BAB

Download yang seperti ini disebut sumber tegangan AC atau sumber tegangan bolak-balik. Contohnya adalah sumber tegangan listrik di perumahan (PLN). ...

0 downloads 427 Views 344KB Size
UNIVERSITAS GADJAH MADA PROGRAM STUDI FISIKA FMIPA

Bahan Ajar 3: Listrik Dinamik (Minggu ke 5)

FISIKA DASAR II Semester 2/3 sks/MFF 1012 Oleh Muhammad Farchani Rosyid Dengan dana BOPTN P3-UGM tahun anggaran 2013 Nopember 2013 203

BAB 3: LISTRIK DINAMIK 1. Arus Listrik dan Potensial Listrik DC Perhatikanlah gambar 3.1. Gambar tersebut memperlihatkan sebuah bejana berhubungan yang diisi dengan air. Bagian bejana di sebelah kiri diisi dengan air lebih tinggi dibandingkan dengan yang di sebelah kanan. Maka pengalaman keseharian kita mengajarkan bahwa air akan mengalir pada bagian P dari kiri ke kanan. Aliran ini akan berhenti manakala ketinggian permukaan air di sebelah kiri sama dengan ketinggian permukaan air di sebelah kanan. Selagi masih ada perbedaan ketinggian permukaan air di kedua tempat tersebut, maka air akan mengalir pada daerah P. Jadi, perbedaan ketinggian

Gambar 3.1

A

P

B

permukaan di kedua tempat tersebut dibutuhkan agar terjadi aliran air dari kiri ke kanan pada P. Perbedaan ketinggian permukaan air berarti penumpukan zat air di bagin bejana sebelah kiri. Penumpukan ini mengakibatkan tekanan air di titik A lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan air di titik B. Perbedaan tekanan inilah yang mengakibatkan air mengalir dari A menuju ke B. Mirip dengan gejala aliran air di atas adalah aliran listrik pada penghantar. Arus listrik akan mengalir pada suatu penghantar bila ada perbedaan ‘tekanan’ listrik pada kedua ujung penghantar tersebut. ‘Tekanan’ listrik ini disebut potensial listrik. Beda A

B

Gambar 3.2 Arus listrik mengalir dari ujung A menuju ke ujung B apabila ada perbedaan ’tekanan’ listrik atau potensial antara ujung A dan ujung B sedemikian rupa sehingga ujung A memiliki potensial yang lebih dibandingkan dengan ujung B

potensial listrik disebut pula sebagai beda tegangan listrik. Beda potensial listrik lazimnya dilambangkan dengan V. Beda potensial listrik diberi satuan volt atau secara singkat dengan V. Untuk mengukur beda tegangan secara langsung, orang

204

menggunakan alat yang disebut voltmeter. Sebagaimana pada aliran air perbedaan ‘tekanan’ listrik di ujung A dan di ujung B diakibatkan oleh perbedaan penumpukan muatan listrik positif pada kedua ujung penghantar itu. Penumpukan muatan listrik positif yang lebih banyak di ujung A mengakibatkan potensial di ujung A lebih tinggi dibandingkan dengan potensial di ujung B. Sebagaimana pada aliran air, apabila tidak ada lagi perbedaan potensial antara ujung A dan ujung B, maka tidak ada lagi arus listrik yang mengalir pada penghantar tersebut. Semakin tinggi perbedaan potensial antara ujung-ujung penghantar itu maka akan semakin deras aliran listrik yang mengalir melalui penghantar itu. Derasnya aliran listrik disebut kuat arus listrik : Kuat arus listrik yang mengalir melalui suatu penghantar didefinisikan sebagai banyaknya muatan listrik yang melewati penampang penghantar itu tiap satu satuan waktu. Kuat arus listrik biasanya dilambangkan dengan i. Kuat arus listrik diberi satuan ampere atau A. 1 ampere sama nilainya dengan 1 Coulomb/dt. Kuat arus listrik diukur dengan alat ukur yang dikenal sebagai ampermeter atau ameter.

2. Sumber Tegangan Listrik Kembali kita perhatikan bejana berhubungan yang diisi air sebagaimana diperlihatkan oleh gambar 3.1 di atas. Sebagaimana telah dikatakan, aliran air pada pipa P akan berhenti bilamana perbedaan tekanan antara ujung A dan ujung B sudah tidak ada lagi. Hal ini sama artinya dengan tiadanya kelebihan penumpukan air di bagian benjana sebelah kiri. Aliran air pada pipa P akan dapat terus berlangsung bilamana kita dapat menjaga kelebihan penumpukan air di bagian bejana sebelah kiri. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan memasang pompa air sebagaimana diperlihatkan dalam gambar 3.3 berikut. Jadi, dengan pompa air tersebut orang dapat menjaga tetap adanya perbedaan tekanan antara ujung A dan ujung B pipa P.

Gambar 3.3

A

P

B

Demikian pula halnya dalam aliran listrik, diperlukan ‘pompa’ guna menjaga kelebihan penumpukan muatan listrik positif pada ujung A agar perbedaan potensial 205

listrik terjaga. Peranti yang berperan sebagai ‘pompa’ ini disebut sumber tegangan. Banyak sekali jenis sumber tegangan. Di antara yang paling populer adalah baterei ataupun accu. BATEREI

EI

A

B Gambar 3.4

Sumber tegangan listrik semacam baterei dan accu dalam rangkaian dilambangkan dengan simbol

Bagian yang diberi tanda positif berarti bagian yang memiliki potensial listrik lebih tinggi dan dikatakan memiliki polaritas positif atau disebut kutub positif, sedang yang diberi tanda negatif memiliki potensial lebih rendah dan dikatakan memiliki polaritas negatif atau disebut kutub negatif. Sumber tegangan yang memiliki polaritas tetap disebut sumber tegangan DC atau sumber tegangan searah. Contohnya adalah baterei dan accu. Adapula sumber tegangan yang memiliki polaritas yang berubah-ubah secara periodik. Sumber tegangan yang seperti ini disebut sumber tegangan AC atau sumber tegangan bolak-balik. Contohnya adalah sumber tegangan listrik di perumahan (PLN). Arus yang mengalir melalui peranti yang dihubungkan dengan sumber bolak-balik pun akan mengalir secara bolak-balik.

3. Hambatan Listrik Ambilah sepotong kawat tembaga dan sepotong kawat besi dengan ukuran yang sama. Lalu pasanglah pada kedua ujung masing-masing penghantar itu beda potensial yang sama. Maka apabila saja anda dapat mengukur kuat arus listrik yang melewati masing-masing penghantar, anda akan dapati bahwa kuat arus pada kedua penghantar tersebut berbeda, arus listrik yang mengalir melalui tembaga lebih kuat dibandingkan yang mengalir melalui kawat besi. Sekarang ambil sepotong kawat tembaga, namun dengan diameter yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kawat tembaga yang pertama. Pasanglah pada masing-masing kawat tembaga tersebut beda potensial yang

206

sama. apabila saja anda dapat mengukur kuat arus yang mengalir melalui masingmasing kawat tembaga itu, maka akan anda dapati bahwa arus listrik yang melewati kawat tembaga berdiameter lebih besar akan lebih kuat dibandingkan dengan arus listrik yang mengalir melalui kawat berdiameter lebih kecil. Sifat atau watak suatu konduktor atau sembarang peranti listrik yang menentukan kuat atau lemahnya arus listrik yang mengalir melaluinya disebut hambatan listrik. Semakin besar hambatan suatu penghantar semakin lemah arus listrik yang mengalir melalui penghantar itu. Dan sebaliknya semakin kecil hambatan listrik suatu penghantar, semakin kuat arus listrik yang mengalir melaluinya (tentu saja apabila dipasang pada beda potensila yang sama). Peranti atau komponen yang dirancang khusus untuk memberikan hambatan tertentu yang dibutuhkan disebut resistor dan dilambangkan dengan simbol berikut R

dengan R adalah besarnya hambatan yang dimiliki oleh resistor itu. Hambatan listrik suatu penghantar atau suatu peranti listrik didefinisikan sebagai nisbah atau rasio antara beda potensial yang dipasang pada ujung-ujung penghantar atau peranti listrik itu dengan kuat arus yang mengalir melalui penghantar atau peranti listrik itu. Jadi, secara eksperimen, untuk menentukan hambatan sebuah peranti listrik dilakukan dengan memasang terminal-terminal peranti listrik itu pada suatu beda potensial, lalu diukur berapa kuat arus yang mengalir melalui peranti tersebut. Jika ujung A dan ujung B penghantar yang diperlihatkan oleh gambar 3.4 memiliki beda potensial sebesar V dan arus yang melalui penghantar itu i, maka hambatan R penghantar itu ditentukan melalui R=

V . i

(3.1)

Kuat Arus (A) 4

2

Beda Potensial (V)

0

Gambar 3.5

-2 -4

-2 B A T E R

0

2

4

207

Hambatan listrik suatu peranti diberi satuan ohm atau . Satu ohm senilai dengan satu volt/A. Dalam hal ini perlu digarisbawahi bahwa hambatan listrik suatu peranti pada umumnya tergantung pada beda potensial yang dipasang pada ujung-ujungnya. Sebagai contoh adalah peranti listrik yang disebut dioda. Hubungan antara beda potensial dan kuat arus yang melaluinya diberikan oleh gambar 3.5. Tampak dari gambar tersebut bahwa kuat arus listrik yang mengalir melalui dioda tidak linier terhadap perubahan Kuat Arus (A) 4

2

0 Beda Potensial (V) -2 -4

-2

0

2

4

Gambar 3.6 Hubungan antara kuat arus yang mengalir melalui suatu penghantar dan beda potensial yang dipasang pada ujung-ujung penghantar itu.

beda potensial yang dipasang pada ujung-ujungnya. Apabila beda potensial yang dipasang pada ujung-ujung dioda kurang dari 1,5 volt, maka tidak kuat arus listrik yang melalui dioda itu nol. Hal ini berarti bahwa hambatan listrik yang dimiliki oleh dioda pada beda potensial yang kurang dari 1,5 volt tak terhingga besarnya. Hambatan dioda akan semakin berkurang apabila beda potensial yang yang dipasang pada ujungujungnya semakin mendekati 4,0 volt. Penghantar adalah salah satu contoh peranti yang memiliki sifat bahwa hambatannya tidak tergantung pada beda potensial yang dipasang pada kedua ujungnya. Hambatan suatu penghatar tergantung dari ukuran geometris dan jenis bahan penghantar tersebut. Semakin panjang suatu penghantar maka semakin besar hambatannya. Semakin luas penampang suatu penghantar semakin kecil hambatan penghantar itu (Hal ini dapat dimisalkan sebagaimana jalan : semakin luas suatu jalan semakin lancar lalulintas yang melewatinya dan sebaliknya semakin sempit suatu jalan semakin tidak lancar lalulintas yang melewati jalan itu). Jenis atau bahan penghantar juga berperan dalam menentukan besar kecilnya hambatan listrik suatu penghantar. Besarnya hambatan R sebuah penghatar ditentukan dari persamaan R=

L , A

(3.2)

208

dengan  hambatan jenis dari bahan penghantar, L panjang penghantar dan A luas penampang penghantar (lihat gambar 3.6).

A L Gambar 3.6

4. Hukum Ohm Hukum Ohm adalah pernyataan : Kuat arus yang melewati suatu peranti selalu berbanding lurus dengan beda potensial yang dipasang pada peranti tersebut. Perlu ditekankan di sini bahwa hukum Ohm di atas tidak berlaku untuk setiap peranti atau komponen listrik. Ada peranti yang tunduk pada hukum Ohm, ada pula yang tidak. Penghantar adalah contoh komponen yang memenuhi hukum Ohm, sedang dioda adalah contoh komponen listrik yang tidak tunduk pada hukum Ohm. Hal ini ditunjukkan dengan jelas oleh grafik pada gambar 3.5 dan gambar 3.6. Perumusan lain bagi Hukum Ohm yang setara atau semakna dengan yang di atas adalah Hambatan suatu komponen listrik tidak tergantung pada polaritas dan beda potensial yang dipasang pada ujung-ujungnya. Perlu ditekankan bahwa persamaan V = iR bukanlah hukum Ohm. Persamaan ini tidak lain adalah persamaan yang mendefinisikan hambatan yang dimiliki oleh suatu peranti : besarnya hambatan R yang dimiliki oleh suatu peranti atau komponen listrik adalah suatu nilai (umumnya bukan suatu tetapan) sedemikian rupa sehingga jika V beda potensial yang dipasang pada ujung-ujung peranti atau komponen tersebut dan arus yang mengalir melaluinya i, maka persamaan tersebut di atas dipenuhi.

5. Daya pada Rangkaian Listrik Gambar 3.7 memperlihatkan sebuah rang-kaian yang tersusun atas sebuah baterei B yang dihubungkan dengan kabel dan suatu peranti listrik sembarang. Kabel boleh dianggap tidak memiliki hambatan. Peranti listrik yang dipakai bisa saja seuah resistor bisa sebuah motor listrik, atau peranti-peranti listrik yang lain. Karena ujung atau terminal a dari peranti tersebut dihubungkan dengan kutub positif baterei dan terminal b dari peranti dihubungkan dengan kutub negatif baterei, maka terminal a 209

selalu memiliki potensial yang lebih tinggi dibandingkan dengan terminal atau ujung b. Jadi, a b baterei dalam rangkaian ini berperan sebagai ’pemelihara’ adanya beda potensial antara ujung a dan ujung b. Andaikan peranti tersebut berfungsi dengan baik dalam susunan atau rangkaian semacam ini. Dengan demikian ada arus yang mengalir melalui peranti dari ujung a ke ujung b. Arus yang mengalir dari ujung a ke ujung b berarti aliran muatan listrik positif dari ujung a ke ujung Gambar 3.7 b. Karena ujung a memiliki potensial yang lebih tinggi dibandingkan dengan ujung b, maka sebuah muatan yang melintas dari ujung a ke ujung b mengalami penurunan tenaga potensial listrik. Artinya, muatan tersebut kehilangan tenaga potensial ketika melintas dari ujung a ke ujung b. Berdasarkan hukum kelestarian tenaga, sejumlah tenaga telah diambil/dipindahkan keluar dari muatan itu dan diubah ke dalam bentuk tenaga lain. Apabila peranti yang dipasang pada rangkaian itu sebuah motor listrik, maka tenaga yang diambil dari muatan-muatan itu diubah menjadi tenaga mekanis berupa gerakan motor listrik itu. Bila peranti yang dipasang itu berupa sebuah accu, maka tenaga yang diambil dari muatan-muatan tersebut diubah menjadi tenaga kimiawi dan disimpan dalam accu. Apabila peranti yang dipasang adalah sebuah resistor, maka tenaga yang diambil dari muatan-muatan itu diubah ke dalam bentuk panas atau kalor. Daya P yang terkait dengan pemindahan tenaga muatan-muatan listrik tersebut merupakan laju perpindahan tenaga dari baterei ke peranti yang dipasang pada rangkaian itu, yakni jumlah tenaga yang dipindahkan dari baterei ke peranti persatuan waktu. Daya P diberikan oleh P = Vi,

(3.3)

dengan V merupakan beda potensial ujung a dan ujung b, sedang i adalah arus yang melalui peranti tersebut. Satuan daya adalah watt atau cukup ditulis W saja. Khususnya, apabila peranti yang dipasang dalam rangkaian di atas adalah sebuah resistor, maka dari persamaan (8.1) didapatkan bahwa P = i2 R

(3.4)

atau P=

V2 , R

(3.5)

dengan R adalah besar hambatan resistor tersebut.

6. Menghitung Kuat Arus dalam Rangkaian

210

Ada sebuah catatan penting berkaitan dengan perumpamaan arus yang mengalir melalui suatu rangkaian dengan aliran air, aliran udara ataupun panas. Derasnya air yang mengalir pada sebuah cabang sungai tidak sama dari satu tempat ke tempat lain sepanjang cabang sungai itu. Pada tempat-tempat yang lebar, air mengalir tidak begitu deras. Sedang pada tempat-tempat yang sempit air mengalir dengan deras. Tidak demikian halnya pada rangkaian listrik. Kuat arus listrik yang mengalir pada suatu cabang sama di manapun tempatnya dalam cabang itu.

A

C

B

Gambar 3.8

Perhatikan gambar 8.8. Arus yang mengalir pada komponen A sama kuatnya dengan yang mengalir melalui komponen B dan sama pula dengan arus yang mengalir melalui komponen C maupun pada kawat penghantar.

6.1 Rangkaian Satu Loop Prinsip pertama yang harus dipahami adalah kaidah Kirchhoff untuk tegangan : Jumlahan aljabar semua perubahan potensial yang dijumpai sepanjang penelusuran sebuah loop haruslah nol. Bila potensial listrik boleh diandaikan sebagai ketinggian suatu tempat, maka kaidah Kirchhoff tersebut dapat diumpamakan sebagaimana orang yang melakukan perjalanan sepanjang jalan yang melingkar di pegunungan. Sepanjang perjalanan melingkar yang ia tempuh itu ia akan merasakan jalan yang naik turun. Tetapi ketika ia kembali ke tempat semula ia akan kembali ke ketinggian yang sama. Artinya perubahan ketinggian total selama perjalan itu nol. Untuk lebih memahami aturan tersebut, ditinjau sebuah rangkaian yang tersusun atas sebuah sumber tegangan yang berupa sebuah baterei B yang ideal (yakni sebuah baterei yang tidak memiliki hambatan dalam) dan sebuah resistor sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 3.9. Beda tegangan yang diberikan oleh B, katakanlah sebesar V dan besar hambatan resistor tersebut misalkan R. Sementara itu, besar hambatan kawat-kawat penghantar diandaikan nol. Andaikan penelusuran dimulai dari titik a seR

i a 211 Gambar 8.9

V

arah dengan gerak jarum jam dan andaikan pula bahwa titik a itu memiliki tegangan (atau “ketinggian”) Va. Ketika kita melewati baterei B tegangan (atau “ketinggian”) bertambah sebesar V. Jadi, titik yang berada tepat di sebelah kiri baterei memiliki tegangan (atau “ketinggian”) Va + V. Apabila kuat arus yang mengalir sepanjang loop itu i, maka karena kawat penghantar tersebut dianggap tak berhambatan, tidak ada perubahan tegangan selama melintasi kawat itu. Jadi, tegangan (atau “ketinggian”) tepat di depan resistor tetap Va + V. Ketika selesai melintasi resistor, terjadi penurunan tegangan sebesar iR. Jadi, tegangan (atau “ketinggian”) tepat di belakang resistor adalah Va + V iR. Sekali lagi, karena kawat penghantar tidak memiliki hambatan, maka tidak ada lagi perubahan tegangan (atau “ketinggian”) selama melintasi kawat penghantar hingga di titik a. Jadi, sesampainya di titik a, berlaku Va + V iR = Va atau

V iR = 0.

Jadi, arus yang mengalir melalui loop itu adalah i=

V . R

Hasil yang sama juga diperoleh apabila penelusuran dilakukan dalam arah yang berlawanan dengan gerak jarum jam. Dari contoh tersebut dapat diambil kaidah praktis sebagai berikut : Kaidah Hambatan : Selama melintasi sebuah resistor dengan hambatan sebesar R dalam arah yang sama dengan mengalirnya arus listrik i, terjadi perubahan tegangan sebesar  iR. Selama melintasi sebuah resistor dengan hambatan sebesar R dalam arah yang berlawanan dengan mengalirnya arus listrik i, terjadi perubahan tegangan sebesar + iR. Rangkaian Satu Loop dengan Sumber Tegangan Tak Ideal Suatu sumber tegangan dikatakan tak ideal apabila sumber tegangan itu mempunyai hambtan dalam. Oleh karena itu, rangkaian listrik yang diilustrasikan dalam gambar 3.9 dapat digambarkan dengan gambar 8.10 apabila sumber tegangan B diganti dengan sumber tegangan tak ideal dengan hambatan dalam sebesar r. Dengan menggunakan kaidah di atas dimulai dari titik a searah dengan perputaran jarum jam diperoleh bahwa Va + V  ir  iR = Va

212

R

i

r a V Gambar 3.10

atau V = i(R + r). Jadi, i=

V . Rr

(8.6)

Rangkaian Resistor Seri Ditinjau sebuah rangkaian R1 R2 R3 sebagaimana yang diperlihatkan dalam gambar 3.11. Andaikan sumber tegangan berupa baterei yang ideal dan kabel penghantar tidak berhambatan. Andaikan i titik a memiliki tegangan Va. Ketika melintasi sumber a tegangan, tegangan bertambah sebesar V, sehingga ketika tepat Gambar 3.11 V memasuki resistor R1 tegangan di titik itu adalah Va + V. Selesai melintasi hambatan R1 tegangan bertambah  iR1. Jadi, tepat memasuki hambatan R2, tegangan di titik itu setinggi Va + V iR1. Tepat setelah melintasi hambatan R2 tegangan di titik itu setinggi Va + V iR1 iR1. Dengan menggunakan kaidah yang sama, tegangan di titik sebelah kanan hambatan R3 diberikan oleh Va + V iR1  iR1  iR3. Tetapi ini tidak lain adalah tegangan di titik a, mengingat kawat penghantar dianggap tidak berhambatan. Oleh karena itu didapatlah persamaan

213

Va + V iR1  iR1  iR3 = Va atau V iR1  iR1  iR3 = 0. Dari persamaan terakhir ini dapat disimpulkan bahwa i=

V . R1  R2  R3

(3.7)

R Apabila R = R1 + R2 + R3, maka hasil di atas diperoleh pula untuk rangkaian yang diperlihatkan dalam gambar 3.12. Ini menunjukkan bahwa rangakaian pada gambar 3.11 ekuivalen dengan rangkaian pada i gambar 3.12. Jadi, tiga resistor yang dipasang seri dapat diganti dengan a sebuah resistor yang memiliki nilai hambatan sama dengan jumlahan Gambar 3.12 nilai hambatan resistor-resistor itu. Kaidah yang lebih umum V adalah bahwa n buah resistor yang dipasang secara seri dapat diganti dengan sebuah resistor yang nilai hambatannya sama dengan jumlahan nilai hambatan masing-masing resistor.

6.2. Rangkaian dengan Banyak Loop Dalam bagian ini hendak dibicarakan rangakian yang tersusun atas banyak loop. Kaidah Kirchhoff untuk tegangan masih berlaku untuk masing-masing loop. Pada rangkaian dengan banyak loop anda akan menemukan banyak percabangan yang tergantung dari seberapa banyak loop yang terlibat dalam rangkaian itu. Pada gambar 3.13 disajikan dua contoh rangkaian dengan dua dan tiga loop. Pada rangkaian yang tersusun atas dua loop (di sebelah kiri) terdapat dua titik percabangan. Sedang untuk rangkaian yang tersusun atas tiga loop (di sebelah kanan) terdapat tiga titik percabangan. Dalam kaitan ini, ada satu kaidah lagi yang harus diketahui yaitu kaidah Kirchhoff untuk arus : Jumlahan arus-arus yang melewati suatu titik percabangan sama dengan nol. Arus yang menuju titik percabangan diberi tanda plus, arus yang keluar dari titik percabangan diberi tanda minus.

214

Dalam prkatek orang harus menghipotesakan arah arus. Lalu, menerapkan kaidah Kirchhoff untuk tegangan pada setiap loop dan menerapkan kaidah Kirchhoff untuk arus pada beberapa titik percabangan yang diperlukan. Dari penerapan kaidah-kaidah itu kita akan mendapatkan beberapa persamaan yang terkait satu dengan yang lain. Arus yang mengalir melalui masing-masing bagian rangkaian merupakan penyelesaian dari sistem persamaan tersebut. Apabila diperoleh nilai arus negatif, maka arah mengalirnya arus yang semula dihipotesakan harus dibalik.

a a

c

b

b Gambar 3.13

Sebagai contoh, akan dihitung arus-arus yang mengalir pada rangkaian gambar 8.13 sebelah kiri, apabila sumber tegangan yang dipasang di bawah sebesar V1 dan yang di atas V2, sementara resistor yang dipasang di bawah senilai R1 dan yang di atas senilai R2 (lihat gambar 8.14 (a)). Kemudian dihipotesakan arus i1, i2 dan i3 sebagaimana diperlihatkan oleh gambar 8.14 (b). Penerapan kaidah Kirchhoff untuk tegangan pada loop atas menghasilkan persamaan V2  i2R2 + i30 = 0

atau

V2 = i2R2.

Jadi, i2 = V2/R2. Karena V2 dan R2 diketahui, maka i2 dapat dihitung. Penerapan kaidah untuk tegangan pada loop bawah menghasilkan persamaan V1  i30  i1R1 = 0

atau

V1 = i1R1.

Jadi, i1 = V1/R1. Karena V1 dan R1 diketahui, maka i1 dapat dihitung. Penerapan kaidah Kirchhoff untuk titik percabangan a maupun b memberikan  i1+ i2 + i3 = 0. Dari persamaan terakhir ini diperoleh bahwa

215

i3 = i1  i2 =

V1 V2  . R1 R2

i2 V2

V2

R2

R2 i3

a

b

a

b i1

V1

V1

R1

R1

(a)

(b) Gambar 3.14

Sebagai contoh kedua, diandaikan bahwa kawat penghantar yang dialiri arus i3 diganti dengan resistor R3, sehingga diperoleh rangkaian sebagaimana yang diperlihatkan oleh gambar 3.15. Penerapan kaidah tegangan pada loop bagian atas sekarang menghasilkan persamaan

i2 V2

R2 i3

V2  i2R2 + i3R3 = 0.

a (3.8)

Penerapan kaidah tegangan pada loop bawah memberikan

b R3

V1

i1 R1

V1  i3R3  i1R1 = 0. (3.9) Sedang penerapan kaidah arus untuk percabangan a maupun b mengahsilkan  i1+ i2 + i3 = 0.

titik

Gambar 3.15

(3.10)

Jadi, kita dapatkan tiga persamaan dengan tiga variabel i1, i2 dan i3. Secara prinsip tiga variable tersebut dapat dihitung. Karena i3 = i1  i2, maka dari persamaan (3.8) dan (3.9) didapatkan 216

V2  i2R2 + (i1  i2)R3 = 0

atau

V2  i2 (R2 + R3) + i1R3 = 0

V1  (i1  i2)R3  i1R1 = 0.

atau

V1 + i2R3  i1(R1 + R3)= 0

dan

Dari kedua persamaan terakhir ini dengan mudah orang dapat mengitung baik i1 maupun i2. Rangkaian Resistor Paralel Ditinjau sebuah rangkaian yang tersusun atas dua buah loop sebagaimana diperlihatkan oleh gambar 8.16. Penerapan kaidah tegangan pada loop atas menghasilkan persamaan R2 i1 R1  i2 R2 + i1R1 = 0 atau i2 = i2 R2 Penerapan kaidah tegangan untuk loop bawah menghasilkan V  i1R1 = 0 atau

i1 =

R1 a

b i1

V . R1

i3

Dari persamaan sebelumnya diperoleh iR V i2 = 1 1 = . R2 R2

Gambar 3.16

V

Dengan kaidah arus untuk titik percabangan diperoleh i3 = i1 + i2 =

 1 1  V V  . + = V   R R R2 R1 2   1

Jika didefinisikan R menurut

1 1 1 =  , R R1 R2

(3.8)

maka didapatkan ungkapan lain untuk i3 sebagai i3 =

V . R

217

Hal ini menunjukkan bahwa rangkaian tersebut di atas dapat diganti dengan rangkaian yang diperlihatkan oleh gambar 3.17 (a) dengan R memenuhi persamaan (3.8). R2

R

R

= R1 V (a)

(b) Gambar 3.17

Secara unum apabila n buah resistor R1, R2, R3, … , Rn dirangkai paralel satu terhadap yang lain, maka rangkaian n buah resistor tersebut dapat diganti dengan sebuah resistor senilai R yang memenuhi persamaan

1 1 1 1 .    ...  R R1 R2 Rn

(3.9)

7. Alat Ukur Listrik 7.1 Ampermeter Sebagaimana telah disinggung di atas, ampermeter atau ameter adalah alat untuk mengukur kuat arus pada suatu rangkaian. Ampermeter dalam suatu rangkaian disimbolkan dengan A

Dalam bagian ini akan dibicarakan bagaimana cara mengukur kuat arus degan memakai ameter. Untuk itu perhatikanlah gambar 3.18(a). Sesuai dengan prinsip yang telah diutarakan pada awal subbab ini, arus yang mengalir pada penghantar a, sama kuatnya dengan arus yang mengalir pada resistor R, sama kuatnya pula dengan yang mengalir melalui titik b dan sama kuatnya dengan yang mengalir pada baterei B1. Untuk mengukur kuat arus yang mengalir melalui suatu cabang rangkaian dengan menggunakan ameter, orang harus memutus Sementara cabang itu di sembarang tempat, lalu memasang ameter secara seri di tempat itu. Sebagai contoh, kita hendak mengukur kuat arus yang mengalir melalui cabang paling kanan pada rangkaian 3.18(a). Maka yang harus kita lakukan adalah memutus cabang itu di sembarang tempat 218

yang kita mau, boleh di titik a, boleh di titik b atau tepat di sebelah kiri baterei B1. Andaikan kita putus di titik a. Maka selanjutnya kita pasang ameter dititik itu, sehingga kita dapatkan rangkaian sebagaimana diperlihatkan oleh gambar .818(b). B1 b R a (a) B1 b R a

A

(c)

Gambar 3.18 Gamabar (c) adalah contoh ampermeter

(b)

Karena dipasang seri, maka hambatan dalam suatu ameter seharusnya sangat kecil. Kalau tidak maka dipasangnya ameter secara seri pada suatu cabang akan merubah nilai hambatan total yang dimiliki oleh cabang itu. Ini berarti bahwa arus yang mengalir pada cabang itupun berubah. Jadi, yang terukur bukan yang sebenarnya.

7.2 Voltmeter Voltmeter digunakan untuk mengukur beda tegangan antara dua titik pada suatu rangkaian secara langsung. Dalam rangkaian listrik, voltmeter dilambangkan dengan V Berbeda dari pemakaian ameter, pemakaian voltmeter lebih sederhana, yakni cukup dengan menghubungkan ujung-ujung voltmeter dengan kedua titik yang hendak diukur beda tegangannya. Untuk lebih jelasnya, kita kembali ke rangkaian gambar 8.18(a). Untuk mengukur beda tegangan antara titik-titik ujung resistor R, maka voltmeter dipasang sebagaimana diperlihatkan oleh gambar 3.19.

219

B1 b R

V Gambar 3.19

a

Karena harus dipasang paralel dengan peranti-peranti yang akan diukur beda potensial ujung-ujungnya, maka voltmeter yang baik seharusnya memiliki hambatan dalam yang sangat besar. Hal ini dikarenakan agar hambatan total rangkaian paralel voltmeter dengan peranti-peranti itu tidak berubah. Jika hambatan total itu tidak berubah, maka beda tegangannya pun tidak berubah.

8. Contoh-contoh Lebih Lanjut 8.1 Rangkaian Resistor Seri 1. Perhatikanlah rangkaian yang diperlihatkan pada gambar 3.23. Andaikan sumber tegangan yang dipasang merupakan sumber ideal. Hitunglah perbandingan (rasio) antara beda tegangan titik a dan b dengan beda tegangan titik b dan c!

a

R1

R2

b

c

Gambar 3.23

V Kuat arus yang mengalir pada rangkaian satu loop itu tentu saja sama di mana-mana dan diberikan oleh i=

V . R1  R2

Jika V1 dan V2 berturut turut merupakan beda tegangan titik a dan b dan beda tegangan titik b dan c, maka

220

V1 = iR1 =

VR1 R1  R2

dan

VR 2 . R1  R2

V2 = iR2 =

Oleh karena itu didapatlah rasio V1/ V2 = R1/R2. 2. Sebagai perumuman dari contoh pertama, perhatikanlah rangkaian seri n buah resistor sebagaimana diperlihatkan oleh gambar 3.24. Arus yang mengalir melalui setiap resistor pada rangkaian tersebut adalah

i=

R1

V . R1  R2  R3  ...  Rn

R2

Rj

Rn

Gambar 3.24

V

Perbandingan beda potensial ujung-ujung resistor nomor j (yakni Rj) dengan beda potensial ujung-ujung resistor nomor k (yakni Rk) adalah Vj Vk



Rj Rk

.

3. Perhatikanlah rangkaian pada gambar 3.25! Apabila titik a dan titik b disambung dengan kawat penghantar yang memiliki hambatan 0.002 , adakah arus mengalir melalui kawat penghantar itu? c

4

16 d

a

b

1

e

4 f

20 volt Gambar 3.25

221

Arus mengalir melalui kawat yang menghubungkan titik a dan titik b, jika terdapat beda tegangan antara kedua titik itu. Oleh karena itu, sekarang kita selidiki apakah ada beda tegangan antara kedua titik itu. Beda tegangan antara titik c dan titik d sama dengan beda tegangan antara titik d dan titik f , yaitu 20 volt. Beda tegangan antara titik c dan a, yaitu Vca berdasarkan contoh sebelumnya diberikan oleh Vca =

4 Vce  (4 / 5) (20 volt) = 16 volt. 4  1

Sedang beda tegangan antara titik d dan b, yaitu Vdb diberikan oleh Vdb =

16  Vdf  (15 / 20 ) (20 volt) = 16 volt. 16   4

Karena titk c dan titik d memiliki potensial yang sama, maka potensial titik a pun sama dengan potensial titik b. Jadi, tidak ada beda tegangan antara titik a dan titik b. Ini berarti, dengan disambung memakai kawat berhambatan berapapun tidak akan ada arus listrik yang mengalir dari titik a ke titik b atau sebaliknya.

9. Arus Listrik dan Potensial Listrik AC Arus dan potensial listrik yang kita bicarakan pada bagian-bagian sebelum ini tergolong ke dalam arus dan potensial DC, yakni arus yang arahnya searah dan potensial yang kutub-kutubnya tetap. Ada satu lagi jenis arus dan potensial, yakni arus dan potensial AC. Arus dan potensial yang menghidupkan lampu, memanaskan seterika, menggerakkan pompa air di rumah merupakan arus bolak-balik. Arus bolakbalik atau (AC) adalah arus yang arah mengalirnya bervariasi dengan waktu. Biasanya variasi arus pada AC adalah fungsi sinus dan cosinus : I(t) = I0 sin (t)

(3.12)

V(t) = V0 sin (t),

(3.13)

dan

dengan I0 dan V0 berturut-turut merupakan arus dan potensial maksimum. Serta  adalah frekuensi listrik AC yang bersangkutan. Frekuensi arus AC dari PLN adalah 2(50 Hz) = 314,2 Hz.

222

Daftar Pustaka Bab 3 1. Blatt, F.D., 1983, Principles of Physics, second edition, Allyn and Bacon Inc., Boston. 2. Halliday, D., Resnick, R., & Walker, J., 1997, Fundamental of Physics, fifth edition, John Wiley & Sons, Inc., New York. 3. Hewitt, P.G., 2002, Conceptual Physics, ninth edition, Addison Wesley, New York. 4. Nolan, J. P., 1993, Fundamentals of College Physics, Wm. C. Brown Communications, Inc., Dubugue.

223