BAB II PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Pendidikan Islam

A. Pengertian Pendidikan Islam ... terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.20 14 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakar...

4 downloads 640 Views 127KB Size
BAB II PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Pendidikan Islam Kata pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata didik. Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.1 Dalam UU No. 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab I pasal 1 ayat (1), dijelaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat, bangsa, dan negara.”2 Menurut Sir Godfrey Thomson pendidikan diartikan sebagai berikut : “Education I mean the influence of the environment upon the individual to produce a permanent change in this habbits of behaviour, of though and of attitude”.3 Yang dimaksud pendidikan adalah hasil pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang bersifat permanen di dalam kebiasaan, tingkah laku, pola pikir, dan sikap. Dalam kitab Al-Tarbiyah Wa Thuruq Al-Tadris, pengertian pendidikan diungkapkan sebagai berikut : 4

‫اﻟﺘﺮﺑﻴﺔ هﻲ اﻟﻤﺆﺛﺮات اﻟﻤﺨﺘﻠﻔﺔ اﻟﺘﻰ ﺗﻮﺟﻪ وﺗﺴﻴﻄﺮ ﻋﻠﻰ ﺣﻴﺎة اﻟﻔﺮد‬

Artinya : “Pendidikan pengaruh yang membimbing dan mengarahkan manusia dalam kehidupannya”. 1

Tim Penyusun Kamus Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1994), hlm. 232 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasilnal (Sisdiknas), (Jakarta : Sinar Gafika, 2003), hlm. 3 3 Sir Godfrey, A Modern Philoshophy Of Education, (London : George Allen & Unwin Ltd., t.t.), hlm. 19 4 Sholeh Abdu Al-Aziz dan Abdu Al-Aziz Abdu Al-Majid, Al-Tarbiyah Wa Thuruq AlTadris, (Beirut : Dar Al-Ma’arif , 1997), hlm. 19

18

19

Sementara Ki Hajar Dewantara, seorang ahli pendidikan Indonesia, sebagaimana dikutip oleh Azyumardi Azra menyatakan bahwa ; pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intellect), dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya.5 Dari ketiga pengertian tersebut dapat diambil sebuah konklusi bahwa pendidikan menurut para tokoh tersebut berarti sebuah proses mempengaruhi individu, baik dalam kebiasaan, tingkah laku, pemikiran, dan sikap. Menurut Musthofa Al-Ghulayani, pendidikan didefinisikan sebagai berikut :

‫اﻟﺘﺮﺑﻴﺔ هﻲ ﻏﺮس اﻻﺧﻼق اﻟﻔﺎﺿﻠﺔ ﻓﻰ ﻧﻔﻮس اﻟﻨﺎﺷﺌﻴﻦ وﺷﻘﻴﻬﺎ‬ ‫ ﺛﻢ ﺗﻜﻮن‬,‫ ﺣﺘﻰ ﺗﺼﺒﺢ ﻣﻠﻜﺔ ﻣﻦ ﻣﻠﻜﺔ اﻟﻨﻔﺲ‬,‫ﺑﻤﺎءاﻻرﺷﺎد واﻟﻨﺼﻴﺤﺔ‬ 6 ‫ وﺣﺐ اﻟﻌﻤﻞ ﻟﻨﻔﻊ اﻟﻮﻃﻦ‬,‫ﺛﻤﺮاﺗﻬﺎ اﻟﻔﻀﻴﻠﺔ واﻟﺨﺒﺮ‬ Artinya : “Pendidikan adalah penanaman etika yang mulia pada anak yang sedang tumbuh dengan cara memberikan petunjuk dan nasehat, sehingga ia memiliki potensi dan kompetensi jiwa yang mantap, yang dapat membuahkan sifat-sifat bijaksana, baik cinta akan kreasi, dan berguna bagi tanah airnya”. Pengertian

pendidikan

tersebut

sudah

mengandung

pengertian

pendidikan Islam yang bertujuan untuk menanamkan moral atau akhlak pada individu. Pendidikan yang dihubungkan dengan kata “Islam” sebagai suatu sistem keagamaan, menimbulkan pengertian-pengertian baru yang secara eksplisit menjelaskan karakteristik yang dimilikinya. Dalam term arab, pengertian pendidikan secara umum merujuk pada istilah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib. Menurut bahasa, tarbiyah merupakan masdar dari fiil madhinya rabbba, memiliki beberapa arti, antara lain mengasuh, mendidik, dan memelihara. Di samping ada kata-kata yang 5

Azymardi Azra, Esai-Esai Intelaktual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana, 1998), hlm. 4 6 Musthofa Al Ghulayani, Idhatu Al-Nasyiin, Al Thabiat Al Sadisat, (Beirut, : t.p., 1913),, hlm. 189

20

serumpun dengannya yang berarti memiliki, memimpin, memperbaiki, menambah, dan juga berarti tumbuh atau berkembang.7 Ta’lim merupakan masdar dari ‘allama, berarti mengajar yang lebih besifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan ta’dib berasal dari kata addaba, dapat diartikan mendidik yang secara sempit mendidik budi pekerti dan secara lebih luas meningkatkan peradaban.8 Secara istilah, Abdul Fattah Jalal mendefinisikan tarbiyah sebagai proses persiapan dan pengasuhan pada fase pertama pertumbuhan manusia atau boleh disebut fase bayi dan kanak-kanak.9 Sedangkan ta’lim didefinisikan sebagai proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah, sehingga penyucian atau pembersihan diri manusia dari segala kotoran dan menjadikan manusia berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk menerima hikmah, serta mempelajari segala apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya.10 Itulah sebabnya dalam bukunya Min Al Ushuli Al Tarbawiyah Fi Al Islam yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, Abdul Fatah Jalal mengatakan bahwa istilah ta’lim lebih luas jangkauannya dan lebih umum daripada istilah tarbiyah.11 Namun Muhammad Athiyah Al Abrasyi berpendapat bahwa ta’lim lebih khusus dibanding dengan tarbiyah, karena ta’lim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu pada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan tarbiyah mencakup keseluruhan aspek-aspek pendidikan. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa ta’lim merupakan bagian kecil dari At Tarbiyah Al Aqliyah, yang bertujuan memperoleh pengetahuan dan keahlian berfikir yang sifatnya tidak hanya mengacu pada domain kognitif 7

Achmadi, Idiologi Pendidikan Islam : Paradigma Humanisme Teosentris, (yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 25 8 Ibid. 9 M. Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 45 10 Ibid., hlm. 47 11 Abdul Fatah Jalal, Azas-Azas Pendidikan Islam, terj. Henry Noer Ali, (Bandung : CV. Diponegoro, 1988), hlm. 27

21

saja, tetapi juga domain afektif dan psikomotorik.12 Pendapat Muhammad Athiyah Al Abrasyi ini juga diamini oleh Abdurrahman Al Nahlawi dan Abdurrahman Al Bani yang merumuskan definisi pendidikan dari istilah tarbiyah. Sementara Sayed Muhammad Naquib Al Attas berpendapat bahwa istilah ta’dib merupakan istilah yang tepat dalam konsep pendidikan Islam. Menurutnya konsep inilah yang sebenarnya dianjurkan oleh Rasulullah pada umatnya terdahulu. Lebih lanjut beliau mengungkapkan bahwa tarbiyah dalam pengertian aslinya dan dalam penerapan dan pemahamannya oleh orang Islam pada masa-masa yang lebih dini tidak dimaksudkan untuk menunjuk pada pendidikan maupun proses pendidikan. Penonjolan kualitatif pada konsep tarbiyah adalah rahmah (kasih sayang) bukannya ilmu (pengetahuan), tetapi sebaliknya konsep ta’dib lebih menonjolkan pengetahuan daripada kasih sayang. Itulah sebabnya beliau dengan gigih mempertahankan penggunaan istilah ta’dib untuk konsep pendidikan Islam bukan tarbiyah, dengan alasan bahwa dalam istilah ta’dib mencakup wawasan ilmu, iman, dan amal yang merupakan esensi pendidikan Islam.13 Terlepas dari seberapa jauh ketetapan argumen para tokoh di atas mengenai penggunaan istilah yang tepat bagi pendidikan Islam dalam pembahasan ini tidak diperdebatkan, karena sesungguhnya ketiga istilah tersebut (tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib) merupakan satu kesatuan yang saling terkait, artinya bila pendidikan dinisbatkan kepada ta’dib harus melalui pengajaran (ta’lim), sehingga untuk memperoleh ilmu, dan agar ilmu dapat dipahami, dihayati, dan selanjutnya diamalkan dengan benar perlu bimbingan (tarbiyah), sehingga ketiga istilah tersebut harus dipahami secara bersamasama sebagaimana dalam rekomendasi konferensi dunia tentang pendidikan Islam pertama di Makkah tahun 1977, menyebutkan “The meaning of education in its totality in the context of Islam in inherent in the connotations of the terms tarbiyah, ta’lim, and ta’dib taken together. What eah of these 12 13

M. Ridlwan Nasir, Op.Cit., hlm. 50-51 Ibid., hlm. 52

22

terms conveys concerning man and his society and environment in relation to god is related to the athers, and together both formal and non-formal”.14 Dalam rangka merumuskan pendidikan Islam yang spesifik lagi, para tokoh pendidikan Islam kemudian memberikan konstribusi pemikirannya bagi dunia pendidikan Islam. Oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak horizon pemikiran tentang pendidikan Islam di berbagai literatur.15 Menurut Athiyah Al Abrasyi menerangkan bahwa pendidikan Islam bukanlah sekedar pemenuhan otak saja, tetapi lebih mengarah kepada penanaman akhlak keutamaan (fadhilah), kesopanan, keikhlasan, serta kejujuran bagi peserta didik.16 Sementara itu pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung merupakan suatu proses penyerapan generasi muda memindahkan pengetahuan dan nilainilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia sebagai Khalifah fil Ard untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akherat.17 Menurut Ahmad Tafsir pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap seseorang agraria menjadi muslim semaksimal mungkin.18 Tidak jauh berbeda dengan Ahmad Tafsir, Zakiyah Darajat menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha merubah sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk ajaran Islam untuk membentuk kepribadian muslim.19 Senada dengan kedua tokoh di atas Ahmad D Marimba mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan jasmani rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.20

14

Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), hlm.99 Darmu’in, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hlm. 15 16 Muhammad Athiyah Al Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam terj. A. Ghani, (Jakarta : Bulan Bintang), hlm. 103 17 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung : AlMa’arif, 1980), hlm. 94 18 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Prospektif Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 32 19 Zakiyah Darajat et.al, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm. 24 20 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Al-Ma’arif, 1989, hlm. 23 15

23

Zuhairini pun memberikan definisi yang hampir sama dengan ketiganya bahwa pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memikirkan, memutuskan, dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.21 Menurut Arifin, pendidikan Islam adalah terwujudnya keseimbangan dan keserasian perkembangan hidup manusia. Pendidikan diartikan bukan hanya sekedar penumbuhan tapi juga pengembangan, bukan hanya proses yang sedang berlangsung, tapi juga proses ke arah sasaran, yaitu cita Tuhan.22 Menurut Yusuf Qordhawi pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya

akal

dan

hatinya,

rohani

dan

jasmaninya,

akhlak

dan

keterampilannya, karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam keadaan senang atau susah, maupun dalam keadaan damai dan perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manisnya dan pahitnya.23 Menurut Muhaimin, pengertian pendidikan Islam dibagi menjadi tiga, pertama, pendidikan menurut Islam atau pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari nilai yang terkandung dalam AlQur’an dan As-Sunah. Kedua pendidikan ke-Islaman atau pendidikan agama Islam, yaitu upaya mendidikkan agama, ajaran dan nilai Islam agar menjadi pandangan hidup (way of life) seseorang. Ketiga, pendidikan dalam Islam, atau proses praktik penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam, yaitu proses pemberdayaan dan pewaris ajaran agama, budaya, dan peradaban umat Islam dari generasi ke generasi sejarahnya.24

21

Zuhairini et.al, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995, hlm. 152 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hlm. 14-15 23 Yusuf Qordhawy, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al Banna, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980), hlm. 39 24 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 23-24 22

24

Dengan demikian pada hakekatnya pendidikan adalah suatu proses “humanisasi” atau memanusiakan manusia, yang mengandung implikasi bahwa tanpa pendidikan, manusia tidak akan menjadi manusia dalam arti sebenarnya.25 Dalam pendidikan Islam, muara pembentukan manusia adalah insan kamil, yaitu manusia sempurna. Manusia yang berdimensi imanesi (horisontal), dan berdimensi transendensi (vertikal).26 Dari beberapa uraian tersebut, nampaknya dapat diberikan penjelasan bahwa pendidikan Islam merupakan segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam. Adapun konsep manusia seutuhnya dalam pandangan Islam dapat diformulasikan secara garis besar sebagai pribadi muslim, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa serta memiliki berbagai kemampuan yang teraktualisasi dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitarnya secara baik, positif, dan konstruktif. Demikianlah kualitas manusia produk pendidikan Islam yang diharapkan pantas menjadi Khalifah fil Ard.27 Pendidikan Islam yang dibahas di sini adalah segala usaha dalam rangka mengembangkan potensi manusia demi terwujudnya insan kamil, manusia yang diidealkan, yaitu manusia yang berkepribadian muslim sesuai dengan cita-cita Islam. Oleh karena itu yang terpenting adalah proses penumbuhan, pembinaan dan peningkatan potensi dalam diri manusia. Menurut Fadhil Al Jamali, sebagaimana dikutip oleh M. Arifin, bahwa ada empat potensi esensial dalam setiap diri manusia yang menjadi tujuan fungsional pendidikan Islam, yaitu terletak pada keimanan/keyakinan, ilmu pengetahuan, ahlak (moralitas)

25

Ahmad Ludjito, Filsafat Nilai Dalam Islam dalam Chabib Thoha, dkk, Reformulasi Filasafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 21 26 M. Rusli Karim, pendidikan Islam Sebagai Upaya Pembebasan Manusia dalam Muslih Usa (ed), Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta, (Yogyakarta : Tiara Wacana,, 1991), hlm. 31 27 Ahmadi, Op.Cit., hlm. 28

25

dan pengalamannya.28 Dengan demikian pengertian pendidikan Islam yang dibahas di sini adalah segala usaha dalam rangka mengembangkan potensi manusia pada keimanan/keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak (moralitas) dan pengalamannya demi terbentuknya insan kamil, yaitu sebagai pribadi muslim yang beriman, dan bertaqwa, serta memiliki berbagai kemampuan yang beraktualisasi dalam hubungannya dengan tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitarnya secara baik, positif, dan komunikatif. Oleh karena itu dapat dilihat perbedaan antara pendidikan Islam dengan pendidikan pada umumnya. Perbedaan utama yang paling menonjol adalah pendidikan Islam tidak hanya mementingkan pembentukan pribadi untuk kebahagiaan dunia, tetapi juga untuk kebahagiaan akhirat. Lebih dari itu, pendidikan Islam juga berusaha membentuk pribadi yang bernafaskan ajaranajaran Islam.29 B. Tujuan Pendidikan Islam Setiap tindakan dan aktivitas tentunya berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan, demikian juga dengan pendidikan Islam. Pendidikan Islam jelas mempunyai tujuan agar aktivitasnya tidak meleset dari ajaran Islam yang dijadikan sebagai dasar pedoman. Berbicara mengenai tujuan pendidikan Islam, tentunya tidak akan lepas dari pembahasan tentang manusia, karena manusia menjadi subyek sekaligus sebagai obyek dalam aktivitas pendidikan. Menurut Al-Syaibani, konsep dari tujuan pendidikan adalah sebagai berikut : “Perubahan yang diinginkan dan diupayakan oleh proses pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku dan kehidupan pribadinya atau kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya, di mana individu hidup dan berada pada proses pendidikan dan proses pengajaran sebagai satu aktivitas asasi di antara profesi-profesi dalam masyarakat”.30 28

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm. 32 Azyumardi Azra, Op.Cit., hlm. 6 30 Omar Muhammad Al-Toumy Al Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), hlm. 339 29

26

Mengingat tujuan pendidikan yang begitu luas, tujuan tersebut dibedakan dalam beberapa bidang menurut tugas dan fungsi manusia secara filosofis sebagai berikut : 1. Tujuan individual yang menyangkut individu, melalui proses belajar dalam rangka mempersiapkan dirinya dalam kehidupan dunia dan akhirat. 2. Tujuan sosial yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan dan dengan tingkah laku masyarakat umumnya, serta dengan perubahan-perubahan yang diinginkan pada pertumbuhan pribadi, pengalaman dan kemajuan hidupnya. 3. Tujuan profesional yang menyangkut pengajaran sebagai ilmu, seni, dan profesi, serta sebagai suatu kegiatan dalam masyarakat.31 Dalam proses pendidikan, ketiga tujuan di atas dicapai secara integral, tidak terpisah dari satu sama lain, sehingga dapat mewujudkan tipe manusia paripurna, seperti dikehendaki oleh ajaran agama Islam, karena tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan cita-cita mewujudkan nilai-nilai ideal berdasarkan Islam. Dalam khasanah pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para ulama berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adaah untuk beribadah kepada Allah SWT. Dr Muhammad Munir Mursyi misalnya berpendapat bahwa "Pendidikan Islam itu diarahkan kepada peningkatan manusia yang menyembah kepada Allah SWT dan takut kepada-Nya”.32 Selanjutnya beliau menyatakan bahwa tujuan akhir pendidikan menurut Islam adalah manusia sempurna. Menurut Dr. Ali Ashrof, tujuan akhir dari pendidikan Islam terletak pada perwujudan penyerahan diri, ketundukan yang mutlak kepada Allah pada tingkat individu, masyarakat, dan kemanusiaan pada umumnya.33 Sedangkan Abdul Fattah Jalal menyatakan bahwa tujuan umum pendidikan Islam adalah

31

Ibid Muhamimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 23 33 Ibid 32

27

mempersiapkan manusia yang beribadah atau abid, yaitu manusia yang memiliki sifat-sifat yang diberikan oleh Allah SWT kepada abdurrahman atau hamba yang mendapat kemulyaan.34 Sementara itu, Al-Abrasyi, menjelaskan bahwa akhlak yang sempurna merupakan tujuan dari pendidikan Islam. Dengan penanaman akhlak ini, pesera didik bukan hanya akan membutuhkan kekuatan bersifat jasmani, akal, dan ilmu, tetapi juga budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa, dan kepribadian.35 Bagi Al-Attas, tujuan pendidikan Islam adalah manusia yang baik, sementara bagi Marimba, tujuan itu adalah terwujudnya kepribadian muslim. Ahmad Tafsir menyatakan bahwa "Tujuan pendidikan menurut Islam adalah manusia sempurna menurut Islam". Lebih lanjut beliau menyebutkan ciri-ciri manusia sempurna menurut Islam, yaitu manusia yang jasmaninya sehat serta kuat, termasuk berketerampilan akalnya cerdas serta pandai dan rohaninya yang berkualitas, ini dapat dilihat dari hati (kalbunya) penuh iman kepada Allah SWT.36 Dalam konferensi dunia tentang pendidikan Islam tahun 1977 telah dirumuskan tujuan pendidikan sebagai berikut : “Education should aim at the ballanced growth of total personality of man through the training of mans' spirit, intelect the rational self, felling, and todily sense. Education should therefore cater for the growth of man in all its aspects, spiritual, intelectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both individually and collectivelly, and motivate all these aspects toward goodness and attainment of perfection. The ultimate aim of education lies in the realization of cemplete submission to Allah on the level of individual, the community and humanity at large".37 Dalam rumusan di atas telah disepakati bahwa pendidikan harus diarahkan mencapai pertumbuhan keseimbangan kepribadian manusia menyeluruh, melalui latihan jiwa, intelek, rasio, perasaan dan penghayatan, 34

Ibid. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Op.Cit., hlm. 103 36 Ahmad Tafsir, Op.Cit., hlm. 46 37 Arifin, Op.Cit., hlm. 40 35

28

karena itu pendidikan harus menyiapkan pertumbuhan manusia dalam segala seginya, spiritual, intelektual, imajinatif, jasmani, ilmiah, linguistik baik individu maupun kolektif, dan semua itu didasari motivasi ibadah, karena tujuan akhir pendidikan muslim itu terletak pada aktivitas merealisasikan pengabdian dan kemanusiaan. Rumusan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan Islam mempunyai tujuan yang luas dan dalam seluas dan sedalam kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk individual dan sebagai makhluk sosial yang menghambakan kepada Kholiqnya yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran agamanya. Secara lebih rinci Muhaimin dan Abdul Mujib menjabarkan tujuan pendidikan, pertama, tujuan pendidikan jasmani adalah mempersiapkan diri sebagai pengemban tugas kholifah di bumi melalui pelatihan keterampilanketerampilan fisik. Kedua, tujuan pendidikan rohani adalah meningkatkan moralitas Islami yang diteladani Nabi Muhammad SAW dengan berdasarkan cita-cita ideal yang terdapat di dalam Al-Qur'an. Ketiga, tujuan pendidikan akal, mengarahkan intelegensi untuk menemukan kebenaran dan sebabsebabnya dengan menelaah tanda-tanda kekuasaan Allah SWT dan menemukan pesan-pesan ayat-Nya yang membawa iman kepada sang pencipta. Tahapan pendidikan akal ini adalah; (1) Pencapaian kebenaran ilmiah, (2) Pencapaian kebenaran empiris, dan (3) Pencapaian kebenaran meta empiris atau kebenaran filosofis. Keempat, tujuan pendidikan sosial adalah membentuk kepribadian yang utuh dari ruh, tubuh, dan akal. Identitas individu di sini tercermin sebagai "al-Nas" yang hidup pada masyarakat yang plural atau majemuk.38 Sementara Al-Abrasyi merinci tujuan pendidikan Islam menjadi empat, yaitu pembinaan akhlak, menyiapkan anak didik untu hidup di dunia dan akherat, penguasaan ilmu dan keterampilan kerja dalam masyarakat. Bagi Asma Hasan Fahmi, tujuan pendidikan diperinci sebagai berikut ; tujuan keagamaan, 38

tujuan

pengembangan

akal,

akhlak,

tujuan

pengajaran

Muhaimin dan Abdul Mudjib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung : Trigenda Karya, 1993), hlm. 159-160

29

kebudayaan, tujuan pembinaan kepribadian. Munir Mursyi menjabarkan tujuan pendidikan Islam menjadi empat, yaitu bahagia di dunia dan di akherat, menghambakan diri kepada Allah SWT, memperkuat ikatan ke-Islaman, dan melayani kepentingan masyarakat Islam, akhlak mulia.39 Sementara Al-Aynaini membagi tujuan pendidikan Islam menjadi tujun umum dan tujuan khusus. Tujuan umum ialah beribadah kepada Allah SWT dan tujuan khususnya dibagi menjadi beberapa aspek pembinaan, yaitu aspek jasmani, akal, akidah, akhlak, kejiwaan, keindahan, dan kebudayaan. 40 Menurut Muhammad Fadhil Al Jamali, tujuan pendidikan yang diambil dari Al-Qur'an adalah : 1. Mengenalkan manusia akan perannya di antara sesama makhluk dan tanggung jawab pribadinya di dalam hidup ini. 2. Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata hidup bermasyarakat. 3. Mengenalkan manusia akan alam ini dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya, serta memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat dari alam tersebut. 4. Mengenalkan manusia akan pencipta alam ini (Allah SWT) dan memerintahkan beribadah kepada-Nya.41 Menurut Abdurrahman An Nahlawi, tujuan umum dalam pendidikan Islam ada 4 (empat), yaitu :42 1. Pendidikan akal dan persiapan pikiran. Allah menyuruh manusia merenungkan kejadian langit dan bumi agar dapat beriman kepada Allah SWT 2. Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat asal pada anak-anak. Islam adalah agama yang fitrah, sebab ajarannya tidak asing dari tabiat asal manusia diciptakan sesuai dengannya, tidak ada kesukaran dan sesuatu yang luar biasa. 39

Ahmad Tafsir, Op.Cit., hlm. 49 Ibid., hlm. 50 41 Ahmadi, Op.Cit., hlm. 101 42 Ridlwan Nasir, Op.Cit., hlm. 70-71 40

30

3. Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda dan mendidik mereka sebaik-baiknya, baik laki-laki maupun perempuan. 4. Berusaha untuk mengembangkan segala potensi-potensi dan bakat-bakat manusia. Sementara Ahmadi membagi tujuan pendidikan menjadi tiga tahapan, yaitu tujuan tertinggi dan terakhir disesuaikan tujuan hidup manusia dan peranannya sebagai ciptaan Allah, yaitu menjadi hamba Allah yang bertaqwa, mengantarakan subyek didik menjadi kholifatullah fil ard yang mampu memakmurkan (membudayakan alam sekitarnya) memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai di akhirat. Kemudian tujuan umumnya adalah tercapainya self realization atau kepribadian muslim yang utuh (seorang muslim yang dapat mengaktalisasikan semua potensi yang ada pada dirinya dengan baik dan benar) yang proses pencapaiannya melalui berbagai lingkungan atau lembaga pendidikan, baik pendidikan keluarga, sekolah, atau masyarakat. Untuk mencapai keutuhan pribadi tersebut diperlukan proses perkembangan tahap demi tahap, sedangkan tujuan khusus merupakan operasionalisasi dari tujuan tertinggi dan tujuan umum pendidikan Islam.43 Dari beberapa uraian di atas, sepertinya para tokoh masih belum sepakat tentang tujuan pendidikan, meskipun demikian mereka sepakat bahwa secara garis besar tujuan pendidikan Islam adalah ingin mewujudkan nilai-nilai ideal menurut ajaran Islam. Dengan demikian jelas kiranya bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah bermuara pada terbentuknya insan kamil (manusia sempurna), yaitu manusia yang ideal yang sesuai dengan ajaran Islam, baik sebagai abd (hamba), maupun sebagai khalifatullah fil ard (wakil Tuhan di bumi). Adapun konsep manusia seutuhnya dalam pandangan Islam dapat diformulasikan secara garis besar sebagai pribadi muslim, yakni manusia 43

Ahmadi, Op.Cit., hlm. 94-101

31

beriman, dan bertaqwa, serta memiliki berbagai kemampuan yang teraktualisasi dalam hubungannya dengan tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitarnya secara baik, positif, dan konstruktif. Oleh karena itu dalam aktualisasinya, manusia ideal (insan kamil) adalah manusia yang mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai abd, sekaligus Khalifatullah fil ard sebagai realisasi ketundukannya kepada Tuhan, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia demi kemaslahatan, serta menjaga kerusakan demi meraih kebahagiaan dunia maupun akhirat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk dan mengembangkan manusia yang beriman, bertaqwa, berilmu, bekerja, dan berakhlak mulia menurut ketentuan Islam menuju terbentuknya kepribadian muslim yang utuh, yakni mengaktualisasikan potensi/sumber daya insaninya, atau dengan kata lain kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya, yakni tingkah lakunya, pikirannya, kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun firasat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Allah dan penyerahan kepada-Nya.