BAB V SKALA PENGUKURAN

Download Menjelaskan perbedaan masing-masing skala pengukuran komparasi. 5. Menjelaskan tabulasi data uji data validitas dan reliabilitas.. PENYAJIA...

0 downloads 588 Views 499KB Size
Bab V Skala Pengukuran KOMPETENSI DASAR: Setelah menyelesaikan materi ajar ini mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan skala pengukuran, pengertian,tipe skala pengukuran,karakteristik masing-masing skala pengukuran, pengukuran yang baik, menjelaskan perbedaan masing-masing skala pengukuran komparasi.

PENDAHULUAN

B

egitu masalah penelitian telah dirumuskan dan desain penelitian telah dipilih untuk memecahkan masalah, tugas peneliti selanjutnya adalah memilih teknik pengukuran (measurement) dan mendesain instrumen

penelitian. Teknik pengukuran pada dasarnya membicarakan mengenai aturan dan prosedur yang digunakan untuk menjembatani antara apa yang ada dalam dunia konsep dengan apa yang terjadi di dunia nyata. Misalnya, jika peneliti ingin mengukur kepuasan kerja karyawan Perumka, teknik pengukuran akan berusaha meyakinkan bahwa tingkat kepuasan kerja benar-benar dapat diukur dengan skala pengukuran tertentu.Proses pengukuran amat berkaitan dengan desain instrumen. Desain instrumen dapat

didefinisikan

sebagai

penyusunan

instrumen

pengumpulan data (biasanya berupa kuesioner) untuk mendapatkan data yang dibutuhkan guna memecahkan masalah penelitian. KOMPETENSI DASAR Setelah menyelesaikan materi ajar ini mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan skala pengukuran, pengertian,tipe skala pengukuran,karakteristik masing-masing skala pengukuran, pengukuran yang baik, menjelaskan tentang perbedaan masing-masing skala pengukuran komparasi. INDIKATOR Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. Menjelaskan skala pengukuran, pengertian 2. Menjelaskan tipe skala pengukuran 62

3. Menjelaskan karakteristik masing-masing skala pengukuran 4. Menjelaskan perbedaan masing-masing skala pengukuran komparasi 5. Menjelaskan tabulasi data uji data validitas dan reliabilitas  PENYAJIAN MATERI 5.1 Pengukuran Data: Scale & Measurement Untuk memahami perbedaan antara measurement dan scaling, maka perlu diilustrasikan bahwa keduanya ibarat dua komponen utama yaitu Scale dan score-measures. Scale adalah alat penimbang tersebut, yang digunakan untuk menimbang badan. Sedangkan measurement adalah cara alat penimbang badan tersebut menyatakan berat badan yang ditimbang. Scale di atas menghasilkan angka 1 – 120 kg. Angka 1 – 120 kg adalah measures atau scores yang didapat karena menggunakan scale tersebut. Dengan demikian yang dimaksud dengan scale adalah alat pengukur data atau konkritnya jenis pertanyaan sepertin apa yang digunakan untuk menghasilkan data. Terdapat jenis pertanyaan atau scale yang bila digunakan akan menghasilkan data nominal, sedangkan scale yang lain akan menghasilkan data ordinal dan seterusnya yaitu data interval dan data rasio. Karena jenis jawaban yang diperoleh berbeda, maka scale yang digunakan pun memiliki nama yang berbeda yaitu nominal scale, ordinal scale, interval scale dan ratio scale seperti yang diuraikan berikut ini.

5.2 Jenis Pengukur Data (Scales & Scale Types) Secara umum dikenal empat jenis pengukur data (scales) sebagai berikut: 1. Pengukur data Nominal (Nominal Scales) 2. Pengukur data Ordinal (Ordinal Scales) 3. Pengukur data Interval (Interval Scales) 4. Pengukur data Rasio (Ratio Scales)

63

5.2.1 Pengukur Data Nominal (Nominal Scales) Pengukur data nominal adalah sebuah pengukur data yang menghasilkan “Nomen” yaitu nama atau tanda. Dengan demikian, bila kita ingin mengetahui nama atau benda dari sesuatu, maka pengukur data yang digunakan adalah pengukur data nominal. Misalnya peneliti ingin mengetahu nama tempat tinggal seseorang, ia lalu bertanya dimanakah saudara bertempat tinggal? Karena yang ditanyai adalah penduduk kota Semarang, maka jawaban yang diberikan terhadap pengukur data ini adalah salah satu dari lima alternatif berikut ini: 

Semarang Selatan



Semarang Barat



Semarang Utara



Semarang Tengah



Semarang Timur

Untuk memudahkan mengelola data tersebut, si peneliti lalu menggunakan “measurement” tertentu untuk memberi tanda pada jawaban yang diterima, misalnya: 

Bila menjawab Semarang Selatan, diberi tanda

=1



Bila menjawab Semarang Utara, diberi tanda

=2



Bila menjawab Semarang Tinur, diberi tanda

=3



Bila menjawab Semarang Barat, diberi tanda

=4



Bila menjawab Semarang Tengah, diberi tanda

=5

Dengan demikian Scales yang digunakan adalah “dimana tempat tinggal saudara?” Dapat diduga bahwa jawabannya pastilah sebuah nama atau tanda, oleh karena itu scale ini disebut “Nominal Scale”. Sedangkan measurement yang digunakan adalah 1, 2, 3, 4, 5 sebagai sebuah angka yang mewakili nama atau tanda dari jawaban yang diperoleh. Skala nominal yang menghasilkan measurement tertentu, hanya berguna untuk menghitung frekuensi. Kita dapat mengembangkan sebuah skala yang digunakan untuk mengindikasikan preferensi seseorang atas warna atas warna biru, merah, hijau, dan kuning. Bila 64

hal demikian yang ingin diketahui maka scale yang dikembangkan adalah sebagai berikut: Apa warna kesenangan dari keempat warna yang disajikan berikut ini: 1 = Biru

3 = Hijau

2 = Merah

4 = Kuning

Hasil akhir yang didapat diketahui hanyalah menghitung frekuensi yaitu ………% menyukai warna biru ………% menyukai warna merah ………% menyukai warna hijau ………% menyukai warna kuning Nominal Scale dapat disusun menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:

(1) Pilihan Ganda (Multiple Choice) Salah satu cara yang paling sering digunakan untuk mendapatkan “a nominally scaled measure” atau angka ukuran berskala nominal adalah dengan meminta respoden memberikan satu jawaban dari beberapa alternatif jawaban yang disediakan. Bentuk umum dari cara ini adalah contoh berikut: Di Semarang bagian manakah Bapak/Ibu bertempat tinggal ? Timur

Barat

Selatan

(-1) lainnya adalah (-2) sebagai berikut: (-3) Contoh

Utara

Tengah

(-4)

(-5)

Apa Merk teh botol yang Bapak/ibu beli terakhir Sipp

Sosro

Indoteh

Merk Lain

(=1)

(=2)

(=3)

(=4)

Nampak bahwa scale ini menghasilkan measurement berupa nama (Nomen, Nominal) tertentu yang ingin diketahui oleh peneliti, tetapi untuk

65

memudahkan analisisnya, diberi label berbentuk angka 1, 2, 3, dst sebagai measurementnya. (2) Ya-Tidak- Model Binari Pada teknik ini scale yang digunakan akan menghasilkan measurement yang terdiri dari hanya dua kemungkinan nilai. Contoh penggunaan scale ini adalah sebagai berikut ini: Apakah bapak/ibu memiliki mobil sedan ?

Ya

Tidak

(1)

(2)

5.2.2 Pengukur Data Ordinal (Ordinal Scale) Pengukur data ordinal akan menunjukan data sesuai dengan sebuah orde atau urutan tertentu. Teknik-teknik yang dapat dikembangkan untuk menggunakan ordinal scale dan menghasilkan data yang “ordinally scaled” adalah sebagai berikut: 1) Forced Ranking Teknik ini adalah teknik yang paling lazim digunakan untuk menghasilkan data yang ukurannya bersifat ordinal. 2) Semantic Scale Semantic scale akan menghasilkan respons terhadap sebuah stimulasi yang disajikan dalam bentuk kategori semantik, yang menyatakan sebuah tingkatan sifat atau keterangan tertentu, seperti contoh berikut ini: Apakah bapak/ibu suka minuman temulawak Sangat tidak suka

sangat suka

1

2

3

4

5 6

7

8

9

10

Jelaskan bagaimana kesukaan bapa/ibu pada Temulawak .......................................... 63

3) Summated (Likert) Scale Skala liket adalah sebuah eksistensi dari skala semantik. Perbedaaan utamanya adalah pertama, skala ini menggunakan lebih dari 1 item pertanyaan, dimana beberapa pertanyaan digunakan untuk menjelaskan sebuah konstruk, lalu jawabannya dijumlahkan. Oleh karena itu disebut summated scale. Kedua, skala ini dikalibrasi dengan cara jawaban yang netral diberi kode "0". Contoh berikut menunjukkan pengembangan ordinal scale untuk mengetahui sikap responden atas minuman temulawak melali pertanyaan dengan jawaban (X) sebagai berikut. Jawaban dari scale diatas bila dijumlahkan = 0+1+2= +3, yang mengindikasikan sikap yang positif terhadap temulawak.

5.3 Pengukur Data Interval (Interval Scale) Bila skala nominal dan skala ordinal disebut nonmetric scale, maka skala interval dan skala ratio disebut sebagai metric scale. Skala interval adalah alat pengukur data yang dapat menghasilkan data yang memiliki rentang nilai yang mempunyai makna, walaupun nilai absolutnya kurang bermakna. Skala ini menghasilkan measurement yang memungkinkan perhitungan rata-rata, deviasi standar, uji statistik parameter, korelasi dan sebagai berikut.

1) Bipolar Adjective Skala ini merupakan penyempurnaan dari semantic scale dengan harapan agar respons yang dihasilkan dapat merupakan "intervally scaled data". Caranya adalah dengan memberikan hanya dua kategori ekstrim misalnya sebagai berikut:

Apakah bapak/ibu suka minuman temulawak Sangat tidak suka

sangat suka 1

2

3

4

5 6

7

8

9

10

Jelaskan bagaimana kesukaan bapa/ibu pada Temulawak ..........................................

64

2) Agree Disagree Scale Skala ini merupakan salah satu bentuk lain dari bipolar adjective, dengan mengembangkan pertanyaan yang menghasilkan jawaban setuju tidak setuju dalam berbagai rentang nilai. Contohnya adalah sebagai berikut:

Temulawak adalah minuman alamiah yang menyehatkan tubuh Sangat tidak setuju

Sangat setuju 1 2

3

4

5

6

7

8

9 10

Jelaskan bagaimana ia menyehatkan tubuh dan rasa apa yang bapa/ibu rasakan waktu meminum Temulawak......................................................................................................

3) Continuous Scale Salah satu teknik pengukur data untuk menghasilkan data interval adalah dengan menggunakan continuous scale sebagai berikut. Responden akan memberikan jawabannya pada garis yang ditentukan dan setelah itu peneliti mengukur ( perusahaan riset umumnya menggunakan optical scale) posisi yang dipilih oleh responden.

4) Equal With Interval Cara lain untuk menghasilkan intervally scaled data adalah dengan menanyakan responden mengenai kedalam kategori mana pandangan mereka dapat diletakkan. Contoh berikut ini adalah skala ordinal: Mohon bapak/ibu memberikan ranking preferensi terhadap 5 merek berikut ini . Berikan angka 1 untuk yang paling diminati , 2 untuk yang paling diminati berikutnya hingga angka 5 untuk yang paling tidak diminati dari lima merk ini saja Sipp............................. Sosro........................... Indoteh....................... Tehkita....................... Teh Tang.................... 65

5.4 Pengukur Data Rasio (Ratio Scale) Data yang dihasilkan melalui sebuah skala ratio adalah yang paling dikehendaki. Skala ratio adalah pengukur data yang menghasilkan data yang memeiliki makna nol, dimana hasil pengukuran yang bernilai 0 menunjukkan mengenai tiadanya nilai atau makna. Skala rasio adalah skala interval yang memiliki nilai nol yang bermakna nol atau ketiadaan. Bila seseorang mengatakan uang di dompetnya adalah sebanyak nol rupiah, artinya benar benar di dompetnya tidak ada uang. Sedangkan bila yang satu mempunyai uang sebanyak Rp. 500, sedangkan yang lainnya sebanyak Rp.1000, artinya yang terakhir ini mempunyai uang dua kali lebih banyak dair yang memiliki hanya Rp.500. SCALE WORDING Pada bagian berikut ini disajikan beberapa pedoman dalam menyiapkan scale yang digunakan untuk penelitian manajemen. Pada dasarnya terdapat dua macam teknik untuk menyusun kalimat sebuah scale yaitu:  Scale dengan Pertanyaan (Question Type). Pada jenis ini, data diperoleh dengan mengajukan pertanyaan, dan responden akan member jawaban sesuai dengan perrtanyaan yang ditangkapnya dan jawaban yang dirasakan cocok dengan apa yang ditanyakan  Scale dengan Pernyataan (Statement Type). Pada jenis ini, data diperoleh dengan

menyajikan

pertanyaan-pertanyaan

responden. Jawaban yang diperoleh

untuk

ditanggapi

oleh

adalah penilaian responden atas

pertanyaan yang disajikan sesuai dengan apa yang dipersepsikan atau dipikirkan atau dirasakan oleh responden.

Proses penyiapan pertanyaan adalah seperti yang digambarkan di bawah ini: PROSES PENGUKURAN Proses pengukuran dapat digambarkan sebagai sederet tahap yang saling berkaitan yang dimulai dari: (1) mengisolasi kejadian empiris; (2) mengembangkan konsep kepentingan (concept of interest); (3) Mendefinisikan konsep secara konstitutif 66

dan operasional; (4) Mengembangkan skala pengukuran; (5) Mengevaluasi skala berdasarkan reliabilitas dan validitasnya; (6) Penggunaan skala (lihat Gambar 9.3) Proses pengukuran dimulai dari mengisolasi kejadian emiris untuk kepentingan pengukuran. Aktivitas ini merupaan konsekuensi langsung dari masalah identifikasi dan formulasi. Intinya, kejadian empiris dirangkum dalam bentuk konsep/konstruksi yang berkaitan dengan masalah penelitian. Konsep adalah abstraksi ide yang digeneralisasi dari fakta tertentu. Tahapan selanjutnya adalah mendefinisikan konsep yang telah diidentifikasi. Dalam taraf ini dibedakan definisi konsitutif (constitutive definitions) dan definisi konsep operasional (operational definitions). Definisi kontitutif mendefinisikan konsep dengan konsep lain senhingga melandasi konsep kepentingan. Jika suatu konsep telah didefinisikan secara konstitutif dan benar, berarti konsep tersebut telah siap untuk dibedakan dengan konsep lain. Begitu juga definisi konstitutif telah ditetapkan, maka konsep operasional harus dinyatakan karena definisi operasioanl akan merefleksikan dengan tepat esensi definisi konstitutif. Definisi operasional memperinci aturan pemetaan dan alat dimana variabel akan diukur dalam kenyataan. Definisi ini menyatakan prosedur yang harus diikuti oleh peneliti dalam memberikan angka terhadap konsep yang diukur. Sampai taraf ini proses pengukuran nampaknya amat jelas. Namun dalam praktek biasanya peneliri akan berhadapan dengan berbagai teori yang mendasari definisi konstitutuf dan operasional. Misalnya, tentang konsep kinerja pekerjaan (job performance). Konsep ini dapat diartikan sebagai hasil sukses atau tidak sukses dari suatu tugas; namun peneliti lain barangkali mengartikan kinerja pekerjaan sebagai reaksi karyawan terhadap konsekuensi menyelesaikan pekerjaan tertentu. Disini, peneliti dan manajer harus menyetujui esensi konsep (definisi konstitutuf) untuk meyakinkan kedua belah pihak mempunyai persepsi yang sama mengenai kinerja pekerjaan. Setelah tercapai kesepakatan mengenai definisi konseptual dari suatu konsep, peneliti harus memilih beberapa alternatif definisi operasi. Sebagai contoh, bila definisi konstitutuf dari kinerja pekerjaan adalah tingkat dimana 67

seorang karyawan mampu menyelesaikan tugas-tugasnya pada jabatan tertentu, maka konsep ini dapat dioperasonalkan

menjadi beberapa alternatif, seperti:

proporsi hari kerja dimana si karyawan tidak absen, kuantitas produksi, kualitas produk

yang

diukur

dengan

tingkat

kesalahan,

atau

bahkan

tingkat

keterlambatan/kecerobohan. Setelah definisi dinyatajan dengan tepat, angka dapat dilakukan. Tujuan utamanya, adalah agar sifat-sifat angka tesebut seiring dengan sifat-sifat kejadian yang ingin diukur. Tugas ini dicapai oleh peneliti dengan: (1) memahami betul hakekat kejadian empiris yang diukur; (2) menerjemahkan pengetahuan ini dalam pemilihan dan penyusunan skala pengukuran yang mencerminkan sifat-sifat sama. Skala pengukuran (measurement scale) dapat didefinisikan sebagai suatu alat yang digunakan untuk memberikan angka terhadap objek/kejadian empiris. SKALA PENGUKURAN Skala pengukuran amat bervariasi. Skala yang sederhana (simple scales) adalah satu skala yang digunakan untuk mengukur beberapa karakteristik. Misalnya: “Apakah Anda laki-laki atau perempuan?” Skala yang kompleks adalah skala yang beragam yang digunakan untuk mengukur beberapa karakteristik. Misalnya, bagaimana tanggapan anda tentang pemberantasan penyakit AIDS di ompleks lokasi pelacuran: Sangat tidak setuju, Tidak setuju, Tidak peduli, Setuju, Sangat setuju. Kendati kompleksitas dan variasi alat pengukuran amat beragam, semua skala mempunyai ciri-ciri setidaknya satu dari empat tingkat pengukuran, yaitu: nominal, ordinal, interval, dan rasio. Setelah variabel yang menjadi perhatian diidentifikasi dan didefinisikan secara konseptual, suatu jenis skala harus dipilih. Pemilihan skala amat tergantung dari ciri-ciri yang mendasari konsep dan antisipasi peneliti terhadap penggunaan variabel yang digunakan dalam tahap analisis data. Dengan kata lain, untuk memilih skala yang sesuai, peneliti harus memilih peralatan yang dapat mengukur swcara tepat dan konsisten apa yang harus diukur untuk mencapai tujuan penelitian. Proses ini disebut evaluasi

68

mengenai skala pengukuran. Dalam mengevaluasi skala pengukuran, harus diperhatikan dua hal: (1) validitas; (2) reabilitas. Validitas Suatu skala pengukuran disebut valid bila ia melakukan apa yang seharusnya dilakaukan dan mengukur apa pyang seharusnya diukur. Bila skala pengukuran tidak valid maka ia tidak berrmanfaat bagi peneliti karena tidak mengukur atau melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Secra konseptual, dibedakan 3 mcam jenis validitas (Sekaran, 2000: 207-8), yaitu validitas isi (content validity), validitas yang berkaitan dengan kriteria (criterion-related validity), validitas konstruk (construct validity).

Validitas isi (Content Validity) Validitas isi memastikan bahwa ukuran telah cukup memasukkan sejumlah item yang representatif dalam menyusun sebuah konsep. Semakin besar skala item dalam mewakili semesta konsep yang diukur, maka semakin besar validitas isi. Dengan kata lain, valiuditas isi adalah sebuah fingsi yang menunjukkan seberapa baik dimensi dan elemen sebuah konsep digambarkan. Face validity dipertimbangkan oleh sebagian ahli sebagai dasar dan indeks yang sangat minimum bagi validitas isi. Face validity menunjukan bahwa seolah-olah sebuah item mengukur sebuah konsep. Sebagian peneliti tidak menganggap face validity sebagai komponen validitas isi yang valid.

Validitas yang berkaitan dengan kriteria (Criterion-related Validity) Validitas yang berkaitan dengan kriteria terjadi ketika sebuah ukuran membedakan individual pada kriteria yang akan diperkirakan. Hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan concurrent validity atau predictive validity. Concurrent validity terjadi ketika skala yang ditetapkan dapat membedakan individual yang telah diketahui berbeda, sehingga, skor untu masing-masing instrumen harus berbeda. 69

Sebagai contoh, jika ukuran etika kerja dikembangkan dan diterapkan pada sekelompok masyarakat

yang hidup dari jaminan sosial, maka skala harus

membedakan kelompok yang antusias dalam memperoleh pekerjaan dan kelompok yang tidak bersedia untuk bekerja walaupun ditawari pekerjaan. Bagi kelompok yang memiliki nilai etika kerja yang tinggi akan berusaha memperoleh pekerjaan sesegera mungkin. Sebaliknya, kelompok dengan nilai etika yang rendah akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk tetap mendapatkan jaminan sosial tanpa harus bekerja. Jika kedua jenis kelompok tersebut memiliki skor yang sama dalam skala etika kerja, maka pengujiannya bukan merupakan pengukuran etika kerja, tetapi pasti hal lain.

Gambar 5.1 Menguji Kebaikan ukuran: Bentuk Reabilitas dan Validitas Stabilitas

Interitem consistency reliability Split-half

Reabilitas (Akurasi ukuran)

Test-retest reliability

Konsistensi

Kebaikan (Goodness data)

Paralel-form reliability Validitas (apakah kita mengukur hal yang benar)

Validitas logis (isi)

Face validity

Validitas yang berkaitan dengan kriteria

Prediktif

Concurent

Congruent validity (konstruk)

Convergent

Diskriminan

Sumber: Sekaran (2000:205)

Predictive validity menunjukan kemampuan sebuah instrumen pengukuran dalam membedakan individu dalam kriteria masa depan. Sebagai contoh, uji kecerdasan 70

atau uji kemampuan dilakukan pada para pekerja pada saat seleksi penerimaan diharapkan mampu untuk membedakan setiap indivual dalam kinerjanya di masa mendatang. Pekerja dengan hasil tes yang tinggi diharapkan memiliki hasil kinerja yang tinggi dalam melakukan pekerjaannya, dan sebaliknya. Tabel 5.2 Empat Tingkat Pengukuran Tingkat

Deskripsi

Nominal Penggunaan angka untuk mengidentifikasi objek, individu, kejadian, atau kelompok Ordinal Selain untuk identifikasi, angka memberi informasi tentang jumlah karakteristik yang dimiliki suatu kejadian, objek, dan lainlain secara relatif Interval Memiliki semua sifat-sifat skala nominal dan ordinal serta interval antara dua titik yang sama Rasio Menggabungkan semua sifat-sifat skala, nominal, ordinal, dan interval, serta memasukkan titik nol

Dasar Operasi Empiris

Jenis Penggunaan

Penentuan Klasifikasi persamaan atau ketidaksamaan

Jenis Statistik Deskriptif Inferensi Persentase nonparametrik

Penentuan lebih besar atau lebih kecil

Rangking/ skoring

Median (rata-rata dan varians)

Nonparametrik (parametrik)

Penentuan persamaan interval

Ukuran yang lebih disukai untuk konsep/ konstruksi yang kompleks Bila tersedia instrumen yang tepat

Rata-rata varians

Parametrik

Rata-rata geometrik (rata-rata harmonik)

Parametrik

Penentuan persamaan rasio

Validitas konstruk (Construct Validity) Validitas konstruk membuktikan seberapa bagus hasil yang diperoleh dari penggunaan ukuran sesuai dengan teori dimana pengujian dirancang. Hal ini dinilai dengan convergent validity dan discriminant validity. Convergent validity 71

terjadi ketika skor yang dihasilkan oleh dua buah instrumen yang mengukur konsep yang sama memiliki korelasi yang tinggi. Discriminant validity terjadi ketika berdasarkan teori, dua buah variabel diperkirakan tidakberkorelasi, dan skor pengukuran yang dihasilkan juga menunjukkan tidak berkorelasi secara empiris.

Reliabilitas Reliabilitas menunjukkan konstitensi dan stabilitas dari suatu skor (skala pengukuran). Reliabilitas berbeda dengan validitas karena yang pertama memusatkan perhatian pada masalah konsistensi, sedang yang kedua lebih memperhatikan masalah ketepatan. Dengan demikian, reliabilitas mencakup dua hal utama, yaitu: stabilitas ukuran dan konstitensi internal ukuran (Sekaran, 2000: 205-7).

Stabilitas ukuran menunjukkan kemampuan sebuah ukuran untuk tetap stabil atau tidak rentan terhadap perubahan situasi apapun. Kestabilan ukuran dapat membuktikan kebaikan (goodness) sebuah ukuran dalam mengukur sebuah konsep. Terdapat dua jenis stabilitas, yaitu test-retest relibility dan reliabilitas bentukparalel (paralel-form reliability). Kedua jenis uji stabilitas tersebut akan dibahas di bawah ini.

Test-retest relliability, yaitu koefisien reliabilitas yang diperoleh dari pengulangan pengukuran konsep yang sama dalam dua kali kesempatan. Yaitu ketika kuisioner yang berisi item-item untuk mengukur konsep yang sama diberikan kepada responden pada saat itni dan diberikan kembali pada responden yang sama dalam waktu yang berbeda (misalnya, 2 minggu – 6 bulan). Kemudian korelasi antar skor yang diperoleh dari responden yang sama dengan dua waktu berbeda inilah yang disebut dengan koefisien test-retest. Semakin tinggi koefisien, semakin baik test-retest reliability, sehingga semakin stabil sebuiah ukuran untu waktu yang berbeda.

72

Reliabilitas bentuk paralel (parelel-form reliability), terjadi ketika respon dari dua pengukuran yang sebanding dalam menyusun konstruk yang sama memiliki korelasi yang tinggi. Kedua bentuk pengukuran memiliki item yang serupa dan format respon yang sama dengan sedikit perubahan dalam penyusunan kalimat dan urutan pertanyaan. Yang ingin diketahui disini adalah kesalahan variabilitas (error variability) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dalam penyusunan kalimat dan urutan pertanyaan. Jika dua bentuk pengukuran yang sebanding memiliki korelasi yang tinggi (katakan 0,8 atau lebih, maka dapat dipercaya (reliable) dengan kesalahan varian minimal karena faktor penyusun kalimat dan urutan pertanyaan. Konsistensi Internal Ukuran Konsistensi internal ukuran merupakan indikasi homogenitas item-item yang ada dalam ukuran yang menyusun konstruk. Dengan kata lain, item-item yang ada harus “sama” dan harus mampu mengukur konsep yang sama secara independen, sedemikian rupa sehingga responden seragam dalam mengartikan setiap item. Hal ini dapat dilihat dengan mengamati apakah item dan subset item dalam instrumen pengukurr memiliki korelasi yang

tinggi. Konsistensi ukuran dapat diamati

melalui reliabilitas konsistensi antar item (interitem consistency reliability) dan split-half reliability.

Reliabilitas konsistensi antar item adalah konsistensi jawaban responden untuk semua item dalam ukuran. Ketika sebuah item merupakan ukuran yang independen untuk dua buah konsep yang sama, maka item-item tersebut akan salaing berkorelasi. Split half reliability menunjukkan korelasi antara dua bagian instrumen. Estimasi split-half reliability akan berbeda, tergantung pada bagaimana item-item dalam ukuran dibagi kedalam dua bagian.

MENYUSUN KUISIONER (DAFTAR PERTANYAAN) Langkah awal dalam menyusun desain instrumen adalah membuat juisioner, yaitu daftar pertanyaan-pertanyaan yang disusun secara tertulis. Kuisioner ini 73

bertujuan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban para responden. Dalam menyusun kuisioner, peneliti harus memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. Apakah pertanyaan itu perlu? Pertanyaan harus ditanyakan hanya apabila diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Pertanyaan yang tidak perlu hanya akan membingungkan responden. Tabel 5.3 Jenis-jenis Validitas

Validitas Content validity

Deskripsi Apakah ukuran telah cukup mengukur sebuah konsep? Face validity Apakah “ahli” mengesahkan bahwa instrumen telah mengukur apa yang seharusnya diukur? Criterion-related Apakah ukuran dibedakan sehingga dapat validity membantu dalam memprediksi variabel kriteria? Concurrent validity Apakah ukuran dibedakan sehingga dapat membantu dalam memprediksi variabel kriteria saat ini? Predictive validity Apakah ukuran dibedakan untuk membantu memprediksi kriteria masa depan? Construct validity Apakah instrumen yang ada sesuai dengan konsep teori? Convergent validity Apakah kedua instrumen dalam mengukur konsep berkolerasi tinggi? Discriminant validity Apakah ukuran memiliki korelasi yang rendah dengan variabel yang seharusnya tidak berhubungan dengan variabel? Sumber: sekaran (2000: 209) 2. Bagaimana pertanyaan itu sebaiknya diajukan? Ada setidaknya dua alasan pentingnya hal ini. Pertama, bisa saja terjadi responden yang berbeda mempunyai persepsi berbeda saat mengartikan kata yang sama dan setiap responden mempunyai kerangka pengalaman yang berbeda saa membaca dan menginterprestasikan pertanyaan. Oleh karena itu, pertanyaan-pertanyaan harus disusun secara cermat dan diujicobakan agar sesuai dengan yang dimaksud oleh peneliti.

74

Alasan kedua berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan yang sensitif atau besar kemungkinan menyinggung responmden. Misalnya, pertanyaan tentang umur, penghasilan, kebijakan perusahaan. Oleh karena itu, di sarankan agar responden diberiitahu bagaimana dataa ini akan digunakan disertai janji bahwa anonimitas responden akan tetap dijaga kerahasiaannya.

3. Apakah bentuk pertanyaannya terbuka ataukah tertutup? Keputusan untuk menggunakan pertanyaan terbuka (open-ended questions) atau pertanyaan tertutup (closed-ended uestions) amat tergantung dari seberapa jauh si peneliti memahami maslah penelitian. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan jalan pikirannya. Keuntungan utama menggunakan jenis pertanyaan ini adalah bahwa responden dapat mengatakan apa yang mereka inginkan tanpa dibatasi oleh pendapat yang telah disusun oleh peneliti. Peneliti sering

menggunakan

pertanyaan

terbuka

dalam

tahapan

awal

penelitiannya untuk meyakinkan bahwa kuisioner yang lebih terstruktur dikemudian hari dapat menagkap seluruh perasaan dan pendapat responden. Selain itu, jenis pertanyaan terbuka lebih sering digunakan dalam penelitian yang bersifat eksploratif. Hanya saja, jenis pertanyaan terbuka akan lebih sulit dianalisis, sulit dalam pemberian kode (dalam analisis data), dan kurang efisien. Di lain pihak, pertanyaan tertutup adalah pertanyaan dimana jawaban-jawabannya telah dibatasi oleh peneliti sehingga menutup kemungkinan bagi responden untuk menjawab dengan

jalan

pikirannya.

Dengan

demikian,

panjang lebar sesuai keuntungan

utama

menggunakan pertanyaan tertutup adalah mudah dalam pengkodean, tidak memerlukan banyak waktu saat menganalisis, dan lebih efisien dalam menanganinya dibanding jenis pertanyaan terbuka.

75

4. Bagaimana seharusnya pertanyaan itu dirumuskan? Pegangan yang harus diingat adalah menjaga agar pertanyaan dirumuskan semudah mungkin. Sedapat mungkin dihindari menggunakan frase atau istilah yang menimbulkan persepsi ganda atau membingungkan. Pertanyaan-pertanyaan

yang

spesifik

lebih

dianjurkan

dibanding

pertanyaan bersifat umum. Pertanyaan bermakna ganda (double-bareled questions) harus dihindari karena akan membingungkan responden. Sontoh pertanyaan bermakna ganda adalah: “bagaimana tanggapan Anda terhadap harga tiket kereta api dan pelayanan petugas?”. Pertanyaan semacam ini jelas akan mengundang dua macam jawaban. 5. Bagaimana format jawaban disusun? Ini berkaitan dengan beberapa pertanyaan penting berikut: apa alternatif jawaban yang akan digunakan: dikotomi atau pilihan berganda? Bagaimana

ururtan

alternatif

jawaban

disusun?

Bagaimana

cara

mengatasi/mengantisipasi jawaban „tidak tahu”, “tidak ada jawaban”, dan “jawaban netral”? 6. Apa teknik skala yang sebaiknya digunakan? Ada dua teknik skala utama yang sering digunakan: pertama, rating scales (skala penilaian), dimana dievaluasi suatu dimensi orang, objek, atau fenomena pada suatu titik dalam suatu rentang/kategori. Jenis skala ini dibagi menjadi: (a) Graphic rating scales, dimana responden menunjukkan perasaannya dalam skala grafik, misalnya: Dalam skala 0 hingga 100 (0=sangat jelek, 50=netral, 100=yang paling baik), tolong tunjukkan penilaian Anda mengenai film yang baru saja Anda tonton. Nilai Anda ________. (b) Itemized rating scales, dimana dipilih suatu kategori dalam bentuk berurutan, misalnya: Apakah Anda tertarik membeli sepeda motor Suzuki? Pilihan Anda: □ Sangat tertarik, □ Tertarik, □Tidak tertarik. (c) Comparative raing scales, dimana orang, objek, atau fenomena lain dinilai dalam suatu standar orang, objek, atau fenomena lain. Salah 76

bentuk skala ini adalah dikenal dengan nama skala rank-order, misalnya: “Rangkinglah mobil-mobil berikut menurut urutan yang Aanda sukai; beri nilai 1 untuk yang paling Anda sukai, nilai 2 untuk selanjutnya, nilai 3 untuk berikutnya, dst.” _______ Toyota Corolla

_______ Grand Civic

_______ Suzuki Esteem

_______ Daihatsu Classy

Jenis skala yang kedua adalah attitude scales, yaitu suatu kumpulan alat pengukuran yang mengukur tanggapan individu terhadap suatu objek atau fenomena. Jenis skala ini dibagi menjadi: (a) Likert scale, dimana responden menyatakan tingkat setuju atau tidak setuju mengenai berbagai pertanyaan mengenai perilaku, objek, orang, atau kejadian. Biasanya skala yang diajukan terdiri atas 5 atau 7 titik. Skalaskala ini nantinya dijumlahkan untuk mendapatkan gambaran mengenai perilaku. Sebagai contoh: “Saya senang membaca buku”. Pilihan: Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Netral

Setuju

Sangat

4

5

setuju 1

2

3

(b) Semantic differential, diamana responden menilai perilaku onjek denganskala 5 atau 7 titik dari dua kutub kata difat atau frase. Pemilihan kata sifat atau frase berdasarkan perilaku objek, orang, atau kejadian. Contoh: “Nilailah hamburger jenis BigMac dalam dimensi berikut ini”: Manis

: __ : __ : __ : __ : __ : __ : __ : Asin

Tidak Enak

: __ : __ : __ : __ : __ : __ : __ : Enak

Murah

: __ : __ : __ : __ : __ : __ : __ : Mahal

Menyusun kuisioner dimulai begitu kita mengembangkan daftar pertanyaan investigasi dan memutuskan proses pengumpulan data yang digunakan. Dalam pertanyaan investigatif harus disusun pertanyaan pengukuran dengan mempertimbangkan kandungan subjek (subject content), pemilihan kata untuk tiap-tiap pertanyaa, dan strategi respon (response strategy). Peneliti harus

77

dapat menyusun pertanyaan pengukuran menurut topik dan jenis pertanyaan, sehingga terpenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut: 

Mendorong responden untuk memberikan respon yang akurat.



Mendorong responden dalam memberikan informasi yang lengkap.



Mencegah responden tidak menjawab pertanyaan spesifik yang diajukan.



Mencegah responden agar tidak menghentikan partisipasinya.



Meninggalkan responden dengan sifat baik.

Hal-hal yang dilakukan dalam membentuk dan menyeleksi pertanyaan pegukuran dirangkum dalam Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Proses Penyusunan dan Penyeleksian Pertanyaan Pengukuran Pertanyaan pengukuran

Pertanyaaan Administrasi

Pertanyaan Target

Pertanyaan Klasifikasi

Identitas pewawancara

Identitas responden

Identitas responden

Identitas responden

Identitas responden

Identitas responden

Lokasi wawancara

Identitas responden

Identitas responden

Kondisi wawancara

Identitas responden

Identitas responden

Pertanyaan tes pendahuluan

Desain instrumen

78

DESAIN INSTRUMEN Hubungan antara proses pengukuran dan desain instrumen dapat dilihat pada Gambar 9.3. Proses menyusun desain instrumen pada dasarnya adalah suatu seni. Kendati demikian dua hal utama yang harus diperhatikan dalam desain instrumen adalah sebagai berikut: 1. Urutan Skala dan Layout Penyajian dan organisasi instrumen pengumpulan data amat menentukan dalam sukses tidaknya penelitian. Isu sentral pada tahap ini adalah urutan skala dan penyajian alat pengukuran dalam bentuk yang menarik dan mudah dimengerti. Beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan adalah: 

Kuisioner sebaiknya dimulai dengan pertanyaan yang sederhana dan menarik.

Gambar 5.3 Hubungan Antara Proses Pengukuran dan Desain Instrumen

PROSES PENGUKURAN

INSTRUMEN PENGUKURAN

Mengisolasi kejadian empiris

DESAIN INSTRUMEN 

Mengembangan konsep berkepentingan



Mengalir dari masalah dan tujuan penelitian Isolasi dan definisi konsep-konsep utama yang diukur untuk menjawab pertanyaan penelitian

Mendefinisikan konsep secara konstitutif dan opersional

Mengembangkan/menyusun skala pengukuran

PENYUSUNAN SKALA DAN DESAIN INSTRUMEN 

Mengevaluasi skala berdasarkan reliabilitas dan validitas

Menggunakan skala



 

Mengajukan pertanyaan/ membuat kuisioner Perlu Bagaimana diajukan? Pertanyaan terbuka atau tertutup? Bagaimana dirumuskan? Format jawaban Alternatif jawaban? Urutan jawaban? Cara mengatasi jawaban “tidak tahu”, “tak ada jawaban”, dan “netral” ? Urutan dan layout pertanyaan Uji coba dan koreksi

79



Tulislah petunjuk mengisi dengan jelas dan mudah dibaca. Bila terdapat perubahan jenis skala dalam instrumen pengukuran, maka diperlukan instruksi transisi yang memberitahu responden bahwa ada perubahan format jawaban.



Informasi yang bersifat

sensitif (misal: penghasilan) dan

klasifikasi (umur, jenis kelamin, ukuran rumah tangga, dan lainlain) sebaiknya ditanyakan belakangan. 

Susunlah tata letak (layout) kuisioner sedemikian rupa sehingga mudah dibaca dan mengikuti alir proses wawancara.

2. Pratest dan Perbaikan Setelah instrumen disusun dalam bentuk draft, maka pratest (uji coba sebelum penelitian yang sebenarnya dilakukan) sebaiknya dilakukan pada sejumlah responden yang sama dengan responden penelitian yang sebenarnya. Pratest seringkali dapat mengidentifikasi masalah-maslah dalam penyusunan kata-kata, format kuisioner, dan lain-lain yang amat berpengaruh terhadap validitas penemuan dari penelitian tersebut. Bila masalah-masalah tersebut ditemui, peneliti dapat membuat perubahanperubahan seperlunya agar dapat memperoleh data dengan kualitas yang tinggi. Singkatnya, proses penyusunan skala dan desain instrumen merupakan suatu seni karena memerlukan banyak kesabaran dan pengalaman dalam menyusun instrumen pengumpulan data yang dapat dipercaya dan valid. Stanley Payne, dalam buku The Art of Questions (1979), memberikan pedoman yang harus diingat dalam menyusun desain instrumen dan skala yang baik: 1. Pahami betul masalah penelitian sebelum menyusun skala pengukuran. 2. Susunlah pertanyaan sehingga mudah dimengerti oleh responden. 3. Kaitkan jenis pertanyaan (terbuka, dikotomi, multikotomi) denga tingkat pemahaman responden (jika pendapat kurang jelas gunakan pertanyaan terbuka; jika pendapat sudah jelas gunakan beberapa alternatif pertanyaan tertutup/pilihan berganda). 80

4. Pertimbangkan

semua

asumsi/anggapan

secara

implisit

dalam

pertanyaan. 5. Pilihlah pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dengan tepat untutk menjawab pertanyaan penelitian. Namun selalu dipertanyakan apakah pertanyaan terbuka adalah cara yang terbaik untuk memperoleh jawaban. 6. Untuk pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dikotomi dan pilihan berganda, usahakan agar jawabannya tidak berkaitan satu sama lain. Jika hal ini tidak mungkin, berikan jawaban yang dapat merangkum dua atau lebih jawaban. 7. Buatlah cara untuk mengatasi jawaban “Tidak tahu” dan “Netral (Tidak berpendapat”) dalam skala pengukuran. 8. Hindari pertanyaan bermakna ganda dimana dua atau lebih masalah ditanyakan dalam pertanyaan yang sama. Usahakan hanya satu maslah yang ditanyakan dalam suatu pertanyaan. 9. Susunlah instruksi secukupnya, mudah dibaca, dan dapat dimengerti oleh responden. 10. Jangan memandang rendah responden. 11. Gunakan tata bahasa yang baik dalam mengajukan pertanyaan, namun juga jangan terlalu formal. 12. Hindari pertanyaan-pertanyaan yang panjang dan kompleks. Buatlah pertanyaan sesederhana mungkin. 13. Gunakan kata-kata yang mudah dalam menyampaikan apa yang anda ingin sampaikan. 14. Hindari jargon/istilah khusus yang kurang dipahami oleh konsumen. 15. Gunakan

contoh-contoh

secara

hati-hati

dalam

mengajukan

pertanyaan. 16. Garis bawahi kata-kata penting yang perlu ditekankan. 17. Hilangkan pertanyaan dan jawaban yang berulang-ulang dan tidak perlu. 18. Tahanlah pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah yang sulit serta sensitif hingga akhir bagian dari kuisioner. 81

19. Perhatikan waktu dan privacy responden. 20. Lakukan pratest sebelum mengumpulkan data yang sebenarnya. 21. Jangan lupa katakan terima kasih pada akhir pertanyaan.

LATIHAN/TUGAS/PERCOBAAN 1. Jelaskan tipe-tipe skala dalam pengukuran! 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengukuran! 3. Apakah yang dimaksud dengan uji validitas dan reliabilitas? 4. Jelaskan urutan pengujian validitas dan reliabilitas!

PUSTAKA RUJUKAN 1. Burhan Bungin, 2010. Metodologi Penelitian Sosial; Format-faormat Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press. 2. Haris Herdiansyah,2010. Metode Penelitian Kualitatif. Salemba Humanika. Jakarta. 3. Emzir, 2010. Analisis Data: Metode Penelitian Kualitatif. Rajawali Pers. 4. Sofian Effendi, 2012. Metode Penelitian Survei. LP3ES. 5. Anselm Strauss & Juliet Corbin. 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-teknik Teorisasi Data. Pustaka Pelajar. 6. Nur Indriantoro & Bambang Supomo.2002. Metodologi Penelitian Bisnis. BPFE. Yogjakarta. 7. Donald R. Cooper, Pamela S. Schindler.2006. Business Research Methods. Mc Graw Hill. 8. Sugiyono. 2007.Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta. 9. Uma Sekaran, 2003. Research Methods For Business. John Wiley & Sons. Inc. 10. Kuncoro, Mudrajad, 2009. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Penerbit Erlangga, Jakarta 11. Augusty, Ferdinand. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro 

82