BAB 2 TINJAUAN PUSAKA 2.1. ANATOMI KULIT 2.1

Download Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indera perasa, dan fungsi pergetahan. (Setiabudi, 200...

0 downloads 181 Views 399KB Size
BAB 2 TINJAUAN PUSAKA

2.1. Anatomi Kulit 2.1.1. Pendahuluan Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira 16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital vserta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan.

Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive,

bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Tortora, Derrickson, 2009). Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indera perasa, dan fungsi pergetahan (Setiabudi, 2008). Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa (Djuanda, 2003). Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala (Djuanda, 2003). Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak (Tortora, Derrickson, 2009).

2.1.2. Lapisan Epidermis Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak

Universitas Sumatera Utara

berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki (Djuanda, 2003). Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal

yang

besarnya

berbeda-beda

karena

adanya

proses

mitosis.

Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin.

Pelekatan antar jembatan-jembatan ini

membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans.

Sel-sel stratum spinosum mengandung

banyak glikogen (Djuanda, 2003). Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mrngalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes) (Djuanda, 2003).

2.1.3. Lapisan Dermis Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi

Universitas Sumatera Utara

menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung hidrksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis (Djuanda, 2003).

2.1.4. Lapisan Subkutis Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.

Sel-sel ini

membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan (Djuanda, 2003). Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar.

Bergandengan dengan

pembuluh darah teedapat saluran getah bening (Djuanda, 2003).

Universitas Sumatera Utara

2.1.5. Adneksa Kulit Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku. Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar palit. Ada 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental (Djuanda, 2003). Kelenjar enkrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan dan berfungsi 40 minggu setelah kehamilan. Saluran kelenjar ini berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat di seluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan aksila. Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf kolinergik, faktor panas, dan emosional (Djuanda, 2003). Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila, areola mame, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas mulai besar dan mengeluarkan sekret. Keringat mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan glukosa, biasanya pH sekitar 4-6,8 (Djuanda, 2003). Kelenjar palit terletak di selruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret kelenjar ini berasala dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut (folikel rambut).

Sebum mengandungi trigliserida, asam lemak bebas,

skualen, wax ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi hormone androgen, pada anak-anak jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif (Djuanda, 2003). Kuku, adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari dikenali sebagai badan kuku, dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan

Universitas Sumatera Utara

kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per minggu.

Sisi kuku agak mencekung

membentuk alur kuku. Kulit tipis yang yang menutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedang kulit yang ditutupki bagian kuku bebas disebut hiponikium (Djuanda, 2003). Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian yang berada di luar kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan rambut halus, tidak mrngandung pigmen dan terdapat pada sbayi, dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medula, dan terdapat pada orang dewasa. Pada orang dewasa selain rambut di kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, dan janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi hormone androgen. Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen berlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm per hari. Fase telogen berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase tersebut terdapat fase katagen. Komposisi rambut terdiri atas karbon 50,60%, hydrogen 6,36%,, nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan oksigen 20,80% (Djuanda, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Anatomi kulit (Dikutip dari: http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/08/anatomi-dan-fisiologikulit.html)

2.2. Jerawat Akne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, nodus, dan kista pada tempat predileksinya seperti di wajah, punggung, dan lengan atas (Djuanda, 2003).

2.2.1. Patogenesis Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi patogenesis pertumbuhan jerawat, faktor utama adalah faktor genetik (Goulden et al, 1999). Jika kedua orang tua mengalami masalah jerawat, 3 dari 4 anak akan mengalami masalah jerawat. Jika satu dari orang tua mempunyai jerawat, maka 1 dari 4 anak akan mempunyai jerawat.

Universitas Sumatera Utara

Walaupun demikian, tidak semua keluarga akan mengalami pola yang sama, jerawat boleh melompat generasi.

Yang diwariskan adalah kecenderungan untuk

hiperproliferasi folikel epidermal dengan sumbatan folikel.

Faktor memperburuk

yang lain termasuk sebum yang berlebihan, terdapat aktivitas dari Propionibacteri acnes dan peradangan. Penahanan hiperkeratosis adalah proses pertama pembentukan jerawat (Norris, Cunliffe, 1988). Sebab utama terjadinya hiperproliferasi masih tidak dikenal pasti. Buat masa sekarang terdapat 3 hipotesa yang menerangkan kenapa folikel epithelium menghasilkan sel dengan cepat pada penderita jerawat. Pertama, peningkatan hormon androgen sebagai pencetus awal (Thiboutot et al, 1999). Komedo adalah lesi yang disebabkan oleh tersumbatnya folikel yang mula terlihat pada zona-T setelah peningkatan aktifitas kelenjar adrenal sewaktu pubertas. Lebih-lebih lagi, tingkat komedo pada anak perempuan prepubertal saling berkaitan dengan tingkat sirkulasi adrenal androgen dehydroepiandrosterone sulfate (DHEA-S) (Lucky et al, 1997). Tambahan pula, reseptor hormon androgen terdapat dalam kelenjar sebasea. Individu dengan gangguan reseptor androgen tidak akan mengalami masalah pertumbuhan jerawat (Holland et al, 1998). Produksi sebum yang berlebihan juga dapat mempengaruhi pertumbuhan jerawat. Hormon androgen mempromosikan produksi dan lepasan sebum (Pochi, Strauss, 1988). Berbagai lagi hormon lain yang juga berfungsi untuk produksi dan lepasan sebum seperti growth hormones dan insulinlike growth factor. Faktor ketiga adalah Propionibacterium acne yang bersifat anaerob. P acne menyebabkan peradangan dengan menghasilkan proinflamatory mediators yang berdifusi melalui dinding folikel. P acne mengaktifasikan toll-like receptor 2 di monosit dan neutrofil (Kim et al, 2002), yang menghasilkan sitokin seperti IL-12, IL8, dan TNF.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Patogenesis jerawat (Dikutip dari: Adhi Djuanda et al. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Edisi ke-3, 2003;236) 2.2.2. Klasifikasi Akne meliputi berbagai kelainan kulit yang hampir mirip satu dengan lainnya, sehingga diperlukan penggolongan atau klasifikasi untuk membedakannya. Beberapa peneliti atau penulis buku dermatologi mengemukakan klasifikasi yang berbeda. Domonkos dalam buku Andrews’ diseases of the skin (1971) menulis bahwa akne terdiri atas akne vulgaris, akne keloidalis, perifolikulitis, akne tropikalis, akne neonatorum, rinofima, akne rosasea, dan perioral dermatitis. Cunliffe dalam buku Acne (1989) menyatakan bahwa akne terdiri atas : 1.

Akne vulgaris yang meliputi akne konglobata, akne fulminans, folikulitis

negative-gram, pioderma fasial, dan akne vasikulitis.

Universitas Sumatera Utara

2.

Varian akne yang meliputi akne induksi obat, acne excoriee, akne infantile,

akne juvenile, akne klor, oil acne, akne kimiawi lain, Fiddler’s neck, akne nevoid, akne fisika (frictional acne dan immobility acne), akne kosmetika, akne deterjen, dan akne tropikalis. Klasifikasi yang dibuat oleh Plewig dan Kligman dalam buku Acne: Morphogenesis and treatment (1975) terbagi seperti berikut: 1. Akne vulgaris dan varietasnya: a. Akne tropikalis b. Akne fulminan c. Pioderma fasiale d. Akne mekanika dan lainnya 2. akne venenata akibat kontaktan eksternal dan varietasnya: a. Akne kosmetika b. Pomade acne c. Akne klor d. Akne akibat kerja e. Akne deterjen 3. Akne komedonal akibat agen fisik dan varietasnya: a. Solar commedones b. Akne radiasi (sinar x. kobal) Pergolongan ini membedakannya secara jelas dengan kelainan yang mirip akne, erupsi akneiformis akibat induksi obat yang digunakan secara lama, misalnya kortikosteroid, ACTH, INH, iodida, bromide, vitamin B12, difenil hidrantoin, trimetadion, dan fenobarbital. Pada akne vulgaris terjadi perubahan jumlah dan konsistensi lemak kelenjar akibat pengaruh berbagai faktor penyebab. Pada akne venenata terjadi penutupan oleh massa eksternal. Pada akne fisis, saluran keluar menyempit akibat radiasi sinar ultraviolet, sinar matahari, atau sinar radioaktif.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Gradasi Gradasi yang menunjukkan berat ringannya penyakit diperlukan bagi pilihan pengobatan.

Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vulgaris yang

dikemukakan. Terdapat 4 gradasi jerawat menurut Pillsbury (1963) yaitu : a. gradasi I mempunyai komedo terbuka (blackhead) dan komedo tertutup (whitehead), b. gradasi II pula mempunyai komedo dan beberapa papulopustul, c. gradasi III sama seperti gradasi II tetapi papul yang telah mengalami peradangan, d. gradasi IV mempunyai nodulokistik yang berciri komedo, lesi radang, nodul yang berdiameter lebih besar dari 5mm dan juga parut kawah. Menurut Frank (1970) acne vulgaris dapat digradasikan pada 8 gradasi yaitu: a. gradasi I akne komedonal tanpa radang, b. gradasi II akne komedonal radang, c. gradasi III akne papula, d. gradasi IV akne papulo pustule, e. gradasi V akne agak berat, f. gradasi VI akne berat, g. gradasi VII akne nodulo kistik/konglobata. Gradasi acne vulgaris menurut plewig dan kligman (1975) terbagi atas tiga kelas yaitu : 1. Kelas I komedonal yang terdiri atas 4 gradsi : a. bila ada kurang dari 10 komedo dari satu sisi muka, b. bila ada 10 sampai 24 komedo, c. bila ada 25 sampai 50 komedo, d. bila ada lebih dari 50 komedo. 2. Kelas II papulopustula yang terdiri atas 4 gradasi yaitu : a. bila ada kurang dari 10 lesi papulopustula dari satu sisi muka,

Universitas Sumatera Utara

b. bila ada 10 sampai 20 lesi papulopustula, c. bila ada 21 sampai 30 lesi papulopustula, d. bila ada lebih dari 30 lesi papulopustula. 3. Kelas III terdapat konglobata.

Gambar 2.3 Gradasi I Akne vulgaris (Dikutip dari: http://emedicine.medscape.com/article/1069804-overview)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Gradasi II Akne vulgaris (Dikutip dari: http://emedicine.medscape.com/article/1069804-overview)

Gambar 2.5 Gradasi III Akne vulgaris (Dikutip dari: : http://emedicine.medscape.com/article/1069804-overview)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6 Gradasi IV Akne vulgaris (Dikutip dari: http://emedicine.medscape.com/article/1069804-overview) 2.3. Cara Dan Kebiasaan Membersihkan wajah Membersihkan wajah setiap hari secara rutin adalah sangat penting untuk menjaga kulit wajah.

Membersikan wajah dapat menanggalkan kotoran debu,

bakteri, dan kulit mati dari wajah yang dapat menyebabkan penyerapan obat topikal dengan lebih efektif (Subramanyan, 2004). Paradoksnya, membersihkan kulit wajah juga dapat melemahkan hambatan di mana banyak sulfaktan pembersih yang berinteraksi dengan protein dan lipid dari stratum korneum (Subramanyan, 2004). Sebetulnya, digalakan untuk mencuci wajah sebanyak 2 kali dalam 1 hari yaitu pada pagi hari dan malam hari (Kern, 2010). Mencuci wajah lebih atau kurang dari 2 kali dalam sehari tidak digalakkan karena mencuci wajah secara berlebihan dapat mengiritasikan kulit wajah dan menyebabkan pertumbuhan jerawat, manakala kurang mencuci wajah akan mengurangkan tingkat kebersihan wajah. Cara betul membersihkan wajah adalah dengan menggunakan kedua telapak tangan secara sirkuler selama 10 detik dan harus dibilas dengan air hangat hingga

Universitas Sumatera Utara

tertanggal semua kesan sabun pencuci wajah (Kern, 2010). Tidak perlu untuk mengosok dengan kuat karena dapat menyebabkan iritasi kulit (Subramanyan, 2004). Setelah itu, tepukkan wajah dengan kain bersih hingga wajah kering (Kern, 2010). Setelah wajah kering, disarankan supaya mengoles pelembab untuk mencegah kulit wajah menjadi terlalu kering.

Universitas Sumatera Utara