Bab 4 Tomografi Seismik
Tomografi seismik adalah metode untuk merekonstruksi struktur bawah permukaan bumi dengan menggunakan data bentuk gelombang (waveform) atau data waktu tempuh (travel time) dari gelombang seismik. Metode ini dipergunakan untuk memperoleh profil sebaran detail dari sifat-sifat fisik batuan seperti kecepatan perambatan dan perlambatan.
Tomografi dibagi kedalam dua jenis pemodelan yaitu: 1. Pemodelan kedepan (forward modeling) 2. Pemodelan kebelakang (Inversion modeling)
Pemodelan ke depan dilakukan dengan cara menentukan parameter model terlebih dahulu, lalu diperiksa apakah apakah model tersebut menghasilkan data yang sesuai dengan data pengamatan. Sedangkan pemodelan ke belakang sering dikatakan sebagai “kebalikan” dari pemodelan ke depan karena dalam pemodelan ke belakang parameter diperoleh secara langsung dari data.
Kedua jenis
pemodelan tersebut dapat dipecahkan dengan metode-metode yang beragam.
Pemodelan ke depan dalam tomografi dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah: •
Metode Elemen Hingga
•
Metode Beda Hingga (Finitte Difference)
•
Metoda Jejak Sinar (Ray Tracing)
Pemodelan ke belakang dalam tomografi
dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan matematis, diantaranya adalah:
4.1
•
Filter Proyeksi Balik (Filter Back Projection)
•
ART (Algebraic Reconstruction Technique)
•
SIRT (Simultaneous Iterative Recontruction Technique)
•
SART (Simultaneous Algebraic Reconstruction Technique)
Metode Ekspansi Deret
Metode ekspansi deret (Stewart, 1991) mengasumsikan objek yang diteliti menjadi kumpulan dari sel-sel diskrit. Sinar yang dipancarkan sumber merambat melalui sebagian sel-sel. Sinar tersebut merambat menuju penerima dan memberikan proyeksi dari parameter yang ada pada masing-masing sel. Berdasarkan data-data yang diterima dapat ditentukan struktur dari objek tersebut.
Metode ekspansi deret melakukan perbaikan secara iteratif terhadap fungsi model hasil perhitungan (Mest) hingga konvergen mendekati fungsi model sebenarnya (Mtrue). Proses perbaikan ini dikerjakan dengan melakukan perbandingan fungsi data yang diamati (Pobs) dengan fungsi data perkiraan (Ppre). Untuk mendapatkan fungsi data perkiraan
(Ppre) digunakanlah forward modelling. Untuk suatu
rangkaian sumber dan geophone sebenarnya, fungsi model M(r) penjalaran sinar gelombang dapat dituliskan dengan
P obs = ∫ M true (r )dr
(4.27)
ray
Persamaan ini merupakan persamaan awal yang selanjutnya digunakan untuk pemodelan kedepan.
∫ M (r )dr
P =
(4.28)
ray
Dimana pada persamaan ini P merupakan fungsi data dan M(r) merupakan fungsi model hasil perhitungan. Pada kasus ini permasalahan pemodelan kedepan adalah mencari perkiraan fungsi data berdasarkan integrasi jejak sinar gelombang yang melalui suatu fungsi model yang telah dihitung sebelumnya. Dalam hal ini fungsi model dibuat menjadi diskrit agar memungkinkan pengolahan komputasi oleh komputer.
Z
X
M1
M2
M3
M4
M5
M6
M7
M8
M9
M10
M11
M12
M13
M14
M15
M16
M17
M18
M19
M20
M21
M22
M23
M24
Gambar 4.1 Fungsi model dalam bentuk sel-sel diskrit
Penjalaran satu buah sinar gelombang yang melalui fungsi model diskrit dapat dituliskan dengan persamaan (4.28) dalam bentuk diskrit J
P = ∑M jS j j =1
(4.29)
dimana Mj merupakan fungsi model hasil perhitungan untuk sel ke-j, Sj adalah panjang sinar gelombang yang melalui sel ke-j, dan J adalah total sel pada fungsi model.
receiver
M1
M2
M3
M4
M5
M6
M7
M8
M9
M10
M11
M12
M13
M14
M15
M16
M17
M18
M19
M20
M21
M22
M23
M24
source
Gambar 4.2 Contoh penjalaran sinar gelombang pada model sel
Penjalaran suatu sinar gelombang seperti terlihat pada gambar diatas melalui 7 buah sel. Sel-sel pada model yang tidak dilalui oleh sinar gelombang akan memiliki nilai Sj =0 sehingga persamaan (4.29) tetap konsisten dengan persamaan (4.28). Untuk mendapatkan informasi mengenai sel-sel yang belum diketahui maka dirambatkan sinar gelombang lainnya dengan menambahkan pasangan sumber-penerima lebih banyak lagi. Persamaan yang melibatkan seluruh sinar gelombang yang melalui fungsi model adalah J
Pi = ∑ M j S ij
, i= 1,....,I.
(4.30)
j =1
dimana I adalah total sinar gelombang, Sij adalah panjang sinar ke-i yang melalui sel ke-j, Mj adalah fungsi model dikrit untuk sel ke-j, dan J adalah total sel.
Persamaan (4.30) merupakan formulasi untuk pemodelan kedepan yang digunakan dalam ekspansi deret tomografi sinar seismik. Persamaan (4.30) dapat digunakan untuk memodelkan secara efektif jika Pi, i = 1,....,I, merupakan data
real (waktu tempuh) dan fungsi model Mj, j = 1,...,J, merupakan fungsi model sebenarnya namun belum diketahui. Dapat juga dituliskan dengan J
Pi obs = ∑ M true j S ij
, i = 1,...,I
(4.31)
j =1
Persamaan sebanyak n buah di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut: (4.32)
P=MS dimana ; P : fungsi data (waktu tempuh) M : matriks geometri model S : vektor perlambatan
Peramaan di atas menghubungkan pelambatan dari objek yang diteliti dengan waktu tempuh dari objek yang terukur. Apabila kita telah mengukur waktu tempuh dan mengetahui geometri dari sinar, maka pelambatan dari persamaan diatas dapat dihitung sebagai berikut:
S = M-I P
(4.33)
S = (MT M)- IMT P
(4.34)
Akan tetapi persamaan di atas dalam prakteknya sulit untuk dipecahkan karena matriksnya besar dan jarang, sehingga determinan akan cenderung nol, sehingga
M cenderung singular. Untuk memecahkan permasalahan ini maka digunakan metode iterative. Metode iterative yang umumnya digunakan adalah metode ART (Algebraic Reconstruction Technique) dan SIRT (Simultaneous Iterative Reconstruction Technique).
4.1.1
ART (Algebraic Reconstruction Technique)
Metode ini mampu menghindari permasalahan yang berkaitan dengan inversi matriks yang besar dan jarang, selain itu metode ini memberikan pendekatan terhadap solusi dengan efisien melalui prosedur iterasi.
Metode ART (Tien-when, 1994) dimulai dengan menentukan suatu nilai perkiraan model Mest menemukan nilai model sebenamya Mtrue. Model perkiraan ini selanjutnya disebut sebagai model awal. Pada algoritma ini ada tiga langkah yang harus dilakukan . Pertama model awal digunakan untuk menentukan data prediksi Ppre. Langkah ini dilakukan dengan menerapkan operator linear S, dinyatakan dengan persamaan berikut: Pi
pre
i
= ∑ S ij M est j j =1
(4.35)
Langkah kedua adalah membandingkan data prediksi Ppre dengan data pengamatan Pobs dengan mengambil selisih antara kedua data tersebut. Apabila selisihnya kecil atau masih dalam toleransi yang telah ditetapkan sebelumnya maka permasalahan telah terpecahkan, sehingga model yang kita buat dapat dianggap sama dengan
model sebenarnya. Langkah ketiga baru dilakukan apabila selisih antara data prediksi dan data pengamatan terlalu besar atau di luar batas toleransi yang telah ditentukan. Pada langkah ini kita menentukan suatu model perkiraan baru M(new)est yang diharapkan lebih mendekati pada model sebenarnya. Langkah ini ditulis dalam persamaan berikut:
M ( new) est = M est + i M ;
dengan i = 1,2,…,i.
(4.36)
Dengan iM adalah pertambahan data model untuk model perkiraan terbaru , yang dinyatakan dengan persamaan berikut : j
i
M j = S ij
Pi obs − ∑ S ij ' M est j' j '=1
j
∑S j '=1
2 ij '
(4.37)
dengan ; i = 1,2,……,i. j = 1,2,……,i
4.1.2
SIRT (Simultaneous Iterative Reconstruction Technique )
Metode SIRT (Tien-when, 1994) sebenarya sama dengan metode ART. Perbedaannya adalah pada ART solusinya diperbaharui setelah setiap satu persamaan terpecahkan. Sedangkan dalam metode SIRT, solusinya diperbaharui dengan cara memecahkan dahulu semua persamaan yang ada, mengambil rata-ratanya, kemudian barulah solusinya diperbaharui. Langkah pengedaan SIRT
sama dengan ART, kecuali dalam perhitungannya selalu menghitung keseluruhan data yang ada. Persamaan untuk menghitung model perkiraan terbarunya adalah sebagai berikut: i
M
1 = Wj
j
i
∑ΔM i
j =1
j
j
=
1 Wj
P − ∑ S ij ' M est j'
i
∑S j =1
j '=1
ij
j
∑S j '=1
Δi M j
2 ij '
(4.38)
dengan j = 1,2,……,i. Tomografi seismik berguna dalam membuat pencitraan bawah permukaan dimana kondisi medium bawah permukaan tidak homogen. Medium yang tidak homogen dapat dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah medium yang memiliki ukuran jauh lebih kecil daripada panjang gelombang seismik dan memiliki kontras cepat rambat yang sangat besar. Sedangkan jenis kedua adalah medium yang memiliki ukuran jauh lebih besar dari panjang gelombang dan hanya memiliki kontras cepat rambat yang kecil.
Dalam memahami tomografi seismik maka diperlukan pemahaman terhadap penjalaran gelombang seismik selama berada di medium tidak homogen. Adanya medium yang tidak homogen inilah yang menyebabkan terjadinya gelombang hamburan.
Pengamatan
terhadap
permasalahan tomografi seismik.
gelombang
hamburan
merupakan
inti
4.2
Hamburan Gelombang Akustik
Penjalaran gelombang akustik P (r , t ) pada medium yang memiliki densitas konstan dan memilliki fungsi kecepatan C(r) dapat dimodelkan dengan menggunakan persamaan gelombang akustik seperti yang telah dijelaskan pada (Tien-when, 1994).
∇ 2 P(r , t ) −
1 ∂ 2 P(r , t ) =0 C 2 (r ) ∂t 2
(4.1)
dimana r adalah vektor posisi dan t adalah waktu. Selain dinyatakan dalam bentuk diatas persamaan gelombang akustik juga dapat dinyatakan dalam bentuk Helmholtz dimana dilakukan transformasi fourier sehingga didapatkan bentuk ∇ 2 P(r , ω ) + k 2 (r , ω ) P(r , ω ) = 0
(4.2)
dimana k (r , ω ) adalah besarnya panjang gelombang pada posisi r dan didefinisikan sebagai
k (r , ω ) =
ω C (r )
(4.3)
Penjalaran gelombang akustik pada medium tidak homogen dapat menyebabkan terjadinya hamburan gelombang. Medium tidak homogen ini ditandai dengan adanya perbedaan cepat rambat gelombang. Tiap titik pada medium yang tidak homogen dapat dianggap sebagai sumber gelombang seismik yang baru. Dalam hal ini adalah sumber gelombang hamburan.
Gambar 4.3 Hamburan Gelombang Seismik di Medium Tidak Homogen (after Tien-when, 1994)
Gelombang yang direkam oleh geophone mengandung komponen yang berasal dari gelombang datang dan komponen yang berasal dari gelombang hamburan atau disebut juga dengan gelombang total Pt (r , ω ) = Pi (r , ω ) + Ps (r , ω ) .
Jika menggunakan bentuk Helmholtz maka persamaan gelombang yang direkam oleh geophone adalah
[∇
2
]
+ k 2 (r , ω ) Pt (r , ω ) = 0
(4.4) 2
dengan k 2 (r ) adalah gangguan terhadap konstanta medium homogen k 0 dan dituliskan sebagai 2 ⎤ 2 2 ⎡ k (r ) k 2 (r ) = k 0 + k 0 ⎢ 2 − 1⎥ ⎣⎢ k 0 ⎦⎥
k (r ) = k 0 2
2
2 ⎡ C0 ⎤ − k 0 ⎢1 − 2 ⎥ ⎢⎣ C (r )⎥⎦ 2
k 2 (r ) = k 0 − k 0 M (r ) 2
2
(4.5)
Pada persamaan terakhir didapatkan suatu variable baru yaitu M (r ) dimana variable ini merupakan fungsi model medium yang tidak homogen. Apabila C (r ) = C 0 menyebabkan M (r ) = 0 , hal ini berarti fungsi model yang dibuat adalah fungsi model pada medium homogen.
Untuk mendapatkan hubungan antara gelombang hamburan Ps (r ) dan fungsi model M (r ) dilakukan dengan cara mensubstitusi Pt (r ) dan k 2 (r ) ke dalam persaman gelombang dalam bentuk Helmholtz.
[∇
2
]
+ k 0 − k 0 M (r ) [Pi (r ) + Ps (r )] = 0 2
2
(4.6)
Dengan memisahkan komponen persamaan diatas dapat dituliskan persamaan berikut
[∇
2
]
[
]
+ k 0 Pi (r ) + ∇ 2 + k 0 Ps (r ) = k 0 M (r )[Pi (r ) + Ps (r )] 2
2
2
(4.7)
dengan bentuk persamaan seperti ini maka persamaan pada sisi sebelah kanan merepresentasikan sumber gelombang hamburan dimana sumber ini bergantung pada gelombang awal dan fungsi model. Sedangkan pada sisi sebelah kiri merepresentasikan penjalaran gelombang awal dan gelombang hamburan pada medium homogen dengan cepat rambat keduanya adalah C 0 . Namun karena gelombang awal dibangkitkan di medium homogen dan selama merambat di medium homogen memiliki persamaan
[∇
2
2
]
+ k 0 Pi (r ) = 0
maka persamaan (4.7) dapat direduksi menjadi
(4.8)
[∇
2
]
+ k 0 Ps (r ) = k 0 M (r )[Pi (r ) + Ps (r )] 2
2
(4.9a)
Pemecahan persamaan ini secara langsung sangatlah sulit. Namun dengan menggunakan fungsi Green’s akan memudahkan dalam mencari solusi persamaan integral diatas. Fungsi Green’s pada persamaan Helmholtz merupakan respon persamaan diferensial terhadap negatif fungsi sumber yang berupa impulse.
[∇
2
]
+ k 0 G (r | r ' ) = −δ (r − r ' ) 2
(4.9b)
Fungsi green diatas merupakan solusi pada posisi r untuk impuls negatif pada posisi r’ yang merupakan lokasi sumber gelombang hamburan. Untuk kasus dua dimensi solusi persamaan (4.9b) adalah G (r | r ' ) =
j (1) H 0 (k 0 | r − r ') 4
(4.9c)
dimana H 0(1) adalah fungsi Hankel orde nol pada keadaan pertama. Sedangkan untuk kasus 3D solusi persamaan (4.9b) adalah G (r | r ' ) =
e jk0 | r − r '| 4π | r − r '|
(4.9d)
Dalam bentuk fungsi Green’s, solusi gelombang hamburan yang ingin diketahui adalah
Ps (r ) = −k 0
2
∫ G(r r ')M (r ')[P (r ') + P (r ')]dr ' i
s
(4.10)
Persamaan ini merupakan solusi integral dari permasalahan hamburan gelombang akustik. Persamaan ini dikenal juga dengan persamaan Lippmann-Schwinger yang merupakan fungsi tidak linear antara fungsi model M (r ) dan gelombang
hamburan Ps (r ) . Ketidaklinearan solusi yang dihasilkan membuatnya cukup sulit untuk dipecahkan baik untuk forward modeling menghitung Ps (r ) dari M (r ) maupun untuk menurunkan algoritma tomografi menghitung M (r ) dari Ps (r ) .
Untuk memecahkan persamaan Lippmann-Schwinger diatas dapat digunakan pendekatan Born maupun pendekatan Rytov, keduanya akan membuat persamaan yang sebelumnya merupakan fungsi yang tidak linear menjadi persamaan yang linear sehingga lebih mudah untuk dipecahkan.
4.3
Aproksimasi Born Untuk Memecahkan Persamaan LippmannSchwinger
Pendekatan Born (Tien-when, 1994) bekerja dengan cara mengasumsikan bahwa gelombang hamburan jauh lebih kecil dari gelombang awal Pi (r ) + Ps (r ) ≈ Pi (r ) . Dengan kondisi seperti ini maka persamaan Lippmann-Schwinger akan berbentuk
Ps (r ) ≈ −k 0
2
∫ G(r r ')M (r ')P (r ' )dr ' i
(4.11)
Dalam bentuk ini tidak terdapat lagi variabel Ps (r ) pada sisi sebelah kanan dan fungsi model M (r ) sudah terhubung secara linear dengan gelombang hamburan
Ps (r ) . Jika digunakan hubungan antara gelombang awal yang dibangkitkan pada suatu titik rs dan diamati pada titik lainnya r ' dengan fungsi Green’s
Pi (r ' ) = G (r ' | rs )
(4.12)
sedangkan geophone didefinisikan dengan posisi
r = rp maka persamaan
Lippmann-Schwinger dengan pendekatan Born dapat dituliskan dengan
Ps (rs , rp ) ≈ −k 0
2
∫ M (r ')G(r '| r )G(r s
p
| r ' )dr '
(4.13)
Persamaan ini menunjukkan gelombang hamburan yang diamati oleh geophone yang berada pada posisi rp dan sumber berupa impuls negatif yang berada pada posisi rs . Persamaan (4.13) menghasilkan hubungan yang linear antara gelombang hamburan dengan fungsi model M (r ) yang diperlukan dalam permasalahan
tomografi
difraksi.
Hal
yang
perlu
diperhatikan
dalam
menggunakan persamaan ini adalah fungsi model M (r ) haruslah menghasilkan gelombang hamburan yang jauh lebih kecil daripada gelombang datang. Hanya dengan kondisi seperti inilah aproksimasi Born dapat digunakan.
4.4
Aproksimasi Rytov untuk memecahkan persamaan LippmannSchwinger
Aproksimasi Rytov (Tien-when, 1994) memecahkan persamaan LippmannSchwinger dalam bentuk eksponensial. Dengan metode ini persamaan LippmannSchwinger yang sebelumnya tidak linear dibuat menjadi persamaan yang linear. Jika persamaan gelombang total yang diamati pada geophone berbentuk Pt (r ) = e φt ( r ) dimasukkan ke dalam persamaan gelombang Helmholtz
[∇
2
2
2
]
+ k 0 − k 0 M (r ) Pt (r ) = 0
(4.14)
maka persamaan gelombang yang diamati oleh geophone akan menjadi
] [
[
]
e φ t ( r ) ∇ 2φ t ( r ) + ∇ φ t ( r ) ⋅ ∇ φ t ( r ) + k 0 − k 0 M ( r ) e φ t ( r ) = 0 2
2
(4.15)
Apabila persamaan ini dibagi dengan eφt (r ) akan didapatkan bentuk
[∇ φ (r ) + ∇φ (r ) ⋅ ∇φ (r )] + [k
2
2
t
t
t
0
]
2
− k 0 M (r ) = 0
(4.16)
Karena fasa total merupakan penjumlahan antara fasa gelombang awal dengan fasa gelombang hamburan dan gelombang awal dapat dituliskan dalam bentuk eksponensial fasa
φt (r ) = φ d (r ) + φi (r )
(4.17)
Maka persamaan sebelumnya dapat dituliskan dalam bentuk
∇ 2φi (r ) + ∇ 2φ d (r ) + [∇φi (r ) ⋅ ∇φi (r )] + 2[∇φi (r ) ⋅ ∇φ d (r )] + [∇φ d (r ) ⋅ ∇φ d (r )] + k 0 + k 0 M (r ) = 0 2
2
[∇ φ (r ) + ∇φ (r ) ⋅ ∇φ (r ) + k ]+ 2∇φ (r ) ⋅ ∇φ (r ) + ∇ φ (r ) 2
2
i
i
0
i
2
i
d
d
= −∇φ d (r ) ⋅ ∇φ d (r ) + k 0 M (r ) 2
(4.18)
Persamaan yang berada di dalam kurung siku sebelah kiri berhubungan dengan gelombang datang dan mempunyai jumlah sama dengan nol. Hal ini dapat dibuktikan dengan memasukkan nilai Pi (r ) = eφi ( r ) dan ∇ 2 Pi (r ) ke dalam
persamaan gelombang Helmholtz. Karena nilai persamaan yang berada di dalam kurung siku adalah nol maka persamaan (4.18) menjadi 2∇φi (r ) ⋅ ∇φ d (r ) + ∇ 2φ d (r ) = −∇φ d (r ) ⋅ ∇φ d (r ) + k 0 M (r ) 2
(4.19)
Persamaan ini akan digunakan pada aproksimasi Rytov dimana digunakan persamaan gelombang yang melibatkan variabel fasa di dalamnya. Persamaan yang dimaksud dapat dituliskan sebagai berikut ∇ 2 [Pi (r )φ d (r )] = ∇ ⋅ [φ d (r )∇Pi (r ) + Pi (r )∇φ d (r )]
∇ 2 [Pi (r )φ d (r )] = φ d (r )∇ 2 Pi (r ) + 2∇Pi (r ) ⋅ ∇φ d (r ) + Pi (r )∇ 2φ d (r )
(4.20)
2
dengan memasukkan nilai ∇ 2 Pi (r ) = − k 0 Pi (r ) akan didapatkan 2∇Pi (r ) ⋅ ∇φ d (r ) + Pi (r )∇ 2φ d (r ) = ∇ 2 [Pi (r )φ d (r )] − φ d (r )∇ 2 Pi (r )
[
]
2∇Pi (r ) ⋅ ∇φ d (r ) + Pi (r )∇ 2φ d (r ) = ∇ 2 + k 0 Pi (r )φ d (r ) 2
(4.21)
Apabila digunakan definisi gelombang datang sebagai fungsi dari fasa Pi (r ) = e φi ( r ) maka persamaan (4.21) dapat dituliskan dengan
[∇ [∇ [∇
2 2 2
] ]P (r )φ (r ) = 2P (r )∇φ (r ) ⋅ ∇φ (r ) + P (r )∇ φ (r ) ]P (r )φ (r ) = P (r )[2∇φ (r ) ⋅ ∇φ (r ) + ∇ φ (r )]
+ k 0 Pi (r )φ d (r ) = 2eφi ( r ) ∇φi (r ) ⋅ ∇φ d (r ) + Pi (r )∇ 2φ d (r ) 2
+ k0
2
+ k0
2
2
i
d
i
i
d
i
d
(4.22)
2
i
d
i
i
d
d
Persamaan yang berada pada kurung siku sebelah kanan telah didapatkan dari persamaan (4.19) sehingga
[∇
2
]
[
+ k 0 Pi (r )φ d (r ) = − Pi (r ) ∇φ d (r ) ⋅ ∇φ d (r ) − k 0 M (r ) 2
2
]
(4.23)
Dan dengan menggunakan fungsi Green’s seperti pada saat pendekatan Born maka persamaan (4.23) dapat dituliskan dalam bentuk solusi integral
[
]
Pi (r )φ d (r ) = ∫ Pi (r ' ) ∇φ d (r ' ) ⋅ ∇φ d (r ' ) − k 0 M (r ' ) G (r | r ' )dr ' 2
(4.24)
Solusi integral yang dihasilkan ini merupakan fungsi yang terkait secara tidak linear. Hal ini karena didalam integran masih terdapat fungsi φ d (r ) padahal nilai inilah yang akan dicari.
Aproksimasi Rytov mengasumsikan gradient dari fasa gelombang hamburan sangatlah kecil ∇φ d (r ) << 1 dan dengan menggunakan asumsi ini maka solusi integral dapat dilinearkan karena besarnya perkalian dot antara turunan fasa gelombang difraksi dapat ditiadakan. Pi (r )φ d (r ) ≈ − ∫ Pi (r ' )k 0 M (r ' )G (r | r ' )dr ' 2
(4.25)
Gelombang datang dapat direpresentasikan dengan fungsi Green’s seperti terdapat pada persamaan (4.12), sedangkan posisi geophone r = rp maka didapatkanlah aproksimasi Rytov Pi (rs , rp )φ d (rs , rp ) ≈ − k 0
2
∫ M (r ' )G(r '| r )G(r s
p
| r ' )dr '
(4.26)
Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan aproksimasi Rytov adalah besarnya turunan fasa gelombang difraksi ∇φ d (r ) haruslah sangat kecil.