BAB I - FAKULTAS HUKUM

Download serta kemajuan teknologi telekomunikasi dan informasi telah memperluas ... 80an diwarnai dengan perkembangan yang pesat dalam sektor indust...

0 downloads 557 Views 914KB Size
PERANAN YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN INDONESIA (YLKI) TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG)

OLEH :

OLEH :

NI KOMANG JULIET SUCIPTA DEWI NPM :1310121028

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR 2017

PERANAN YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN INDONESIA (YLKI) TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG)

OLEH

OLEH :

NI KOMANG JULIET SUCIPTA DEWI NPM :1310121028

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR 2017 i

PERANAN YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN INDONESIA (YLKI) TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG)

OLEH :

NI KOMANG JULIET SUCIPTA DEWI NPM :1310121028

ii

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar

iii

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat-Nyalah maka skripsi ini dapat terselesaikan dengan judul : “Peranan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Terhadap Perlindungan Konsumen Pengguna Liquefied Petroleum Gas (LPG)”. Skripsi ini ditulis dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum, (S1) Jurusan Ilmu Hukum, pada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar. Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dengan kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat: 1. Bapak Prof. dr. I Dewa Putu Widjana, DAP&E.Sp. Park, Rektor Universitas Warmadewa Denpasar 2. Bapak Dr. I Nyoman Putu Budiartha,S.H.,M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar. 3. Ibu Luh Putu Suryani, S.H.,M.H, Ketua Kaprodi Fakultas Hukum Universitas Warmadewa 4. Bapak Dr. I Nyoman Putu Budiartha,S.H.,M.H., Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang telah membimbing penulis, sehingga skripsi dapat terselesaikan. 5. Bapak, I Nyoman Sutama, S.H.,M.H., Dosen Pembimbing II, yang telah banyak membantu dan memberikan petunjuk, bimbingan dan saran yang sangat berguna sampai akhir penulisan skripsi ini.

iv

6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Dosen beserta seluruh staf pada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, yang telah banyak membantu dan membimbing semasa penulis masih duduk di bangku kuliah. 7. Kepada keluarga tercinta, terutama Bapak dan Ibu serta saudara, yang telah memberikan dorongan semangat, doa, dan materiil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 8. Kepada semua pihak dan rekan-rekan mahasiswa lainnya yang tidak dapat disebutkan

satu

persatu,

yang

telah

banyak

membantu

serta

dukungannya. Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih ada kekurangan dan kelemahannya untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak terutama dosen penguji sangat penulis harapkan untuk bahan perbaikan demi tidak jauhnya penyimpang dari apa yang diharapkan. Dan selanjutnya isi dari skripsi ini merupakan tanggungjawab penulis. Sebagai akhir kata, mudah-mudahan apa penulis dapat paparkan dalam skripsi ini ada manfaatnya bagi kita, khususnya dalam bidang ilmu hukum.

Denpasar, 10 Februari 2017 Penulis,

Ni Komang Juliet Sucipta Dewi NPM :1310121028

v

ABSTRAK

Konsumen dipandang secara material maupun formal makin terasa sangat penting, mengingat semakin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkan dalam rangka mencapai sasaran usaha. Permasalahannya adalah bagaimana peran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen Liquefied Petroleum Gas (LPG)? Dan kendala apa yang dihadapi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen Liquefied Petroleum Gas (LPG)? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen Liquefied Petroleum Gas (LPG). Dan untuk mengetahui kendala yang dihadapi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen Liquefied Petroleum Gas (LPG). Penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatif dengan pendekatan permasalahannya perundang-undangan dan konseptual. Dari hasil pembahasan didapat hasil sebagai berikut: Peran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen Liquefied Petroleum Gas (LPG) adalah YLKI berperan aktif dalam melaksanakan perlindungan hukum kepada konsumen Liquefied Petroleum Gas (LPG) hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus-kasus yang telah di selesaikan oleh YLKI dan program-program kerja dari YLKI yang semuanya sangat berhubungan dengan konsumen khususnya pengguna Liquefied Petroleum Gas (LPG). Kendala-kendala yang dihadapi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen Liquefied Petroleum Gas (LPG) adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang perlindungan konsumen, banyaknya konsumen yang masih membiarkan apabila terjadi pelanggaran terhadap haknya, pemerintah yang masih kurang melakukan pengawasan yang berkelanjutan. Sarannya adalah: Pemerintah hendaknya mengadakan sosialisasi lebih intensif terhadap undang-undang No. 8 tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen, agar warga masyarakat mengetahui hak dan kewajibannya sebagai konsumen Gas LPG serta sadar dan tanggap bila ada pelanggaran dari pihak pengusaha. Kepada masyarakat yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha dalam pemakaian gas LPG seperti adanya pengoplosan gas LPG dari 3 kg ke 12 kg. karena adanya disparitas harga atau timbangan gas yang tidak tepat yang dilakukan oleh agenagen LPG yang nakal, dapat melaporkan pelanggaran itu kepada YKLI di tempat masing-masing atau ke pihak kepolisian setempat. Kata Kunci : Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Perlindungan Konsumen. Liquefied Petroleum Gas (LPG)

vi

ABSTRACT

Consumer looked into materially and also formal more and more felt of vital importance, considering progressively science speed and technology representing activator to producer efficiency and productivity of yielded service or goods in order to reaching target of is effort. Its problems is how role of Institution Institute Consumer Indonesia (YLKI) in giving protection of law to consumer of Liquefied Petroleum Of Gas (LPG)? And constraint what faced by Institution Institute Consumer Indonesia (YLKI) in giving protection of law to consumer of Liquefied Petroleum Of Gas (LPG)? Intention of this research is to know role of Institution Institute Consumer Indonesia ( YLKI) in giving protection of law to consumer of Liquefied Petroleum Of Gas (LPG). And to know constraint faced by Institution Institute Consumer Indonesia (YLKI) in giving protection of law to consumer of Liquefied Petroleum Of Gas (LPG). This Research represent type research of law of normatif with approach of its problems of legislation and is conceptual. Than result of solution got by the following result: Role Of Institution Institute Consumer Indonesia (YLKI) in giving protection of law to consumer of Liquefied Petroleum of Gas (LPG) is YLKI share active in executing protection of law to consumer of Liquefied Petroleum of Gas (this LPG) Matter can be seen from to the number of cases which have in finishing by YLKI and work plans of all YLKI very relate to consumer specially consumer of Liquefied Petroleum of Gas (LPG). Constraints faced by Institution Institute Consumer Indonesia ( YLKI) in giving protection of law to consumer of Liquefied Petroleum of Gas (LPG) is the lack of knowledge of society about is consumerism, to the number of consumer which still let in the event of collision to its rights, government which still less is conducting of going concern observation. Its suggestion is: Government shall perform a socialization more intensive to code of No. 8 year 1999, about is Consumerism, so that society citizen know its rights and obligations as Gas consumer of LPG conscious and also and listen carefully if (there are) any collision of entrepreneur side. To society which feel getting disadvantage by perpetrator of is effort in usage of gas of LPG like existence of pengoplosan of gas of LPG from 3 sink to 12 sink. caused by price disparitas or imprecise gas weighing-machine which conducted by agents of LPG naughty, can report that collision to YKLI in place each or to local police side.

Keyword : Institution Institute Consumer Indonesia (YLKI), Consumerism. Liquefied Petroleum of Gas (LPG).

vii

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL .....................................................................

i

HALAMAN PENGAJUAN ..............................................................

ii

HALAMAN PERSETUJUAN/PENGESAHAN .......................................

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................

iv

KATA PENGANTAR ...................................................................

v

ABSTRAK ................................................................................

vii

ABSTRACT ..............................................................................

viii

DAFTAR ISI .............................................................................

ix

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN ....................................................................

1

1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................

1

1.2. Rumusan Masalah ...........................................................

7

1.3. Tujuan Penelitian ...........................................................

7

1.3.1. Tujuan umum .......................................................

7

1.3.2. Tujuan khusus .....................................................

8

1.4. Kegunaan Penelitian ......................................................

8

1.4.1. Kegunaan teoretis ................................................

8

1.4.2. Kegunaan praktis .................................................

8

1.5. Tinjauan Pustaka ..........................................................

9

1.6. Metode Penelitian .........................................................

13

1.6.1. Tipe penelitian dan pendekatan masalah ................

13

1.6.2. Sumber bahan hukum .........................................

14

1.6.3. Teknik pengumpulan bahan hukum ......................

14

1.6.4. Analisis bahan hukum .........................................

15

BAGAIMANA PERAN YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN INDONESIA (YLKI) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG) ..................................

16

2.1.

16

Hubungan Hukum Pelaku Usaha dengan Konsumen .................

viii

BAB III

BAB IV

2.2.

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha dan Konsumen .....................

18

2.3.

Peran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) .................

26

KENDALA APA YANG DIHADAPI YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN INDONESIA (YLKI) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG) ...........................

36

3.1. Kendala Penyelesaian Sengketa terhadap Konsumen ..................

36

3.2. Upaya Penyelesaian Sengketa terhadap Konsumen ....................

42

SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................

53

4.1

Simpulan ......................................................................................

53

4.2

Saran .............................................................................................

54

DAFTAR BACAAN

ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan suatu bagian dari kehidupan masyarakat yang hidup saling berdampingan dengan yang lainnya. Oleh karena itu seringkali terjadi hubungan di antara manusia yang satu dengan yang lainnya, seiring dengan perkembangan perekonomian serta kemajuan teknologi yang begitu pesat, sehingga dikenal dengan istilah konsumen yang memicu meningkatnya kebutuhan masyarakat akan produk barang dan/atau jasa. Adanya globalisasi serta kemajuan teknologi telekomunikasi dan informasi telah memperluas bagian dari ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut, para pelaku usaha menghasilkan begitu banyak variasi barang dan/atau jasa yang dihasilkan. Pada era ini diperkirakan persaingan di Indonesia akan menjadi semakin tajam dalam hal memperebutkan pasar karena Indonesia merupakan pasar yang berpotensi bagi produk luar negeri. Pendirian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang selanjutnya ditulis YLKI didasari pada perhatian atas kelangkaan produk nasional yang berkualitas dan kecenderungan memilih dan berbelanja produk impor di era tahun 70 an, serta perhatian terhadap perlunya pemberdayaan bangsa dan produksi dalam negeri. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dimunculkan oleh figurfigur yang telah ikut berjasa dalam masa perjuangan kemerdekaan. Keberadaan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) diharapkan tidak hanya dapat mendorong penggunaan produk dalam negeri di tengah maraknya keberadaan 1

produk impor, tetapi juga memperkuat posisi konsumen. Berbeda dengan gerakan konsumen di negara-negara maju, gerakan konsumen di Indonesia tidak hanya berfokus pada kepentingan konsumen semata, sebagai suatu negara berkembang, dimana produsen juga dianggap masih berada pada tahap pertumbuhan,

diperlukan sudut pandang yang seimbang untuk menilai

kepentingan konsumen dan produsen. Dukungan Presiden dan Gubernur Jakarta pada masa itu merupakan pendorong bagi keterlibatan lembaga Pemerintah lainnya dalam kegiatan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bergabung dengan Organisasi Konsumen Internasional (International Organization of Consumer‟s Union – IOCU) sejak 15 Maret 1974, dan telah menjadi Anggota Penuh dari Organisasi yang sekarang dikenal sebagai Consumers International (CI). Pertumbuhan ekonomi nasional pada era tahun 70an sampai awal tahun 80an diwarnai dengan perkembangan yang pesat dalam sektor industri, tetapi belum disertai dengan peningkatan kualitas barang dan jasa. Dalam masa kini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memusatkan kegiatannya untuk melakukan pengawasan atas kualitas berbagai barang dan jasa yang beredar di pasaran, yang sebagian besar masih belum memenuhi standar. Berbagai masukan yang diberikan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bagi Pelaku Usaha dan Pemerintah sangat penting bagi perbaikan dan penetapan standar mutu. Pada era 80an, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengembangkan kesadaran baru atas pentingnya melibatkan masyarakat secara langsung dalam upaya memperkuat jaringan yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan perlindungan konsumen. Pada periode ini Yayasan Lembaga Konsumen

2

Indonesia (YLKI) mengerahkan segala upayanya untuk pembangunan jaringan, pengembangan institusi serta pemahaman ideologi gerakan konsumen atau konsumerisme. Kekuatan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga difokuskan untuk mendesakkan sebuah kebijakan strategis dan mendasar agar negeri ini mempunyai Undang-undang Perlindungan konsumen. Pada era 90an, ketika Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) telah menjadi hukum positif di Indonesia, agenda terbesar Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) adalah agar UUPK mampu menjadi produk hukum yang efektif untuk melindungi konsumen. Periode ini juga merupakan masa di mana YLKI menjalankan peranan penting dalam pengawasan atas efek negatif dari pemberlakuan perdagangan bebas dalam era globalisasi, antara lain dalam menghadapi privatisasi berbagai komoditas publik yang berpotensi menjadi instrumen efektif untuk mereduksi hak-hak konsumen. Dalam resolesi/putusan ini kepentingan konsumen yang harus dilindungi meliputi: a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya. b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen. c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pribadi. d. Pendidikan konsumen e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen1 Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang secara popular dipandang sebagai perintis advokasi / aksi sosial konsumen di Indonesia berdiri pada kurun waktu itu, yakni 11 Mei 1973. 1

Celina Tri Siwi Kristyanti, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinargrafika, Jakarta. hal 9

3

“Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar- besarnya oleh pelaku usaha melalui jalan promosi, cara penjualan, serta perjanjian standar yang merugikan konsumen”.2

Hal tersebut bukan hanya

gejala regional saja, tetapi menjadi permasalahan yang mengglobal dan melanda seluruh konsumen di dunia. “Hal ini disebabkan karena kurangnya pendidikan konsumen dan rendahnya kesadaran akan hak dan kewajibannya.”3 “Kedudukan konsumen pada umumnya masih lemah dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan daya tawar, karena itu sangatlah dibutuhkan adanya undang-undang yang melindungi kepentingan-kepentingan konsumen yang selama ini terabaikan”.4 “Timbulnya kesadaran konsumen yang telah melahirkan

salah satu

cabang baru dalam ilmu hukum yaitu hukum perlindungan konsumen yang dikenal juga dengan hukum konsumen (consumers law)”5 Perlindungan konsumen dipandang secara material maupun formal makin terasa sangat penting, mengingat semakin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkan dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai dua hal tersebut, akhirnya baik langsung maupun tidak langsung konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan dampaknya. Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang

2 Susanti Adi Nugroho, 2008, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Jakarta Kencana, hal 1 3

N.H.T Siahan, 2005, Perlindungan konsumen dan tanggung jawab Produk, Panta Rei, Jakarta,

4

Abdul

hal 14.

Halim

Barkatulah,

2008,

Perkembangan Pemikiran, Nusa Media, hal 19

Hukum

Perlindunngan

Konsumen Kajian

Teoritis

dan

5 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, 2001, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal 11-12

4

penting dan mendesak untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat

sedemikian

kompleksnya

permasalahan

yang

menyangkut

perlindungan konsumen. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa : Perlindungan konsumen merupakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 2 UUPK yang mendefinisikan: Konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pembangunan nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan barang dan/atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen.6 Kerugian-kerugian yang timbul dan dialami oleh konsumen tersebut dapat terjadi sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen dengan konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh produsen. Perjanjian-perjanjian yang dilakukan antara pihak tidak selamanya dapat berjalan mulus dalam arti masing-masing pihak yang puas, karena kadang-kadang pihak penerima tidak menerima barang dan atau jasa sesuai dengan harapannya. “Apabila pembeli yang dalam hal ini konsumen tidak menerima barang atau jasa sesuai dengan yang diperjanjikan maka produsen

6

telah

melakukan

wanprestasi,

sehingga

konsumen

mengalami

Az Nasution, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta, hal 46

5

kerugian”.7 Salah satu contoh yang saat ini sedang marak terjadi adalah masalah perlindungan

konsumen

terhadap

kejadian

meledaknya

tabung

Liquified

Petroleum Gas (LPG) dan kurangnya isi Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang saat ini mulai meresahkan masyarakat, terutama kalangan masyarakat menengah kebawah yang memang sering menggunakan tabung gas Liquefied Petroleum

Gas (LPG). Jika pemerintah semata-mata hanya mengejar pencapaian target penghematan subsidi minyak tanah tersebut tanpa diikuti oleh aksi pengawasan fisik secara ketat dan penataan distribusi terhadap tabung gas Liquefied

Petroleum Gas (LPG), maka rakyatlah yang akan dirugikan. Selama beberapa tahun program konversi tersebut berlangsung, justru semakin banyak korban yang berjatuhan akibat maraknya insiden tabung Liquefied Petroleum Gas (LPG) meledak. Bukan saat ini saja muncul banyak kasus. Sejak tabung Liquified Petroleum Gas (LPG) dibagikan secara gratis oleh pemerintah tahun 2007, frekuensi kecelakaan pada pengguna gas tabung Liquefied Petroleum Gas (LPG) tersebut ternyata cukup tinggi. Terjadi 61 kasus di tahun 2008 dan 51 insiden di tahun 2009. Hingga bulan Mei 2010 saja sudah tercatat ada 33 kasus tabung gas

Liquefied Petroleum Gas (LPG) meledak. Jika demikian faktanya, maka program konversi minyak tanah ke

Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang digagas pemerintah saat ini sudah tidak lagi menyejahterakan rakyat. Malah sebaliknya, jika pemerintah tidak segera melakukan evaluasi secara komperesif, dikawatirkan kedepannya akan semakin banyak rakyat kecil menjadi korban. 7 Ahmadi Miru, 2001, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 1

6

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian atau kajian secara ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “PERANAN YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN INDONESIA (YLKI) TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA GAS LIQUIFIED PETROLEUM GAS (LPG)”

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka Rumusan masalah yang diangkat yaitu : 1. Bagaimana peran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen Liquefied Petroleum

Gas (LPG)? 2. Kendala apa yang dihadapi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen Liquefied

Petroleum Gas (LPG)? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulisan skripsi ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu : 1.3.1. Tujuan Umum 1. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya dalam hal bidang penelitian 2. Untuk memperoleh gelar sarjana di bidang ilmu hukum 3. Untuk melatih diri dalam penulisan karya ilmiah

7

4. Untuk mengembangkan diri pribadi mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui peran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen Liquified Petroleum Gas (LPG) 2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bagi konsumen Liquified Petroleum Gas (LPG). 1.4. Kegunaan Penulisan 1.4.1. Kegunaan Secara Teoritis Peneliti ini secara teoritis diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan kontribusi yang positif dalam mengembangkan ilmu hukum terutama tentang Peranan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terhadap Perlindungan Konsumen Pengguna Liquefied petroleum Gas (LPG). 1.4.2 Kegunaan Praktis Secara Praktis, peneliti ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi antara lain bagi pemerintah, akademisi, notaries dan masyarakat umum. Manfaat yang diberikan yaitu terkait dengan Peranan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terhadap Perlindungan Konsumen Pengguna Liquefied petroleum Gas (LPG).

8

1.5. Tinjauan Pustaka Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) adalah organisasi nonpemerintah yang didirikan pada tanggal 11 Mei 1993. Tujuan berdirinya Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya. Adapun tugas Yayasan Lembaga konsumen Indonesia menurut Pasal 44 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen yaitu : 1. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati - hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa 2. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya; 3. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen 4. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen 5. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Konsumen adalah tiap orang yang memakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain ataupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dalam Pasal 1 butir 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa : Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun secara bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

9

Pada hakekatnya terdapat dua instrument hukum yang penting yang menjadi landasan kebijakan hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu : 1. Undang-Undang Dasar 1945 Sebagai sumber dari segala hukum di Indonesia,

undang-undang

dasar

1945

mengamanatkan

bahwa

pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui system pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. 2. Undang-Undang no. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK) Lahirnya undang - undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita pada suatu barang atau jasa. UUPK menjamin segala kepastian hukum bagi konsumen. Tujuan Perlindungan konsumen di antaranya yaitu Sesuai dengan pasal 3 Undang-Undang Perlindungan konsumen, yaitu: 1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. 2. Meningkatkan harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif dari penggunaan barang dan atau jasa. 3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak haknya sebagai konsumen. 4. Menciptakan perlindungan pasien yang mengandung unsure kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapat informasi, 5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha, 6. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

10

Peraturan

perlindungan konsumen

Sebenarnya

kita semua

tanpa

terkecuali berkepentingan dalam perlindungan ini, karena kita semua merupakan konsumen. Pada dasarnya yang memerlukan perlindungan adalah semua barang dan jasa yang diperlukan oleh seorang konsumen bagi dirinya dan diperolehnya dari pihak yang lain baik dengan jalan membeli, memberi imbalan ataupun yang diperoleh secara gratis. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang lisan maupun yang tertulis. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Dalam menjalankan dan memberikan perlindungan hukum dibutuhkannya suatu tempat atau wadah dalam pelaksanaannya yang sering disebut dengan sarana perlindungan hukum. Sarana perlindungan hukum dibagi menjadi dua macam yang dapat dipahami, sebagai berikut: 1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati - hati dalam

11

mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi atau tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Di Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif. 2. Sarana Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Peradilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu

dan

bersumber

dari

konsep

tentang

pengakuan

dan

perlindungan terhadap hak - hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep - konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak - hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak - hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak - hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum. Pada saat ini bahan bakar merupakan kebutuhan yang penting bagi masyarakat Kepentingan tersebut digunakan untuk memperlancar kegiatan dalam kebutuhan sehari - hari. Dari bahan bakar tersebut dapat dihasilkan energi yang dapat membantu kehidupan manusia. Bahan bakar sendiri memiliki jenis bermacam-macam di antaranya minyak bumi dan gas alam. Liquefied Petroleum

Gas (LPG) merupakan bahan bakar berupa gas yang dicairkan merupakan produk

12

minyak bumi yang diperoleh dari proses distilasi bertekanan tinggi. Fraksi yang digunakan sebagai umpan dapat berasal dari beberapa sumber yaitu dari Gas alam maupun Gas hasil dari pengolahan minyak bumi (Light End). Komponen utama Liquefied Petroleum Gas (LPG) terdiri dari Hidrokarbon ringan berupa Propana (C3H8) dan Butana (C4H10), serta sejumlah kecil Etana (C2H6,) dan Pentana (C5H12).

Liquefied Petroleum Gas (LPG) digunakan sebagai bahan bakar untuk rumah tangga dan industri. Liquefied Petroleum Gas (LPG) terutama digunakan oleh masyarakat tingkat menengah keatas yang kebutuhannya semakin meningkat dari tahun ketahun karena termasuk bahan bakar yang ramah lingkungan. Sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga, Liquefied

Petroleum Gas (LPG) harus memenuhi beberapa persyaratan khusus dengan tujuan agar aman dipakai dalam arti tidak membahayakan bagi si pemakai dan tidak merusak peralatan yang digunakan serta effisien dalam pemakaiannya. 1.6. Metode Penelitian 1.6.1. Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah merupakan tipe penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filososfi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan.8

8 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 101-102.

13

Sedangkan pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan

dan

pendekatan

konseptual

yaitu

menganalisis

permasalahan yang akan dibahas melalui konsep-konsep hukum yang diambil dan buku-buku serta literatur-literatur maupun dengan pendekatan kasus-kasus yang ada relevansinya dengan permasalahan. 1.6.2. Sumber Bahan Hukum Bahan hukum adalah suatu hal yang sangat penting di dalam menyusun suatu karya ilmiah dalam bidang ilmu hukum yaitu digunakan untuk menunjang kebenaran. Dalam penulisan ini bahan hukum diperoleh dari : 1. Bahan hukum primer, yaitu sumber bahan hukum berasal dari UU No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, Undang-undang dasar 1945, Kitab Undang-undang hukum Perdata. 2. Bahan hukum sekunder, penelitian kepustakaan berupa buku-buku literature, jurnal-jurnal hukum, karya para sarjana, surat kabar, serta Peraturan

Perundang-Undangan

yang

berkaitan

dengan

masalah

Perlindungan Konsumen. 1.6.3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Adapun metode pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah dengan metode pencatatan artinya bahan hukum yang dikumpulkan diklasifikasi sesuai jenis bahan hukum yang akan digunakan seperti : teori-teori hukum, jurnal hukum dan pandangan-pandangan ahli hukum, demikian juga dengan perundang-undangan yang terkait.

14

1.6.4. Analisis bahan hukum Setelah bahan hukum yang dibutuhkan terkumpul, maka bahan hukum tersebut akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode pengolahan bahan hukum secara sistematis yaitu argumentasi hukum berdasarkan logika deduktif dan induktif. Penyajiannya dilakukan secara deskriptif analisis yaitu suatu analisis bahan hukum yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis kemudian diuraikan dalam bentuk skripsi.

15

BAB II PERAN YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN INDONESIA (YLKI) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG) 2.1. Hubungan Hukum Pelaku Usaha dengan Konsumen Hubungan hukum (rechtbetrekkingen) “adalah hubungan antara dua subyek hukum atau lebih mengenai hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.”9 Hubungan hukum dapat terjadi antara sesama subyek hukum dan antara subyek hukum dengan benda. Hubungan antara sesama subyek hukum dapat terjadi antara orang, orang dengan badan hukum, dan antara sesama badan hukum. “Hubungan hukum antara subyek hukum dengan benda berupa hak apa yang dikuasai oleh subyek hukum itu atas benda tersebut, baik benda berwujud, benda bergerak, atau benda tidak bergerak.”10 “Hubungan hukum memiliki syarat-syarat yaitu adanya dasar hukum dan adanya peristiwa hukum.”11 Menurut Ernest Barker, agar hak-hak konsumen itu sempurna harus memenuhi 3 (tiga) syarat, yakni hak itu dibutuhkan untuk perkembangan manusia, hak itu diakui oleh masyarakat dan hak itu dinyatakan demikian dan karena itu dilindungi dan dijamin oleh lembaga negara.12 Di Indonesia hak-hak konsumen diatur di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), terutama huruf b yang menyatakan “hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta 9

Soeroso R., 2006, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal. 269.

10

Peter Mahmud Marzuki, 2012, Pengantar Ilmu Hukum, Prenada Media Grup, Jakarta, hal. 254

11

R. Soeroso., 2006, Op.cit., hal. 271

12

Adrian Sutendi, ,2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor, hal. 50

16

jaminan yang dijanjikan”, dan huruf c menyatakan bahwa “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”. Dengan menggunakan kedua ayat pada Pasal 4 UUPK ini, maka dapat diketahui bahwa konsumen berhak atas segala janji yang dijanjikan oleh pelaku usaha dalam mempromosikan barang dan/atau jasa serta berhak atas segala informasi terkait dengan barang dan/atau jasa. Untuk itu dapat dikatakan bahwa pelaku usaha di sisi lain berkewajiban untuk menepati janji-janji serta memberikan segala informasi terkait barang dan/atau jasa. Selain pengaturan mengenai hak-hak konsumen, diatur juga mengenai kewajiban dari pelaku usaha pada sebagaimana Pasal 7 huruf b UUPK menyatakan bahwa: Kewajiban pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, dimana kewajiban dari pelaku usaha tersebut dapat dilihat juga sebagai hak dari konsumen. Pelaku usaha dalam memberikan informasi barang atau jasa harus memperhatikan ketentuan dari Pasal 9 dan 10 UUPK bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar. Mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan sebelum konsumen membeli atau mempergunakan barang atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Berkaitan dengan hal tersebut, hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen telah terjadi ketika pelaku usaha memberikan janji-janji serta informasi-informasi terkait barang dan/atau jasa, karena sejak saat itulah timbul

17

hak dan kewajiban para pihak, baik pelaku usaha dan konsumen. Hubungan hukum tersebut didasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUHPer), dimana pelaku usaha telah sepakat terhadap apa yang dijanjikan pada saat memberikan janji-janji pada sebuah iklan, ataupun selebaran atau brosur, sehingga janji-janji tersebut akan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Peristiwa hukum yang terjadi terhadap pelaku usaha dengan konsumen tersebut adalah perdagangan baik barang ataupun jasa. 2.2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha dan Konsumen Perlunya kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin adanya kepastian hukum. Sedangkan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara seimbang. Kedudukan konsumen yang lemah tersebut maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dilahirkan sebagai instrumen hukum yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pihak konsumen. Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen

menegaskan

bahwa:

“konsumen

berhak

atas

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa serta berhak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif”.13 Perlindungan, keadilan, dan kesejahteraan tersebut ditujukan pada subyek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban Perlindungan hukum terhadap 13

hal.1.

Janus Sidabalok, 1999, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Paulinus Josua, Medan,

18

konsumen adalah sebuah penegakan hukum yang membutuhkan pengaturan berupa ancaman si pelanggar. Hal ini tercermin di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang merupakan suatu perundang-undangan di Indonesia dengan kepentingan pemberian perlindungan kepada konsumen dan menurut Munir Fuadi bahwa: apabila suatu hukum telah ditegakkan terhadap seseorang, berarti suatu langkah untuk merealisasi kebahagiaan masyarakat luas telah diambil, sekaligus pula terwujudnya suatu langkah kesengsaraan (penggerogotan kebahagiaan) terhadap pihak melanggar ketentuan hukum.14 Hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen yang sering terjadi hanya sebatas kesepakatan lisan mengenai harga barang dan atau jasa tanpa diikuti dan ditindaklanjuti dengan suatu bentuk perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak. Ketentuan umum mengenai bentuk perjanjian tersebut diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Suatu perjanjian memang tidak diharuskan untuk dibuat secara tertulis kecuali untuk perjanjianperjanjian tertentu yang secara khusus disyaratkan adanya formalitas ataupun perbuatan (fisik) tertentu. Suatu perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata yaitu suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih melibatkan satu orang lain atau lebih. Sedangkan untuk syarat sahnya suatu perjanjian ditegaskan dalam pasal 1320 KUH Perdata, bahwa perjanjian sah jika : 1. Dibuat berdasarkan kata sepakat dari pihak, tanpa adanya paksaan kekhilafan maupun penipuan; 2. Dibuat oleh mereka yang cakap untuk bertindak dalam hukum; 3. Memiliki objek perjanjian yang jelas; dan 4. Didasarkan pada klausula yang halal.

14 Munir Fuadi, 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 22.

19

Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena

alasan-alasan

yang

ditentukan

oleh

Undang-Undang

dan

suatu

persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338 KUH Perdata). Alasan pokok terjadinya hubungan hukum perjanjian antara konsumen dan pelaku

usaha

yaitu

kebutuhan

akan

barang

dan

atau

jasa

tertentu.

Pelaksanaannya senantiasa harus menjaga mutu suatu produk agar konsumen dapat menikmati penggunaan, pemanfaatan, dan pemakaian barang dan atau jasa tersebut secara layak. Dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur hak dan kewajiban pelaku usaha. Pengertian pelaku usaha tercantum dalam Pasal 1 Nomor 3 UndangUndang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa : Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha baik-baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang diberikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara RI, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Sedangkan dalam penjelasan UUPK yang termasuk pelaku usaha yaitu perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lainlain. Jadi pengertian pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut luas sekali, karena pengertiannya tidak dibatasi hanya pabrikan saja, melainkan juga para distributor (dan jaringannya), serta termasuk para importir

20

Di dalam menjalankan usahanya pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Pengaturan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pelaku usaha dapat bersumber pada peraturan perundangan yang bersifat umum dan juga perjanjian/kontrak yang bersifat khusus. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah: 1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; 3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; 4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya. Sedangkan kewajiban-kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah: 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; 2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; 3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; 5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; 6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

21

Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha. Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab UndangUndang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik, karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha. Kewajiban-kewajiban pelaku usaha juga sangat erat kaitannya dengan larangan dan tanggung jawab pelaku usaha. Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer (InggrisAmerika) atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau

consument itu tergantung dalam posisi dimana ia berada. “Secara harfiah arti kata consumer itu adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang, tujuan penggunaan barang atau jasa itu nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut.”15 Begitu pula kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen. Konsumen dapat dibedakan berdasarkan unsur kegunaan yang dikenal konsumen antara dan konsumen akhir. Perbedaan ini tergantung untuk kegunaan apakah suatu barang atau jasa itu diperlukan. Apabila kegunaan itu untuk tujuan memproduksi barang atau jasa untuk di jual kembali (tujuan komersil).

15

AZ. Nasution, 2007, Op.cit., hal. 3.

22

Pengertian

konsumen

dalam

Pasal

1

Nomor

2

Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, bahwa batasan konsumen yaitu : Setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen sebagai peng-Indonesia-an dari istilah asing, Inggris consumer dan Belanda consument, secara harfiah diartikan sebagai orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau penggunaan jasa tertentu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang, ada juga yang mengartikan setiap orang yang menggunakan barang atau jasa. Dari pengertian di atas terlihat bahwa ada pembedaan antara konsumen sebagai orang alami atau pribadi kodrati dengan konsumen sebagai perusahaan atau badan hukum. Pembedaan ini penting untuk membedakan apakah konsumen tersebut menggunakan barang tersebut untuk dirinya sendiri atau tujuan komersial.16 Penjelasan Undang-Undang Perlindungan Konsumen bahwa pengertian konsumen adalah konsumen akhir. Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen ialah pembeli, istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian konsumen jelas lebih luas daripada pembeli. “Luasnya pengertian konsumen dilukiskan secara sederhana oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Johm F. Kennedy dengan mengatakan Consumers by

definition include us all.17 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan juga sejumlah hak dan kewajiban konsumen yang mendapat jaminan

16 Abdul Halim Barkatulah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Kajian Teoretis dan Perkembangan Pemikiran, FH Unlas Press, Banjarmasin, hal. 7 17 Mariam Darus Badrulzaman, 1985, Perlindungan Terhadap Konsumen dilihat dari Sudut Perjanjian Baku (Standar) dalam BPHN Simposium Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen, Binacipta, Jakarta.

hal. 57

23

dan perlindungan hukum. Sebagai pemakai barang dan atau jasa, konsumen memiliki hak dan kewajiban yang sangat penting untuk dapat bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri ketika hak-haknya dilanggar oleh pelaku usaha. Setiap konsumen tidak hanya mempunyai hak yang bisa dituntut dari pelaku usaha, tetapi juga kewajiban yang harus dipenuhi atas diri pelaku usaha. Bob

Widyahartono

menyebutkan

bahwa

deklarasi

hak

konsumen

yang

dikemukakan oleh John F. Kennedy tanggal 15 Maret 1962, menghasilkan empat hak dasar konsumen yang meliputi hak-hak sebagai berikut: 1. Hak untuk mendapat keamanan (the right to safety); 2. Hak untuk memperoleh informasi (the right to be informed); 3. Hak untuk memilih (the right to choose); 4. Hak untuk didengar (the right to be heard)

18

Jika dihubungkan dengan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, distributor maupun retailer mempunyai kedudukan yang sama. Hak dan kewajiban mereka seperti yang tercantum dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang mengatur hak dan kewajiban pelaku usaha terhadap konsumen. Sedangkan bila dihubungkan dengan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, maka distributor maupun trailer tidak termasuk dalam pengertian konsumen, karena tujuan mereka memperoleh barang tidak bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan bermaksud untuk diperdagangkan. Hak dan kewajiban mereka tidak sama seperti yang tercantum dalam Pasal 4 dan

18

Happy Susanto, 2008, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta Selatan, Visi Media, hal. 24

24

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, kedua Pasal tersebut hanya berlaku bagi konsumen akhir. Kewajiban-kewajiban konsumen yang diatur dalam Pasal 5 UU PK adalah: 1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. Tidak bisa dipungkiri bahwa seringkali konsumen tidak memperoleh manfaat yang maksimal, atau bahkan dirugikan dari mengkonsumsi suatu barang/jasa. Namun setelah diselidiki, kerugian tersebut terjadi karena konsumen tidak mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian yang telah disediakan oleh pelaku usaha. 2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa Tak jarang pula konsumen tidak beritikad baik dalam bertransaksi atau mengkonsumsi barang. Hal ini tentu saja akan merugikan khalayak umum, dan secara tidak langsung si konsumen telah merampas hak-hak orang lain. 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Ketentuan ini sudah jelas, ada uang, ada barang. 4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, patut diartikan sebagai tidak berat sebelah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada prinsipnya kewajiban tersebut bermaksud agar konsumen sendiri dapat memperoleh hasil yang optimum atas perlindungan dan atau kepastian hukum baginya. Mengenai hubungan antara pabrikan dengan distributor dan atau trailer terdapat satu Pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang mengatur tentang distributor tersebut, yaitu Pasal 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang menyatakan sebagai berikut : Pasal 24 ayat (1) Pelaku usaha yang menjual barang dan atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan atau gugatan konsumen apabila : a) Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang dan atau jasa tersebut. b) Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan atau jasa yang 25

dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi. Ayat (2) Pelaku usaha sebagaimana pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan atau jasa tersebut”. Pasal 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen tersebut tidak lain bermaksud agar konsumen tetap terlindungi, sehingga hubungan antara pelaku usahapun patut diatur. Hal tersebut penting artinya bagi konsumen seandainya dirugikan oleh pelaku usaha, karena Pasal ini memberikan kepastian hukum bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban memberikan ganti rugi kepada konsumen dan sebaliknya konsumen akan tetap dapat mengajukan tuntutan kepada pelaku usaha walaupun sesungguhnya yang telah melakukan perubahan pada barang yang diproduksi adalah pelaku usaha lain (misalnya distributor ataupun trailer). 2.3. Peran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Dilihat dari sejarahnya, dengan lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang selanjutnya ditulis YLKI tanggal 11 Mei 1973. Secara historis, pada awalnya yayasan ini berkaitan dengan rasa mawas diri. Terhadap promosi untuk memperlancar barang-barang dalam negeri. “Adanya keinginan dan desakan masyarakat untuk melindungi dirinya dari barang yang rendah mutunya telah memacu untuk memikirkan secara sungguh-sungguh usaha untuk melindungi konsumen ini, dan mulailah gerakan untuk merealisasikan cita-cita.”19

19

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001, Op.cit., hal. 23

26

Sebagai suatu konsep, konsumen telah diperkenalkan beberapa puluh tahun lalu di berbagai negara dan sampai saat ini sudah puluhan negara memiliki undang-undang atau peraturan khusus yang memberikan perlindungan kepada konsumen. Sejalan dengan perkembangan itu, berbagai negara telah pula menetapkan hak-hak konsumen yang digunakan sebagai landasan pengaturan perlindungan kepada konsumen.20 Dengan

berdirinya

YLKI

muncul

dari

sekelompok

kecil

anggota

masyarakat yang diketuai oleh Lasmidjah Hardi. Yang semula justru bertujuan mempromosikan hasil produksi Indonesia. Ajang promosi yang diberi nama pekan swakarya ini menimbulkan ide bagi mereka untuk mendirikan wadah bagi gerakan perlindungan konsumen di Indonesia. Keberadaan YLKI diarahkan pada usaha meningkatkan kepedulian kritis konsumen atas hak dan kewajibannya, dalam upaya melindungi dirinya sendiri, keluarga, serta lingkungannya. “Metode kerja YLKI baru pada penelitian terhadap sejumlah produk barang dan jasa kemudian diperlihatkan hasilnya kepada masyarakat. Gerakan ini belum mempunyai

kekuatan

lobi

untuk

memberlakukan

atau

mencabut

suatu

peraturan”.21 Tugas YLKI dalam Melindungi Konsumen tercantum dalam pasal 44 angka 3 UUPK Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat adalah: 1. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban serta kehati-hatian konsumen, dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. 2. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukan. 3. Bekerjasama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen. 4. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen. 5. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.

20

Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2014, Op.cit., hal. 22

21

Sidharta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, hal. 91

27

Tugas utama dari YLKI yaitu memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukan. Pemberian nasihat kepada konsumen ini maksudnya adalah pemberian nasihat dari YLKI kepada konsumen yang memerlukan secara lisan atau tertulis agar konsumen dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. YLKI juga harus membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan. YLKI memberikan bantuan gratis bagi konsumen yang merasa tidak puas atas produk dan layanan yang diperoleh, serta memastikan perlindungan atas hak-hak mereka. Pengaduan dapat disampaikan secara langsung, melalui surat, telepon, faksimili dan e-mail, atau melalui media massa. Bidang pengaduan YLKI menampung keluhan konsumen yang kecewa terhadap produsen barang atau penyelenggara jasa tertentu. YLKI juga memberikan bantuan untuk membawa perkara terkait ke pengadilan, bila proses mediasi atau rekonsiliasi menemui jalan buntu. Tentang tugas LPKSM dalam membantu memperjuangkan hak konsumen. Ditentukan bahwa LPKSM dapat melakukan

advokasi

atau

pemberdayaan

konsumen

agar

mampu

memperjuangkan haknya secara mandiri, baik secara perorangan atau kelompok. Selain menerima laporan konsumen melalui bidang pengaduan, YLKI juga menyelenggarakan Bulan Pengaduan Konsumen, sebuah program penanganan kasus konsumen secara kolektif. Program tersebut merupakan pionir pada tingkat

nasional

maupun

tingkat

internasional.

Mencangkup

pengaduan

pelayanan publik, antara lain berkaitan dengan listrik, telepon, fasilitas air minum, pelayanan kesehatan, pelayanan kereta api, bandara dan perusahaan penerbangan.

28

Seperti lembaga yang lainnya, YLKI juga memiliki visi dan misi yang ingin dicapainya. Visi dari YLKI yaitu, masyarakat yang adil dan konsumen berani memperjuangkan hak-haknya secara individual dan kelompok. Sebagai organisasi yang bergerak di perlindungan konsumen, sesuai dengan visi yang ingin dicapainya, maka YLKI selalu berusaha mendampingi dan memberikan masukanmasukan kepada konsumen yang mengalami kerugian. Selain visi yang ingin dicapainya, YLKI juga memiliki Misi. Adapun yang menjadi Misi dari YLKI yaitu: 1. Melakukan pengawasan dan bertindak sebagai pembela konsumen, 2. Memfasilitasi terbentuknya kelompok-kelompok konsumen, 3. Mendorong keterlibatan masyarakat sebagai pengawas kebijakan public, 4. Mengantisipasi kebijakan global yang berdampak bagi konsumen. Untuk menunjukkan keberadaannya, YLKI senantiasa menjadi mediator antara konsumen dan pelaku usaha untuk memecahkan masalah antara keduanya. Hal ini semata-mata dilakukan oleh YLKI demi tercapainya perlindungan terhadap konsumen yang merasa dirugikan. Selain visi dan misi dari YLKI terdapat nilai-nilai dasar yang dianut oleh YLKI. Nilai-nilai dasar dari YLKI yaitu, non partisipan, tidak diskriminatif, demokratis keadilan sosial, keadilan gender, keadilan antar generasi, hak asasi, solidaritas konsumen, dan independen. Keberadaan YLKI diharapkan mampu memberi manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, tanpa dibatasi berbagai perbedaan sosial dan ekonomi. Kesadaran atas hal ini ditunjukkan secara nyata melalui keterlibatan para pendiri dan simpatisan organisasi ini yang berasal dari beragam etnis, suku, agama dan profesi, serta latar belakang pemikiran dan ideologi yang berbeda-beda. Motto YLKI adalah „‟Melindungi konsumen, menjaga

29

martabat produsen, membantu pemerintah.‟‟ Kewajiban YLKI memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukan bantuan akibat dirugikan oleh produsen yang dilakukan oleh YLKI secara lisan atau tertulis. Agar konsumen dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan UUPK. Sejak berdirinya sampai dengan saat ini YLKI banyak menerima keluhan dari konsumen. Bukan hanya keluhan dalam hal standar mutu suatu barang dan jasa ataupun kedaluwarsa namun juga keluhan yang terkait dengan pemakaian suatu barang seperti penggunaan yang benar Gas LPG. Juga Iklan yang menyesatkan dalam penggunaan regulator maupun slang Gas menuju kompor yang mengesankan keampuhan dengan suatu barang dengan cara mendemonstrasikan.

Dalam

demo-demo

tersebut,

suatu

keadaan

atau

keampuhan produk digambarkan dengan cara berlebihan dan menjurus ke arah yang menyesatkan. Terkait dengan adanya bahaya dari pemakaian gas LPG tersebut, YLKI selalu memberikan nasehat secara langsung kepada konsumen yang mengadu ke YLKI. Selain itu nasehat kepada konsumen juga diberikan olah YLKI secara tertulis, telepon, faksimili dan e-mail, atau melalui media massa. Hal ini dilakukan oleh YLKI ketika konsumen sulit berhubungan secara langsung dengan YLKI. Setiap pengaduan dan keluhan yang diterima harus diatasi oleh YLKI dengan memberikan solusi yang sejelas-jelasnya kepada konsumen. Bukan hanya solusi yang diberikan oleh YLKI. YLKI mampu mendampingi konsumen untuk menyelesaikan masalahnya. Sebagai lembaga yang professional dan menjunjung

tinggi

perlindungan

konsumen,

YLKI

harus

memberikan

pendampingan terhadap konsumen yang membutuhkan. Sebagai kelanjutan

30

terhadap

pelaksanaan

program

Bulanan

Pengaduan

Konsumen,

YLKI

mengadakan Forum Dialog Konsumen yang merupakan forum dialog diskusi mengenai alternatif penyelesaian masalah, antara konsumen, produsen barang atau penyelenggara jasa, serta pemerintah. Selain Forum Dialog Konsumen, YLKI juga mengadakan Diskusi Kelompok Terarah untuk membahas berbagai masalah yang dianggap perlu, atau sebagai tindak lanjut dari kegiatan riset yang dilakukan YLKI. YLKI senantiasa berjuang untuk menanamkan serta meningkatkan kepedulian atas hak konsumen. YLKI berupaya mendorong konsumen untuk berani melawan perlakuan yang tidak adil, serta berupaya membantu konsumen untuk memperoleh informasi yang lebih baik mengenai berbagai produk dan pelayanan dari Gas LPG. Hal ini dilakukan agar konsumen dapat mengerti hal-hal apa saja yang menjadi haknya sebagai konsumen. Keadilan di dalam YLKI dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Ketika UUPK telah menjadi hukum positif di Indonesia, agenda terbesar YLKI adalah agar UUPK mampu menjadi produk hukum yang efektif untuk melindungi konsumen. Ini juga merupakan masa di mana YLKI menjalankan peranan penting dalam pengawasan atas efek negatif dari pemberlakuan perdagangan bebas dalam era globalisasi.22 Peranan YLKI menyebar informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehatihatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Penyebaran informasi 22

hal. 71

Az,, Nasution, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar,

31

Diadi Media, Jakarta,

yang dimaksud meliputi penyebar-luasan berbagai pengetahuan mengenai perlindungan

konsumen

termasuk

peraturan

perundang-undangan

yang

berkaitan dengan masalah perlindungan konsumen. Kewajiban konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa perlu memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan mengenai proses produksi, standar label, promosi dan periklanan. Sedangkan penyebaran informasi yang dilakukan oleh YLKI dapat dilaksanakan melalui pelatihan, penyuluhan, pelayanan informasi dan lain-lain. Dengan adanya UUPK, YLKI harus bisa mengoptimalkan peran dan fungsinya

sebagai

pelindung

konsumen

dan

bukan

sebaliknya

sebagai

penyelamat perusahaan. YLKI dapat menginformasikan kepada masyarakat. Tentang hak-hak konsumen atas produk dan periklanan melalui media masa atau elektronik. Adapun sosialisasi yang telah dilakukan oleh YLKI yaitu: a. Sosialisasi Melalui Media Elektronik Salah satu permasalahan yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha selama ini terletak pada tidak tersedianya informasi yang lengkap, jelas, dan benar tentang barang dan jasa. Tersedianya informasi yang memadai dapat memberikan kemampuan bagi konsumen dalam melakukan pilihan tepat sesuai dengan kehendak dan kebutuhan yang diinginkan. Kurangnya informasi yang diterima menyebabkan konsumen mengalami kesulitan dalam penggunaan jasa layanan yang pada akhirnya menyebabkan kekecewaan atau kerugian terhadap konsumen. Tidak memadainya informasinya yang disampaikan merupakan salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tidak memadai. Persaingan yang tidak sehat melalui media

32

iklan juga berpeluang untuk membohongi dan menyesatkan konsumen. Terlebih dengan sifatnya yang langsung berhadapan dalam masyarakat dalam wujud penonjolan berbagai kelebihan suatu produk, maka dampak negatif yang mungkin akan timbul antara lain dengan memasukan informasi yang tidak benar, dan menyesatkan konsumen, serta dengan tidak memuat risiko penggunaan produk. Sehingga dapat merugikan konsumen yang disebabkan hanya karena adanya informasi yang kurang lengkap untuk membantu mereka mengenal, apakah barang dan jasa itu telah memenuhi syarat keamanan suatu produk untuk dikonsumsi. Konsumen memiliki hak untuk mengetahui ciri atau atribut negatif dari suatu produk, misalnya efek samping dari mengkonsumsi suatu produk. Adanya peringatan dalam label atau kemasan produk. Hak atas informasi yang jelas dan benar juga dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena dengan informasi tersebut, konsumen dapat memilih produk yang diinginkan sesuai kebutuhan serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan. Dan mempunyai gambaran yang keliru atas penggunaan jasa layanan. Sebagai salah satu lembaga yang khusus mengawasi perjalanan perlindungan konsumen. YLKI selalu berupaya untuk melakukan sosialisasi terhadap UUPK. Terkait dengan sejumlah iklan yang menyesatkan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh YLKI yaitu dengan mensosialisasikannya melalui media elektronik. Media elektronik televisi maupun radio. Hubungan YLKI dengan jurnalis sudah lama dibangun dan senantiasa dikembangkan sejalan dengan upaya YLKI dalam

33

mensosialisasikan UUPK. Hal ini dapat dilihat dari pemberian dan aktualitas isu perlindungan konsumen. b. Sosialisasi Secara Konvensional “Peranan YLKI dalam melakukan sosialisasi terhadap UUPK bukan hanya dilakukan melalui media massa, melainkan juga dilakukan secara konvensional. Tugas lembaga perlindungan swadaya masyarakat meliputi bekerja sama dengan instansi

terkait

dalam

upaya

mewujudkan

perlindungan

konsumen”.23

Pelaksanaan kerjasama YLKI dengan instansi terkait meliputi pertukaran informasi mengenai perlindungan konsumen, pengawasan atas barang dan jasa yang beredar, penyuluhan serta pendidikan konsumen. Bentuk kerjasama yang telah dilakukan oleh YLKI yaitu kerjasama antara YLKI dengan lembaga pendidikan, kerjasama antara YLKI dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, dan kerjasama antara YLKI dengan Pelaku Usaha. Pelaksanaan tugas yang dilakukan YLKI dianggap kurang maksimal apabila YLKI hanya melakukan kerja-sama dengan konsumen dan pihak produsen saja. Di dalam meningkatkan efektivitas kinerjanya, YLKI juga turut serta dalam melakukan pengawasan terkait dengan pelaksanaan perlindungan konsumen yang dilakukan oleh YLKI bersama dengan pemerintah dan masyarakat. YLKI telah melakukan kerja-sama dengan pemerintah untuk meningkatkan perlindungan konsumen. Sampai dengan saat ini, YLKI sering menjadi pembicara utama dalam seminar-seminar yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Salah satunya Pemerintah Walikota Jakarta Barat. YLKI

23 N.H.T. Siahaan, 2005, Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Panta Rei, Jakarta, h. 65

34

senantiasa memberi

masukan kepada pemerintah kota/kabupaten untuk

senantiasa memperhatikan kepentingan konsumen. Selain itu, YLKI juga memberikan himbauan kepada pemerintah kota/kabupaten untuk terus melakukan pengawasan terhadap barang/jasa yang ada di kota/kabupaten dengan langsung melakukan survey secara bersamasama. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

35

BAB III KENDALA YANG DIHADAPI OLEH YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG) 3.1 Kendala Penyelesaian Sengketa Terhadap Konsumen Terkait dengan penegakan hukum dalam perlindungan konsumen dari pemakaian Gas LPG ada beberapa kendala yang dihadapi olah YLKI. Adanya kendala yang dihadapi oleh YLKI menyebabkan pelaksanaan penegakan hukum dalam perlindungan konsumen menjadi kurang efektif. Kekurangan efektifan YLKI ini disebabkan berbagai kendala baik yang dihadapi dari dalam maupun dari luar YLKI. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut, antara lain mencangkup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan sebagainya. Kalau hal-hal tersebut tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. Terkait dengan penegakan hukum dalam perlindungan konsumen, maka terdapat kendala dalam hal sarana dan prasarana yang dihadapi oleh YLKI antara lain. a. Hambatan Internal 1. Kurangnya dana Keadaan keuangan YLKI tidaklah menentu. Kurangnya dana YLKI bisa dikatakan menjadi salah satu kendala bagi efektifnya kinerja YLKI dalam menegakkan hukum bagi konsumen Gas LPG dan sangat berpengaruh pula di dalam menunjang kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan oleh YLKI. Dana yang didapat oleh YLKI menyebabkan kinerja dari YLKI menjadi terhambat dan 36

kurang optimal. Karena dana yang dimiliki oleh YLKI berasal dari relawan yang jumlah dananya tidak ditentukan dan anggota YLKI sendiri. YLKI juga memperoleh sumbangan dari konsumen yang merasa telah terbantu oleh dukungan YLKI, sedangkan pemerintah dalam memberikan dana sangat terbatas. 2. Jumlah Anggota YLKI yang Sedikit Sedikitnya jumlah sumber daya manusia YLKI menjadi salah satu faktor penghambat kinerja YLKI dalam membantu melindungi hak-hak konsumen Gas LPG. Banyaknya permasalahan yang terjadi tetapi sedikitnya jumlah anggota YLKI menyebabkan tidak optimalnya kinerja YLKI dalam membantu masyarakat. b. Hambatan Eksternal 1. Peran Pemerintah yang Kurang Pro Aktif Dalam Perlindungan Konsumen. Peran pemerintah yang kurang pro aktif dalam permasalahanpermasalahan timbul dari pemakaian gas LPG menyebabkan peran YLKI ikut terhambat. Hal ini dikarenakan, YLKI hanya diibaratkan hanya memiliki mata dan mulut, sedangkan pemerintah memiliki tangan yakni kewenangan untuk menindak tegas dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha dalam mempromosikan produk atau jasanya. Permasalahan

yang

sering

terjadi

dengan

pemerintah

adalah

pemerintah kerap kali hanya sekedar ikut-ikutan sekedar issu (permasalahan) yang terjadi di masyarakat sedang ramai dibicarakan. Namun setelah permasalahan tersebut sudah tidak ramai lagi, peran pemerintah langsung hilang begitu saja tanpa adanya solusi atau penanganan lebih lanjut dari permasalahan tersebut.

37

2. Sikap Pelaku Usaha Sikap pelaku usaha yang tidak mau peduli dan tidak mau menaati serta mematuhi ketentuan hukum yang berlaku terkait dengan iklan untuk mempromosikan produk mereka menyebabkan YLKI mengalami kesulitan di dalam melindungi konsumen dari iklan yang menyesatkan. Pengaduan yang dilakukan konsumen terkadang tidak ditanggapi dengan serius. Hal ini tentu menjadi penghambat tugas YLKI di dalam membantu masyarakat dari iklan yang menyesatkan. 3. Sanksi Hukum yang Tidak Tegas UUPK pada prinsipnya lebih mengutamakan perlindungan dari hak-hak konsumen sebagai hak-hak dasarnya dengan tujuan untuk mencapai keadilan. Peraturan ini diharapkan dapat meningkatkan harkat dan martabat konsumen yang pada gilirannya akan meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya,

serta

menumbuhkembangkan

sikap

pelaku

usaha

yang

bertanggungjawab. Meski sudah ada dalam UUPK yang mengatur tentang Perlindungan Konsumen yang cukup lengkap, pelanggaran dari pengusaha tetap saja terjadi. Hal ini Seperti Ancaman sanksi denda tidak membuat takut pelaku usaha, karena penegak hukum bergerak jika ada laporan masuk dan penegak hukum juga tidak proaktif terhadap permasalahan di lapangan mengenai pelanggaran-pelanggaran yang terjadi bila ada pelaku usaha berbuat curang. Dalam UUPK Pasal 10 bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa

yang

ditujukan

untuk

diperdagangkan

38

dilarang

menawarkan,

mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: a. Harga atau tarif barang dan jasa b. Kegunaan barang dan jasa c. Kondisi suatu barang dan jasa d. Tawaran potongan harga, atau hadiah menarik yang ditawarkan e. Bahaya penggunaan barang dan jasa. Berbagi hambatan yang dihadapi oleh YLKI diharapkan dapat diatasi atau setidaknya diminimalisir guna meningkatkan kinerja YLKI di masa yang akan datang. Adapun upaya-upaya yang dilakukan YLKI untuk mengatasi hambatan di dalam membantu masyarakat dari iklan produk barang dan jasa yang menyesatkan. a. Upaya untuk Hambatan Internal 1. Dengan Menjadi Nara Sumber Dalam Diskusi yang Berhubungan Perlindungan Konsumen Untuk mengatasi kekurangan dana yang merupakan salah satu hambatan internal YLKI maka dengan menjadi nara sumber dalam suatu diskusi, anggota YLKI akan mendapatkan dana yang dapat digunakan dalam membantu

program perlindungan konsumen. Selain dengan menjadi nara

sumber, YLKI mendapatkan dana dari konsumen yang melakukan konsultasi. Dalam setiap melakukan konsultasi biasanya konsumen memberikan uang sukarela karena, YLKI tidak memberikan tarif untuk konsultasi hanya saja merupakan kesadaran dari konsumen yang ingin berpartisipasi untuk membantu perwujudan-dan perlindungan konsumen. Semua dana yang

39

didapat nantinya akan dipergunakan dalam membiayai kegiatan YLKI, karena semua kegiatan pasti memerlukan dana untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pada tahun-tahun awal hampir semua kegiatan YLKI didukung secara finansial oleh berbagai instansi Pemerintah seperti departemen perdagangan, Departemen Penerangan, Pemerintah DKI Jakarta. Sampai saat ini YLKI masih memperoleh bantuan keuangan dari pemerintah daerah DKI Jakarta untuk beberapa kegiatan rutinnya. YLKI pernah memperoleh sponsor dari berbagai organisasi internasional, seperti World Health Organization (WHO), United Nations Children Fund (UNICEF).

Terutama

pengembangan

untuk

kapasitas

program-program

organisasi.

YLKI

yang

berkaitan

bergantung

pada

dengan sumber

pendanaan mandiri dan pada dukungan dari berbagai organisasi pemerintah dan organisasi masyarakat. Segala hambatan yang mungkin terjadi dalam bidang keuangan tidak menyurutkan perjuangan YLKI untuk melindungi hak konsumen. 2. Melakukan Sosialisasi tentang Keberadaan Yayasan Lembaga Indonesia. Salah satu upaya YLKI dalam menghadapi kekurangan anggota adalah terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai keberadaan YLKI. Dengan terus mengadakan sosialisasi diharapkan konsumen dapat mengetahui keberadaan YLKI dimana YLKI adalah merupakan suatu lembaga yang aktif bergerak dalam upaya perlindungan konsumen. dengan semakin banyaknya masyarakat yang mengetahui adanya YLKI maka program perlindungan konsumen akan semakin mudah terwujud dan terlaksana dengan baik. Dengan

40

sosialisasi ini diharapkan semakin banyak masyarakat yang bergabung di YLKI baik sebagai relawan maupun menjadi anggota YLKI sehingga mempermudah bagi YLKI dalam menjalankan tugasnya. b. Upaya untuk Hambatan Eksternal Dalam menghadapi hambatan eksternal. YLKI mengawasi berbagai bentuk

periklanan

yang

berpotensi

dapat

menyesatkan

konsumen.

Pengawasan iklan dilaksanakan dengan mengamati secara langsung tayangantayang iklan di media elektronik seperti radio dan televisi, termasuk iklan-iklan cetak di surat kabar, majalah, tabloid, bahkan di media luar ruangan, seperti papan reklame. Apabila terdapat kecurigaan adanya iklan yang mengandung muatan informasi yang menyesatkan. YLKI meminta konfirmasi ke-pada pelaku usaha mengenai muatan informasi dalam iklan tersebut. Konsumen yang merasa hak-haknya dilanggar oleh pelaku usaha dapat mengadukan kepada lembaga-lembaga yang berwenang, seperti YLKI serta lembaga lain yang sejenis, yang diakui oleh pemerintah atau yang mempunyai tanda daftar sebagai lembaga perlindungan konsumen. Beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan dalam mengisi formulir pendaftaran pengaduan, sebagai berikut: 1. Harus jelas identitas konsumen yang mengadukan. 2. Yang

diadukan

memang

benar-benar

termasuk

dalam

kategori

perlindungan konsumen. 3. Bisa diajukan dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Sebagai dasar yang harus diperhatikan untuk menentukan bahwa hal tersebut merupakan masalah perlindungan konsumen, sebagai berikut:

41

1. Adanya konsumen yang merasa dirugikan. 2. Konsumen yang dirugikan adalah konsumen akhir. 3. Produk terdiri atas barang dan/atau jasa. 4. Adanya pelaku usaha. 3.2 Upaya Penyelesaian Sengketa Terhadap Konsumen “Banyak istilah yang mungkin bisa menggambarkan sengketa (dispute), seperti konflik, debat, gugatan, keberatan, Kontroversi, perselisihan dan lainlain.”24 Walaupun demikian kata tersebut mempunyai arti tersendiri dan berbeda–beda penggunaannya tergantung pada situasi dan kondisi tertentu. Sengketa dapat digambarkan sebagai suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan ini menyampaikan ketidakpuasan itu kepada pihak kedua, dan pihak kedua tidak menanggapi dan memuaskan pihak pertama, serta menunjukkan perbedaan pendapat di antara mereka, maka terjadi apa yang dinamakan dengan sengketa25. Sebagai konsekuensi hukum dari pelanggaran yang diberikan oleh undang-undang tentang perlindungan konsumen dan sifat perdata dari hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen. “Maka setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha yang merugikan serta menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen”.26

24

Abdul Kadir Muhamad, 2000, Hukum Acara Perdata, Penerbit, PT. Citra Aditya, Bandung, hal. 16.

25

Sujud Margono, 2000, ADR & Arbitrase – Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum , Penerbit Ghalia Indonesia, hal. 34. 26 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2008, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 3

42

Sengketa konsumen adalah sengketa berkenaan dengan pelanggaran hak-hak

konsumen.

Diberikannya ruang penyelesaian sengketa dibidang

konsumen merupakan kebijakan yang baik dalam upaya memberdayakan (empowerment system) konsumen. Upaya pemberdayaan konsumen merupakan bentuk kesadaran mengenai karakteristik khusus dunia konsumen, yakni adanya perbedaan kepentingan yang tajam antara pihak yang berbeda posisi tawarnya

( bargaining position ). Penuntutan penyelesaian sengketa konsumen dengan mengajukan gugatan class action melalui peradilan umum telah dibolehkan sejak keluarnya Undang-undang Perlindungan Konsumen yang mengatur class action ini di Indonesia. Tentu saja ini merupakan angin segar yang diharapkan akan membawa perubahan terhadap perlindungan konsumen di Indonesia khususnya perlindungan konsumen terhadap penggunaan tabung gas LPG. Jumlah konsumen bersifat masif dan biasanya berekonomi lemah. Pelaku usaha memiliki pengetahuan yang lebih tentang informasi atas keadaan produk yang dibuatnya. Mereka umumnya berbeda pada posisi lebih kuat, baik dari segi ekonomi dan tentunya pula dalam posisi tawar ( bargaining position ). Kepentingan antara konsumen dan pelaku usaha juga sangat berbeda. Jika ada keluhan terhadap produknya, pelaku usaha akan mengupayakan penyelesaian tertutup. Sementara itu konsumen berkepentingan agar penyelesaian dilakukan lewat saluran umum supaya tuntas.27 Dibukanya ruang penyelesaian sengketa secara khusus oleh UUPK 1999 memberikan berbagai manfaat bagi berbagai kalangan, bukan saja konsumen tetapi juga bagi pelaku usaha sendiri, bahkan juga bagi pemerintah.

27

N.H.T. Siahaan, 2005, Op.cit, hal 202.

43

Manfaat bagi konsumen adalah : a. Mendapat ganti rugi atas kerugian yang diderita; b. Melindungi konsumen lain agar tidak mengalami kerugian yang sama, karena satu orang mengadu maka sejumlah orang lainnya akan dapat tertolong. complain yang diajukan konsumen melalui ruang publik dan mendapat liputan media massa akan menjadi mendorong tanggapan yang lebih positif kalangan pelaku usaha; c. Menunjukkan sikap kepada masyarakat pelaku usaha lebih memperhatikan kepentingan konsumen.28 Bagi kalangan pelaku usaha, ruang penyelesaian sengketa atau penegakan hukum konsumen memiliki arti dan dampak tertentu, manfaatnya adalah: a. Pengaduan dapat menjadi tolak ukur dan titik tolak untuk perbaikan

mutu produk dan memperbaiki kekurangan lain yang ada; b. Dapat sebagai informasi dari adanya kemungkinan produk tiruan;

Bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan pengendali berbagai kepentingan rakyat, perkembangan itu penting karena memberikan mamfaatmamfaat seperti berikut : 1. Lebih memudahkan pengawasan dan pengendalian terhadap produk yang beredar di pasaran 2. Mengetahui adanya kelemahan penerapan peraturan atau standar pemerintah 3. Merevisi berbagai standar yang ada Berikut ini akan dipaparkan berbagai model penyelesaian sengketa (dispute resettlement ). Model yang dikenal tidak lagi semata-mata bersifat konvensional seperti oleh pengadilan atau penyelesaian dan kejaksaan yang bersifat compulsory. Model yang baru itu memungkinkan adanya penyelesaian 28

Ibid, hal. 206

44

sengketa konsumen bahkan di luar jalur penegakan hukum yang ditangani Negara. Model penyelesaian sengketa yang sifatnya alternative itu dikenal sebagai alternative dispute resolution (ADR). 1. Melalui Peradilan Sengketa konsumen dimaksud bukan sebagai sengketa dalam arti luas, yakni sengketa yang melingkupi hukum pidana dan hukum administrasi Negara karena UUPK mengatur penyelesaian sengketa bersifat ganda dan alternative. Pengertian bersifat ganda di sini ialah penyelesaian sengketa dengan berbagai sistem, yakni: 1. Penyelesaian sengketa perdata di pengadilan (in court resolution) ( pasal 45, 46 dan 48 ); 2. Penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan (out court resolution atau disebut juga alternative dispute resolution) (pasal 45, 46, 47); 3. Penyelesaian perkara secara pidana (criminal court resolution) (pasal 59, 61 s/d 63); 4. Penyelesaian perkara secara administrative (administrative court resolution) (pasal 60).29 a. Penyelesaian di Peradilan Umum Pasal 45 ayat 1 UUPK menyatakan: Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Ketentuan ayat berikutnya mengatakan, Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Ayat pertama itu kurang jelas, di situ hanya dikatakan, setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha. Apakah secara a-contrario dapat 29

Ibid, hal 204.

45

ditafsirkan, hak itu tidak diberikan kepada pelaku usaha. tentu, jika melihat ke dalam asas-asas hukum acara, hak yang sama semua diberikan kepada semua pihak yang berkepentingan. Pertegas dengan Pasal 45 ayat (2) UUPK Tentang Penyelesaian Sengketa, yang mengatakan: Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan dan di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (2) UUPK dihubungkan dengan penjelasannya, maka dapat disimpulkan penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut: a. Penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melibatkan pengadilan atau pihak ketiga yang netral. Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara-cara damai tanpa mengacu pada ketentuan-ketentuan Pasal 1851 sampai Pasal 1864 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang pengertian syarat-syarat dan kekuatan hukum dan mengikat perdamaian (dading). b. Penyelesaian melalui pengadilan, penyelesaian melalui pengadilan mengacu kepada ketentuan-ketentuan hukum pada peradilan umum tersebut. c. Penyelesaian di luar pengadilan, melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). 30 Kemudian pasal 45 ayat 3 UUPK menyebutkan: Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang. Jelas seharusnya bukan hanya tanggung jawab pidana yang tetap dibuka kesempatannya untuk diperkarakan, melainkan juga tanggung jawab lainnya, misalnya dibidang administrasi Negara. Konsumen yang dirugikan haknya, tidak

30

hal. 224

Rachmadi Usman, 2000, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Cetakan Pertama, Jakarta Djambatan,

46

hanya diwakilkan oleh jaksa dalam penuntutan di peradilan umum kasus pidana, tetapi ia sendiri dapat juga menggugat pihak lain di lingkungan peradilan tata usaha Negara jika terdapat sengketa administrative didalamnya. Hal ini dapat terjadi, misalnya dalam kaitannya dengan kebijakan aparat pemerintah yang ternyata dipandang merugikan konsumen secara individual. Bahkan, mengingat makin banyaknya perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia, juga tidak tertutup kemungkinan ada konsumen yang menggugat pelaku usaha di peradilan Negara lain, sehingga sengketa konsumen inipun dapat bersifat transnasional.31 b. Penyelesaian di Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 45 ayat 1 dan pasal 46 ayat 2 UUPK terkesan hanya membolehkan gugatan konsumen diajukan ke lingkungan peradilan umum. Pembatasan ini jelas menghalangi konsumen yang perkaranya mungkin menyentuh kompetensi peradilan tata usaha Negara. Kendati demikian, jika konsumen diartikan secara luas yakni mencakup juga penerimaan jasa layanan publik, tentu peradilan tata usaha Negara seharusnya patut juga melayani gugatan tersebut. “Untuk itu perlu diperhatikan, bahwa syarat-syarat, bahwa sengketa itu berawal dari adanya penetapan tertulis, bersifat konkret, individual dan final, harus tetap terpenuhi:32. Hukum administrasi Negara cukup penting di dalam masalah perlindungan konsumen. Aspek hukum administrative merupakan sarana alternative public menuntut kebijakan pemerintah untuk meningkatkan perlindungan konsumen. Aspek ini berkaitan dengan perizinan yang diberikan pemerintah kepada pelaku usaha.33 Sanksi administrative sebenarnya lebih efektif dari pada sanksi perdata dan pidana karena dapat diterapkan langsung dan sepihak. Pemerintah misalnya secara sepihak dapat menjatuhkan sanksi untuk membatalkan izin yang diberikan

31

Praditya, 2008, Penyelesaian Sengketa Konsumen, Penerbit Garuda, Jakarta, hal 135

32

Ibid., hal. 40

33

N.H.T. Siahaan, 2005, Op cit, hal 204.

47

tanpa meminta persetujuan pihak lain. Perkembangan baru dibidang hokum administrative menurut UUPK tercantum dalam pasal 60 ayat 1 tentang sanksi administrative. Ayat ini menentukan, BPSK berwenang menjatuhkan sanksi administrative terhadap pelaku usaha. Seperti diketahui, BPSK adalah lembaga alternative penyelesaian sengketa konsumen yang dibentuk sebagai organ pemerintah hingga ke tingkat kabupaten atau pemerintah kota. “Dengan demikian, organ pemerintah yang berwenang melembaga-lembaga administrative telah bertambah di samping lembaga-lembaga teknis (jika bersifat non litigatif) juga PTUN dan BPSK (litigatif).”34 2. Penyelesaian sengketa di Luar Pengadilan

Alternative dispute resolution (ADR) disebut juga dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) dalam arti luas adalah proses penyelesaian sengketa dibidang perdata di luar pengadilan melalui cara-cara arbitrase, negoisasi, konsultasi, mediasi, konsiliasi yang disepakati pihak-pihak. Menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen, penyelesaian dari permasalahan konsumen dapat dipecahkan melalui jalan peradilan maupun nonperadilan. Mereka yang bermasalah harus memilih jalan untuk memecahkan permasalahan mereka. “Penyelesaian dengan cara non-peradilan bisa dilakukan melalui Alternatif Resolusi Masalah (ARM) di BPSK, LPKSM, Direktorat Perlindungan Konsumen atau lokasi-lokasi lain baik untuk kedua belah pihak yang telah disetujui.”35

34

Ibid, hal. 206

35

http://pkditjenpdn.depdag.go.id/index.php?page=sengketa, diakses, 18 Februari 2017

48

Ketika kedua pihak telah memutuskan untuk melakukan penyelesaian non-peradilan, nantinya ketika mereka akan pergi ke pengadilan (lembaga peradilan) untuk masalah yang sama, mereka hanya dapat mengakhiri tuntutan mereka di pengadilan jika penyelesaian non peradilan gagal. 3. Penyelesaian melalui LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat) Proses penyelesaian sengketa melalui LPKSM menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat dipilih dengan cara mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Dalam prosesnya para pihak yang bersengketa/bermasalah bersepakat memilih cara penyelesaian tersebut. Hasil proses penyelesaiannya dituangkan dalam bentuk kesepakatan (Agreement) secara tertulis, yang wajib ditaati oleh kedua belah pihak dan peran LPKSM hanya sebagai mediator, konsiliator dan arbiter. Penentuan butir-butir kesepakatan mengacu pada peraturan yang dimuat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta undang-undang lainnya yang mendukung. 4. Penyelesaian melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) BPSK adalah institusi non struktural yang memiliki fungsi sebagai “institusi yang menyelesaikan permasalahan konsumen di luar pengadilan secara murah, cepat dan sederhana”. Badan ini sangat penting dibutuhkan di daerah dan kota di seluruh Indonesia. Anggota-anggotanya terdiri dari perwakilan aparatur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha. Konsumen yang bermasalah terhadap produk yang dikonsumsi akan dapat memperoleh haknya secara lebih mudah dan efisien melalui peranan BPSK. Selain itu bisa juga menjadi sebuah akses untuk mendapatkan informasi dan

49

jaminan perlindungan hukum yang sejajar baik untuk konsumen maupun pelaku usaha.. Dalam menangani dan mengatur permasalahan konsumen, BPSK memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan dari para pihak yang bersengketa. Tagihan, hasil test lab dan buktibukti lain oleh konsumen dan pengusaha dengan mengikat penyelesaian akhir. Tugas-tugas utama BPSK : 1. Menangani permasalahan konsumen melalui mediasi, konsiliasi atau arbitrasi; 2. Konsultasi konsumen dalam hal perlindungan konsumen; 3. Mengontrol penambahan dari bagian-bagian standarisasi; 4. Memberikan sanksi administrasi terhadap pengusaha yang menyalahi aturan; Tata Cara Penyelesaian Sengketa melalui BPSK 1. Konsiliasi: a. BPSK membentuk sebuah badan sebagai pasif fasilitator; b. Badan yang membiarkan yang bermasalah untuk menyelesaikan masalah mereka secara menyeluruh oleh mereka sendiri untuk bentuk dan jumlah kompensasi; c. Ketika sebuah penyelesaian dicapai, itu akan dinyatakan sebagai persetujuan rekonsiliasi yang diperkuat oleh keputusan BPSK; d. Penyelesaian dilaksanakan paling lama 21 hari kerja.

50

2. Mediasi: 1. BPSK membentuk sebuah fungsi badan sebagai fasilitator yang aktif untuk memberikan petunjuk, nasehat dan saran kepada yang bermasalah 2. Badan ini membiarkan yang bermasalah menyelesaikan permasalahan mereka secara menyeluruh untuk bentuk dan jumlah kompensasinya; 3. Ketika sebuah penyelesaian dicapai, itu akan diletakkan pada persetujuan rekonsiliasi yang diperkuat oleh keputusan BPSK; 4. Penyelesaian dilaksanakan paling lama 21 hari kerja. 3. Arbitrasi: a. Yang

bermasalah

memilih

badan

CDSB

sebagai

arbiter

dalam

menyelesaikan masalah konsumen b. Kedua belah pihak seutuhnya membiarkan badan tersebut menyelesaikan permasalahan mereka; c. BPSK membuat sebuah penyelesaian final yang mengikat; d. Penyelesaian harus diselesaikan dalam jangka waktu 21 hari kerja paling lama. e. Ketika kedua belah pihak tidak puas pada penyelesaian tersebut, kedua belah pihak dapat mengajukan keluhan kepada pengadilan negeri dalam 14 hari setelah penyelesaian diinformasikan; f.

Tuntutan dari kedua belah pihak harus dipenuhi dengan persyaratan sebagai berikut : 1) Surat atau dokumen yang diberikan ke pengadilan adalah diakui atau

dituntut salah/palsu; 2) Dokumen penting ditemukan dan disembunyikan oleh lawan; atau;

51

3) Penyelesaian

dilakukan melalui satu dari tipuan pihak dalam

investigasi permasalahan di pengadilan. g. Pengadilan negeri dari badan peradilan berkewajiban memberikan penyelesaian dalam 21 hari kerja; h. Jika

kedua

belah

pihak

tidak

puas

pada

keputusan

pengadilan/penyelesaian, mereka tetap memberikan kesempatan untuk mendapatkan sebuah kekuatan hukum yang cepat kepada pengadilan tinggi dalam jangka waktu 14 hari. i.

Pengadilan

Tinggi

badan

pengadilan

penyelesaian dalam jangka waktu 30 hari.

52

berkewajiban

memberikan

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan tersebut di atas maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Peran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen Liquefied Petroleum Gas (LPG) adalah YLKI berperan aktif dalam melaksanakan perlindungan hukum kepada konsumen Liquefied Petroleum Gas (LPG) hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus-kasus yang telah di selesaikan oleh YLKI dan program-program kerja dari YLKI yang semuanya sangat berhubungan dengan konsumen khususnya pengguna Liquefied Petroleum Gas (LPG. Yang banyak mengalami kejadian pada awal-awal pemakaian gas Elpiji tiga (tiga) kg.

YLKI telah banyak melakukan kegiatan-kegiatan untuk

memperkenalkan apa itu perlindungan hukum kepada konsumen dan hak konsumen agar tidak selalu ditipu oleh para pelaku usaha YLKI sendiri telah berupaya melakukan upaya-upaya penyelesaian sengketa dengan pihak-pihak yang merugikan konsumen khususnya pemakai gas LPJ seperti melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait maupun dengan pemerintah agar kegiatannya dapat berjalan dengan baik. 2. Kendala-kendala yang dihadapi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen Liquefied

Petroleum Gas (LPG) adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang perlindungan konsumen, banyaknya konsumen yang masih membiarkan 53

apabila terjadi pelanggaran terhadap haknya, pemerintah yang masih kurang melakukan pengawasan yang berkelanjutan. 4.2 Saran Berdasarkan simpulan tersebut di atas maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut : 1. Pemerintah hendaknya mengadakan sosialisasi lebih intensif terhadap undang-undang No. 8 tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen, agar warga masyarakat mengetahui hak dan kewajibannya sebagai konsumen Gas LPG serta sadar dan tanggap bila ada pelanggaran dari pihak pengusaha. 2. Kepada masyarakat yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha dalam pemakaian gas LPG seperti adanya pengoplosan gas LPG dari 3 kg ke 12 kg. karena adanya disparitas harga atau timbangan gas yang tidak tepat yang dilakukan oleh agen-agen LPG yang nakal, dapat melaporkan pelanggaran itu kepada YKLI di tempat masing-masing atau ke pihak kepolisian setempat.

.

54

DAFTAR BACAAN

Buku-buku Abdul Halim Barkatulah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Kajian Teoretis dan Perkembangan Pemikiran, FH Unlas Press, Banjarmasin Abdul Kadir Muhamad, 2000, Hukum Acara Perdata, Penerbit, PT. Citra Aditya, Bandung. Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Adrian Sutendi, ,2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor. Ahmadi Miru, 2001, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Celina Tri Siwi Kristyanti, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinargrafika, Jakarta. Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, 2001, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Happy Susanto, 2008, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visi Media, Jakarta Selatan. Janus Sidabalok, 1999, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Paulinus Josua, Medan. Mariam Darus Badrulzaman, 1985, Perlindungan Terhadap Konsumen dilihat dari

Sudut Perjanjian Baku (Standar) dalam BPHN Simposium Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen, Binacipta, Jakarta. 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung

Munir Fuadi,

Nasution, Az 2011, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta. Peter Mahmud Marzuki, 2012, Pengantar Ilmu Hukum, Prenada Media Grup, Jakarta. Praditya, 2008, Penyelesaian Sengketa Konsumen, Penerbit Garuda, Jakarta.

55

Rachmadi Usman, 2000, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Cetakan Pertama, Jakarta Djambatan. Siahan, N.H.T 2005, Perlindungan konsumen dan tanggung jawab Produk, Panta Rei, Jakarta. Sidharta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta. Soeroso R., 2006, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta. Sujud Margono, 2000, ADR & Arbitrase – Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Susanti Adi Nugroho, 2008, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Jakarta Kencana. Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata Undang–undang No.8 Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen Internet 1

http://pkditjenpdn.depdag.go.id/index.php?page=sengketa, diakses, 18 Februari 2017

56