BAB III

Download rangkaian yang saling terkait diantara subsistem-subsistem yaitu subsistem hulu, usahatani/budidaya, subsistem hilir serta subsistem penduk...

0 downloads 962 Views 6MB Size
BAB III AGRIBISNIS KENTANG

3.1

Gambaran Umum Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman umbi-umbian asli

Amerika Tengah/Selatan. Komoditas ini telah dibudidayakan oleh masyarakat Indian Aztec, Maya dan Inka sejak beberapa ribu tahun sebelum masehi. Bagi masyarakat Indian di Amerika tengah dan Selatan, kentang merupakan makanan pokok selain jagung, singkong dan ubi jalar. Kentang dibawa masuk ke benua Eropa oleh bangsa Spanyol tahun 1794, dan dalam waktu sangat cepat menyebar ke seluruh Eropa, kemudian ke seluruh dunia. Dalam waktu cepat pula masyarakat Eropa mengkonsumsi kentang sebagai makanan pokok mereka setelah gandum. Bangsa Belanda membawa kentang ke Jawa tahun 1794. Pertama kali budidaya kentang dilakukan di Cimahi, Jawa Barat. Kemudian bangsa Belanda juga mengintroduksi kentang ke Brastagi, Sumatera Utara tahun 1811. Selanjutnya sentra kentang berkembang di Brastagi (Sumut), Kerinci (Jambi), Pangalengan (Jabar), Dieng (Jateng), Tengger (Jatim), dan Toraja (Sulsel). Kentang termasuk jenis tanaman sayuran semusim, berumur pendek, dan berbentuk perdu atau semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Umurnya relatif pendek, hanya 90–180 hari. Setiap 100 gram kentang mengandung kalori 347 kal., protein 0,3 g, lemak 0,1 g, karbohidrat 85,6 g, kalsium 20 mg, fosfor 30 mg, zat besi 0,5 mg, dan vitamin B 0,04 mg. Melihat kandungan gizinya, kentang merupakan sumber

16

17

utama karbohidrat. Kentang sangat bermanfaat untuk meningkatkan energi di dalam tubuh sehingga manusia dapat bergerak, berpikir, dan melakukan aktivitasaktivitas lainnya. Kentang dapat dikonsumsi dalam bentuk berbagai macam olahan. Misalnya, kentang rebus, kentang goreng, aneka snack, perkedel, dan berbagai jenis makanan lainnya (Samadi, 2007). Dalam dunia tumbuhan, kentang diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Tubiflorae

Famili

: Solanaceae

Genus

: Solanum

Spesies

: Solanum tuberosum L. Bagian-bagian penting tanaman kentang adalah sebagai berikut :

1. Daun Tanaman kentang umumnya berdaun rimbun. Daun terletak berselang-seling pada batang tanaman. Bentuk daun oval sampai oval agak bulat dengan ujung meruncing dan tulang-tulang daun menyirip. Daun berkerut-kerut dan permukaan bagian bawah daun berbulu. Warna daun hijau muda sampai hijau tua hingga kelabu. Ukuran daun sedang dengan tangkai pendek. Daun tanaman

berfungsi

sebagai

tempat

proses

asimilasi

dalam

rangka

pembentukan karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Hasil

18

fotosintesis atau asimilasi digunakan dalam pertumbuhan vegetatif, pertumbuhan generatif, respirasi, dan persediaan makanan. 2. Batang Batang berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung kultivarnya, tidak berkayu, dan bertekstur agak keras. Batang kentang umumnya lemah sehingga mudah roboh bila terkena angin kencang. Warna batang umumnya hijau tua, dengan pigmen ungu. Batang bercabang-cabang dan setiap cabang ditumbuhi oleh daun-daun yang rimbun. Permukaan batang halus. Ruas batang tempat tumbuhnya cabang mengalami penebalan. Diameter batang kecil dengan panjang mencapai 1,2 m. Batang tanaman berfungsi sebagai jalan zat-zat hara dari tanah ke daun, juga untuk menyalurkan hasil fotosintesis dari daun ke bagian tanaman yang lain. 3. Akar Tanaman kentang memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar tunggang menembus tanah sampai kedalaman 45 cm, sedangkan akar serabut tumbuh menyebar ke arah samping dan menembus tanah datar. Akar tanaman berwarna keputih-putihan dan berukuran sangat kecil. Di antara akar-akar ini ada yang nantinya berubah bentuk dan fungsi menjadi bakal umbi (stolon), yang selanjutnya akan menjadi umbi kentang. Akar tanaman berfungsi untuk menyerap zat-zat hara yang diperlukan tanaman dan untuk memperkokoh berdirinya tanaman.

19

4. Bunga Tanaman kentang ada yang berbunga dan ada yang tidak berbunga, tergantung kultivarnya. Warna bunga bervariasi, kuning atau ungu. Kentang Kultivar Desiree berbunga ungu. Kultivar Cipanas, Segunung, dan Cosima memiliki bunga dan benang sari berwarna kuning, sedangkan putik berwarna putih. Bunga kentang tumbuh dari ketiak daun teratas. Jumlah tandan bunga juga bervariasi, sedikit sampai banyak. Kentang Kultivar Cosima memiliki tandan bunga sampai 11 buah, sedangkan Kultivar Cipanas hanya 7 buah. 5. Umbi Umbi terbentuk dari cabang samping di antara akar-akar. Proses pembentukan umbi ditandai dengan terhentinya pertumbuhan memanjang dari rhizoma atau stolon, diikuti pembesaran sehingga rhizoma membengkak. Umbi berfungsi menyimpan bahan makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Ukuran, bentuk, dan warna umbi kentang bermacam-macam tergantung kultivarnya. Ukuran umbi bervariasi dari kecil hingga besar. Bentuk umbi ada yang bulat, oval agak bulat (bulat lonjong), dan bulat panjang. Umbi kentang ada yang berwarna kuning, putih, dan merah. Umbi kentang memiliki mata tunas sebagai bahan perkembangbiakan, yang selanjutnya dapat menjadi tanaman baru. Selain mengandung zat gizi, umbi kentang mengandung solanin. Zat ini bersifat racun dan berbahaya bagi yang memakannya. Racun solanin tidak dapat hilang apabila umbi tersembul keluar dari tanah dan terkena sinar matahari. Umbi kentang yang masih mengandung racun solanin berwarna hijau walaupun telah tua.

20

Pada zaman Hindia Belanda hanya ada beberapa jenis Kultivar kentang, yaitu Kultivar Eigenheimer, Bevelander, Voran, Profijt, Marinta, Pinpernel, dan Intje. Kini telah banyak dikenal kultivar-kultivar baru yang lebih unggul dan memberikan harapan besar terhadap peningkatan produksi kentang di Indonesia maupun di negara-negara lain. Beberapa diantaranya yaitu Kultivar Thung, Cosima, Patrones, Desiree, Radosa, Catella, Donata, dan Rapan. Penelitian selanjutnya akhirnya dapat menemukan kultivar baru yang bernama Granola. Dalam perkembangannya, di kalangan petani dan pasaran Granola lebih populer dibandingkan jenis lain. Bahkan, sampai sekarang masih banyak petani yang membudidayakannya, walaupun telah muncul kultivar-kultivar yang lebih baru, seperti French Fries, Diamant, Cardinal, Primiere, Ausonia, Famosa, Hertha, Cipanas, Segunung, Alpha, Draga, Narita, Spunta, Redpontiac, Aquila, Kenebec, dan Crebella. Kultivar-kultivar baru tersebut memiliki keunggulannya masingmasing. Keunggulan-keunggulan itu tampak dari segi bentuk, ukuran, bobot, warna daging umbi, kadar gula, dan kadar air umbi yang dihasilkan. Selain itu juga tampak dari segi daya adaptasi terhadap lingkungan, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta produktivitas tanaman (Samadi, 2007). Berdasarkan warna umbinya, kentang dibedakan menjadi tiga golongan berikut: 1. Kentang putih, yaitu jenis kentang dengan warna kulit dan daging umbi putih. Kultivar kentang yang termasuk ke dalam kentang putih adalah Kultivar Marita, Donata, Radosa, dan Diamant.

21

2. Kentang kuning, yaitu jenis kentang yang umbi dan kulitnya berwarna kuning. Misalnya Kultivar Patrones, Thung, Eigenheimer, Rapan, Granola, Cipanas, Segunung, dan Cosima. 3. Kentang merah, yaitu jenis kentang dengan warna kulit dan daging umbi merah. Misalnya Kultivar Desiree dan Arka.

3.2

Konsep Agribisnis Agribisnis

menurut

Bungaran

Saragih

(dalam

Kalmerina,

2005)

merupakan cara baru melihat dan membangun pertanian dimana pembangunan berbasis pertanian tidak hanya terbatas pada pembangunan subsistem usahatani saja. Menurut Hernanto (1995), agribisnis mencakup semua kegiatan mulai dari pengadaan sarana produksi sampai pada pemasarannya. Untuk bidang pertanian diantaranya adalah : 1. Subsistem pembuatan dan penyaluran berbagai sarana produksi (farm supplies) seperti bibit, pupuk, obat-obatan, alat pertanian, bahan bakar. Pelaku kegiatan ini terdiri dari perusahaan swasta, koperasi, intansi pemerintah, bank atau perorangan. 2. Subsistem kegiatan produksi dalam usahatani yang menghasilkan berbagai macam produk pertanian. Usahatani mencakup semua bentuk organisasi produksi baik yang berskala kecil maupun yang berskala besar. Pelaku kegiatan ini adalah petani, pengusaha swasta dan instansi pemerintah.

22

3. Subsistem pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan penyaluran produk pertanian yang dihasilkan oleh usahatani ke konsumen. Pelaku usahanya berupa perorangan, pengusaha swasta, instansi pemerintah, dan koperasi. Selain itu, menurut Sa’id (2001) sistem agribisnis merupakan suatu rangkaian yang saling terkait diantara subsistem-subsistem yaitu subsistem hulu, usahatani/budidaya, subsistem hilir serta subsistem pendukung. Dalam pengertian umum, agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem penyediaan sarana produksi, subsistem produksi atau usahatani, subsistem penanganan pasca panen, subsistem pemasaran, dan subsistem pendukung atau penunjang.

3.3

Subsistem Agribisnis Kentang

3.3.1

Subsistem Penyediaan Sarana Produksi Subsistem pengadaan sarana produksi mencakup semua kegiatan yang

meliputi perencanaan, pengolahan, pengadaan dan penyaluran sarana produksi untuk memperlancar penerapan teknologi dalam usahatani dan memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal. Teknologi yang dimaksud adalah teknik bercocok tanam, penggunaan bibit baru yang lebih baik, penggunaan pupuk dan pestisida. Untuk mendorong terciptanya sistem agribisnis yang dinamis, khususnya yang menunjang terlaksananya usahatani yang baik dan menjamin pemasaran hasil pertanian serta pengolahan hasil pertanian, diperlukan jasa dari pemerintah seperti jasa transportasi, jasa keuangan, jasa penyaluran dan perdagangan serta jasa penyuluhan (Downey and Erickson, 1992).

23

Subsistem pengadaan sarana produksi menyangkut kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan input yang dibutuhkan dalam usahatani yang di dalamnya termasuk pengadaan benih/bibit, pengadaan pupuk, pengadaan pestisida, pengadaan sumber air, pengadaan tenaga kerja, dan pengadaan alat-alat pertanian. Ketersediaan sarana produksi yang telah disebutkan di atas menjadi suatu keharusan agar kegiatan usaha agribisnis kentang dapat berjalan dengan baik. 1) Bibit Bibit adalah bakal terjadinya tanaman, oleh karena itu bibit sangat menentukan terhadap hasil yang akan dicapai. Bibit yang tidak baik hasilnya pun akan

mengecewakan.

Penggunaan

bibit

unggul

dan

berkualitas

akan

meningkatkan produktivitas lahan serta memudahkan dalam mengatasi hama dan penyakit. Menurut Samadi (2007), kriteria umbi yang baik untuk dijadikan bibit adalah sebagai berikut: •

Umbi berasal dari tanaman sehat, yaitu tanaman yang tidak terserang hama dan penyakit, dan pertumbuhannya baik.



Umbi sudah cukup tua dan berukuran seragam. Untuk memperoleh umbi yang demikian secara mudah, penanaman antara kentang untuk keperluan bibit dan keperluan konsumsi sebaiknya dipisahkan.



Umbi tidak cacat, kulitnya kuat, berukuran sedang, dan memiliki 3-5 mata tunas.

24

Gambar 1. Tanaman Kentang yang Menggunakan Bibit Kurang Bermutu

Berdasarkan hasil penelitian, petani kentang di Desa Pulosari sebagian besar menanam kentang dengan Kultivar Granola walaupun ada beberapa diantaranya yang menanam Kultivar Atlantik tetapi jumlahnya terbatas. Petani mendapatkan bibit kentang Kultivar Granola dengan dua cara, yaitu dengan membeli dan menyisihkan hasil produksi atau panen. Petani membeli bibit Granola dari para penangkar benih yang berada di sekitar Desa Pulosari maupun yang berada di wilayah Kecamatan Pangalengan. Bibit yang dibeli dari penangkar benih adalah bibit kentang bersertifikat. Harga bibit kentang bersertifikat dari penangkar benih berbeda-beda, sesuai dengan generasi bibit yang akan dibeli petani. Untuk harga bibit G2 adalah Rp 17.000,-/kg, harga bibit G3 adalah Rp 12.000,-/kg, dan harga bibit G4 adalah Rp 8000,-/kg. Petani biasanya menyisihkan 25% hasil produksi atau panennya untuk dijadikan bibit. Ada juga yang menyisihkan 50% hasil produksinya jika bibit yang ditanam petani adalah bibit G2. Bibit kentang hanya bisa ditanam sampai generasi

25

kelima, setelah itu bibit lebih baik tidak digunakan lagi karena produktivitasnya sudah sangat rendah. Menurut Samadi (2007), bibit yang siap tanam adalah telah melampaui masa dormansi selama 4 sampai 6 bulan dan telah bertunas sekitar 2 cm. Berat umbi bibit yang ideal adalah 30-45 gram. Sedangkan petani kentang Desa Pulosari menggunakan bibit yang berat per butirnya antara 30-60 gram, telah disimpan didalam gudang selama 3 sampai 4 bulan, dan telah bertunas sekitar 2-4 cm. Untuk bibit yang berukuran besar, petani akan memotong atau membelah bibit tersebut dengan tujuan menekan biaya produksi. Bibit tersebut dibelah menjadi dua atau tiga bagian, menurut jumlah mata tunas. Petani mengatakan tidak ada pengaruh pembelahan bibit terhadap hasil produksi. 2) Pupuk Penggunaan pupuk sangat penting bagi tanah yang kekurangan unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Menurut Samadi (2007), kentang memerlukan pupuk organik dan pupuk anorganik dalam jumlah yang tepat agar diperoleh hasil produksi yang tinggi. Pupuk organik yang digunakan bisa berupa kotoran ayam, kambing, atau sapi. Pupuk anorganik yang digunakan sangat bervariasi, ada yang menggunakan komposisi Urea, SP-36, dan KCl atau ZA, SP36, dan KCl. Waktu dan dosis pemberian pupuk dapat dilihat pada tabel berikut ini.

26

Tabel 8. Jadwal Pemberian Pupuk Pada Tanaman Kentang per Hektar per Satu Musim Tanam No 1 2

3

Perlakuan Pupuk Kandang Pupuk Kimia - Urea - SP-36 - KCl Pupuk Pelengkap Cair

Waktu Pemberian 0 HST 21 HST 45 HST 15-20 ton 500 kg 7-10 hari sekali

220 kg 100 kg

220 kg 100 kg

Sumber : Kentang dan Analisis Usahatani (Samadi, 2007)

Keterangan: HST = hari setelah tanam

Pupuk organik yang digunakan oleh petani kentang Desa Pulosari adalah kotoran ayam dengan frekuensi pemupukan satu kali dalam satu periode musim tanam yaitu pada pemupukan dasar. Dosis pemberian pupuk organik 500-600 karung atau sekitar 20 ton per hektar per satu musim tanam. Petani mendapatkannya dengan cara membeli dari pedagang khusus yang menjual kotoran ayam yang berada di Desa Pulosari. Harga untuk per karungnya adalah Rp 8000,- sampai Rp 10.000,-. Pupuk anorganik yang digunakan adalah jenis pupuk tunggal yaitu: ZA, SP-36, dan KCl. Ada juga petani yang menggunakan pupuk majemuk yaitu NPK/Ponska. Frekuensi pemupukan dua sampai tiga kali dalam satu periode musim tanam, sedangkan untuk dosis pemberiannya sendiri tidak ada takaran yang pasti atau tepat. Hal tersebut disesuaikan dengan modal atau keuangan pada masing-masing petani. Pupuk anorganik diperoleh petani melalui pembelian di kios-kios atau toko saprotan terdekat yang telah ditunjuk oleh pemerintah.

27

3) Pestisida Jenis pestisida yang digunakan untuk memberantas hama dan penyakit tanaman kentang adalah pestisida kimia, diantaranya: herbisida, fungisida, dan insektisida. Jenis pestisida kimia yang paling dominan dipakai oleh petani kentang adalah fungisida. Tingkat harga herbisida berkisar dari Rp 50.000,- sampai Rp 160.000,-/500 ml, tingkat harga fungisida berkisar dari Rp 50.000,- sampai Rp 75.000,-/kg, dan tingkat harga insektisida berkisar dari Rp 35.000,- sampai Rp 200.000,-/1000 ml. Dosis penggunaan pestisida diberikan sesuai dengan petunjuk yang ada di kemasan, tetapi ada juga petani yang mengurangi dosis bahkan ada yang memberikan dengan dosis yang tinggi. Hal tersebut disesuaikan dengan intensitas serangan hama penyakit yang menyerang tanaman kentang dan keadaan keuangan atau modal petani. Apabila musim penghujan, intensitas pemberian pestisida lebih tinggi jika dibandingkan dengan musim kemarau. Hal tersebut disebabkan ketika musim penghujan, hama dan penyakit lebih cepat menyerang tanaman. Pestisida diperoleh petani dengan cara membeli di kios-kios atau toko saprotan terdekat. 4) Pengairan Sumber air yang digunakan petani kentang Desa Pulosari untuk mengairi lahan kentang maupun untuk campuran yang digunakan bersama pestisida berasal dari sungai atau selokan dan mata air, yang disedot dengan menggunakan mesin kemudian ditampung di tempat penampungan air. Tempat penampungan air tersebut dibuat oleh masing-masing pemilik lahan. Ada juga yang dibuat dengan bergotong royong oleh para petani, jarak untuk setiap tempat penampungan air

28

tersebut berkisar antara 200-300 meter. Penyaluran air untuk ke setiap lahannya adalah dengan menggunakan selang, dan tidak ada sistem pengaturan penggunaan air secara tepat ataupun secara tertulis. Setiap petani berhak mendapatkan air dan berkewajiban untuk memelihara tempat penampungan air dan menjaga ketersediaan air.

Gambar 2. Tempat Penampungan Air

5) Peralatan Pertanian Peralatan pertanian merupakan kelengkapan dalam kegiatan usahatani. Setiap tahapan usahatani memerlukan alat-alat pertanian tertentu mulai dari kegiatan persiapan lahan hingga panen dan pasca panen. Alat pertanian yang umumnya dimiliki petani kentang adalah cangkul, garpu tanah, sabit, hand sprayer, power sprayer, drum, dan selang. Alat-alat tersebut diperoleh dengan cara membeli di kios-kios atau toko saprotan terdekat, kecuali untuk power sprayer hanya dapat dibeli di kota-kota besar seperti Kota Bandung dan Jakarta.

29

6) Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan berasal dari masyarakat sekitar Desa Pulosari maupun dari luar Desa Pulosari. Sistem yang digunakan adalah sistem upah harian dan upah borongan. Kebaikan sistem borongan sendiri adalah pekerjaan kemungkinan besar dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang singkat, namun untuk kualitas hasil pekerjaan biasanya kurang baik karena pekerjaan dilakukan secara tergesa-gesa. Kegiatan usahatani yang biasa dilakukan dengan sistem kerja borongan adalah seperti persiapan lahan dan pembuatan bedengan, penyiangan dan pembumbunan, dan panen. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh upah harian tenaga kerja pria adalah sebesar Rp 15.000.- dan upah harian tenaga kerja wanita adalah sebesar Rp 12.500,-, jam kerja dari pukul 06.00 WIB sampai 13.00 WIB. Untuk tenaga kerja tunggu malam atau biaya keamanan adalah sebesar Rp 15.000,-/orang.

3.3.2

Subsistem Produksi atau Usahatani

I. Usahatani Hernanto (1995) mendefinisikan usahatani sebagai kesatuan dari: alam (lahan), tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. -

Lahan Menurut Rodjak (2006), lahan mengandung beberapa pengertian, yaitu lahan sebagai unsur usahatani, lahan sebagai modal tetap, dan lahan sebagai faktor produksi. Lahan sebagai unsur usahatani berarti lahan berperan sebagai

30

tempat kegiatan bercocok tanam dan memelihara ternak. Lahan sebagai modal tetap mengandung pengertian bahwa lahan tersebut dapat dipakai beberapa kali produksi walaupun tidak menghasilkan produksi yang berupa tanaman atau ternak tapi mempunyai nilai. Produktivitas lahan adalah kemampuan lahan untuk menghasilkan produk yang berupa tanaman atau ternak persatuan luas tertentu, ukurannya adalah satuan berat produk persatuan luas lahan. Tinggi rendahnya produktivitas lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kandungan unsur hara, kandungan bahan organik, PH tanah, keadaan fisik dan kimianya. -

Tenaga Kerja Tenaga kerja sebagai faktor produksi mengandung arti bahwa tidak ada tenaga kerja tersebut maka sistem produksi tersebut tidak dapat berjalan. Besar kecilnya peranan tenaga kerja terhadap hasil produksi usahatani akan dipengaruhi oleh keterampilan tenaga kerja yang tercermin pada tingkat produktivitasnya. Tingkat produktivitas ini akan dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, pengalaman kerja, alat bantu yang diberikan serta tingkat upah dan waktu bekerja (Rodjak, 1996).

-

Modal Dalam arti ekonomi, modal adalah sebagian produksi yang disisihkan untuk dipergunakan dalam proses produksi selanjutnya. Modal sebagai faktor produksi mempunyai pengertian bahwa modal tersebut merupakan subsistem produksi usahatani, sebab apabila modal tidak ada maka akan mempengaruhi proses produksi (Rodjak, 2006).

31

II. Pola Tanam Pola tanam yang dilakukan oleh petani kentang di Desa Pulosari kebanyakan menggunakan teknik pertanaman tunggal atau monokultur. Monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Pola tanam juga dirotasikan dengan tanaman lainnya seperti wortel dan kubis. III. Teknik Budidaya Kentang 1) Persiapan Lahan Pengolahan tanah atau lahan bertujuan untuk menyiapkan tempat tumbuh yang baik untuk tanaman, menekan pertumbuhan gulma, dan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biolagi tanah (Jumin, 2005). Sebelum penanaman umbi kentang, tahap pertama lahan harus terlebih dahulu dibajak dengan tujuan untuk menggemburkan tanah. Kedua, dua minggu setelah penggemburan, dibuat bedengan dengan ukuran lebar 70-100 cm, tinggi 30 cm, jarak antar bedengan adalah 40 cm dengan kedalaman 30 cm. Tahap ketiga, diberikan pupuk dasar yang berupa pupuk organik dan anorganik, idealnya seminggu sebelum tanam. Jarak tanam pada penanaman kentang sangat bervariasi, tergantung kultivarnya. Untuk lubang tanam dibuat dengan kedalaman antara 8-10 cm (Samadi, 2007). Persiapan lahan yang dilakukan oleh petani kentang Desa Pulosari yang pertama adalah membersihkan lahan yang akan ditanami dari gulma, kemudian lahan dibajak. Setelah proses pembajakan selesai dilanjutkan dengan pembuatan jalur semprot/air. Jalur semprot/air dibuat dengan ukuran lebar 6 meter dan

32

panjang disesuaikan dengan kedaan lahan. Selanjutnya, dibuat garitan (bakal guludan) berukuran lebar 75-80 cm. Pemupukan dasar adalah tahapan terakhir dari kegiatan persiapan lahan. Pupuk dasar yang terdiri dari pupuk organik dan anorganik diberikan sebelum tanam. Pemberian pupuk dasar dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan ditaburkan pada tanah garitan sampai kedalaman 15-20 cm kemudian ditutup kembali dengan tanah dan dengan dibenamkan pada sebelah kiri dan kanan lubang tanam. Kebutuhan pupuk organik mencapai 500-600 karung atau sekitar 20 ton per hektar. Pupuk anorganik juga diberikan sebagai pupuk dasar bersamaan dengan pemberian pupuk organik. Untuk tata cara persiapan lahan budidaya kentang dengan sistem MPHP, tanah yang sudah dibersihkan dari gulma dan dibajak kemudian dibuat guludan berukuran lebar 140 cm, tinggi 30 cm, dan jarak antar guludan 30 cm. Kemudian pupuk organik dan pupuk anorganik ditaburkan di atas guludan (pemakaian jumlah pupuk hampir sama seperti di atas), selanjutnya pupuk tersebut ditutup kembali dengan tanah dan guludan dirapihkan. Tahap selanjutnya adalah pemasangan MPHP pada setiap guludan dan membuat lubang tanam dengan jarak tanam 35 x 70 cm. Pada setiap guludan dapat ditanami 2 sampai 3 baris tanaman. Penggunaan sistem MPHP pada tanaman kentang biasa dilakukan petani saat musim hujan.

33

Gambar 3. Budidaya Kentang Dengan Sistem MPHP

2) Penanaman Hal-hal yang berpengaruh selama kegiatan penanaman kentang adalah pengaturan waktu tanam, pengaturan jarak tanam, dan cara menanam. Di Indonesia dikenal 2 musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Saat tanam yang tepat untuk tanaman kentang adalah pada musim kemarau, tepatnya pada akhir musim hujan, sekitar bulan April-Juni. Tanaman kentang juga dapat ditanam di luar musim, yaitu pada musim hujan namun resiko gagal panen akan sangat tinggi. Selain memperhatikan musim, penanaman juga sebaiknya memperhatikan waktu tanam. Penanaman bibit kentang di kebun baik dilakukan pada pagi atau sore hari. Penanaman pada siang hari sering kali menyebabkan tanaman layu atau bahkan mati. Jarak tanam dibuat dengan tujuan agar tidak terjadi persaingan antar tanaman kentang dalam mendapatkan unsur hara, radiasi matahari, air, dan ruang gerak, serta menghindari terserangnya penyakit. Kultivar Granola sebaiknya ditanam dengan jarak tanam 30 cm dengan kedalaman lubang tanam 8-10 cm. Cara menanam bibit kentang sangat sederhana, umbi diletakkan secara mendatar dalam lubang tanam dengan tunas menghadap ke atas (Samadi, 2007).

34

Petani Desa Pulosari mengenal 3 musim tanam untuk menanam kentang, yaitu: musim kemarau, antara bulan 3 atau 4 sampai bulan 8; ngawuku, bulan 9 sampai bulan 11; dan morekat, bulan 11 sampai bulan 2 atau 3. Jarak tanam untuk tanaman kentang adalah 35 cm dengan kedalaman lubang tanam 10 cm. Cara menanam bibit kentang, bibit yang telah dipersiapkan dan telah tumbuh tunas sekitar 2-4 cm ditanam pada lubang tanam yang telah tersedia dengan jumlah bibit per lubang adalah satu. Bibit diletakkan secara mendatar dengan tunas menghadap ke atas, lalu tutup bibit dengan tanah. Penanaman biasa dilakukan pada pagi hari. 3) Penyulaman Bibit yang ditanam dikebun umumnya tidak semuanya tumbuh baik. Tanaman yang kurang baik pertumbuhannya seperti kerdil, rusak, atau mati harus diganti dengan tanaman yang baru (disulam). Dengan penyulaman, jumlah tanaman akan tetap seperti semula sehingga tidak akan terjadi penurunan produksi. Penyuluman dapat dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari (Samadi, 2007). Menurut hasil penelitian, petani kentang Desa Pulosari tidak melakukan penyulaman pada tanaman kentang baik yang mati, kerdil, maupun rusak. Petani hanya akan mencabut tanaman yang telah mati dan membuangnya atau mengubur tanaman yang telah mati tersebut agar tidak menjadi sumber penyakit bagi tanaman yang lain. 4) Pengajiran Pemasangan ajir dilakukan tiga minggu setelah tanam atau pada 21 HST (hari setelah tanam). Tiap tanaman dipasangi satu ajir yang posisinya tegak.

35

Pengajiran bertujuan untuk tanaman agar tumbuh tegak ke atas dan memperoleh sinar matahari secara optimal. 5) Pemupukan Pemupukan susulan pertama dilakukan pada 21 HST, dengan dosis urea 220 kg dan KCl 100 kg. Dan pemupukan susulan kedua dilakukan pada 45 HST, penggunaan dosis urea dan KCl masih sama dengan pemupukan susulan pertama. Interval pemakaian pupuk pelengkap cair (PPC) disesuaikan dengan anjuran pada masing-masing pupuk cair (Samadi, 2007). Pada petani kentang Desa Pulosari, dosis dan waktu pemupukan susulan pertama dan kedua sangat bervariasi. Ada petani yang melakukan pemupukan susulan pada saat pembumbunan pertama dan kedua atau pada saat usia tanaman kentang memasuki 20 HST dan 40 HST. Ada juga petani yang melakukan pemupukan susulan pada saat tanaman kentang memasuki usia 25 HST dan 45 HST. Dosis pemupukan susulan dari 250 kg sampai 750 kg pupuk. Pemberian pupuk susulan dilakukan dengan menyebar pupuk di sekeliling tanaman, kemudian pupuk ditimbun kembali dengan tanah. Untuk lahan budidaya kentang dengan sistem MPHP tidak dilakukan pemupukan susulan. Pemupukan hanya dilakukan sebelum proses penanaman. 6) Pengairan Pengairan harus dilakukan secara rutin, sekali seminggu atau setiap 3-4 hari sekali tergantung cuaca. Pada musim penghujan biasanya tidak dilakukan pengairan. Waktu pengairan yang paling baik adalah pada pagi atau sore hari, disaat penyinaran matahari tidak terlalu terik dan penguapan tidak terlalu tinggi.

36

Cara pengairan adalah dengan dileb atau digenangi air hingga tanah basah dan dengan menggunakan spiral. Menurut Samadi (2007), air merupakan faktor penting dalam kehidupan tanaman. Fungsi air terutama untuk melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah dan mengangkutnya ke seluruh bagian tanaman. Jika pemberian air terlambat, tanaman akan layu karena tidak ada keseimbangan antara besarnya penguapan melalui permukaan daun dengan banyaknya air yang diserap tanaman. Keterlambatan pemberian air dapat menyebabkan umbi pecah. Oleh karena itu, pengairan harus dilakukan secara rutin dengan waktu 7 hari sekali. 7) Penyiangan dan Pembumbunan Penyiangan adalah mencabut atau membersihkan rumput di daerah sekitar tanaman kentang dengan alat bantu seperti cangkul. Penyiangan sebaiknya dilakukan 2-3 hari sebelum pemupukan susulan, agar pupuk anorganik yang diberikan ke dalam tanah benar-benar dikonsumsi oleh tanaman kentang. Pembumbunan sangat mempengaruhi produksi kentang. Pembumbunan minimal dilakukan sebanyak dua kali selama penanaman, yakni pada umur 30 HST dan 50 HST. Tujuan pembumbunan adalah memberikan kesempatan agar umbi dapat berkembang dengan baik, memperbaiki drainase tanah, dan mencegah umbi kentang yang terbentuk terkena sinar matahari karena dapat menimbulkan racun solanin (Samadi, 2007). Petani kentang Desa Pulosari melakukan penyiangan dan pembumbunan pertama jika tanaman kentang sudah memasuki usia 20 HST. Dan penyiangan dan pembumbunan kedua dilakukan jika usia tanaman kentang memasuki usia 40

37

HST. Pada tanaman kentang yang menggunakan sistem MPHP tidak ada kegiatan pembumbunan pertama maupun kedua, oleh karena itu guludan dibuat dengan sedikit tinggi.

Gambar 4. Umbi Kentang yang Tidak Tertutup Tanah dan Mengandung Racun Solanin 8) Pemangkasan Bunga Berdasarkan hasil penelitian, petani kentang Desa Pulosari tidak melakukan pemangkasan bunga. Sedangkan, menurut Samadi (2007) pada kultivar kentang yang berbunga sebaiknya bunga dipangkas. Pemangkasan bunga bertujuan untuk mencegah terganggunya proses pembentukan umbi. Apabila bunga tidak dipangkas, akan terjadi persaingan penggunaan unsur hara untuk pembentukan umbi dan pembungaan. 9) Pengendalian Hama dan Penyakit Hama dan penyakit merupakan faktor penghambat pertumbuhan tanaman yang mendatangkan kerugian karena dapat menurunkan nilai ekonomi dari tanaman yang dibudidayakan. Sebelum melakukan tindakan perlindungan tanaman, perlu mempelajari gejala atau sindrom yang ditimbulkan. Setiap jenis hama atau penyakit yang menyerang tanaman kentang menimbulkan gejala yang

38

berbeda-beda dan spesifik. Dengan mempelajari gejala secara teliti dan cermat, hama dan penyakit penyebabnya dapat diketahui secara dini. Dengan demikian, dapat dicarikan cara pengendalian yang tepat sesuai dengan faktor penyebabnya. Perlindungan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit dapat dilakukan dengan cara berikut: a) Cara Preventif Cara ini merupakan tindakan pencegahan atau perlindungan tanaman sebelum terinfeksi hama atau penyakit. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti penanaman jenis atau varietas yang tahan terhadap beberapa hama atau penyakit, pergiliran tanaman, penanaman sesuai musim tanam, pengolahan tanah yang baik dan intensif, pengaturan jarak tanam yang tepat dan teratur sesuai dengan varietasnya, pengairan yang baik, dan penyemprotan pestisida secara berkala dan teratur. b) Cara Kuratif Cara ini merupakan tindakan perlindungan tanaman setelah tanaman terinfeksi atau terserang hama dan penyakit. Tindakan kuratif dapat dilakukan dengan cara berikut : - Cara biologis yakni dengan menyebarkan atau memelihara kelestarian hewan yang menjadi predator atau musuh alami hama di areal pertanaman yang terserang. - Cara mekanis yakni membunuh hama secara langsung dan memangkas bagian tanaman yang telah menjadi sarang telur dan nimfanya atau yang telah terinfeksi oleh penyakit.

39

- Cara kimiawi yakni memberantas hama dan penyakit menggunakan bahanbahan kmia beracun, seperi insektisida, nematisida, fungisida, bakterisida, dan lain-lain. c) Pengendalian Secara Terpadu Pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan cara pengendalian yang paling efektif untuk mencapai stabilitas produksi, dengan kerugian seminimal mungkin bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Timbulnya PHT merupakan koreksi terhadap sistem pengendalian hama secara konvensional yang selalu mengutamakan penggunaan pestisida untuk memberantas hama tanaman. Penerapan PHT ditunjukkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut : - Pemanfaatan pengendalian alami dengan mengurangi tindakan-tindakan yang mengurangi musuh alami. - Pengolahan ekosistem melalui usaha bercocok tanam yang bertujuan mengubah lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai bagi kehidupan, perkembangbiakan, serta pertumbuhan organisme pengganggu tanaman. Ada beberapa teknik bercocok tanam yang dapat diterapkan, antara lain penanaman varietas yang tahan, pergiliran tanaman dan pergiliran varietas, sanitasi di sekitar tanaman karena gulma dan sampah merupakan media (inang) yang cocok bagi hama atau penyakit, serta pengelolaan tanah, air, dan pupuk secara berimbang sesuai kebutuhan. - Pemakaian pestisida secara selektif. Artinya, keputusan dalam pemilihan jenis pestisida didasarkan pada analisis ekosistem terhadap hasil pengamatan lapangan dan ketetapan batas ambang pengendalian.

40

Pengendalian hama dan penyakit kentang di Desa Pulosari lebih bersifat kuratif atau perlindungan tanaman setelah tanaman terinfeksi atau terserang hama dan penyakit, tindakan kuratif tersebut dilakukan dengan cara mekanis dan cara kimiawi. Pengendalian hama dan penyakit mulai dilakukan bila tanaman kentang sudah memasuki usia 14 HST sampai 21 HST. Sebelum dilakukan penyemprotan terlebih dahulu dilakukan pengamatan di lahan untuk menentukan hama atau penyakit apa yang menyerang, hal ini bertujuan untuk menentukan jenis pestisida apa yang akan digunakan. Interval penyemprotan disesuaikan dengan kondisi hama dan penyakit yang menyerang tanaman juga disesuaikan dengan kondisi keuangan petani itu sendiri. Penyemprotan biasa dilakukan petani kentang antara 3 hari sampai 7 hari sekali, bahkan jika musim penghujan penyemprotan dilakukan 2 hari sekali. 10) Panen Mutu umbi akan rendah apabila dipanen pada umur yang kurang sesuai. Jika dipanen terlalu muda, umbi kentang yang diperoleh kecil-kecil atau besarnya belum optimal dan umbi kentang masih mengandung racun solanin yang cukup tinggi dan membahayakan kesehatan. Kondisi ini ditandai oleh warna hijau pada umbi. Sebaliknya, umbi kentang yang dipanen terlalu tua biasanya sudah mengeras dan retak-retak, kurang enak apabila dikonsumsi. Umur panen kentang berkisar antara 90-180 hari, tergantung kultivarnya. Kentang sudah dapat dipanen apabila daun-daun tanaman telah berubah warna dari hijau menjadi kekuningkuningan yang bukan disebabkan serangan penyakit, serta batang tanaman telah agak mengering atau menguning. Panen yang dilakukan pada siang hari kurang

41

menguntungkan sebab proses fotosintesis masih berlangsung. Jadi, pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari, saat cuaca cerah atau tidak hujan. Air hujan yang membasahi umbi kentang dapat menyebabkan umbi cepat rusak. Cara memanen umbi kentang sangat sederhana dan mudah dilakukan. Akan tetapi, dapat menimbulkan kerusakan atau pelukaan pada umbi apabila tidak hati-hati. Untuk mencegah kerusakan mekanis pada saat panen, perhatikan teknik pembongkaran umbi dari dalam tanah. Lakukan pembongkaran umbi dengan garpu tanah atau cangkul dengan cara mencangkul tanah di sekitar umbi, lalu angkat hingga semua umbi keluar dari dalam tanah. Petani kentang Desa Pulosari akan memangkas batang tanaman kentang jika usia tanaman susah memasuki 90 HST. Pemangkasan batang dilakukan dengan menggunakan sabit. Tinggi batang yang dipangkas sekitar 5-7 cm dari permukaan tanah. Semua batang hasil pangkasan harus dibuang atau dikubur agar tidak menjadi sumber penyakit.

Gambar 5. Lahan Kentang Siap Panen

Tanaman kentang dapat mulai dipanen 10 hari sampai 15 hari setelah dilakukan pemangkasan batang atau kurang lebih pada saat tanaman berumur

42

antara 100 HST sampai 105 HST. Waktu paling baik untuk panen kentang adalah pada saat cuaca terang di pagi hari. Proses pemanenan pertama yang harus dilakukan adalah mencangkul pinggiran guludan. Kedua, membongkar guludan dengan menggunakan garpu tanah atau dengan menggalinya langsung dengan menggunakan tangan.

Gambar 6. Proses Pemanenan Tanaman Kentang

3.3.3

Subsistem Penanganan Pasca Panen Kerugian akibat serangan hama atau penyakit dan faktor-faktor lain

selepas panen akan sangat besar, apabila tidak ada penanganan yang baik. Kerugian lepas panen akan menurunkan jumlah produksi dan mutu produksi. Untuk mencegah kerusakan diperlukan penanganan

yang baik dengan

memperhatikan teknologi pasca panen. Penanganan pasca panen sendiri memiliki pengertian kegiatan untuk mencegah kerusakan hasil akibat serangan hama atau penyakit, gangguan fisiologis, dan gangguan non parasiter atau lingkungan yang kurang menguntungkan, dengan tujuan untuk mempertahankan mutu hasil panen sehingga tetap baik sampai ke tangan konsumen (Samadi, 2007).

43

Kegiatan-kegiatan pasca panen yang dilakukan untuk komoditas kentang terlihat pada skema di bawah ini : Pembersihan

Sortasi

Grading

Pengangkutan

Penyimpanan

Pengemasan

Gambar 7. Penanganan Pasca Panen kentang

1) Pembersihan Umbi kentang hasil panen umumnya kotor karena masih terdapat sisa-sisa tanah. Disamping itu juga, masih terdapat sisa-sisa tanaman seperti daun, batang, ataupun akar-akar tanaman yang menempel pada umbi. Kotoran dan bagian dari tanaman yang masih menempel pada umbi dapat menjadi sumber kontaminasi bermacam-macam patogen yang dapat menginfeksi umbi dan merusaknya dalam proses penyimpanan. Pembersihan umbi sangat penting untuk memudahkan penanganan selanjutnya. Berdasarkan hasil penelitian di Desa Pulosari, pembersihan umbi kentang yang sudah dipanen yaitu dengan membiarkan umbi yang telah diangkat dari dalam tanah berada di atas permukaan tanah. Hal tersebut dimaksudkan supaya umbi terangin-anginkan dan terkena sinar matahari langsung sehingga kulit umbi menjadi kering dan bersih dari sisa-sisa tanah yang menempel. 2) Sortasi Sortasi pada kentang adalah kegiatan memisahkan umbi yang baik dan sehat, yaitu umbi yang tidak cacat dan tidak terserang hama atau penyakit, dari

44

umbi yang rusak, yaitu umbi yang cacat atau terserang hama ataupun penyakit. Kegiatan ini dapat mencegah penularan penyakit dari umbi yang sakit atau rusak ke umbi yang sehat. Sortasi dilaksanakan langsung di kebun produksi karena sortasi harus dilakukan di tempat yang cukup terang, supaya umbi kentang yang akan disortasi mudah untuk dilihat kerusakannya. 3) Grading Grading adalah kegiatan mengelompokkan umbi ke dalam kelompokkelompok tertentu, seperti menurut ukuran besar umbi atau beratnya. Dari kegiatan grading diperoleh hasil umbi yang seragam, baik ukuran maupun kualitasnya. Hal ini memudahkan penentuan harga dan pemasarannya, pengemasan atau penyusunan ke dalam wadah, dan memberikan kepercayaan serta kepuasan pada konsumen sehingga dapat menjamin kestabilan pemasaran (Samadi, 2007). Kentang Kultivar Granola dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelas atau grade menurut ukuran beratnya. Tabel 9. Pengelompokkan Umbi Kentang Menurut Ukuran Beratnya Grade AL AB ABC D/TO ARES

Jumlah Umbi per Kg 2-5 6-8 10-12 20-30 >30

Berat per Umbi (Gram) >200 125-166 100-125 33-83 <33

Sumber : Penanganan Pasca Panen Kentang (Rismawati, 2009)

Petani kentang Desa Pulosari tidak melakukan kegiatan grading, kegiatan grading dilakukan oleh bandar. Petani hanya akan memisahkan umbi kentang yang berukuran kecil, yaitu umbi yang berukuran <60 gram untuk dijadikan bibit kembali dan yang ukuran beratnya >60 gram dijual kepada bandar.

45

4) Pengemasan Pengemasan hasil-hasil pertanian bertujuan untuk melindungi hasil tersebut dari kerusakan mekanis karena pengangkutan, maupun kerusakan fisiologis karenan pengaruh lingkungan, seperti cahaya matahari, kelembapan suhu dan udara yang tinggi, ataupun kerusakan akibat serangan patogen. Menurut Rismawati (2009), syarat-syarat kemasan yang baik adalah tidak toksik (beracun), dapat menjamin sanitasi dan syarat-syarat kesehatan, serta ukuran, bentuk, dan berat harus sesuai dengan bahan yang akan dikemas. Jenis kemasan yang digunakan petani kentang Desa Pulosari untuk mengemas umbi kentang adalah karung waring.

Gambar 8. Karung Waring

5) Penyimpanan dan Pengangkutan Penyimpanan hasil pertanian bertujuan untuk mencegah atau mengurangi kerugian akibat kerusakan lepas panen. Untuk itu diperlukan teknik penyimpanan yang baik dan benar. Ada banyak cara penyimpanan yang dapat dilakukan agar

46

kualitas umbi tetap baik, seperti pengaturan suhu di dalam ruang penyimpanan, pengaturan kelembapan udara, dan pengaturan kandungan O2 dan CO2 yang sesuai. Fungsi pengangkutan adalah untuk mengangkut barang dari kebun produksi atau gudang penyimpanan ke pusat-pusat pemasaran (pasar induk, pasar lokal, supermarket, dan lain-lain). Penyimpanan biasanya dilakukan karena proses pemanenan memakan waktu 2–3 hari untuk satu hektar luas tanam. Penyimpanan dilakukan di tempat yang teduh. Biasanya petani membuat gubug atau saung yang terbuat dari terpal atau kayu. Pengangkutan dilakukan setelah seluruh proses pemanenan selesai dilakukan. Umbi kentang yang telah disortasi langsung dikemas menggunakan karung waring, dan langsung dilakukan pengangkutan oleh bandar. Bandar akan mengangkut umbi kentang langsung dari kebun produksi.

3.3.4

Subsistem Pemasaran Pasar adalah tempat untuk melakukan transaksi atau tukar-menukar barang

dengan barang lain (nilai uang). Pasar dapat tercipta karena adanya produsen atau penjual dan konsumen atau pembeli. Bentuk-bentuk pasar untuk komoditas kentang banyak sekali macamnya, misalnya pasar induk, pasar tradisional, pasar swalayan (supermarket), warung-warung kecil, restoran, dan bahkan eksportir. Pasar juga dapat tercipta di kebun produksi (Samadi, 2007). Kegiatan pemasaran ini umumnya tidak langsung terjadi antara produsen dan konsumen, tetapi melalui lembaga-lembaga tata niaga atau lembaga pemasaran. Keberadaan lembaga-lembaga tata niaga dalam kegiatan pemasaran

47

ini menimbulkan jalur tata niaga atau jalur pemasaran. Lembaga tata niaga dapat memudahkan dan membantu petani memasarkan hasil-hasil pertanian, tetapi juga sangat mempengaruhi tingkat harga di pasaran (yang dibayar oleh konsumen) dan di tingkat petani (yang diterima oleh petani). Tingginya tingkat harga di pasaran dapat terjadi apabila dalam pemasaran barang banyak lembaga tata niaga yang berperan di dalamnya. Demikian pula, rendahnya harga di tingkat petani terjadi karena banyaknya lembaga tata niaga yang terlibat dalam memasarkannya (Samadi, 2007). Petani Produsen I V

II

Tengkulak

V

Pedagang Pengumpul

IV

III Industri Makanan

Pedagang Besar

Eksportir

Pedagang Pengecer

Konsumen Sumber : Kentang dan Analisis Usahatani (Samadi, 2007)

Gambar 9. Pemasaran kentang dengan Kemungkinan Jalur yang Ditempuh

48

Jalur pemasaran I merupakan jalur yang panjang karena melibatkan banyak lembaga tata niaga, yakni dari petani ke tengkulak, tengkulak ke pedagang pengumpul, pedagang pengumpul ke pedagang besar atau grosir, pedagang besar atau grosir kemudian mendistribusikannya kepada pedagang pengecer (pasar tradisional dan modern), dari pedagang pengecer inilah kentang didistribusikan atau dijual kepada konsumen. Jalur pemasaran II lebih pendek. Petani dapat langsung menjual hasil panennya kepada pedagang besar atau grosir tanpa melalui tengkulak dan pedagang pengumpul. Pedagang besar lalu mendistribusikannya kepada eksportir dan pedagang pengecer, dan pedagang pengecer akan menjualnya kepada konsumen. Pada jalur pemasaran III, petani produsen melalui tengkulak dan pedagang pengumpul menjualnya ke industri makanan. Industri makanan akan mengolah menjadi bentuk lain, kemudian mendistribusikannya ke pedagang pengecer yang menjualnya kepada konsumen. Pada jalur IV, petani produsen dapat langsung menjual hasil panennya kepada pedagang pengecer. Selanjutnya pada jalur V, petani produsen menjual hasil panen langsung kepada eksportir atau industri makanan. Adapun jalur pemasaran kentang Kultivar Granola yang terjadi berdasarkan penelitian di Desa Pulosari adalah sebagai berikut:

49

Petani

Bandar

• • • •

Pasar induk Kramat Jati Pasar induk Caringin Pasar Bogor Pasar Tanggerang

Gambar 10. Proses Saluran Pemasaran Kentang di Desa Pulosari

Petani kentang di Desa Pulosari menjual hasil panennya kepada bandar. Transaksi kesepakatan harga dilakukan antara petani dan bandar seminggu atau dua minggu sebelum panen. Transaksi dilakukan di pasar Pangalengan, dari pukul 05.00 WIB sampai 09.00 WIB. Pada jam tersebut pasar Pangalengan dipenuhi oleh bandar dan petani sayuran, salah satunya adalah petani kentang. Jika petani kentang dan bandar sudah saling mengenal, petani cukup menghubungi bandar via telepon. Petani kentang Desa Pulosari tidak melakukan kegiatan grading. Hal tersebut didasarkan hanya pada pertimbangan kepraktisan dan waktu yang singkat, walaupun sebenarnya petani mengetahui perbedaan harga kentang jika sudah digrading dan yang belum digrading (Lampiran 6). Kegiatan grading hanya dilakukan oleh bandar. Petani hanya memisahkan umbi yang berukuran kecil yaitu umbi yang berukuran <60 gram untuk dijadikan bibit, sisanya tersebut yang petani jual kepada bandar. Harga yang diberikan bandar kepada petani yaitu sekitar Rp 3.000,- sampai Rp 6.000,-/kg. Pada saat penelitian berlangsung yaitu bulan Februari sampai Maret 2012 harga kentang dari bandar adalah Rp 4.000,/kg. Harga dapat berubah-ubah tergantung permintaan dan ketersediaan kentang di pasar. Berikut adalah harga kentang berdasarkan grade.

50

Tabel 10. Harga Kentang Berdasarkan Grade No

Grade

Harga (Rp/Kg)

1

AL

4.500-5.000

2

AB

4.000-4.500

2

ABC

3.500-4.000

3

D/TO

2.000-2.500

4

ARES

1.500

Jika petani sudah sepakat dengan harga jual yang ditawarkan oleh bandar, selanjutnya bandar akan mengambil kentang langsung ke kebun produksi sesuai tanggal yang diberikan oleh petani. Bandar kemudian menjual kentang dengan tujuan utama pemasaran yaitu pasar induk Kramat Jati, pasar induk Caringin, Bogor, dan Tanggerang.

3.3.5

Subsistem Pendukung atau Penunjang Menurut Sa’id (2001), agribisnis memerlukan lembaga penunjang, seperti

lembaga

pertahanan,

pembiayaan/keuangan,

pendidikan,

penelitian,

dan

perhubungan. Lembaga pendidikan dan pelatihan mempersiapkan para pelaku agribisnis

yang profesional, sedangkan lembaga penelitian memberikan

sumbangan berupa teknologi dan informasi. Lembaga-lembaga penunjang kebanyakan berada di luar sektor pertanian sehingga sektor pertanian erat kaitannya dengan sektor lainnya. Jadi subsistem pendukung atau penunjang adalah kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, dan lembaga pendidikan.

51

Untuk lembaga permodalan, di Desa Pulosari sendiri belum ada lembaga permodalan. Sumber modal yang diperoleh petani kentang dalam mengelola usahataninya sebagian berasal dari modal petani itu sendiri, namun ada beberapa diantaranya yang meminjam modal usahatani kepada bandar. Peminjaman modal kepada bandar sebelumnya dibuat perjanjian yaitu petani tersebut akan menjual hasil panennya kepada bandar yang telah meminjamkan modal, kemudian penerimaan hasil panen petani tersebut akan dikurangi dengan jumlah uang modal yang telah dipinjam. Peminjaman modal kepada bandar juga menjadikan petani tersebut tidak bisa melakukan transaksi harga jual. Menurut data profil Desa Pulosari, desa ini memiliki 4 unit kelompok tani namun semuanya jarang yang aktif dikarenakan jumlah penyuluh lapangan yang terbatas. Terkadang petani mendapatkan pelatihan dari supplier pestisida yang ditunjuk oleh perusahaan obat-obatan, yang bertujuan untuk melakukan promosi penjualan pestisida. Balai Benih Induk (BBI) kentang Pangalengan, menjadi salah satu tempat pendidikan atau pelatihan bagi para petani atau petugas dari Dinas Pertanian di seluruh Indonesia. Selain sebagai tempat pendidikan atau pelatihan, BBI juga dijadikan sebagai tempat penghasil benih kentang G2. BBI dilengkapi fasilitas pendukung seperti laboratorium modern, gudang bibit, dan lahan pembibitan. BBI Pangalengan menjadi salah satu sentra bibit kentang untuk Indonesia. Selain BBI, penangkar benih yang berada di sekitar Desa Pulosari maupun yang berada di wilayah Kecamatan Pangalengan mempunyai peranan sebagai penghasil benih kentang G3.

52

Sarana perhubungan yang baik akan turut mendukung pengembangan agribisnis kentang di Desa Pulosari. Jalan beraspal sepanjang 4.050 km yang dimiliki Desa Pulosari dalam keadaan baik dan mampu menghubungkan desa tersebut dengan daerah lainnya, baik ibu kota kecamatan maupun dengan kota kabupaten. Meskipun 4.450 km jalan Desa Pulosari dalam keadaan rusak, namun jalan tersebut masih dapat dilalui oleh kendaraan seperti sepeda motor, mobil, dan truk. Sarana komunikasi di Desa Pulosari tergolong cukup baik, meskipun hanya ada satu unit warung internet di desa ini, namun hampir dari setengah penduduk

memiliki

telepon

genggam

untuk

dapat

berkomunikasi

dan

mendapatkan informasi. Selain itu, sebagian dari penduduk juga memiliki televisi di rumah mereka, sehingga mereka bisa mendapatkan informasi-informasi lainnya.

3.4

Analisis Pendapatan Usahatani Kentang

3.4.1 Analisis Total Biaya Usahatani Biaya merupakan salah satu kompenen penting dalam setiap proses produksi seperti halnya dalam usahatani kentang. Biaya adalah segala sesuatu yang membantu atau mengurangi suatu tujuan atau suatu manfaat (Gittingger, 1986). Sedangkan menurut Rodjak (2006) secara singkat dapat dikatakan bahwa biaya adalah semua faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam kurun waktu tertentu.

53

Secara luas, biaya dapat diartikan suatu pengorbanan ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan terjadi untuk tujuan tertentu. Sedangkan dalam arti sempit, biaya adalah pengorbanan ekonomi untuk menghasilkan aktiva (Mulyadi, 1993). Komponen biaya dalam suatu usaha terdiri atas biaya tetap (fixed cost) dan biaya variable (variable cost). Lebih lanjut lagi menurut Mulyadi (1993) biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap dan tidak terpengaruh oleh perubahan volume kegiatan dalam periode produksi tertentu, diantaranya sewa lahan, pajak bumi dan bangunan, dan penyusutan alat-alat. Menurut Hadissapoetro (1978) untuk menghitung besarnya penyusutan alat menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method) dengan rumus sebagai berikut: Penyusutan =

Nilai Beli − Nilai Sisa Umur Ekonomis

Nilai sisa adalah nilai pada waktu alat tersebut tidak bisa digunakan lagi atau bernilai nol. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan dan sifatnya habis dalam satu kali proses produksi, yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan volume produksi seperti biaya pupuk, benih/bibit, upah tenaga kerja dan lain-lain, sedangkan biaya total (total cost) adalah semua jenis pengeluaran dalam usahatani yaitu biaya tetap ditambah dengan biaya variabel. Ada pendapat dari ahli lain yang juga mengemukakan definisi mengenai biaya. Sukirno (1998), biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya eksplisit dan biaya implisit (tersembunyi). Biaya eksplisit adalah pengeluaran berupa

54

pembayaran dengan uang untuk mendapatkan faktor produksi dan bahan mentah yang dibutuhkan. Menurut Rodjak (1996), komponen biaya eksplisit dapat dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya implisit (tersembunyi) adalah taksiran pengeluaran atas faktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri. Faktor produksi yang dimiliki dapat berupa keahlian kewirausahaan petani, modal sendiri yang digunakan dalam perusahaan, dan bangunan yang digunakan dalam usahatani. Biaya tetap yang dihitung dalam penelitian ini meliputi biaya sewa lahan dan biaya penyusutan peralatan pertanian. Alat-alat pertanian yang digunakan dalam usahatani kentang terdiri dari: cangkul, sabit, garpu tanah, pompa manual, power sprayer, selang, dan drum. Biaya tidak tetap (variabel cost) merupakan jenis biaya yang jumlahnya berubah-ubah tergantung pada volume produksinya. Biaya variabel yang dihitung dalam penelitian ini meliputi biaya pembelian bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida, solar dan biaya tenaga kerja. Hasil perhitungan pada petani kentang menunjukkan rata-rata total biaya usahatani sebesar Rp 39.506.832,- per hektar per satu musim tanam. Total biaya tersebut meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang dikeluarkan sebesar Rp 3.116.582,- meliputi biaya sewa lahan dan biaya penyusutan peralatan pertanian. Untuk biaya varibel yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 36.390.250,meliputi biaya pembelian bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida, solar, dan upah tenaga kerja. Berikut adalah rincian rata-rata total biaya usahatani petani kentang per hektar per satu musim tanam.

55

Tabel 11. Rata-rata Total Biaya Usahatani Petani Kentang per Hektar per Satu Musim Tanam No Jenis Biaya 1. Biaya Tetap a. Sewa Lahan b. Biaya Penyusutan Peralatan Pertanian Sub Total 2. Biaya Variabel a. Bibit b. Pupuk Kandang c. Pupuk Kimia d. Pestisida e. Solar f. Tenaga Kerja Sub Total Total Biaya Usahatani

Rata-rata (Rp/Ha) 2.350.000 766.582 3.116.582 19.500.000 4.725.000 2.875.000 4.551.000 169.875 4.569.375 36.390.250 39.506.832

3.4.2 Analisis Penerimaan, Pendapatan, dan R/C Usahatani Penerimaan adalah jumlah uang yang diterima petani dari hasil penjualan produksinya kepada pedagang maupun secara langsung kepada konsumen. Soekartawi (1986) menjelaskan bahwa penerimaan usahatani adalah nilai produk usahatani yang terjual maupun yang dikonsumsi sendiri baik yang digunakan kembali untuk bibit atau yang disimpan di gudang. Selisih penerimaan dengan biaya produksi merupakan pendapatan usahatani yang selanjutnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan memberi kepuasan agar dapat melanjutkan usahataninya. Menurut Rodjak (1996), untuk mengetahui besarnya pendapatan keluarga tani, biaya usahatani yang diperhitungkan hanya biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani (biaya eksplisit), sedangkan biaya implisit tidak diperhitungkan.

56

Nilai R/C rasio (Return Cost Ratio) adalah perbandingan antara penerimaan usahatani dengan total biaya usahatani. R/C rasio digunakan untuk mengetahui kelayakan usahatani. Jika R/C ratio lebih dari satu maka usaha tersebut menguntungkan untuk diusahakan. Jika R/C ratio lebih kecil dari satu maka usaha tersebut berada dalam kerugian. Jika R/C ratio sama dengan satu maka usaha tersebut berada dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi (break even point). Pada saat penelitian, harga jual kentang dari bandar yaitu sebesar Rp 4.000,-/kg. Volume produksi rata-rata kentang adalah sebesar 20.375 kg per ha per satu musim tanam, dengan penerimaan rata-rata sebesar Rp 81.500.000,-. Pendapatan rata-rata petani kentang adalah sebesar Rp 41.993.168,- per ha per satu musim tanam. Tabel 12. Rata-rata Penerimaan, Pendapatan, dan R/C Pada Petani Kentang per Hektar per Satu Musim Tanam No 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Jenis Biaya Total Biaya Usahatani Volume Produksi Harga Jual Total Penerimaan Total Pendapatan R/C

Rp Rp Rp Rp

Rata-rata/Ha 39.506.832 20.375 kg 4000 81.500.000 41.993.168 2,06

Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui kelayakan usahatani. R/C rasio merupakan perbandingan antara penerimaan dengan total biaya produksi atau usahatani. Dari hasil perhitungan R/C rasio usahatani kentang diperoleh nilai sebesar 2,06, yang dapat diartikan bahwa setiap penambahan biaya sebesar Rp 1,00 usahatani tersebut akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 2,06. Dari

57

penjelasan tersebut, terlihat bahwa petani kentang memiliki R/C rasio > 1, yang artinya bahwa usahatani tersebut layak untuk diusahakan.