BAB I
A. Latar Belakang New Media atau biasa disebut dengan „media baru‟ yang memanfaatkan jaringan internet sebagai prasyarat untuk menjalankannya, telah melekat dalam rutinitas keseharian masyarakat dunia (Lievrouw & Livingstone, 2006:1). Hal ini dapat dipahami karena kemampuannya mengintegrasikan arsip gambar diam dan bergerak, audio, serta melakukan proses komputerisasi dalam pengolahan data sehingga hasil olahan dapat langsung disunting dan disebarluaskan dalam proses komunikasi juga penyebaran informasi. Terlebih lagi, proses komunikasi dan penyebaran informasi di media baru dapat dilakukan oleh siapa saja, asalkan memiliki akses internet, meluruhkan tembok pembatas media massa seperti televisi dan koran cetak, dimana proses yang terjadi bersifat satu arah yaitu satuke-banyak. Lebih jauh, Sonia Livingstone di dalam Handbook of New Media (2006: 2) menyebutkan konsekuensi yang ikut mengiringi kehadiran media baru bagi para peneliti dan pembelajar komunikasi. Kemunculan media baru mengakibatkan para pengkaji ilmu komunikasi harus merumuskan bagaimana ketahanan rancangan infrastruktur jaringan dimana di dalamnya proses komunikasi dan arus informasi bergulir. Belum lagi ditambah dengan kerangka regulasi untuk memberi jaminan keamanan serta kepercayaan masyarakat sebagai penggunanya dari cyber-crime (kejahatan digital). Pada tingkatan dasar, untuk merumuskan rancangan tersebut diperlukan pemahaman-pemahaman baru tentang bagaimana media baru bekerja (teorisasi dan konsep), identifikasi fenomenafenomena di dalamnya, serta yang paling penting adalah audiens yang kini dapat aktif berinteraksi; baik itu antar audiens itu sendiri, audiens dengan sistem operasi, ataupun keduanya.
1
Pembelajaran terhadap media baru memiliki tiga pembabakan zaman (Wellman, 2004:124). Zaman pertama diawali pada pertengahan 1990, dimana kemunculan internet digadang-gadang sebagai media yang akan mentransformasi kultur masyarakat karena kemampuan yang dibawanya, tetapi juga diimbangi dengan ketakutan-ketakutan berlebih terhadap kemunculan teknologi ini (distopia). Dilanjutkan zaman kedua, yaitu di awal abad ke-21 dimana kemunculan situs-situs web menjadi populer dengan kemampuan pengarsipan data dalam jaringan. Lebih jauh, Wellman dan Haythornthwaite (2002:4) menyebutkan bahwa peneliti dan pembelajar ilmu komunikasi harus berhenti mengambil jarak dari kejauhan dan mulai untuk turun langsung ke lapangan dalam rutinitas sehari-hari agar dapat meneliti realitas media baru di masyarakat. Permulaan tersebut membuat kita memasuki zaman ketiga, yaitu berpindahnya pembacaan bahwa media baru bukan hanya sebagai tempat penyimpanan data lalu mengaksesnya, namun dilengkapi analisis fenomena-fenomena yang ada dalam lingkup media tersebut (Wellman, 2004:27). Berdasarkan pada kondisi tersebut, maka Susan Leight Star bersama Geof Bowker (Lievrouw & Livingstone, 2006:23) membagi media baru sebagai sebuah infrastruktur yang memiliki tiga komponen utama. Komponen-komponen itu adalah artefak atau perangkat yang digunakan untuk melakukan proses komunikasi sekaligus penyebaran informasi, aktivitas dan tindakan-tindakan orang-orang di dalamnya, serta susunan struktur sosial yang terjadi karena kegiatan-kegiatan tersebut. Pembagian tersebut memperlihatkan bahwa media baru dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan bagaimana orang-orang menggunakannya untuk melakukan kegiatan komunikasi antara satu sama lain, sedangkan institusi yang bersifat kelembagaan justru muncul setelahnya setelah masyarakat perlu untuk mendapatkan perlindungan hukum secara legal. Kondisi ini menjadikan perlunya rekaman historis mengenai budaya dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam media baru, sehingga kita dapat
2
merumuskan pengembangan-pengembangan terkait pemanfaatan media tersebut. Berdasarkan rumusan di atas, maka terdapat perbedaan kajian media baru dari media massa yang lebih memberatkan pada proses linear produksi pesan, teks, dan audiens (resepsi dan efek) ke arah pengguna, penggunaan, interaktivitas, konfigurasi sistem informasi, dan pertukaran pesan di dalamnya. Sejauh ini, pemakaian media baru telah membawa kita pada dua konsekuensi lanjutan yang perlu dipahami
yaitu; ubikuitas dan
interaktivitas. Ubikuitas mempunyai pengertian bahwa teknologi media baru memperngaruhi setiap orang dalam lingkup masyarakat dimana teknologi media baru tersebut hadir, meskipun tidak semua orang di lingkup tersebut menggunakannya (Lievrouw & Livingstone, 2006:25). Kita dapat melihat implikasi dari konsekuensi tersebut melalui berbagai macam teknologi yang dikembangkan serta mendukung pengaksesan internet seperti, tri/quad-band GSM dan 802.11b/bluetooth/wi-fi untuk koneksi internet nirkabel pada perangkat elektronik bergerak sehingga pengguna perangkat tersebut dapat mengakses internet dari mana saja ia berada. Konsekuensi yang kedua adalah interaktivitas dimana ini adalah poin yang membedakan antara media baru dengan media massa yang telah ada sebelumnya. Interaktivitas dapat menampung pengguna media baru ke dalam pilihan-pilihan dan jangkauan akses sumber informasi dan siapa saja di dalamnya tampungan tersebut dapat berkomunikasi. McMillan menyebutkan kondisi ini menunjukkan bahwa media baru memiliki kemampuan mediasi yang tidak terdapat pada media massa (Lievrouw & Livingstone, 2006:206). Teknologi media baru memberikan fitur-fitur mediasi yang dapat berwujud pembukaan terhadap kemampuan interaktif baru, mode pemakaian media
yang lebih aktif, bermain permainan virtual,
penjelajahan situs web, pencarian data, penulisan surat elektronik,
3
partisipasi dalam ruang-ruang mengobrol virtual, melakukan proses jual beli baik itu barang virtual atau nyata, dan lain-lain (Livingstone, 2002:10). Semenjak itu, terjadi pengembangan terus menerus bagaimana penggunaan media baru, berikut juga konten informasi yang ada di dalamnya. Perkembangan media baru tidak hanya dibantu oleh pembangunan infrastruktur jaringan yang membuat kecepatan akses internet makin cepat, tetapi juga penemuan perangkat-perangkat lunak oleh pemrogram komputer. Perangkat lunak yang terus diperbaharui, membuat kita bisa menjalankan program-program aplikasi pengolah data menjadi gambar, suara, dan video (multimedia). Fasilitas tersebut mengindikasikan bahwa fitur media baru dapat dipandang sebagai sebuah perwakilan tindakan dari penggunanya. Perwakilan tindakan memberikan kerangka dalam pengkajian media baru bahwa media dan teknologi informasi tidak hanya dipandang sebagai entitas penghasil pesan yang mana dapat mempengaruhi masyarakat luas. Media baru lebih memposisikan dirinya sebagai sumber daya yang memberikan kesempatan pada orang-orang untuk memiliki perwakilan yang bertindak di dunia virtual. Seseorang dapat menjadi pengguna media baru dengan arah dan tujuan yang dapat dikehendakinya sendiri, berdasarkan informasi yang ia cari beserta fitur-fitur yang ingin ia gunakan. Namun, dikarenakan konsekuensi ubikuitas dan interaktivitas, maka pengguna media baru tersebar di seluruh area muka Bumi. Pengguna media baru tidak terbatas pada wilayah fisik sehingga dapat dilihat sebagai masyarakat global dengan kolektivitas latar belakang karakteristik sosial dan budaya yang berbeda-beda. Di sinilah pentingnya perumusan interaktivitas yang dilakukan oleh McMillan, kemampuan mediasi menjadi kunci untuk mengkarakteristikkan pengguna media baru berdasarkan kehidupan sosialnya melalui praktik budaya dalam pemakaian teknologi media tersebut.
4
Berdasarkan data survei yang dilakukan lembaga riset MarkPlus Insight bekerjasama dengan Markeeters, pengguna internet di Indonesia mencapai 74,57 juta jiwa pada tahun 20131. Survei ini meneliti responden yang menghabiskan waktunya untuk mengakses internet minimal tiga jam dalam sehari. Pertumbuhan yang sangat signifikan dari tahun 2012 sebesar 22%. Ini menunjukkan penetrasi internet di Indonesia, berhasil melewati tahapan-tahapan yang diprasyaratkan Sedman (1997:158-159), yaitu penerimaan dari dalam tubuh pemerintah yang berwenang, penerimaan dari lembaga-lembaga di luar pemerintah yang terkait, persetujuan dari kalangan produsen industri elektronik untuk merancang dan memasarkan teknologi tersebut, serta adopsi oleh masyarakat untuk memakai produk teknologi baru. Salah satu media baru yang dikelola di Indonesia adalah Kanaltigapuluh, didirikan oleh Bangga Wiratama (kini dikelola Komang Adhyatma). Kanaltigapuluh merupakan situs web (memerlukan koneksi internet untuk mengaksesnya yang mana menjadi prasyarat media baru) yang fokus membahas mengenai perkembangan dunia musik indie (non major label). Basis utama Kanaltigapuluh sebagai media baru ialah webzine, radio internet, lalu layanan publikasi karya musik dalam jaringan (daring), netlabel. Kanaltigapuluh mulai beroperasi semenjak bulan Agustus pada tahun 2010. Tujuan awal pendiriannya adalah memberikan ruang publikasi bagi para musisi dan band yang tidak mendapat akses ke major label di Kota Malang. Ruang publikasi yang mereka sediakan kemudian diperluas dengan menambah kantor pengelolaan di Yogyakarta dan Jakarta. Penyesuaian ini diperjelas melalui visi Kanaltigapuluh, yaitu media alternatif yang diakui oleh para penikmat musik di Indonesia melalui 1
The Markeeters. (2013, 30 Oktober). MarkPlus Insight: Pengguna Internet Indonesia 74 Juta di Tahun 2013. Diakses pada 5 April 2014 pukul 21.05 WIB, dari http://www.themarketeers.com/archives/Indonesia%20Internet%20Users.html#.U0KvdttXuj0
5
integritasnya serta
menjadi media yang dapat diakses oleh siapapun,
dimanapun, dan kapanpun. Adapun misinya sendiri, ialah memberikan hiburan berita mengenai musik dengan mengangkat potensi-potensi lokal ke panggung nasional melalui perannya sebagai media alternatif. Merujuk pada pengertian “media alternatif”, visi dan misi Kanaltigapuluh
mengadopsi
pengertian
yang
sama
dalam
The
Encyclopedia of Media and Politics (Pickard, 2007:12-13). Media alternatif mempunyai pemahaman yang berbeda dengan media pada umumnya dalam konteks ide serta pengelolaan operasional, salah satunya seperti yang dikutip dari buku tersebut adalah: “...community radio to fan zines to news websites, it covers a wide gamut of media forms that challenge the status quo. There are at least two general definitions of alternative media. In its most expansive and popular use, the term “alternative media” includes all media that are somehow opposed to or in tension with mainstream media.” Bila melihat pengertian di atas, kita dapat merepresentasikan media alternatif sebagai sebuah media yang memiliki cakupan luas dalam lingkup bentuk. Mulai dari radio komunitas hingga situs web berita, yang mana
bentuk media yang dipilih akan mempengaruhi karakteristik
audiens yang menggunakannya. Berdasar konten media musik alternatif dan fitur-fitur media baru Kanaltigapuluh seperti yang dijelaskan sebelumnya, lalu bagaimana karakteristik pengakses dan penggunanya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka diperlukan penelitian mengenai kepuasan audiens. Penelitian kepuasan audiens digunakan untuk mengetahui preferensi fitur-fitur teknologi komunikasi yang digunakan oleh pengguna media baru dalam rangka pemenuhan kebutuhan informasi. Salah satu teori komunikasi yang dapat dipakai untuk meneliti karakteristik audiens berdasarkan keinginannya dalam menggunakan media adalah Uses & Gratification. Uses & Gratification memberatkan fokus penelitian pada individu-individu yang memiliki motif personal
6
(active audience) ketika akan mengakses sebuah media. Setelah itu, penelitian akan mengarah pada pemenuhan motif-motif tersebut oleh media yang bersangkutan, apakah sesuai dengan ekspektasi pengguna atau tidak. Lalu pada langkah terakhir, peneliti dapat melihat karakteristik pengguna berdasarkan ekspektasi-ekspektasi mereka terhadap media yang bersangkutan dan kemampuan media untuk memenuhi ekspektasiekspektasi tersebut (Miller, 2002:242). Di dalam teori uses & gratification, terdapat dua pengembangan teoritis, yaitu Gratification Sought (GS) dan Gratification Obtained (GO). Gratification Sought adalah gratifikasi yang menjadi ekspektasi dari pengguna ketika akan memakai sebuah media, sementara Gratification Obtained merupakan gratifikasi yang diperoleh setelah proses pemakaian telah selesai. Ketika nilai GS dan GO setara, atau GO mempunyai nilai lebih tinggi dari GS, maka tercapai „tingkat kepuasan‟. Namun, bila nilai GO berada di bawah nilai GS, maka terdapat discrepancy value (nilai kesenjangan) yang menandakan bahwa media tersebut belum mampu memenuhi ekspektasi-ekspektasi penggunanya (Kriyantono, 2009:209). Teori Uses & Gratification dipilih karena GS dan GO dapat mempengaruhi akibat dan tingkah laku pengguna media (Miller, 2002:244). Teori ini menandai tiga jalur aktivitas pengguna media yang mana dipengaruhi oleh efek kegiatan komunikasi dan berbagi informasi melalui kontak dengan media yang bersangkutan. Jalur pertama adalah selectivity (selektivitas), dimana seorang individu yang memiliki ekspektasi tertentu akan menerima paparan dari media yang telah ia pilih. Jalur kedua ialah attention (atensi), yang berarti individu tadi akan mengalokasikan usaha kognitif tertentu selama dipapar informasi dari media yang telah dipilih. Dilanjutkan dengan jalur terakhir, yaitu involvement (keterlibatan) dengan media yang bersangkutan dimana
7
individu tersebut akan memiliki konteks kedekatan hubungan tertentu dengan media tersebut. Menurut paparan di atas, penggunaan media baru diasumsikan didorong oleh motif-motif tertentu. Motif-motif tersebut muncul untuk pemenuhan kebutuhan audiens akan informasi di media baru. Penelitian ini meneliti tentang preferensi mereka yang berikutnya membentuk pola perilaku dalam penggunaan media baru.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat kepuasan pengguna media Kanaltigapuluh?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah; 1. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pengguna media Kanaltigapuluh. 2. Untuk mengetahui motif penggunaan, dan nilai-nilai kepuasan audiens terhadap media Kanaltigapuluh. 3. Untuk
mengetahui
Kanaltigapuluh
karakteristik
sebagai
media
pengguna alternatif
media yang
baru
yaitu
berkonsentrasi
membahas industri musik non major label.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah; 1. Memberikan evaluasi terhadap situs web Kanaltigapuluh sebagai media baru yang menetapkan diri sebagai media musik alternatif. 2. Memberikan informasi mengenai karakteristik pengguna media alternatif yang fokus membahas perihal musik non major label di media baru.
8
E. Kerangka Konsep Konsep merupakan istilah yang dipakai untuk merujuk pada penggambaran secara abstrak: kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1987:33). Kerangka konsep dari penelitian “Survei Tingkat Kepuasan Pengguna Media Kanaltigapuluh” adalah sebagai berikut: E.1. Motif Penggunaan Media Individu mencari informasi berdasarkan motivasi-motivasi tertentu. Motivasi-motivasi tersebut menjadi pendorong untuk melakukan pencarian informasi melalui sumber-sumber yang dianggap dapat memenuhi kebutuhannya. Motif-motif tersebut antara lain (McQuail, 1991:70); motif informasi, motif identitas pribadi, motif integrasi & interaksi sosial, serta motif hiburan. Motif informasi terkait kebutuhan individu mencari pemahaman tentang apa yang terjadi di sekitarnya, termasuk mempelajari sesuatu hal yang baru. Motif kedua, yaitu identitas pribadi, dimana individu menginginkan media yang dapat membantu memberi pemahaman lebih dalam mengenai dirinya melalui penemuan model perilaku dalam media serta mengidentifikasikan dirinya dengan model-model perilaku tersebut. Motif selanjutnya, integrasi dan interaksi sosial adalah keinginan untuk mengetahui keadaan orang lain di luar individu tersebut, berinteraksi dengan mereka, dan bagaimana menjalankan peran sosialnya di dalam lingkungan tersebut. Motif yang terakhir, adalah motif hiburan. Media diharapkan untuk dapat membantu melepaskan diri dari masalah, memperoleh kenikmatan estetis dan batin, serta pelepasan ketegangan, begitu juga stimulus untuk membangkitkan gairah seksual.
E.2. Penggunaan Media Penggunaan media adalah jumlah waktu dan pengolahan kognisi yang digunakan selama proses pemakaian media. Penggunaan media
9
membentuk pola konsumsi yang diarahkan pada terpenuhinya kebutuhan akan proses komunikasi dan berbagi informasi. Ketika pengalaman yang terjadi sesuai dengan harapan dari pengguna ketika mengalami proses konsumsi,
maka
frekuensi
penggunaan
akan
ditingkatkan
untuk
memperdalam informasi yang diperoleh (Rakhmat, 2001:66). Penggunaan media diukur dari frekuensi dan intensitas membaca konten informasi Kanaltigapuluh di situs webnya, mendengarkan siaran radio internet Kanaltigapuluh, membagikan link-link dari situs tersebut, dan berinteraksi dengan pengguna lain maupun akun Kanaltigapuluh itu sendiri baik melalui jejaring sosial media ataupun di dalam situs webnya. Frekuensi dimaknai dengan seberapa sering pengguna media mengakses situs web Kanaltigapuluh, sedangkan intensitas diartikan sebagai energi yang dikeluarkan dalam penggunaan media meliputi emosi, pikiran, dan aktivitas dalam proses penggunaan media tersebut.
E.3. Gratifikasi yang Diperoleh Pengguna Efek yang diharapkan dari konsumsi media adalah terpenuhinya kebutuhan yang menjadi motivasi penggunaan media tersebut (Kriyantono, 2009:208). Kombinasi penggunaan media berbeda yang saling mendukung dalam satu platform (internet) oleh Kanaltigapuluh diniatkan dapat memenuhi kebutuhan pengguna medianya. Unifikasinya terdiri dari situs web Kanaltigapuluh (berisi konten informasi mengenai musik non major label dan seputar gaya hidup anak muda), radio internet, netlabel, dan jejaring media sosial facebook serta Twitter yang saling terhubung.
E.4. Kepuasan Pengguna Kepuasan pengguna merupakan tingkat perasaan atau kondisi psikologis seseorang setelah mengonsumsi media. Kepuasan tersebut kebanyakan lebih bersifat subjektif dari sudut pandang audiens yang telah memiliki pengalaman dalam penggunaan media bersangkutan, apakah
10
sudah sesuai dengan harapan atau cenderung kurang. Karena itulah audiens tidak merasa puas apabila mereka memiliki persepsi kalau ekspektasinya terhadap media tersebut belum terpenuhi, dan akan merasa puas bila mempunyai persepsi media tersebut mampu sesuai ekspektasinya dalam konteks pemenuhan motif konsumsi media (Palmgreen, 1985:27). Menurut teori nilai pengharapan, terdapat dua macam kepuasan, yaitu gratification sought dan gratification obtained. Gratificatin sought (GS) adalah kepuasan yang dicari atau diinginkan individu ketika mengonsumsi media tertentu dan didorong oleh motif tertentu, sedangkan gratification obtained (GO) merupakan kepuasan yang diperoleh setelah proses konsumsi tersebut. Untuk mendapatkan nilai pengharapan, dilakukan penghitungan selisih antara GS dan GO. Semakin kecil nilai selisih tersebut, maka semakin tinggi kepuasan yang tercapai. Indikator kepuasan nilai pengharapan adalah sebagai berikut: -
Jika rata-rata (mean) skor GS lebih besar dari rata-rata skor GO (mean skor GS >mean skor GO), maka terdapat kesenjangan kepuasan karena kebutuhan yang didapat lebih sedikit daripada yang diharapkan, artinya media tersebut dianggap tidak memuaskan khalayaknya.
-
Jika mean skor GS sama dengan mean skor GO (mean skor GS = mean skor GO), maka tidak ada kesenjangan kepuasan, karena kebutuhan khalayak telah terpenuhi oleh media yang digunakannya.
-
Jika mean skor GS lebih kecil dari mean skor GO (mean skor GS
terkait fungsi media sebagai alat pemuas kebutuhan. Dengan batasan tersebut, maka nilai kepuasan yang dihitung adalah kepuasan berdasarkan kemampuan media memenuhi kebutuhan audiens.
11
F. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah. Bila menilik perumusan masalah pada kerangka teori di atas, maka hipotesis yang bisa disimpulkan adalah: H1. Terdapat tingkat kepuasan audiens program siaran radio internet Kanaltigapuluh yang belum terhitung. H2. Terdapat tingkat kepuasan pengguna situs webKanaltigapuluh yang belum terhitung berdasarkan aspek informasi mengenai musik non major label. H3. Terdapat tingkat kepuasan audiens Kanaltigapuluh yang belum terhitung berdasarkan aspek integrasi dan interaksi sosial antara radio internet, netlabel, situs web, dan jejaring media sosial. H4. Terdapat tingkat kepuasan audiens Kanaltigapuluh yang belum terhitung berdasarkan aspek hiburan.
G. . Kerangka Teori Pendekatan uses & gratification menitikberatkan pada kajian pengguna media berdasarkan fungsi-fungsi yang ada dalam media tersebut. Secara sederhana, uses & gratification digunakan peneliti untuk menggali informasi mendalam tentang bagaimana dan kenapa khalayak menggunakan media. Salah satu penelitian awal yang menggunakan pendekatan ini dilakukan oleh Herzog pada tahun 1954. Herzog meneliti tentang alasan-alasan kenapa khalayak mendengarkan serial radio pada siang hari. Selanjutnya, Berelson di tahun yang sama, menyelidiki mengenai apa yang dilewatkan oleh khalayak surat kabar ketika dibaca. Namun, penganugerahan bapak pendekatan uses & gratification jatuh pada Katz (1959) karena tulisan mengenai rancangan penelitiannya menaruh pusat perhatian pada apa yang “khalayak lakukan pada media” dibanding “apa yang media lakukan pada khalayak”. Berlandaskan pada
12
penelitian di atas, Katz, Blumler, dan Gurevitch (1974) menyimpulkan pendekatan uses & gratification, mengasumsikan bahwa anggota-anggota kumpulan audiens menggunakan media secara aktif dan memilih media yang mereka percaya dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhannya (Sundar & Limperos, 2013:508-510). G.1. Audiens Pendekatan Uses & Gratification memfokuskan diri untuk mempelajari bagaimana audiens menggunakan media pilihannya karena dianggap dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Audiens dalam proses komunikasi melalui media, meliputi semua orang yang menjadi sasaran alat-alat komunikasi. McQuail mendefinisikan lebih jauh bahwa audiens adalah sekumpulan orang yang menjadi pembaca, pendengar, dan pemirsa media beserta komponen-komponen di dalamnya (Miller, 2002:242-244). Karakteristik-karakteristik dari audiens dijelaskan oleh Charles Wright (Wiryanto, 2005:74), yaitu Besar, dimana besarnya populasi audiens bersifat relatif dan tersebar dalam lingkup area yang luas dan berbeda-beda, sebagai contoh adalah audiens televisi. Penonton televisi terdiri dari individu-individu yang pada saat tertentu tengah melihat layar kaca tersebut, belum lagi televisi yang diletakkan di tempat umum dimana siapapun yang tengah melintas dapat melihat program siarannya. Karakteristik kedua ialah Heterogen, audiens dalam jumlah besar tersebut mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Heterogen bisa diartikan sebagai lapisan-lapisan masyarakat dengan berbagai keragaman, mulai dari pekerjaan, umur, jenis kelamin, penganut agama atau kepercayaan, etnis kesukuan, pendidikan, tempat tinggal, dan sebagainya. Karakter yang selanjutnya adalah anonim. Berbagai perbedaan dalam jumlah populasi yang besar dan tersebar luas membuat khalayak tidak saling mengenal satu sama lain, begitu juga dengan komunikatornya.
13
Bilapun ada yang saling mengetahui, dikarenakan ada kesamaan, baik dari minat, kepentingan, dan pendapat. Ciri-ciri di atas melekat pada audiens tipe pertama, yaitu general public audience. Bisa dibayangkan bagaimana penonton siaran televisi, pendengar radio, pengguna internet, dan pembaca koran memiliki populasi yang besar, terdiri dari berbagai kalangan, dan tidak saling mengenal. Namun, ketika anggota populasi audiens ada yang berkumpul dikarenakan kesamaan minat, kepentingan, atau pendapat tertentu, jenis ini masuk dalam tipe kedua, yaitu specialized audience. Contohnya adalah program acara nonton bersama pertandingan klub sepak bola tertentu yang diadakan stasiun televisi di suatu kafe. Audiens yang datang ke kafe tersebut, terkumpul di tempat tertentu karena memiliki kesamaan animo terhadap
klub
yang
akan
bertanding.
Sementara
itu,
audiens
Kanaltigapuluh masih tergolong pada tipe audiens pertama karena pengguna medianya tidak tidak terdeteksi identitasnya serta tersebar dalam area yang luas (Kriyantono, 2008:201). Penelitian ini meneliti tentang audiens media baru, lebih tepatnya kepuasan mereka dalam penggunaan media. Penggunaan tersebut berdasar pada salah satu fungsi media sebagai sumber informasi (Vivian, 2008:5). Informasi yang ditawarkan, diakses oleh audiens yang mempunyai kepentingan untuk membaca paparan media serta tidak menerima secara gamblang paparan tersebut. Karena itulah, audiens bersifat aktif yaitu mampu bertindak bersandarkan pada preferensi personal. Audiens memiliki sifat selektif, menyeleksi pesan media yang diterimanya, sehingga isu yang dibaca pun cenderung spesifik. Mekanisme yang mereka lakukan dalam penerimaan pesan dapat dijelaskan dalam tiga tahap (Vivian, 2008:478-480). Tahap pertama adalah pemilihan terpaan (selective
exposure).
Audiens
memiliki
kecenderungan
untuk
memperhatikan pesan-pesan yang bersifat konsisten atau sesuai dengan sikap dan kepetingannya.
14
Tahap kedua merupakan pemilihan persepsi (selective perception). Kecenderungan mengintepretasi pesan-pesan yang konsisten atau sesuai dengan sikap dan keyakinannya. Lalu diikuti tahap ketiga, pemilihan ingatan (selective retention & recall). Audiens lebih cenderung hanya mau mengingat kembali pesan-pesan yang sesuai dengan sikap dan keyakinannya. Perbedaan sosial dan budaya dalam populasi audiens membuat kajian mengenai efek media menghasilkan berbagai macam analisis. Penyebabnya karena faktor perbedaan tersebut menjadi modal individuindividu dalam menelaah media yang mereka gunakan, sehingga menghasilkan penerimaan-penerimaan yang berbeda. Kajian audiens dipandang perlu karena sanggup memberi gambaran tentang manfaat serta kepuasan yang diperoleh dalam konsumsi media. G.2. Teori Uses & Gratification Semenjak tahun 1960, berbagai macam tipologi uses & gratification telah ditemukan. McQuail, Blumler, dan Brown (2000:447) menawarkan empat macam dimensi gratifikasi dari konsep interaksi media-khalayak yaitu; diversion, personal relationship, personal identity, dan surveillance. Jenis media yang berbeda menawarkan dimensi gratifikasi yang berbeda juga, contohnya televisi memiliki dimensi learning,
passing
time,
arousal,
escape,
companionship,
mood
enhancement, dan relaxation. Di sisi lain, radio menawarkan dimensi information,
companionship,
mood
enhancement,
dan
relaxation.
Selanjutnya, pemakaian internet sebagai medium dalam penelitian uses & gratification
menemukan
penggunaannya
berada
bahwa dalam
faktor-faktor
dimensi
yang
information,
memotivasi convenience,
communication, entertainment, dan interactivity Penelitian dalam ranah uses & gratification memiliki pondasi asumsi-asumsi dasar yang telah ditentukan oleh Katz, Blumler, dan Gurevitch (Rakhmat, 2003:205), yaitu; audiens dianggap aktif yang berarti
15
penggunaan media mempunyai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, ada berbagai macam motivasi berbeda terkait pemenuhan kebutuhan informasi melalui media dan pemilihan pemenuhan kebutuhan tersebut berada di keputusan audiens, media harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk pemenuhan kebutuhan informasi audiens (pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan bagian dari rentang kebutuhan yang lebih luas, sementara untuk memenuhinya melalui penggunaan media, bergantung pada perilaku khalayak yang bersangkutan), serta tujuantujuan pemilihan media yang digunakan (sepenuhnya berdasarkan data yang diberikan oleh audiens karena audiens dianggap cukup mengerti untuk melaporkan motif dan kepentingannya di waktu-waktu tertentu), lalu yang terakhir adalah penelitian mengenai makna yang bersifat kultural dari media massa harus ditangguhkan dulu sebelumnya. Teori uses & gratification awalnya digunakan untuk meneliti tentang asal mula kebutuhan sosial dan psikologis sehingga memunculkan harapan tertentu audiens kepada media atau sumber-sumber lain, sampai menimbulkan pola terpaan media (media exposure) yang berlainan. Pemenuhan harapan tersebut, juga bisa memberikan akibat-akibat di luar keinginan (Rakhmat, 2001:205). Pola terpaan media yang berlainan mengacu pada kegiatan penggunaan media, dimana Shore memberikan batasan pengertian: “Exposure is more complicated than access because it’s deal not only with what person is within physically (range of the particular mess medium) but also wether a person is actually expose no message. Exposure is hearing, seeing, reading or most generally, experiencing, with at least a minimal amount of interest, the mass media message. This exposure might occure at an individual group level” (Shore, 1985). Terpaan media tidak hanya berhenti sampai audiens mengakses media ataupun berada dalam situasi dekat dengan media secara fisik. Terpaan media memperhitungkan sampai apakah individu benar-benar terbuka atau terpapar pesan-pesan yang ada di dalam media, termasuk di
16
dalamnya kegiatan mendengar, melihat, dan membaca konten. Terpaan media menurut Rosengren (1974) dioperasionalisasikan menjadi jumlah waktu yang digunakan dalam konsumsi berbagai jenis media, isi media yang dikonsumsi, serta berbagai hubungan antara individu pengguna media dengan sebagian atau keseluruhan isi media (Bovee & Arens, 1992:445). Pola terpaan media menjadi dasar perhitungan apakah kebutuhan individu dalam penggunaan media, sudah terpenuhi atau belum. Kebutuhan individu dianggap terpenuhi ketika informasi yang mereka dapatkan dari media sudah memenuhi kebutuhannya, sehingga kepuasan bisa tercapai. Bila suatu media mampu memenuhi kebutuhan audiensnya, maka media tersebut diandaikan sebagai media yang efektif. Perilaku audiens pada pola konsumsi media, berdasarkan pada teori behavioralisme “law of effect” mengatakan perilaku yang tidak mendatangkan kepuasan, tidak akan dilakukan lagi ke depannya. Dalam pola konsumsi media, kita dapat menginterpretasikan bahwa kita tidak akan menggunakan suatu media massa bila media tersebut tidak sanggup memberikan kepuasan pada audiensnya (Rakhmat, 2003:207). Kebutuhan informasi seseorang yang dipengaruhi faktor sosial dan psikologis berwujud afiliasi kelompok, keterlibatan seseorang dalam sebuah kelompok pergaulan. Wujud berikutnya adalah ciri-ciri demografis yaitu; usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status sosial ekonomi, serta yang lainnya. Sementara yang terakhir ialah karakteristik individu tersebut, misalnya minat, bakat, serta sifat-sifat yang dimilikinya.
Gambar 1 Bagan Teori Uses & Gratification
Lingkungan Sosial -Ciri Demografis -Afiliasi Kelompok -Ciri-ciri personal
Kebutuhan Khalayak -Kognitif -Afektif -Integratif -Pelepasan ketegangan
17
Sumber Pemuas Kebutuhan non-media; keluarga, peer group, komunikasi interpersonal, hobi, dll.
Pemuasan media (fungsi): -Surveillance (Pengamatan lingkungan) -Diversi/hiburan -Identitas personal -Hubungan sosial
Penggunaan Media -Jenis-jenis media -Isi media -Terpaan media -Konteks sosial dan terpaan media
Sumber: Pengantar Komunikasi Massa, 2007, Nurudin M. Si, hal. 194
Lingkungan
sosial
dimana
seseorang
berinteraksi,
dapat
memberikan pengaruh terhadap nilai-nilai yang dianggap penting. Kepentingan nilai-nilai tersebut, mampu membuat tuntutan pencarian informasi menjadi motif penggunaan media. Berdasarkan bagan di atas, motif terbagi dalam kebutuhan kognitif, afektif, integratif, dan pelepasan ketegangan. Kebutuhan kognitif berhubungan dengan kemampuan manusia untuk berpikir, mengolah informasi yang didapat sehingga mendapatkan pemahaman ide tertentu. Kebutuhan kedua, yaitu afektif menekankan pada perasaan dan tingkat emosional di dalam kejiwaan seseorang.
Kebutuhan
ketiga,
integratif
menuntut
terpenuhinya
kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individu di mata orang lain. Kebutuhan yang terakhir adalah pelepasan ketegangan, yaitu melepaskan diri dari tegangan, tekanan, serta berbagai hasrat lainnya (Rakhmat, 2003:208). Sumber-sumber pemenuhan kebutuhan di atas, bisa didapatkan dari dua jenis sumber yaitu media dan non-media. Pemenuhan kebutuhan melalui non-media sanggup diperoleh lewat hubungan dengan keluarga, peer group, komunikasi interpersonal, dan saluran kepuasan berupa melakukan hobi dan tidur. Namun kemudian, pemenuhan kebutuhan tersebut dikombinasikan dengan pemenuhan kedua yaitu lewat media. Pemenuhan kebutuhan yang sesuai dengan motif-motif penggunaan media menghasilkan kondisi kepuasan audiens.
18
Beberapa tipe gratifikasi penggunaan media seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, antara lain; „Surveillance (pengawasan)‟, dalam dimensi pengawasan terdapat dua tipe, yaitu pengawasan peringatan dan instrumental. Pengawasan peringatan bersifat memperingatkan dan memberi informasi mengenai kejadian yang akan datang seperti bencana alam atau peristiwa rutin yang kerap terjadi. Sementara itu, pengawasan instrumental
lebih
kepada
pengabaran
tentang
informasi
yang
berhubungan dengan kepentingan sehari-hari. Lalu ada gratifikasi „hiburan‟, fungsi ini mengutamakan perbuatan yang dapat menghibur, sesuai dengan kesenangan khalayak seperti cerita pendek atau komik strip di koran, cerita fiksi seperti sinetron di televisi, dan lain-lain. Diikuti identitas personal, mengacu pada transmisi nilai-nilai yang merujuk pada cara-cara individu menunjukkan identitas pribadinya. Selain itu, terdapat fungsi „hubungan sosial‟, menghubungkan unsur-unsur masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung dan personal, contohnya video periklanan yang menghubungkan penjual lewat produk yang dijualnya dengan calon pembeli. Contoh di atas hanyalah beberapa deskripsi secara umum tentang gratifikasi yang didapatkan ketika konsumsi media oleh penggunanya mencapai kepuasan. Bentuk-bentuk gratifikasi pun dapat berubah, bertambah, atau berkurang, tergantung pada tujuan dari pengguna serta jenis media yang digunakan. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam pendekatan uses & gratification, pengguna media massa memegang kendali (Severin & Tankard, 2005:264). G.3. Expectancy-Values Theory Pengembangan selanjutnya dari teori uses & gratification dilakukan oleh Philip Palmgreen dari Universitas Kentucky di Amerika Serikat dengan teori expectancy values (nilai pengharapan). Palmgreen tidak berhenti meneliti pada motif-motif penggunaan media, namun juga mempertanyakan apakah motif-motif tersebut telah berhasil dipenuhi
19
media yang bersangkutan (Kriyantono, 2009). Konsep kepuasan yang diukur, memakai instrumen yang disebut dengan gratification sought (GS) dan gratification obtained (GO). Gratification sought diartikan dengan kepuasan yang dicari atau diinginkan individu ketika mengkonsumsi suatu jenis media tertentu, sementara gratification obtained adalah kepuasan yang nyata yang diperoleh seseorang setelah mengkonsumsi media tersebut (Palmgreen, 1985:27). Pengukuran dengan dua instrumen nilai tersebut menjadi dasar teori nilai pengharapan. Berdasarkan teori nilai pengharapan, manusia menghadapkan dirinya pada dunia di luar dirinya, menggunakan faktor kepercayaan dan evaluasi-evaluasi tentang dunia tersebut (dalam konteks penelitian ini berarti media). Kepercayaan serta evaluasi-evaluasi pada dunia luar didapatkan dengan mendasarkan pada harapan-harapan, baik yang terpenuhi ataupun tidak. Kepercayaan dan evaluasi-evaluasi mengenai konten yang diberikan oleh media serta telah dievaluasi, menjadi pembentuk gratification sought. Namun, seperti yang telah dijelaskan pada paparan uses & gratification di atas, proses komunikasi tidak sesederhana itu, karena banyak faktor yang terlibat dalam pembentukan kepercayaan juga evaluasi. Faktor dari luar misalnya; budaya dan institusi sosial seseorang, situasi sosial (ketersediaan media), dan variabel-variabel psikologis seperti kondisi kejiwaan yang mempengaruhi cara pikir seseorang. Faktor-faktor tersebut akan memberikan sumbangsih dalam kepercayaan, sehingga sanggup mempengaruhi seseorang dalam pola konsumsi media. Ketika satu media dirasa tidak cukup memuaskan berdasarkan harapan-harapan yang telah ada sebelumnya, individu cenderung akan mencari informasi tambahan dari sumber alternatifalternatif lain.
20
Gambar 2 Teori Nilai Pengharapan Kepercayaankepercayaan (beliefs)
Pencarian kepuasan (GS)
Konsumsi media
Evaluasi-evaluasi
Kepuasan yang diperoleh (GO)
Sumber: Teknik Praktis Riset Komunikasi, 2009, Rachmat Kriyantono S. Sos ,M. Si, hal. 210
Melalui bagan di atas, kita dapat melihat bagaimana evaluasi dan kepercayaan individu, menciptakan motif untuk mengonsumsi informasi dari sumber-sumber tertentu. Motif merupakan faktor penggerak, alasanalasan, atau dorongan-dorongan dari dalam diri manusia untuk melakukan sesuatu. Dengan begitu, motif konsumsi media adalah alasan-alasan serta dorongan-dorongan dari dalam diri manusia untuk memenuhi kebutuhan informasi melalui penggunaan media tertentu. Adapun di dalam ilmu komunikasi, motif menggunakan media terbagi ke dalam empat kategori (McQuail, 1991:72), yaitu; Motif informasi; seperti mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan sekitarnya, mencari bimbingan serta rujukan untuk menyelesaikan suatu masalah, mempelajari hal-hal yang sebelumnya tidak diketahui, dan memperoleh ketenangan karena penjelasan-penjelasan yang diperoleh. Motif kedua, adalah motif identitas pribadi laiknya menemukan model perilaku, mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai yang ada dalam media, menunjang nilai-nilai pribadi, juga meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri. Motif selanjutnya adalah motif integrasi dan perilaku sosial; memperoleh informasi mengenai keadaan orang lain di luar dirinya, mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan meningkatkan rasa
21
kepemilikan terhadap identitas bersama, menemukan pola-pola interaksi sosial serta menjalankan sesuai peran sosialnya, serta memungkinkan individu membina hubungan dengan saudara sedarah ataupun kerabat. Terakhir, adalah motif hiburan antara lain melepaskan diri dari permasalahan yang terjadi di sekitar individu secara fisik, bersantai, memperoleh kenikmatan jiwa dan estetis, mengisi waktu luang, penyaluran emosi, juga termasuk membangkitkan gairah seks. Berbagai motif di atas, memberikan arahan kepada seseorang, bagaimana ia akan menggunakan media dalam rangka pemenuhan kebutuhan
informasi.
Psikolog
yang
meneliti
tentang
motif
mengungkapkan bahwa penelitian di ranah uses & gratification digolongkan ke teori fungsionalisme individual dalam ilmu psikologi. Fungsionalisme individual memusatkan perhatian kepada perilaku individu yang dikarenakan oleh motif serta penerimaan konsekuensinya pada individu tersebut. Ketika pemenuhan kebutuhan tercapai sesuai dengan motif awal, maka individu mencapai titik kepuasan. Karena itulah, di dalam teori nilai pengharapan, semakin kecil kesenjangan antara GS dan GO menandakan bahwa pengguna media makin mendekati tingkat kepuasan, demikian juga sebaliknya. Semakin besar kesenjangan antara GS dari GO, menunjukkan bahwa media tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan penggunanya.
G.4. Uses & Gratification di Media Baru Seperti
yang
dijelaskan
dalam
latar
belakang
penelitian,
kemunculan internet telah memberikan berbagai perubahan mendasar penggunaan media. Perubahan mendasar itu dikarenakan pemakaian internet memerlukan partisipasi aktif dari penggunanya. Karenanya, kita sepakat untuk menggunakan panggilan “pengguna” yang lebih mengacu pada kata kerja aktif dibanding audiens (Sundar & Limperos, 2013:504). Lebih jauh, dalam penelitian S. Shyam Sundar dan Anthony M. Limperos
22
dari Universitas Kentucky di tahun 2013, mengatakan bahwa penggunaan internet telah menghasilkan sejumlah gratifikasi yang mana mirip dengan apa yang didapat dari media yang telah ada sebelumnya. Dalam penelitian tersebut, Sundar dan Limperos mengidentifikasi dua perangkat pengukuran permanen untuk penelitian uses & gratification, yaitu; pengukuran yang dirancang untuk media yang lebih tua telah digunakan guna menangkap gratifikasi-gratifikasi media baru, dan gratifikasi dikonseptualisasikan serta dioperasionalkan dengan terlalu luas sehingga menghilangkan distingsi gratifikasi yang diperoleh dari media baru. Karena itu, untuk mengetahui gratifikasi seperti apa yang ada di dalam media baru, kita perlu melihat teknologi informasi yang disematkan di dalamnya. Fasilitas-fasilitas yang ditawarkan oleh media di era modern telah memperbesar cakupan interaksi pengguna dengan konten media. Contoh sederhananya, dengan menggunakan peralatan komputer yang berkoneksi internet, kita dapat melakukan berbagai hal seperti mendengarkan siaran radio, menonton video, merancang gambar atau bentuk, dan masih banyak lagi. Para peneliti interaksi manusia dengan komputer telah merumuskan kemampuan-kemampuan
media
baru
tersebut
ke
dalam
konsep
“affordances” (Norman, 1999:38:42). Affordances adalah prasarana yang melekat pada suatu media dan dapat dipakai dalam proses penggunaan, dimana tidak hanya berhenti pada teknologi informasi dan konten yang telah disediakan media baru, namun hingga membuat para pengguna komputer yang saling terhubung dalam jaringan mengkontribusikan konten buatannya sendiri. Kapabilitas itu jugalah yang membangkitkan pengembangan
program
antarmuka
(jembatan
komunikasi
antara
pengguna media baru dengan media yang digunakannya) dan terapan fungsi-fungsi tertentu di komputer. Meskipun terdapat beberapa gratifikasi bersifat unik dari suatu media secara spesifik dalam beberapa kajian, ada sebagian kategori
23
gratifikasi yang lebih dominan dibanding lainnya. Berdasarkan prinsipprinsip asli penelitian uses & gratification, penelitian ini mengakar pada asal-usul kebutuhan secara sosial serta psikologis. Dalam posisi ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa beberapa media memenuhi kebutuhan tertentu secara mendasar, sementara media lain menyanggupi pemenuhan kebutuhan dengan komposisi yang berbeda. Keadaan ini menunjukkan, setiap kemunculan sebuah gratifikasi yang diperoleh, hanyalah refleksi dari kebutuhan utama serta motif dasar penggunaan media seperti yang dijelaskan McQuail (McQuail, 1991:72). Namun, Sundar dan Limperos mengajukan premis lain, dikarenakan kesimpulan di atas terlalu membatasi pada kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri individu, padahal kita tidak bisa sepenuhnya lepas dari konteks media yang tengah digunakan individu tersebut. Mereka juga memperhitungkan, bagaimana fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh sebuah media dapat memicu pengalaman unik tertentu sehingga membawa ekspektasi-ekspektasi baru terhadap pemakaian media selanjutnya. Dalam penelitiannya, Sundar dan Limperos menemukan bahwa pengguna media tidak selalu terarah pada tujuan awal ketika hendak
melakukan
pemakaian.
Pengalaman-pengalaman
selama
berinteraksi dengan media tersebut, dapat memberikan tujuan-tujuan baru yang belum ada sebelumnya.
24
Gambar 3 Gratifikasi yang Diperoleh Dari Media Baru
Sumber: Uses & Grats 2.0: New Gratification for New Media, 2013, S. Shyam Sundar dan Anthony M. Limperos, hal. 508
Titik fokus dari affordances (tindakan yang bisa dilakukan) terletak pada bagaimana implementasi teknologi pada media memberikan sebuah sistem paparan informasi yang dapat dikenali penggunanya menggunakan stimulus berupa bentuk, suara, gambar bergerak, teks, dan yang lainnya, sehingga pengguna dapat berinteraksi melalui media tersebut. Untuk menelaah affordances sebuah media, kita bisa memanfaatkan pendekatan variable-centered (Nass & Mason, 1990:46-67), yang mana melakukan pemilahan sebuah teknologi ke dalam variabel-variabel penting. Untuk media baru telah teridentifikasi empat kelas affordances berdasar pada model MAIN (Sundar, 2008). Model ini terdiri dari Modality, Agency, Interactivity, dan Navigability.
25
Modality atau modalitas merujuk pada bagaimana sebuah media menampilkan informasi dalam proses komunikasi melalui bentuk-bentuk yang ditampilkan pada pengguna media tersebut berupa teks, gambar, suara, dan video. Affordances kedua, Agency atau keterwakilan adalah kemampuan media menjadikan pengguna menjadi agen yang memiliki peran sumber ataupun persebaran informasi melalui jaringan internet. Setelah Agency, berikutnya adalah Interactivity (interaktivitas) yang didefinisikan dengan kemampuan media untuk memediasi interaksi antar pengguna, ataupun dengan media itu sendiri. Affordances yang terakhir di model MAIN adalah Navigability, atau navigabilitas dimana pengguna media dapat melakukan lompatan ke ruang-ruang atau alamat situs lain dalam jaringan internet. Empat kelas affordances di atas memiliki dimensi gratifikasi masing-masing sebagai berikut; Modalitas melingkupi realism, coolness, novelty, dan being there. Keterwakilan berada di dalam agencyenhancement, community building, bandwagon, filtering/tailoring, serta ownness. Selanjutnya
yang ketiga,
Interaktivitas
dikelilingi
oleh
interaction, activity, responsiveness, juga dynamic control. Affordances terakhir, Navigabilitas, merujuk pada dimensi browsing/variety seeking, scaffolds/navigation aids, dan play/fun (Sundar & Limperos, 2013: 513). Setelah menyusun konsep affordances beserta dimensinya pada kerangka teori, maka kita dapat membuat daftar pertanyaan untuk alat ukur (kuesioner) menurut definisi operasional yang dijelaskan di bagian berikut.
Tabel 1 Gratifikasi yang Dimungkinkan dari Media Baru Modality
Agency
Interactivity
Navigability
Realism
Agency-
Interaction
Browsing/Variety
enhancement
Seeking
26
Coolness
Community
Activity
Scaffolds/Navigation
Building
Aids
Novelty
Bandwagon
Responsiveness
Being
Filtering/Tailoring
Dynamic
There
Play/Fun
Control Ownness
Sumber: Uses & Grats 2.0: New Gratification for New Media, 2013, S. Shyam Sundar dan Anthony M. Limperos, hal. 513
H. Definisi Operasionalisasi 1. Proses Pencarian Sumber Informasi Menurut kerangka teori di atas, hal-hal yang mempengaruhi kebutuhan komunikasi massa khalayak adalah lingkungan sosial. Lingkungan sosial tersebut dibagi menjadi tiga bagian dengan ciri-ciri utama yaitu; ciri demografis, afiliasi kelompok, dan ciri-ciri personal. Pada persepsi khalayak, ciri-ciri tersebut melekat menjadi cara pandangnya dalam mencari medium untuk memenuhi kebutuhannya. Kita dapat menguraikan ciri tersebut dalam indikator; usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, pekerjaan yang tengah dijalani, jumlah pengeluaran tiap bulan, dan daerah tempat tinggal. Setelah itu, kita definisikan penggunaan media, yaitu interaksi fisik antara pengguna dan media yang bersangkutan. Indikator yang bisa digunakan;
berapa
kali
dalam
seminggu
mengakses
situs
web
Kanaltigapuluh, bagaimana pola penggunaan media tersebut oleh individu yang mengakses (berapa lama waktu yang digunakan untuk mengakses, perhatian, dan pemahaman terhadap informasi di dalamnya), dan apa cara yang digunakan untuk mengakses media Kanaltigapuluh (via perangkat selular bergerak, personal computer (PC), komputer jinjing, dan lain-lain.) dalam setiap proses mengakses.
27
2. Kerangka MAIN untuk Pengukuran Preferensi Penggunaan Media Baru Setelah mendefinisikan faktor lingkungan yang mempengaruhi kebutuhan informasi khalayak, maka langkah selanjutnya adalah melihat faktor-faktor ekspektasi dari gratification sought (GS) yang dibawa oleh pengguna media tersebut. GS adalah kepuasan yang dicari ketika akan melakukan proses konsumsi media, sehingga diuraikan ke dalam indikator-indikator berdasarkan pada model MAIN sampai membentuk definisi operasional. Perangkat pertama adalah Modality atau Modalitas. Modalitas merujuk pada metode-metode yang berbeda untuk melakukan presentasi (audio atau gambar-gambar) konten media, menunjukan aspek yang berbeda dari sistem persepsi manusia (mendengar atau melihat). Kemampuan internet untuk menawarkan konten dalam bermacam bentuk modalitas (teks, gambar, audio, video) adalah alasan kenapa kita terkadang menyebutnya sebagai “multimedia”. Di bawah model MAIN, “tindakan yang bisa dilakukan” keterwakilan di internet memperbolehkan kita semua menjadi agen atau sumber informasi. Ketika peran gatekeeper secara historis hanya dapat diduduki sedikit orang, sekarang semua orang mampu menjadi gatekeeper dari konten di internet. Lalu perangkat ketiga, Interactivity atau Interaktivitas, Interaktivitas dipahami sebagai “tindakan yang dapat dilakukan”
dimana
memperbolehkan
pengguna
untuk
membuat
perubahan pada waktu yang sesungguhnya pada konten atau medium. “Tindakan yang dapat dilakukan” interaktivitas dimulai dari jantung aktivitas pengguna dengan memperbolehkan pengguna untuk berinteraksi dengan dan melalui medium. Presentasi sajian berita tidak lagi statis, konsumen dapat ikut ambil bagian secara dinamis dalam pemakaian medium tersebut.
28
Navigabilitas adalah “tindakan yang bisa dilakukan” yang memperbolehkan pergerakan pengguna melalui medium. Fakta bahwa internet adalah sebuah ruang daripada hanya sekedar jendela tampilan berarti menuntut pertimbangan rancangan arsitektural dan interior untuk memasuki proses komunikasi dalam medium, membuat sebuah tombol navigasi pada pengalaman online pengguna. Untuk pengukurannya, pemberian skor memakai skala sikap Likert yang memanfaatkan lima alternatif jawaban. Skoring dilakukan dengan cara menentukan skor dari setiap item dalam kuesioner sehingga diperoleh skor total untuk satu kuesioner satu responden. Setelah itu, baru dilakukan interpretasi terhadap hasil. Skor untuk tiap-tiap item adalah: -
Sangat Setuju (SS)
: Skor 5
-
Setuju (S)
: Skor 4
-
Tidak Tahu (TT)
: Skor 3
-
Tidak Setuju (TS)
: Skor 2
-
Sangat Tidak Setuju (STT)
: Skor 1
Berikutnya adalah penentuan item GO, yaitu kepuasan nyata yang diperoleh setelah melakukan proses konsumsi media. Kepuasan yang diperoleh setelah mengakses situs web Kanaltigapuluh dikategorikan sama seperti GS dengan pokok-pokok bahsan beserta dimensi gratifikasinya sesuai dengan apa yang tertulis di tabel 1. Untuk pengukurannya, pemberian skor memakai skala sikap Likert yang memanfaatkan lima alternatif jawaban. Skoring dilakukan dengan cara menentukan skor dari setiap item dalam kuesioner sehingga diperoleh skor total untuk satu kuesioner satu responden. Setelah itu, baru dilakukan interpretasi terhadap hasil. Skor untuk tiap-tiap item adalah: -
Sangat Setuju (SS)
: Skor 5
-
Setuju (S)
: Skor 4
29
-
Tidak Tahu (TT)
: Skor 3
-
Tidak Setuju (TS)
: Skor 2
-
Sangat Tidak Setuju (STT)
: Skor 1
I. Metodologi Penelitian 1. Metodologi Penelitian Penelitian ini memakai metodologi kuantitatif. Metode yang digunakan adalah survei karena metode tersebut memiliki fungsi untuk melakukan evaluasi, dimana tujuan pokoknya adalah: sampai seberapa jauh tujuan yang digariskan pada awal program tercapai atau mempunyai tanda-tanda akan tercapai (Singarimbun, 1987:5). Karena sifat penelitian sosial yang cenderung abstrak, maka diperlukan proses penentuan variabel yang sekiranya tepat untuk digunakan dalam konsep penelitian. Setelah itu, barulah menghitung jumlah responden yang sekiranya mampu mewakili populasi. Responden akan menerima kuesioner sebagai instrumen utama untuk mendapatkan informasi penelitian Metode penelitian survei digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif mengenai opini publik, karakter/sikap, serta fenomena sosial (Purwanto, 2007:59). Metode survei mempunyai kelebihan sebagai teknik penggambaran karakteristik tertentu dari variabel-variabel suatu kasus. Dengan menggunakan metode tersebut, peneliti hendak memberikan gambaran karakteristik dari sebuah populasi, yaitu pengguna media baru dengan konten musik non major label, khususnya pengguna media Kanaltigapuluh.
30
2. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian survei evaluasi formatif dikarenakan sifatnya cenderung melihat dan meneliti pelaksanaan suatu kegiatan, serta mencari umpan balik untuk memperbaiki pelaksanaan program tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengukur tingkat kepuasan pengguna media Kanaltigapuluh dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi kekurangan media tersebut dalam persepsi khalayak, sehingga dapat digunakan sebagai acuan pembenahan ke depannya. Langkah awal yang dilakukan adalah menyusun hipotesis untuk menggambarkan fokus dari penelitian ini.
3. Lokasi Penelitian Dikarenakan penelitian ini meneliti media baru yang mempunyai karakteristik ubikuitas (ketersebaran yang luas tanpa batas fisik geografis), maka kita tidak bisa memberi batasan area penelitian. Seluruh pengguna ataupun pengakses situs web Kanaltigapuluh selama rentang periode yang telah ditentukan, mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi unit sampel penelitian.
4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran angket berstruktur dengan penggunaan kuesioner agar memperoleh data primer soal tingkat kepuasan pengguna media Kanaltigapuluh. Kuesioner di sini berisi daftar pertanyaan yang telah disusun dengan perangkat MAIN dimana perangkat tersebut digunakanuntuk meneliti gratifikasi-gratifikasi dari media baru. Kuesioner harus diisi secara lengkap oleh responden dan akan dibagikan oleh peneliti kepada para pengakses ataupun pengguna situs web Kanaltigapuluh melalui jejaring media sosial facebook beserta twitter dengan memanfaatkan fasilitas google docs. Perkiraan jangka waktu yang
31
diperlukan adalah selama dokumen kuesioner google docs yang diterima kembali peneliti, berjumlah sesuai dengan sampel penelitian. Untuk data sekunder, penulis mencari informasi melalui studi pustaka agar menemukan penjelasan teori yang relevan dengan tujuan penelitian.
5. Populasi dan Sampel Populasi adalah seluruh objek atau individu yang menjadi sasaran penelitian sehingga populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengakses situs web Kanaltigapuluh. Sampel merupakan bagian dari populasi yang diharapkan dapat mewakili sejumlah ciri dari populasi. Pemilihan sampel digunakan untuk mengatasi keterbatasan penulis meneliti seluruh populasi karena kekurangan dana, tenaga, dan waktu. Karena itulah sampel harus dipilih dengan teliti agar benar-benar mampu mewakili populasi (representatif). Dalam penelitian ini, ciri masing-masing individu dalam populasi pengguna media Kanaltigapuluh adalah: -
Pernah mengakses situs web Kanaltigapuluh sebelumnya dan memahami konten apa saja yang ditawarkan dalam situs web tersebut.
-
Pernah mendengarkan radio internet Kanaltigapuluh pada program siaran tertentu atau telah mengetahui jadwal siaran yang tertera dalam situs webnya.
Sampel diambil dari populasi adalah pengunjung situs web Kanaltigapuluh yang berinteraksi melalui jejaring sosial Twitter. Penentuan tersebut dikarenakan pengunjung yang berinteraksi dengan akun Twitter Kanaltigapuluh, diasumsikan ikut mendengarkan radio streaming sehingga mereka mengetahui daftar lagu yang sedang diputar. Sedangkan untuk mendengarkan radio streaming tersebut, pengakses haruslah mengunjungi situs web terlebih dahulu. Dengan begitu, dapat diasumsikan bahwa akun yang berinteraksi di jejaring sosial Twitter
32
pastilah mengkonsumsi konten media Kanaltigapuluh dengan membuka situs web. Sampel diambil dengan dibatasi dan disesuaikan dengan tujuan, menggunakan cara purposive sampling. Semua pengakses situs memiliki kesempatan yang sama asalkan memiliki ciri-ciri populasi di atas. Penghitungan sampel memakai rumus seperti yang dikutip dari Louis M. Rea dan Richard A. Parker (Eriyanto, 2007: 295): [ ( )]
[ (
)] (
)
Z = Mengacu pada nilai z (tingkat kepercayaan). Jika tingkat kepercayaan yang dipakai 90%, nilai z adalah 1.65. Tingkat kepercayaan 95%, nilai z adalah 1.96, sedangkan tingkat kepercayaan 99%, nilai z menjadi 2.58 p(1-p) = Variasi populasi. Variasi populasi di sini dinyatakan dalam bentuk proporsi. Proporsi dibagi ke dalam dua bagian dengan total 100% (atau 1) E = Kesalahan sampel yang dikehendaki (sampling error). Misalnya sampling error 2% atau 0.02 N = Jumlah populasi
Jumlah pengakses rata-rata pengakses situs web Kanaltigapuluh berdasarkan total pengunjung di bulan Januari dan Februari adalah 3.407,5 sehingga dibulatkan menjadi 3.408 orang. Dengan memanfaatkan rumus di atas (tingkat presisi 5% pada tingkat kepercayaan 95%), maka diperoleh sampel sebesar 345 responden. Untuk mengecek hasil perhitungan, peneliti juga memanfaatkan perangkat lunak penghitung sampel yang dapat diakses di www.surveysystem.com/sscalc.htm dimana hasil penghitungan tersebut memiliki hasil yang sama.
33
Kuesioner dikumpulkan dan dijadikan sebagai sebuah data tunggal di perangkat lunak Google Drive. Seluruh responden mengumpulkan 345 kuesioner secara lengkap, dan mengisinya dengan utuh semua pertanyaan di dalamnya. Ini dikarenakan fasilitas dalam dokumen Google Docs yang akan langsung mengoreksi pertanyaan yang tidak diisi. Responden tidak akan bisa melanjutkan mengirim data isian ketika ada kolom jawaban yang kosong, sehingga tidak ditemukan kuesioner dengan kesalahan.
6. Teknik Analisis Data a. Uji Validitas Sebelum seluruh kuesioner disebar sesuai jumlah sampel yang telah ditentukan, diperlukan pengujian validitas terhadap kuesioner. Validitas adalah ukuran ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsinya. Alat ukur dinyatakan memiliki validitas tinggi ketika mampu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan pengukuran. Alat ukur yang digunakan di sini adalah kuesioner sehingga uji validitas bertujuan mengetes apakah pertanyaan dan pernyataan di dalamnya cukup valid sehingga mampu mengungkapkan perihal yang akan diukur. Uji validitas dilakukan pada 30 responden sebagai pra penelitian.
b. Uji Reliabilitas Setelah dilakukan tes validitas terhadap alat ukur, selanjutnya diadakan tes reliabilitas dimana bertujuan menguji ukuran keterpercayaan alat ukur dalam menjalankan fungsinya. Hasil pengukuran dinyatakan dapat dipercaya ketika pelaksanaan uji sebanyak beberapa kali menghasilkan perolehan yang relatif sama. Uji reliabilitas dilakukan terhadap kuesioner yang telah diisi jawaban responden. Kuesioner akan dinyatakan terpercaya jika jawaban-jawaban responden terhitung stabil atau konsisten.
34
c. Uji Analisis Penelitian ini termasuk dalam survei deskriptif. Survei deskriptif digunakan untuk menggambarkan suatu fenomena seakurat mungkin, selain itu digunakan untuk memotret fenomena agar semakin mendekati kenyataan. Setelah kuesioner dan jawaban responden di dalamnya dinyatakan valid, maka dimulai proses penghitungan skor total selisih antara gratification sought dan gratification obtained. Selisih tersebut menjadi evaluasi
nilai
pengharapan
khalayak
terhadap
Kanaltigapuluh.
Penghitungan dilakukan sampai pada level dimensi-dimensi yang menjadi turunan dari masing-masing elemen perangkat modalitas, agensi, interaktivitas, dan navigabilitas.
35