BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN DAN PERIZINAN VILLA
2.1 Pengertian Kewenangan Dalam hukum tata pemerintahan pejabat tata usaha negara merupakan pelaku utama dalam melakukan perbuatan dan tindakan hukum fungsi pokok pemerintahan dan fungsi pelayanan pemerintahan, namun dalam melakukan tindakan dan perbuatannya harus mempunyai kewenangan yang jelas. Dalam banyak literatur, sumber kewenangan berasal dari atribusi, delegasi dan mandat. Sebelum mengetahui atribusi, delegasi dan mandat, terlebih dahulu yang perlu dipahami ialah mengenai kewenangan dan wewenang. Philipus M. Hadjon, dalam tulisannya tentang wewenang mengemukakan bahwa Istilah wewenang disejajarkan dengan istilah bevoegdheid dalam istilah hukum Belanda. Kedua istilah ini terdapat sedikit perbedaan yang teletak pada karakter hukumnya, yaitu istilah bevoegdheid digunakan baik dalam konsep hukum publik maupun dalam konsep hukum privat, sementara istilah wewenang atau kewenangan selalu digunakan dalam konsep hukum publik22. Ateng Syafrudin berpendapat ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang. Kewenangan (authority) adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang (bevoegdheid) hanya mengenai suatu “onderdeel” (bagian) tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat wewenang22
Philipus M. Hadjon, 1997, Tentang Wewenang, Majalah Yuridika Fakultas Hukum Unair, Surabaya, h. 1.
20
21
wewenang (rechtsbevoegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya
ditetapkan
dalam
peraturan
perundang-undangan23.
Pengertian
wewenang menurut H.D. Stoud, wewenang adalah keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah oleh subjek hukum publik dalam hukum publik24. Berbagai pengertian mengenai wewenang sebagaimana dikemukakan diatas, walaupun dirumusakan dalam bahasa yang berbeda, namun mengandung pengertian bahwa kewenangan (authority) memiliki pengertian yang berbeda dengan wewenang (competence). Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal dari undang-undang, sedangkan wewenang adalah suatu spesifikasi dari kewenangan, artinya barang siapa (subyek hukum) yang diberikan kewenangan oleh undang-undang, maka ia berwenang untuk melakukan sesuatu yang tersebut dalam kewenangan itu. Kewenangan itu memberikan dasar hukum untuk bertindak dan mengambil keputusan tertentu berdasarkan wewenang yang diberikan atau melekat padanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kepustakaan hukum administrasi terdapat cara untuk memperoleh wewenang pemerintahan,
23 Ateng Syafrudin, 2000, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Universitas Parahyangan, Bandung, h. 22. 24 Irfan Fachruddin, 2004, Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah, Alumni, Bandung, h.4.
22
yaitu atribusi, delegasi dan mandat25. Mengenai atribusi, delegasi, dan mandat, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Atribusi Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undangundang kepada organ pemerintahan. Artibusi dikatakan sebagai cara normal untuk memperoleh wewenang pemerintahan. Suatu atribusi menunjuk pada kewenangan yang asli atas dasar konstitusi (UUD). 2. Delegasi Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya. 3. Mandat Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Mandat merupakan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan. Pelimpahan itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat keputusan atas nama pejabat TUN yang memberi mandat. Tanggung jawab tetap pada pemberi mandat.
2.2 Pengertian Perizinan Perizinan berasal dari kata izin. Menurut N. M. Spelt dan J. B. J. M. ten Berge, izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari
25
Philipus M. Hadjon, Op.cit, h. 2.
23
ketentuan larangan perundang-undangan (dalam arti luas), sedangkan izin (dalam arti sempit) adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin yang pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai tujuan tertentuatau menghalangi keadaan buruk26. Pendapat tersebut berbeda dengan pendapat Van der Pot. Menurut Van der Pot27, “izin adalah suatu keputusan yang memperkenankan melakukan perbuatan yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan”. Selanjutnya Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa izin adalah suatu ketetapan yang merupakan dispensasi dari larangan oleh undang-undang, yang kemudian larangan itu diikuti oleh syarat-syarat yang harus dipenuhi agar memperoleh dispensasi dari larangan tersebut. Selain pengertian izin yang dikemukakan beberapa sarjana tersebut, pengertian izin dan perizinan dalam Pasal 1 angka 8 dan 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pasal 1 angka 8 mengemukakan bahwa izin adalah dokumen yang dikeluarkan pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan
lainnya
yang
merupakan
bukti
legalitas,
yang
menyatakan
diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu.Berdasarkan pengertian tersebut, izin merujuk pada ketentuan tertulis, izin tertulis yang berbentuk dokumen, sehingga yang disebut sebagai izin tidak diberikan secara lisan. Pengertian Perizinan dikemukakan pada Pasal 1 angka 9, perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang, pelaku usaha atau 26
Adrian Sutedi, Op.cit, h. 171. Sri Pudyatmoko, 2009, Perizinan-Problem dan Upaya Pembenahan, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 7. 27
24
kegiatan tertentu baik dalam bentuk izin atau daftar usaha. Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan yang bersifat pengendalian secara administratif terhadap kegiatan yang dilakukan masyarakat oleh pemerintah28.
2.3 Sifat dan Tujuan Perizinan Pada dasarnya perizinan merupakan suatu keputusan dari pemerintah melalui badan tata usaha negara yang berwenang. Izin sebagai instrument pemerintah merupakan ujung tombak instrument hukum dalam hal pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makur serta bersifat yuridis preventif,
yang
digunakan
sebagai
sarana
hukum
administrasi
untuk
mengendalikan perilaku masyarakat. Perizinan merupakan pengecualian yang diberikan oleh undang-undang untuk menunjukan legalitas sebagai suatu ciri negara hukum yang demokratis. Berikut adalah sifat perizinan secara umum, yaitu: a. Konkret (objeknya tidak abstrak melainkan berwujud, tertentu dan ditentukan), b. Individual (siapa yang diberikan izin), c. Final (seseorang telah mempunyai hak untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan isinya yang secara definitif dapat menimbulkan akibat hukum tertentu). Selain itu, apabila dilihat dari isinya, izin memiliki sifat-sifat sebagai berikut29:
28
Adrian Sutedi, Op.cit, h. 173.
25
1. Izin yang bersifat bebas, yaitu izin yang penerbitannya tidak terikat dengan hukum tertulis, serta organ yang berwenang dalam izin memiliki kebebasan dalam pemberian izin, sehingga izin tidak dapat ditarik kembali atau dicabut. 2. Izin yang terikat, yaitu izin yang penerbitannya terikat oleh hukum tertulis dan tidak tertulis, serta organ yang berwenang dalam izin bertindak sejauh yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. 3. Izin yang bersifat menguntungkan, yaitu izin yang mempunyai sifat menguntungkan bagi yang bersangkutan, karena yang bersangkutan diberi hak atau pemenuhan tuntutan. 4. Izin yang bersifat memberatkan, yaitu izin yang mengandung unsur memberatkan yang berbentuk ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh yang bersangkutan, dan juga memberi beban kepada masyarakat. 5. Izin yang segera berakhir, yaitu izin yang memiliki masa berlaku yang singkat. 6. Izin yang berangsung lama, yaitu izin yang memiliki masa berlaku relatif lama. 7. Izin yang bersifat pribadi, yaitu izin yang tergantung pada sifat atau pribadi dan pemohon izin. 8. Izin yang bersifat kebendaan, izin yang tergantung pada sifat dan objek izin. Adapun tujuan perizinan secara umum berdasarkan pada keinginan pembuat undang-undang dapat dijabarkan sebagai beriku:
29
Ibid.
26
Keinginan
mengarahkan
atau
mengendalikan
aktivitas-aktivitas
tertentu (misalnya izin mendirikan bangunan) Mencegah bahaya lingkungan (misalnya izin usaha industri) Melindungi objek-objek tertentu (misalnya izin membongkar pada monumen) Membagi benda, lahan atau wilayah yang sedikit (misalnya izin menghuni didaerah padat penduduk) Mengarahkan dengan menggunakan seleksi terhadap orang dan aktivitas tertentu (misalnya izin transmigrasi) Selain itu, tujuan dari perizinan juga dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi pemerintah dan dari sisi masyarakat. 1. Sisi pemerintah, yaitu: a. Melaksanakan peraturan (apakah ketentuan dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan atau tidak dan sekaligus untuk mengatur ketertiban); b. Sumber pendapatan daerah (semakin banyak pemohon izin, maka pendapatan daerah akan meningkat. Hal ini karena, setiap pemohon izin harus membayar retribusi). 2. Sisi masyarakat, yaitu: a. Memberikan kepastian hukum; b. Memberikan kepastian hak; c. Mempermudah untuk mendapatkan fasilitas.
2.4 Jenis-Jenis Perizinan Perizinan
merupakan
keputusan
yang
dikeluarkan
pemerintah,
sebagaimana telah dijabarkan diatas. Jenis dan jumlah perizinan pun banyak dan tersebar. Pada umumnya, izin dibuat dengan proses dalam jangka waktu tertentu.
27
Untuk dapat diterbitkannya suatu izin diawali dari pengajuan permohonan oleh pihak yang memiliki kepentingan, disertai dengan pemenuhan syarat-syarat yang ditetapkan dan kemudian diproses dengan mempertimbangkan syarat-syarat tersebut hingga kemudian terbitlah izin yang dimohonkan. Izin merupakan sesuatu yang penting untuk dimiliki karena akan mempermudah dalam melakukan hubungan hukum, baik dengan pemerintah maupun dengan pihak lain. Jenis-jenis izin tersusun secara berbeda-beda dan memiliki fungsi yang berbeda-beda. Berikut ini sedikit gambaran mengenai sejumlah izin yang dikeluarkan pemerintah kabupaten/kota30: (1) Izin Lokasi; (2) Izin Pemanfaatan Tanah; (3) Izin Mendirikan Bangunan atau Izin Mendirikan Bangun-Bangunan; (4) Izin Mendirikan Bangunan Rumah Ibadat; (5) Izin Gangguan HO (Hinder Ordonantie); (6) Tanda Daftar Industri; (7) Izin Usaha Industri; (8) Surat Izin Usaha Perdagangan; (9) Tanda Daftar Perusahaan; (10) Izin Peruntukan Lahan; (11) Izin Usaha Perkebunan; (12) Izin Usaha Restoran, Rumah Makan, dan Tempat Makan; (13) Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum; (14) Izin Usaha Biro Perjalanan Wisata dan Izin Usaha Agen Perjalanan Wisata; (15) Izin Usaha Hotel Bintang; (16) Izin Usaha Hotel Melati; (17) Izin Usaha Penginapan; (18) Izin Usaha Pondok Wisata; (19) Izin Usaha Penginapan Remaja; (20) Izin Usaha Taman Rekreasi; (21) Izin Usaha Fasilitas Wisata Tirta dan Rekreasi Air; (22) Izin Usaha Jasa Biro Perjalanan Wisata; (23) Izin Usaha Objek dan Daya Tarik Wisata Alam; (24) Izin Pemasangan Reklame Papan/billboard.
30
Y. Sri Pudyatmoko, 2009, Perizinan Problem Dan Upaya Pembenahan, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 8.
28
2.5 Perizinan Villa Villa merupakan suatu bentuk usaha pariwisata di bidang penyediaan akomodasi pariwisata. Penyelenggaraan usaha pariwisata dilakukan berdasarkan izin, dimana izin ini berfungsi sebagai sarana yuridis administratif, yaitu dasar hukum untuk usaha pariwisata. Selain sebagai dasar hukum, izin ini juga memuat syarat-syarat dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh pihak yang memperoleh izin. Bentuk-bentuk perizinan usaha pariwisata yaitu: 1. Perizinan Persyaratan, yaitu perizinan yang harus dipenuhi sebelum mendirikan akomodasi pariwisata, terdiri dari: a. Persetujuan Prinsip, yaitu adalah persetujuan pendahuluan yang diberikan kepada orang atau badan hukum untuk menanamkan modal atau mengembangkan kegiatan atau pembangunan di wilayah kabupaten sesuai RTRWK. b. Izin Lokasi, yaitu izin yang diberikan kepada orang atau badan hukum untuk memperoleh tanah/pemindahan hak atas tanah/menggunakan tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal. c. Izin Mendirikan Bangunan, yaitu izin yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis. 2. Perizinan Operasional, yaitu perizinan yang harus dipenuhi apabila akanmenjalankan usaha pariwisata dibidang akomodasi, yang terdiri dari: Izin Usaha dan Izin Penggunaan Bangunan.
29
Secara khusus penyediaan akomodasi villa juga harus memiliki izin sebagai dasar hukum beroperasinya villa itu sendiri. Namun di Indonesia belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus perizinan villa. Berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 3 tahun 2002 tentang Penggolongan Kelas Hotel, menyatakan fasilitas akomodasi turistermasuk Pondok Wisata(Cottage), Hotel Melati (hotel non bintang), dan Hotel Berbintang (star hotel). Jadi jelas penggunaan kata “villa” hanyalah sebuah istilah yang digunakan untuk nama jenis dari sewa akomodasi, misalnya kamar standar, deluxe room, suite room, executive suiteroom, cottage dll. Sejauh ini sesuai Keputusan Menteri Nomor 3 Tahun 2002, izin villa cukup dengan izin Pondok Wisata karena termasuk dalam kategori hotel dengan jumlah kamar di bawah lima kamar. Seperti yang dikemukakan Ketua Bali Villa Association, Pemerintah Provinsi Bali dan pengusaha di Bali berpedoman pada Keputusan Menteri Nomor 3 Tahun 2002 dalam perizinan villa terkhusus pembangunan villa, yang mengacu pada izin pondok wisata31. Apabila izin villa disamakan dengan izin pondok wisata, maka untuk memperoleh izin pondok wisata, harus melengkapi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1. Fotocopy Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ); 2. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk; 3. Bukti pemilikan/penguasaan hak atas tanah ;
31 Bali Villa Association, 2013, “Pendataan dan Penataan Villa di Bali”, URL: http://www.balivillaassociation.org/regulations/Data%20Retrieval%20and%20Arrangement%20of %20Villa%20Accommodations%20in%20Bali.pdf, Diakses tanggal 17 Mei 2015.
30
4. Izin Undang–undang Gangguan ( HO ) dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) 5. Izin teknis dan dokumen lingkungan hidup; 6. Gambar rencana bangunan dan peta lokasi bangunan; 7. Data fasilitas Pondok Wisata yang bersangkutan. Selain izin tersebut, pondok wisata juga harus terdaftar sebagai usaha akomodasi pariwisata. Hal ini bertujuan untuk: 1) Memberikan kepastian hukum dalam menjalankan usaha pariwisata; 2) Menyediakan informasi bagi semua pihak yang berkepentingan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Tanda Daftar Usaha. Meskipun izin villa disamakan dengan izin pondok wisata, seperti yang dijabarkan diatas, bukan berarti semua villa di Bali khususnya sudah mengantongi izin, mulai dari izin mendirikan villa sampai dengan izin operasional. Kenyataannya, seperti yang diungkapkan ketua Bali Villa Association (BVA), Mangku Suteja , bahwa32 : Dari sekitar 1.000 villa yang ada di Bali, kami perkirakan jumlah villa yang tidak berizin sekitar 25 hingga 30 persen. ……………………………………………………………………………… ………… Sesuai peraturan yang berlaku, sebuah villa haruslah memiliki 5 unit kamar dengan memberikan pelayanan selama 24 jam penuh kepada para tamu dengan dilengkapi petugas keamanan. ’’Kami harapkan kepada pengelola unit jenis ini yang tak berizin untuk tidak menggunakan namavilla sebagai brand merk jualan mereka apabila tidak mau mengurus izin. Sebab keberadaan villa tidak berizin ini memberikan citra yang cukup negatif terhadap akomodasi serupa yang beroperasi secara resmi. Apalagi, setelah terjadinya insiden pencurian dan pemerkosaan menimpa sejumlah 32 Denpost, 2013, “Tangani Villa Bodong, BVA Bentuk Pokja. Penegakan Dinilai Ompong”, URL: http://www.denpostnews.com/Badung/tangani-villa-bodong-bva-bentuk-pokjapenegakan-dinilai-ompong.html, Diakses tanggal 17 Mei 2015.
31
wisatawan mancanegara yang menginap di rumah pribadi milik ekpaktriat yang dijadikan villa.
2.6 Villa Sebagai Akomodasi Pariwisata di Kabupaten Buleleng Akomodasi adalah suatu yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan, misalnya tempat menginap atau tempat tinggal sementara bagi orang yang bepergian. Akomodasi pariwisata merupakan suatu industri yang memiliki suatu komponen, berupa penyediaan suatu tempat atau kamar dimana pengunjung atau wisatawan dapat beristirahat, menginap, tidur, mandi, makan dan minum serta menikmati jasa pelayanan dan hiburan yang tersedia. Pada umumnya fasilitas yang diperlukan untuk tempat menginap adalah tempat yang bernuansa pariwisata dan tidak jauh dari objek dan daya tarik pariwisata yang akan dikunjungi. Akomodasi wisata secara umum dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu : a. Akomodasi Komersil, yaitu akomodasi yang dibangun dan dioperasikan semata-mata untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. b. Akomodasi Semi Komersil, yaitu akomodasi yang dibangun dan dioperasikan bukan semata-mata untuk tujuan komersil, tetapi juga untuk tujuan sosial (masyarakat yang kurang mampu). c.
Akomodasi Non Komersil, yaitu akomodasi yang dibangun dan diopersikan semata-mata untuk tujuan non komersil, yaitu tidak mencari keuntungan atau semata-mata untuk tujuan sosial atau bantuan secara cuma-cuma, namun khusus untuk golongan/kalangan tertentu dan juga untuk tujuan tertentu.
32
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2010, No. PM.86/HK.501/MKP/2010, jenis-jenis akomodasi pariwisata adalah sebagai berikut: 1. Hotel adalah penyedia akomodasi secara harian berupa kamar-kamar di dalam 1 (satu) bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makanan dan minuman, kegiatan hiburan serta fasilitas lainnya. 2. Bumi Perkemahan adalah penyediaan akomodasi di alam terbuka dengan menggunakan tenda. 3. Persinggahan Karavan adalah penyediaan tempat untuk kendaraan yang dilengkapi fasilitas menginap di alam terbuka dapat dilengkapi dengan kendaraannya. 4. Villa adalah penyedia akomodasi berupa penyediaan keseluruhan bangunan tunggal yang dapat dilengkapi dengan fasilitas, kegiatan hiburan serta fasilitas lainnya. 5. Pondok Wisata adalah penyedia akomodasi berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan memberikan kesempatan pada wisatawan untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari pemiliknya. Hingga saat ini, di Bali ada lebih dari 35.000 kamar hotel dengan berbagai jenis akomodasi seperti villa, hotel, bumi perkemahan dan pondok wisata. Berdasarkandata yang tersediadi Biro Pusat Statistik Provinsi Bali, jumlah hotel berbintang1 sampai 5 di Bali pada 2013 mencapai 227. Sementara itu, jumlah non-bintang hotel dan akomodasi wisata seperti villa atau cottage untuk tahun
33
2013 mencapai 1816. Angka ini lebih tinggi dari pada empat tahun sebelumnya (2009) di mana ada151533. Hal ini menunjukkan seberapa cepat berkembang akomodasi wisata di Bali. Berdasarkan data Bali Villa Association tahun 2013, jumlah villa cukup besar yaitu lebih kurang 1000 buah villa yang tersebar di seluruh Bali. Villa dalam kamus Kata Serapan karangan Surawan Martinus, villa adalah rumah pertanian, rumah di pedesaan/di pedalaman, biasanya dikebun, rumah untuk berlibur dipedesaan/dekat pantai pegunungan34. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, disebutkan pengertian villa adalah rumah yang bagus biasanya ditepi atau diluar kota35. Villa adalah rumah tersendiri untuk menginap dan terletak di luar kota, di puncak gunung atau di tepi laut36. Apabila dilihat pada peraturan perundang-undangan di Kabupaten Buleleng, baik Peraturan Daerah, Peraturan Bupati serta Peraturan Walikota, tidak dijelaskan mengenai villa. Tercantum dalam peraturan perundang-undangan di Kabupaten Buleleng khususnya Perda Nomor 11 tahun 2007, disana hanya disebutkan hotel melati dan pondok wisata sebagai sumber retribusi daerah yang berasal dari akomodasi pariwisata di Kabupaten Buleleng. Hal ini didukung dengan
penyampaian
Nyoman
Gede
Gunawan,
selaku
kepala
bidang
pengembangan pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng, pada tanggal 15 Juli 2015, bahwa villa hanya sebatas istilah yang 33
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2013, URL : http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1398, diakses tangga 8 Agustus 2015 34 Surawan Martinus, 2001, Kamus Kata Serapan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 664. 35 W.J.S. Poerwadarminta.2003, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, h. 1356. 36 Bartono PH, 2005, Hotel Training yang Efektif, Andi Yogyakarta, Yogyakarta, h. 60.
34
digunakan oleh pengusaha penyedia akomodasi untuk jenis akomodasi yang disediakan. Hal ini dikarenakan, dalam satu dekade belakangan, nama villa yang menjadi idaman yang merupakan akomodasi paling popular sebagai tempat wisatawan untuk menginap. Pesatnya pembangunan dan pertumbuhan villa di Bali dan Buleleng khususnya, mengungkapkan bahwa sebagian besar wisatawan memilih villa sebagai alternatif penginapan. Berikut adalah alasan yang menyebabkan wisatawan lebih memilih villa sebagai penginapan, yaitu: 1. Villa memiliki pemandangan (view) yang menarik dan bagus karena biasanya berada di pegunungan atau di pantai. 2. Villa menyediakan pelayanan dan servis lebih secara personal. 3. Villa memberi tingkat kenyamanan dan keamanan yang lebih untuk terhindar dari ancaman-ancaman teror maupun kriminal yang biasanya menyerang kelompok-kelompok wisatawan tertentu. 4. Villa merupakan tempat yang bagus untuk bersama keluarga atau teman dekat. 5. Villa memberikan kebebasan, sehingga wisatawan dapat mengadakan privat party.