BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman adat istiadat, suku, kesenian dan budaya. Kekayaan akan seni dan budaya inilah yang membuat Indonesia memiliki daya tarik tersendiri dibanding dengan negara lain, salah satunya adalah budaya batik. Batik adalah salah satu warisan budaya Indonesia yang memiliki corak dan perkembangan motif yang berbeda antar wilayah satu dengan wilayah yang laiNnya. Perkembangan sejarah batik Indonesia merupakan warisan leluhur dari generasi ke generasi yang terkait erat dengan masa kerajaan Solo dan Yogyakarta (Hamidin, 2010:7-9). Keadaan ini membuktikan bahwa batik sesungguhnya merupakan budaya asli Indonesia yang telah berlangsung selama berabad-abad dan telah dimaknai oleh semua lapisan masyarakat sebagai sebuah karya seni budaya. Hamidin (2010: 12-13) juga menjelaskan, bahwa dari kerajaan-kerajaan Solo dan Yogyakarta sekitarnya pada abad ke-17, 18 dan 19, batik kemudian berkembang luas, khususnya di wilayah pulau Jawa. Budaya batik yang awalnya hanya sekedar digunakan sebagai hobi dari para keluarga raja di dalam berhias lewat pakaian, namun sekarang dalam perkembangannya oleh masyarakat, batik kemudian dikembangkan menjadi komoditi perdagangan. Upacara resmi kerajaan keluarga 1
2
keraton baik pria maupun wanita memakai pakaian kombinasi batik dan lurik, ketertarikan rakyat terhadap pakaian yang dipakai oleh keluarga keraton membuat masyarakat ikut meniru pakaian tersebut dan akhirnya meluaslah pembatikan keluar dari tembok keraton. Keluarnya pembatikan dari keraton menunjukkan akan meluasnya kegiatan membatik di setiap daerah, masyarakat yang tertarik dalam mempelajari batik kemudian mulai menciptakan beberapa motif dan pola yang beraneka ragam hias sesuai dengan ungkapan ekspresi keadaan lingkungan di sekitarnya. Batik yang beragam ada di Indonesia, batik dibagi menjadi dua karakteristik ragam hias yaitu batik keraton dan batik pesisir (Iwet, 2013:12). Batik keraton, merupakan batik yang tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai filsafat kebudayaan Jawa yang mengacu pada nilai-nilai spiritual. Unsur-unsur setiap motif dan polanya yang terdapat pada batik keraton melambangkan sebagai sebuah pesan terhadap manusia untuk berperilaku layaknya masyarakat Jawa yang penuh dengan unggahungguh. Batik pesisiran, merupakan batik yang menyerap pengaruh-pengaruh budaya asing atau silang budaya. Batik salah satu perpaduan ini nampak jelas ada pada beberapa motif dan warna hasil akulturasinya dengan budaya asing seperti batik Lasem. Lasem adalah satu kota kecil yang terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dengan Jawa Timur. Kota kecil yang merupakan satu dari tiga bandar pelabuhan penting pada zaman Majapahit yang juga menjadi tempat persinggahan awal dari para
3
pedagang Cina yang kemudian menyebar ke Kudus, Demak dan wilayah sekitarnya. Kebudayaan Cina sangat kental dan terasa di kota Lasem misalnya dalam setiap tahunnya terdapat tradisi barongsai, perayaan besar-besaran tahun baru Cina, festival arakan atau sedekah laut dengan unsur-unsur budaya Cina, serta upacara-upacara yang diadakan di klenteng Lasem (Iwet, 2013:51). Beberapa budaya bawaan yang berasal dari Cina, kebudayaan khas Lasem juga tidak hanya memperlihatkan budaya Cina yang secara utuh ada di masyarakat Lasem, melainkan masih terdapat budaya Jawa seperti pada umumnya. Ciri khas budaya Lasem yang membedakan dengan budaya daerah lain terletak pada bentuk sistem akulturasinya antara masyarakat Jawa dengan Cina seperti budaya batik Lasem. Kwan Hwie Liong (2006, 3-4) menjelaskan bahwa batik Lasem adalah sebuah karya adiluhung bangsa yang merupakan hasil dari silang budaya antara masyarakat pribumi dan etnis Cina yang berasal dari daerah kecamatan Lasem kabupaten Rembang, ciri khas yang ada pada batik ini terletak pada warna dan motif yang kental dengan nuansa Cina. Makna dan simbol yang ada pada batik Lasem juga terkait erat dengan nilai-nilai historisitas serta pandangan hidup masyarakat Lasem yang kental dengan budaya akulturasinya. Batik Lasem memiliki keunikan yang khas sebagai wujud dari suatu bentuk kearifan lokal Lasem yang telah berlangsung dan dimaknai selama bertahun-tahun oleh masyarakat Lasem. Motif batik Lasem seperti burung hong, naga, Lokchan, Latohan, Watu Pecah, huruf Mandarin, dan lain sebagainya merupakan suatu bukti bahwa akulturasi
4
masyarakat Cina dan masyarakat Lasem telah membaur dalam bentuk seni membatik sehingga memiliki beberapa simbolisasi nilai-nilai tersendiri dalam budaya batik Lasem. Mengenai sejarah awal terciptanya batik Lasem berawal ketika laksama Cheng Ho berlabuh pertama kali di Lasem bersama anak buahnya pada saat itu. Pedagang dari Cina kemudian mendominasi kehidupan komersial di Lasem, membantu meningkatkan perekonomian masyarakat Lasem dengan salah satunya melalui kegiatan membatik. Teknik membatik Cina inilah kemudian tercipta dan terbentuk mengilhami keberagaman warna dan motif batik Lasem itu sendiri sehingga menjadi suatu ciri khas yang unik (Rahayu, 2008: 116). Makna simbol dalam penelitian ini kemudian digunakan untuk mengkaji dan mengungkapkan nilai-nilai filosofis yang terdapat dalam batik Lasem. Simbol sendiri berdasarkan pengertiannya menurut Erwin Goodenough, merupakan sebuah barang atau pola yang terbentuk bekerja pada manusia dan berpengaruh pada manusia melampui pengakuan semata-mata tentang sesuatu yang disajikan secara harafiah dalam bentuk yang diberikan itu (Dillistone, 2002:9). Simbol dalam pengertian di atas, menjelaskan bahwa segala bentuk simbol yang dihasilkan oleh manusia nantinya akan mempengaruhi kehidupan manusia lain, sehingga menjadikan sesuatu simbol tersebut memiliki makna dan arti tersendiri sesuai dengan apa yang dipahami. Simbol-simbol dan makna inilah kemudian menjadikan proses budaya batik Lasem memiliki kesan dan pengaruh tersendiri di mata masyarakat Lasem, batik Lasem dianggap seakan memiliki sesuatu yang lebih ternilai dan berarti dalam setiap
5
proses kegiatan pembatikannya. Sejalan dengan segala pemaparan bentuk arti yang ada pada batik Lasem melalui bentuk simbol dan makna tersebut, hal ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam mengenal dan mengerti akan pemahaman tentang arti sebenarnya budaya batik Lasem. Hal ini berkaitan dengan adanya problema masyarakat Lasem dalam memberikan pemahaman tentang batik yang cenderung ragu-ragu dan asal dalam menyimpulkan arti dari motif dan warna dalam batik Lasem. Penelitian ini akan menjabarkan tentang makna simbol akulturasi nilai-nilai budaya Jawa-Cina dalam batik Lasem, yang nantinya akan dikaji dan dilihat melalui kacamata filsafat kebudayaan melalui simbol dan makna. Penelitian ini mencoba menjelaskan dan memaparkan analisis lebih lanjut mengenai arti-arti penting makna simbol yang ada pada batik Lasem, sehingga masyarakat secara umum dapat mengetahui, mengenal serta menambah pengetahuan tentang budaya batik Lasem.
1.
Rumusan Masalah Melihat pemaparan latar belakang di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan
sebagai berikut: a. Apa simbol-simbol dalam batik Lasem ? b. Bagaimana perkembangan simbol dalam sejarah kebudayaan Lasem ? c. Apa makna batik Lasem sebagai manifestasi simbol akulturasi Cina-Jawa dalam budaya masyarakat Lasem ?
6
2.
Keaslian penelitian Penelitian tentang budaya batik Lasem sudah banyak diteliti dan dikaji, tetapi
sampai sekarang belum ada yang secara khusus meneliti mengenai makna simbol dalam akulturasi budaya batik Lasem. Beberapa literatur yang ditemukan dalam penelitian hanya memiliki kesamaan dalam objek materialnya yakni tentang batik Lasem, tetapi dalam objek formalnya belum ada yang membahas tentang makna simbol, sehingga dalam penelitian ini belum ada kesamaan judul sama persis dengan yang peneliti buat yakni mengenai Makna Simbol Akultiurasi Nilai-Nilai Budaya Jawa Cina dalam Batik Lasem. a.
Revitalisasi Budaya dan Usaha Kecil Batik Lasem oleh Kwan Hwie Liong, 2006.
b.
Upaya Perlindungan Batik Lasem oleh Pemerintah Kabupaten Rembang oleh Kanti Rahayu, 2008.
c.
Budaya Jawa dan Tionghoa dalam Motif Batik Tulis Lasem, oleh Nanang, 2012.
d.
Perkembangan Motif Batik Lasem Cina Peranakan tahun 1900-1960, Septina, 2014.
e.
Motif Burung Hong dan Sekar Jagad dalam batik Lasem, Bani, 2014.
f.
Analisis Asing terhadap Ragam Hias Batik Lasem oleh Vera Tanny, 2011.
g.
Tinjauan Sosial terhadap Berkurangnya Tenaga Pembatik pada Industri Batik oleh Sutrisno, 2012.
7
h.
Analisis Tenaga Kerajaan Industri Batik Lasem di Kecamatan Pancur Kabubaten Rembang oleh Yanuar Putra Aribawa, 2009.
3.
Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi a. Kehidupan masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan yang komprehensif mengenai batik Lasem sebagai sebuah budaya akulturasi antara masyarakat Lasem dengan etnis Cina, kemudian masyarakat diharapkan bisa bijaksana dalam menanggapi permasalahan mengenai batik Lasem. b. Bangsa dan Negara Penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman segala sesuatu secara mendalam, dan berpikir secara holistik. Selain itu penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai sarana penulis untuk mengaktualisasikan pemikiran filosofis dalam segala aspek kehidupan. c. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dalam menumbuh kembangkan ilmu pengetahuan terutama wacana di bidang kefilsafatan khususnya mengenai kebudayaan yang berkaitan dengan batik Lasem, artinya, ilmu filsafat mampu untuk dijadikan kacamata dalam mengatasi permasalahan lewat penelitian makna simbol pada batik Lasem.
8
B. Tujuan Penelitian Penelitian yang berjudul Makna Simbol Akulturasi Nilai-Nilai Budaya Jawa Cina dalam Batik Lasem ini bertujuan untuk menyelesaikan persoalan dalam rumusan masalah yaitu: 1. Mendeskripsikan simbol-simbol dalam batik Lasem 2. Mendeskripsikan perkembangan simbol dalam sejarah kebudayaan Lasem 3. Menjelaskan makna batik Lasem sebagai manifestasi simbol dalam budaya masyarakat Lasem.
C. Tinjauan Pustaka Batik merupakan salah satu bentuk ekspresi kesenian yang dari hari ke hari semakin menampakkan jejak kebermaknaanya dalam khazanah kebudayaan Indonesia. Beragamnya karakteristik dan corak yang khas menjadikan budaya batik semakin unik dan berbeda di setiap daerahnya (Hamidin, 2010:3). Hal ini menjelaskan bahwa batik di Indonesia sesungguhnya beragam dan ada di setiap daerahnya misal batik yang paling banyak dikenal di masyarakat seperti batik Solo, batik Madura dan batik Yogyakarta yang merupakan batik besar Indonesia. Penelitian tentang batik tradisional Indonesia seperti batik Solo, Batik Yogyakarta dan batik Madura sebelumnya sudah pernah diteliti secara mendalam dalam berbagai macam kajian di antaranya penelitian Roni tentang batik Yogyakarta
9
yang berjudul “Upaya Museum Batik Yogyakarta dalam Meningkatkan Mutu dan Promosi Wisata Agar dapat Meningkatkan Jumlah Pengunjung” Penelitian ini memaparkan tentang jenis kain batik dengan motif yang beragam yang ada di Museum Batik Yogyakarta sebagai koleksi museum (Roni: 2007). Penelitian Perdana Putra berjudul “Kerajinan Batik Tulis Madura Karya Haji Sadili di Desa Pagendingan Kecamatan Galis Kabupaten Pameksaan” Penelitian ini memaparkan tentang proses pembuatan batik tulis Madura yang karakteristik karya Haji Sadili dalam memberikan motif dan warna yang berbeda dengan batik lainnya. Putra dalam penelitiannya menjelaskan tentang makna yang tersirat dalam batik Madura serta komparasi hasil batik Madura karya Haji Sadaili dengan batik Madura buatan Lain (Putra: 2011). Penelitian Trimargawati dalam “Penerapan Hukum Hak Cipta Seni Batik Pekalongan sebagai Komoditas Internasional” Penelitian ini memaparkan tentang penerapan upaya-upaya hukum yang digunakan untuk melindungi batik Pekalongan sebagai hak cipta batik milik Indonesia. Menjelaskan batik Pekalongan berkembang mengikuti zaman modern ini terlihat dalam pembuatan motif dan warna batik yang dibuat mengikuti trend saat ini, misal pembuatan motif klub sepak bola, motif bunga dan lain sebagainya (Trimargawati: 2008). Pembahasan dan penelitian mengenai batik di Indonesia sangat beragam hias dan tidak hanya terpacu pada batik-batik daerah yang selama ini dikenal di masyarakat seperti batik Pekalongan, Madura, Yogyakarta, dan Solo. Budaya salah satu batik
10
Indonesia lainnya yang khas dan memiliki nilai sejarah terkait pada daerahnya adalah batik Lasem. Batik yang berkembang dari akulturasi budaya yang kental dengan nuansa Cina, baik dari segi warna maupun motif menjadikan batik Lasem sebagai sebuah representasi budaya lokal Lasem warisan budaya batik Indonesia. Sejalan dengan pemaparan di atas, keragaman budaya batik di Indonesia setidaknya juga terdapat pada kota Lasem dengan batik khas Cina dan Jawanya yang dikenal dan diberi nama batik Lasem. Pembahasan dan penelitian mengenai batik Lasem sendiri sudah banyak dilakukan melalui beberapa kajian dan sudut pandang yang berbeda dalam mengangkat tema budaya batik Lasem di antaranya. Kwan Hwie Liong yang berjudul “Revitalisasi Budaya dan Usaha Kecil Batik Lasem”, batik Lasem diterangkan dari segi proses pembuatanya yang rumit mulai dari pewarnaan serta pemberian motif sesuai dengan bentuk akulturasi Cina yang kental. Hasil penelitian menjelaskan akan adanya kemrosotan industri batik Lasem pada masa sekarang. Hal ini disebabkan terjadinya 2 masalah kritis di antaranya: pertama, berkurangnya pekerjaan dan penghasilan bagi para penduduk di daerah pedesaan miskin, kedua ancaman kepunahan budaya batik Lasem karena merosotnya daya saing industri dan sulitnya regenerasi pengusaha pekerja batik Lasem. Penelitian ini ditujukan sebagai bahan masukan untuk formulasi dan implementasi kebijakan pemerintah, pengusaha dan pekerja batik serta masyarakat luas yang peduli atas terwujudnya sebuah kesinambungan budaya dan ekonomi kerakyatan berbasis industri kecil batik Lasem (Kwan Hwie Liong:2006).
11
Kanti Rahayu dalam “Upaya Perlindungan Batik Lasem oleh Pemerintah Kabupaten Rembang”, menjelaskan tentang keanekaragaman batik merupakan sebuah warisan budaya Indonesia yang harus dijaga kebudayaannya. Batik Lasem khusus merupakan salah satu warisan kebudayaan muncul karena adanya silang budaya yakni etnis Cina dan masyarakat Lasem. Batik Lasem sebagai ciptaan yang dilindungi berdasarkan pasal 10 dan pasal 12 undang-undang hak cipta. Pemahaman akan kepemilikan atas hak cipta batik Lasem merupakan hal penting mengingat batik Lasem merupakan salah satu warisan budaya yang sangat rentan untuk diklaim oleh negara lain. Budaya-budaya lokal seperti batik Lasem dapat diakui keabsahannya dan dilestarikan sebagai bentuk budaya lokal dengan cara yakni upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum terhadap batik tulis Lasem (Rahayu: 2008). Vera Tanny yang berjudul “Analisis Budaya Asing Terhadap Ragam Hias Batik Lasem”, menjelaskan perbandingan terhadap batik modern dan batik Lasem kuno secara rinci tentang kualitas batik Lasem kuno lebih diunggulkan kualitasnya daripada batik modern yang hanya mengandalkan target produksi saja. Nilai-nilai luhur yang ada pada batik Lasem bergeser pemaknaan menjadi sebuah seni budaya membatik
yang
berbeda
diungkapkan,
kemudian
perubahan
motif
yang
beranekaragam mengikuti trend simbol karena faktor permintaan dan penjualan yang baik menjadikan pemaknaan pada batik Lasem berubah (Tanny: 2011). Bani Sudardi dalam penelitiannya yang berjudul “Motif Burung Hong dan Sekar Jagad dalam Batik Lasem”, menjelaskan bahwa batik Lasem memiliki beberapa
12
motif tulis Lasem yang sangat diminati dan digemari oleh masyarakat umum yakni, motif berupa burung hong atau phoenix dan juga motif Sekar Jagad. Motif burung hong dijelaskan sebagai salah satu motif gambar burung yang sangat bermuatan dengan budaya Cina, pemaparan detail-detail motif burung phoenix digambarkan memiliki unsur nilai seni yang tinggi dengan warna merah yang mencolok. Motif Sekar Jagad dijelaskan secara mendetail mengenai perubahan-perubahan akulturasi dengan budaya Cina sehingga sangat memunculkan salah satu motif baru yakni Lokchan, Lokchan dalam motif sekar memiliki dipaparkan memuat unsur-unsur budaya Cina. Nanang Rizali dalam jurnalnya yang berjudul “Budaya Jawa dan Tionghoa dalam Batik Lasem”, penelitian ini menjelaskan tentang ragam hias budaya batik Lasem terkait dengan macam-macam motif batik Lasem. Batik Lasem dalam Penelitian hampir sama dengan katalog batik, menunjukkan tentang bentuk-bentuk motif serta warna hasil perpaduan budaya antara masyarakat Cina dan juga oleh masyarakat Jawa. Septina Alrianingrum dalam peneleitiannya “Perkembanagan Motif Batik Lasem Cina Peranakan Tahun 1900-1960”, penelitian ini menjelaskan bahwa batik Lasem terkait dengan sejarah awal mula proses batik Lasem dimulai setelah terjadinnya pembauran latar belakang sejarah Cheng Ho. Penelitiannya ini membahas lebih rinci mengenai budaya batik lebih lanjut dari tahun ke tahun dan juga etnis masyarakat Cina dalam membuat dan membangun kegiatan bersama dalam membudaya batik
13
Lasem. Perkembangan motif batik Lasem, serta penggunaan motif yang dikhususkan dalam kegiatan sehari-hari juga dipaparkan djurnal penelitian ini. Sutrisno tentang “Tinjauan
Sosial
terhadap
Berkurangnya
Tenaga
Pembatik pada Industri Batik”, batik Lasem dipandang dari segi tenaga kerja pembatik dimana terdapat faktor-faktor yang menyebabkan tenaga pembatik tulis Lasem berkurang seperti: usia para pengrajin batik Lasem biasanya mulai memberhentikan aktivitasnya pada usia enam puluh tahun, kebutuhan hidup masyarakat biasanya cenderung untuk mendapatkan hasil yang lebih dan cukup untuk memenuhi kebutuhan, peralihan peran keluarga pembatik adalah seorang ibu dan seorang istri yang tentu saja mempunyai peran domestik kemudian peran inilah faktor pengurang jumlah pembatik, status sosial pencarian status baru yang lebih dibandingkan dengan status pembatik, pendidikan dimana masyarakat mengejar tingkat pendidikan paling, persepsi kerja membatik rendah, sehingga dengan berkurangnya tenaga pembatik menyebabkan posisi tawar lebih baik, ikatan buruh dan majikan longgar, serta tumbuhnya usaha baru dan peningkatan harga (Sutrisno:2012) Penelitian Yanuar Putra Ariwibawa yang berjudul “Analisis Tenaga Kerja Industri Batik Lasem di Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang”, Yanuar memaparkan akan adanya tabel pengrajin batik di desa Pancur Kabupaten Rembang yang dari tahun ke tahun mengalami kemrosotan karena jumlah SDM yang terbatas, kemudian beralihnya masyarakat modern untuk bekerja di bidang lain yang memiliki
14
jumlah pendapatan yang lebih besar dibandingkan menjadi seorang pengrajin. Faktor daya saing yang membuat pengrajin batik Lasem tidak mampu untuk memproduksi kain batik dalam jumlah yang banyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mendorong tenaga kerja untuk bekerja pada industri batik tulis Lasem, mengetahui karakteristik tenaga kerja industri kecil batik tulis Lasem, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pendapatan tenaga kerja batik tulis Lasem (Ariwibawa: 2009). Penelitian yang telah dipaparkan di atas sejauh ini belum ada yang menjelaskan akan adanya penelitian lebih lanjut mengenai makna simbol dalam batik Lasem. Beberapa penelitian sebelumnya tentang batik Lasem hanya menjelaskan tentang upaya perlindungan hukum batik Lasem dan kegiatan ekonomi masyarakat Lasem saja dalam menyoroti turunnya jumlah pengrajin batik di kota Lasem dari tahun ke tahun. Penulis dalam penelitian ini berusaha akan mengungkapkan makna simbol akulturasi nilai-nilai budaya Cina-Jawa yang ada pada batik Lasem sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberi sebuah pembaharuan dari penelitian sebelumnya mengenai batik Lasem yang sudah ada.
D. Landasan Teori Batik Lasem merupakan sebuah hasil perpaduan budaya yang tercipta karena adanya akulturasi antara etnis Cina dan masyarakat Jawa memiliki kesan budaya yang berkiblat dari Cina menjadikan batik Lasem memiliki karakteristik berbeda dengan
15
budaya batik lainnya. Keunikan yang dimilki inilah kemudian muncul beberapa nilai filosofi yang terkait dengan makna simbol yang terdapat pada unsur-unsur batik Lasem dimulai dari proses pembuatan motifnya maupun pewarnaannya. Pembahasan mengenai makna dan simbol kemudian akan mengarah kepada pembahasan mengenai hakikat kebudayaan yang tentunya tidak akan terlepas dari bagaimana cara manusia untuk terus bereksistensi dari dunia, yakni cara manusia dalam menciptakan suatu hasil dari peran manusia misal manusia muncul dengan budaya, maka tak lama kemudian akan muncul dengan fenomena kebudayaan lainnya (Peursen, 1994:9). Kebudayaaan dan simbol merupakan dua hal yang tidak dapat terpisah dan saling terkait, hal ini sejalan dengan rumusan yang diberikan oleh Cassirer dalam bukunya yang berjudul Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esei Tentang Manusia (1987:40). Cassirer menyebut bahwa sebuah kebudayaan selalu dibangun berdasarkan pengakuannya yakni manusia adalah “animal symbolicum”. Manusia menggunakan simbol-simbol agar dapat mencapai sebuah potensi dan tujuan hidupnya yang tertinggi. Hal ini menjelaskan bahwa manusia tidak pernah melihat, mengenal maupun menemukan sesuatu tanpa adanya sebuah simbol. Manusia akan selalu mengungkapkan serta melambangkan sesuatu yang ditemuinya dalam bentuk simbol sebagai cara manusia untuk berkomunikasi dengan manusia yang lainya. Penjelasan Turner tentang tanda-tanda dan simbol-simbol berdasarkan penjelasan tentang temuan-temuan Turner (dalam Dillistone, 2002:114).
16
Dalam simbol-simbol ada semacam kemiripan (entah bersifat matafora entah bersifat metonimia) antara hal yang ditandai dan maknanya, sedangkan tandatanda tidak mempunyai kemiripan seperti itu…tanda-tanda hampir selalu ditata dalam sistem-sistem “tertutup”, sedangkan simbol-simbol, khusunya simbol yang dominan, dari dirinya sendiri bersifat “terbuka”secara semantis. Makna simbol tidaklah sama sekali tetap. Makna-makna baru dapat saja ditambahkan oleh kesepakatan kolektif pada wahan-wahana simbolik yang lama. Lagipula individu-individu dapat menambahkan makna pribadi pada makna umum sebuah simbol. Sejalan dengan penjelasan yang telah dijelaskan di atas, Turner (1967:54) juga memberikan pemaparan tentang simbol lebih lanjut. Menurutnya simbol-simbol upacara tidak hanya berupa tanda-tanda dalam penggambaran benda-benda yang diketahui, tetapi para pemilikinya merasa bahwa simbol itu memiliki sesuatu yang lebih berarti dan sebuah keampuhan ritual yang mengandung kekuatan dari sumbersumber yang tidak diketahui. Teori simbol sesuai dengan definisi menurut Turner juga di paparkan oleh Geerts yang menyatakan simbol adalah sebagai ajang atau tempat wahana yang memuat sesuatu
nilai
bermakna
(meaning)
yang
harus
ditangkap
dibaca.
Geertz
berkesimpulan bahwa selama ini sistem simbol yang tersedia pada kehidupan umum sebuah masyarakat sesungguhnya menunjukkan bagaimana para warga bersangkutan dapat melihat, merasa dan berpikir tentang dunia mereka serta bertindak berdasarkan nilai-nilai yang sesuai. Geertz menyatakan menurutnya “kebudayaan” merupakan sebuah pola dan makna yang ditujukan secara historis dan diejewantahkan dalam simbol-simbol
sehingga
manusia
dengan
mudah
dapat
menyampaikan,
17
mengabadikan, dan mengembangkan sebuah pengetahuan mereka tentang sikap-sikap mereka terhadap hidup (Geertz 1992:7). Raymond Firth mengemukakan dalam “Hakikat Simbolisme”, terletak dalam pengakuan bahwa hal yang satu mengacu kepada (mewakili) hal yang lain dan hubungan antara keduanya pada hakikatnya adalah hubungan hal yang konkret dengan abstrak, hal yang khusus dengan yang umum. Firth memandang simbol mempunyai peranan yang sangat penting dalam urusan-urusan manusia. “manusia menata
dan
menafsirkan
realitasnya
dengan
simbol-simbol
dan
bahkan
merekonstruksi realitas itu dengan simbol. Simbol menurut pandangannya, pertama bersifat intelektual”. Sebuah simbol dapat berhasil memuatkan pada dirinya sendiri seluruh semangat yang semestinya hanya menjadi milik realitas terakhir (tertinggi) yang diwakili (Dillistone. 2002: 102-103). Simbol kebudayaan selalu termanifestasi dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Hal ini setidaknya sesuai dengan teori yang dipaparkan oleh Cassirer dalam Sebuah Esai Tentang Manusia dan Kebudayaan (1987:108). Menurut Cassirer bentuk-bentuk manifestasi simbol dalam kehidupan manusia dan kebudayaan melingkupi beberapa aspek kegiatan di antaranya seperti aspek seni, mitos, bahasa, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Bidang-bidang kegiatan simbol yang telah dijelasksan di atas, menunjukkan bahwa teori Cassirer memberikan sebuah tujuan kehidupan yang baik untuk membuat manusia agar lebih memahami dan melihat luasnya simbol dan kebudayaan.
18
Sejalan dengan teori yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini akan berusaha menggunakan teori simbol dalam mengkaji nilai-nilai makna simbol yang terdapat pada batik Lasem. Di samping pemaparan terkait dengan makna simbol, penulis dalam penelitian ini juga akan menjelaskan tentang bentuk-bentuk manifestasi simbol batik Lasem dalam Cassirer terkait dengan kehidupan manusia dan kebudayaannya.
E. Metode Penelitian 1.
Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian pustaka dan metode yang disertai dengan
kajian lapangan. Menurut buku Metodologi penelitian filosofis. Karangan Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, penelitian ini adalah penelitian filosofis mengenai makna simbol batik Lasem. a.
Kajian pustaka
Merupakan suatu kajian dalam mendapatkan suatu data dengan menggunakan literatur buku, dalam kajian pustaka terdapat dua data pustaka yakni pustaka primer dan sekunder. Pustaka primer adalah buku, hasil penelitian, jurnal dan artikel, yang memiliki otoritas yang berhubungan dengan objek material dan objek formal penelitian. Pencarian data primer yang membahas tentang batik Lasem sejauh ini belum ada buku asli yang tersedia mengenai budaya batik Lasem dan sejarahnya, lebih lanjut
19
data hasil yang diperoleh dalam penelitian ini lebih ke pustaka sekunder disertai dengan kajian lapangan. 1. Dillistone, 2002, The Power of Symbol. Yogyakarta, Kanisius 2.
Cassirer, Ernst, 1987, An Essay On Man, Manusia dan Kebudayaan:di Indonesiakan Oleh: A Lois A. Nugroho, Sebuah Essai Tentang Manusia, PT Gramedia, Jakarta.
3. Rachman, Farchan Dkk, 2013. “Lasem Kota Sejarah yang Terpinggirkan Zaman”
dalam
https://efenerr.wordpress.com/2013/04/18/lasem-kota-
sejarah-yang-terpinggirkan-jaman-free-e-book, 17 Januari 2016 4. Rizali, Nanang Dkk, 2012, “Budaya Jawa dan Tionghoa dalam Motif Batik Lasem”. dalam http://journal.ac.id/index.php/proceeding/article/vie w/257/206, 19Januari 2016. 5. Kwan Hwie Liong, 2006, “Revitalisasi Budaya dan Usaha Kecil Batik Lasem”.
dalam
http://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/pdk1/article/
download/1720/, 24 Mei 2016. 6. Alriangnum, Septina, 2014, “Perkembangan Lasem Cina Peranakan Tahun 1900-1960”, dalam http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/avatara /article/view/7779/10511.html, 16 Januari 2016. 7. Irawati, Rika, “Ini Tiga Ciri Khas Motif Batik Lasem dan Maknanya”, dalam
http://jateng.tribunnews.com/2014/12/09/ini-tiga-ciri-khas-motif-
bati-Lasem -dan-maknanya, 13 Maret 2015.
20
Pustaka sekunder adalah buku, hasil penelitian, jurnal atau artikel, sebagai rujukan kedua setelah pustaka primer, yang berguna sebagai pembanding dan membantu
memahami
pengertian
dan
istilah-istilah
kunci
dalam
pustaka
primer.berupa kepustakaan yang sifatnya lebih umum seperti buku-buku pengantar dan sejarah, ensiklopedi, kamus dan sumber-sumber lain sejauh membantu memberikan pemahaman lebih baik mengenai penelitian ini. 1.
Morgan, 2007, China Simbol dan Mistik, Yogyakarta, Alamedia
2.
Peursen, 198, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta, Kanisius
3.
Wibisono, 1977, Simbol Menurut Susanne K Langer. Yogyakarta, dalam Sudut Pandang Filsafat: Sebuah Bunga Rampai.
4.
Hamidin, 2010, Batik Warisan Budaya Asli Indonesia, Yogyakarta, Narasi.
5.
Ramadhan, 2013, Cerita Batik. Tanggerang, Imprint dan Lentera Hati.
6.
Sudardi, Bani Dkk, 2014,”Motif Burung Hong dan sekar Jagad dalam Batik Lasem”, dalam http://jurnal.fib.uns.ac.id/index.php/hsb/article/ download/ 50/46, 17 Januari 2016.
7.
Rahayu, Kanti, 2008, “Upaya Perlindungan Batik Lasem oleh Pemerintah
Kabupaten
Rembang”.
dalam
Sumber
http://ejournal.upstegal.ac.id/index.php.sosekhum/article/view/724, 24 Mei 2015, 24 Mei 2015.
21
8.
Moedjiono, 2011, “Ragam Hias dan Warna sebagai Simbol Cina”, dalam
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/modul/article/view/1449,
12 Febuari 2016. 9.
Ariwibawa Yanuar, 2009, “Analisis Tenaga Kerja Industri Batik Lasem di Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang”
dalam
http://etd.eprints.ums.ac.id/5008/2/E100040005, 24 Mei 2015 10. Sutrisno, 2012, “Tinjauan sosial terhadap Berkurangnya Tenaga Pembatik Pada Industri Batik”, dalam http://eprints.ums.ac.id/5008/, 24 Mei 2015. 11. Sutardi, Tedi, 2007, Antropologi:Mengungkap Keragaman Budaya, Bandung, PT Setia Purna Inves. 12. Sutrisno, 1983, Sedikit Tentang Kebudayaan Nasional, Yogyakarta, Liberty. 13. Sutrisno, Mudji, 2005, Teori-Teori Budaya, Gramedia :Jakarta. 14. Suryadi Aris, 2008, Bedah Pasar Jawa Tengah. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama 15. Lechte, John, 2001, 50 Filsuf Kontemporer, Yogyakarta, Kanisius.
b.
Kajian lapangan
Kajian lapangan merupakan salah satu metode dalam mendapatkan suatu data atau hasil penelitian dengan menggunakan proses wawancara terkait dengan batik
22
Lasem. Penulis memaparkan kembali proses wawancara tersebut dalam bentuk lampiran yang nantinya akan dikaji dan dianalisis untuk mendapatkan hasil pemaparan yang diharapkan penulis. Kajian lapangan ini
mengambil data tentang batik Lasem dengan metode
wawancara sebagai berikut. 1. Bapak Sigit Wicaksono sebagai tokoh sejarahwan Lasem yang beralamat Jalan Babagan Lasem Rt 3 Rw 15, Kabupaten Rembang. 2. Ibu Purnomo sebagai pengusaha dan pengrajin batik Lasem yang beralamat di Jalan Gedungmulyo IV-1 Lasem Kabupaten Rembang.
F. Jalan penelitian 1.
Pengumpulan data Mengumpulkan data sebanyak mungkin dan pustaka mengenai makna simbol
akulturasi nilai-nilai budaya Jawa Cina dalam batik Lasem yang berkaitan dengan penelitian ini. 2.
Kategorisasi data Bahan bahan yang telah dikumpulkan kemudian dikategorisasi sesuai dengan
kebutuhan penelitian. 3.
Klasifikasi data Data yang telah dikategorikan kemudian diklasifikasi agar sistematis.
4.
Analisis data
23
Data primer dan data sekunder yang telah dikelompokkan kemudian dianalisis secara kritis dan filosofis. 5. Penyusunan laporan Tahapan akhir dilakukan untuk memperoleh hasil penelitian dan dituangkan dalam bentuk laporan peneltian.
G. Analisis Hasil Data yang sesuai bagi penelitian dihimpun, untuk selanjutnya data tersebut dianalisis secara hermeunitika filosofis dengan menggunakan unsur metodis yang merupakan bagian terpenting dalam memproses data dan menyusun secara ilmiah dan metodologis. Berbagai unsur metodis tersebut antara lain: 1. Deskripsi Pemparan secara historis dan teoritis mengenai profil tentang budaya batik Lasem. 2. Kesinambungan Historis Peneliti
bermaksud
untuk
melihat
kesinambungan
historis
antara
perkembangan budaya batik Lasem. 3. Intepretasi Peneliti mencoba untuk memahami makna simbol yang terdapat pada batik Lasem. Makna simbol ini diasumsikan peneliti sebagai representasi nilai historis masyarakat Lasem
24
4. Koherensi Intern Memeriksa keterkaitan antara makna simbol yang terdapat dalam batik Lasem dengan nilai filosofis sejarah batik Lasem. 5. Refleksi Penulis berusaha merefleksikan seluruh hasil untuk memperoleh gambaran tentang makna simbol batik Lasem.
H. Hasil Yang Dicapai Hasil yang dicapai dari penelitian ini adalah: 1.
Memperoleh pemahaman mengenai uraian simbol batik
2.
Memperoleh penjelasan tentang teori simbol dan makna dalam kebudayaan.
3.
Mengungkapkan tentang makna batik Lasem sebagai manifestasi simbol dalam nilai-nilai budaya akulturasi hasil masyarakat Cina-Jawa
I. Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini akan dilaporkan dalam lima bab sebagai berikut BAB I
Berupa pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, hasil yang dicapai, dan sistematika penulisan.
25
BAB II
Berupa pemaparan mengenai batik Lasem, sejarah terbentuknya batik Lasem, unsur-unsur pembetuk batik Lasem, serta profil batik mengenai motif dan warna batik Lasem
BAB III
Berupa pemaparan teori-teori tentang konsep kebudayaan dan dinamika
kebudayaan,
teori
akulturasi
sebagai
pembentuk
kebudayaan, pengertian simbol dan bentuk-bentuk manifestasi simbol, serta nilai budaya sebagai arti dari simbol. BAB IV
Berupa pemaparan tentang makna simbol dalam batik Lasem, membahas tentang aspek-aspek budaya Cina dan Jawa dalam batik Lasem, relevansi nilai-nilai simbol, bentuk-bnetuk manifestasi bentuk simbol, serta refleksi kritis.
BAB V
Penutup, terdiri atas kesimpulan dan saran.