BAKTERI ASOSIASI PADA KARANG PACHYSERIS SP. YANG

Download 22 Ags 2014 ... Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar ... Kata Kunci : Black Band Disease, Bakteri Asosiasi, Pachyseris ...

0 downloads 636 Views 2MB Size
0

BAKTERI ASOSIASI PADA KARANG Pachyseris sp. YANG TERINFEKSI PENYAKIT BBD ( BLACK BAND DISEASE) DI PERAIRAN PULAU BARRANG LOMPO

SKRIPSI

Oleh: Irwan Jaelani L111 07 010

JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014

1

BAKTERI ASOSIASI PADA KARANG Pachyseris sp. YANG TERINFEKSI PENYAKIT BBD ( BLACK BAND DISEASE) DI PERAIRAN PULAU BARRANG LOMPO

Oleh : Irwan Jaelani L 111 07 010

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin

JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014

2

ABSTRAK

IRWAN JAELANI, L111 07 010. “ Bakteri Asosiasi pada Karang Pachyseris sp. Yang Terinfeksi Penyakit BBD (Black Band Disease) di Perairan Pulau Barrang Lompo”. Di bawah bimbingan Abdul Haris selaku Pembimbing Utama dan Arniati selaku Pembimbing Anggota. Tujuan penelitian untuk mengetahui jumlah dan Jenis bakteri yang berasosiasi dengan karang Pachyseris sp. yang terinfeksi penyakit BBD (Black Band Disease). Lokasi pengambilan sampel di sebelah tenggara pulau Barang Lompo. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil cuplikan karang Pachyseris sp. yang terinfeksi penyakit BBD ± 20 meter. Kemudian di gerus selanjutnya dilakukan pengenceran hingga 10-6. Inokulasi dilakukan dengan metode sebar pada medium Sal Sucrose Water (SSW) dan Thiosulfat Citrat Bile Salts Sucrose Agar (TCBSA). Identifikasi bakteri dilakukan berdasarkan pengamatan morfologi sel dan uji Biokimia. Berdasarkan hasil pengamatan morfologi sel dan uji biokimia, didapatkan bakteri Asosiasi dengan karang Pachyseris sp. Yang terinfeksi BBD sebanyak 6 jenis , 4 jenis yang teridentifikasi dan 2 jenis yang tidak teridentifikasi . keempat jenis tersebut adalah Genus Flavobacterium sp.1, Flavobacterium sp.2, Bacteroides dan Vibrio. dan organisme lain seperti Cilliata, Cyanobacteri. Dari 4 isolat bakteri asosiasi Karang Pachyseris sp. yang berhasil di isolasi ditemukan bentuk morfologi bakteri yaitu bulat dan kumparan, semua isolat Gram Negatif. Jumlah bakteri yang didapatkan dari hasil pengamatan di Laboratorium terhadap bakteri yang diambil dari stasiun tenggara yaitu lendir karang Pachyseris sp. yang terinfeksi penyakit kisaran 1,4 x 106 seI/ml - 2.54 x 106 sel/ml. Kata Kunci : Black Band Disease, Bakteri Asosiasi, Pachyseris sp., Pulau Barrang Lompo.

3

ABSTRACT IRWAN JAELANI, L111 07 010. "Bacterial Association in Coral Pachyseris Sp. Disease Infected BBD (Black Band Disease) in the waters of the island Barrang Lompo ". Under the guidance of Abdul Haris as the Main Supervisor and Arniati as Supervising Member. The purpose of the study to determine the number and type of bacteria associated with corals Pachyseris sp. BBD-infected (Black Band Disease). Sampling sites in the southeast of the island of Goods Lompo. Sampling was done by taking samples of coral Pachyseris sp. BBD-infected ± 20 meters. Then in the next shear zones up to 10-6 dilution. Inoculation was conducted using the dispersive medium Sal Sucrose Water (SSW) and thiosulfate citrate Bile Salts Sucrose Agar (TCBSA). Identification of bacteria carried by the observation of cell morphology and Biochemistry test. Based on observations of cell morphology and biochemical tests, obtained bacterial association with coral Pachyseris sp. BBD infected as many as 6 different types, 4 types were identified and two unidentified types. The fourth type is the genus Flavobacterium sp.1, sp.2 Flavobacterium, Bacteroides and Vibrio. and other organisms such as Cilliata, Cyanobacteri. 4 isolates of bacteria associated Reef Pachyseris sp. successful in the isolation of bacteria that is found to form spherical morphology and coils, all isolates were Gram negative. The number of bacteria obtained from observations in the laboratory to bacteria taken from the station southeast of coral mucus Pachyseris sp. infected with the disease range of 1.4 x 106 SEI / ml – 2,54 x 106 cells / ml. Keywords: Black Band Disease, Bacterial Association, Pachyseris Sp., Island Barrang Lompo.

4

UJAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillahirabbil’ alamin, puji syukur yang tak terhingga kepada Dzat pencipta yang menguasai kehidupan seluruh makhluk yang ada di alam semesta dunia dan akhirat, ialah Allah azza wa jalla, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Bakteri Asosiasi pada Karang Pachyseris sp. Yang Terinfeksi Penyakit BBD (Black Band Disease) di Perairan Pulau Barrang Lompo”. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang paling mulia, begitu pula kepada keluarga dan seluruh sahabatnya. Selama melaksanakan penelitian hingga penyusunan laporan akhir, penulis sangat banyak memperoleh bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang tak terhitung nilainya. Karena itu, penulis pada kesempatan ini mengucapkan banyak terima kasih dan permohonan maaf kepada : Bapak Prof.Dr.Ir. Abdul Haris, M.Si, Dr. Ir. Arniati Massinai, M.Si selaku pembimbing yang senantiasa menuntun, membimbing

dan

memotivasi

selama

melaksanakan

penelitian.

Prof.Dr.Ir.

Jamaludin Jompa M.Sc. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Dr. Mahatma Lanuru, ST, M.sc selaku Ketua Jurusan Ilmu Kelautan beserta seluruh staf pengajar Jurusan Ilmu Kelautan. Sahabat seperjuangan : Burhan, Erwin, S.Kel dan teman teman angkatan 2007, yang bersedia mengajariku memilih jalan yang terbaik dunia dan akhirat.

5

Kepada yang senantiasa sabar menunggu sembari menantikan datangnya fajar kegembiraan yang telah lama dijanjikan untuk sebuah cita – cita mulia “Ayahanda Almarhum Ishak Dg Jarre dan Ibunda Almarhumah Hj Mardiwati Dg nurung,

Seluruh

keluarga

:

Dr.

Supriyati

dan

Asriyadi

Idris

S.Hut,

Hafizhkumullahu wa jazkumullahu khairan katsiran untuk semua yang pernah diberikan kepada penulis baik moril maupun materinya. Guna kesempurnaan dari skripsi ini, kami memohon kepada semua pihak untuk memberikan arahan dan petunjuknya berupa saran dan kritikan, sungguh kami senantiasa berusaha untuk memberikan yang terbaik, namun kamipun tak luput dari salah dan kelemahan sebagai fitrah kemanusiaan yang ada pada kami. Kepada Allah azza wa jalla mudah-mudahan laporan ini bermanfaat. Aamin “Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” Makassar, 22 Agustus 2014 Penulis,

Irwan Jaelani

6

RIWAYAT HIDUP

Irwan Jaelani, Lahir pada tanggal 2 April 1988 di Papua, kota Serui Kabupaten Yapen Waropen. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Almarhum Ishak Dg Jarre dan Almarhumah Hj. Mardiwaty Nurung. Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri Inpres 1 Serui (1997), SMP 2 Serui (2003), kemudian Tamat dari SMAN 1 Serui (2006). Pada tahun 2007, penulis dikukuhkan sebagai mahasiswa di Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin melalui jalur SPMB. Selama menjalani status kemahasiswaan, penulis aktif di beberapa organisasi dan pernah mengikuti berbagai seminar dan pelatihan antara lain pelatihan jurnalistik, pelatihan asisten dan pelatihan kaderasasi mahasiswa. Penulis juga aktif menulis Penerbitan Kampus Identitas Unhas. Pada tahun 2008, penulis dipercayakan memegang amanah yaitu sebagai Bendahara Senat Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan periode 2008-2009. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten pada mata kuliah yaitu Pengantar Ilmu Kelautan, Koralogi, Fisiologi Biota Laut, Sedimentologi.

7

8

DAFTAR PUSTAKA

Halaman SAMPUL….. ....................................................................................................................... i ABSTRAK… ......................................................................................................................iii KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iv RIWAYAT HIDUP ............................................................................................................ vi HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... vii DAFTAR ISI.....................................................................................................................viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1 A.

Latar Belakang ...................................................................................... 2

B.

Tujuan dan Kegunaan ........................................................................... 3

C.

Ruang Lingkup ................................................................................................. 3

II. LATAR BELAKANG..................................................................................................... 3 A.

Biologi Karang .................................................................................................. 4 1. Reproduksi Karang ..................................................................................... 5 a. Reproduksi Seksual ...................................................................... 6 b. Reproduksi Aseksual .................................................................... 6 2. Cara Makan.................................................................................................. 7

B.

Penyakit Black Band Disease (BBD) ..................................................... 8

C.

Bakteri Laut ....................................................................................................... 9 1. Bakteri ........................................................................................................... 9 2. Morfologi Sel Bakteri ................................................................................ 10 3. Nutrisi Bakteri ................................................................................. 12 4. Perkembangbiakan Bakteri............................................................. 12 5. Karakteristik dan Habitat Bakteri Laut ................................................... 13 6. Faktor Faktor yang Mempengaruh Pertumbuhan Bakteri Laut ........ 16 a. Biotik ....................................................................................................... 16 b. Abiotik ..................................................................................................... 16

9

D.

Bakteri Asosiasi Karang Batu (Stony Coral) ........................................ 25

III. METODE PENELITIAN ........................................................................................... 26 A.

Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 27

B.

Alat dan Bahan ............................................................................................... 28

C.

Prosedur Penelitian ....................................................................................... 29 1. Tahap Persiapan ....................................................................................... 29 2. Karang Pachyseris sp. yang Terinfeksi BBD ........................................ 29 3. Pengambilan Cuplikan Karang Pachyseris sp yang Terinfeksi BBD 29 4. Identifikasi Bakteri .......................................................................... 30 a. Sterilisasi ................................................................................................ 30 b. Pembuatan Medium .................................................................... 30 c. Pengenceran ......................................................................................... 31 d. Inokulasi ................................................................................................. 31 e. Pewarnaan Gram.................................................................................. 32 f. Perhitungan Bakteri..................................................................... 33 g. Uji Aktifitas Biokimia Bakteri ............................................................... 33

D.

Analisis Data ....................................................................................... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................... 41 A.

Gambaran Umum Lokasi..................................................................... 41

B.

Penyakit BBD (Black Band Disease) ................................................... 41

C.

Bakteri Asosiasi Karang Pachyseris sp yang terinfeksi BBD ............... 43 1. Perhitungan Jumlah Bakteri yang Berasosiasi dengan Penyakit ..... 43 2. Morfologi Koloni Bakteri .......................................................................... 44 a. Morfologi ................................................................................................ 44 b. Pewarnaan Gram ........................................................................ 46 c. Reaksi Biokimia Terhadap Isolat Bakteri .......................................... 47 d. Mikroorganisme Lain yang Berasosiasi dengan Pachyseris sp .... 49 e. Kondisi Oseanografi Perairan ............................................................. 51

V. SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................... 56 A.

Simpulan ............................................................................................. 56

B.

Saran ............................................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 64

10

LAMPIRAN. ..................................................................................................................... 65

11

DAFTAR TABEL

Nomor

Hal

1. Rata rata Jumlah Sel Bakteri asosiasi yang terinfeksi BBD .......................... 43 2. Hasil Pengamatan Morfologi Koloni Bakteri yang Berasosiasi dengan Penyakit BBD pada Karang Pachyseris sp. ................................................................. 44 3. Hasil Aktivitas Biokimia Isolat Bakteri Asosiasi Karang Pachyseris sp. yang terinfeksi BBD ............................................................................................... 55

12

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Hal

1. Karang Batu Pachyseris sp.. ............................................................................ 7 2. Cara makan Karang dengan Menggunakan Tentakel……………………….…...8 3. Bentuk bentuk Sel Bakteri .............................................................................. 11 4. Bentuk bentuk Koloni Bakteri ......................................................................... 12 5. Struktur jaringan pada polip yang ditempati bakteri ........................................ 14 6. Peta Lokasi Penelitian………….……………………………………………….…..27 7. Tahapan Pewarnaan Gram ............................................................................ 32 8. Gambar Pulau Barrang Lompo ...................................................................... 41 9. Karang Pachyseris sp. yang Terinfeksi BBDBerbentuk Pita Tebal Band ....... 42 10. Gambar A. Pemurnian pada Medium SSW B. Morfologi Koloni Bakteri ....... 45 11. Gram Negatif Morologi sel Bakteri A. Bentuk Cocus B. Bentuk Batang ........ 46 12. Medium Uji Biokimia .................................................................................... 47 13. Mikroorganisme yang berasosiasi dengan karang Pachyseris sp.. .............. 50

13

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Gambar Dokumentasi Kegiatan Laboratorium ..................................................... 60 2. Tabel Parameter Lingkungan Pulau Barrang Lompo Bagian Tenggara…… 61

14

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terumbu karang merupakan ekosistem pesisir yang paling dominan dan terletak sepanjang garis pantai pulau Barrang Lompo. Salah satu komponen penting yang termasuk dalam ekosistem terumbu karang adalah karang batu dan merupakan komponen utama bagi formasi terumbu karang. Karang batu termasuk dalam kelas Anthozoa, Bangsa Scleraktinia (Ditlev, 1980) yang sebagian besar jenisnya hidup menetap (sesil) pada substrat (Sukarno et al., 1981), dan ditemukan hampir di semua perairan dangkal di daerah tropis (Chave, 1973). Infeksi pada karang telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor utama yang memperburuk kondisi karang global (Richardson, 1998). Untuk memahami situasi ini lebih baik, sangat penting untuk mempertimbangkan aspek ekologi terumbu karang, khususnya munculnya penyakit yang menyebabkan kematian oleh penyakit BBD (Black Band Disease) (Disandle, 2000). Penayakit karang mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap menurunnya kondisi ekosistem terumbu karang (Harvel et al., 2004). Menurut hasil penelitian sebelumnya, penyakit pada karang dapat mengakibatkan kerusakan, bahkan sampai kematian pada karang. Penyakit (BBD) Black Band Disease pertama kali ditemukan di terumbu karang Belize, Karibia dan Bermuda pada tahun 1970-an dan menginfeksi karang otak Diploria stigosa (Birkeland, 1998). Kemudian Black Band Disease menginfeksi karang dibeberapa perairan yaitu di Great Barrier Reef (Dinsdale, 1994), dan di Laut Merah, Mesir menginfeksi karang Acropora (Mohamed, 2010). Infeksi BBD ini juga ditemukan di perairan Indonesia antara lain di Pulau Karimun Jawa menginfeksi Acropora sp. (Sabdono dan Radjasa, 2006),

15

Kepulauan Seribu menginfeksi Montipora spp (Johan,2011). Penyakit BBD juga menyebabkan kematian Diploria strigosa sebesar 3,9% per tahun di Florida (Edmunds,1991). Laju infeksi Black band disease terhadap karang masif umumnya menyerang family faviidae seperti karang dengan bentuk pertumbuhan massive (Diploria spp., Colpophyllia spp.) dan star corals (Montastrea spp.) (Borger, 2003). dan juga telah dilaporkan menyerang milleporinids (karang api) dan gorgonacea (Birkeland, 1997). Infeksi penyakit umumnya terjadi ketika karang mengalami stres akibat tekanan dan lingkungan, Tekanan lingkungan dapat berupa pencemaran, suhu tinggi, sedimentasi, nutrient yang tinggi terutama nitrogen dan senyawa karbon, predator, kompetisi dengan alga yang pertumbuhannya sangat cepat dan kondisi fisiologis yang lemah Santavy and Peters,1997 ; Antonius and Lipscom, 2001 ; Raymundo et al., 2008 ; Aeby et al., 2011). Penelitian tentang asosiasi antara bakteri dan karang keras telah dilakukan oleh Haapkyla (2009) di Taman Nasional Laut Wakatobi. penyakit yang ditemukan memberi pengaruh yang signifikan terhadap perubahan komunitas karang serta memperlihatkan kecendrungan peningkatan infeksi penyakit pada karang dalam kurun waktu 2005 – 2007. Sabdono dan Radjasa (2006) menemukan bakteri pada karang yang terinfeksi BBD di Karimun Jawa yang menyerang karang Acropora yang

disebabkan

oleh

bakteri

Myroides

odoratimimims,

Bacillus

algicola,

Alcaligenaceae bacterium. Kondisi dan sebaran penyakit pada karang batu di Kepulauan Spermonde (Arniati, 2012). Pulau Barrang Lompo secara Administratif berada dalam wilayah Kecamatan ujung Tanah Kota Makassar yang mempunyai banyak penduduk yang relatif tinggi dibanding dengan pulau lainnya dan lokasinya lebih dekat dengan daratan utama.

16

Selain itu pulau ini tempat berlabuh kapal penumpang dan kapal nelayan, hal tersebut dapat memicu munculnya infeksi penyakit BBD terhadap

BBD

terhadapkarang Pachyseris sp. Mengingat pentingnya karang Pachyseris sp. bagi kehidupan makhluk hidup serta belum banyaknya penelitian mengenai Asosiasi bakteri pada karang Pachyseris sp. Terutama di perairan pulau Barrang Lompo sehingga hal inilah yang melatarbelakangi dilaksanakannya penelitian ini. B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah dan jenis bakteri yang terdapat pada karang Payang terinfeksi penyakit Black Band Disease di Pulau Barrang Lompo. Kegunaan dari penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi tentang jenis bakteri dan jumlah sel koloni bakteri yang berasosiasi dengan karang Pachyseris sp. yang terinfeksi penyakit BBD di Perairan Pulau Barrang Lompo, Selain itu diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan menjadi informasi bagi pihak pihak terkait dalam pengelolaan sumber daya alam laut di pulau Barrang Lompo. C. Ruang Lingkup Pada penelitian ini difokuskan pada identifikasi jenis mikroorganisme yang menginfeksi karang Pachyseris sp. Isolasi bakteri dan identifikasi bakteri, selain itu dilakukan juga pengukuran parameter lingkungan yang berupa pengukuran kualitas air yang meliputi : Kecepatan arus, Suhu, pH, Salinitas, Kekeruhan, DO, BOT, Nitrat dan Fosfat.

17

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Karang. Karang merupakan binatang yang sederhana berbentuk tabung dengan mulut berada di atas yang juga berfungsi sebagai anus. Di sekitar mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi sebagai penangkap makanan.Mulut karang berhubungan dengan tenggorokan yang pendek dengan rongga perut terletak di bawahnya. Rongga perut berisi usus yang disebut dengan mesenteri filamen yang berfungsi sebagai alat pencerna, dan tempat perkembangan gonad. Selanjutnya dijelaskan bahwa karakteristik dari hewan tersebut ialah: bentuk tubuh simetris bilateral, bersifat sesil/sedentari, cara hidup berkoloni (kelompok),

bereproduksi secara

seksual dan aseksual, skeleton kompak yang terbuat dari bahan kapur, dengan jumlah tentakel enam atau kelipatannya (Suharsono, 1996). Jaringan tubuh karang terdiri dari ektodermis, mesoglea dan endodermis. Ektodermis merupakan jaringan terluar yang terdiri dari berbagai jenis sel yang antara lain sel mukus dan sel nematosit (sel penyengat). Mukus berada pada sel glandula yang berfungsi sebagai alat untuk membebaskan diri dari sedimen yang melekat (Suharsono, 1996) dan pada beberapa jenis karang juga berfungsi sebagai pengumpul makanan (Nybakken, 1988). Dalam lapisan ektodermis juga terdapat system saraf, jaringan otot dan sel reproduksi yang sederhana, tetapi telah berkembang dengan baik, sistem saraf tersebar di lapisan endodermis dan mesoglea. Pada lapisan mesoglea bagian atas dikordinasi oleh sel khusus yang disebut sel junction yang bertanggung jawab dalam memberi respon baik mekanis maupun kimia dan menerima rangsangan cahaya.

18

Jaringan mesoglea terletak di tengah, berupa lapisan jelly sedangkan di lapisan luar terdapat sel semacam

sel otot. Jaringan otot yang terdapat pada mesoglea

bertanggung jawab atas gerakan polip untuk mengembang atau mengkerut sebagai respon perintah syaraf. Sinyal ini tidak hanya untuk satu polip tetapi diteruskan pada polip lain. Sedangkan jaringan endodermis berada di lapisan dalam yang sebagian besar selnya berisi sel algae yang merupakan simbion karang (Suharsono,1996). Hewan karang adalah predator yang aktif menangkap makanannya Makanannya berupa plankton yang ditangkap dengan menggunakan tentakel yang bernematosit (sel penyengat), perangkap lendir, atau melalui filamen mesenterial yang dikeluarkan dari rongga gastrovaskuler.

Suplai energi per hari dari plankton

terhadap hewan karang sangat kurang, (Boaden and Seed, 1985). Selanjutnya dikatakan oleh Gzimerk (1976), bahwa hasil dari budding (pertunasan) akan menghasilkan pertumbuhan yang Placoid, ceroid, meandroid, atau flabello meandroid, masing – masing pertumbuhan ini akan tumbuh menghasilkan suatu bentuk koloniyang massive, branching, foliose, atau encrusting. 1. Reproduksi Karang. Reproduksi adalah salah satu fenomena biologi dalam awal siklus hidup suatu organisme.

Menurut Wood (1983), reproduksi mengarah kepada kelangsungan

hidup di muka bumi sehingga suatu spesies dapat mempertahankan keberadaannya secara terus menerus, yaitu dengan menghasilkan suatu organisme baru. Reproduksi dapat diartikan apabila suatu organisme menghasilkan keturunan dan mewariskan kandungan genetik mereka dalam bentuk kode-kode genetik yang ditujukan untuk pembangunan karakter umum mereka, baik karakter morfologi, fisiologi atau karakter khusus yang membedakan mereka sebagai individu.

19

a. Reproduksi Seksual. Secara seksual, pembuahan dan perkembangan secara internal dan eksternal dapat dijumpai pada hewan karang (Veron, 2000). Pemijahan pada karang terjadi pada malam ketiga hingga keenam setelah bulan purnama, khususnya pada rentang terendah antara pasang dan surut. Larva planula yang dihasilkan biasanya melekat pada dasar perairan setelah 4-10 hari.

Sebagian besar larva planula melekat

langsung di atas terumbu atau di dalam jarak sekitar 600 m dari asalnya. Polip karang secara aseksual memperbanyak diri dengan pertunasan intratentakel dan ekstratentakel, pertunasan ini untuk menambah ukuran koloni (Gzimerk, 1976). b. Secara Aseksual. Reproduksi aseksual biasanya atau umumnya dengan pembentukan tunas (Nybakken, 1988).

Selanjutnya dikatakan oleh Gzimerk (1976) bahwa hasil dari

budding (pertunasan) ini akan menghasilkan pertumbuhan yang placoid, cerioid, meandroid, atau flabello meandroid. Karang batu (Stony Coral) merupakan ordo terbesar dari kelas Anthozoa, merupakan kelas Organisme dari Phylum Coelenterata. Karang batu ini merupakan kelompok utama yang membentuk kerangka dan membangun terumbu karang yang terdiri dari kalsium karbonat (CACO3) (Suharsono,1996). Adapun Klasifikasi karang Pachyseris sp. Menurut (Veron, 2000). Filum : Coelenterata Kelas

: Anthozoa

Sub Ordo : Hexacoralia Ordo

: Scleractinia

Famili

: Agaricidae

Genus : Pachyseris Species : Pachyseris sp.

20

Gambar 1 Karang Batu Pachyseris sp. Karang Pachyseris sp. memiliki ciri – ciri tumbuh membentuk lembaran lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran sedang dan membentuk lipatan – lipatan melingkar tingkatan atau lekuk – lekuk daun lebar dengan bergalur tepi. Corallit secara terpisah sejajar dengan berbentuk seperti daun palem mempunyai warna pucat

sampai coklat gelap. Habitat di lereng terumbu yang berfungsi

melindungi daratan dari aksi gelombang. Karang ini ditemukan di daerah tropik (Veron, 2000). 2. Cara Makan Karang termasuk hewan polytophic (makanan berasal dari beberapa sumber) seperti plankton, bahan organik partikulat dan terlarut, bakteri dan protista, dan hasil fotosintesis alga simbion yaitu zooxantella, Karang juga mendapatkan makanan untuk kebutuhan energi dari zooxantella. Zooxantella menyumbangkan energi sebesar 98% untuk karang. Zooxantella mentranslokasi hasil fotosintesisnya berupa komponen organik sebagai makanan dan komponen lemak sebagai cadangan makanan (Suharsono, 1996).

21

Gambar 2. Cara makan karang dengan menggunakan tentakel (Wijgerde et al., 2009) Cara makan karang dengan menggunakan tentakelnya (Gambar 2). Karang mendapatkan mangsanya dengan bantuan sel penyengat (knidoblas). Sel penyengat disertai alat penyengat nematocyt beserta racunnya.Tentakel tersebut tidak aktif apabila tidak digunakanda n alat penyengat berada dalam sel. Namun, bila ada makanan seperti zooplankton maka alat penyengat tersebut akan aktif (Veron, 2000). B. Penyakit BBD (Black Band Disease). Penyakit karang didefinisikan sebagai semua perusakan dari suatu sistem atau fungsi penting organisme, Berdasarkan penyebabnya penyakit karang dapat digolongkan menjadi dua yakni : infeksi patogen dan non infeksi dapat berupa mutasi genetik, kekurangan nutrisi, meningkatnya suhu air laut, radiasi ultra violet sedimentasi dan polutan (Santavy dan Petters, 1997). Jenis penyakit pada karang yang ditemukan diberbagai Negara yaitu Red band disease menginfeksi karang otak di Great Barrier Reef, White band disease menginfeksi Acropora cervicomis di Santa croix (Gladfelter, 1977) dan White plaque menginfeksi Montrasteae di Key Longo (Dustan, 1977). Dark spot menginfeksi Siderastrea di Karibia (Goreau et al., 1998).

22

BBD pertama kali dilaporkan oleh Antonius (1973) suatu cincin hitam bermaterial lembut yang keluar ke permukaan dari beberapa jenis karang otak dan karang massif pada terumbu karang di Carribean Barat yang dicirikan oleh pemusatan warna kehitaman atau berbentuk seperti bulan sabit, penyakit tersebut disebabkan oleh kombinasi Cyanobakteri dengan bakteri pengoksidasi sulfide dan bakteri pengurai sulphur. Cyanobakteri mematikan jaringan dengan cara mengkonsumsi jaringan karang hidup melalui permukaan koloni, sehingga yang tersisa rangka karang (Richardson et al., 1998). Black Band Disease disebelah barat alantik, pada umumnya menyerang terumbu karang massif, hasil observasi pada 16 jenis karang disebelah barat Atlantik dan 26 spesies karang di laut Merah dan Indo-Pasifik terinfeksi BBD. Jumlah karang yang terinfeksi BBD berfluktuasi, tetapi BBD sering ditemukan pada kedalaman rendah, sehingga kedalaman diatas 100 kaki . aksi BBD meningkat pada akhir musim panas suhu tinggi (Green and Brckner, 2000). C. Bakteri Laut. 1. Bakteri. Bakteri merupakan mikroba uniseluler, yang pada umumnya tidak mempunyai klorofil. Namun beberapa jenis mikroba yang melakukan fotosintesis dan reproduksi aseksualnya secara pembelahan istilah bacterium diperkenalkan oleh Ehrenberg pada tahun 1828, diambil dari kata Yunani yang memiliki arti “small stick” (Schlegel, 1994). Bakteri memiliki flagella yang tumbuh dalam membran sel, berupa struktur yang menyerupai benang panjang, berbentuk seperti cambuk. Flagella ini merupakan alat gerak bakteri yang bergerak dengan cara mendorong bakteri dalam cairan, misalnya air (Gaman dan Sherington, 1994).

23

2. Morfologi Sel Bakteri Morfologi koloni bakteri (Gambar 10). Pada umumnya ukuran tubuh bakteri sangat kecil, umumnya bentuk tubuh bakteri baru dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Bakteri adalah sel prokariot yang khas, bersifat uniseluler dan tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya. Sel bakteri ada yang berbentuk bulat, batang atau spiral. Umumnya bakteri memiliki diameter antara 0,5-2,5 pm (Pelczar dan Chan, 1988). Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Bakteri tersebar berada di mana-mana di tanah, air dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Menurut Dwidjoseputro (2001) berdasarkan bentuknya, bakteri dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu: a. Kokus (Coccus) dalah bakteri yang berbentuk bulat seperti bola, dan mempunyai beberapa variasi sebagai berikut: Mikrococcus, jika kecil dan tunggal. Diplococcus, jka bergandanya dua-dua, Tetracoccus, jika bergan dengan empat dan membentuk bujursangkar, Sarcina, jika bergerombol membentuk kubus, Staphylococcus, jika bergerombol, Streptococcus, jika bergandengan membentuk rantai b. Basil (Bacillus) adalah kelompok bakteri yang berbentuk batang atau silinder, dan mempunyai variasi sebagai berikut: Diplobacillus, jika bergandengan duadua, Streptobacillus, jika bergandengan membentuk rantai. c. Spiril (Spirilum) adalah bakteri yang berbentuk lengkung dan mempunyai variasi sebagai berikut: Vibrio, (bentuk koma), jika Iengkung kurang dari setengah Iingkaran, Spiral, jika Iengkung lebih dari setengah Iingkaran (Gambar 3).

24

Gambar 3. Bentuk – bentuk Sel Bakteri (Sumber : Kayser, 2005). Kebanyakan bakteri berukuran kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 pm. Umumnya bakteri memiliki dinding sel, seperti sel hewan dan jamur, tetapi dengan komposisi yang sangat berbeda. Banyak bakteri yang bergerak menggunakan flagella, yang berbeda dalam strukturnya dari flagella kelompok lain (Pelczar dan Chan. 1988). Bakteri dapat ditumbuhkan dalam suatu medium agar dan akan membentuk penampakan berupa koloni. Koloni sel bakteri merupakan sekelompok massa 20 sel yang dapat dilihat dengan mata langsung. Penampakan koloni bakteri dalam media lempeng agar menunjukkan bentuk dan ukuran koloni yang khas, dapat dilihat dari bentuk keseluruhan penampakan koloni, tepi dan permukaan koloni. Koloni bakteri dapat berbentuk bulat, tak beraturan dengan permukaan cembung, cekung atau datar serta tepi koloni rata atau bergelombang (Gambar 4).

25

Gambar 4 Bentuk Bentuk Koloni Bakteri (Sumber : Cappucino, 1987) 3. Nutrisi bakteri Bakteri membutuhkan nutrient sebagai sumber energi, bahan makanan yang diperlukan terdiri dari air, sumber energi, sumber karbon, sumber aseptor elektron, sumber mineral, nitrogen, molekul' besar seperti protein, karbohidrat, lemak, atau senyawa organik lain di dekomposisi metabolisme tubuh bakteri tersebut menjadi molekul-molekul tunggal seperti asam amino, metana, gas C02, serta molekulmolekul lain yang mengandung nutrisi utama (Plezer et al., 1988). 4. Perkembangbiakan Bakteri Bakteri umumnya melakukan reproduksi atau berkembang biak secara aseksual (vegetatif = tak kawin) dengan membelah diri, pembelahan sel pada bakteri adalah pembelahan biner yaitu setiap sel membelah menjadi dua. Reproduksi bakteri secara seksual yaitu dengan pertukaran materi genetik dengan bakteri lainnya (Pelczar dan Chan, 1988).

26

5. Karakteristik dan Habitat Bakteri Laut. Karakteristik bakteri laut ialah untuk pertumbuhannya memerlukan air laut atau kadar garam, sehingga bakteri laut digolongkan ke dalam kelompok bakteri halofilik (NaCI). Berdasarkan toleransi kadar garamnya, menurut Ogenski dan Umbreit (1959) bakteri taut hanya dibagi dua yaitu bakteri halofilik moderat yaitu bakteri yang untuk pertumbuhannya memerlukan 1 % hingga 20% NaCl sedangkan bakteri halofilik ekstrim yaitu bakteri yang memerlukan konsentrasi NaCl lebih dari 15% hingga 31%. Bakteri laut 95% adalah Gram negatif, sebagian aktif bergerak, 70% mengandung pigmen dan mempunyai toleransi yang besar terhadap suhu tetapi sensitif terhadap suhu tinggi (Pelczar dan Chan, 1988). Mampu hidup dalam tekanan hidrostatik yang ekstrim di laut yang sangat dalam (palung/trench). Berdasarkan taksonominya bakteri dimasukkan ke dalam kategori prokaryota oleh karena selnya tidak mempunyai kompartemen nukleus (inti sel). Sedangkan sel yang mempunyai kompartemen nukleus disebut eukariota, yaitu biota tingkat tinggi yang sudah mempunyai susunan jaringan tubuh yang lengkap. Prokaryota dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu eubakteria dan archaebakteria. Eubakteria adalah bakteri yang sudah dikenal secara umum. Sedangkan yang termasuk kelompok archaebakteria adalah bakteri penghasil metan, bakteri yang ekstrim halofil (kadar garam) dan ekstrim termofili (suhu). Bakteri ekstrim halofil adalah bakteri yang hidup pada saturated brine (kadar garam yang sangat tinggi) dan ekstrim termofil adalah kelompok bakteri yang hidup pada suhu lebih besar dari 800C (Fenchel, 2001). Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme yang memiliki sifat uniselluler, umumnya tidak memiliki klorofil, ada yang fotosintetik dan reproduksi aseksual

27

dengan cara pembelahan baik transversal maupun biner (Sartini, 2006). Pada tubuh karang, bakteri berkembang pada beberapa tempat yaitu lapisan lendir permukaan (termasuk rongga gastrodermal) (Gambar 5) (Winter, 2013), dan gastrodermis serta skeleton kalsium karbonat (Rosenberg et al, 2007).

Gambar 5. Struktur jaringan pada polip yang ditempati bakteri (Sumber: Rosenberg, 2007). Selain itu, meskipun berbeda lapisan lendir hal ini memungkinan untuk dijangkit oleh bakteri yang berbeda. Kelimpahan bakteri pada jaringan lendir diperkirakan 10 5 – 106 bentuk unit koloni (cfu). Bakteri juga berkoloni pada jaringan karang dan jumlah bakteri yang bisa dikultur serta total jumlahnya hampir sama dengan di jaringan lendir. Bakteri berperan dalam hadirnya penyakit karang. Di Karibia, karang Favidae merupakan salah satu genus karang yang terinfeksi penyakit karang (Lopez et al, 2003) sedangkan Cyanobacteria ditemukan pada skeleton Oculina patagonica yang menghasilkan senyawa organik (dihasilkan melalui fotosintesis) ke jaringan karang (Alsumard et al., 1995). Pada BBD ada tiga patogen paling utamaya itu Cyanobacteria, Beggiatoa sp, Desulfovibri (Viehman, 2000).

28

Bakteri laut memiliki kecenderungan untuk berasosiasi dengan suatu lapisan permukaan padat. Penyebaran bakteri di laut dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti gerakan air laut, jarak dari pantai, kedalaman, cahaya matahari, iklim dan organisme lain (Sidharta, 2000). Menurut Fenchel (2001) bakteri laut dapat dikelompokkan ke dalam dua grup, yaitu: a. Bakteri Indigeneus yag tidak tumbuh pada medium tanpa air taut, misalnya Beggiato, Thiotrix, Thiovolum, dan Thiobaccillus. b. Bakteri transies yang habitat airnya bukan air laut, tetapi tahan terhadap garam sehingga dapat hidup di dalam air laut, misalnya Bacillus, Corynebacterium, Actinomyces, dan Sarcina. c. Selain itu di dalam air laut juga mungkin terdapat bakteri haloilik, yaitu bakteri yang membutuhkan konsentrasi garam tertentu untuk pertumbuhannya Spiririllum, Vibrio parahaemolyticus. Menurut Schlegel (1994) bakteri dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu: bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang terdiri atas lapisan peptidoglikan yang tebal dan asam teichoic. Dinding sel bakteri Gram positif mengandung lipida yang rendah, sehingga sewaktu penambahan alkohol terjadi dehidrasi dan pengecilan lubang pori-pori. ini menyebabkan zat warna tetap terikat, dan sel tetap berwarna ungu. Bakteri Gram negatif di dasarkan pada perbedaan struktur dinding sel yang mengandung lipida yang tinggi, sehingga sewaktu terjadi pencucian dengan laruan pemucat menyebabkan pembesaran lubang pori-pori dan peningkatan permeabilitas zat warna, pencucian menyebabkan kompleks zat warna pertama terlepas, dan sel akan mengabil zat warna kedua sehingga dinding sel berwarna merah.

29

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri laut atau kondisi untuk pertumbuhan optimum adalah suhu, derajat keasaman atau pH, konsentrasi garam, sumber nutrisi, zat zat sisa metabolisme dan zat kimia. Austin (1987) menemukan bakteri di ekosistem laut berbentuk : coccus (bulat), bentuk bacillus (batang), bentuk vibrioid (koma), bentuk spirallioid (spiral). Ada beberapa bakteri laut mempunyai sifat fisiologis yang khusus dengan sifat utama yaitu dapat mematikan jaringan karang misalnya bakteri flavobacterium. 6. Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri Laut. a. Faktor biotik Bentuk jasad, Sifat jasad, terutama di dalam kehidupannya, apakah toleran terhadap suatu perubahan yang tiba - tiba ada, baik yang datang dari lingkungan yang bersifat hidup salah satu contohnya yaitu hama. Kemampuan jasad untuk menyusaikan diri dan tumbuh berkembang. sekali ditemukan kehadiran jasad yang hidup sebagai biakan murni, tetapi selalu berada di dalam asosiasi dengan jasadjasad lainnya. b. Faktor abiotik Bakteri laut, seperti halnya makhluk hidup lainnya, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor abiotik (fisik dan kimia) lingkungan sekitarnya. Faktor-faktor abiotik tersebut adalah sebagai berikut: 1. Suhu. Suhu merupakan salah satu faktor yang penting bagi pertumbuhan organisme, karena suhu sangat berpengaruh terhadap proses kimiawi dan biologi. Kaidah umum menunjukkan bahwa reaksi kimia dan biologi meningkat dua kali lipat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10°C (Austin, 1987).

30

Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Faktor – faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi bakteri adalah Suhu, beberapa jenis mikroorganisme dapat hidup pada daerah suhu yang luas, sedangkan yang lainnya pada daerah yang terbatas, sehingga untuk masing masing mikroorganisme dikenal dengan suhu minimum, optimum dan maksimum (Suriawira, 1985). Semua proses pertumbuhan bakteri bergantung pada reaksi kimia dimana adanya laju reaksi yang dipengaruhi oleh suhu, keragaman suhu dapat mengubah proses metabolisme tertentu selain morfologi dari sel bakteri (Pelczar dan Chan, 1988). Setiap spesies bakteri tumbuh pada kisaran suhu tertentu. Bakteri psikrofil mampu tumbuh pada suhu minimum 0-50C, optimum 5-150C, dan maksimum 15200C. Bakteri mesofil dapat tumbuh pada suhu minimum 10-200C, optimum 20-400C dan maksimum 40-450C. Bakteri yang dapat tumbuh pada suhu minimum 25-450C, optimum 45-600C dan maksimum 60-800C disebut dengan bakteri termofil (Lay, 1994). Menurut Wood (1983) bakteri taut pada 370C akan terbunuh sebanyak 42%, sedang pada suhu 450C hanya tinggal 15% sel yang bertahan hidup. Menghangatkan sesaat ketika melakukan inokutasi pada suhu 30-400C tidak menyebabkan terbunuhnya bakteri, karena sebagian besar bakteri baru akan terbunuh bita berada pada kisaran suhu tersebut selama lebih dari 10 menit (Zobell dan Conn, 1940). Pada tahun 1967 di Yellow Stone Park ditemukan bakteri yang hidup dalam sumber air panas bersuhu 930-5000C. Pada umumnya bakteri memerlukan kelembapan yang cukup tinggi, kira-kira 85%. Pengurangan kadar air dari

31

protoplasma menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan (Lalli and Parsons, 1995). 2. Salinitas Salinitas adalah kadar garam terlarut dalam air. Satuan salinitas adalah per mil (0/00), yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang terkandung dalam 1000 gram air taut. Salinitas merupakan bagian dari sifat fisik kimia suatu perairan, selain suhu, pH, substrat dan lain-lain. Salinitas di pengaruhi oleh pasang surut, curah hujan, penguapan, presipitasi dan topografi suatu perairan. Akibatnya, salinitas suatu perairan dapat sama atau berbeda dengan perairan Iainnya, misalnya perairan darat, laut dan payau. Kisaran salinitas air laut adalah 30-350/00, estuari 5350/00 dan air tawar 0,5-50/00 (Nybakken, 1998). Tingkat salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan serta pertumbuhan mikroorganisme di perairan. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran air sungai. Salinitas permukaan air laut sangat erat kaitannya dengan proses penguapan dimana garam-garam akan mengendap atau terkonsentrasi (Nontji, 1987). Aksomkoae (1993) menyatakan bahwa salinitas merupakan lingkungan yang sangat menentukan perkembangan organisme. Beberapa garam sangat efektif mempengaruhi suhu pertumbuhan bakteri yaitu NaCl, LiCI, MgCl2, KCI2, RbCI (Ljunger, 1962). Menurut Nontji (1993) di perairan samudera salinitas biasanya berkisar antara 34-35 ppm. Di perairan pantai karena terjadi pengenceran, salinitas bisa turun rendah. Seiring pendapat Hutabarat dan Evans (1985) bahwa daerah estuaria adalah daerah dimana kadar salinitasnya berkurang karena adanya pengaruh air tawar yang masuk dan juga disebabkan oleh terjadinya pasang surut di daerah itu.

32

Sebaliknya di daerah penguapan yang sangat kuat, salinitas bisa meningkat tinggi (Nontji, 1994). Supriharyono (2002) yaitu binatang karang tumbuh subur pada perairan dengan kisaran salinitas sekitar 34 - 360/00. 3. Kekeruhan Dengan menurunnya aktifitas fotosintesa dapat mengurangi suplay energi unuk karang sehingga berpengaruh terhadap efektifitas mikroorganisme dan kurangnya suplai energi dan ketidakseimbangan transport energi dapat mengakibatkan kesehatan karang menurun, daya tahan tubuh melemah sehingga rentan terhadap penyakit (Marubini, 1996). Kekeruhan dan sedimentasi yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan karang. Respon bentuk pertumbuhan karang terhadap tingkat kekeruhan berbedabeda, apabila karang tertutup sedimen karang akan mengeluarkan lendir untuk menghapus sedimen tersebut, jenis fungia lebih banyak mengekskresi lendir di banding dengan Porites dan Acropora (Dinsdale, 2000). Marubini (1996) kekeruhan tinggi dapat menyebabkan penetrasi cahaya matahari kurang ke dalam perairan, akibatnya aktifitas fotosintesa dari zooxantella menurun. Nilai kekeruhan yang dapat mematikan karang antara > 5-10 NTU (Babcock and Smith, 2000). 4. Arus Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan densitas air laut atau dapat pula di sebabkan oleh gerakan gelombang yang panjang (Nontji, 1987). Selanjutnya Nybakken (1998) menyatakan

bahwa

angin

mendorong

bergeraknya

air

permukaan

yang

menghasilkan suatu gerakan arus horisontal yang lamban dan mampu mengangkut suatu volume air yang sangat besar melintasi jarak jauh di lautan.

33

Pergerakan air (arus) diperlukan untuk tersedianya aliran yang membawa nutrient dan bahan bahan organik yang di perlukan oleh karang dan zooxanthellae makanan dan oksigen serta menghindarkan karang dari pengaruh sedimentasi menutupi pemukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang (Haapkyla et al., 2009). 5. pH Air dapat bersifat asam atau basa tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hydrogen didalam air. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH antara 6,5- 7,5. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat basa (Sunu, 2001). Sebagian besar bakteri memiliki nilai pH minimum dan maksimum antara 4 dan 9 dalam pertumbuhannya. Pada umumnya pH optimum pertumbuhan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun, beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan asam atau basa (Pelczar dan Chan, 1988). Mikroba memiliki pH minimum, maksimum, dan optimum. Bakteri memerlukan pH 6,5 - 7,5 ; Khamir 4,0 - 4,5 sedangkan jamur mempunyai kisaran pH yang luas, Mikroorganisme aquatik biasanya tumbuh baik pada pH 6,5-8,5. Air laut memiliki pH 7,5-8,5 dan sebagian besar mikroorganisme taut tumbuh baik pada media kultur dengan pH 7,2-7,6 (Hidayat et al., 2006). Derajat keasaman (pH) menunjukkan aktivitas ion hydrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hydrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu. Berdasarkan pH yang ada, mikroba dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: a. Asidofil, mikroba yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-5,0 b. Neurofil, mikroba yang dapat tumbuh pada kisaran pH 5,5 - 8,0

34

c. Alkalifil, mikroba yang tumbuh pada kisaran pH 8,4 - 9,5 6. BOT (Bahan Organik Terlarut) Kandungan bahan organik total suatu perairan sangat erat kaitannya dengan jumlah nutrient yang masuk ke perairan dan di pengaruhi oleh keterdekatan lokasi dengan daratan utama. Sebagian besar bahan dibuangan organik yang dapat diuraikan oleh organisme mikro yang berada di dalam perairan, tetapi beberapa komponen organik seperti lignin, sellulosa,dan batu bara tidak dapat atau sukar di urai oleh mikroorganisme. Komponen komponen tersebut akan menutupi daerah perairan, memperdangkal daerah perairan dan juga dapat mengakibatkan turunnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air (Wardoyo, 1974). Bahan organik terlarut mengandung karbon, nitrat, fosfat, ammonia dan beberapa

mineral

yang

merupakan

nutrient

bagi

pertumbuhan

dan

perkembangbiakan mikroba (Sidharta, 2000). Kandungan bahan organik total suatu perairan sangat erat kaitannya dengan jumlah nutrient yang masuk keparairan dan dipengaruhi oleh keterdekatan Iokasi dengan daratan utama, selanjutnya menurut Koesbiono (1981) menyatakan bahwa kadar bahan organik total dalam air laut biasanya rendah dan tidak melebihi 3 mg/I. selanjutnya dikatakan bahwa bahan organik terlarut bukan hanya sebagai sumber energi, tetapi juga sebagai sumber bahan organik esensial bagi organisme perairan. Bahan organik total diperairan ini dapat berupa bahan organik hidup (seston) dan bahan organik hidup (tripton dan detritus). Tingginya kadar BOT akan meningkatkan pertumbuhan mikroba patogen dan merugikan kesehatan karang (Kline et al., 2006). BOT mengandung karbon, nitrat, fosfat, Amonia, dan beberapa mineral yang merupakan nutrien bagi pertumbuhan dan perkembang biakan mikroba patogen (Sidarta, 2000), sehingga BOT yang tinggi

35

secara tidak langsung dapat mengakibatkan dan memicu perkembagan penyakit pada karang. Brown et al., (1986), menyatakan bahwa bahan organik partikulat di air laut yang berukuran antara 5-10 pm, dapat dibagi lagi menurut ukurannya. Partikel terkecil terdiri dari bakteri, seluler, material detritus, rangka diatom, partikel anorganik dan yang terutama mineral lempung dan Fe (OH)3 bahan organik terlarut lebih kecil dari 5 pm umumnya terdiri dari bakteri-bakteri yang hidup bebas dan mendapatkan makanan dari pecahan-pecahan kecil detritus yang terlarut dalam campuran organik. 7. DO (Disolved Oksigen) Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen Demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukkan jumlah oksigen (02) yang tersedia dalam suatu adan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar (Rakhman, 1999). Bakteri dibagi dalam 3 kelompok menurut keperluannya akan oksigen: 1.

Aerobobligat, bakteri ini selalu memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya.

2.

Anaerob obligat, kelompok ini dapat tumbuh bila tidak ada oksigen.

3.

Fakultatif anaerob, kelompok bakteri ini dapat tumbuh dalam keadaan dengan atau tanpa oksigen, meskipun pertumbuhannya jauh Iebih cepat jika ada oksigen.

Oksigen merupakan faktor pembatas dalam pembentukan kehadiran makhluk hidup didalam air, kepekatan oksigen terlarut tergantung pada suhu, kehadiran tanaman fotosintesis, tingkat penetrasi cahaya yang bergantung kepada kedalaman

36

dan kekeruhan air, tingkat kederasan aliran air, dan jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang mati atau Iimbah industri (Sastra wijaya, 1991). Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 ppm. Oksigen dapat menjadi faktor pembatas dalam penentuan kehadiran organisme air (Sastrawijaya, 1991). Riley dan Chester (1971) mengatakan bahwa kriteria kualitas air dengan nilai sebesar < 5 atau > 10 ppm termasuk kategori tercemar. 8. Nitrat Nitrat (N03) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam sikius nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi ammonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang yang mendapatkan energi dari proses kimiawi (Novotny and Olem, 1994). Menurut Ulqodry et al., (2009), kandungan nitrat dalam suatu perairan dapat menjadi indikator kesuburan perairan tersebut, kadar nitrat layak diperairan adalah 0,9-3,5 ppm. Dalam keadan cukup oksigen terlarut (aerob), nitrogen dapat diikat oleh organisme renik (bakteri) yang kemudian diubah menjadi nitrat. Jika terdapat nitrat dengan konsentrasi cukup tinggi dalam sebuah perairan, diduga terdapat organisme renik yang melakukan aktifitas mengikat nitrogen dan mengubahnya menjadi nitrat dan perairan tersebut semakin subur.

37

Kelebihan nutrien terutama nitrogen terutama nitrogen dan senyawa karbon dapat mempercepat pertumbuhan penyakit pada koloni koral. Endapan bahan organic dapat menutupijaringan karang (polip) dan memberikan nutrisi bagi mikroorganisme penyebab penyakit pada karang. Nitrat yang tinggi di perairan dapat meningkatkan densitas zooxantella, hal ini dapat menyebabkan perubahan keseimbangan terhadap energi, karbonioksida dan transport nutrient dari zooxantella ke karang (Marubini, 1996). Nitrat (N03) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses yang penting dalam siklus nitrogen. Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Senyawa ini merupakan salah satu senyawa yang berfungsi dalam merangsang pertumbuhan biomassa laut, sehingga secara Iangsung dapat mengontrol perkembangan produksi primer. oleh sebab itu, konsentrasi nitrat yang berlimpah dalam air laut berhubungan erat dengan kesuburan suatu perairan. 9. Fosfat Fosfat sangat diperlukan oleh mikroorganisme yakni Cyanobakteri dalam proses metabolisme sel dan penyusunan ikatan firrofosfat untuk fotosintesa serta metabolisme asam amino, Fosfat yang terdapat di kolom air digunakan oleh fitoplankton, ganggang, tumbuhan air, bakteri untuk metabolisme tubuhnya. Melalui proses dekomposisi organisme mati (zat organik) oleh bakteri fosfor kembali dilepaskan ke lingkungan perairan (Koesbiono, 1981). Fosfat

merupakan

salah

satu

unsur

esensial

bagi

metabolisme

dan

pembentukan protein, fosfat yang diserap oleh jasad hidup nabati perairan. Sumber utama fosfat terlarut dalam perairan adalah hasil pelapukan, mineral yang

38

mengandung fosfor serta bahan organik seperti hancuran tumbuh tumbuhan. Fosfat yang terdapat dalam air laut berasal dari hasil dekomposisi organisme, run-off dari daratan (erosi tanah), hancuran dari bahan-bahan organik dan mineral fosfat serta masukan Iimbah domestik yang mengandung fosfat. Selain itu, fosfor merupakan unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi bakteri serta dapat mendorong kemampuan bakteri untuk membentuk vitamin yang berfungsi sebagai faktor pertumbuhan (Brockman et al., 1989). D. Bakteri Asosiasi Karang Batu (Stony Coral) Komunitas bakteri yang berasosiasi dengan Stony Coral sebagian besar adalah Proteobacteria, Bacteroidetes, Cilliata, Firmicutes, dan Actinomycetes. Mikroba yang potensial

sebagai

target

penghasil

senyawa

aktif

adalah

Cyanobacteria,

Actinomycetes bakteri Pseudomonas (Taylor et al. 2007). Weil et al., (2009) menemukan bakteri pada karang yang terinfeksi penyakit di LA Parguera yaitu Phormidium coralliticum, Desulfovibrio, Beggiatoa sp. (BBD), Oscillatoria sp dan Cyanobakteri (RBD), Vibrio harvey, Charcariae (WBD), Aurantimonas coralicida (WP), Vibrio sp (UWS), Serratia marsences (WPX) dan Vibrio sp (DSD). Selanjutnya Sutherland (2010) menemukan Faecalentrobacterium, serratia marcescens pada Acropora palmate yang terinfeksi penyakit White POX (WPX). Berdasarkan hasil T-RFLP analisis pada karang yang terinfeksi BBD ditemukan jenis lain selain Cyanobacteria yaitu lima jenis dari devisi Firmicutes dan dua jenis Cythopaga-Flexibacter-Bacteriodes ditemukan pada karang yang tidak sehat (Lopez, 2004). Menurut Rosenberg (2007) bakteri menempati tiga habitat pada polip yaitu lendir yang

terdapat

pada lapisan permukaan koloni,

jaringan temasuk rongga

gastrodermal dan skeleton. Bakteri yang ditemukan pada penelitian ini kemungkinan

39

berasa dari karang Acropora yang sehat, Sabdono dan Radjasa (2006) menemukan bakteri Cytophaga- Flavobacterium-Bacteriodes pada karang Acropora yang sehat. Flavobacterium

adalah

genus

terbesar

yang

ditemukan

pada

GA.

Flavobacterium merupakan bakteri pathogen oportunistik, dapat menyebabkan penyakit pada organisme yang tidak mempunyai immunokompetensi (Levinson, 2008). Flavobacterium columnare menyebabkan penyakit kolumnaris (Columnaris disease) pada insang Channel Cat fish dan pads kulit ikan Rainbow. Trout fingerling (Durborow, 1998). Bakteri Vibrio dikenal sebagai baeri proteolotik yaitu bakteri yang memproduksi enzim protease ekstraselluler (enzim pemecah protein). Aktivitas enzim protease ekstraselluler yang mengakibatkan pecahnya protein pada dinding sel sehingga memudahkan penetrasi bakteri ke dalam sel dan merusak jaringan sel karang (Rosenberg, 2007 ; Susman et al., 2003). Protozoa merupakan hewan-hewan yang berukuran mikroskopik dan bersifat uniselluler (Djide, 2006) Bourne (2008) menyatakan bahwa penyakit brown band disease yang menginfeksi jenis karang Acropora muricata disebabkan oleh sekelompok Ciliata. Berdasarkan hasil identifikasi, Ciliata tersebut merupakan jenis Helico stomanonatum.

40

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian diIaksanakan pada bulan Juni 2013 - Desember 2014. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Pulau Barrang Lompo Kota Makassar (Gambar 6). Parameter kualitas air seperti suhu, salinitas, pH, kecepatan arus, DO diukur Iangsung di Pulau Barrang Lompo, Sedangkan pengukuran Nitrat, Fosfat dan BOT dilakukan di Laboratorium Oseanografi Kimia, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Perhitungan dan identifikasi bakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi laut Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Uji Biokimia dilakukan di laboratorium mikrobiologi fakultas Kedokteran UNHAS.

Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian.

41

B. Alat dan Bahan Alat yang akan digunakan yaitu perahu untuk sarana transpotasi pengambilan sampel, Peralatan selam SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus) serta alat selam dasar, GPS (Global Position System) untuk menentukan posisi, kotak pendingin (Cool Box) untuk menyimpan sampel dalam skala besar, sabak sebagai alat tulis menulis di bawah air, kompas untuk menentukan arah, klipel sebagai penjepit, kantong plastik untuk menaruh sampel karang. cawan petri sebagai tempat media, mikroskop untuk pengamatan, buku identifikasi karang, Autoklaf sebagai pensterilan dengan menggunakan uap, ose lurus, ose bulat untuk proses inokulum, hot plate with magnetic stirrer pemanas larutan, Enkas sebagai ruang pengerjaan aseptik, mikropippet sebagai penyedot sampel lendir, inkubator sebagai tempat inkubasi, autokiaf sebagai sterilisasi media dan alat, centrifuge sebagai penghomogenan larutan, tabung erlenmeyer sebagai tempat pencampuran larutan, bunsen sebagai pembakar, kamera sebagai dokumetasi. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel lendir dari karang Pachyseris, SSW (Salt Sucrose Water) terdiri dari sucrose, air laut steril, medium TCBSA (Thiosulfate Citrat Bile Salts Sucrose Agar), Alkohol 70% sebagai bahan sterilisasi, Aquades untuk membersihkan dan mensterilkan alat, kertas label sebagai tanda pengenal di cawan petri dan tabung, dan botol sampel tempat menaruh sampel lendir karang. bahan untuk pewarnaan gram Kristal Violet, Larutan Lugol, Alkohol 96%, Safranin. Bahan untuk uji Biokimia Agar Simmon Citrat (Difco), air Fuksin, air suling, alcohol 95 % barrit, Fenol merah, glukosa, indikator methyl red, Kalium Hidroksida 0,1 N, karbolgenital violet, Kovacs, laktosa, lugol, matosa, manitol, minyak imersi, motil indol, Nutrient agar, Nutrient Broth, Potato Dextrose Agar dan Sukrosa.

42

C. Prosedur Penelitian 1. Tahap persiapan Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui gambaran awal tentang kondisi lokasi penelitian, studi literatur untuk memperdalam pemahaman materi penelitian yang akan dilakukan serta persiapan alat yang akan digunakan selama penelitian dilapangan. 2. Karang Pachyseris sp. yang Terinfeksi Penyakit BBD. Identifikasi karang batu yang terinfeksi penyakit BBD berdasarkan petunjuk buku Corals of the World (Veron, 2000), Identifikasi penyakit dengan mengikuti petunjuk Woesik et al., (2009) dan Raymundo et al., (2008). Pengambilan sampel karang Pachyseris sp. hanya pada koloni yang terinfeksi BBD koloni yang terinfeksi BBD. Koloni yang terinfeksi BBD dicirikan Band berwarna hitam seperti pita tebal dengan dengan ketebalan 7 - 8 mm yang terletak di antara skeleton sehat dan skeleton yang sudah mati (putih), pengambilan sampel dengan cara free sampling, koloni di ambil dengan menggunakan alat selam dasar SCUBA dengan ke dalaman 3-10 meter pengamatan di lakukan secara Iangsung visual. sampel karang Pachyseris sp. yang terinfeksi BBD didokumentasikan dengan menggunakan kamera bawah laut. 3. Pengambilan cuplikan pada Karang Pachyseris sp. yang terinfeksi BBD. Pengambilan cuplikan karang Pachyseris sp. dilakukan dengan mengambil ± 2 cm. setelah itu sampel karang Pachyseris sp. dimasukkan kedalam kantong sampel yang diisi dengan media air laut gliserol 30%, kemudian dimasukkan kedalam cool box yang telah diisi es batu. untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium mikrobiolgi laut FakultasIlmu Kelautan dan Perikanan UNHAS.

43

4. Identifikasi Bakteri. a. Sterilisasi. Semua peralatan yang akan digunakan pada isolasi bakteri disterilkan terlebih dahulu. Peralatan yang terbuat dari gelas, disterilkan dalam oven pada suhu 1800C selama 2 jam, sedangkan alat-alat yang tidak tahan pada pemanasan dengan suhu tinggi, disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 2 atm selama 15 menit. b. Pembuatan Medium.  Pembuatan medium SSW (Salt Sucrose Water). Pembuatan medium SSW bertujuan untuk menumbuhkan bakteri yang diambil dari sampel karang Pachyseris sp. (Kalimutho, 2007). Menimbang 30 gram sucrose, 1 gram yeast, 5 gram pepton dan 15 gram agar bacto dengan menggunakan timbangan digital, dilarutkan dalam air laut steril 1000ml, memanaskan dengan menggunakan Hot Plat With Magnetik Stirer dengan suhu 2000C sampai campuran tercampur rata dan berwarna bening, setelah selesai, campuran medium dituang ke dalam Tabung Erlen Meyer menutup dengan menggunakan kapas dan kertas alumunium foil agar tidak terkontaminasi dengan udara luar, terakhir mensterilkan media di dalam autoklaf dengan suhu 1210C dan 2 atm selama 20 menit.  Pembuatan Medium TCBSA. Pembuatan medium TCBSA (Thiosulfat Citrat Bile Salts Sucrose Agar) bertujuan untuk menumbuhkan bakteri Vibrio (Dwidjosepuro, 2001). Menimbang 44,5 gram bahan TCBSA (Thiosulfat Citrat Bile Salts Sucrose Agar) dengan menggunakan timbangan digital, dilarutkan dalam air laut steril 500ml, Memanaskan larutan dengan menggunakan Hot Plat With Magnetic Stirer dengan suhu 2000C sampai campuran tercampur merata, Setelah selesai, campuran

44

medium dituang kedalam Tabung Erlenmeyer dan tutup dengan menggunakan kapas dan kertas alumunium foil agar tidak terkontaminasi dengan udara luar. c. Pengenceran. Tujuan pengenceran adalah supaya diperoleh isolat yang tidak begitu padat dan mewakili semua jenis bakteri yang terdapat pada sampel. Pengenceran dilakukan dengan mengambil 1 ml dari larutan lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml air laut steril (pengenceran 10-1) kemudian dikocok dengan vortex, selanjutnya pipet 1 ml sampel dari tabung pengenceran 10-1, lalu dimasukkan ke dalam tabung pengenceran 10-2, dikocok dengan vortex. Mengulangi prosedur pengenceran hingga 10-6. Sampel bakteri dari pengenceran 10-4-10-5-10-6 ditanam pada medium Salt Sucrose Water (SSW) dan Medium Thiosulfat Citrat Bile Salts Sucrose Agar (TCBSA) dengan cara tuang, diinkubasi pada suhu 300C selama 24 jam. Setelah inkubasi 24 jam dilakukan pengamatan morfologi sel koloni yaitu bentuk, warna, elevasi dan tepi. Koloni yang memiliki morfologi yang berbeda dipisah dengan cara mengambil koloni dengan ose kemudian dilakukan pemurnian medium Salt Sucrose Water (SSW) dan Medium Thiosulfat Citrat Bile Salts Sucrose Agar (TCBSA) dengan cara metode zig zag lalu diinkubasi pada suhu 300C selama 24 Jam. d. Inokulasi. Jarum ose disterilkan dengan cara pemanasan langsung hingga memijar. sampel karang Pachyseris sp. yang terinfeksi BBD dibilas dengan menggunakan air laut steril. Mengambil Sampel tendir sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipektor skala 5 ml. Karang yang mempunyai sedikit lendir dihaluskan dengan digerus hingga hancur kemudian dilarutkan dalam air taut steril dan homogenisasi dengan menggunakan vortex.

45

Pemurnian bakteri dilakukan dengan mengambil setiap koloni yang berbeda berdasarkan warna, bentuk koloni, tepi, elevasi, dan ditanam pada medium SSW dan TCBSA agar diinokulasi dengan menggunakan ose bulat dengan metode zigzag, diinkubasi di dalam inkubator 300C selama 24 jam (Kalimutho, 2007). e. Pewarnaan Gram. Apabila biakan sudah murni yang ditandai dengan bentuk, warna, elevasi dan tepi yang sama dilakukan pewarnaan Gram berdasarkan petunjuk Cappucino dan Sherman (1987). Pewarnaan gram dilakukan dengan membuat olesan tipis suspensi dari isolat bakteri berumur 24 jam pada gelas objek yang bersih, kemudian keringanginkan. Setelah kering, difiksasi dengan cara melewatkan bagian bawah gelas objek di atas api bunsen. Selanjutnya hapusan bakteri ditetesi dengan larutan kristal violet selama 1 menit. Dibilas dengan air kran. Kemudian ditetesi dengan larutan iodine dan dibiarkan selama 1 menit. Dibilas dengan air kran. Membilas dengan alkohol 96% selama 20 detik. Dibilas dengan air kran. Ditetesi dengan safranin selama 45 detik. Kemudian dibilas dengan air kran, diletakkan di atas kertas serap (Gambar 7). Mengamati hasil pewarnaan di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x untuk memperjelas morfologi sel bakteri ditetesi dengan minyak imersi di atas cover glass dan perhitungan koloni bakteri dengan menggunakan koloni counter. Sel bakteri Gram positif akan berwarna ungu hingga biru, sedangkan bakteri Gram negatif akan berwarna merah.

Gambar 7 Tahapan Pewarnaan Gram (Kayser, 2005).

46

f.

Perhitungan Bakteri. Perhitungan jumlah total koloni bakteri bertujuan untuk mengetahui total bakteri

(Standard Operating Procedure Mikrobiology, 2005). Untuk mendapatkan nilai produktivitas, digunakan rumus:

N

c

1 x n1  0,1 x n2 x (d )

Keterangan N

: Jumlah koloni, dinyatakan dalam koloni per ml.

C

: Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung

n1

: jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung

n2

: jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung

d

: pengenceran pertama yang dihitung.

g. Uji Aktivitas Biokimia Bakteri Identifikasi bakteri dilakukan berdasarkan hasil pengamatan morfologi koloni, morfologi sel, pewarnaan Gram dan Uji Biokimia (Cappucino dan Sherman 1987; Kalimutho et al, 2007; Spencer et al., 2007). Hasil pengamatan dicocokkan dengan kunci determinasi buku Bergey’s Determinative Bacteriology (Bread et al., 1957), dan buku identifikasi lainnya (Barrow & Feltham, 1993, Mac Faddin, 1983; Austin & Austin, 1993; Buller, 2004). Tahapan dalam identifikasi dimulai dari isolasi awal, pemurnian koloni, Uji Biokimia dan Identifikasi spesies bakteri berdasarkan hasil uji Biokimia. Uji Biokimia di lakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenis bakteri yang dapat hidup di karang yang terinfeksi penyakit. (Sherman, 1987). Uji fermentasi Gula, H2S dan gas dengan TSIA, Isolat bakteri diinokulasi

47

kedalam medium TSIA dalam tabung reaksi secara vertikal pada bagian Butt (dasar) dan secara streak pada bagian Slant. Medium di inkubasi pada suhu 370C selama 24-48 jam dan diamati perubahan pada medium. Uji glukosa positif jika fenol berubah warna merah menjadi kuning pada permukaan miring media (slant) berwarna merah. uji laktosa dan sukrosa positif jika terjadi perubahan warna dari warna merah menjadi kuning pada permukaan miring media dan pada bagian bawah medium juga berwarna kuning. Indikator terbentuknya H2S dengan adanya warna hitam pada medium. Terbentuknya gas ditandai dengan pecahnya medium di bagian ujung bawah tabung reaksi (Spencer et al., 2007). Uji Indol, Isolat bakteri di inokulasikan kedalam medium Nutrient Agar dan Gelatin pada tabung reaksi secara aseptik, di inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam, setelah diinkubasi, ditetesi dengan 5 tetes reagen Kovac’s. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna merah di bagian atas medium (Austin dan Austin, 1993). Uji Motilitas, Isolat bakteri di inokulasikan ke tabung reaksi yang berisi medium SIM (Sulfida Indol Motil) secara vertikal dan di inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam: Motilitas bakteri ditunjukkan adanya pertumbuhan pada permukaan medium dan tidak ada bekas pada tusukan dan bakteri non motil tumbuh di sepanjang tusukan (Sherman, 1987). Uji Methyl Red, Isolat bakteri diinokulasikan ke tabung medium MR-VP kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. kemudian ditetesi reagan indikator Methyl Red 3-4 tetes. Bila warna medium berubah menjadi warna merah artinya membentuk asam (Barrow dan Feltham, 1993). Uji Voges Proskauer, Isolat bakteri diinokulasikan ke dalam medium MR-VP inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam, masing masing tabung ditambahkan

48

larutan NaOH4 tetes, Nafthol 12 tetes, dan tabung dikocok selama 20-30 detik. Uji akan bernilai positif jika terbentuk cincin warna merah pada permukaan medium (Sherman, 1987). Uji Oxidatif atau Fermentatif (O/F), Isolat bakteri diinokulasikan tegak pada dua bush tabung O/F medium. Salah satu tabung diberi paraffin 1 ml, kemudian di inkubasi dengan suhu selama suhu 370C selama 24 jam, reaksi oksidatif terjadi jika tabung yang tidak diberi paraffin berubah warna menjadi biru (Kalimutho et al., 2007). Uji sitrat, Isolat bakteri diinokulasikan kedalam medium Simmon's Citrate Agar secara goresan vertikal, kemudian diinkubasi dengan suhu selama suhu 370C selama 24 jam, uji bernilai positif bila terjadi perubahan warna medium dari warna hijau menjadi warna biru (Austin dan Austin, 1993). Uji Hidrolisis Urea, Isolat diinokulasikan pada medium Simmon’s Citrat Agar dalam tabung reaksi secara aseptik, kemudian diinkubasi dengan suhu selama suhu 370C selama 24 jam, uji bernilai positif ditunjukkan terbentuknya warna pink (Barrow dan Feltham, 1993). Uji fermentasi Karbohidrat (Glukosa, Laktosa, Sucrosa dan Manitol), Medium Nutrient Broth ditambah dengan Brom Tymol Blue (BTB) sebagai indikator dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan gula yang di fermentasikan 12%. Tabung durham dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan disterilkan. Setelah steril isolat diinokulasikan kemudian diinkubasi dengan suhu selama suhu 370C selama 24 jam, indikator pembentukan asam laktat terjadi perubahan warna medium dari warna merah menjadi kuning tanpa pembentukan gas pada tabung durham. uji bersifat fermentasi asam campuran apabila warna medium berubah dan diikuti pembentukan gas pada tabung durham, uji akan bersifat fermentasi alkohol apabila

49

terbentuk gas pada tabung durham tanpa diikuti perubahan warna medium (Sherman, 1987). Uji Katalase, Isolat mikroba diambil dengan menggunakan jarum ose aseptik, diletakkan pada gelas obyek, kemudian diberi 2 tetes reagen H2 02 (Hydrogen Peroksida) 3 %. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya gelembung atau 02 (Spencer et al., 2007). Agar pati dimasukkan kedalam cawan petri. Isolat bakteri diinokulasikan dengan cara menempatkan satu mata ose biakkan di tengah cawan petri kemudian disebarkan seluas 0,5 cm dan di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. (Barrow dan Feltham, 1993). Uji Hidrolisis Gelatin, Isolat mikroba diinokulasikan kedalam medium Nutrient Broth+Gelatin pada tabung reaksi secara asptik. dan diinkubasi selama 24 jam. kemudian kultur diletakkan pada pendingin dengan suhu 40C selama 30 menit. Indikator pengamatan reaksi positif jika medium tetap menjadi cair, dan negatif apabila medium berubah menjadi padat (Kalimutho et al., 2007). Uji Hidrolisis Lemak, Medium Nutrient Agar yang telah disterilkan didinginkan sampai temperatur ± 500C, kemudian ditambahkan 0,4 ml minyak tumbuh tumbuhan steril, di homogenkan, setelah dingin (memadat) isolat bakteri diinokulasi dengan cara zigzag, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C selama 3 hari, menuangkan larutan CUSO4 ke dalam cawan petri setelah 15 menit CuSO4 tersebut dibuang, indikator positif jika terjadi perubahan warna menjadi hijau metalik (Waluyo, 2004). Uji Oksidasi, Pertama tama, p-amino dimethylaninine-oxalate 1% diteteskan pada kertas saring, kemudian secara aseptik satu ose penuh koloni bakteri dioleskan di atas tetesan p-amino dimethylaninine-oxalate 1%. Jika terjadi perubahan warna menjadi wana merah makan menunjukkan tes positif dan jika

50

berwarna ungu menunjukkan tes negatif (Spencer et al., 2007). 5. Pengukuran Parameter Lingkungan Parameter lingkungan yang diukur adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut DO (Dissolved Oksigen), nitrat, dan fosfat. Metode pengukuran parameter lingkungan ini adalah sebagai berikut: a) Suhu, Salinitas, pH, dan Oksigen Terlarut (DO). Suhu, Salinitas, pH, dan Oksigen Terlarut (DO), diukur dengan menggunakan alat Water Quality Cheger (MerekToa DKK - Japan ; Type : WQC - 22A). b) Kecepatan Arus Pengukuran arah dan kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan Iayanglayang arus (drift float) yakni dengan menghitung selang waktu (AT) yang dibutuhkan pelampung untuk menempuh suatu jarak (AX) tertentu, sedangkan untuk pengukuran arah arus ditentukan dengan menggunakan kompas geologi yaitu dengan cara melihat arah dari laying-layang arus. Pengukuran arah dan kecepatan arus dilakukan pada stasiun. Perhitungan kecepatan arus yang diukur di lokasi penelitian, digunakan persamaan:

V = Sit Keterangan V = Kecepatan Arus (m/dt) S = Jarak (m) t

= Waktu (dt).

51

c) Kekeruhan (NTU) Pengukuran

sampel

kekeruhan

dilakukan

dengan

menggunakan

alat

turbidymeter. Sampel air diambil pada kolom perairan untuk selanjutnya diukur tingkat kekeruhannya di laboratorium. d) Bahan Organik Terlarut (BOT) Pengukuran BOT dilakukan di laboratorium mengunakan metode permanganat dengan langkah kerja sebagai berikut: Mengambil sampel air laut sebanyak 50 ml dengan menggunakan gelas ukur dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, Menambahkan 10 ml larutan KmnO4 langsung dari buret, manambahkan 10 ml asam sulfat (H2SO4) ke dalam larutan, memanaskan larutan sampai warna larutan menjadi kecoklatan (5 menit) dan kemudian didinginkan, di titrasi dengan Natrium Oxalat sampai larutan berubah menjadi bening, dititrasi kembali dengan KmnO4 sampai menjadi warna pink atau merah stabil dan mencatat volume titran KmnO4 yang digunakan, melakukan hal yang sama dengan mengganti sampel air laut dengan aquades. Bahan organik terlarut didapat dengan menghitung jumlah titran yang digunakan rumus.

 ( X  Y ) x 31,6 x 0,01 x1000  BOT    mLsampel   Keterangan x

= ml KMnO4 untuk sampel.

y

= ml KMnO4 untuk aquades (larutan blanko).

31,6

= Seperlima dari BM KMnO4, karena tiap mol KMnO4 melepaskan 5 oksigen dalam reaksi ini.

52

0,01

= normalitas KMnO4

e) Nitrat dan Fosfat Untuk mengukur nitrat dan fosfat dilakukan di laboratorium dengan tahap sebagai berikut Pengukuran nitrat dan fosfat dilakukan dengan cara mengambil sampel air dilapangan kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel, selanjutnya disimpan ke dalam cool box untuk dianalisis di laboratorium dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh APHA (1992) dengan alat spektrofotometer dan prosedur analisisnya sebagai berikut: Perhitungan konsentrasi fosfat menggunakan Metode Asam Askorbik  2 ml sampel + 3 ml larutan pengoksid fosfat + 2 ml larutan H3BO2+ 2 ml larutan H2SO4  setelah

didiamkan

selama

30

menit,

kemudian

diukur

dengan

menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.  Konsentrasi fosfat (ppm) diperoleh dari persamaan (APHA, 1992): Konsentrasi fosfat( ppm) = 19,2 x Abs

Keterangan 19,2 = Hasil konstanta persamaan regresi larutan standar Abs = Pembacaan absorbansi pada spektrofotometer Perhitungan Nitrat dengan Metode Brucine  2 ml sampel + 8 tetes larutan Brucine Sulfat + 2 ml H2SO4 pekat  Setelah

didiamkan

selama

30

menit,

kemudian

diukur

dengan

menggunakan spektofotometer dengan panjang gelombang 420 nm  Konsentrasi nitrat (ppm) diperoleh dari persamaan APHA (1992)

53

Konsentrasi nitrat (ppm) = 6,69 x Abs Dimana 6,69 = Hasil konstanta persamaan regresi larutan standar Abs

= Pembacaan absorbansi pada spektrofotometer

d) Analisis Data Penyakit BBD dan jenis bakteri yang menginfeksi karang dianalisis secara deskriptif dengan bantuan tabel dan gambar, untuk perhitungan data total bakteri di gunakan metode Standard Plate Count (SPC) (Standard Operating Procedure Mikrobiology, 2005).

54

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi. Secara administrasi, Pulau Barrang Lompo merupakan Wilayah Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar. Pulau Barrang Lompo (Gambar 8) yang memiliki luas sekitar 20,64 hektar terletak sekitar 12 kilometer di sebelah Barat kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan dan memiliki penduduk terpadat di kawasan Kepulauan Spermonde. Adapun batas – batas Geografis sebelah Barat pulau Bone Tambung, sebelah Utara Gusung Bone Batang, sebelah Selatan pulau Barrang Caddi. Untuk sampai di Pulau Barrang Lompo kita dapat menempuh perjalanan ± 45 menit dengan menggunakan kapal penumpang (Idrus, 2001). Kawasan terumbu karang dapat ditemukan pada bagian Timur pulau merupakan daerah yang memiliki tutupan karang hidup yang terendahdan umumnya ditutupi oleh hamparan pasir. Sedangkan sisi Utara merupakan kawasan yang memiliki tutupan karang hidup yang cukup tinggi dengan komposisi jenis yang cukup tinggi dengan komposisi jenis yang cukup beragam utamanya pada kedalaman 3 m. pecahan – pecahan karang juga banyak ditemukan di pulau ini utamanya pada kedalaman 10 m. Hal ini menunjukkan bahwa di sekitar pulau sering dilakukan kegiatan penangkapan ikan yang merusak karang (destructive fishing).

Gambar 8. Pulau Barrang Lompo

55

B. Penyakit BBD (Black Band Disease) Penyakit BBD yang ditemukan dibagian tenggara pulau Barrang Lompo menginfeksi karang Pachyseris sp., penyakit BBD ditandai dengan ciri ciri dengan adanya band (pita) berwarna hitam dengan lebar 7-9 mm terletak antara skeleton yang sudah mati (putih) dengan jaringan yang masih hidup dan skeleton yang sudah mati (Gambar 9). Ciri ciri penyakit BBD ini sama dengan yang ditemukan oleh Antonius (1973) ditemukan karang otak di Karibia Puesto Rico, Acropora Intermedia di Great Barrier Reef, Australia (Willis et al., 2004). Hapkyla et al., (2009) menemukan karang Acropora yang terinfeksi BBD di Taman Nasional Laut Wakatobi Edmunds (1991) menemukan kematian Diploria strigosa di Florida yang terinfeksi BBD. Disandel, (2000) menemukan karang otak di Karibia Barat. Indo Pasifik dari keluarga Acroporidae dan Poritidae. Atlantik Barat , BBD ditemukan menginfeksi karang dari Family Favidae dan beberapa spesies dari keluarga Agariciidae, Astrocoeniidae, Meandrinidae, Mussidae dan Siderastreidae (Green dan Bruckner, 2000). Arniati, (2012) pada karang Pachyseris sp. dan Montipora sp.

Gambar 9 Karang Pachyseris sp. yang terinfeksi BBD berbentuk pita tebal (Band) berwana hitam.

56

C. Bakteri Asosiasi Karang Pachyseris sp. yang terinfeksi BBD. 1. Perhitungan Jumlah Bakteri yang Berasosiasi dengan Penyakit BBD. Beberapa jumlah bakteri yang didapatkan pada BBD 1 2.54 x 106 seI/ml, BBD 2 1.59 x 106 seI/mi, BBD 3 2.0 x 106 seI/mi, BBD 4 1,7 x 106 seI/ml, BBD 5 1.13 x 106 seI/ml, BBD 6 1,4 x 106 sel/ml (Tabel 1). Perbedaan jumlah sel antara isolat bakteri yang didapatkan kemungkinan disebabkan oleh persaingan dalam mendapatkan nutrisi atau bakteri dapat menghasilkan racun (patogen) sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Austin,1987) bahwa bakteri dapat bersaing dalam mendapatkan nutrisi apabila jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya sama, selain itu pertumbuhan bakteri dapat terhambat oleh racun yang dikeluarkan oleh bakteri lain. Tabel 1 Rata-rata Jumlah Sel Bakteri Asosiasi yang Terinfeksi BBD. Pengenceran Kode Isolat

10-4 1

10-5

11 Rata-rata I

Total

10-6

II Rata-rata

I

II

Ratarata

Set/ml

100

85

170 220

195

390 240

315

2.54 x 106 sel/ml

BBD2 170 180

175

20 80

50

210 280

245

1.59 x 106 sel/ml

BBD3 80

140

110

120 100

110

20 100

60

2.0 x 106 sellml

BBD4 60

40

50

20 20

20

110 160

135

1,7 x 106 sel/ml

BBD5 110

50

80

30 510

270

40

50

45

1.13 x 106 sel/mi

BBD6 190 260

225

90 100

95

70

40

55

1,4 x 106 seI/ml

BBD1 70

57

2. Morfologi Koloni Bakteri. a. Morfologi. Berdasarkan

hasil

pengamatan

morfologi

koloni

dengan

menggunakan

mikroskop binokuler didapatkan 6 isolat didapatkan beberapa bentuk koloni yaitu bulat, kumparan. Tepi koloni ada yang utuh, berombak. Elevasi yang diamati dan samping terlihat rata, kawah, membukit dan mencembung. Warnanya bermacammacam ada yang berwarna putih susu, abu-abu, kuning, Kuning Muda, Kuning kecoklatan (Tabel 2). Tabel 2 Hasil pengamatan Morfologi Koloni Bakteri yang berasosiasi dengan penyakit BBD (Balack Band Disease) pada karang Pachyseris sp. No

Kode isolat

Bentuk Koloni

Tepi

Elevasi

Warna

1.

BBD1

Bulat

Utuh

Membukit

Kuning.

2.

BBD2

Bulat

Berombak

Rata

Kuning Muda

BBD3

Kumparan

Berombak

Kawah

Kuning kecoklatan

BBD4

Kumparan

Utuh

Cembung

Abu abu

BBD5

Kumparan

Utuh

Membukit

Putih Susu

BBD6

Kumparan

Utuh

Cembung

Putih Susu

3. 4. 5. 6.

Bentuk koloni yang ditemukan pada penelitian ini (Gambar 10) sesuai dengan yang dinyatakan oleh Cappucino dan Sherman (1987) bahwa pada umumnya bentuk koloni bakteri berbentuk circular, irregular, filamentous, rhizoid. Elevasi berbentuk raised, convex, flat, umbonate, crateriform. Margin yang berbentuk entire, undulate, filiform, curled dan lobate. (Tabel 2).

58

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi koloni ke enam isolat tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Kehadiran bakteri berbentuk bulat (cocus) kemungkinan disebabkan karena bakteri ini tidak

memiliki alat

gerak

sehingga untuk

mempertahankan hidup dengan cara melekatkan diri pada suatu benda yang terdapat di perairan. Hal ini didukung oleh pernyataan Hutching dan Saenger (1987) bahwa kebanyakan bakteri coccus terikat atau bergabung sesamanya untuk membentuk permukaan yang kuat (solid) karena adanya bahan berlendir sehingga sel-sel saling terikat. mengakibatkan bakteri dapat hidup pada alga, rumput laut lamun dan karang. Selanjutnya bentuk Bakteri batang ini dapat hidup di perairan karena memiliki flagel yang digunakan sebagai alat gerak. Sidharta, (2000) menyatakan flagellum memungkinkan bakteri bergerak menuju kondisi lingkungan yang menguntungkan atau menghindar dari lingkungan yang merugikan bagi kehidupannya.

A

B

Gambar 10 : A.Gambar Pemurnian Bakteri pada medium SSW (Salt Sucrose Water) B. Gambar Morfologi Koloni Bakteri.

59

b. Pewarnaan Gram berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan bentuk sel yang diamati di bawah mikroskop, dari 6 isolat bakteri asosiasi Karang didapatkan semuanya ber-Gram negatif (Gambar 11). Hal ini sesuai dengan pendapat Kathiresan dan Bingham (2001), yang menyatakan bahwa hampir semua bakteri laut bersifat Gram negatif. Keberadaan bakteri laut Gram positif terbanyak ditemukan pada sedimen. Didapatkannya semua isolat Gram negatif diduga karena bakteri Gram negatif memiliki struktur dinding sel yang lebih kompleks dibanding bakteri Gram positif. Sehingga bakteri Gram negatif mampu bertahan pada kondisi lingkungan yang ekstrim. Bakteri Gram negatif memiliki lapisan luar dinding sel yang mengandung 5-10% peptidoglikan, selebihnya terdiri dari protein, lipopolisakarida dan lipoprotein. Lipopolisakarida (LPS) tidak hanya terdiri dari fosfolipid, tetapi juga mengandung polisakarida dan protein. Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung tiga polimer yang terletak di luar lapisan peptidoglikan, yaitu lipoprotein, porin matriks dan lipopolisakarida. Lipopolisakarida dinding sel bakteri Gram negatif terdiri atas suatu lipid kompleks yang disebut lipid A (Madigan dan Martinko, 2003).

A

B

Gambar 11. Gram Negatif Morfologi Sel Bakteri A. Bentuk Cocus. B. Bentuk Batang

60

c. Reaksi Biokimia Terhadap Isolat Bakteri Berdasarkan hasil pengamatan uji Biokimia (Gambar 12) dari 6 isolat bakteri ada dua isolat yang tidak teridentifikasi dan empat isolat yang teridentifikasi. Adapun kedua isolat yang tidak teridentifikasi adalah isolat yaitu pada kode BBDI dan BBD2, sedangkan yang teridentifikasi BBD3 dan BBD4 diduga berasal dari genera Flavobacterium Jenis lainnya dari BBD 5 dan 6 diduga kuat berasal dari genera Bacteroides dan Vibrio (Tabel 3).

Gambar 12. Medium Uji Biokimia. Pada hasil uji biokimia, diketahui salah satu karakteristik dari isolat bakteri adalah tidak terdapatnya aktivitas produksi enzim triptofanase. Hal ini terlihat pada hasil uji Indol yang bersifat negatif ditandai dengan tidak terbentuknya lapisan (cincin) berwarna merah muda pada permukaan biakan (Gambar 12). Asam amino triptofan merupakan komponen asam amino yang lazim terdapat pada protein, sehingga asam amino ini dapat digunakan oleh mikroorganisme akibat penguraian protein. (Austin dan Austin, 1993). Karakteristik lain yang terdapat pada isolat adalah bahwa bakteri jenis Flavobacerium, Bacteroides, Vibrio, ini memiliki enzim katalase yang berperan

61

dalam aktivitas bakteri menguraikan H202 (Hidrogen peroxida) yang bersifat racun, terlihat dalam pengujian biokimia uji katalase. (Spencer et al., 2007). Tabel 3. Hasil Aktivitas Biokimia isolat bakteri asosiasi karang Pachyseris sp. yang terinfeksi BBD. Karakteristik Morfologi sell Wana Koloni

BBD 1 Bulat kuning

BBD2 Bulat Kuning kecoklatan Negatif

BB03 Koma Kuning muda

BBD4 Batang Abu-abu

BBD5 Bulat Putih susu

BBD6 Batang Putih susu

Reaksi Gram Stain TSI Butt Gas

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Asam

Asam -

netral -

Asam -

alkali -

Asam -

Slant Sim

Asam

Asam

Netral

Asam

alkali

Asam

Motility Indol H2S MR FP UjiO/F Citrate Uriase Glukose Lactose Sucrose Maltose Catalase Stach Hidrolisis Casein Hydrolisis Gelatin Hydrolisis Lipid Hydrolisis OxidatifTest Genus

+ + F + + + + + -

+

+ +

NF + + + + +

NF + -

+ + F -

+ + F + + +

+ + _ F

Literatur

ttd

+ ttd

+ + + + -

_ _ + -

+ + + + + _ + Flavobacterium Flavobacteriu Bacteroides Vibrio Sp. 1 m sp.2 Austin dan Austin Breed et al., Barrow dan Austin dan 1993 1957 Feltham,1964 Austin 1992

62

d. Mikroorganisme lain yang berasosiasi dengan karang Pachyseris sp. Vibrio dikenal sebagai bakteri proteolotik yaitu bakteri yang memproduksi Enzim protease

ekstraseluler

(enzim

pemecah

protein),

aktifitas

enzim

protease

ekstraseluler yang mengakibatkan pecahnya protein pada dinding sel sehingga memudahkan penetrasi bakteri ke dalam sel dan merusak jaringan sel karang (Rosenberg, et al., 2007; Sussman et al., 2003). Bakteri Vibrio yang ditemukan pada Penelitian sebelumnya seperti penyakit Bleaching terdapat Vibrio shiloi pada karang Oculina patagonica, White Band Vibrio carchariae pada karang Acropora (Ritchie dan Smith, 1998). Yellow Band Disease Vibrio alginoliyticus pada karang Monastrea sp. (Cervino et al., 2004). Flavobacterium adalah Genus terbesar yang ditemukan pada GA. Memiliki ciri – ciri Pendek , gram negatif dengan bentuk batang yang bergerak menghasilkan pigmen kuning, merah atau orannge, pengurai protein. Flavobcterium merupakan bakteri oportunistik, dapat menyebabkan penyakit pada Organisme yang tidak mempunyai immunokompetensi (Levinson, 2008). Flavobacterium columnare menyebabkan penyakit kolumnaris (Columnaris disease) pada insang channel catfish dan pada kulit ikan raimbow trout fingerling (Durborrow et al., 1998). Flavobacterium juga dapat ditemukan pada industri pengalengan udang (menjadi hitam. (Reed dan Mac Leod, 1942). Bacteroides merupakan bakteri Anaerob fakultatif, tetapi dapat tumbuh Iebih baik dengan adanya oksigen bakteri ini dapat tumbuh pada temperatur optimal 18-220C. sebagian besar bakteri laut bersifat Gram negatif, berflagella, batang tak berspora, Taylor et al., (2007) menemukan Bacteroides yang berasosiasi dengan spons. Pada Band berwarna hitam selain bakteri ditemukan pula organisme lain seperti Cyanobakteri (Gambar 13), hal ini juga ditemukan pada penyakit BBD yang berasal

63

dari Karibia (Goreau et al., 1998), Sabdono dan Radjasa (2006) melakukan penelitian di pulau Karimun Jawa menemukan Cyanobakteri yang menyerang karang Acropora, selain Cyanobacteri ditemukan juga Ciliata Raymundo (2008) menyatakan Band (pita) hitam pada BBD mengandung Cyanobacteri dan mungkin mengandung Ciliata. Cyanobacteria juga ditemukan pada skeleton Oculina patagonica yang menghasilkan senyawa organik (dihasilkan melalui fotosintesis) ke jaringan karang (Alsumard et al., 1995). Pada BBD ada tiga patogen paling utama yaitu Cyanobacteria, Beggiatoa sp, Desulfovibrio (Viehman, 2000). Arniati, 2012 menemukan Cilliata pada karang Pachyseris sp dan Montipora sp. Bourne (2008) menemukan sekelompok Ciliata pada karang Acropora muricata Berdasarkan

hasil

identifikasi,

Ciliata

tersebut

merupakan

jenis

Helico

stomanonatum.

Gambar 13. Mikroorganisme yang berasosiasi dengan karang Pachyseris sp.

64

D. Kondisi Oseanografi Perairan. Parameter Oseanografi yang diukur pada saat penelitian adalah Kecepatan Arus, Salinitas, Kekeruhan, pH, Suhu, DO, BOT, Nitrat dan Fosfat (Lampiran 2). 1. Kecepatan Arus. Pengukuran arus dilakukan hanya pada permukaan perairan karena alat yang digunakan berupa layang - layang arus hanya bisa mengukur pada permukaan. Kecepatan arus pulau berkisar antara 0,096 - 0,114m/s. Kecepatan arus yang terdapat di pulau Barrang Lompo dapat digolongkan pada kecepatan arus cepat, Hal ini sesuai dengan pernyataan Mason (1981), bahwa berdasarkan kecepatan arusnya, maka perairan dapat dikelompokkan berarus sangat cepat (>100 cm/dtk), cepat (50-100 cm/dtk), sedang (25-50 cm/dtk), lambat (10-25 cm/dtk) dan sangat lambat (<10 cm/dtk). Pergerakan air (arus) diperlukan untuk tersedianya aliran yang membawa nutrient dan bahan bahan organik yang di perlukan oleh karang dan zooxanthellae makanan dan oksigen serta menghindarkan karang dari pengaruh sedimentasi menutupi pemukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang (Haapkyla et al., 2009). 2. Salinitas Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang cukup berpengaruh pada organisme dan tumbuhan yang hidup di perairan. Nilai salinitas yang diperoleh pada saat penelitian berkisar antara 340/00. Supriharyono (2002) yaitu karang tumbuh subur pada perairan dengan kisaran salinitas sekitar 34–360/00, Jadi salinitas tidak berpengaruhi keberadaan penyakit BBD. Aksomkoae (1993) menyatakan bahwa salinitas merupakan lingkungan yang sangat menentukan perkembangan

65

organisme. Beberapa garam sangat efektif mempengaruhi suhu pertumbuhan bakteri yaitu NaCl, LiCI, MgCI2, KCI2, RbCI (Ljunger, 1962). 3. Kekeruhan Pada pengukuran tingkat kekeruhan di lokasi penelitian, diperoleh nilai kisaran untuk tingkat kekeruhan antara 5,92 NTU-5,26 NTU. Dari kisaran nilai kekeruhan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perairan bagian Tenggara Pulau Barrang Lompo tergolong perairan yang kurang jernih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marubini (1996) kekeruhan tinggi dapat menyebabkan penetrasi cahaya matahari kurang ke dalam perairan, akibatnya aktifitas fotosintesa dari zooxantella menurun. Nilai kekeruhan yang dapat mematikan karang antara > 5-10 NTU (Babcock and Smith, 2000). 4. pH Dari hasil penelitian didapatkan nilai pH dengan kisaran 7,68 - 7,65 Untuk pengukuran pH selama penelitian, hal ini sesuai dengan pernyataan Koesoebiono (1981) bahwa pH air laut cenderung konstan. Menurut Nybakken (1998), di lingkungan laut pH cenderung stabil dan biasanya berada dalam kisaran 7;50-8,40. Air laut memiliki pH 7,5 - 8,5 dan sebagian besar mikroorganisme laut tumbuh baik pada media kultur dengan pH 7,2-7,6 (Hidayat et al., 2006). 5. Suhu Kisaran suhu yang diperoleh di lokasi penelitian sekitar 290 C. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa suhu pada lokasi penelitian tidak menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan karang keras. Sebagaimana diketahui bahwa pada umumnya karang dapat tumbuh dengan kisaran suhu 18-360C, dengan kisaran paling optimal antara 26-280C (Birkeland, 1997).

66

Suhu merupakan salah satu faktor yang penting bagi pertumbuhan organisme, karena suhu sangat berpengaruh terhadap proses kimiawi dan biologi. Kaidah umum menunjukkan bahwa reaksi kimia dan biologi meningkat dua kali lipat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 100C (Austin, 1987). Menurut Wood (1953) bakteri laut pada 370C akan terbunuh sebanyak 42%, sedang pada suhu 450C hanya tinggal 15% sel yang bertahan hidup. Menghangatkan sesaat ketika melakukan inokulasi pada suhu 30-400C tidak menyebabkan terbunuhnya bakteri, karena sebagian besar bakteri baru akan terbunuh bila berada pada kisaran suhu tersebut selama Iebih dari 10 menit (Zobell dan Conn, 1940). Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi

bakteri.

Faktor-faktor

lingkungan

yang

berpengaruh

terhadap

pertumbuhan dan reproduksi bakteri adalah suhu, beberapa jenis mikroorganisme dapat hidup pada daerah suhu yang luas, sedangkan yang lainnya pada daerah yang terbatas, sehingga untuk masing masing mikroorganisme dikenal dengan suhu minimum, optimum dan maksimum (Suriawiria, 1985). 6. DO (Disolved Oksigen). Pada pengukuran oksigen terlarut di perairan Pulau Barrang Lompo didapatkan nilai kisarannya antara terendah 3,86 ppm - tertinggi 5,9 ppm, Menurut Pescod (1973), jika tidak terdapat senyawa toksik dalam perairan, maka kandungan oksigen minimum dalam perairan sebesar 2 ppm sudah cukup mendukung kehidupan organisme perairan secara normal. Peningkatan aktivitas bakteri yang merombak bahan organik menurunkan DO sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekologi di perairan. Menurut Rafni (2004) hilangnya oksigen di perairan selain karena proses respirasi oleh tumbuhan

67

juga dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik yang berlangsung pada kondisi aerob. 7. BOT (Bahan Organik Terlarut). Dari hasil pengukuran yang di lakukan pada lokasi penelitian di dapatkan bahwa kisaran BOT 60,672 - 97,328 mg/I. Tingginya kadar BOT akan meningkatkan pertumbuhan mikroba patogen dan merugikan kesehatan karang (Kline et al., 2006). BOT mengandung karbon, nitrat, fosfat, Amonia, dan beberapa mineral yang merupakan nutrien bagi pertumbuhan dan perkembang biakan mikroba patogen (Sidarta, 2000), sehingga BOT yang tinggi secara tidak langsung dapat mengakibatkan dan memicu perkembagan penyakit pada karang. Bahan organik yang terdapat di laut sebagian besar berasal dari proses pembusukan organisme yang telah mati, penambahan oleh metabolisme ekstrakuler (Riley dan Chester, 1971). Brown et al., (1986), menyatakan bahwa bahan organik partikulat di air laut yang berukuran antara 5-10 ppm, dapat dibagi lagi menurut ukurannya. Partikel terkecil terdiri dari bakteri, seluler, material detritus, rangka diatom, partikel anorganik dan yang terutama mineral lempung dan bahan organik terlarut Iebih kecil dari 5 ppm umumnya terdiri dari bakteri-bakteri yang hidup bebas dan mendapatkan makanan dari pecahan-pecahan kecil detritus yang terlarut dalam campuran organik. Menurut Odum (1971) menyatakan bahwa peningkatan bahan-bahan organik pada batas-batas tertentu akan meningkatkan produksi organisme perairan, akan tetapi jika bahan organik tersebut meningkat sampai melampaui kemampuan daya dukung perairan, hal ini dapat menurunkan kualitas air dan menurunnya oksigen terlarut, karena seperti yang kita ketahui bahwa BOT yang ada di perairan akan didekomposisi oleh bakteri yang juga mengkonsumsi oksigen.

68

8. Nitrat. Berdasarkan hasil pengamatan pada transek, terlihat kandungan nitrat di bagian tenggara perairan Pulau Barrang Lompo terendah 0,36 mg/I dan tertinggi 0,77 mg/I. Secara umum kandungan nitrat di Perairan pulau Barang Lompo masih sesuai dengan kandungan nitrat yang umum dijumpai di perairan laut. Kandungan nitrat yang normal di perairan laut umumnya berkisar antara 0.01 - 50 mg/I. Adanya kandungan nitrat yang rendah dan tinggi pada kedalaman tertentu dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya arus pada kedalaman tersebut yang membawa fosfat (Edward dan Tarigan, 2003). 9. Fosfat Kandungan fosfat di perairan pulau Barrang Lompo kisaran tertinggi 0,66 mg/I dan terendah 0,47 mg/I. Kandungan ini masih sesuai dengan kandungan fosfat yang umumnya dijumpai di perairan laut. Kandungan fosfat di perairan laut yang normal berkisar antara 0.01-4 mg/I. Reservoir yang besar dari fosfat bukanlah udara, melainkan batu-batu atau endapan-endapan lain. Fosfat yang ada di batuan ini akan ditranspor ke Iaut melalui run off ataupun saat terjadi hujan. Kandungan fosfat umumnya semakin menurun semakin jauh ke arah laut (off shore). (Edward dan Tarigan, 2003). Fosfor merupakan unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi bakteri serta dapat mendorong kemampuan bakteri untuk membentuk vitamin yang berfungsi sebagai faktor pertumbuhan (Brockman et al., 1989).

69

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Jumlah sel bakteri asosiasi karang yang terinfeksi penyakit BBD adalah kisaran 1,4 x 106 seI/ml - 2.54 x 106 sel/ml. 2. Berdasarkan hasil pengamatan morfologi koloni dan sel, serta uji biokimia bakteri asosiasi karang yang terinfeksi penyakit BBD genus Flavobacterium, Bacteriodes, Vibrio dan 2 isolat yang tidak teridentifikasi, ditemukan pula mikroorganisme lain seperti Cilliata, Cyanobakteri.

B. Saran Diperlukan penelitian lebih lanjut diuji pada karang yang sehat yang berhubungan dengan bakteri Bacteriodes, Vibrio, Flavobbacterium yang berasosiasi dengan jenis karang yang sehat dan lokasi yang berbeda.

70

DAFTAR PUSTAKA

Aeby, G.S., Williams , G.J., Franklin, E.C., Haapkyla, J., Harvel, C.D. 2011. Growt Anomalies on the Coral Genera Acropora and Porites Are Strongly Associated With Host Density and Human Population Size Acros the indopacifik. Plos ONE6(2). Aksornkoae, S. 1993. Ecology and management of mangrove. IUCN. Bangkok, Thailand. Antonius, A 1973, New Observation on Coral Destruction in Reefs. 10th Meeting assoc. Mar. Lab. Carib. 10 (3Abstarct). Antonius A, Lipscom, D, 2001 First Protozoan coral -killer identified in the Indo Pacific. Atoll Research BULL 21:481-493. APHA., 1992. Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water Including Bottom sediment and Sludges. 12-th ed. Amer.Publ. Health Association Inc., New York. Arniati, 2012. Kondisi dan Sebaran Penyakit Pada Karang Batu (Stony Coral) di Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan Pascasarjana Unhas. Austin, B. 1987. Marine Microbilogy in Methods in aquatic Bacteriology. UK 63 Washington DC. Austin, B and Austin, D.A 1993. Bacterial Fish Pathogens : Disease in Farmed and Wild Fish. Second edition. Taylor & Prancis London. 356.P. Babcook, R., and smith L., 2000. Effects of sedimentation on coralsttlement and survivorship.in Procedings international Coral Reef Symposium, bali, Indonesia 23-27 October 2000, Vol 1. International Societ for reef Studies. Pp. 245-248. Barrow, G.I and Feltham, R.K.A. 1993. Cowan and Steels Mannual For the Identification of Medikal bacteria. Third Edition. Cambridge Univ. Pres, Cambridge, UK. Birkeland, C., 1997. Life and Death of Coral Reefs. International Thomson Publishing, University of Guam, New York USA. Boaden, P.J.S., and R. and Seed., 1985. An Introduction to Coastal Ecology, Blackie and Sun Ltd. New York. Bourne, D.B., Boyett, H.V., Henderson, M.E., Muirhead, A. and Willis, B.L. 2008. Identification of a Ciliate (Oligohymenophorea: Scuticociliatia) Associated with Brown Band Disease on Corals of the Great Barrier Reef. Applied and Environment Microbiology 74: 883-888

71

Breed, R.S, Murray, E.G.D.and Smith, N.1957. Bergey's Manual Determination Bacteriology. Seveth Edition. The Williams & WilkinsCompany United Stated of America. Brockman, F. J., Denovan, B., Hicks, R. J dan Fredicson, J. K. 1989. Isolation and characterization of quinoline degrading bacteria from subsurface sedimen. Appl. and Envinronm. Microbiology. Brown, B. E., 1986. Human Inducted Damage to Coral Reefs. Result on a Regional UNESCO (Coman) Workshop With Advanced Training. Ed. Diponegoro University, Jepara and Natonal Institute of Oceanology Jakarta. Buller, N.B. 2004. Bacterial from fish and Other Aquatic Animal’s, Fractical Identification Manual. CABI Publishing. UK. Cappucino, J.G.,and Sherman, N. 1987. Microbiology, A Laboratory Manual. California. Menko Park. Hal. 31, 63, 75, 101, 111, 171 dan 179. Cervino, J.M., Hayes, R., Hayes, R., Poison, S.W.,Polson, S.C., Goreau, T.J., Martinez, R. J. & Smith, G.W. 2004. Relationship of Vibrio species infection and elevated temperatturesto yellow blotch/ Band Disease in Caribeanorals. Syimbiosis. 71:6855-6864. Chave, K. E. 1973. What is a coral reef?. In: SMITH (ed.) Atlas of Kaneohe Bay; A reef ecosystem under stress. The University Hawaii Sea Grant Program : 15 16. Dinsdale, E.A. 2000 Abudance of Black Band Disease on corals fromone location on the Great Barrier Reef Comparison With Abudance In the Carribean Region. Proc Coral Reef Symp, Bali, Indonesia2 1239-1243. Ditlev, H. 1980. A field-guide to the Reef-building coral of the Indo-Pasific. Scandinavian Science Press Ltd. Klampenborg : 291 pp. Djide, Natsir dan Sartini. 2006. Mikrobiologi Farmasi Dasar. Makassar: Universitas Hasanuddin. Dustan, P. 1977. Vitality of Reef Coral Population off Key Largo, Florida Reckuitmen and Mortality, Enviromental Geology 2 : 51-58. Dwidjoseputro, 2001. Dasar Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djamban Jakarta. Edmunds, P.J. 1991. Extent and Effect of Black Band Disease on the Caribean reef. Coral Reefs.10; 161-165. Edward dan M.S Tarigan, 2003, Pengaruh Musim Terhadap Fluktuasi Kandungan Fosfat Dan Nitrat Di Laut Banda, Makara Sains, Vol. 7, No. 2, Hal 82-89. Fenchel, T. 2001. Microorganisms (Microbes), Role Of: Encyclopedia of Biodiversity 4 : 207-219.

72

Gaman, P. M. and Sherington, K. B. 1994. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Gladfelter, W.B., Gladfelter, EH, Monahan , R.K Ogden, J.C., and Dill, R.D. 1977. Enviromental Studies of Buck Island Reef. National Monument, ST. Croix, USVI . National Park Service Rept. 140 pp. Goreau, T.J, Cervino J., Goreau, M., Hayes, R, Hayes M., Richardson,L., Smith, G Demeyer, K., Nagelkerken , I., Garson Fererra, J., Gil, D., G., Porte, K. 1998. Rapid Spread of Diseasein Caribian Coral Reef. Ev Biol Trop 46 Supl. 5;157171. Green, E. and Bruckner, A.W. 2000. The Significance of Coral Disease Epizootiology for Coral Reef Conservation Biological Conservation 347 - 361. Gzimerk, B., 1976. Gzimer'ks Animals Life Enclopedia. Van Norston Reinhold Company. New York. Vol 1. Haapkyla, J.,.Seymour, A.S. Trebilko, 2009. Coral Disease Prevelence and Healt in the Wakatobi Marine Park, Sout-east Sulawesi, Indonesia, Marine Biologi U.K., 87:403-414. Harvel, Drew.,Smith, Grriet., Azam, Farooq,. Jordan, Eric,. Raymundo, L,. Weil, I.E,. dan Willis, Bette. 2004.Coral Reef Targeted Research and Capacity Building Management. Queensland: The University of Queensland. Hidayat, N., Masiana dan Suhartini, 2006. Mikrobiologi Industri. ANDI Yokyakarta. Hutabarat, S dan S.M. Evans. 1985. Pengantar Oseanograi. Universitas Indonesia. Press. Jakarta. Hutching, P. dan Saenger, P. 1987. Ecology of Mangrove Aus. Eco. Series. Universityof Queensland Press St Lucia, Quesland. Idrus, M., 2001. Pemetaan Perairan tut dangkal Pulau Barrang Lompo dan Bone Battang melalui Analisis Citra Landsat TM. Skripsi Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Hasanudin Makassar. Kalimutho, M., Ahmadi, A., Kasim, Z. 2007. Isolation Characterization and identification of Bacteria Associated With Mucus of Acroporacervicomis Coral from bidong Island, Trengganu, Malaysia. Malaysia Jurnal of Science 26(2):27:39. Kathiresan, K dan Bingham B. L. 2001. Biology of mangrove and mangrove ecosystems. Centre of advanced study in marine biology, Annamalai university. Huxley College of Environmental Studies, Western Washington University. Annamalai, India. Kayser. 2005. Medical Micobiology. New York: Thieme Stuttgart.

73

Kline, D. I., Kuntz, N. M., Breitbart, M., Knowlton, N & Rohwer, F. 2006. Role of elevated organic carbon levels and microbial activity in coral mortality. Marine ecology progress series, 314: 119-125. Koesoebiono. 1981. Biologi Laut. Fakultas Perikanan, IPB. Bogor. Lay, B. W. 1994. Analisis mikroba di laboratorium. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Lalli, C.M. and Parsons, T.R., 1995. Biological oceanography ;an Introduction.xford UK; Butter Worth - Heineman. Levinson, W. 2008. Review of Medical Microbiology & Immunology, Tenth Edition. New York : TheMc Graw-Hill Companies, IncDurbrrow, R.M., Thune, R.L,Howke J.P. dan Camus, A.C. 1998. Columnaris Disease a Bacterial Infection Caused by Flavobacteriumcolumnae. SRAC No 479. Ljunger, C. 1962. Introductory investigations on Ions and thermal resistance. Physiol. 15:148-160. Lopez , G.M., Bongiorni, L., Gilli, C, Biavascoand, F., Danovaro,R. 2003. Vibrio Harveyias a Causativ Agent of the White Syndrome in Tropical Story Corals. Enviromental Microbiology Reports 2(1): 120-127. Mac Faddin, J F. 1983. Biochmical Test For Identification Of Medical Bacteria. Secon Edition. William and Wilkins.Baltimore London. Marubini, F. and Davies, P.S 1996 Nitrate Increase Zooxantellae Population Density and reduces Skeletogenesis in Corals, Marine Biology 127:319-328. Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Jambatan, Jakarta. Hal. 156-160. Novottny, J. W., 1994. Water Quality, Prevention, ldentivication and, Manajement of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold, New York. Nybakken, J.W., 1998. Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit Gramedia, Jakarta. Odum, E. P. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Ogensky, E. L. and Umbreit W. W. 1959. An inroduction to Bacterial Physiology. 2nd Ed. W. H. Freman and Company, san Franscisco and London: 117134. Pelczar, M. J., Chan, E. C. S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Hadioetomo, R. S., Imas, T., tjitrosomo, S. S. Angka, S. L., penerjemaah; Jakarta: UI dari lements of Microbiolo. Pescod, N. B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standard For Tropical.

74

Rafni R. 2004. Kapasitas Asimilasi Beban Pencemar Di Perairan Teluk Jobokuto Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Tesis. IPB. Bogor Rakhman, A. 1999. Studi Penyebaran Bahan Organik Pada Berbagai Ekosistem Di Perairan Pantai Pulau Bonebatang. Skripsi Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas llmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar. Raymundo, L.J., Couch, C.S. and Harvel, C.D. 2008. Coral Desease Handbook Guidelines for Assesment, Monitoring & Management. CoralReef Targeted Research and Capacit Building for Management Program. The University of Quesland; Australia. Richardson, L.L 1998. Coral Disease ; What is Realy Known Trends in kology and Evolution. 13:438 -443. Riley, R.J. dan Chester, 1971. Introduction to Oceanography Chemistry. Academic Press. New York. Rotchie, K.B. 2006. Regulation of Microbial Population y Coral Surface mucus mucuc-Associated Bacteria. Marine Ecology rogress Series 322:1-14. Rosenberg, E., Koren, 0., Reshef, L., Efrony, R,, Zilber-Rosenberg, I . 2007. The Roole of Microorganisms in Coral Health, Disease and Evolution. Nat Rev Microbiologi 5: 355-362. Sabdono, A. dan Radjasa,.O.K 2006. Karakterisasi Molekuler Bakteri yang Berasosiasi dengan penyakit BBD (Black Band Disease). Pada karang Acropora sp. Di perairan Karimun Jawa.Ilmu Kelautan 11 (3) : 158 -162. Sartini. 2006. Mikrobiologi Farmasi Dasar. Makassar: Universitas Hasanuddin Publishing. Sidharta, B. R. 2000. Pengantar mikrobiologi kelautan. Universitas Atmajaya. Yogyakarta. 122 hal. Santavy, D.L and Peters,1997. Mikrobial pests : Coral Disease research in western atlantic. Proc 8 thn Int. Coral Reef Symp. 1: 607-612. Sastrawijaya, A.T.,1991. Perencanaan Lingkungan, Penerbit Rineka Cipta. Schlegel , H . G. 1994. Mikrobiologi Umum, Gajah Mada University press Jogjakarta. Sherman, 1987., Standard Biokimia Mikroorganisme:, Ekologi and Potensial Microbiology, Mol Biol. Rev.71(2):295-347. Spencer, J.M, Pike,.J., Munn, C.B . 2007. Disease affect Cold Water Corals to Eunicella verrucosa (Cnidaria Georgonaceae) Necrosis in SW England, Disease of Aquatik Organisms. Marine Institute, University of Playmouth. UK 78;87-97. Standard Operating Procedure Hasanuddin Makassar.

Microbiology,

2005.

Penerbit;

Universitas

75

Suharsono., 1996. Jenis-Jenis Karang yang Umum Dijumpai di perairan Indonesia. P3O-LIPI, Jakarta. Sukarno, M. Hutomo, M. K. Moosa dan P. Darsono, 1981. Terumbu Karang di Indonesia. Sumberdaya, permasalahan dan pengelolaannya. Proyek Penelitian Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Lembaga Oseanologi Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta : 112 hal. Sunu ,P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. Grasindo Jakarta. Supriharyono, M.S., 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Suriawiria, 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit angkasa Bandung. Sussman M, Loya Y, Fine , M. Rosenberg E (2003) The Marine Fire Worm hermodicekaruunculatais a winter reservoir and spring summer vector for the coral Bleaching pathogen Vibrio Shiloi environ Microbiol 5:250-255. Sutherland , K.P,Porter, J.W, Turner J.W., Thomas, B.J, Looney, E.E., Luna T.P., Meyers. MX , Futch J.C., and Lipp EX 2010. Human Sewage Identified as ikely Source of White Pox Disease of the Threatened Carribean elchom Coral, Acropora Palmate. Enviromental Microbiology, 12(5):1122-1131. Taylor, M. T., Radax. R., Steger. D., Wagner. M. 2007. Sponge-associated rnicroorhanisms: evolution, ecology and biotecnological potential. Microbio Mol Bio Rev. 2:295-347. Ulqodry, T.Z, M. Syahdan, Yulisman, dan Santoso. 2009. Karakteristik Nitrat, Fosfat, Derajat Keasaman , dan Oksigen Terlarut di Perairan Kepulauan Karimun Jawa, Jawa Tengah. Jakarta: Dirjen Dikti, Depdiknas-LIPI. Hal 152-166. Veron, JEN., 2000. Coral of The World Volume Volume 1,2,3. Australian Instituteof Marine Since. Australia and CRR Id Pty Ltd. Australia and the Indopacifik. Angus Robertson Publish, Australia. Viehman TS, Richardson LL. 2002. Motility patterns of Beggiatoa and Phormidium corallyticum in black band dis ease. Prosiding 9th Int.Coral Reef Symp, Bali 2:1251–1255 Waluyo, 2004. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang. Wardoyo, S.T.H. 1974. Kriteria Air Untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan.Departemen Tata Produksi Perikanan. Fakultas Perikanan, IPB. Bogor. Weil, E, and Crocuer, A., Urreiztieta , L. 2009. Temporal Variability and Impas of Coral Disease and Bleaching in la Parguera, Puerto rico from 2003-2007. Carribean Jurnal Science 45: 221-246.

76

Wijgerde, Tim. Houlbreque, Fanny., and Ferrier-Pages, Christine. 2009. How coral feed [Onliner] Coralscience.org [diakses tanggal 1 Maret 2014] Winter, E.K., Arotsker, Luba., Rasoulouniriana, Diana., Siboni, Nachshon., Loya,Yossi., Kushmaro, Ariel 2013. The Possible Role of Cyanobacterial Filaments in Coral Black Band Disease Patholog. New York: Springer Science Woesik, R.V., J. Gilner , Hooten , A.J.2009. Standard Operating Procedur of ReparatedMeasurs of Proces and state Variabels Of Coral Reef Environment, CRTR and Capacity Building for management Program . The University of Quesland. Australia. Wood, E.M., 1983. Reefs Coral of the World. Biology and Field Guide. T.F.H. Publications, Inc., Ltd. Neptune City. 256p.

77

78

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan Di Laboratorium

79

Lampiran 2 Parameter Lingkungan Pulau Barrang Lompo Bagian Tenggara. NO.

Kondisi Lingkungan

Kisaran

Rata - rata

1

Kecepatan Arus (m/dtk)

0,096 – 0,114

0,106

34

34

2

Salinitas (‰)

3

Kekeruhan NTU

5,26 – 5,92

5,83

4

pH

7,65 – 7,68

7,67

5

Suhu ( C)

29

29

6

DO (ppm)

3,86 – 5,9

4.38

7

BOT (mg/L)

60,672 - 97,382

86,372

8

Nitrat (mg/L)

0,36 – 0,77

0,63

9

Fosfat (mg/L)

0,47 – 0,66

0,56

0