BAB IV

Download Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 dengan nama Standar Analisa. Belanja sebagai instrumen untuk penilaian kewajaran atas beban kerja...

0 downloads 588 Views 51KB Size
BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah Perubahan sistem politik, sosial, dan kemasyarakatan serta ekonomi yang

terjadi di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 telah menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik hingga saat ini. Tuntutan ini perlu dipenuhi dan disadari langsung oleh para manajer ataupun pemimpin daerah maupun pusat. Semua tuntutan itu, pada akhirnya menuntut kemampuan manajemen pemerintahan daerah untuk mengalokasikan sumber daya secara efisien dan efektif (Bastian: 2007). Pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu bagian yang mengalami perubahan mendasar dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang direvisi dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kedua Undang-Undang tersebut telah memberikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah. Kewenangan dimaksud antara lain adalah keleluasaan dalam mobilisasi sumber dana, menentukan arah, tujuan dan target penggunaan anggaran. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No.23/2014).

1

2

Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, yang merupakan limpahan pemerintah pusat kepada daerah. Urusan pemerintahan seperti politik luar negeri, keamanan, moneter dan fiskal nasional masih diatur oleh pemerintah pusat. Pendelegasian kewenangan tersebut disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana, serta Sumber Daya Manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal (Mardiasmo: 2006). Pendanaan kewenangan yang diserahkan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri dan mekanisme perimbangan keuangan pusat-daerah dan antar daerah. Berikut ini data keuangan untuk pembelanjaan daerah yang berasal dari dana perimbangan:

Gambar 1. Belanja APBD Kabupaten dan Kota di Indonesia (Juta Rupiah) Tampak pada gambar di atas, hampir sekitar lima puluh persen anggaran APBD dialokasikam untuk memenuhi keperluan pegawai daerah, sementara nilai pembelian barang dan jasa serta modal masih jauh di bawah belanja pegawai.

3

Daerah dituntut memanfaatkan potensi daerahnya meskipun dana perimbangan menjadi penyokong utama kegiatan di pemerintah daerah. Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Upaya untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara atau daerah adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu (timeliness) dan dapat diandalkan (reliable) serta disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah diterima secara umum. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 dan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Proses

pengganggaran

telah

mengalami

perubahan,

mulai

dengan

pendekatan tradisional berubah menjadi berbasis kinerja pada saat ini. Pendekatan tradisional sebelum era reformasi pemerintah umumnya dikenal dengan pendekatan Objek-Pengeluaran. Pendekatan ini merupakan pendekatan paling mudah dan sederhana dari pendekatan lain yang dikenal dan pendekatan ini banyak dianut oleh negara-negara berkembang (Mahsun dkk: 2006). Pendekatan ini berorientasi kepada pengendalian pengeluaran. Pendekatan kinerja (performance approach) merupakan perbaikan dari pendekatan tradisional atau pendekatan obyek pengeluaran yang oleh para ahli dinilai banyak mengandung kelemahan terutama karena hanya memusatkan

4

kepada obyek pengeluaran yang kemudian dituangkan dalam bentuk angka tanpa melihat urgensinya. Fokus utama dari pendekatan ini ialah evaluasi efisiensi terhadap aktivitas yang ada dengan menggunakan alat utama akuntansi biaya dan pengukuran

kerja.

Pendekatan

Program

dan

Perencanaan-Pemrograman-

Penganggaran (Planning Program Budgeting System/PPBS) menitikberatkan pada suatu anggaran dengan pengeluaran utama didasarkan atas program kerja sedangkan berikutnya didasarkan atas obyek yang secara sederhana berorientasi pada keluaran dan tujuan (Ritonga: 2012). Penganggaran hingga pada nominal yang telah dicantumkan harus dibuat atas dasar pembelanjaan yang wajar dan didasarkan pada kerangka berpikir logis. Analisis Standar Belanja (ASB) pertama kali diperkenalkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 dengan nama Standar Analisa Belanja sebagai instrumen untuk penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap suatu kegiatan. Kemudian diperbarui melalui Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dengan harapan, ASB dapat memperbaiki kinerja keuangan pemerintah daerah, memanfaatkan sebesar-besarnya anggaran yang telah ada secara optimal dan maksimal. Dipertegas dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2014. Regulasi selalu menyebutkan bahwa ASB merupakan salah satu instrumen pokok dalam penganggaran berbasis kinerja. Tetapi ternyata regulasi-regulasi tersebut belum menunjukkan secara riil dan operasional tentang

5

ASB. Akibatnya, ASB menjadi sesuatu yang abstrak bagi Pemerintah Daerah di Indonesia. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan bagian dari pemerintah daerah yang melaksanakan fungsi pemerintahan dan pelayanan publik, baik secara langsung ataupun tidak. Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya tersebut, SKPD diberikan alokasi dana (anggaran). Anggaran dalam bentuk nominal yang diberikan hendaknya dibuat dan disusun berdasarkan logika berpikir yang baik sehingga tepat sasaran, efektif dan efisien. Sampai saat penelitian ini dilakukan Pemerintah Kota Jambi belum menyusun ASB sebagai salah satu instrumen penganggaran daerah. Terkait ASB di Pemerintah Kota Jambi, Pak Donny selaku Kepala BAPPEDA, menjelaskan: “...Analisis seperti itu belum dibuat sejauh ini, karena keterbatasan SDM tentang analisis standar belanja, belum banyak yang tahu bagaimana cara untuk membuat analisis standa belanja. Masih didasarkan standar harga barang dan jasa...” Staf Anggaran di DPKAD, Bu Nova menjelaskan: “...dari tahun 2010 sampai tahun 2013 dan 2014, dan saat ini kita belum pakai analisis standar belanja, terkendala mengenai apa itu analisis standar belanja dan fungsi, kita belum mengerti ...” Meski pemerintah telah mencantumkan dalam peraturannya namun dalam proses penyusunan ASB sendiri, masih menjadi hal yang sulit bagi pemerintah daerah. Saat ini pelaksanaan penyusunan anggaran hanya berpatokan pada harga standar umum dan standar biaya umum.

6

Penentuan alokasi anggaran seringkali dipengaruhi oleh ‘siapa’ yang mengajukan anggaran, jika yang mengajukan anggaran adalah SKPD ‘besar’ maka SKPD tersebut akan memperoleh anggaran yang lebih tinggi dibandingkan SKPD ‘kecil’ meskipun jenis kegiatan dan beban kerja adalah sama. Lemahnya perencanaan

anggaran

tersebut

akhirnya

memunculkan

kemungkinan

pembelanjaan tidak wajar ataupun pemborosan, yang semuanya mempengaruhi efisiensi dan efektivitas unit kerja pemerintah daerah. Masalah klasik yang dihadapi SKPD secara umum adalah mengganggarkan di bawah dan jauh dari kenyataan akibat keterbatasan dana sehingga rendahnya kapabilitas program kerja untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan publik. Masalah lainnya, SKPD menganggarkan di atas anggaran normal pada umumnya, masalah yang dihadapi adalah efisiensi yang rendah dan pemborosan anggaran. Hal yang menjadi fenomena saat ini. Pemborosan anggaran merupakan fenomena yang sering muncul. Fenomena ini dikarenakan pembuat perencanaan anggaran tidak merasa setiap rupiah itu merupakan tanggung jawab yang besar dan merupakan uang rakyat bukan uang pribadinya semata. Situasi seperti ini menyebabkan banyak layanan publik dijalankan secara tidak efisien yang ujungujung berdampak pada pemborosan sehingga dirasakan tidak sesuai dengan tuntutan kebutuhan publik karena anggaran daerah itu sendiri merupakan dana publik yang harus seoptimal mungkin digunakan.

7

1.2

Rumusan Masalah Studi Kasus Ketiadaan ASB masih terjadi karena tidak ada sanksi hukum yang tegas

dalam peraturan pemerintah terkait ketidakbersediaan pemerintah daerah menyusun ASB. Ketiadaan ASB menyebabkan penyusunan dan penentuan anggaran cenderung masih bersifat subjektif, khususnya berhubungan dengan ukuran SKPD pengusung. ASB merupakan salah satu cara memperbaiki kinerja keuangan pemerintah daerah sehingga mengurangi perilaku pemborosan anggaran dan meningkatkan efisiensi anggaran. Peran ASB dalam penyusunan anggaran pada pemerintah daerah ialah menjamin kewajaran beban kerja dan biaya yang digunakan antar SKPD dalam melakukan kegiatan sejenis. Terkait masalah dan peranan ASB tersebut, perlu disusun model ASB dengan menggunakan analisis regresi sederhana karena dipandang metode ini lebih akurat dalam memberikan informasi tentang kewajaran belanja daerah.

1.3

Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian ini ialah:

1. Apakah ASB dapat membantu mengukur kewajaran anggaran belanja di Pemerintah Kota Jambi? 2. Apakah model ASB dengan menggunakan regresi sederhana/kuadrat terendah dapat diimplementasi dalam proses penganggaran belanja Pemerintah Kota Jambi?

8

1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dengan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kewajaran anggaran belanja pada setiap kegiatan seluruh SKPD di Pemerintah Kota Jambi. 2. Mengimplementasi ASB dengan menggunakan regresi sederhana dalam proses penganggaran belanja pemerintah kota Jambi.

1.5. Motivasi Penelitian Problematika terkait penyusunan ASB yang terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota yang ada di Indonesia membuat peneliti menganggap perlu untuk melakukan riset terkait pola pengganggaran belanja guna meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah dan mendukung terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik.

1.6. Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan suatu analisis yang jelas tentang kewajaran belanja daerah di Pemerintah Kota Jambi. Analisis tersebut diharapkan dapat membantu untuk mengukur kewajaran belanja di setiap SKPD di Pemeritah Kota Jambi dan diharapkan meminimalisir terjadinya pengeluaran yang kurang jelas yang berdampak inefisiensi anggaran di Pemerintah Kota Jambi.

9

1.7. Proses Penelitian Penelitian ini beranjak dari problematika dan survei awal yang menunjukkan kelemahan dalam proses penganggaran di Pemerintah Kota Jambi. Adapun alur proses penelitian dapat dilihat di bawah ini: 1. Fenomena 4. Landasan Teori

3. Tujuan Penelitian 2. Pertanyaan Penelitian

6. Hasil dan Analisis

5. Metode Penelitian

Gambar 2. Proses Penelitian