BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2

pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. ... Pertanggung jawaban tentang penanganan konsumen akan mas...

44 downloads 750 Views 476KB Size
BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik

2.1.1. Pengertian Pelayanan Publik

Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu sendiri mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan personal (personal service) sampai jasa sebagai produk. Berbagai konsep mengenai pelayanan banyak dikemukakan oleh para ahli seperti Haksever et al (2000) menyatakan bahwa jasa atau pelayanan (services) didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang menghasilkan waktu, tempat, bentuk dan kegunaan psikologis. Menurut Edvardsson et al (2005) jasa atau pelayanan juga merupakan kegiatan, proses dan interaksi serta merupakan perubahan dalam kondisi orang atau sesuatu dalam kepemilikan pelanggan.

Sinambela (2010, hal : 3), pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Menurut Kotlern dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat, pelayanan adalah sutu kegiatan

Universitas Sumatera Utara

yang terjadi dalam interaksi langsung antarseseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.

Sementara itu, istilah publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi Bahasa Indonesia Baku menjadi Publik yang berarti umum, orang banyak, ramai. Inu dan kawan-kawan mendefinisikan publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap atau tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa memiliki. Oleh karena itu pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.

Lebih lanjut dikatakan pelayanan publik dapat diartikan, pemberi layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

2.1.2. Kualitas Pelayanan Publik

Dalam Sinambela (2010, hal : 6), secara teoritis tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari : 1. Transparan Pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

Universitas Sumatera Utara

2. Akuntabilitas Pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Kondisional Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. 4. Partisipatif Pelayanan

yang

dapat

mendorong

peran

serta

masyarakat

dalam

penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. 5. Kesamaan Hak Pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain. 6. Keseimbangan Hak Dan Kewajiban Pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

Selanjutnya, jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi konvesional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti : 1. Kinerja (performance) 2. Kehandalan (reliability) 3. Mudah dalam penggunaan (easy of use)

Universitas Sumatera Utara

4. Estetika (esthetics), dan sebagainya

Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).

Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan menurut Lupiyoadi (2001, hal : 147) adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam serangkaian penelitian mereka yang melibatkan 800 pelanggan terhadap enam sektor jasa : reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon jarak jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut (Parasuraman et al, 1998) : 1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya. 2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan

Universitas Sumatera Utara

yang sama, untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. 3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberi pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam pelayanan. 4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy). 5. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupayamemahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

Abidin (2010, hal : 71) mengatakan bahwa pelayanan publik yang berkualitas bukan hanya mengacu pada pelayanan itu semata, juga menekankan pada proses penyelenggaraan atau pendistribusian pelayanan itu sendiri hingga ke tangan masyarakat sebagai konsumer. Aspek-aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan menjadi alat untuk mengukur pelayanan publik yang berkualitas. Hal ini berarti, pemerintah melalui aparat dalam memberikan pelayanan publik kepada

Universitas Sumatera Utara

masyarakat harus memperhatikan aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan.

2.2. Teori Tentang Kehandalan

2.2.1. Pengertian Kehandalan

Abidin (2010, hal : 76), kehandalan merupakan salah satu dimensi dari pelayanan berkualitas. Pelayanan berkualitas merupakan upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi harapan pelanggannya. Pelayanan yang berkualitas lebih menekankan aspek kepuasan konsumen yang diberikan oleh perusahaan yang menawarkan jasa. Keberhasilan suatu perusahaan yang bergerak di sektor jasa tergantung pelayanan yang ditawarkan.

Lupiyoadi (2010, hal : 148) menyatakan ada lima dimensi pelayanan, yaitu tangibles (bukti fisik), reliability (kehandalan), responsiveness (ketanggapan), assurance (jaminan) dan empathy.

Reliability atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

Ariani (2009, hal : 180) menyatakan bahwa reliability adalah konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa dalam memenuhi janji para penerima jasa.

Universitas Sumatera Utara

Abidin (2010, hal : 77) bahwa reliability adalah kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat (accurately) dan kemampuan untuk dipercaya (dependably), terutama memberikan jasa secara tepat waktu (ontime), dengan cara yang sama sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan dan tanpa melakukan kesalahan setiap kali. Adapun atribut-atribut yang berada dalam dimensi ini antara lain adalah: a. Memberikan pelayanan sesuai janji b. Pertanggung jawaban tentang penanganan konsumen akan masalah pelayanan c. Memberi pelayanan yang baik saat kesan pertama kepada konsumen d. Memberikan pelayanan tepat waktu e. Memberikan informasi kepada konsumen tentang kapan pelayanan yang dijanjikan akan direalisasikan.

2.3. Teori Tentang Etos Kerja

2.3.1. Pengertian Etos Kerja

Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesesuatu kelompok. Secara terminologis kata etos, mengalami perubahan makna yang meluas.

Etos, sebagai bagian dari sistem nilai, dapat dirumuskan sebagai unsur evaluatif dari kebudayaan yang pada gilirannya dijadikan sebagai alat dalam pemilihan (Saidi, 1994). Etos kerja dapat dilihar dari dua segi. Pertama, dimanakah

Universitas Sumatera Utara

kedudukan kerja dalam hirarki nilai. Dalam hal ini, apakah kerja dianggap sebagai sesuatu yang dilakukan secara “terpaksa”, sebagai pilihan utama, atau bahkan sebagai panggilan suci (ibadah). Kedua apakah di dalam hirarki nilai itu ada perbedaan dasar memilih dari berbagai jenis pekerjaan yang tersedia (Saputra, 1996, hal : 1).

Etos kerja sebagaimana disebut di atas. Merupakan bagian dari sistem nilai. Saputra (1996, hal : 2) ada lima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang berkaitan dengan nilai budaya, yakni masalah yang berkenaan dengan hakekat hidup, karya, waktu, alam, dan hubungan antar manusia. Ini artinya, wujud kebudayaan suatu masyarakat yang merupakan hasil dari tanggapan aktif terhadap lingkungan dalam arti luas tidak lepas dari pendukungnya di dalam memandang yaitu, hidup, waktu, karya alam, dan hubungan dengan sesamanya. Pandangan inilah yang pada gilirannya mewarnai etos kerja anggota suatu masyarakat. Dengan perkataan lain, tinggi dan rendahnya etos kerja anggota suatu masyarakat bergantung pada bagaimana anggota masyarakt tersebut memandang kelima masalah dasar dalam kehidupan, sehingga ada masyarakat yang dinilai etos kerjanya rendah dan sebaiknya.

Etos adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Etos kerja sangat terikat dengan irama karakter, kualitas hidup, gaya moral, estetika dan suasana perasaan seseorang (Geertz, 1973). Sedangkan kerja, menurut Abdullah (1986), secara lebih khusus dapat diartikan ”Sebagai usaha komersial yang menjadi suatu keharusan demi hidup, atau sesuatu yang imperatif dari diri, maupun sesuatu yang terkait pada identitas diri yang bersifat sakral”.

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian, etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak otonom dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja. Secara imperikal kita mengenal etos kerja yang tinggi dan rendah (Usman Pelly, 1992).

Etos atau semangat kerja, merupakan karakteristik pribadi atau kelompok masyarakat, yang dipengaruhi oleh orientasi nilai-nilai budaya mereka. Antara etos kerja dengan nilai budaya masyarakat seakan sulit untuk dipisahkan. Kelak etos kerja ini merupakan pra kondisi sosial untuk menghasilkan partisipasi sosial. Sedangkan kualitas etos kerja atau etos budaya ini ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang maju, akan memiliki etos kerja yang tinggi dan etos kerja yang tinggi akan mampu memberikan partisipasi sosial yang tinggi pula terhadap pembangunan yang dilaksanakan. Partisipasi sosial yang diharapkan sangat berkaitan dengan teknologi yang dipergunakan. Makin tinggi (modern) teknologi yang dipergunakan makin tinggi pula etos kerja yang diperlukan (Usman Pelly, 1992).

Konsep etos dalam arti modern, pertama dikembangkan oleh filsuf Immanual Kant (1724-1804). Filsuf ini menyatakan bahwa etos merupakan “kehendak otonom sebagai ciri khas setiap moral”, dalam kaitan kerja, etos berarti “sikap kehendak yang dituntut terhadap kegiatan tertentu”(Van Magnis, 1979). Menurut Mochtar Lubis (1979) mempergunakan kata etos dalam arti luas yaitu sebagai sistem tata nilai mental, tanggung jawab dan kewajiban. Akan tetapi, perlu kiranya dicatat bahwa sikap moral berbeda dengan etos, karena kosep yang pertama menekankan kewajiban untuk berorientasi pada norma sebagai patokan yang harus diikuti, sedang yang kedua (etos)

Universitas Sumatera Utara

ditekankan pada kehendak otonom atas kesadaran sendiri, walaupun keduanya berhubungan erat dan merupakan sikap mutlak terhadap sesuatu. Selanjutnya, Abidin (2010, hal : 79) menyatakan bahwa etos kerja adalah seperangkat perilaku kerja positif yang berakar pada kesadaran yang kental, keyakinan yang fundamental, disertai komitmen yang total pada paradigma kerja yang integral. Setiap organisasi yang selalu ingin maju, akan melibatkan anggota untuk meningkatkan mutu kinerjanya, diantaranya setiap organisasi harus memiliki etos kerja.

Dari pengertian etos kerja di atas, maka jika seseorang, suatu organisasi atau suatu komunitas menganut paradigma kerja tertentu, percaya padanya secara tulus dan serius, serta berkomitmen pada paradigma kerja tersebut, maka kepercayaan itu akan melahirkan sikap kerja dan perilaku kerja mereka secara khas. Itulah etos kerja mereka, dan itu pula budaya kerja mereka (Abidin, 2010, hal : 10).

Dalam Abidin (2010, hal : 80) ada delapan etos kerja, yaitu: 1. Kerja adalah rahmat Etos kerja pertama adalah percaya pada paradigma bahwa kerja adalah rahmat, dan karena itu harus disyukuri paling sedikit karena 5 (lima) alasan: a. Pekerjaan itu sendiri secara hakiki adalah berkat Tuhan, lewat pekerjaan Tuhan memelihara manusia. Dengan upah yang diterima, karyawan dapat menyediakan sandang, pangan untuk keluarganya. b. Karyawan selain menerima upah finansial juga menerima banyak faktor plus, misalnya jabatan, fasilitas, berbagai tunjangan dan kemudahan. c. Talenta yang menjadi basis keahlian juga merupakan rahmat yang diberikan Tuhan kepada manusia.

Universitas Sumatera Utara

d. Bahan baku yang dipakai dan diolah dalam bekerja juga telah tersedia karena rahmat Tuhan. e. Di dalam pekerjaan semua individu terlibat dalam sebuah jaringan antar manusia yang fungsional, hirarkis, dan sinergis yang membentuk kelompok kerja, profesi, korps, dan komunitas. 2. Kerja adalah amanah Etos amanah lahir dari proses dialektika dan refleksi batin tatkala manusia berhadapan dengan kenyataan buruk di lapangan yang diperhadapkan dengan tuntutan moral dan idealisme di pihak lain. Dalam proses ini terjadi penyentakan-penyentakan

perasaan,

kejutan-kejutan

kejiwaan,

dan

pencerahan-pencerahan batin yang kemudian mentransformasikan kesadaran manusia ke tingkat yang lebih tinggi dan selanjutnya melahirkan etos amanah. Dari kesadaran amanah ini lahirlah kewajiban moral yaitu tanggung jawab yang kemudian menumbuhkan keberanian moral dan keinginan kuat untuk: a. Bekerja sesuai dengan job description dan mencapai target-target kerja yang ditetapkan. b. Tidak menyalahgunakan fasilitas organisasi. c. Tidak membuat dan mendistribusikan laporan fiktif. d. Tidak menggunakan jam kerja untuk kepentingan pribadi. e. Mematuhi semua aturan dan peraturan organisasi. 3. Kerja adalah panggilan Kerja sebagai panggilan adalah sebuah konsep yang sangat tua. Dalam tradisi Hinduisme dan Buddhisme konsep panggilan ini disebut darma, yaitu panggilan suci, kewajiban suci, tugas sakral untuk mengerjakan sesuatu.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan panggilan yang terpenting adalah agar manusia dapat bekerja tuntas dan selalu mengedepankan integritas: a. Setiap orang lahir ke dunia dengan panggilan khusus, yang dilakoni oleh setiap orang terutama melalui pekerjaannya. b. Agar panggilan berhasil terselesaikan sampai tuntas, diperlukan integritas yang kuat, komitmen, kejujuran, keberanian mendengarkan nurani dan memenuhi tuntutan profesi dengan segenap hati, pikiran dan tenaga. c. Integritas adalah komitmen, janji yang harus ditepati, untuk menunaikan darma hingga tuntas, tidak pura-pura lupa pada tugas atau ingkar pada tanggung jawab. d. Integritas berarti memenuhi tuntutan darma dan profesi dengan segenap hati, segenap pikiran, dan segenap tenaga secara total, utuh dan menyeluruh. e. Integritas berarti bersikap jujur kepada diri sendiri dan bekehendak baik, tidak memanipulasi, tetapi mengutamakan kejujuran dalam berkarya. f. Integritas berarti bersikap sesuai tuntutan nurani, memenuhi panggilan hati untuk bertindak dan berbuat yang benar dengan mengikuti aturan dan prinsip sehingga bebas dari konflik kepentingan. 4. Kerja adalah aktualisasi Aktualisasi diri atau pengembangan potensi insani dapat terlaksana melalui pekerjaan, karena bekerja adalah pengerahan energi biologis, psikologis, dan spritual yang selain membentuk karakter dan kompetensi manusia. Tujuan

Universitas Sumatera Utara

aktualisasi yang terpenting adalah agar manusia biasa bekerja keras dan selalu tuntas: a. Tak ada sukses yang berarti tanpa kerja keras. b. Kerja keras tak lain adalah melangkah satu demi satu secara teratur menuju impian yang diidamkan. c. Jangan berkecil hati karena menjumpai halangan, karena bahkan batu penghalangpun bisa menjadi batu loncatan menuju keberhasilan. d. Manusia tidak akan pernah memperoleh sesuatu yang besar kecuali ia mencobanya dengan kerja keras penuh semangat. e. Janganlah menangisi kegagalan, mulailah sekali lagi. 5. Kerja adalah ibadah Kerja itu ibadah, yang intinya adalah tindakan memberi atau membaktikan harta, waktu, hati, dan pikiran. Melalui pekerjaan, manusia dapat memiliki kepribadian, karakter, dan mental yang berkembang, dapat memperkaya hubungan silaturahmi yang saling mengasihi dan menyayangi, membangun rasa kesatuan antar manusia, menghasilkan kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagiaan. 6. Kerja adalah seni Kerja sebagai seni yang mendatangkan kesukaan dan gairah kerja bersumber pada aktivitas-aktivitas kreatif, artistik, dan interaktif. Aktivitas seni menuntut penggunaan potensi kreatif dalam diri manusia, baik untuk menyelesaikan masalah-masalah kerja yang timbul maupun untuk menggagas hal-hal baru. Pekerjaan yang dihayati sebagai seni terutama terlihat dari kemampuan manusia berpikir tertib, sistematik, dan konseptual, kreatif memecahkan

Universitas Sumatera Utara

masalah, imajinatif menemukan solusi, inovatif mengimplementasikannya, dan cerdas saat menjual. 7. Kerja adalah kehormatan Kerja sebagai kehormatan memiliki sejumlah dimensi yang sangat kaya, yaitu: a. Secara okupasional, pemberi kerja menghormati kemampuan karyawan sehingga seseorang itu layak memangku jabatan atau melaksanakan tugas tersebut. b. Secara psikologis, pekerjaan memang menyediakan rasa hormat dan kesadaran dalam diri individu bahwa ia memiliki kemampuan dan mampu dibuktikan dengan prestasi-prestasi yang diraihnya.Secara sosial, kerja memberikan kehormatan karena berkarya dengan kemampuan diri sendiri adalah kebajikan. c. Secara finansial, pekerjaan memampukan manusia menjadi mandiri secara ekonomis. d. Secara moral, kehormatan berarti kemampuan menjaga perilaku etis dan menjauhi perilaku nista. e. Secara personal, jika pengertian moral di atas dapat dipenuhi, maka kehormatan juga bermakna keterpercayaan (trustworthiness) yang lahir dari bersatunya kata dan perbuatan. f. Secara profesional, kehormatan berarti prestasi unggul (superior performance). 8. Kerja adalah pelayanan Tujuan pelayanan yang terpenting adalah agar manusia selalu bekerja paripurna dengan tetap rendah hati. Di dunia bisnis, melayani adalah ikhtiar tiada henti untuk memuaskan pelanggan dengan menyajikan karya-karya yang

Universitas Sumatera Utara

mengesankan dan produk-produk unggulan. Apabila semua orang bekerja sesuai dengan hakikat profesi dan pekerjaannya, melayani dengan sempurna penuh kerendahan hati, maka setiap orang, dan pada gilirannya seluruh masyarakat, akan bergerak ke tingkat kemuliaan yang lebih tinggi. Mengingat kandungan yang ada dalam pengertian etos kerja, adalah unsur penilaian, maka secara garis besar dalam penilaian itu, dapat digolongkan menjadi dua, yaitu penilaian positif dan negatif.

Berpangkal tolak dari uraian itu, maka suatu individu atau kelompok masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut : a. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia. b. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi eksistensi manusia. c. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia. d. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita, e. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.

Sedangkan bagi individu atau kelompok masyarakat yang memiliki etos kerja yang rendah, maka akan menunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya, yaitu: a. Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri b. Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia

Universitas Sumatera Utara

c. Kerja

dipandang

sebagai

suatu

penghambat

dalam

memperoleh

kesenangan d. Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan e. Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup

Abidin (2010, hal : 86) menyatakan bahwa etos kerja yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok masyarakat, akan menjadi sumber motivasi bagi perbuatannya. Apabila dikaitkan dengan situasi kehidupan manusia yang sedang membangun, maka etos kerja yang tinggi akan dijadikan sebagai prasyarat yang mutlak, yang harus ditumbuhkan dalam kehidupan itu. Karena hal itu akan membuka pandangan dan sikap kepada manusianya untuk menilai tinggi terhadap kerja keras dan sungguh-sungguh, sehingga dapat mengikis sikap kerja yang asal-asalan, tidak berorientasi terhadap mutu atau kualitas yang semestinya.

Universitas Sumatera Utara