BEBERAPA ASPEK BIOLOGI KERANG HIJAU

Download Kerang hijau (Perna viridis) termasuk binatang lunak (Moluska) yang hidup di laut terutama pada daerah litoral, memiliki sepasang cangkang ...

0 downloads 455 Views 384KB Size
Oseana, Volume XXXIII, Nomor l, Tahun 2008 : 33-40

ISSN 0216-1877

BEBERAPA ASPEK BIOLOGI KERANG HIJAU Perna viridis Linnaeus 1758 Oleh Hendrik A.W. Cappenberg1) ABSTRACT SOME BIOLOGICAL ASPECT OF GREEN MUSSELS Perna viridis Linnaues 1758. Perna viridis is one of the economically important biota. This biota is diversed in Indonesia waters and occurred in coastal, mangrove area and estuarine. The maximum size of this biota is 16.5 cm but generally they are found at size 8 cm. In Indonesia, Perna viridis has the highest abundant from March to July at littoral and sublittoral and they make a colony in hard materials such us, wood, bamboo and stone or hard substrat using byssus. pada perairan pesisir, daerah mangrove dan muara sungai. Di Indonesia jenis ini ditemukan melimpah pada bulan Maret hingga Juli pada areal pasang surut dan subtidal, hidup bergerombol dan menempel kuat dengan menggunakan benang byssusnya pada bendabenda keras seperti kayu, bambu, batu ataupun substrat yang keras. Kerang hijau memiliki sebaran yang luas yaitu mulai dari laut India bagian barat hingga Pasifik Barat, dari Teluk Persia hingga Filipina, bagian utara dan timur Laut China, Taiwan hingga Indonesia (CARPENTER et al., 1998). Kerang hijau merupakan salah biota laut yang mampu bertahan hidup dan berkembang biak pada tekanan ekologis yang tinggi tanpa mengalami gangguan yang berarti. Dengan sifat dan kemampuan adaptasi tersebut, maka kerang hijau telah banyak digunakan dalam usaha

PENDAHULUAN

Kerang hijau (Perna viridis) termasuk binatang lunak (Moluska) yang hidup di laut terutama pada daerah litoral, memiliki sepasang cangkang (bivalvia), berwama hijau egak kebiruan. Insangnya berlapis-lapis (Lamelii branchia) dan berkaki kapak (Pelecypoda) serta memiliki benang byssus. Kerang hijau adalah "suspension feeder", dapat berpindah-pindah tempat dengan menggunakan kaki dan benang "byssus", hidup dengan baik pada perairan dengan kisaran kedalaman 1 m sampai 7 m, memiliki toleransi terhadap perubahan salinitas antara 27-35 per mil (POWER et al., 2004). Kerang hijau (Perna viridis) atau dikenal sebagai "green mussels" adalah jenis yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Tersebar luas di perairan Indonesia dan ditemukan melimpah

1)

Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanologi-LIPI, Jakarta.

33

Oseana, Volume XXXIII No. 1, 2008

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Klasifikasi Perna viridis Linnaeus 1758 adalah sebagai berikut:

budidaya. perikanan. Dengan hanya menggunakan/menancapkan bambu/kayu ke dalam perairan yang terdapat banyak bibit kerang hijau, maka kerang tersebut dengan mudah menepel dan berkembang tanpa harus memberi makan.

DISKRIPSI DAN SISTEMATIKA

Kerajaan (Kingdom)

: Animalia

Filum (Phylum)

: Moluska

Kelas (Class)

: Bivalvia

Sub klas (Sub Class)

: Lamellibranchiata

Bangsa (Ordo)

: Anisomyria

Induk suku(Superfamily): Mytilacea

Kerang hijau (Perna viridis) termasuk dalam kelas bivalvia ataupelecypoda. BARNES (1974) mengatakan bahwa bentuk kaki pelecypoda merupaka pelebaran dari bagian tubuh yang berbentuk pipih lateral seperti kapak kecil, disebut pelecypoda. Memiliki dua cangkang yang tipis dan simetris yang dapat dibuka tutup; dengan umbo yang melengkung ke depan. Memiliki persendian yang halus dengan beberapa gigi yang sangat kecil. Otot aduktor pada bagian anterior berukuran kecil, bahkan hampir tidak ada (ABBOT, 1974). Menurut BARNES (1974), cangkang Perna viridis berbentuk segitiga lonjong dengan garis-garis pertumbuhan pada cangkang bagian luar yang jelas, dimana pada Perna viridis dewasa memiliki bysus yang kuat untuk menempel. Di Indonesia kerang hijau (P. viridis) memiliki banyak nama daerah (local common name), yaitu di daerah Riau dikenal dengan nama "kemudi kapal; di Banten dengan nama kedaung. Di Malaysia dikenal dengan nama "siput sudu"; di Filipina (tahong); di Thailand (hoimong poo) dan di Singapura dikenal dengan nama "tam cay" atau "chay luan" (KASTORO, 1982). Kerang hijau dapat mencapai panjang maksimum 16,5 cm, tetapi umumnya ditemukan berukuran 8 cm (GOSLING; 2004). Pada bagian tepi luar cangkang berwarna hijau, bagian tengahnya berwarna coklat, dan bagian dalam berwarna putih keperakan seperti mutiara (Gambar 1).

Suku (Family)

: Mytilidae

Anak suku (Sub family) : Mytilinae Marga (Genus) Jenis (species)

: Perna : Perna viridis Linnaeus 1758

SIDDALL (1980) menyatakan bahwa bentuk cangkang kerang hijau agak meruncing pada bagian belakang, berbentuk pipih pada bagian tepi serta dilapisi periostrakum pada bagian tengah cangkang (Gambar 1 a). Pada fase juvenil, cangkang berwarna hijau cerah dan pada fase dewasa warna mulai memudar dan menjadi coklat dengan tepi cangkang berwarna hijau. Sedangkan pada bagian dalam cangkang berwarna hijau kebiruan. Memiliki garis ventral cangkang yang agak cekung dan keras serta memiliki ligamen yang menghubungkan kedua cangkang kanan dan kiri (Gambar lb). Bagian mulut dilengkapai dengan gigi yang berpautan, yaitu satu pada cangkang sebelah kanan dan 2 pada sebelah kiri. SUWIGNYO et al. (1984) menyatakan bahwa kerang hijau memiliki tiga otot yang berfungsi untuk menempelkan mantel pada cangkang. Pada bagian posterior yang tidak teratur bentuknya, terdapat garis pallial dan otot adduktor yang berbentuk seperti ginjal yang memberi bentuk pada jenis kerang hijau tersebut.

34

Oseana, Volume XXXIII No. 1, 2008

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Gambar la. Cangkang bagian luar dan dalam.

Gambar lb. Bagian-bagian cangkang kerang hijau (GOSLING, 2004).

HABITAT DAN KEBIASAAN MAKAN

kaya akan kandungan organik. Benih kerang hijau akan menempel pada kedalam 1,50-11,70 meter di bawah permukaan air pada saat pasang tertinggi. YANG (dalam TAN, 1975) menyatakan bahwa kedalaman ideal untuk penempelan kerang hijau adalah 2,45-3,96 meter. Pencemaran lingkungan merupakan faktor utama yang dapat menghambat kelangsungan hidup kerang hijau. RAJAGOPAL et al. (1994) menyatakan suhu yang tinggi/ daerah tropis dapat menjadi kontrol bagi kelangsungan hidup jenis tersebut. Hasil penelitian kerang hijau di daerah tropis menunjukkan bahwa jems ini akan mati oleh suhu 43 °C hanya dalam waktu 30 menit, dan pertumbuhan juvenil yang sangat singkat. Ratarata perkembangan bysus akan menurun seiring dengan kenaikan suhu dan byssus berhenti berkembang pada suhu 35-37°C (KASTORO 1982).

ROMIMOHTARTO & JUWANA (1999) menyatakan bahwa bivalvia mempunyai 3 cara hidup, yaitu; (1) membuat lubang pada substrat seperti cacing kapal "Teredo navalis" (Ship worm); (2) melekat pada substrat dengan segmen seperti tiram (Cassostrea sp); (3) melekat pada substrat dengan benang bysus (bissal threads) seperti kerang kijau (Perna viridis). Kerang hijau hidup pada perairan estuari, teluk dan daerah mangrove dengan substrat pasir lumpuran serta salinitas yang tidak terlalu tinggi. Umumnya hidup menempel dan bergerombol pada dasar substrat yang keras, yaitu batu karang, kayu, bambu atau lumpur keras dengan bantuan bysus. Kerang hijau tergolong dalam organisme/hewan sesil yang hidup bergantung pada ketersediaan zooplankton, fitoplankton dan material yang

35

Oseana, Volume XXXIII No. 1, 2008

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Dilihat dari cara makan maka kerang hijau termasuk dalam kelompok suspension feeder, artinya untuk mendapatkan makanan, yaitu fitoplankton, detritus, diatom dan bahan organik lainnya yang tersuspensi dalam air adalah dengan cara menyaring air tersebut. TAN (dalam SUWIGNYO et al., 1984)menyatakan bahwa diatom dan detritus adalah merupakan makanan utama kerang hijau, sedangkan larva bivalvia dan gastropoda yang bukan merupakan makanannya dikeluarkan dalam bentuk pseudofaces yang terbungkus dengan lendir. FOX dalam TAN (1975) juga mengatakan bahwa kerang hijau lebih menyukai diatom dibandingkan dengan dinoflagellata sebagai makananya, dimana secara kwalitatif jenis ini dapat memilih (selektif) makananya. TAN {dalam SUWIGNYO et a l . , 1984) juga mengatakan bahwa kerang hijau selalu aktif 24 jam menyaring makanannya secara terus menerus. JORGENSEN (dalam GIERSE & PEARSE, 1979) menyatakan bahwa makanan yang tersuspensi dalam perairan dimanfaatkan oleh kerang dengan jalan menyaring air teresebut. Bahkan jenis lain, yaitu Mytilus edulis juga mampu melakukan seleksi antara fitoplankton sebagai makanannya dengan partikel lumpur yang bukan makanannya. JORGENSEN (dalam TAN, 1975) menyatakan bahwa hewan suspension feeder dalam memilih dan atau mengambil makanannya didasarkan pada bentuk, ukuran dan kelimpahan, bukan berdasarkan kualitas atau nilai gizinya.

(PAUL dalam TAN, 1975) menyatakan bahwa di India kerang hijau matang gonad pada ukuran panjang 1,55 cm. Sedangkan kerang betina memijah pada umur 93 hari dengan panjang sekitar 2,90 cm. Di Singapura, kerang hijau matang gonad pertama kali pada umur 60 hari dengan ukuran panjang antara 2,50-2,75 cm. Untuk membedakan kerang jantan dan betina dapat dilakukan dengan melihat pada warna gonad. Gonad kerang betina, biasanya berwaran merah hingga orange, sedangkan gonad kerang jantan berwama krem (putih). Kerang hijau umumnya dioecious, yaitu induk jantan dan betina terpisah, dan pembuahan terjadi di luar rubuh. Telur yang sudah dibuahi, umumnya berbentuk bulat dan berukuran sekitar 50 um, sedangkan yang tidak dibuahi berbentuk lonjong. Sekitar 10-15 menit setelah pembuahan, terbentuklah Polar body (sel kecil yang terpisah dari telur pada tingkat permulaan kematangannya) pertama dan pada 15 menit berikutnya terbentuklah Polar body kedua. Cleavage I selesai pada 30-45 menit dengan terbentuknya 2 buah sel yang berukuran tidak sama. Cleavage II dimulai dengan terjadinya pembelahan micromere selama 15 menit kemudian dan akhir dari cleavage II di tandai dengan terbentuknya tahapan 4 sel yang membutuhkan waktu 60-75 menit. Blastula yang berenang bebas terbentuk dalam waktu 3-4 jam. Embrio pada tahap ini mempunyai cilia yang bergetar jika ia berenang dalam air. Pada tahap ini disebut tahap gastrulasi yang selesai setelah 7-8 jam dengan terbentuknya larva trochopore (antara 12-15 jam). Fase larva akan berakhir ditandai dengan tertutupnya bagian (tubuh) yang lunak oleh cangkang, yang diikuti dengan adanya velum yang bercilia kuat dan fase ini disebut veliger dengan ukuran rata-rata 65 x 80 (im. Fase veliger berlangsung selama 16-19 jam. Pada hari ke 8 otot kaki mulai digunakan untuk merayap. dan panjang rata-rata veliger tersebut dapat mencapai 240 jam. Otot kaki yang telah

SIKLUS HIDUP DAN MUSUH ALAMI Perkembangan kerang hijau dari tingkat larva menjadi dewasa sangat dipengaruhi oleh salinitas. Pada salinitas 21 %o - 33 %o, larva kerang hijau akan tumbuh dengan baik menjadi veliger. TAN (dalam SUWIGNYO et al., 1984) menyatakan larva kerang hijau akan mati pada salinitas 4 l%o.

36

Oseana, Volume XXXIII No. 1, 2008

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

berkembang kemudian disebut pediveliger atau veliconcha yaitu tahap dimana veliger merayap dan berenang dengan bebas dan ini merupakan tahap akhir dari metamorfosa. Larva yang sudah mengalami metamorfosa akan memiliki cangkang yang sama dengan cangkang kerang hijau dewasa. Panjang cangkang pada hari ke 12 dapat mencapai ukuran 0,34-0,38 mm. Perkembangan sel telur kerang hijau setelah dibuahi hingga selesai metamorfosa dapat dilihat pada Gambar 2.

Di India, kerang hijau mencapai matang gonad untuk pertama kali pada ukuran panjang total 1,55 cm pada umur 48 hari setelah menempel. Kerang hijau betina akan memijah pada umur 93 hari setelah menempel, dengan ukuran cangkang sekitar 2,90 cm (PAUL dalam TAN, 1975). Di Singapura, menurut TAN (dalam SUWIGNYO et al, 1984), kerang hijau mencapai tingkat matang gonad untuk pertama kalinya pada umur 60 hari setelah menempel, dengan ukur cangkang sekitar 2,50-2,75 cm.

Gambar 2. Perkembangan sel telur kerang hijau setelah dibuahi hingga selesai metamorfosa (TAN, 1975).

37

Oseana, Volume XXXIII No. 1, 2008

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

(3,71 x 106) dan 7-8 cm (4,26 x 106). Pemijahan kerang hijau berlangsung sepanjang tahun. Di Indonesia, puncak pemijahan kerang hijau terjadi pada bulan April hingga Mei, Agustus dan November. Puncak pemijahan kerang hijau pada beberapa tempat di daerah tropis disajikan pada Tabell.

TAN (1975) menyatakan fekunditas kerang hijau selalu bervariasi berdasarkan ukuran cangkangnya, dimana kerang yang lebih besar akan menghasilkan jumlah telur yang lebih banyak. Kerang hijau berukuran 3-4 cmmemiliki fekunditas 1,27 x 106; 4-5 cm (1,79 x 106); 6-7 cm

Tabel 1. Puncak pemijahan kerang hijau pada beberapa tempat di daerah tropis. No. 1

Negara Thailand

Puncak pemijahan Juli-September dan Oktober-Februari

Pustaka

TANITYHA (dalam SADACHAN1982)

2

Malaysia

Maret-April dan Oktober-November

SIVALINGAM(1977)

3

Singapura

April-Mei dan Oktober-November

TAN (dalam SUWIGNYO et al. 1984)

4

Filipina

April-Mei dan September-Oktober

BARDACH et al. (1972)

UNAR et al (1982) menyatakan bahwa kerang hijau dapat dipijahkan dengan cara menambahkan sperma ke dalam air di tempat pemeliharaan yang sudah matang gonad, dan menaikkan suhu air dari 27 °C menjadi 35 °C. MenurutTAN (dalam SUWIGNYO et al, 1984) bahwa pemijahan dapat dilakukan dengan cara menganti air yang lama dengan air yang baru, dengan atau tanpa mengubah suhunya.

Secara ekonomis kerang hijau sangat mudah untuk dijadikan usaha budidaya, karena tidak perlu penanganan khusus. Dagingnya menjadi sumber pangan yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, dibandingkan dengan sumber protein hewan lainnya yaitu daging sapi, domba, ayam, ikan tembang dan ikan selar (Tabel 2).

Tabel 2. Komposisi kandungan gizi beberapa hewan sumber pangan (SUWIGNYO et al, 1984).

Kerang Hijau

Protein makanan 47,6

Lemak (gr) 7,0

Air(gr) (gr) 19,9

2

Daging Sapi

18,8

14,5

3 4 5 6

Daging Domba Daging Ayam Ikan Tembang Ikan Selar

17,1 18,2 16,0 38,0

14,8 25,0 15,0 14,0

No.

Bahan

1

Ca(gr)

P(gr)

Fe(gr)

0,45

0,73

-

Vit A (gr) -

66,0

11

170

2,8

30

66,3 55,9 56,0 30,0

10 14 20 40

191 200 200 100

2,6 1,5 2,0 0,7

810 100 -

38

Oseana, Volume XXXIII No. 1, 2008

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Dalam siklus hidupnya, kerang hijau juga menghadapi banyak musuh di alam, di antaranya yaitu ranjungan (Portunus sp.), gurita (Octopus sp.), ikan (Monacanthus sp.) dan bintang laut yang merupakan predator utama dan paling aktif. Dalam percobaan laboratorium menunjukkan bahwa ikan juga aktif memangsa kerang tersebut, tetapi di alam belum diketahui secara pasti (TAN, 1975). Sanitasi lingkungan sangat berpengaruh terhadap kualitas daging kerang hijau. Untuk mendapatkan daging yang bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan dapat dilakukan dengan cara menempatkan kerang tersebut dalam air bersih yang mengalir selama beberapa jam. Kerang hijau mampu bertahan selama 8 jam dalam air bersih yang selalu diganti meskipun tidak diberi makan.

GIERSE, A.C. and J.S. PEARSE 1979. Reproduction of Marine Invertebrate. Vol. V Mollusc; Pelecypoda and lesser classic. Academis Press. New York: 140160.

DAFTAR PUSTAKA

RAJAGOPAL, S.; J. AZARIAH and K. V.K. NAIR 1994. Heat Treatment As A Fouling Control Method For Indian Coastal Power Plants. In Recent Advances In : Biofouling Control. (M. F. Thompson, R. Nagabhushanam, R. Sarojini, and M. Fingerman, eds.). Oxford And IBH Publishing Company Pvt. Ltd, New Delhi: 391-396.

GOSLING, E. 2004. Bivalvia Mollusc Biology, Ecology and Culture. Fishing Bews Books: 327 pp. KASTORO, W. 1982. Usaha Budidaya Kerang Hijau, Mytilus viridis di Indonesia. LONLIPI, Jakarta: 14 hal. (Tidak dipublikasikan). POWER A.J.; R.L. WALKER; K. PAYNE and D. HURLEY 2004. First occurrence of the nonindigenous green mussel, Perna viridis in coastal Georgia, United States. Journal of Shellfish Research 23:741-744.

ABBOTT, N.T. 1974. American Seashall. Second Edition. Van Nostrand Reinhold Co. NewYork: 428pp. BARDACH, J.E.; J.K. RYTHER and W.O. MC LARNEY 1972. Aquaculture. The farming and husbandry of fresh water and marine organism. John Wiley and Son Inc. New York: 868 pp.

ROMIMOHTARTO, K. dan S. JUWANA1999. Biologi Laut. Ilmu tentang pengetahuan biota laut. Puslitbang Oceanografi-LIPI. Jakarta: 527 hal.

BARNES, R.D. 1974. Invertebrata Zoologi. 3rd Edition. W.B. Saunder Comp. Philadelphia: 870 pp.

SADARCHAN, D.H. 1982. Country Report. In : Bivalvia culture in Asia and Pacific. (E.F. DAVY and M. GRAHAM, eds). Proceeding of a workshop held in Singapore, 16-19 February 1982:34-43.

CARPENTER, K.E. and V.H. NIEM 1998. The living marine reaources of the Western Central Pasific. Seaweeds, coral, bivalvia and gastropods. Vol. 1. Rome FAO: 686 pp.

SIDDALL, S.E. 1980. A clarification of the genus Perna (Mytilidae). Bull. Mar. Sci., 30 (4): 858-870.

39

Oseana, Volume XXXIII No. 1, 2008

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

SIVALINGAM, P.M. 1977. Aquaculture of the green mussel, Mytilus viridis Linnaeus, in Malaysia. Aquaculture 11: 297-312.

TAN, W.H. 1975 Eggs and larva development in the green mussels, Mytilus viridis Linnaeus. The Veliger 18: 151-155.

SUWIGNYO P.; J. BASMI dan L. B. DJAMAR 1984. Studi Beberapa Aspek Biologi Kerang Hijau Mytilus viridis L., Di Teluk Jakarta. Fakultas Perikanan InstitutPertanianBogor: 101 hal.

UNAR, M.; N. FATUCHRI and A. ANDAMARI 1982. Country Report. In : Bivalvia culture in Asia and Pacific. (E.F. DAVY and M. GRAHAM, eds). Proceeding of a workshop held in Singapore, 16-19 February: 74-83.

40

Oseana, Volume XXXIII No. 1, 2008

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id