BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MENURUT

Download Menurut Suara Pembaharuan tahun 2011, di Indonesia, tingginya kasus resistensi obat .... Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golon...

0 downloads 423 Views 299KB Size
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Obat tidak dapat digunakan sembarangan tanpa ada indikasi penyakit yang jelas. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat yaitu indikasi, dosis, cara penggunaan serta efek sampingnya, karena bila hal tersebut diabaikan maka akan menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan. Salah satu obat yang harus diperhatikan penggunaannya adalah antibiotika. Antibiotika merupakan obat yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan atau dapat membunuh mikroorganisme lain. Beberapa akibat yang dapat timbul karena penggunaan antibiotika yang tidak tepat adalah terjadinya resistensi kuman atau bakteri. Selain itu, resistensi dapat juga terjadi akibat penggunaan antibiotika yang berlebihan. Resistensi terhadap antibiotika adalah obatnya tidak mampu membunuh kuman atau kumannya menjadi kebal terhadap obat (Anief, 2004). Menurut Suara Pembaharuan tahun 2011, di Indonesia, tingginya kasus resistensi obat antibiotika cukup mengkhawatirkan, bahkan Indonesia menduduki

1

2

peringkat ke-8 dari 27 negara dengan beban tinggi kekebalan kuman terhadap obat di dunia berdasarkan data WHO tahun 2009 (Wahyunadi, 2013). Hal ini disebabkan karena tingkat pengetahuan masyarakat Indonesia yang masih tergolong rendah. Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia ke-18, Endang Rahayu Sedyaningsih, pada tahun 2011 dinyatakan bahwa sekitar 92% masyarakat di Indonesia menggunakan antibiotika secara tidak tepat. Ketika digunakan secara tepat, antibiotika memberikan manfaat yang tidak perlu diragukan lagi. Namun bila dipakai atau diresepkan secara tidak tepat (irrasional prescribing) dapat menimbulkan kerugian yang luas dari segi kesehatan, ekonomi, bahkan untuk generasi mendatang (Apua, 2011). Di Indonesia telah dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotika dan cara penggunaannya. Penelitian oleh Singgih yang berjudul ‘Tingkat Pengetahuan Tentang Antibiotik Pada Masyarakat Kecamatan Pringkuku Kabupaten Pacitan’ menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat dengan kategori baik sebanyak 38,5%, kategori cukup sebanyak 23,96%, kategori kurang sebanyak 26,04%, dan kategori tidak baik sebanyak 11,45%. Tingkat pengetahuan secara rata-rata dikategorikan cukup. Hasil penelitian ‘Gambaran Pengetahuan Antibiotik Masyarakat Di Kelurahan Panarung Dan Pahandut Seberang, Kecamatan Pahandut, Palangka Raya oleh Zakia Sufiatinur menunjukkan tingkat pengetahuan di Kelurahan Panarung adalah 25,71% mendapat predikat baik, 37,14% mendapat predikat cukup, dan 37,14% mendapat predikat kurang. Manakala tingkat pengetahuan di Kelurahan Pahandut Seberang adalah 0,00% mendapat predikat baik, 27,27%

3

mendapat predikat cukup, dan 72,73% mendapat predikat kurang. Tingkat pengetahuan secara rata-rata untuk kedua lokasi dikategorikan kurang. Selain itu hasil penelitian di Desa Manurunge Kecamatan Ulaweng Kabupaten Bone menunjukkan bahwa tingkat pengetauan masyarakat tentang penggunaan antibiotika termasuk dalam kategori rendah dengan persentase 55.4% (Serliani, 2014). Dari penelitian-penelitian tersebut terlihat tingkat pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik masih belum cukup memadai, hanya sekitar setengah dari masyarakat yang memiliki pengetahuan yang cukup. Hal ini menjadi masalah yang menarik untuk diteliti, apakah tingkat pengetahuan yang rendah juga mendasari penggunaan antibiotik secara salah, disamping faktorfaktor lain seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan hobi. Berdasarkan observasi awal di daerah Dusun Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, ada kecenderungan masyarakat menggunakan antibiotika secara tidak tepat. Diperoleh informasi bahwa terkadang masyarakat hanya menggunakan antibiotika satu tablet atau dua tablet saja yang disebabkan karena tingkat pengetahuan yang rendah. Sebagai contoh ketika mengalami sakit gigi, hanya menggunakan amoksisilin satu tablet saja dan menghentikan

pengobatan

setelah

sakitnya

berhenti,

padahal

lazimnya

penggunaan antibiotika tergantung intervensi penyakitnya dan diminum secara teratur sesuai resep dokter. Berdasarkan dari uraian di atas maka akan dilakukan penelitian tentang karakteristik dan tingkat pengetahuan masyarakat di daerah Dusun Jongkang,

4

Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman tentang antibiotika dan cara penggunaannya. Penulis memilih lokasi penelitian di Dusun Jongkang karena Dusun Jongkang merupakan salah satu dari beberapa dusun di Kota Yogyakarta yang memiliki jumlah penduduk yang besar dengan jumlah 1500 jiwa dan terdapat pusat kesehatan masyarakat. Alasan pemilihan Dusun Jongkang sebagai lokasi penelitian dikarenakan Dusun Jongkang memiliki komunitas yang sudah terorganisir dengan baik dan memiliki struktur kepengurusan yang jelas, sehingga akan memudahkan dalam pencarian subyek penelitian.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, timbul permasalahan untuk diteliti : a. Seperti apakah karakteristik masyarakat di Dusun Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman? b. Seperti apakah tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotika dan cara penggunaannya di Dusun Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman?

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk a. Mendapat gambaran tentang karakteristik masyarakat Dusun Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman.

5

b. Mengukur tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotika dan cara penggunaannya di daerah Dusun Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman.

D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini yaitu : 1. Diharapkan dapat memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta gambaran tentang karakteristik dan tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotika, agar dilakukan program penyuluhan mengenai antibiotika kepada masyarakat untuk menghindari terjadinya penggunaan antibiotika yang tidak tepat, serta memperbaiki pelayanan kesehatan bagi masyarakat terkait pelayanan informasi obat. 2. Diharapkan memberikan masukan kepada tenaga kesehatan (khusunya apoteker) untuk meningkatkan peran apoteker di bidang kesehatan masyarakat sebagai public educator, dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan materi edukasi sehubungan dengan metode edukasi seminar tentang antibiotika. 3. Sebagai bahan tambahan pengetahuan baik dari penulis sendiri maupun pembaca. 4. Sebagai bahan bacaan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.

E. Tinjauan Pustaka 1. Antibiotika

6

Antibiotik untuk pertama kalinya ditemukan secara kebetulan oleh dr. Alexander Fleming (Inggris, Tahun 1928). Tetapi penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan pada permulaan Perang Dunia II di tahun 1941, ketika obat-obat antibakteri sangat diperlukan untuk menanggulangi infeksi dari luka-luka akibat pertempuran. Kemudian, para peneliti diseluruh dunia menghasilkan banyak zat lain dengan khasiat antibiotis. Tetapi berhubungan dengan sifat toksiknya bagi manusia, hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan sebagai obat (Tjay & Rahardja,2007). Antibiotika (L. anti = lawan, bios = hidup) adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi atau bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tjay & Rahardja, 2007). Penggolongan antibiotik dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor

2406/Menkes/Per/XII/2011

Tentang

Pedoman

Umum

Penggunaan Antibiotik, berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu: a. Obat yang Menghambat Sintesis atau Merusak Dinding Sel Bakteri. 1) Beta-Laktam Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat yang mempunyai struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, dan inhibitor beta-laktamase. Obat-obat antibiotik beta-laktam umumnya bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap organisme gram-positif dan negatif. Antibiotik beta-

7

laktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri. 1) Penisilin, contoh obat pada golongan ini, yaitu Penicilin G dan Penicilin V, amoxicilin, ampicilin dan piperasilin. 2) Sefalosporin, menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mekanisme serupa dengan penisilin. Antibiotik yang termasuk golongan ini, yaitu sefadroksil, sefuroksim dan seftriakson. 3) Monobaktam (beta-laktam monosiklik), contoh antibiotik yang termasuk dalam golongan ini aztreonam. 4) Inhibitor beta-laktamase, yang termasuk dalam golongan ini yaitu, asam klavulanat, sulbaktam, dan tazobaktam. (Menkes RI,2011) 2) Basitrasin Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida, yang utama adalah basitrasin A. Berbagai kokus dan basil gram-positif, Neisseria, Haemophilus influenzae, dan Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Basitrasin tersedia dalam bentuk salep mata dan kulit, serta

bedak

untuk

topikal.

Basitrasin

jarang

menyebabkan

hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi dengan neomisin dan/atau polimiksin. Basitrasin bersifat nefrotoksik bila memasuki sirkulasi sistemik. (Menkes RI,2011)

8

3) Vankomisin Vankomisin merupakan antibiotik ciri ketiga yang terutama aktif terhadap bakteri gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan untuk infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Semua basil gram negatif dan mikobakteria resisten terhadap vankomisin. Vankomisin diberikan secara intravena, dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Efek sampingnya adalah reaksi hipersensitivitas, demam, flushing dan hipotensi (pada infus cepat), serta gangguan pendengaran dan nefrotoksisitas pada dosis tinggi. (Menkes RI,2011) b. Obat yang Memodifikasi atau Menghambat Sintesis Protein. Antibiotik yang termasuk golongan ini adalah aminoglikosid, tetrasiklin,

kloramfenikol,

makrolida,

klindamisin,

mupirosin,

dan

spektinomisin. 1) Aminoglikosida : Antibiotik yang termasuk golongan ini adalah streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin dan netilmisin. 2) Tetrasiklin : Antibiotik yang termasuk ke dalam golongan ini adalah tetrasiklin, doksisiklin, oksitetrasiklin, minosiklin, dan klortetrasiklin. 3) Kloramfenikol : Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas, menghambat bakteri gram positif dan negatif aerob dan anaerob, klamidia, ricketsia, dan mikoplasma.

9

4) Makrolida : Antibiotik yang termasuk golongan ini adalah eritromisin, azitromisin, klaritromisin dan roksitromisin. (Menkes RI,2011) c. Obat Antimetabolit yang Menghambat Enzim-Enzim Esensial dalam Metabolisme Folat. Antibiotik yang termasuk golongan ini yaitu, sulfonamid dan trimetoprim.

sulfonamid

bersifat

bakteriostatik.

Trimetoprim

dalam

kombinasi dengan sulfametoksazol, mampu menghambat sebagian besar patogen saluran kemih, kecuali Pseudomonas aeruginosa dan Neisseria sp. Kombinasi ini menghambat Staphylococcus

aureus, Staphylococcus

koagulase negatif, Streptococcus hemoliticus, Haemophilus influenzae, Neisseria sp, bakteri Gramnegatif aerob (E. coli dan Klebsiella sp), Enterobacter, Salmonella, Shigella, Yersinia, Pneumocystis carnii. (Menkes RI,2011) d. Obat yang Mempengaruhi Sintesis atau Metabolisme Asam Nukleat. 1) Kuinolon Antibiotik yang termasuk golongan ini yaitu, i) Asam nalidiksat ii) Florokuinolon, golongan ini meliputi norfloksasin, siprofloksasin, ofloksasin, moksifloksasin, pefloksasin, levofloksasin, dan lain-lain. 2) Nitrofuron,

antibiotik

yang

termasuk

golongan

ini

meliputi,

nitrofurantoin, furazolidin, dan nitrofurazon. (Menkes RI,2011)

10

Efek samping yang paling umum dari antibiotika antara lain diare, muntah, mual dan infeksi jamur pada saluran pencernaan dan mulut. Dalam kasus yang jarang terjadi, antibiotika dapat menyebabkan batu ginjal, gangguan darah, gangguan pendengaran, pembekuan darah abnormal dan kepekaan terhadap sinar matahari, serta terjadinya resistensi yaitu aktivitas kuman untuk melindungi diri terhadap efek antibiotika. Sementara untuk penggunaan antibiotika, tidak dihentikan sebelum waktu yang ditentukan, sebab bakteri memiliki potensi untuk tumbuh lagi dengan kecepatan yang cepat (Nawawi, 2013). Dampak negatif dari pemakaian antibiotika secara sembarangan akan mencakup hal-hal sebagai berikut yaitu : a) Terjadinya resistensi kuman. Timbulnya strain-strain kuman yang resisten akan sangat berkaitan dengan banyaknya pemakaian antibiotika dalam suatu unit pelayanan. b) Terjadinya peningkatan efek samping dan toksisitas antibiotika, yang terjadi secara langsung karena pengaruh antibiotik yang bersangkutan atau karena terjadinya superinfeksi. Misalnya pada pemakaian linkomisin atau dapat terjadi superinfeksi dengan kuman clostrium difficile yang menyebabkan colitis pseudomembranosa. c) Terjadinya pemborosan biaya misalnya karena pemakaian antibiotik yang berlebihan pada kasus-kasus memerlukan antibiotika.

yang kemungkinan sebenarnya tidak

11

d) Tidak tercapainya manfaat klinik optimal dalam pencegahan maupun pengobatan penyakit infeksi karena kuman dan lain-lain. Faktor-Faktor yang Harus Dipertimbangkan pada Penggunaan Antibiotika Terdapat 3 faktor yang harus dipertimbangkan pada penggunaan antibiotika: a) Faktor Resistensi Mikroorganisme Terhadap Antibiotika Resistensi

adalah

kemampuan

bakteri

untuk

menetralisir

dan

melemahkan daya kerja antibiotika. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu: i)

Merusak antibiotika dengan enzim yang diproduksi.

ii)

Mengubah reseptor titik tangkap antibiotika.

iii)

Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotika pada sel bakteri.

iv)

Antibiotika tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan sifat dinding sel bakteri.

v)

Antibiotika masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam sel melalui mekanisme transport aktif ke luar sel. (Drlica & Perlin, 2011)

Satuan resistensi dinyatakan dalam satuan KHM (Kadar Hambat Minimal) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC) yaitu kadar terendah antibiotika (μg/mL) yang mampu menghambat tumbuh dan berkembangnya bakteri. Peningkatan nilai KHM menggambarkan tahap awal menuju resisten. Enzim perusak antibiotika khusus terhadap golongan beta-laktam, pertama dikenal pada Tahun 1945 dengan nama penisilinase yang ditemukan pada

12

Staphylococcus aureus dari pasien yang mendapat pengobatan penisilin. Masalah serupa juga ditemukan pada pasien terinfeksi Escherichia coli yang mendapat terapi ampisilin (Acar and Goldstein, 1998). Resistensi terhadap golongan betalaktam antara lain terjadi karena perubahan atau mutasi gen penyandi protein (PenicillinBinding Protein, PBP). Ikatan obat golongan beta-laktam pada PBP akan menghambat sintesis dinding sel bakteri sehingga sel mengalami lisis. Peningkatan kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotika bisa terjadi dengan 2 cara, yaitu: i)

Mekanisme Selection Pressure. Jika bakteri resisten tersebut berbiak secara duplikasi setiap 20-30 menit (untuk bakteri yang berbiak cepat), maka dalam 1-2 hari, seseorang tersebut dipenuhi oleh bakteri resisten. Jika seseorang terinfeksi oleh bakteri yang resisten maka upaya penanganan infeksi dengan antibiotika semakin sulit.

ii)

Penyebaran resistensi ke bakteri yang non-resisten melalui plasmid. Hal ini dapat disebarkan antar kuman sekelompok maupun dari satu orang ke orang lain. Ada dua strategi pencegahan peningkatan bakteri resisten yaitu yang

pertaman untuk selection pressure dapat diatasi melalui penggunaan antibiotika secara bijak (prudent use of antibiotics). Strategi kedua untuk penyebaran bakteri resisten melalui plasmid dapat diatasi dengan meningkatkan ketaatan terhadap prinsip-prinsip kewaspadaan standar (universal precaution).

13

b) Faktor Interaksi dan Efek Samping Obat Pemberian antibiotika secara bersamaan dengan antibiotika lain, obat lain atau makanan dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan. Efek dari interaksi yang dapat terjadi cukup beragam mulai dari yang ringan seperti penurunan absorpsi obat atau penundaan absorpsi hingga meningkatkan efek toksik obat lainnya. Sebagai contoh pemberian siprofloksasin bersama dengan teofilin dapat meningkatkan kadar teofilin dan dapat berisiko terjadinya henti jantung atau kerusakan otak permanen. Demikian juga pemberian doksisiklin bersama dengan digoksin akan meningkatkan efek toksik dari digoksin yang bisa fatal bagi pasien. c) Faktor Biaya Antibiotika yang tersedia di Indonesia bisa dalam bentuk obat generik, obat merek dagang, obat originator atau obat yang masih dalam lindungan hak paten (obat paten). Harga antibiotika pun sangat beragam. Harga antibiotika dengan kandungan yang sama bisa berbeda hingga 100 kali lebih mahal dibanding generiknya. Apalagi untuk sediaan parenteral yang bias 1000 kali lebih mahal dari sediaan oral dengan kandungan yang sama. Peresepan antibiotika yang mahal, dengan harga di luar batas kemampuan keuangan pasien akan berdampak pada tidak terbelinya antibiotika oleh pasien, sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan terapi. Setepat apa pun antibiotika yang diresepkan apabila jauh dari tingkat kemampuan keuangan pasien tentu tidak akan bermanfaat (Permenkes, 2011).

14

2. Karakteristik Karakteristik adalah mengacu kepada karakter dan gaya hidup seseorang serta nilai-nilai yang berkembang secara teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan mudah di perhatikan. Selain itu, karakteristik merupakan ciri atau karateristik yang secara alamiah melekat pada diri seseorang yang meliputi umur, jenis kelamin, ras/suku, pengetahuan, agama/ kepercayaan dan sebagainya (Nanda, 2013). Umur Umur adalah waktu atau bertambahnya hari sejak lahir sampai akhir hidup, usia sangat mempengaruhi seseorang, semakin bertambah usia maka semakin banyak pengetahuan yang di dapat. Kategori umur menurut Depkes RI (2009): masa remaja akhir 17 - 25 tahun, masa dewasa awal 26- 35 tahun, masa dewasa akhir 36- 45 tahun,masa lansia awal 46- 55 tahun. Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik (Notoatmodjo, 2010). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, tingkat pendidikan dibagi menjadi : a) Formal i. Pendidikan Dasar

15

Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat ii. Pendidikan Menengah Pendidikan menengah terdiri

atas pendidikan menengah umum dan

pendidikan menengah jurusan, seperti : SMA, MA, SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat iii. Pendidikan Tinggi Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas

b) Jalur Non-formal Pendidikan non-formal ialah pendidikan yang disusun dan dilaksanakan di luar dari pada sistem pendidikan formal. Pendidikan ini boleh diperoleh melalui program seperti latihan, kursus dalam, seminar, bengkel, forum dan persidangan. Menurut definisi yang diberikan oleh PBB (Pertubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu) mengenai UNESCO, (pendidikan, sains dan kebudayaan) program pendidikan yang bercorak vokasional, teknikal dan kecakapan dikategorikan sebagai pendidikan non-formal di mana program tersebut menyediakan orang dewasa didalam sesuatu bidang kerja yang baru (Nanda, 2013).

c) Jalur Informal Pendidikan informal ialah proses pendidikan pembelajaran sampingan yang berlangsung secara spontan dan tanpa struktur. Seseorang itu akan memperoleh

16

dan menambahkan pengetahuan, kemahiran dan membentuk sikap serta pandangan berdasarkan pengetahuannya tiap-tiap hari sama ada di tempat bekerja, di sekolah atau di tempat rekreasi. Umpamanya, jika seseorang mendapat pengalaman dan merubah perlakuan melalui membaca dan menonton televisi, maka ia boleh dikatakan mendapat pendidikan informal dari pada media massa. Pendidikan informal banyak disalurkan melalui media massa dan juga melalui interaksi dengan masyarakat (Suparyanto, 2010).

Pekerjaan Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan penghasilan. Manusia perlu bekerja untuk mempertahankan hidupnya. Dengan bekerja seseorang akan mendapatkan uang. Uang yang diperoleh dari hasil bekerja tersebut digunakanuntuk memenuhi kebutuhan hidup (Suparyanto, 2010). Pekerjaan dibagi menjadi: IRT, PNS, Non PNS/ karyawan, Wiraswasta, petani, dan jualan (Nanda, 2013).

3. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang mana penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,1997).

17

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yakni: a) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telahditerima. Oleh karena itu, tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. b) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang telah diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. c) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil. d) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen. Tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

18

f) Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk meletakkan penilaian terhadap satu materi atau objek.

Menurut Notoatmodjo (2007), belajar adalah mengambil tanggapantanggapan dan menghubungkan tanggapan-tanggapan dengan mengulang-ulang. Tanggapan-tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus atau rangsangan - rangsangan. Makin banyak dan sering diberikan stimulus maka memperkaya tanggapan pada subjek belajar. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a) Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. b) Tingkat Pendidikan Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara

umum,

seseorang

yang

berpendidikan

lebih

tinggi

akan

mempunyaipengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. c) Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya

19

upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan waktu untuk membaca d) Fasilitas Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan bukubuku. e) Penghasilan Penghasilan tidak

berpengaruh langsung terhadap pengetahuan

seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi. f) Sosial budaya Kebudayaan

setempat

dan

kebiasaan

dalam

keluarga

dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara langsung atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden atau subjek penelitian. Kedalaman pengetahuan responden yang ingin diukur atau diketahui, dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dari responden. Pengukuran tahap pengetahuan dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan

tentang

stimulus

atau

objek

yang

bersangkutan. Jenis-Jenis Skala Tahap Pengetahuan Menurut Arikunto (1993:182)

20

ada beberapa bentuk skala yang dapat digunakan untuk mengukur tahap pengetahuan, antara lain: a) Skala Likert Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima respons yang menunjukkan tingkatan. Misalnya seperti yang telah dikutip, yaitu: SS = Sangat setuju

S = Setuju

N = Netral

TS = Tidak setuju

STS = Sangat tidak setuju b) Skala Jhon West Skala ini penyederhana dari skala Likert yang mana disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh tiga respons yang menunjukkan tingkatan. Misalnya: S = Setuju

R = Ragu-ragu

TS = Tidak setuju

c) Skala Pilihan Ganda Skala ini bentuknya seperti soal pilihan ganda yaitu suatu pernyata

d) Skala Thurstone Skala Thurstone merupakan skala mirip skala Likert karena merupakan suatu instrumen yang jawabannya menunjukkan tingkatan. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

21

ABCDEFGHIJ Very favourable Neutral Very unfavourable Pernyataan yang diajukan kepada responden disarankan oleh Thurstone kira-kira 10 butir, tetapi tidak kurang dari 5 butir. e) Skala Guttman Skala ini dengan yang disusun oleh Bergadus, yaitu berupa tiga atau empat buah pernyataan yang masing-masing harus dijawab “ya” atau “tidak”. Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang berurutan sehingga bila respoden setuju pernyataan nomor 2, diasumsikan setuju nomor 1. Selanjutnya jika responden setuju dengan nomor 3, berarti setuju pernyataan nomor 1 dan 2. f) Semantic Differential Instrumen yang disusun oleh Osgood dan kawan-kawan ini mengukur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensi-dimensi yang ada diukur dalam tiga kategori. Baik-tidak baik, kuat-lemah, cepat-lambat dan aktif– pasif, atau dapat juga berguna–tidak berguna.

4. Kuesioner Kuesioner

adalah

suatu

teknik

pengumpulan

informasi

yang

memungkinkan analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa orang utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh

22

oleh sistem yang diajukan atau oleh sistem yang sudah ada. Dengan menggunakan kuesioner, penulis berupaya mengukur apa yang ditemukan dalam wawancara. Penggunaan kuesioner tepat apabila : a. Responden (orang yang merespon atau menjawab pertanyaan) saling berdekatan atau bertatap muka. b. Melibatkan sejumlah orang di dalam proyek sistem, dan berguna bila mengetahui berapa proporsi suatu kelompok tertentu yang menyetujui atau tidak menyetujui apa yang ditanyakan dari kuesoner yang diajukan. c. Melakukan studi untuk mengetahui sesuatu dan ingin mencari seluruh pendapat sebelum proyek sistem diberi petunjuk-petunjuk tertentu. d. Ingin yakin bahwa masalah-masalah dalam kuesioner tersebut dapat diidentifikasi dan dibicarakan dalam wawancara langsung maupun tidak langsung. Jenis pertanyaan dalam kuesioner Perbedaaan pertanyaan dalam wawancara dengan pertanyaan dalam kuesioner adalah dalam wawancara memungkinkan adanya interaksi antara pertanyaan dan artinya. Dalam wawancara analis memiliki peluang untuk menyaring suatu pertanyaan, menetapkan istilah-istilah yang belum jelas, mengubah arus pertanyaan, memberi respons terhadap pandangan yang rumit dan umumnya bisa mengontrol agar sesuai dengan konteksnya. Beberapa diantara peluang-peluang diatas juga dimungkinkan dalam kuesioner. Jadi bagi penganalisis pertanyaanpertanyaan harus benar-benar jelas, arus pertanyaan

23

masuk akal, pertanyaanpertanyaan dari responden diantisipasi dan susunan pertanyaan direncanakan secara mendetail. Jenis-jenis pertanyaan dalam kuesioner adalah : a. Pertanyaan Terbuka : pertanyaan-pertanyaan yang memberi pilihan-pilihan respons terbuka kepada responden. Pada pertanyaan terbuka antisipasilah jenis respons yang muncul. Respons yang diterima harus tetap bisa diterjemahkan dengan benar. b. Pertanyaan Tertutup : pertanyaan-pertanyaan yang membatasi atau menutup pilihan-pilihan respons yang tersedia bagi responden. Petunjuk-petunjuk yang harus diikuti saat memilih bahasa untuk kuesioner adalah sebagai berikut : a. Gunakan bahasa responden kapanpun bila mungkin. Usahakan agar katakatanya tetap sederhana. b. Bekerja dengan lebih spesifik lebih baik daripada ketidak-jelasan dalam pilihan kata-kata. Hindari menggunakan pertanyaan-pertanyaan spesifik. • Pertanyaan harus singkat. c. Jangan memihak responden dengan berbicara kapada mereka dengan pilihan bahasa tingkat bawah. d. Berikan pertanyaan kepada responden yang tepat (maksudnya orang-orang yang mampu merespons). Jangan berasumsi mereka tahu banyak. e. Pastikan bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut secara teknis cukup akurat sebelum menggunakannya.

24

F. Gambaran Umum Dusun Jongkang Dusun Jongkang adalah dusun yang terletak di wilayah Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Luas daerah desa ini adalah 6,6m². Jumlah penduduk desa ini sebanyak 1500 jiwa dengan kepadatan 800 jiwa. Mata pencarian masyarakat Dusun Jongkang mayoritas buruh 45%, wiraswasta 35%, selebihnya PNS 20%. Adapun tingkat pendidikan masyarakat Dusun Jongkang bermacam-macam ada yang hanya minimal lulusan SD, SMP, maupun SMA. Namun yang paling dominan adalah lulusan SMA. Dusun ini terletak 3km dari Kota Yogyakarta. Fasilitas jalan ke kota sudah bagus. Di dusun ini masyarakat sudah pandai menggunakan internet karena terdapat fasilitas jaringan internet yang bagus. Hubungan antar masyarakat pun sangat akrab dan harmonis. Di dusun Jongkang juga rutin diadakan posyandu anak bulanan setiap tanggal 20 dan posyandu lansia setiap 3 bulan sekali. Dusun ini juga mempunyai fasilitas gedung yang biasa digunakan masyarakat untuk aktivitas bersama. G. Kerangka konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Variabel Independen Gambaran pengetahuan tentang obat antibiotika  Pengetahuan  Indikasi  Efek samping  Resistensi antibiotika

Variabel Dependen Masyarakat a. Jenis kelamin b. Pendidikan c. Pekerjaan d. Hobi