BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian

a. Efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli –squamosa cell., 12 anaplastik, invasi yang dalam dan cepat metastasenya. b...

7 downloads 1034 Views 182KB Size
BAB II KONSEP DASAR

A. Pengertian Tumor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli (Kandung Kencing). Karsinoma buli-buli merupakan tumor superfisial. Tumor ini lama kelamaan dapat mengadakan infiltrasi ke lamina phopria, otot & lemak perivesika yang kemudian menyebar langsung ke jaringan sekitar (Basuki B. Purnomo, 2000). Carsinoma sel skuamosa groos hematuria tanpa rasa sakit yaitu keluar air kencing warna merah secara terus menerus (Ilmu Keperawatan, 2007.com) Tumor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli atau kandung kemih (Ilmu bedah,2008.com) Penampakan carsinoma vesika urinaria dapat berupa defek pengisian pada vesika urinaria yang terisi kontras atau pola mukosa yang tidak teratur pada film kandung kemih pasca miksi. Tumor buli-buli adalah tumor buli-buli yang dapat berbentuk papiler, tumor non invasif (insitur), noduler (infiltratif) atau campuran antara bentuk papiler dan infiltratif. Dapat disimpulkan bahwa carsinoma buli-buli adalah tumor yang didapatkan pada buli-buli atau kandung kemih yang akan terjadi gross hematuria tanpa rasa sakit yaitu keluar air kencing warna merah terus.

9

B. Klasifikasi 1.

Staging dan klasifikasi Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONGMARSHAL untuk menentukan operasi atau observasi : a. T = pembesaran local tumor primer, ditentukan melalui : Pemeriksaan klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di bawah anestesi umum dan biopsy atau tansurethral reseksi. Tis : Carcinoma insitu (pre invasive Ca) Tx

: Cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak dapat dilakukan

To

: Tanda-tanda tumor primer tidak ada

T1

: Pada pemeriksaan bimanual didapatkan massa yang bergerak

T2

: Pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding buli-buli.

T3

: Pada pemeriksaan bimanual indurasi atau massa nodular yang bergerak bebeas dapat diraba di buli-buli.

T3a : Invasi otot yang lebih dalam T3b : Perluasan lewat dinding buli-buli T4

: Tumor sudah melewati struktur sebelahnya

T4a : Tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina T4b : Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam abdomen.

10

b. N = Pembesaran secara klinis untuk pembesaran kelenjar limfe, pemeriksaan kinis, lympgraphy, urography, operative Nx

: Minimal yang ditetapkan kel.Lymfe regional tidak dapat ditemukan

No

: Tanpa tanda-tanda pembesaran kelenjar lymfe regional

N1

: Pembesaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral

N2

: Pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar lymfe regional yang multiple

N3

: Masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang bebas antaranya dan tumor

N4

: Pembesaran kelenjar lymfe juxta regional

c. M = Metastase jauh termasuk pembesaran kelenjar limfe yang jauh, Pemeriksaan klinis , thorax foto, dan test biokimia Mx : Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya metastase jauh, tak dapat dilaksanakan M1 : Adanya metastase jauh M1a : Adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia M1b : Metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal M1c : Metastase multiple dalam satu terdapat organ yang multiple M1d : Metastase dalam organ yang multiple 2.

Type dan lokasi Type tumor didasarkan pada type selnya, tingkat anaplasia dan invasi. a. Efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli –squamosa cell.,

11

anaplastik, invasi yang dalam dan cepat metastasenya. b. Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus c. Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak-anak laki-laki (adolescent), infiltasi, metastase cepat dan biasanya fatal d. Primary Malignant lymphoma, neurofibroma dan pheochromacytoma, dapat menimbulkan serangan hipertensi selama kencing e. Ca dari pada kulit, melanoma, lambung, paru dan mamma mungkin mengadakan metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli oleh endometriosis dapat terjadi.

C. Anatomi dan Fisiologi Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra. Yang termasuk saluran kemih dimulai dari permukaan kalik minor ginjal sampai muara terakhir dari uretra (orifisium uretrae eksternum). Saluran kemih berdinding tiga lapis, yaitu lapisan paling luar berupa jaringan ikat, lapisan tengah jaringan otot, dan lapisan paling dalam mukosa. Secara anatomis

saluran

kemih

dipisahkan

menjadi

tiga

bagian:

saluran kemih bagian atas, saluran kemih bagian tengah, dan saluran kemih bagian bawah. Saluran kemih bagian atas berawal dari kalik minor ginjal dan berakhir sampai muara ureter pada kandung kemih, saluran kemih bagian tengah terdiri dari kandung kemih, dan saluran kemih bagian bawah mulai dari orifisium eksternum.

12

Sumber : www.Emedicine.com 1. Ginjal Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian bawah, antara vertebra thorakal dua belas atau lumbal satu dan empat. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi tergantung pada jenis kelamin dan umur. Ukuran ginjal orang dewasa rata – rata panjang 11,5 cm, lebar 6 cm dan tebal 3,5 cm. Beratnya antara 120 – 170 gram atau kurang lebih 0,4% dari berat badan. Secara anatomis posisi ginjal kanan lebih rendah dibanding ginjal kiri, juga bentuk glandula

13

suprarenalis kanan dan kiri tidak sama. Letak anatomis dan bentuk kedua ginjal yang tidak sama akibat dari posisi dan bentuk hati. Karena posisi aorta abdominalis dan vena kava inferior membujur ke kanan dan kiri diantara kedua ginjal menyebabkan panjang pendeknya arteri dan vena renalis kanan berbeda dengan arteri dan vena renalis kiri. Tiap ginjal menerima suplai darah kurang lebih 25% dari isi sekuncup jantung. Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemi atau nekrosis pada daerah yang dilayaninya. Selain mempunyai fungsi membuang sisa- sisa metabolisme tubuh melalui urin, ginjal juga berfungsi dalam mengontrol sekresi hormonhormon aldosteron dan ADH (anti diuretic hormone) dalam mengatur jumlah cairan tubuh, mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D, dan menghasilkan beberapa hormon, antara lain eritropoitin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormon prostalglandin. Urin terbentuk melalui tiga tahap yaitu proses filtrasi, reabsorbsi dan sekresi. Urin terbentuk dari hasil filtrasi darah dalam unit fungsional ginjal yang disebut nephron. Nephron terdiri atas glomerulus dan tubulus

14

proksimal, ansa henle dan tubulus distal. Tubulus distal bersatu untuk membentuk distal pengumpul, yang kemudian duktus ini berjalan lewat korteks dan medulla renal untuk mengosongkan isinya kedalam pelvis ginjal. Kemudian pelvis ginjal akan membentuk ureter. 2. Ureter Ureter merupakan organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urin dari pielum ginjal ke dalam kandung kemih. Pada orang dewasa panjangnya kurang lebih 20 cm pada laki-laki dan kirakira 1 cm lebih pendek pada wanita. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik guna mengeluarkan urin ke kandung kemih. Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju kandung kemih, secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya sempit. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter, tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan pada saat ureter masuk ke kandung kemih. Ureter masuk ke dalam kandung kemih dalam posisi miring dan berada di dalam otot kandung kemih (intramural), keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik urin dari kandung kemih ke ureter pada saat kandung kemih berkontraksi. 3. Buli-Buli / Kandung Kemih Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrussor yang saling beranyaman. Di sebelah dalam dan luar berupa otot

15

longitudinal, dan di tengah merupakan otot sirkuler. Otot-otot tersebut saling bersilangan dan berakhir melingkar di leher kandung kemih. Secara anatomi bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, dua permukaan inferiolateral, permukaan posterior. Kandung kemih berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi. Dinding Kandung kemih mempunyai kapasitas maksimal pada orang dewasa kurang lebih 300 – 450 ml. Pada saat kosong kandung kemih terletak di belakang simfisis dan pada saat penuh terletak di atas simfisis. Persyarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus sebagai syaraf aferen dan eferen yang berhubungan dengan medulla spinallis melalui pleksus sakralis (S-2 dan S-3). Syaraf sensorik mendeteksi derajat tegangan pada dinding kandung kemih, dan bertanggung jawab untuk mencetuskan reflek pengosongan kandung kemih. Syaraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serta ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada dinding kandung kemih, dan mempersyarafi otot detrussor. Kandung kemih juga menerima syaraf simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan L2 medulla spinalis. Pada sfingter eksternus kandung kemih disyarafi melalui nervus pudendal, yang mengontrol otot lurik pada sfingter.

16

4. Uretra Uretra berawal dari leher kandung kemih (orifisium uretrae internum) sampai muara terakhir (orifisium uretrae eksternum). Panjang uretra pada pria dewasa kurang lebih 23 – 25 cm dan berfungsi sebagai kanal komunis untuk sistem reproduksi dan sistem perkemihan. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika, yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat dan uretra pars membranae. Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikularis, dan meatus uretra eksterna. Didalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi yang bermuara di pars bulbosa dan kelenjar Littre yang bermuara di uretra pars pendularis. Pada wanita uretra hanya berfungsi untuk sistem perkemihan dengan panjangnya kurang lebih 3-5 cm dan berada di bawah simfisis pubis yang bermuara disebelah anterior vagina. Dalam uretra wanita bermuara kelenjar Skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra, terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter

uretra

eksterna

dan

tonus

otot

Levator

ani

berfungsi

mempertahankan agar urin tetap berada dalam kandung kemih pada saat perasaan ingin berkemih. Proses Berkemih Urin hasil filtrasi mengalir dari duktus kolengitas masuk kaliks renalis, meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan aktivitas pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik satu sampai lima kali per menit

17

yang menyebar ke pelvis renalis lalu turun sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis menuju kandung kemih. Ketika terisi urin secara perlahan-lahan, otot polos kandung kemih mengalami peregangan, kontraksi berkemih secara spontan, berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrussor berkontraksi, dan tekanan urin kembali ke garis basal. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih bertambah sering dan menyebabkan otot detrussor berkontraksi lebih kuat. Sensasi pertama yang timbul dari pengisan kandung kemih umumnya terjadi ketika sekitar 100 – 150 ml urin berada dalam kandung kemih. Keinginan buang air kecil sebagian besar muncul ketika kandung kemih terisi 200 – 300 ml urin. Pada jumlah urin 400 ml rasa penuh yang mencolok biasanya akan ditemukan. Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Proses ini terjadi dari dua langkah, yaitu: 1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai dengan di dindingnya meningkat di atas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah ke dua, terjadinya distensi atau peningkatan tegangan pada kandung kemih mencetuskan reflek I yang menghasilkan kontraksi kandung kremih dan reflek V yang menyebabkan relaksasi dari uretra. 2. Timbulnya reflek syaraf yang disebut reflek miksi Yang berusaha mengosongkan

kandung

kemih

atau

jika

ini

gagal,

setidaknya

menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Ketika proximal uretra mengalirkan urin maka akan mengaktifkan reflek II yang akan menghasilkan kontraksi kandung kemih, dan IV sehingga sfingter

18

eksternal dan uretra akan berelaksasi, sehingga urin dapat keluar. Sisa urin dalam ureter akan terdorong keluar karena pengaruh gaya gravitasi pada wanita dan laki-laki karena kontraksi otot volunter. Jika terjadi distensi pada uretra yang bisa disebabkan karena sumbatan, atau kelemahan sfingter uretra maka akan mengaktifkan reflek III, sehingga kontraksi kandung kemih melemah. Meskipun reflek miksi adalah reflek autonomik medulla spinalis, reflek ini juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah berkemih, bahkan ketika refleks berkemih muncul, yaitu dengan membuat kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus kandung kemih sampai mendapat waktu yang baik untuk berkemih. Jika tiba saat berkemih, pusat kortical dapat merangsang pusat berkemih sakral untuk membantu mencetuskan reflek berkemih dan dalam waktu bersamaan menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih terjadi. Kateter Kateterisasi uretra adalah memasukkan sebuah pipa karet ke dalam kandung kemih melalui uretra. Bahan kateter dapat berasal dari logam (stainless), karet (lateks), lateks dengan lapisan silikon (siliconized), dan silikon. Perbedaan bahan kateter menentukan biokompatibilitas kateter di dalam kandung kemih, sehingga akan mempengaruhi pula daya tahan kateter yang terpasang di kandung kemih.

19

Ada dua tipe penggunaan kateterisasi, yaitu intermittent catheter dan indwelling catheter. Intermittent catheter yaitu kateter yang dipasang sementara, hanya untuk mengosongkan isi kandung kemih, setelah itu dilepas kembali. Sering digunakan pada inkontinensia urin, retensi urin, pasien dengan cidera medulla spinalis. Indwelling catheter (douwer cateter) yaitu memasang kateter dalam periode waktu tertentu untuk menghasilkan drainase yang terus menerus. Indwelling catheter sering digunakan untuk memonitor urin selama operasi, pasien dengan penyakit serius, pada pasien dengan trauma atau obstruksi saluran urinaria. Bila kateter douwer yang dipakai, gunakan kateter Foley yang dapat mengadakan retensi sendiri. Pemasangan kateter Foley ke dalam kandung kemih merupakan teknik paling sederhana dan langsung untuk mengeluarkan urin secara kontinue di kala terdapat obstruksi fisiologik atau anatomik traktus urinarius bawah. Dengan menjaga kandung kemih tetap kosong dan tekanan intravesika rendah, drainase kateter dapat membalikkan tekanan balik terhadap traktus urinarius atas dan memungkinkan otot kandung kemih yang terlalu distensi memulihkan tonus dan kekuatan kontraktilnya Kateter yang terpasang dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan berbagai akibat diantaranya berupa infeksi traktus urinarius, nekrosis uretra dibagian penoskrotal, batu saluran kemih, keganasan pada buli – buli, pada pasien dengan lesi atau diatasnya dapat merangsang timbulnya autonomic dysreflexia. Adanya trauma pada uretra akan menyebabkan infeksi dan akan menambah iritasi pada uretra. Trauma jaringan uretra atau iritasi dapat

20

menimbulkan spasme hebat yang dapat mengakibatkan perembesan. Pemasangan kateter mengakibatkan trauma pada sfingter sehingga berakibat memperlemah sfingter dan dapat berakibat terjadinya inkontinensia urin. Gross Hematuri Hematuria adalah didapatkannya sel-sel darah merah didalam urine. Secara visual terdapatnya sel-sel darah merah didalam urine dibedakan dalam 2 keadaan yaitu hematuria makroskopik dan mikroskopik. Hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah dan hematuria mikroskopik adalah hematuria yang kasat mata tidak dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah tetapi pada pemeriksaan mikroskopik diketemukan lebih dari 2 sel darah merah per lapangan. Hematuria makroskopis yang berlangsung terus menerus dapat mengancam jiwa karena dapat menimbulkan penyulit berupa terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat aliran urine, eksanguinasi sehingga menimbulkan syok hipovolemik/anemi, dan menimbulkan urosepsis. Penyebab dari hematuria disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada dalam system urogenitalia atau kelainan yang berada diluar system urogenitalia antara lain adalah: 1. Infeksi/inflamasi lain pielonefritis, glomerulonefritis, ureteritis, sistitis, dan uretritis. 2. Tumor jinak atau tumor ganas yaitu tumor wilm, tumor grawitz, tumor pielum, tumor ureter, tumor buli-buli, tumor prostate, dan hiperlasia prostate jinak

21

3. Kelainan bawaan system urogenitalia antara lain kista ginjal dan ren mobilis. 4. Trauma yang mencederai system urogenitalia. 5. Batu saluran kemih. Kelainan-kelainan yang berasal dari luar system urogenitalia antara lain adalah kelainan pembekuan darah, Systemic Lupus Erythematosus (SLE), dan kelainan system hematologik yang lain. Karakteristik suatu hematuria dapat dipakai sebagai pedoman untuk memperkirakan lokasi penyakit primernya yaitu apakah warna merah terjadi pada awal miksi, semua proses miksi atau pada akhir miksi. Kualitas warna urine dapat juga menolong menentukan penyebab hematuria. Darah baru yang berasal dari buli-bul, prostat, dan uretra berwarna merah segar sedangkan darah lama atau berasal dari glomerulus berwarna lebih coklat dengan bentuk seperti cacing (vermiform). Porsi hematuria pada saat miksi : Inisial

Total

Terminal

Terjadi pada

Awal miksi

Seluruh proses miksi

Tempat kelainan

Uretra

Buli-buli, ureter atau Leher buli-buli

Akhir miksi

ginjal

Nyeri yang menyertai hematuria dapat berasal dari nyeri disaluran kemih bagian atas berupa kolik atau gejala iritasi dari saluran kemih bagian bawah berupa disuria atau stanguria.

22

D. Etiologi / Predisposisi 1. Pekerjaan, pekerja dipabrik kimia, laboratorium (senyawa amin aromatik) 2. Perokok, rokok mengandung amin aromatik dan nitrosamin. 3. Infeksi saluran kemih, Escherichia Coli dan proteus yang menghasilkan karsinogen. 4. Kopi, pemanis buatan dan obat-obatan, untuk pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan resiko karsinoma buli-buli.

E. Patofisiologi Patofisiologi terjadinya hidronefrosis dan hiroureter diawali dengan adanya hambatan aliran urin secara anatomik ataupun fisiologik. Hambatan ini dapat terjadi dimana saja sepanjang ginjal sampai meatus uretra. Peningkatan tekanan ureter menyebabkan perubahan dalam filtrasi glomerulus (GFR), fungsi tubulus, dan aliran darah ginjal. GFR menurun dalam beberapa jam setelah terjadinya hambatan. Kondisi ini dapat bertahan selama beberpa minggu. Fungsi tubulus juga terganggu. Berat dan durasi kelainan ini tergantung pada berat dan durasi hambatan aliran. Hambatan aliran yang singkat menyebabkan kelainan yang reversibel sedangkan sumbatan kronis menyebabkan atrofi tubulus dan hilangnya nefron secara permanen. Peningkatan tekanan ureter juga aliran balik pielovena dan pielolimfatik. Dalam duktus kolektivus, dilatasi dibatasi oleh parenkim ginjal. Namun komponen diluar ginjal dapat berdilatasi maksimal.

23

Pada urogram, hidronefrosis dini memberikan gambaran kalik – kalik yang mendatar (flattening). Sementara pada keadaan lanjut, memperlihatkan kalik – kalik berupa tongkat (clubbing). Pada tingkat yang lebih parah terjadi destruksi parenkim dan pembesaran traktus urinarius, kompresi papila, penipisan parenkim di sekitar kalises, dan dapat terjadi atrofi korteks yang berjalan progresif dan akhirnya terbentuk kantung hidronefrotik (balloning). Sementara pada USG, derajat hidronefrosis terbagi menjadi tiga. Hidronefrosis ringan memberikan gambaran hipoekoik di bagian tengah ginjal. Pada hidronefrosis sedang terlihat pelebaran peilokalikises yang sama baiknya seperti pada urografi. Sedangkan pada hidronefrosis berat tampak kalises berupa suatu zona bebas ekonomi yang lobulated, parenkim ginjal tidak jelas lagi.

F. Manifestasi Klinis 1.

Kencing campur darah yang intermitten

2.

Merasa panas waktu kencing

3.

Merasa ingin kencing

4.

Sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing

5.

Nyeri suprapubik yang konstan

6.

Panas badan dan merasa lemah

7.

Nyeri pinggang karena tekanan saraf

8.

Nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis

24

G. Penatalaksanaan 1. Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium 1) Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gross atau micros hematuria 2) Lukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pus dan bakteri dalam urine 3) Right Finger Tapping (RFT) normal 4) Lymphopenia (N = 1490-2930) b. Radiology 1) Excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat menunjukkan tumornya. 2) Retrograde cystogram dapat menunjukkan tumor 3) Fractionated cystogram adanya invasi tomor dalam dinding bulibuli 4) Angiography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh lymphe c. Cystocopy dan biopsy 1) Cystoscopy hamper selalu menghasilkan tumor 2) Biopsi dari pada lesi selalu dikerjakan secara rutin. d. Cystologi Pengecatan sieman/papanicelaou pada sediment urine terdapat transionil cel daripada tumor

25

2. Terapi a. Operasi 1) Reseksi transurethral untuk single/multiple papiloma 2) Dilakukan pada stage 0,A,B1 dan grade I-II-low grade 3) Total cystotomy dengan pengangkatan kel. Prostate dan urinary diversion untuk : -

Transurethral cel tumor pada grade 2 atau lebih

-

Aquamosa cal Ca pada stage B-C

b. Radioterapy -

Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti undifferentiated pada grade III-IV dan stage B2-C.

-

Radiasi diberikan sebelum operasi selama 3-4 minggu, dosis 30004000 Rads. Penderita dievaluasi selama 2-4 minggu dengan interval cystoscopy, foto thoraks dan IVP, kemudian 6 minggu setelah radiasi direncanakan operasi. Post operasi radiasi tambahan 2000-3000 Rads selama 2-3 minggu.

c. Chemoterapi Obat-obat anti kanker : 1)

Citral, 5 fluoro urasil

2)

Topical

chemotherapy

yaitu

Thic-TEPA,

Chemotherapy

merupakan paliatif. 5- Fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa

dapat

diamsukkan

ke

dalam

Buli-buli

sebagai

26

pengobatan topikal. Klien dibiarkan menderita dehidrasi 8 sampai 12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat dibiarkan dalam Buli-buli selama dua jam.

H. Komplikasi 1. Infeksi sekunder bila tumor mengalami ulserasi 2. Retensi urine bila tumor mengadakan invasi ke bladder neck 3. Hydronephrosis oleh karena ureter menglami oklusi

27

I. Pathway Buli-buli -

Pekerja dipabrik kimia, laboratorium Perokok yang mengandung amin aromatic Infeksi saluran kemih Kopi, pemanis buatan Terlalu banyak menggunakan obatobatan

Ca Buli-buli

Metastase Ulserasi

Oklusi ureter / pelvic renal Invasi pada bladder

Infeksi sekudenr : - Panas waktu kencing - Merasa panas & tubuh lemah - Kencing bercampur darah (hematuria)

Refluks Retensio urine : Sulit / sukar kencing Nyeri

Nyeri

Hidronefrosis : Nyeri supra pubic Nyeri pinggang Ginjal membesar

Penatalaksanaan

Operasi Chemotherapy Tidak adekuat therapy Diskontinuitas jaringan

Nyeri

Sosio ekonomi, perubahan kesehatan, situasi krisis Takut

Kurangnya informasi tentang penyakit Efek samping chemotherapy

Imun menurun

Resti infeksi

Kurangnya pengetahuan

Kecemasan

Resti kerusakan membran mulut

Panas tubuh & lemah

Nafsu makan menurun

Intoleransi aktivitas

HB menurun Resti kurangnya volume cairan

Resti integritas kulit

28

J. Pengkajian Fokus 1. Aktivitas dan istirahat Gejala : Merasa lemah dan lelah Tanda : Perubahan kesadaran 2. Sirkulasi Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal ( hipertensi ) Tanda : Tekanan darah meningkat, takikardia, bradikardia, disritmia 3. Integritas Ego Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian Tanda : Cemas, mudah tersinggung 4. Eliminasi Gejala : Perubahan saat BAK Tanda : Nyeri saat BAK, urine berwarna merah 5. Makanan dan cairan Gejala : Mual, muntah Tanda : Muntah 6. Neurosensori Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma, perubahan mental 7. Nyeri / keamanan Gejala : Sakit pada daerah abdomen Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri

29

8. Interaksi sosial Gejala : Perubahan interaksi dengan orang lain Tanda : Rasa tak berdaya, menolak jika diajak berkomunikasi 9. Keamanan Gejala : Trauma baru Tanda : Terjadi kekambuhan lagi 10. Seksualisasi Gejala : Tidak ada sedikitnya tiga siklus menstruasi berturut – turut Tanda : Atrofi payudara, amenorea 11. Penyuluhan / pembelajaran Gejala : Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden depresi Tanda : Prestasi akademik tinggi

K. Diagnosa Keperawatan 1. Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (Pre Op), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik. 2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan / kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri,

30

kelemahan. 3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik

yang

berhubungan

dengan

kanker,

konsekwensi

khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping. 4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan

miskonsepsi,

tidak

akurat

dalam

mengikiuti

intruksi/pencegahan komplikasi. 5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi dan radiasi/radiotherapi. 6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake 7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasive 8. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan / keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi

31

kesehatan, penurunan fungsi / struktur tubuh, dampak pengobatan. 9. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.

L. Perencanaan 1. Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (Pre Op), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik. Tujuan : -

Klien dapat mengurangi rasa cemasnya

-

Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.

-

Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.

Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam cemas klien berkurang Intervensi

:

a. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya. Rasional : Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.

32

b. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat. Rasional : Pemberian

informasi

dapat

membantu

klien

dalam

memahami proses penyakitnya. c. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai. Rasional : Dapat menurunkan kecemasan klien. d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan. Rasional : Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya. e. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll. Rasional : Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya

/

memberikan

solusi

dalam

upaya

meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan. f. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system. Rasional : Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat / keluarga. g. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman. Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir / merenung / istirahat.

33

h. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar. Rasional : Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar ditolong. 2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan / kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan. Tujuan : -

Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas

-

Melaporkan nyeri yang dialaminya

-

Mengikuti program pengobatan

-

Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang

mungkin

Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam nyeri klien berkurang Intervensi

:

a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas Rasional : Memberikan

informasi

yang

diperlukan

untuk

merencanakan asuhan. b. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya

34

Rasional : Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi. c. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV Rasional : Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri. d. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik. Rasional : Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas. e. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu. Rasional : Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri. f. Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien Rasional : Agar terapi yang diberikan tepat sasaran. g. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll Rasional : Untuk mengatasi nyeri. 3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik

yang

berhubungan

dengan

kanker,

konsekwensi

khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya

35

rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping. Tujuan : -

Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi

-

Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat

-

Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya

Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam berat badan klien stabil. Intervensi

:

a. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya. Rasional : Memberikan informasi tentang status gizi klien. b. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan. Rasional : Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien. c. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis.

36

Rasional : Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk. d. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien. Rasional : Kalori merupakan sumber energi. e. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas. Rasional : Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang

menyebabkan

penurunan

nafsu

makan

serta

mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas. f. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga. Rasional : Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri. g. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan. Rasional : Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan. h. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien. Rasional : Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien). i. Kolaboratif 1)

Amati studi laboratorium seperti total limposit, serum transferin

37

dan albumin Rasional : Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagai akibat perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien. 2)

Berikan pengobatan sesuai indikasi Phenotiazine,

antidopaminergic,

corticosteroids,

vitamins

khususnya A,D,E dan B6, antacida Rasional : Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping dan meningkatkan status kesehatan klien. j. Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus. Rasional : Mempermudah intake makanan dan minuman dengan hasil yang maksimal dan tepat sesuai kebutuhan. 4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan

miskonsepsi,

tidak

akurat

dalam

mengikiuti

intruksi/pencegahan komplikasi. Tujuan : -

Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada tingkatan siap.

-

Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut.

38

-

Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan.

-

Bekerjasama dengan pemberi informasi.

Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam pengetahuan klien tentang penyakit bertambah. Intervensi

:

a. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya. Rasional : Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan klien. b. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada klien tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker. Rasional : Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan konsepsi serta kesalahan pengertian. c. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan. Rasional : Membantu klien dalam memahami proses penyakit. d. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien. Rasional : Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan. e. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya.

39

Rasional : Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien. f. Review klien / keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal. Rasional : Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat. g. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi. Rasional : Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan minuman. h. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut. Rasional : Meningkatkan integritas kulit dan kepala. 5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi dan radiasi/radiotherapi. Tujuan : -

Membran mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi

-

Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal.

-

Klien mampu mendemonstrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut.

Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam membran mukosa klien tidak menunjukkan kerusakan.

40

Intervensi

:

a. Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan secara periodik. Rasional : Mengkaji perkembangan proses penyembuhan dan tandatanda

infeksi

memberikan

informasi

penting

untuk

mengembangkan rencana keperawatan. b. Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah. Rasional : Masalah dengan kesehatan mulut dapat mempengaruhi pemasukan makanan dan minuman. c. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygine. Rasional : Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi. d. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, hindarkan makanan yang keras. Rasional : Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa. e. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral. Rasional : Agar klien mengetahui dan segera memberitahu bila ada tanda-tanda tersebut.

41

f. Kolaboratif. 1) Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi. Rasional : Meningkatkan kebersihan dan kesehatan gigi dan gusi. 2) Berikan obat sesuai indikasi, analgetik, topikal lidocaine, antimikrobial mouthwash Rasional : Tindakan / terapi yang dapat menghilangkan nyeri, menangani infeksi dalam rongga mulut/infeksi sistemik. 3) Preparation 4) Kultur lesi oral. Rasional : Untuk

mengetahui

jenis

kuman

sehingga

dapat

diberikan terapi antibiotik yang tepat. 6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake Tujuan : Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilarry ferill normal, urine output normal. Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam kebutuhan cairan klien tercukupi. Intervensi

:

a. Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak

normal

seperti emesis, diare, drainase luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam.

42

Rasional : Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipovolemia. b. Timbang berat badan jika diperlukan. Rasional : Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada ketidakseimbangan cairan. c. Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil. Rasional : Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi. d. Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada klien. Rasional : Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat mencegah terjadinya hipovolemia. e. Anjurkan intake cairan sampai 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu. Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang. f. Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan pethekiae. Rasional : Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan. g. Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah. Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan

43

h. Kolaboratif 1) Berikan cairan IV bila diperlukan. Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang. 2) Berikan therapy antiemetik. Rasional : Mencegah/menghilangkan mual muntah. 3) Monitor hasil laboratorium : Hb, elektrolit, albumin Rasional : Mengetahui perubahan yang terjadi. 7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif Tujuan : -

Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pencegahan infeksi

-

Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal

Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam resiko tidak terjadi pada klien. Intervensi

:

a. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan melakukan hal yang sama. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi silang. b. Jaga personal hygine klien dengan baik. Rasional : Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup.

44

c. Monitor temperatur. Rasional : Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi. d. Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi. Rasional : Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi. e. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi. f. Kolaboratif. 1) Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets. Rasional : Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi. 2) Berikan antibiotik bila diindikasikan. Rasional : Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi organisme penyebab infeksi. 8. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan / keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi / struktur tubuh, dampak pengobatan. Tujuan : -

Klien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan therapi terhadap seksualitas

-

Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan

Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan 1 x 24 jam resiko tinggi gangguan fungsi seksual tidak terjadi. Intervensi

:

a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang proses seksualitas dan

45

reaksi serta hubungannya dengan penyakitnya. Rasional : Meningkatkan

ekspresi

seksual

dan

meningkatkan

komunikasi terbuka antara klien dengan pasangannya. b. Berikan advise tentang akibat pengobatan terhadap seksualitasnya. Rasional : Membantu klien dalam mengatasi masalah seksual yang dihadapinya. c. Berikan privacy kepada klien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk. Rasional : Memberikan kesempatan bagi klien dan pasangannya untuk mengekspresikan perasaan dan keinginan secara wajar. 9. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia. Tujuan : -

Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik

-

Berpartisipasi

dalam

pencegahan

komplikasi

dan

percepatan

penyembuhan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan 1 x 24 jam maka tidak terjadi resiko tinggi kerusakan integritas kulit tidak terjadi. Intervensi

:

a. Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka. Rasional : Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan

46

mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit. b. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal. Rasional : Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi. c. Ubah posisi klien secara teratur. Rasional : Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu d. Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter. Rasional : Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif

47