hal yang dirahasiakan di sebuah perusahaan, demikian pula di PT. Saung Mirwan. Namun, para informan yang diwawancarai masih bersedia menyebutkan kisaran pendapatan mereka setiap bulan. Pendapatan yang diperoleh 60% informan adalah > Rp 3 000 000. Informan lainnya terdiri dari informan yang memiliki pendapatan Rp 1 000 000– Rp 1 999 900 sebanyak 20% dan informan yang memiliki pendapatan Rp 2 000 000–Rp 3 000 000 sebanyak 20% juga. 5.4.7. Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga yang dimiliki karyawan PT. Saung Mirwan adalah 1–4 orang. Informan yang memiliki jumlah anggota keluarga 1 orang sejumlah 40%, 2 orang sejumlah 20%, dan 4 orang sejumlah 40%. Jumlah anggota keluarga berhubungan dengan pendapatan, karena tingkat kesejahteraan karyawan dapat dilihat dari kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

49

VI. URGENSI ASURANSI PERTANIAN BAGI PT. SAUNG MIRWAN DAN MITRA TANINYA 6.1. Urgensi Asuransi Pertanian bagi PT. Saung Mirwan Risiko usahatani tidak hanya dihadapi oleh petani, tetapi juga dialami oleh PT. Saung Mirwan sebagai mitranya. Stok utama produk edamame yang masuk ke perusahaan diperoleh dari petani mitra. Efeknya, risiko yang dihadapi perusahaan adalah risiko kekurangan supply produk dari petani mitra. Hal ini berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memenuhi order costumer dan realisasi pengiriman produk. Rekapitulasi order dan kirim produk dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rekapitulasi Order dan Kirim Produk Edamame PT. Saung Mirwan Tahun 2011 Uraian

Jumlah (kg)

Edamame kirim Edameme order Jumlah permintaan yang belum dipenuhi

116 609 183 755 67 146

(%) 63.5 36.5

Sumber: Divisi Pengadaan PT. Saung Mirwan (diolah) 2012

Tabel 9 memperlihatkan jumlah permintaan yang belum dipenuhi perusahaan, yaitu sebesar 67 146 kg. Ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan tersebut disebabkan oleh menurunnya pasokan edamame dari mitra tani akibat pergeseran perubahan musim dan serangan hama penyakit. Dalam hal ini, perusahaan akan mendahulukan kelompok costumer industries yang menerapkan aturan pinalty berupa ganti rugi produk pada kontrak kerjasamanya, apabila perusahaan tidak dapat memenuhi jumlah produk yang dipesan. Dampak lain yang mungkin timbul dari ketidaksanggupan perusahaan dalam memenuhi order produk dari costumers adalah pemberhentian pemesanan

produk kepada perusahaan, baik untuk sementara waktu atau seterusnya, karena berkurangnya kepercayaan costumers. Risiko kekurangan produk dari perusahaan sebenarnya tidak lepas dari risiko yang dihadapi petani. Perusahaan berusaha membantu petani guna stabilnya supply produk, meski dengan keterbatasan karena perusahaan memiliki risiko lainnya untuk ditanggung. Zein (2011) memaparkan bantuan yang diberikan perusahaan kepada petani mitra adalah bantuan pinjaman benih dan bantuan teknologi. Bantuan pinjaman benih dilakukan dengan cara mengajukan pinjaman pada awal masa penanaman. Pinjaman tersebut umumnya dibayar petani dengan memotong penerimaan hasil panen yang diterima dari perusahaan. Apabila, petani mengalami gagal panen, pembayaran pinjaman dapat ditangguhkan hingga petani memiliki cukup dana untuk membayarnya. Bantuan teknologi dilakukan dengan memberi informasi teknik budidaya edamame kepada petani. Usaha lain yang dilakukan perusahaan untuk menstabilkan supply produk adalah melaksanakan program tanam. Program tanam dilakukan dengan mengatur waktu tanam pada mitra tani, sehingga apabila terjadi penurunan jumlah produksi pada satu wilayah akibat faktor cuaca, seperti kekurangan air, dapat ditanggulangi dengan mengambil produk dari wilayah lain yang kondisi cuacanya mendukung. Pelaksanaan program tanam bekerjasama dengan beberapa mitra lain di daerah Garut dan Lembang. Risiko lain yang dihadapi perusahaan adalah risiko pengembalian produk oleh costumers. Hal tersebut umumnya terjadi karena dua hal, yakni karena selisih timbang produk di perusahaan dengan di costumers dan karena produk rusak. Pengembalian produk karena rusak memiliki penyebab yang beragam, antara lain 51

pengemasan yang tidak sempurna; suhu udara yang tidak sesuai saat pengiriman, sehingga produk layu atau menguning; dan kerusakan saat distribusi. Namun, pengembalian produk karena rusak jarang terjadi, karena perusahaan telah melakukan standardisasi produk sebelum dikirim. Pengembalian produk karena selisih timbang merupakan faktor risiko yang lebih sering dihadapi oleh perusahaan. Pengembalian produk karena selisih timbah sejauh ini tidak pernah melebihi 2% dari total produk yang dikirim. Kerugian karena hal tersebut pun ditekan seminimal mungkin dengan menetapkan harga penjualan produk yang meliputi harga beli dari petani, biaya pengemasan, ongkos kirim, dan profit. Produk edamame yang dikembalikan tidak dapat dipasarkan lagi ke pelanggan lain, sehingga perusahaan menjualnya ke pengumpul dengan harga yang lebih murah. Secara keseluruhan perusahaan telah mencoba untuk mengidentifikasi setiap risiko yang mungkin terjadi, kemudian mencari alternatif solusi terbaik untuk mengatasinya. Namun, bukan berarti perusahaan dapat terbebas sama sekali oleh risiko. Tetap ada beberapa risiko yang pada kapasitasnya tidak dapat diatasi oleh perusahaan, salah satunya risiko kekurangan supply yang disebabkan risiko penurunan produksi di petani. Oleh sebab itu, perusahaan sangat mendukung adanya asuransi pertanian untuk petani edamame, karena upaya tersebut dapat menjamin ketersediaan bahan baku bagi perusahaan. 6.2. Urgensi Asuransi Pertanian bagi Petani sebagai Mitra Tani PT. Saung Mirwan Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani menghadapi berbagai macam risiko. Hal ini mengakibatkan kebutuhan terhadap asuransi pertanian 52

sebagai suatu mekanisme perlindungan usaha atau pembagian risiko menjadi besar dan penting. Analisis pentingnya asuransi pertanian dilakukan dengan melihat persepsi responden pada perubahan produktivitas hasil panennya. Penilaian persepsi dilakukan melalui identifikasi tingkat kepahaman responden pada faktor penyebab perubahan produktivitas, dampak perubahan produktivitas, dan upaya adaptasi yang dilakukan akibat perubahan produktivitas tersebut. Faktor penyebab perubahan produktivitas yang dibahas adalah perubahan pergeseran musim dan serangan hama penyakit, sedangkan dampak perubahan produktivitas yang dibahas adalah perubahan jumlah output. Hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh responden mengetahui perubahan produktivitas, bahkan seluruh responden juga menyatakan pernah mengalami perubahan produktivitas. Kondisi ini mencerminkan kesadaran responden akan risiko usahatani yang dihadapinya. Jumlah responden yang memiliki pengetahuan dan pengalaman pada perubahan produktivitas dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah Responden yang Memiliki Pengetahuan dan Pengalaman pada Perubahan Produktivitas Selama Dua Musim Tanam Persepsi Pengetahuan pada perubahan produktivitas Pengalaman perubahan produktivitas

Respon Tahu Tidak tahu Pernah Tidak pernah

(%) 100 0 100 0

Sumber: Data primer (diolah) 2012

Perubahan produktivitas adalah kondisi saat produksi naik atau turun, baik dalam skala kecil ataupun besar. Perubahan produktivitas yang terjadi pada sebagian besar responden adalah penurunan produksi, hanya 10% responden yang mengalami peningkatan produksi. Peningkatan produksi yang terjadi pada responden antara 20%-60% dari hasil produksi sebelumnya. 53

Penurunan produksi dalam skala besar biasa dikenal oleh responden sebagai gagal panen. Gagal panen yang pernah dialami responden antara 75%-96% dari hasil produksi sebelumnya. Adapun rata-rata penurunan produksi dari keseluruhan responden adalah 50% dari hasil produksi sebelumnya. Persentase penurunan produksi hasil panen edamame dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Penurunan Produksi (PP) Edamame yang Pernah Dialami Responden Selama Dua Musim Tanam Penurunan Produksi

Jumlah Responden (Orang)

PP < = 25% 25% < PP < = 50% 50% < PP < = 75% PP > 75% Jumlah

3 8 10 6 27

(%) 11 30 37 22 100

Sumber: Data primer (diolah) 2012

Tabel 11 memperlihatkan bahwa terdapat 22% responden yang mengalami gagal panen. Selain itu, sebagian besar responden, yaitu sejumlah 37%, mengalami penurunan produksi sebesar 50%-74%. Dari Tabel 11 dapat diketahui pula bahwa penurunan produksi yang cukup besar, yaitu > = 50%, menimpa lebih dari setengah responden, yaitu 59% responden. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa produktivitas rata-rata edamame yang ditanam responden pada musim tanam satu adalah 3 420 kg/ha dengan jumlah penggunaan benih rata-rata sebanyak 50.6 kg/ha. Dari hasil tersebut diketahui bahwa 1 kg benih edamame yang ditanam hanya mampu menghasilkan 67.6 kg edamame segar. Produktivitas rata-rata tersebut turun pada musim tanam dua menjadi 1 710 kg/ha. Tabulasi perhitungan produktivitas ratarata edamame yang ditanam responden selama dua musim tanam dapat dilihat pada Lampiran 3.

54

Produktivitas rata-rata edamame yang ditanam responden menunjukan hasil yang belum maksimal. Samsu (2001) menjelaskan kebutuhan benih edamame per hektar 60 kg–75 kg tergantung dari jarak tanam yang dipergunakan. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 25 cm x 25 cm. Dari 1 kg benih tersebut, dapat dihasilkan 80 kg–100 kg edamame segar9. Hal ini berarti produktivitas ideal yang dapat dicapai untuk kacang edamame adalah 4 800 kg/ha–7 500 kg/ha. Jumlah tersebut masih jauh dari produktivitas yang dihasilkan responden. Kondisi ini mengindikasikan adanya risiko produksi pada daerah penelitian. Faktor penyebab perubahan produktivitas yang dirasakan responden berbeda-beda. Responden mengaku kenaikan produksi umumnya terjadi ketika perawatan tanaman baik dan cuaca selama musim tanam mendukung, sedangkan penurunan produksi lebih banyak terjadi karena faktor kondisi alam yang tidak mendukung selama penanaman, seperti pergeseran perubahan musim dan serangan hama penyakit. Faktor penyebab penurunan produktivitas yang dipilih mayoritas responden adalah pergeseran perubahan musim. Hal itu dinyatakan oleh 85.19% responden yang diwawancarai. Dari jumlah tersebut, 37.04% adalah gabungan responden yang memilih perubahan pergeseran musim dan serangan hama penyakit sebagai faktor penurunan produktivitas. Pergeseran perubahan musim dan pola tanam merupakan dampak dari peningkatan kejadian iklim ekstrim yang ditandai dengan perubahan pola curah hujan. Curah hujan yang rendah pada musim kemarau menyebabkan tanaman edamame sulit berproduksi, karena kebutuhan air untuk pertumbuhannya yang 9

Hasil wawancara dengan PPL PT. Saung Mirwan, Munawar Supriatna, 28 Maret 2012.

55

tidak terpenuhi10. Namun, pola curah hujan yang semakin meningkat pada musim tanam satu hingga musim tanam dua justru mengakibatkan tanaman edamame sulit mendapat sinar matahari dan rusak, sehingga terjadi penurunan produksi edamame, bahkan sejumlah kasus mengalami kegagalan panen. Perubahan pergeseran musim juga ditandai dengan fluktuasi suhu dan kelembaban udara

yang kian meningkat

yang kemudian menstimulasi

pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman11. Persentase faktor penyebab penurunan produktivitas yang dialami responden dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Faktor Penyebab Penurunan Produktivitas yang Dialami Responden Selama Dua Musim Tanam No. 1. 2. 3. 4.

Faktor Penyebab Perubahan Produktivitas Perubahan pergeseran musim Serangan hama penyakit Perubahan pergeseran musim dan serangan hama penyakit Kualitas tanah yang kurang baik Jumlah

Jumlah Responden (Orang) 13 2

(%) 48.15 7.41

10 2

37.04 7.41

27

100.00

Sumber: Data primer (diolah) 2012

Penurunan produktivitas yang terjadi, mendorong responden untuk melakukan tindakan adaptasi. Tindakan yang mereka ambil merupakan bentuk penyesuaian pada faktor penyebab perubahan produktivitas yang mereka alami. Tindakan adaptasi yang dilakukan responden adalah mengganti waktu tanam; mengganti jenis komoditas yang ditanam; mengganti waktu tanam dan jenis komoditas yang ditanam; mengganti waktu tanam dan mengajukan kredit

10

Hasil wawancara dengan PPL PT. Saung Mirwan, Ardhita Zulhis P., 14 Juli 2012.

11

Agustin. 2011. Dampak Perubahan Iklim terhadap Serangan OPT Tanaman Perkebunan. http://agustin.mhs.upnyk.ac.id/2011/11/05/dampak-perubahan-iklim-terhadap-seranganorganisme-pengganggu-tumbuhan-opt-tanaman-perkebunan/ diakses pada 9 Juli 2012.

56

pinjaman modal; menambah pupuk; menambah pupuk dan obat; meningkatkan perawatan tanaman; meninggikan parit saat curah hujan tinggi; dan mengurangi tanaman pada saat musim hujan untuk menekan jumlah tanaman yang rusak. Tindakan mengganti waktu tanam dilakukan oleh responden ketika cuaca dianggap tidak mendukung untuk melakukan penanaman. Salah satunya saat curah hujan tinggi yang menyebabkan risiko penurunan produksi meningkat, sehingga responden lebih memilih untuk mengundur waktu tanam edamame. Tindakan lain yang dilakukan ketika terjadi kondisi cuaca yang tidak mendukung adalah mengganti jenis komoditas yang ditanam. Komoditas yang umumnya ditanam responden pada saat sedikit air adalah umbi-umbian, seperti ubi dan talas, sedangkan komoditas yang biasa ditanam responden saat curah hujan tinggi adalah caysin. Tindakan menambah pupuk dan obat umumnya dilakukan saat musim hujan, termasuk periode tanam setelah musim tanam dua, karena musim hujan menyebabkan pupuk dan obat yang diberikan ke tanaman tidak bertahan lama akibat terbawa air hujan. Selain itu, terdapat juga responden yang meningkatkan perawatan tanaman pada periode tanam setelah musim tanam dua, berupa penambahan frekuensi penyiangan dan penyulaman tanaman, serta pembersihan tanaman dari organisme pengganggu saat musim kemarau. Hal tersebut dilakukan guna meminimalkan risiko penurunan hasil panen. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden, yaitu sejumlah 37.04% memilih mengganti jenis komoditas yang ditanam sebagai tindakan adaptasi. Hal ini dianggap paling efektif dalam menekan kerugian akibat pergeseran perubahan iklim, karena responden masih dapat memanfaatkan lahan 57

untuk menanam komoditas lain dan menghasilkan sejumlah penerimaan, walau tidak sebesar penerimaan ketika menanam edamame. Dari responden yang mengalami penurunan produktivitas, terdapat 10% responden yang tidak melakukan tindakan adaptasi. Hal tersebut dikarenakan sikap ketidakpedulian responden pada penurunan produktivitas yang terjadi. Jumlah responden dari setiap tindakan adaptasi selama dua musim tanam dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Tindakan Adaptasi Akibat Penurunan Produktivitas yang Dilakukan Responden Selama Dua Musim Tanam No.

Tindakan Adaptasi

1. 2. 3.

Mengganti waktu tanam Mengganti jenis komoditas yang ditanam Mengganti waktu tanam dan jenis komoditas yang ditanam Mengganti waktu tanam dan mengajukan kredit pinjaman modal Menambah pupuk Menambah pupuk dan obat Meningkatkan perawatan tanaman Meninggikan parit saat curah hujan tinggi Mengurangi tanaman saat musim hujan Tidak melakukan tindakan adaptasi Jumlah

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Jumlah Responden (Orang)

(%)

1 10 1

3.70 37.04 3.70

1

3.70

1 2 5 2 1 3 27

3.70 7.41 18.52 7.41 3.70 11.11 100.00

Sumber: Data primer (diolah) 2012

Tindakan adaptasi yang dilakukan oleh responden belum mampu mengurangi risiko pada usahatani edamame. Hal ini terbukti dari banyaknya responden yang mengalami penurunan produksi, yaitu sebesar 90% responden. Tindakan adaptasi konvensional saja tidak akan mampu menekan risiko usahatani secara signifikan. Perlu upaya sistematis dan melembaga untuk mengalihkan ataupun membagi risiko usahatani yang timbul, terutama akibat perubahan pergeseran musim.

58

BAB VII. MODEL ASURANSI PERTANIAN PUSAT STUDI EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN (PSEKP) 7.1. Konsep Asuransi Pertanian PSEKP Kepedulian pada petani dimulai dari adanya keinginan untuk melindungi petani yang diwujudkan dalam bentuk berbagai instrumen kebijakan. Salah satu instrumen yang menggambarkan keberpihakan pada kepentingan petani itu adalah asuransi pertanian. Skim asuransi pertanian termasuk pada program terapan yang dibutuhkan petani, karena isinya yang dimaksudkan untuk melindungi petani dari risiko ketidakpastian dalam berproduksi. Risiko gagal panen yang berdampak buruk bagi pendapatan rumahtangga tani sebenarnya bukan hanya menjadi tanggungan petani. Namun, seharusnya juga menjadi bagian tanggung jawab pemerintah daerah, khususnya untuk daerahdaerah yang menjadikan pertanian sebagai sektor andalan. Hal ini beralasan, karena kendali atas pelaksanaan pembangunan ekonomi dipegang oleh pemerintah daerah. Dengan demikian, sudah semestinya jika cita-cita dari pembangunan yang dilaksanakan adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat, termasuk petani. Skim asuransi pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi practice untuk pengembangan sektor pertanian. Kerjasama antara pemerintah daerah dengan perusahaan asuransi diperlukan untuk kesuksesan program ini. Dalam pelaksanaannya, terdapat tiga pihak yang menjadi bagian dari atribut kelembagaan skim asuransi. Transformasi koordinasi dari tiga pihak tersebut membentuk Kelompok kerja Asuransi Pertanian (KAP) yang didesain untuk menjalankan program asuransi. Pihak-pihak itu adalah : 1. Unsur-unsur pemerintahan (pemerintah daerah), yang antara lain diwakili oleh dinas pertanian, dinas ketahanan pangan, badan perencanaan pembangunan

daerah, biro hukum, biro keuangan/dinas pendapatan, dinas pekerjaan umum/perairan, camat, kepala desa, dan lain-lain. Peran penyuluh pertanian akan sangat signifikan dalam kelompok kerja ini, terutama pada kegiatan yang terkait dengan teknis pelaksanaan. Program asuransi ini pada dasarnya berada dibawah tanggung jawab dinas pertanian setempat. Maka, dinas pertanian disini disebut sebagai pihak tertanggung. Untuk kelancaran pelaksanaan program asuransi, diharapkan terdapat kesediaan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau dapat juga diambil dari Coorporate Social Responsiblity (CSR) perusahaan. Dana tersebut dibutuhkan untuk membayar premi asuransi dan operasional kegiatan, walau tidak harus seluruhnya. Dalam hal ini, pemerintah daerah bertindak sebagai avalist (penjamin) dalam penyediaan dana untuk pelaksanaan program asuransi. Kewajiban dari avalist adalah bersedia menanggung risiko pembayaran premi secara keseluruhan, jika petani macet dalam membayar premi asuransi. Dengan keterlibatan para stakeholders di daerah, termasuk kalangan legislatif yang secara formal menyetujui pembiayaan skim asuransi ini, maka keberpihakan kepada petani akan dapat terwujud. Kedepannya, skim asuransi pertanian diharapkan dapat menjadi program penguat dalam pembentukan bank pertanian atau pola badan layanan usaha. Program asuransi pertanian pun dapat dipertimbangkan sebagai program pembiayaan pertanian disamping subsidi input pertanian. Pada prinsipnya, semakin banyak petani yang dilindungi (semakin luas wilayah yang dicakup) dalam asuransi pertanian, maka semakin kecil biaya yang dikeluarkan untuk membayar premi asuransi. Disisi lain, perusahaan asuransi umum akan semakin berani 60

meningkatkan usahanya di sektor pertanian, karena adanya keterlibatan pemerintah sebagai avalist. Hal ini tentu akan semakin meningkatkan pertumbuhan usaha di wilayah setempat dalam konteks pembangunan ekonomi. 2. Perusahaan asuransi, yang pada kegiatan asuransi pertanian sebelumnya diikuti oleh PT. Bumi Putera Muda (Bumida). Selain perwakilan di KAP, perusahaan asuransi juga perlu menyiapkan kelompok independen yang akan melakukan verifikasi jika ada laporan gagal panen. Kelompok verifikasi ini akan menjadi tanggungjawab pihak asuransi, bukan KAP. Hal ini dikarenakan peran perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung. Selanjutnya, jika gagal panen dinyatakan sah, maka perusahaan asuransi wajib mengeluarkan santunan/klaim kepada petani. Nilai klaim atau pertanggungan umumnya telah ditetapkan dan disepakati sejak awal penandatanganan surat perjanjian kerjasama asuransi. Apabila tidak terjadi gagal panen, maka petani akan diberikan natura (balas jasa yang tidak dalam bentuk uang) berupa pelatihan yang terkait dengan pertanian dan fasilitas studi banding ke daerah lain yang pertaniannya lebih baik sebagai tambahan referensi bagi petani. Dengan demikian, perusahaan asuransi juga memiliki peluang ekonomi untuk meraih profit sebagai sebuah institusi swasta. 3. Petani, direpresentasikan oleh kelompok tani atau gabungan kelompok tani yang ada diwilayah setempat. Dalam hal ini, petani bertindak sebagai offtaker (pembeli) dari produk asuransi dan merupakan pelaku utama dalam program asuransi. Petani diharapkan dapat turut berpartisipasi membayar sejumlah premi asuransi. Premi tersebut merupakan salah satu kewajiban yang harus 61

dilaksanakan petani yang dalam istilah asuransi termasuk sebagai anggota pihak tertanggung. Adanya share pembayaran premi asuransi lah yang menyebabkan petani disebut sebagai anggota pihak tertanggung. Jika terjadi gagal panen yang dinyatakan sah, maka petani berhak menerima sejumlah santunan/klaim dari perusahaan asuransi. Jumlah santunan yang diberikan didasarkan pada biaya produksi dari komoditas yang diasuransikan. Hal ini dipilih karena adanya prinsip asuransi umum yang menyatakan tingkat perhitugan keuntungan hanya sesaat. Santunan yang diberikan diharapkan dapat membantu petani dalam memperoleh kecukupan modal usahatani untuk musim berikutnya. Pembentukan KAP ini idealnya berada di tingkat kabupaten. Jumlah anggota KAP tidak dibatasi, namun harus mencakup seluruh stakeholders yang terkait langsung dengan pembangunan pertanian diwilayah tersebut. Kegiatan selanjutnya dari KAP adalah menyusun tugas pokok dan rincian kegiatan yang akan dilaksanakan, serta menyusun konsepsi yang mengatur pelaksanaan teknis asuransi pertanian antara petani dengan perusahaan asuransi dalam konteks bisnis dan sosial. Penyusunan konsepsi pelaksanaan teknis asuransi pertanian penting dilakukan oleh KAP di setiap daerah, karena adanya perbedaan budaya, kehidupan sosial kemasyarakatan, serta kondisi pertanian pada masing-masing wilayah. Adapun materi penyusunan konsepsi pelaksanaan teknis dapat mengacu pada pedoman umum pelaksanaan sistem asuransi yang telah dirumuskan oleh Tim PSEKP pada tahapan kegiatan pilot project asuransi pertanian.

62

Pada tahap lebih lanjut, diharapkan adanya deklarasi kesepahaman dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) antara pihak-pihak yang terkait (stakeholders) sebagai pelaksana sistem asuransi pertanian di masing-masing wilayah. Pernyataan kerjasama antara KAP dengan perusahaan asuransi dijelaskan lebih rinci pada naskah perjanjian kerjasama yang ada pada Lampiran 1. Namun, dibalik segala upaya untuk mengimplementasikan sistem asuransi pertanian terdapat kendala payung hukum, yaitu belum adanya ketentuan perundangan yang jelas terkait dengan aturan dan pelaksanaan asuransi pertanian di Indonesia. Kondisi ini membuat para peneliti dan stakeholders di daerah kesulitan untuk mengembangkan program asuransi pertanian. Sebagai contoh, Bumida sebagai satu-satunya perusahaan asuransi umum yang telah memiliki izin dari Departemen Keuangan sebagai pelaksana kegiatan asuransi pertanian di Indonesia merasa berat untuk menerapkan lebih lanjut pilot project asuransi pertanian belum adanya kepastian dasar hukum. Contoh lainnya adalah kegiatan uji coba sistem asuransi untuk komoditas sapi potong di Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali yang hanya dapat berjalan selama satu tahun, kemudian berhenti dan tidak diperpanjang lagi. Pemda kabupaten sebenarnya saat itu berkeinginan untuk memberikan subsidi premi asuransi, tapi tidak memperoleh izin dari provinsi dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 13 yang menyebutkan “tidak boleh memberikan bantuan yang berulangulang”. Perbedaan interpretasi aturan Permendagri, yaitu tidak jelas istilah berulang tersebut eksplisitnya berapa kali, menjadi hambatan pelaksanaan sistem asuransi pertanian di Kabupaten Jembrana. 63

Saat ini, sedang dirancang dan dibahas Rencana Undang-Undang (RUU) Perlindungan dan Pemberdayaan Petani oleh Kementerian Pertanian bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Payung hukum ini diharapkan dapat segera diselesaikan agar penyelenggaraan skim asuransi pertanian dapat terwujud. Tetapi, timbul kekhawatiran bahwa UU tersebut tidak dapat disahkan dalam waktu dekat, karena harus diikuti dengan penerbitan peraturan pelaksanaannya. Disisi lain, petani masih terus menghadapi kesulitan karena meningkatnya risiko peristiwa gagal panen (puso) berupa banjir, kekeringan, dan serangan hama. Belum padunya perlindungan dalam bentuk skim asuransi berarti petani harus menanggung sendiri kerugian yang tidak sedikit. Oleh karena itu, legal formal yang juga sedang diusulkan adalah Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri (Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri). SKB tersebut diharapkan dapat segera diterbitkan dan diberlakukan sebagai dasar hukum resmi penyelenggaran asuransi pertanian. 7.2. Materi Asuransi Pertanian PSEKP dan Bumida Asuransi pertanian berdasarkan kajian PSEKP dan Bumida terdiri dari tiga aspek, yaitu landasan dasar struktur asuransi pertanian; unsur kunci yang membentuk suprastruktur skim asuransi pertanian; dan prasyarat esensial untuk pelaksanaan asuransi. Landasan dasar struktur asuransi pertanian mencakup: 1.

Risiko yang ditanggung meliputi gagal panen kategori puso yang disebabkan oleh: a. Serangan hama tanaman atau penyakit tanaman, yaitu penggerek batang, wereng coklat, tikus, tungro, keong mas, dan hama lainnya;

64

b. Kekeringan tanaman padi sebagai akibat kekurangan air irigasi atau karena anomali iklim; c. Banjir. Risiko yang tidak ditanggung meliputi kerugian yang disebabkan satu dari hal sebagai berikut: a. Reaksi nuklir, sentuhan radioaktif, radiasi reaksi inti atom yang langsung mengakibatkan kegagalan panen tanpa memandang bagaimana dan dimana terjadinya; b. Terjadinya peperangan baik dinyatakan maupun tidak atau sebagian wilayah Indonesia dinyatakan dalam keadaan bahaya atau darurat perang; c. Terjadinya huru hara mobilisasi massa yang berkaitan dengan gerakan politik yang langsung mengakibatkan kegagalan panen; d. Tindakan hukum yang dilakukan oleh Pemerintaha Republik Indonesia terhadap tertanggung dan atau penerima jaminan; e. Diakibatkan oleh pola tanam dan mekanisme diluar rekomendasi Dinas Pertanian; f. Lahan tadah hujan; g. Lahan yang belum memiliki irigasi permanen; h. Diakibatkan oleh lahan ditanami varietas yang sama selama lima tahun (tidak dilakukan giliran varietas selama lima tahun); i. Varietas di luar rekomendasi Dinas Pertanian; j. Diakibatkan oleh pemakaian pupuk di luar rekomendasi Dinas Pertanian; k. Diakibatkan oleh tanam dini dan lambat tanam, yaitu menanam sebelum atau sesudah waktu-waktu yang direkomendasikan. 65

2.

Asuransi pertanian masuk ke dalam sektor publik, karena terdapat keterlibatan pemerintah dalam penyusunan legal formal pelaksanaan asuransi dan pembiayaan premi, serta program asuransi.

3.

Pendekatan penerapan sistem asuransi adalah pendekatan individu dengan menanyakan persepsi dan partisipasi petani pada asuransi pertanian.

4.

Partisipasi petani dalam program asuransi pertanian adalah sukarela atau bukan suatu kewajiban. Himpunan unsur kunci pembentuk asuransi pertanian mencakup sembilan

hal, yaitu: 1.

Petani sasaran merupakan kelompok tani, maka tertanggung merupakan ketua kelompok tani yang mewakili anggota-anggota kelompoknya.

2.

Komoditas yang dijamin adalah padi dari benih unggul, seperti varietas Ciherang, IR 64, Mikonga, Cigeulis, dan jenis lain yang direkomendasikan Dinas Pertanian. Proses penanaman dan pemeliharaan harus sesuai dengan mekanisme Good Agricultural Practice (GAP) yang dianjurkan Dinas Pertanian, yaitu: a. Pemupukan berimbang dengan komposisi pupuk organik lebih dominan; b. Tidak direkomendasikan penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan; c. Waktu tanam sesuai dengan rekomendasi Dinas Pertanian; d. Melakukan pergantian pola tanam sesuai rekomendasi Dinas Pertanian; e. Diberlakukan giliran varian dengan maksimal tanam untuk varietas yang sama selama lima tahun; f. Persyaratan teknis lainnya yang direkomendasikan oleh Dinas Pertanian.

66

3.

Cakupan asuransi meliputi biaya produksi berupa biaya benih; biaya pestisida; biaya tenaga kerja; biaya sewa peralatan, seperti traktor; dan biaya input lainnya. Risiko pertanggungan meliputi gagal panen kategori puso yang mencakup luas serangan 90% dengan dampak kerugian 75% dari produktivitas standar per hektar.

4.

Nilai premi yang ditetapkan adalah 3% dari nilai pertanggungan. Perhitungan premi tersebut berdasarkan tarif premi dikalikan maksimal exposure dan range premi dari berbagai negara yang berkisar 2%-5%. Premi dibayar sekaligus (tunggal) dan dibayar selambat-lambatnya 14 hari dihitung dari tanggal mulai berlakunya pertanggungan. Pembayaran premi dapat dilakukan dengan cara tunai, cek, bilyet giro, transfer, atau dengan cara lain yang disepakati antara penanggung dan tertanggung. Apabila jumlah premi sebagaimana yang dimaksud tidak dibayar sesuai cara dan dalam jangka waktu yang ditetapkan, pertanggungan batal dengan sendirinya terhitung mulai tanggal berakhirnya tenggang waktu tersebut. Penanggung dibebaskan dari semua tanggung jawab sejak tanggal dimaksud, tanpa mengurangi jaminan pertanggungan yang telah menjadi tanggung jawab penanggung sebelum tanggal itu, dengan tidak mengurangi kewajiban pihak tertanggung atas pembayaran premi sebesar 20% dari premi tahunan, kecuali jika diperjanjikan lain.

5.

Jumlah kerugian yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung besarnya ganti rugi adalah produktivitas per kelompok tani dihitung pada saat panen dengan dasarnya adalah laporan awal serangan hama dan penyakit, banjir,

67

atau kekeringan. Batas maksimum limit jaminan yang dapat diberikan penanggung maksimal sebesar: a. Limit per hektar adalah Rp ............. per hektar; b. Limit per kecamatan adalah Rp ............. per kecamatan; c. Agregat limit selama periode pertanggungan adalah Rp ............... selama periode pertanggungan. 6.

Atribut kelembagaan asuransi pertanian terdiri dari tiga pihak, yaitu pemerintah daerah, perusahaan asuransi, dan kelompok tani. Transformasi koordinasi tiga jalur membentuk kelompok kerja asuransi pertanian dapat dilihat pada Gambar 6. Pemerintah Daerah

Pemerintah Daerah

Perusahaan Asuransi

Pokja Asuransi Pertanian Petani Perusahaan Asuransi (Swasta)

Kelompok Tani / Petani

Sumber: Pasaribu 2009

Gambar 6. Diagram Transformasi Koordinasi Tiga Jalur Kelompok Kerja (Pokja) Asuransi Pertanian Kelompok Kerja (Pokja) Asuransi Pertanian (KAP) berkedudukan di tingkat kabupaten dan dibentuk untuk menangani segala keperluan penyelenggraan asuransi pertanian. Anggota KAP terdiri dari unsur pemerintahan, yaitu Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Biro Hukum, Dinas Pendapatan/Biro 68

Keuangan, Dinas Pekerjaan Umum/Pengairan, Camat, dan Kepala Desa; pihak asuransi; dan petani atau kelompok tani. Dalam melaksanakan tugasnya KAP dilengkapi dengan pedoman pelaksanaan sebagai petunjuk teknis dan operasional kegiatan asuransi pertanian. Pedoman pelaksanaan juga dilengkapi dengan dokumen kesepahaman untuk memenuhi unsur-unsur legalitas program asuransi tersebut. 7.

Dana untuk pembayaran premi asuransi berasal dari petani dan pemerintah daerah. Pemerintah daerah mensubsidi biaya premi asuransi sebesar 50%. Sumber keuangan untuk subsidi tersebut adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau dana Corporate Social Responsibility (CSR). Dana CSR berasal dari perusahaan yang melakukan kegiatan usahanya di daerah setempat. Dana CSR merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial

perusahaan pada masyarakat

dan lingkungan dalam

rangka

mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Kemudian, 50% sisa premi dibayar oleh petani. 8.

Pertanggungan asuransi sesuai dengan yang dicantumkan dalam deklarasi pertanggungan dan premi sudah dibayar lunas sesuai ketentuan sejak tanggal diterimanya premi oleh penanggung dari tertanggung dan sampai dengan tanggal berakhirnya masa periode polis. Jangka waktu pertanggungan maksimal satu tahun. Kegiatan penjaminan ulang untuk musim selanjutnya dapat

disepakati

kembali

melalui

proses

pengajuan

permohonan

pertanggungan risiko. Pertanggungan asuransi terhadap tertanggung akan berakhir dengan sendirinya, jika: a. Limit ganti rugi sudah mencapai maksimal ketentuan limit per hektar; 69

b. Limit ganti rugi sudah mencapai maksimal sesuai ketentuan limit per kecamatan; c. Limit ganti rugi sudah mencapai maksimal sesuai ketentuan limit per tahun selama periode pertanggungan. 9.

Para petani atau kelompok tani dapat berkomunikasi dengan pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan sistem asuransi melalui penyuluh pertanian ataupun forum yang diselenggrakan oleh KAP. Prasyarat pelaksanaan sistem asuransi pertanian adalah:

1.

Ketersediaan data dan informsi yang memadai mengenai: a. Luas tanam, luas panen, produktivitas, dan produksi padi di wilayah setempat; b. Cash flow usahatani padi rata-rata petani di wilayah setempat; c. Jenis risiko dan kerugian (kehilangan hasil) usahatani padi lima tahun terakhir.

2.

Ketersediaan personal yang terlatih, dalam hal ini adalah KAP sebagai tim pelaksana sistem asuransi pertanian yang terdiri dari berbagai instansi, serta penyuluh pertanian sebagai pendamping petani di lapang yang berasal dari Dinas Pertanian setempat.

3.

Pemantauan dan evaluasi keragaan asuransi pertanian dilakukan oleh KAP. Selain itu, pihak asuransi juga mempunyai tim independen yang akan melakukan verifikasi jika ada laporan tentang tanaman yang gagal panen.

4.

Berbagai informasi teknologi dan gagasan untuk kemajuan ataupun penyempurnaan sistem asuransi pertanian disampaikan melalui KAP untuk kemudian dilanjutkan ke petani lewat penyuluh ataupun forum diskusi. 70

7.3. Kelebihan dan Kekurangan Konsep Asuransi Pertanian PSEKP Sebagai sebuah instansi yang memiliki kapaisitas dalam studi pertanian, PSEKP telah berhasil membuat konsep umum dari asuransi pertanian, sekaligus pedoman pelaksanaannya. Hal ini patut dihargai mengingat asuransi pertanian masih baru dan belum ada penerapannya di Indonesia. Namun demikian, PSEKP tetap berupaya untuk mengangkat asuransi pertanian sebagai instrumen kebijakan yang dapat melindungi petani. Hal ini tidaklah berlebihan, karena asuransi pertanian memang didesain untuk membantu petani dalam memperoleh tambahan modal ketika terjadi gagal panen. Konsep asuransi pertanian yang dirancang oleh PSEKP dibantu Bumida pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan konsep asuransi yang ada di negara lain. Namun, konsep asuransi tersebut memiliki kelebihan berupa adanya kelompok kerja khusus yang terdiri dari berbagai stakeholders terkait, yaitu pemerintah lokal dan unsur pendukungnya, masyarakat tani, pihak swasta. Kelompok kerja itu merupakan bentuk penyesuaian sistem asuransi dengan kultur budaya masyarakat Indonesia yang kebanyakan masih menggunakan sistem pertanian tradisional. Dengan adanya kelompok kerja, petani atau unsur masyarakat setempat merasa dilibatkan langsung dalam program asuransi, sehingga dapat termotivasi untuk membantu kesuksesan program. Disamping kelebihan tersebut, konsep asuransi pertanian yang dirancang oleh PSEKP juga memiliki kekurangan. Kekurangannya adalah tidak adanya batasan yang jelas mengenai jumlah anggota dari kelompok kerja asuransi. Hal ini penting, karena jumlah anggota dapat mempengaruhi kinerja dari kelompok itu sendiri. Jumlah anggota yang terlalu banyak akan membuat kinerja kelompok 71

tidak efisien, karena akan menimbulkan berbagai macam pendapat dan berpotensi memicu perselisihan. Disisi lain, jumlah anggota kelompok yang terlalu sedikit membuat pendapat dari sejumlah pihak tidak terwakili, sehingga kepentingannya tidak terakomodir. Oleh karena itu, dibutuhkan kepastian yang jelas mengenai jumlah anggota dari kelompok kerja. Selain itu, dibutuhkan juga wakil yang dianggap cakap dan kompeten dari masing-masing pihak terkait agar program asuransi pertanian dapat berjalan dengan baik. 7.4. Keterlibatan PT. Saung Mirwan sebagai Mitra Kerja Petani PT. Saung Mirwan sebagai perusahaan yang bermitra dengan petani mendukung keberadaan asuransi pertanian sebagai instrumen kebijakan yang melindungi petani. Hal tersebut dibutuhkan demi kelancaran supply produk yang dibutuhkan perusahaan. Dalam pelaksanaanya, PT. Saung Mirwan bersedia terlibat dalam program asuransi pertanian. Bentuk keterlibatan tersebut adalah dengan membantu pemerintah dan perusahaan asuransi dalam mensosialisasikan asuransi pertanian kepada petani mitra. PT. Saung Mirwan juga bersedia menjadi quality control petani mitra dalam melakukan penanaman yang memenuhi ketentuan melalui penyuluh atau teknisi pertanian yang ditugaskan perusahaan untuk mendampingi petani mitra. Hal ini penting guna menjaga kualitas dan kuantitas produksi pada hasil yang ideal. Lebih jauh lagi PT. Saung Mirwan dapat diajak terlibat dalam kelompok kerja asuransi pertanian, sehingga dapat memahami konsep kerja dari asuransi pertanian yang dirancang dan menentukan bentuk keterlibatan lainnya. Dengan demikian, upaya untuk melindungi petani dapat berjalan lebih padu lagi.

72

VIII. DAMPAK ASURANSI PERTANIAN PADA PENDAPATAN MITRA TANI PT. SAUNG MIRWAN 8.1. Perhitungan Pendapatan Mitra Tani Tanpa Asuransi Pertanian Pengukuran manfaat usahatani edamame pada petani mitra PT. Saung Mirwan dilakukan dengan menghitung pendapatan petani mitra yang menjadi responden. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya. Usahatani responden dikatakan bermanfaat apabila mendatangkan sejumlah pendapatan yang cukup untuk biaya hidup petani mitra dan keluarganya. Penerimaan responden didapat dari perkalian hasil panen responden yang dijual ke perusahaan dengan harga jual edamame. Harga jual edamame yang berlaku adalah Rp 6 750/kg, sedangkan rata-rata produktivitas edamame responden pada musim tanam satu adalah 3 420 kg/ha. Jumlah tersebut menghasilkan rata-rata penerimaan sebesar Rp 23 085 000. Biaya usahatani edamame didapat dari perhitungan seluruh biaya yang dikeluarkan responden untuk usaha edamame, baik sebelum maupun sesudah berproduksi. Biaya itu meliputi biaya guna lahan, pembelian bibit, pemupukan, pembelian obat, biaya tenaga kerja, penyusutan alat pertanian, irigasi, dan transportasi. Rata-rata biaya usahatani edamame yang dikeluarkan responden adalah sebesar Rp 14 865 899. Berdasarkan perhitungan tersebut, diketahui bahwa pendapatan responden dari hasil usahatani edamame pada musim tanam satu adalah Rp 8 219 101 per satu hektar lahan penanaman. Jumlah tersebut relatif cukup untuk membiayai hidup petani mitra dan keluarganya selama satu periode musim tanam. Hal ini berarti usahatani edamame yang dilakukan responden pada musim tanam satu

menghasilkan manfaat. Uraian perhitungan pendapatan usahatani edamame dapat dilihat pada Lampiran 4. Namun, rata-rata produktivitas pada musim tanam dua ternyata turun 50% dari rata-rata produktivitas sebelumnya, yaitu 1 710 kg/ha. Rata-rata penerimaan responden ketika terjadi penurunan hasil panen 50% pada musim tanam dua adalah sebesar Rp 11 542 500, sedangkan biaya yang dikeluarkan responden diasumsikan tetap. Dari keterangan tersebut diketahui bahwa pendapatan rata-rata responden pada musim tanam dua adalah (Rp 3 323 399). Kondisi ini berarti usahatani edamame responden pada musim tanam dua tidak menghasilkan manfaat karena responden tidak memiliki pendapatan untuk biaya hidup dirinya dan keluarga. Responden terpaksa menggunakan sejumlah modal usahatani edamame untuk biaya hidup dirinya dan keluarga. Penurunan produksi terjadi karena adanya faktor-faktor penyebab penurunan produktivitas, seperti perubahan pergeseran musim dan serangan hama penyakit. Rata-rata penurunan produksi sebesar 50% pada musim tanam dua sebenarnya belum dikatakan sebagai gagal panen, karena responden masih memiliki sejumlah modal untuk kembali menjalankan usahanya. Penurunan produksi sebesar 75% atau lebih yang dikatakan gagal panen, karena kondisi hasil panen saat itu tidak dapat menghasilkan penerimaan untuk berproduksi kembali. Responden menyatakan bahwa intensitas kejadian faktor penyebab penurunan produksi semakin meningkat beberapa tahun terakhir. Hal tersebut dibuktikan dengan produktivitas usahatani responden yang tidak dapat mencapai

74

tingkat produksi ideal. Selain itu, jumlah responden yang mengalami gagal panen mencapai 22% dari total responden yang mengalami penurunan produksi. Keadaan pada musim tanam dua memberatkan bagi responden, khusunya bagi para responden yang mengalami gagal panen, karena responden tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk biaya hidup dirinya dan keluarga, serta hilangnya sejumlah modal usahatani untuk musim selanjutnya. Dengan demikian responden harus melakukan sejumlah tindakan adaptasi. Idealnya tindakan adaptasi yang diambil para petani, termasuk responden, ketika menghadapi kondisi seperti itu (hilangnya pendapatan dan berkurangnya modal usaha) dengan cara memanfaat tabungan dari hasil keuntungan di musimmusim tanam sebelumnya. Namun, kebanyakan para petani tidak memiliki tabungan untuk antisipasi keadaan darurat seperti itu. Kebanyakan para petani mengandal pinjaman dari pihak lain sebagai sumber pendanaan usahatani mereka dan biaya hidup sehari-hari. Tindakan tersebut sebenarnya mempunyai konsekuensi lanjutan, yaitu munculnya hutang, terlebih jika pinjaman tersebut berbunga. Hal ini akan menjadi beban baru apabila petani tidak dapat melunasinya dan berpengaruh pada penurunan tingkat kesejahteraan keluarga petani. Tindakan adaptasi yang diambil sebagian besar responden umumnya bukan mengajukan pinjaman, tapi responden tidak menampik bahwa mereka pernah melakukan peminjaman uang. Para responden berpendapat meminjam uang, baik dari teman, saudara, ataupun lembaga keuangan, merupakan cara cepat dan mudah untuk mendapat pendanaan usaha. Namun, disisi lain para responden juga menyadari risikonya, sehingga mereka menjadikan hal tersebut sebagai alternatif tindakan adaptasi terakhir. 75

Tindakan-tindakan adaptasi yang dilakukan responden tetap memerlukan biaya. Kondisi kurangannya modal usahatani yang terjadi pada responden, terutama responden yang mengalami gagal panen, membuat tindakan adaptasi yang dilakukan tidak optimal. Salah satunya karena skala usahatani yang dilakukan menjadi lebih kecil dari skala usahatani sebelumnya, sehingga berimpilikasi pada risiko hasil produksi yang tidak maksimal pada musim selanjutnya. Selain itu, tindakan adaptasi konvensional yang dilakukan responden belum dapat menjamin kembalinya modal usahatani yang hilang dan terkumpulnya sejumlah pendapatan. Dalam jangka panjang, hal ini dapat berdampak pada kondisi sosial ekonomi, serta psikis petani dan keluarganya. 8.2. Perhitungan Pendapatan Mitra Tani Dengan Asuransi Pertanian Usahatani merupakan usaha yang tergantung pada kondisi sumberdaya alam dan cuaca. Hal tersebut menyebabkan mayoritas komoditas pertanian memiliki periode-periode tertentu yang dapat menghasilkan produksi lebih banyak dan lebih rendah. Periode-periode tersebut kini sulit untuk diprediksi secara pasti karena adanya perubahan pergeseran musim dan serangan hama penyakit. Akibatnya adalah terjadi peningkatan risiko pada usahatani. Salah satu risiko usahatani yang dirasakan meningkat adalah risiko perubahan produktivitas. Kondisi ini yang terjadi pada responden. Produktivitas edamame yang ditanam responden pada musim tanam kedua lebih rendah daripada musim tanam pertama. Pada musim tanam pertama, rata-rata hasil panen responden adalah 3 420 kg/ha. Jumlah tersebut menghasilkan rata-rata penerimaan sebesar Rp 23 085 500. Dengan biaya produksi sebesar Rp 14 865 899, maka pendapatan responden adalah Rp 8 219 101. 76

Pada musim tanam kedua, terjadi penurunan rata-rata hasil panen responden menjadi 1 710 kg/ha. Penurunan produktivitas terbesar terjadi pada 22% responden yang mengalami gagal panen 75%. Rata-rata hasil panen mereka hanya mencapai 855 kg/ha. Jumlah tersebut menghasilkan rata-rata penerimaan sebesar Rp 5 771 250. Dengan biaya produksi yang sama, yaitu sebesar Rp 14 865 899, maka pendapatan responden adalah (Rp 9 094 649). Ketika para responden tidak mengikuti asuransi pertanian, maka mereka tidak memperoleh sejumlah santunan untuk modal usahatani pada musim tanam ketiga. Rekapitulasi pendapatan responden yang mengalami gagal panen 75% saat produktivitas 3 420 kg/ha dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rekapitulasi Pendapatan Responden yang Mengalami Gagal Panen 75% (Produktivitas 3 420 kg/ha) Uraian

Tanpa Asuransi

Musim tanam satu

TR (Rp) 23 085 500

TC (Rp) 14 865 899

Pd (Rp) 8 219 101

Musim tanam dua

5 771 250

14 865 899

(9 094 649)

Keterangan: TR = Total penerimaan (Rp) TC = Total biaya (Rp) Pd = Pendapatan (Rp) Sumber: Data Primer (diolah) 2012

Ada 3 responden yang mengalami gagal panen 75% terpaksa berhenti sementara untuk berproduksi karena tidak pastinya modal. Risiko lanjutan dari kondisi tersebut adalah hilangnya pendapatan responden yang menjadi sumber penghidupan untuk dirinya dan keluarga. Kondisi ketidakpastian modal yang dialami responden akibat risiko perubahan iklim sebenarnya dapat ditanggulangi jika responden mengikuti program asuransi pertanian sebagai instrumen pembagi risiko atau perlindungan untuk petani.

77

Asuransi, termasuk asuransi pertanian, pada dasarnya serupa dengan tabungan, yaitu sebagai salah satu cara menabung. Pembayaran premi asuransi yang dilakukan secara berkala, mendorong tertanggung, dalam hal ini responden, untuk berdisplin mempersiapkan kebutuhan dana jangka panjangnya. Akumulasi dana selama mengikuti program asuransi akan digunakan untuk membantu responden menghadapi ketidakpastian modal saat terjadi gagal panen. Konsep asuransi pertanian untuk tanaman edamame sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konsep asuransi pertanian untuk tanaman lainnya. Namun, biaya produksi dan harga jual edamame yang tinggi menyebabkan premi asuransi untuk tanaman edamame lebih tinggi juga dari asuransi tanaman padi. Premi asuransi edamame adalah 7% dari nilai pertanggungan, yaitu Rp 5 771 250, atau sebesar Rp 404 000 per musim tanam dengan asumsi seluruh responden mengikuti asuransi. Jika terdapat subsidi premi dari pemerintah sebesar 50%, maka nilai premi yang harus dibayar oleh petani adalah Rp 202.000. Nilai premi asuransi edamame akan semakin rendah jika luas areal yang dicakup semakin besar. Perhitungan besaran premi asuransi edamame dapat dilihat pada Lampiran 5. Pembayaran premi asuransi tidak dapat dipungkiri menambah biaya usahatani. Dengan rata-rata penerimaan yang sama pada musim tanam pertama, yaitu Rp 23 085 500, maka biaya usahatani yang harus dikeluarkan oleh responden menjadi Rp 15 067 899. Pendapatan yang diterima responden menjadi Rp 8 017 601. Namun demikian, hal tersebut merupakan bagian dari upaya penanggulangan ketidakpastian modal jika terjadi gagal panen.

78

Pada musim tanam kedua, responden yang mengalami gagal panen dapat mengajukan klaim ke perusahaan asuransi. Jika klaim tersebut dinyatakan sah, responden akan memperoleh santunan sebesar Rp 5 771 250, dengan catatan semua syarat penanaman terpenuhi. Santunan tersebut menambah kebutuhan modal responden pada musim tanam ketiga menjadi Rp 11 542 500. Jumlah santunan yang diberikan, membantu responden memperoleh kepastian modal. Namun, produktivitas edamame responden yang terbilang rendah sejak musim tanam pertama mempengaruhi besarnya nilai pertanggungan. Produktivitas ideal 1 kg bibit edamame sebenarnya adalah 80 kg-100 kg edamame segar12. Hal ini berarti produksi edamame yang ditanam responden seharusnya adalah 4 064 kg-5 060 kg. Jumlah tersebut masih kurang dari produktivitas edamame responden pada musim tanam pertama yang mencapai 3 420 kg/ha. Jika responden mampu meningkatkan produktivitas edamame hingga mencapai misalnya 4 500 kg/ha pada musim tanam pertama, maka rata-rata penerimaan responden akan meningkat menjadi Rp 30 375 000. Dengan biaya usahatani yang diasumsikan tetap, yaitu sebesar Rp 14 865 899, maka pendapatan responden adalah Rp 15 509 101. Pada musim tanam kedua, jika terjadi gagal panen sebesar 75%, maka rata-rata produktivitas edamame responden menjadi 1 125 kg/ha. Jumlah tersebut menghasilkan rata-rata penerimaan sebesar Rp 7 593 750. Dengan biaya produksi yang sama, yaitu Rp 14 865 899, maka pendapatan responden menjadi (Rp 7 272 149). Rekapitulasi pendapatan responden yang mengalami gagal panen saat produktivitas 4 500 kg/ha dapat dilihat pada Tabel 15. 12

Hasil wawancara dengan PPL PT. Saung Mirwan, Munawar Supriatna, 28 Maret 2012.

79

Tabel 15. Rekapitulasi Pendapatan Responden yang Mengalami Gagal Panen 75% (Produktivitas 4 500 kg/ha) Uraian

Dengan Asuransi

Musim tanam satu

TR (Rp) 30 375 000

Musim tanam dua

7 593 750

TC (Rp) 14 865 899

Pd (Rp) 15 509 101

14 865 899 (7 272 149)

Sumber: Data Primer (diolah) 2011

Keikutsertaan responden pada program asuransi dapat membantu responden mendapatkan kepastian modal. Peningkatan produktivitas yang diupayakan petani pada musim tanam pertama menyebabkan bertambahnya nilai premi asuransi. Premi asuransi edamame adalah 7% dari nilai pertanggungan, yaitu Rp 7 593 750, atau sebesar Rp 532 000 per musim tanam dengan asumsi seluruh responden asuransi. Jika terdapat subsidi premi dari pemerintah sebesar 50%, maka nilai premi yang harus dibayar petani adalah Rp 266 000. Pembayaran premi ini secara langsung akan menambah biaya usahatani. Dengan rata-rata penerimaan yang sama pada musim tanam pertama, yaitu Rp 30 375 000, maka biaya usahatani yang harus dikeluarkan responden menjadi Rp 15 131 899 (penjumlahan biaya usahatani sebesar Rp 14 865 899 dan premi asuransi sebesar Rp 266 000). Pendapatan responden menjadi Rp 14 711 101. Peningkatan biaya usahatani itu sebenarnya diiringi pula oleh peningkatan nilai pertanggungan. Hal tersebut dikarenakan lebih besarnya nilai premi yang dibayarkan oleh petani. Dengan demikian, secara tidak langsung nilai yang ditabung petani untuk jangka panjangnya lebih banyak juga. Responden yang mengalami gagal panen pada musim tanam kedua akan mendapat santunan sebesar Rp 7 593 750. Santunan tersebut menambah kebutuhan modal responden untuk musim tanam ketiga menjadi Rp 15 187 500. 80

Kondisi ini berarti selain melakukan tindakan adaptasi yang tepat akibat adanya faktor penurunan produktivitas, responden juga harus berupaya untuk meningkatkan produktivitas edamame. Dengan demikian santunan yang akan diberikan ketika terjadi gagal panen diharapkan dapat membantu responden memperoleh kepastian modal dan berproduksi kembali, serta memperoleh pendapatan untuk menghidupi dirinya dan keluarga. Kemampuan responden untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarga tersebut kelak akan berdampak peningkatan kesejahteraan keluarga petani.

81

BAB IX. SIMPULAN DAN SARAN 9.1. Simpulan Penelitian ini menghasilkan tiga simpulan yang diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian. Simpulan tersebut adalah : 1. Keberadaan asuransi pertanian sebagai mekanisme pembagian risiko pada PT. Saung Mirwan dan mitra taninya dianggap penting dan semakin mendesak. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan risiko usahatani akibat perubahan pergeseran musim dan serangan hama penyakit. Peningkatan risiko tersebut menyebabkan penurunan produktivitas edamame yang diproduksi mitra tani, bahkan pada beberapa kasus mitra tani mengalami kegagalan panen dan kehabisan modal hingga tidak dapat berproduksi kembali. Hal ini berdampak pula pada perusahaan sebagai penurunan supply produk, sehingga permintaan produk dari konsumen tidak dapat terpenuhi. 2. Model asuransi pertanian PSEKP menekankan kerjasama dari tiga pihak yang menjadi bagian dari atribut kelembagaan skim asuransi. Transformasi koordinasi dari tiga pihak tersebut membentuk Kelompok kerja Asuransi Pertanian (KAP). Pihak-pihak itu terdiri dari pemerintah daerah, perusahaan asuransi, dan petani. Konsep asuransi untuk edamame pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan konsep asuransi pertanian untuk komoditas lainnya, hanya saja nilai premi untuk edamame akan lebih tinggi daripada tanaman padi. Hal ini dikarenakan nilai pertanggungan edamame yang lebih besar daripada tanaman padi. Mekanisme pelaksanaan asuransi dapat disesuaikan dengan kebutuhan petani mitra, yaitu dengan melibatkan pemerintah, perusahaan pertanian, dan perusahaan asuransi. PT. Saung Mirwan juga

sangat mendukung adanya asuransi pertanian untuk mitra taninya. Hal ini guna kelancaran supply produk ke perusahaan dan pengembangan kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan dari konsumen yang semakin meningkat. 3. Asuransi pertanian memiliki dampak yang positif bagi mitra tani. Hal ini terlihat pada simulasi penerapan asuransi pertanian, dimana semua petani mitra diasumsikan mengikuti asuransi. Mitra tani yang melakukan penanaman sesuai dengan ketentuan kemudian mengalami gagal panen dapat mengajukan klaim asuransi untuk mendapat santunan. Santunan tersebut dapat digunakan oleh mitra tani sebagai tambahan modal memulai usahatani kembali pada periode berikutnya, sehingga risiko kehilangan pendapatan mitra tani dapat diminimalkan. 9.2. Saran Secara umum, saran dari penelitian ini adalah direkomendasikannya asuransi pertanian sebagai instrumen pembagian risiko pada usahatani. Secara khusus, saran yang ingin disampaikan dari penelitian ini adalah : 1. Pemerintah, khususnya Departemen Pertanian, disaranakan untuk segera mengukuhkan dasar hukum pelaksanaan asuransi pertanian agar intrumen kebijakan tersebut dapat segera diterapkan. Hal ini penting mengingat adanya faktor-faktor penyebab penurunan produktivitas, sehingga menimbulkan risiko pada hasil produksi petani. Selain itu, asuransi pertanian dianggap penting karena berperan dalam menstabilkan pendapatan petani dengan menjamin petani tetap berproduksi. Hal ini kemudian akan berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan petani dan keluarganya. 83

2. PT. Saung Mirwan disarankan agar dapat berpartisipasi dalam Kelompok kerja Asuransi Pertanian (KAP) agar dapat mengetahui konsepsi yang mengatur teknis pelaksanaan asuransi dan rincian kegiatan asuransi. Dengan keikutsertaan

tersebut,

perusahaan

dapat

mempertimbangkan

untuk

mengambil peran sejauh mana dalam pelaksanaan asuransi pertanian. Harapannya, perusahaan dapat turut membantu pembayaran premi, karena keberadaan asuransi pertanian pada mitra tani secara tidak langsung akan berdampak pada kelancaran supply edamame yang dibutuhkan perusahaan. Dengan demikian asuransi pertanian dapat membawa manfaat bagi tiap pihak. 3. Mitra tani disarankan untuk berpartisipasi dalam kegiatan asuransi pertanian, mulai dari sosialisasi asuransi pertanian hingga pelaksanaan asuransinya. Hal ini dikarenakan asuransi pertanian bermanfaat untuk melatih mitra tani mempersiapkan kebutuhan jangka panjangnya. Selain itu, asuransi pertanian juga terbukti dapat membantu mitra tani mengatasi masalah kekurangan modal akibat gagal panen yang menimpanya. 4. Perusahaan asuransi disarankan untuk mengembangkan produk asuransi bagi sekotr pertanian. Hal ini dikarenakan investasi yang ada pada sektor pertanian terbilang besar. Selain itu, potensi sektor pertanian masih cukup banyak. Perusahaan asuransi yang mengembangkan produk asuransi pertanian dapat menekan risiko kerugiannya karena kebutuhan manusia pada sektor ini yang tinggi dan keberpihakan pemerintah pada kesejahteraan petani.

84

DAFTAR PUSTAKA Asian Production Organization. 1999. Development and Operation of Agricultural Insurance Schemes in Asia. Tokyo (JP): Asian Production Organization. Hartono S. R. 1985. Asuransi dan Hukum Asuransi di Indonesia. Semarang (ID): Institut Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Semarang Press. Hasan M. I. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Irsyadi I. 2011. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT. Saung Mirwan. Skripsi. Jurusan Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Itturioz R. 2009. Agricultural Insurance. Washington DC (US): World Bank. Nasution S. 2003. Metodologi Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta (ID): Bumi Aksara. Kementerian Pertanian. 2011. Draf Pedoman Umum Asuransi Komoditas Pertanian. Jakarta (ID): Direktorat Pembiayaan Pertanian. Kurniawati F. 2011. Dampak Perubahan Iklim terhadap Pendapatan dan FaktorFaktor Penentu Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Skripsi. Jurusan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nurmanaf A. R., Sumaryanto, S.Wahyuni, E. Ariningsih, Y. Supriyatna. 2007. Analisis Kelayakan dan Perspektif Pengembangan Asuransi Pertanian pada Usahatani Padi dan Sapi Potong. Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Kementerian Pertanian). Prakoso D. 2004. Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta. Pasaribu M. S., I. S. Agung, N. K. Agustin, E. M. Lokollo, H. Tarigan, Y. Supriyatna. 2010. Laporan Akhir Penelitian : Pengembangan Asuransi Usahatani Padi untuk Menanggulangi Risiko Kerugian 75% Akibat Banjir, Kekeringan, dan Hama Penyakit. Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Kementerian Pertanian). Pasaribu M. S., I. S. Agung, N. K. Agustin, E. M. Lokollo, H. Tarigan, J. Hestina, Y. Supriyatna. 2010. Usulan Penelitian : Pengembangan Asuransi Usahatani Padi untuk Menanggulangi Risiko Kerugian 75% Akibat Banjir, Kekeringan, dan Hama Penyakit. Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Kementerian Pertanian).

Pasaribu M. S., I. S. Agung, E. Ariningsih, N. K. Agustin, A. Askin. 2009. Laporan Hasil Penelitian : Pilot Project Sistim Asuransi Untuk Usahatani Padi. Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Kementerian Pertanian). PT. Saung Mirwan. 2012. Rekapitulasi Order dan Kirim Produk Edamame Tahun 2011. Bogor (ID): Divisi Pengadaan PT. Saung Mirwan. Raju S. S., R. Chand. 2008. Agricultural Insurance in India (Problem and Prospect). New Delhi (IN): National Centre for Agricultural Economics and Policy Research. Samsu H. S. 2001. Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor : Edamame (vegetable soybean). Jember (ID): Graha Ilmu dan Florentina. Satori D., A. Komariah. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung (ID): CV. Alfabeta. Soedjana T. D. 2007. Sistem Usaha Tani Terintregasi Tanaman - Ternak Sebagai Respon Petani Terhadap Faktor Risiko. Jurnal Litbang Pertanian 26(2). Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Sumaryanto, A. R. Nurmanaf. 2007. Simpul-Simpul Strategis Pengembangan Asuransi Petanian untuk Usahatani Padi di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi 25: 89-103. Suratiyah K. 2009. Ilmu Usahatani. Depok (ID): Penebar Swadaya. United Nation. 2007. Developing Index-Based Insurance for Agriculture in Developing Countries. New York (US): Department of Economic and Social Affairs. Zein H. 2011. Peranan Kemitraan terhadap Pengelolaan Risiko Usaha Petani Kedelai Edamame (Studi Kasus: Petani Edamame di Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor). Skripsi. Jurusan Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

86

LAMPIRAN

Lampiran 1. Konsep Perjanjian Kerjasama antara Kelompok Kerja Asuransi Pertanian dengan Perusahaan Asuransi DRAFT PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT. ASURANSI UMUM ......................... CABANG ........................... DENGAN KELOMPOK KERJA ASURANSI PERTANIAN / PEMERINTAH KABUPATEN ............................. NOMOR: ................................. TENTANG ASURANSI USAHATANI PADI

Pada hari ini, ......... tanggal .......... bulan ........... tahun .......... . Bertempat di ......... kami yang bertandatangan di bawah ini:

I.

(Representatif pihak asuransi): Selaku Kepala Cabang PT. Asuransi ............ berkedudukan di ..........., Jalan ........... No. .... (Kota ......... ) bertindak untuk dan atas nama PT. ........... izin usaha dalam bidang Asuransi Kerugian pada Departemen Keuangan Republik Indonesia No. ......... dan selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai PIHAK PERTAMA.

II. (Representatif dari pihak Pokja/Pemda): Selaku wakil dari Kelompok Kerja Asuransi Pertanian yang merepresentatifkan Bupati Kabupaten ............., yang berkedudukan di .......... dengan alamat Jalan ....... No. .... (Kota ........) bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Kabupaten ........ berdasarkan Keputusan Bupati Nomor ......... (SK POKJA), selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai PIHAK KEDUA.

88

Dengan ini menyatakan bahwa kedua pihak sepakat untuk mengadakan kerjasama dalam asuransi usahatani padi, dengan ketentuan sebagai berikut: Pasal 1 MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dan tujuan kerjasama ini adalah untuk memberikan perlindungan asuransi kepada para petani padi di Kabupaten .................. yang mengalami gagal panen atau disebut puso. Pasal 2 PENGERTIAN Dalam perjanjian kerjasama ini yang dimaksud dengan: 1. 2. 3. 4. 5.

6.

7.

8.

Tertanggung adalah pemilik tanaman padi di Kabupaten ......................... Puso adalah keadaan gagal panen yang hanya mampu menghasilkan maksimal 25% dari total produksi per satuan (sebutkan ......). Risiko adalah suatu kejadian yang tidak dapat dihindari dan muncul secara tiba-tiba, tidak disengaja dan tidak dikehendaki oleh Tertanggung. Obyek pertanggungan adalah tanaman padi di Kabupaten ........................ Bibit unggul adalah bibit yang terseleksi dan mempunyai sifat responsif terhadap pemupukan, berdaya hasil tinggi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit tertentu dan berumur pendek. Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan antara lain pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos (humus) berbentuk padat yang telah mengalami dekomposisi. Pemupukan berimbang adalah upaya penambahan unsur hara makro dan mikro secara seimbang dengan memperhatikan kaidah-kaidah kesuburan tanah untuk menghasilkan produksi optimal. Sistem ganti rugi memberi pengertian bahwa pihak Asuransi akan mengganti biaya usahatani per hektar (bukan estimasi penerimaan produksi per hektar) jika terjadi gagal panen atau puso (dengan hasil panen maksimal 25% dari total produksi per satuan) sebagai ganti rugi modal usahatani. Pasal 3 HARGA PERTANGGUNGAN

Harga atau Nilai Pertanggungan adalah sebesar rata-rata total biaya usahatani yang dikeluarkan petani dalam usahatani padi di wilayah layanan yang proporsional dengan luas garapan (per hektar) dan dalam hal ini telah disepakati bersama kedua belah pihak sebesar Rp 2.500.000,- per musim tanam per hektar.

89

Pasal 4 LUAS JAMINAN ASURANSI 1. PIHAK PERTAMA akan memberikan santunan kepada Tertanggung sejumlah Rp 2.500.000,- per hektar per musim bagi lahan pertanaman yang mengalami gagal panen (puso) karena hanya bisa menghasilkan panen sebesar maksimal 24% dari total produksi per satuan, terhadap risiko yang disebabkan secara langsung: a. Serangan hama wereng, penggerek batang, dan tikus. b. Kekeringan pada tanaman padi sebagai akibat kekurangan air irigasi atau karena penyimpangan iklim. c. Terkena banjir karena penyimpangan iklim atau bencana alam (force majeur). 2. Batas santunan kerugian yang dapat diberikan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA dalam Perjanjian Kerjasama ini sebesar Rp 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) per kecamatan per musim, sehingga batas agregat santunan untuk 5 kecamatan sebesar Rp 750.000.000,(tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Pasal 5 PENGECUALIAN Uraian berikut dikecualikan dari skim asuransi usahatani padi, yaitu: 1. Pola tanam dan mekanisme diluar rekomendasi dinas pertanian setempat atau Departemen Pertanian. 2. Lahan sawah tadah hujan. 3. Lahan irigasi sederhana. 4. Lahan ditanami varietas yang sama selama 5 tahun (tidak dilakukan pergiliran varietas selama 5 tahun berturut-turut). 5. Varietas diluar rekomendasi dinas pertanian setempat atau Departemen Pertanian. 6. Pemakaian pupuk diluar rekomendasi dinas pertanian setempat atau Departemen Pertanian. 7. Perlakuan tanam dini atau lambat tanam, sebelum atau sesudah waktu yang direkomendasikan oleh dinas pertanian setempat atau Departemen Pertanian. Pasal 6 KRITERIA PADI/LAHAN YANG DIJAMIN PIHAK PERTAMA akan memberikan santunan kepada Tertanggung yang memiliki padi/lahan dengan kriteria sebagai berikut: 1. Padi yang digunakan berasal dari bibit unggul. 2. Lahan dikelola dengan pemberian pupuk organik dan atau pupuk anorganik yang lengkap dan berimbang. 3. Lahan pertanian tersebut diatas telah dimasukkan dalam daftar lahan yang diasuransikan sesuai dengan daftar dalam lampiran Surat Permohonan

90

Perlindungan Asuransi yang sah, dari PIHAK KEDUA yang ditujukan kepada PIHAK PERTAMA. Pasal 7 MASA PERTANGGUNGAN Masa pertanggungan polis asuransi tanaman ini adalah satu tahun atau dua belas bulan sejak .................................................. Pasal 8 PEMBAYARAN PREMI 1. Besarnya premi sebesar Rp 60.000,- per hektar per tahun. 2. Pembayaran premi dilakukan dengan sistem pembayaran dimuka secara tunggal (sekaligus). Pasal 9 PERMINTAAN PENUTUPAN ASURANSI PIHAK KEDUA mengajukan surat permintaan penutupan asuransi tanaman dengan dilengkapi data-data sebagai berikut: 1. Data lahan yang diasuransikan. 2. Nama lengkap petani beserta foto kopi tanda pengenal yang berlaku. 3. Alamat lengkap lokasi lahan/peta lokasi lahan. 4. Luas lahan yang dimiliki yang dibuktikan dengan ............................... Pasal 10 HAK DAN KEWAJIBAN 1. PIHAK KEDUA sebagai lembaga yang merepresentasikan Pemerintah Kabupaten .............................. memiliki kewajiban untuk: a. Merencanakan (a) pola tanam, (b) penyediaan saprodi (sarana produksi seperti pupuk, benih, dan pestisida), dan (c) sarana-prasarana pengairan yang disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan petani. b. Mengadakan pembinaan melalui pertemuan atau sosialisasi di lapangan, pembinaan langsung oleh PPL di lapangan/lokasi/sawah. c. Memfasilitasi keperluan/kebutuhan petani padi. d. Menyiapkan dan atau memberikan berbagai subsidi pupuk dan benih. e. Memberikan informasi tentang keadaan iklim dan antisipasi terhadap serangan hama/penyakit tanaman. f. Bersama-sama dengan petani berkewajiban melakukan upaya pencegahan terhadap bertambahn parahnya atau meluasnya risiko usahatani. g. Bersama-sama dengan konsultan independen yang ditunjuk PIHAK PERTAMA melaksanakan berbagai hal terkait dengan keberhasilan usahatani padi. 2. PIHAK PERTAMA memiliki hak dan kewajiban untuk: a. Memperoleh informasi dan data yang selengkap-lengkapnya tentang halhal yang berhubungan dengan penutupan asuransi maupun klaim.

91

b. Melakukan survei lokasi yang berhubungan dengan proses penutupan, selama penutupan berlangsung dan pada saat klaim asuransi. c. Bersama-sama dengan Kelompok Kerja Asuransi Pertanian menetapkan apakah klaim layak dibayar atau tidak. d. Melakukan pembayaran klaim dalam waktu 30 hari sejak klaim dinyatakan lengkap dan layak dibayar. Pasal 11 PROSEDUR DAN PERSYARATAN PENGAJUAN KLAIM 1. PIHAK KEDUA yang dapat diwakili oleh anggota yang ditunjuk (Penyuluh) memberikan laporan hasil penelusuran tertulis. 2. PIHAK KEDUA mengambil alih tanggungjawab dalam proses tindak lanjutnya kepada PIHAK PERTAMA. 3. Kejadian gagal panen harus dilaporkan secara lisan kepada PIHAK PERTAMA dalam waktu 3 x 24 jam yang kemudian diikuti dengan laporan tertulis dengan disertai data dan informasi sebagai berikut: a. Nama lengkap petani dan foto kopi tanda pengenal. b. Alamat lengkap lahan dan peta lokasi. c. Foto lokasi lahan. d. Foto kopi bukti kepemilikan lahan petani yang sah. 4. Penentuan kelayakan/liable claim adalah berdasarkan dari hasil pemeriksaan/pengecekan dan penilaian oleh Konsultan Independen. Pasal 12 MASA BERLAKU DAN PEMUTUSAN PERJANJIAN KERJASAMA 1. Perjanjian kerjasama ini berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal ditandatangani oleh kedua belah pihak. 2. Jika salah satu pihak menghendaki berakhirnya penjanjian ini, maka pihak tersebut harus memberitahukan secara tertulis kepada pihak lainnya sekurangkurangnya 1 (satu) bulan sebelum perjanjian ini diakhiri. Untuk hal ini kedua pihak melepaskan (renuntieren) pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 3. Pengakhiran perjanjian kerjasama ini tidak membebaskan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang belum diselesaikan sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian kerjasama ini. Pasal 13 PENYELESAIAN PERSELISIHAN 1. Apabila dalam pelaksanaan perjanjian ini timbul perselisihan atau perbedaan pendapat, maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan secara musyawarah untuk mufakat dengan itikad baik dan tidak merugikan salah satu pihak. 2. Dalam hal tidak tercapainya permufakatan dalam musyawarah maka para pihak menyerahkan permasalahan tersebut melalui jalur hukum dan untuk itu memilih kedudukan (domisili) hukum tetap di Kantor Pengadilan Negeri ....

92

Pasal 14 ATURAN TAMBAHAN 1. Dalam hal berakhirnya perjanjian karena sebab apapun, sebagaimana tersebut di dalam pasal 8, maka PARA PIHAK tetap harus menyelesaikan kewajibannya pada pihak lainnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak perjanjian kerjasama ini berakhir. 2. Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Surat Perjanjian ini, akan dituangkan lebih lanjut dalam addendum yang ditandatangani dan disetujui oleh kedua belah pihak, yang akan disatukan dalam Surat Perjanjian ini sehingga menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pasal 15 PENUTUP 1. Surat Perjanjian ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) asli, bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama, untuk PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA. 2. Keseluruhan isi Surat Perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tempat, tanggal, dan tahun yang tertera di bawah ini. Ditandatangani di: ....................................., tgl ......... bln ................ th ............... PIHAK KEDUA

PIHAK PERTAMA

KELOMPOK KERJA ASURANSI PERTANIAN

PT. ASURANSI UMUM .........................................

Nama............................... Ketua Kelompok Kerja

Nama............................. Kepala Cabang

93

Lampiran 2. Surat Kontrak Perjanjian Kemitraan PT. Saung Mirwan

PERJANJIAN KEMITRAAN No ....../ ....../PKJ/ .....

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Munawar Jabatan : Penyuluh Kemitraan PT. Saung Mirwan Alamat : Desa Sukagalih, Kp. Pasir Muncang, Megamendung, Bogor Selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama Nama : Jabatan : Alamat : Selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua. Dengan surat perjanjian ini, Pihak Pertama telah Sepakat Kepada Pihak Kedua untuk menanam komoditas sebagai berikut : 1. Lettuce Head 2. Edamame Fresh 3. Edamame Coral 4. Okura 5. Zuchini 6. Timun Jepang 7. Buncis TW 8. Nasubhi 9. Tomat TW

Pasal 1 Kewajiban Pihak Pertama Pihak Pertama mempunyai kewajiban kepada Pihak Kedua sebagai berikut: 1. Memprogram semua lahan yang mau dimitrakan 2. Membantu dalam teknis budidaya 3. Membeli semua produk yang dihasilkan oleh Pihak Kedua yang memenuhi standar kualitas yang ditentukan oleh Pihak Pertama.

Pasal 2 Kewajiban Pihak Kedua 1.

Membayar kebutuhan benih sesuai dengan kebutuhan lahan. Untuk komoditas Lettuce Head harga bibit Rp 110/pohon.

94

2. 3. 4. 5. 6. 7.

Membiayai biaya operasional Menyediakan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan Mengikuti petunjuk dari penyuluh lapangan tentang teknis budidaya Mengikuti program tanam dan panen yang telah ditentukan Pihak Pertama Menjual seluruh hasil produksi yang memenuhi standar kualitas yang ditentukan kepada Pihak Pertama Mengantar sendiri hasil panen apabila lokasi lahan berada pada jarak lebih dari 20 km dari PT. Saung Mirwan

Pasal 3 Kualitas Kualitas produk Edamame yang ditentukan sebagai berikut: 1. Umur tanam sudah berumur +/- 64 HST (Hari Setelah Tanam) 2. Warna kulit polong hijau muda 3. Berisi penuh, tidak kopong 4. Sehat tidak terkena jamur serangan hama 5. Isi polong 2-3 biji berpolong

Pasal 4 Harga Harga pembelian oleh Pihak Pertama: 1. Lettuce Head Rp 4 250 Grade A dan Rp 3 250 Grade B 2. Edamame fresh Rp 6 750/kg 3. Edamame coral Rp 7 500/kg 4. Okura Rp 4 000/kg 5. Zuchini Rp 5 250/kg

Pasal 5 Lain-lain Berat timbangan yang akan diterima dan dibayar adalah berat barang setelah dilakukan sortasi oleh bagian packaging atau bagian pembenihan Pihak Pertama.

Pasal 6 Pembayaran Pembayaran produksi yang dikirim oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama akan dibayar oleh Pihak Pertama untuk produk Lettuce Head, okura, edamame fresh, edamame coral, dan zuchini dua minggu setelah hasil panen diterima oleh Pihak Pertama.

95

Pasal 7 Domisili Hukum 1. 2.

Apabila terjadi perselisihan atau perbedaan pendapat diluar perjanjian kontrak kerja ini, akan diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan. Apabila tidak tercapai kesepakatan, maka kedua belah pihak sepakat menyelesaikannya melalui kediaman hukum yang umum dan tetap pada kantor Panitera Pengadilan Negeri Kelas 1 Bogor.

Demikian perjanjian kontrak kerja ini kami buat dan ditandatangani di atas materai oleh kedua belah pihak dimana masing-masing pihak mempunyai kekuatan hukum yang sama.

Sukamanah,

2011

Mengetahui,

(Munawar) Pihak I

Manager Kemitraan

Pihak II

96

Lampiran 3. Tabulasi Produktivitas Edamame untuk Dua Musim Tanam

No.

Luas Areal Tanaman Damami (ha)

Produksi Edamame (kw) Triw VI Triw I 2011 2012

Produktivitas Edamame (kw/ha) Triw VI Triw I 2011 2012

Panen (%)

Penurunan Produksi (%)

1.

0.15

5.0

1.0

33.3

6.7

20.00

-80.00

2.

0.20

8.0

2.5

40.0

12.5

31.25

-68.75

3.

0.20

4.8

2.1

24.0

10.5

43.75

-56.25

4.

0.20

6.0

0.3

30.0

1.5

5.00

-95.00

5.

0.20

9.0

3.6

45.0

18.0

40.00

-60.00

6.

0.20

9.0

3.6

45.0

18.0

40.00

-60.00

7.

0.20

7.2

4.4

36.0

22.0

61.11

-38.89

8.

0.20

5.0

3.0

25.0

15.0

60.00

-40.00

9.

0.20

7.2

4.4

36.0

22.0

61.11

-38.89

10.

0.20

6.0

2.0

30.0

10.0

33.33

-66.67

11.

0.25

5.0

8.0

20.0

32.0

160.00

60.00

12.

0.25

5.0

0.2

20.0

0.8

4.00

-96.00

13.

0.20

5.0

1.2

25.0

6.0

24.00

-76.00

14.

0.20

7.0

3.0

35.0

15.0

42.86

-57.14

15.

0.10

2.7

0.6

27.0

6.0

22.22

-77.78

16.

0.20

10.0

5.0

50.0

25.0

50.00

-50.00

17.

0.20

5.0

6.0

25.0

30.0

120.00

20.00

18.

0.60

10.0

7.50

16.7

12.5

75.00

-25.00

19.

0.70

20.0

8.0

28.6

11.4

40.00

-60.00

20.

0.50

12.0

5.0

24.0

10.0

41.67

-58.33

21.

0.40

17.0

9.0

42.5

22.5

52.94

-47.06

22.

0.15

4.8

2.4

32.0

16.0

50.00

-50.00

23.

0.10

2.0

2.8

20.0

28.0

140.00

40.00

24.

0.10

4.0

3.2

40.0

32.0

80.00

-20.00

25.

0.40

15.0

6.0

37.5

15.0

40.00

-60.00

26.

0.06

4.0

2.0

66.7

33.3

50.00

-50.00

27.

3.00

140.0

70.0

46.7

23.3

50.00

-50.00

28.

0.18

8.0

1.0

44.4

5.6

12.50

-87.50

29.

0.10

6.0

4.5

60.0

45.0

75.00

-25.00

30.

0.40

8.0

2.4

20.0

6.0

30.00

-70.00

10.04

357.7

174.7

1025.3

511.6

Rata-rata

0.33

11.9

5.8

34.2

17.1

51.86

-48.14

Min

0.10

2.0

0.2

16.7

0.8

4.00

-96.00

Max 30.00 160.0 Sumber: Data primer (diolah), 2012

140.0

70.0

66.7

45.00

160.00

Total

97

Lampiran 4. Perhitungan Pendapatan Usahatani Edamame Selama Dua Musim Tanam No.

Uraian

A.

Penerimaan

B.

Biaya Guna Lahan

C.

Biaya Produksi

Volume

Harga Satuan

Nilai

kg

6750,0

23085000,0

10000,00



128,0

1280000,0

50,6

kg

40333,3

2040865,0

- Pupuk Kandang

468,1

kg

340,0

159154,0

- Pupuk Urea

352,6

kg

2100,0

740460,0

- Pupuk TSP

118,0

kg

2820,3

332795,4

- Pupuk KCl

203,2

kg

2979,2

605373,4

- Pupuk Lainnya

264,9

kg

2748,2

727998,2

1379,5

cc

180,4

248861,8

956,2

cc

179,4

171542,3

1583,7

cc

92,5

146492,3

1. Benih

3420,00

Satuan

2. Pupuk

3. Pestisida - Curacron - Decis - Dithane - Growmore

587,7

gr

65,1

38259,3

- Supergrow

1000,1

cc

75,2

75207,5

- Antracol

976,1

cc

79,3

77404,7

- Lannate

214,1

gr

153,3

32821,5

1130,5

cc

71,8

81842,7 81169,9

- Lainnya 4. ZPT Athonik 5. Tenaga Kerja - Persiapan Lahan

256,0

2560000,0

- Aplikasi Pupuk Dasar 1

10.000,0 11,0

HOK

28166,7

309833,7

- Penanaman

30,0

HOK

21650,0

649500,0

- Aplikasi pupuk susulan 1

11,0

HOK

26933,3

296266,3

- Penyiangan

24,0

HOK

18983,3

455599,2

- Penyulaman

12,0

HOK

18983,3

227799,6

- Penyemprotan

10,0

HOK

28500,0

285000,0

- Pemanenan

848750,0



35,0

HOK

24250,0

- Pengangkutan

8,0

HOK

29782,6

238260,8

- Tenaga Kerja Bulanan

3,0

Bulan

625000,0

1875000,0

- Penyusutan cangkul

4,0

Buah

5000,0

20000,0

- Penyusutan handsprayer

3,0

Buah

25000,0

75000,0

- Penyusutan arit

3,0

Buah

5000,0

15000,0

- Penyusutan garik

1,0

Buah

5000,0

5000,0

- Penyusutan panunggal

1,0

Buah

5000,0

5000,0

10040,0

10040,0

6. Alat-alat pertanian

- Penyusutan lainnya 7. Biaya Irigasi dan Transportasi D.

Total Biaya = (B+C)

E.

Biaya Produksi/M² = (C/10.000M²)

F.

Keuntungan = (A-D)

G.

BEP Produksi = (D/6750)

H.

R/C = (A/D)

149601,6 14865899,2 1486,6 8219100,8 2202,4 1,55

Sumber : Data primer (diolah), 2012

98

Lampiran 5. Perhitungan Besaran Premi Asuransi Edamame Perhitungan didasarkan atas deskripsi penetapan asuransi menurut bahan seminar berjudul “Rating and Design” oleh K. Iskandar dalam Pasaribu (2010).

Asumsi dan Perhitungan : Luas lahan usahatani responden yang akan diasuransikan 10.04 ha. Nilai total klaim 25% dari produktivitas rata-rata 3 420 kg/ha : 855 kg/ha. Harga edamame segar Rp 6 750/kg : 855 kg x Rp 6 750 = Rp 5 771 250. Nilai klaim Rp 5 771 250/ha. Luas areal gagal panen per musim responden diperkirakan 20% pada areal 10.04 ha, maka total nilai klaim sebesar 2 ha x Rp 5 771 250 = Rp 11 542 500. Pihak asuransi memerlukan beberapa unsur biaya sebagai berikut : a.

Premi risiko (55%);

b.

Biaya klaim (10%);

c.

Komisi (20%);

d.

Biaya operasional (5%);

e.

Biaya kontingensi, keuntungan, kewajiban/pajak, dan lain-lain (10%). Karena biaya a, b, dan d berhubungan langsung dengan pelaksanaan skim

asuransi, maka dibutuhkan 70% dari total 100% biaya yang tersedia untuk keperluan langsung skim tersebut. Dengan demikian, biaya total klaim adalah sebesar 70% x Rp 11 542 500 = Rp 8 079 750. Dengan mengikuti semua persyaratan pertanaman, termasuk penggunaan bibit, air irigasi yang cukup, pupuk berimbang, pemeliharaan usahatani yang baik, maka kejadian gagal panen pada 2 ha diatas diperkirakan hanya memiliki peluang 50%. Oleh karena itu, besarnya premi asuransi menjadi 50% dari biaya Rp 8 079 750 = Rp 4 039 875 yang kira-kira sama dengan 7% dari total klaim Rp 5 771 250 per ha, yaitu Rp 404 000 /ha/musim. Jika pembayaran premi disubsidi pemerintah sebesar 50%, maka nilai premi yang harus dibayar petani adalah Rp 202.000/ha/musim.

99