BELANJA FUNGSI KESEHATAN DALAM APBN

Download Ketentuan pasal 171 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 menjadikan alokasi belanja di bidang kesehatan sesuatu yang mutlak dipenuhi (mandator...

0 downloads 569 Views 358KB Size
BELANJA FUNGSI KESEHATAN DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)

BN



SE

TJ

EN

D

PR

R

I

1. Ketentuan pasal 171 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 menjadikan alokasi belanja di bidang kesehatan sesuatu yang mutlak dipenuhi (mandatory spending). Pasal tersebut menyebutkan bahwa pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar minimal 5% (lima persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diluar gaji, sementara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar minimal 10% (sepuluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diluar gaji. Tujuan dari pembangunan bidang kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan yang terus membaik. Penggunaan anggaran di bidang kesehatan diharapkan seoptimal mungkin dapat termanfaatkan untuk mencapai tujuan tersebut.

PE

LA

KS AN AA N

AP

2. Selama tahun 2008 – 2011, secara nominal besarnya belanja fungsi kesehatan cenderung berfluktuatif. Grafik 1 menunjukkan, sebelum diberlakukannya UU kesehatan (tahun 2008) peningkatan belanja fungsi kesehatan berada dibawah ratarata peningkatan belanja Negara. Baru kemudian setelah adanya UU kesehatan (tahun 2009 – 2010) peningkatan belanja fungsi kesehatan cenderung melebihi peningkatan belanja Negara, namun pada tahun 2011 dan 2012 peningkatan belanja fungsi kesehatan kembali berada dibawah peningkatan belanja Negara.

AN

Grafik 1. Peningkatan Belanja Fungsi Kesehatan dan Belanja Negara

D

0.25

AN

0.20

G

AR

0.15

G

0.10

2008

AL

-0.05

IS A

0.00

AN

0.05

kesehatan BN

2009

2010

2011

2012

AN

-0.10

BI R

O

-0.15 -0.20

Sumber : data Pokok APBN 2006-2012

3. Besarnya rata-rata belanja fungsi kesehatan selama enam tahun terakhir (2007-2012) berada di urutan ketujuh setelah belanja menurut fungsi pelayanan umum, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi pertahanan, dan fungsi ketertiban dan ketenteraman. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 15

Tabel 1. Belanja Menurut Fungsi, 2007 – 2012 (Rp milyar) No

TAHUN

FUNGSI

rata -rata

2007

2008

2009

2010

2011

2012

316,139.3

534,567.2

417,771.9

471,557.6

560,455.1

590,840.7

481,888.6

55,298.0

84,919.5

90,818.3

107,676.7

103,666.7

82,203.8

pelayanan umum

2

pendidikan

50,843.4

3

ekonomi

42,222.0

50,484.8

58,845.1

52,178.4

103,317.7

102,734.5

68,297.1

4

perumahan dan fasum

9,134.6

12,448.7

14,648.5

20,053.2

26,721.3

26,476.9

18,247.2

5

30,685.9

9,158.5

13,145.7

17,080.5

49,954.1

72,472.8

32,082.9

6

pertahanan ketertiban dan ketentraman

28,315.9

7,019.2

7,753.9

13,835.4

24,328.8

7

kesehatan

16,004.5

14,038.9

15,743.1

18,793.0

8

lingkungan hidup

4,952.6

5,315.1

10,703.0

6,549.6

9

perlindungan sosial

2,650.4

2,986.4

3,102.3

3,341.6

10

pariwisata dan budaya

1,851.2

1,293.7

1,406.2

11 agama 1,884.2 Sumber : data Pokok APBN 2006-2012

745.7

773.5

D

PR

R

I

1

18,574.8

17,499.6

15,826.2

16,317.6

10,935.9

11,451.5

8,318.0

4,584.8

5,577.8

3,707.2

1,408.7

3,899.8

2,454.0

2,052.3

878.8

1,554.0

3,562.2

1,566.4

AP

BN



SE

TJ

EN

30,195.7

PE

LA

KS AN AA N

4. Tidak ada perbedaan proporsi realisasi yang signifikan, antara sebelum diberlakukannya UU tentang kesehatan (tahun 2007-2009) dengan setelah diberlakukannya UU tentang kesehatan. Secara rata-rata, belanja fungsi kesehatan terhadap total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diluar gaji, selama tahun 2007 – 2012 hanya mencapai 1,85% atau dengan kata lain belum mencapai 5% sebagaimana diamanatkan oleh UU No.36 Tahun 2009 (tabel 2).

AL

IS A

AN

G

G

AR

AN

D

AN

Tabel 2. Belanja Menurut Fungsi Kesehatan, 2007 – 2012 (Rp milyar) Tahun Nilai % thd APBN LKPP 2007 16,004.50 2.40 LKPP 2008 14,038.90 1.61 LKPP 2009 15,743.10 1.94 LKPP 2010 18,793.00 2.10 APBNP 2011 17,499.60 1.54 APBN 2012 15,826.20 1.30

O

AN

Sumber: Data Data Pokok APBN 2006-2012

BI R

5. Dibandingkan dengan beberapa negara di asia, Indonesia memiliki persentase anggaran belanja kesehatan terhadap GDP terkecil. Hal yang hampir sama juga terjadi pada besarnya belanja kesehatan per kapita, dimana hanya India dan Bangladesh yang belanja kesehatan per kapitanya tidak lebih besar dari Indonesia. Kondisi ini setidaknya dapat dijadikan indikator bahwa kebijakan sosial di bidang kesehatan di Indonesia belum sepenuhnya didukung komitmen pemerintah. Padahal pembangunan bidang kesehatan juga merupakan salah satu pilar pengentasan kemiskinan dan faktor penentu indeks pembangunan manusia (IPM). Ditunjukkan pada tabel berikut. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 16

877 43 53 306 65 70

833 44 56 316 66 77

882 54 77 368 77 83

http://data.worldbank.org/indicator/SH.XPD.PCAP

BN



http://data.worldbank.org/indicator/SH.XPD.TOTL.ZS

783 40 51 262 57 58

2010 23

I

2.8 4.1 2.6 4.4 3.6 6.8

R

3 4.2 2.5 4.6 3.6 6.9

PR

2.3 4 2.5 3.8 3.3 6.6

D

2.4 4 2.7 3.8 3.4 7

Bangladesh Brunei Darussalam India Indonesia Malaysia Philippines Vietnam

2008 2009 18 21

EN

Bangladesh Brunei Darussalam India Indonesia Malaysia Philippines Vietnam

2007 16

TJ

2007 2008 2009 2010 3.5 3.3 3.4 3.5

Tabel 4. Belanja Kesehatan per Kapita (US $)2 TAHUN NEGARA

SE

Tabel 3. Total Belanja Kesehatan Terhadap GDP (%)1 TAHUN NEGARA

KS AN AA N

AP

6. Proporsi belanja kesehatan publik terhadap total belanja kesehatan di Indonesia dalam empat tahun terakhir, secara rata-rata hanya mencapai sekitar 46% dari total belanja kesehatan (tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa peran pemerintah pusat dan daerah dalam upaya pembangunan kesehatan masih perlu dioptimalkan.

G

AR

AN

D

AN

PE

LA

Terkait dengan hal ini, Departemen Kesehatan (2003) dalam National Health Account, menyebutkan bahwa pada tahun 2000 sebesar 48% dari pengeluaran publik bidang kesehatan dibelanjakan untuk farmasi, obat-obatan dan peralatan medis; 39% untuk rumah sakit dan 11% untuk pusat-pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas). Berdasarkan proporsi ini, Thabrany (2003) dalam Social Health Insurance in Indonesia: Current Status and the Proposed National Health Insurance, berpendapat bahwa besarnya proporsi pengeluaran publik untuk rumah sakit mencerminkan bahwa sistem pendanaan kesehatan di Indonesia cenderung kurang memihak kelompok miskin (Suharto. 2009. p.68)

IS A

AN

G

Tabel 5. Belanja Kesehatan Publik Terhadap Total Belanja Kesehatan (%)3 TAHUN NEGARA 2008 31.7 86 27.6

2009 33 85.2 30.3

2010 33.6 84.9 29.2

BI R

O

AN

AL

Bangladesh Brunei Darussalam India

2007 34.4 84.5 25.8

1

2

3

Total belanja kesehatan merupakan penjumlahan dari belanja kesehatan publik dan swasta. Total belanja kesehatan meliputi pengadaan pelayanan kesehatan (preventive dan curative), program keluarga berencana, dan bantuan darurat kesehatan namun tidak termasuk pengadaan air bersih dan sanitasi. Total belanja kesehatan merupakan penjumlahan dari belanja kesehatan publik dan swasta sebagai rasio dari total penduduk. Belanja kesehatan per kapita meliputi pengadaan pelayanan kesehatan (preventive dan curative), program keluarga berencana, program pemeliharaan nutrisi, dan bantuan darurat kesehatan namun tidak termasuk pengadaan air bersih dan sanitasi. Belanja kesehatan publik terdiri dari anggaran belanja kesehatan pemerintah pusat dan daerah, hutang dan bantuan luar negeri serta dana asuransi sosial. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 17

Indonesia Malaysia Philippines Vietnam

45.8 54.7 34.8 40

46.5 55.2 32.4 34

46.1 55.7 35.1 37.5

49.1 55.5 35.3 37.8

http://data.worldbank.org/indicator/SH.XPD.PUBL

AN

PE

LA

KS AN AA N

AP

BN



SE

TJ

EN

D

PR

R

I

7. Penilaian derajat kesehatan dilakukan dengan menggunakan indikator kesehatan yang dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yaitu indikator mortalitas dan morbiditas.4 Hasil perhitungan menunjukkan : • Dari variabel-variabel mortalitas dan morbiditas yang digunakan untuk menilai derajat kesehatan, besarnya belanja fungsi kesehatan berpengaruh lebih besar terhadap penurunan angka mortalitas. • Belanja fungsi kesehatan berpengaruh paling besar terhadap penurunan angka kematian balita (31%) dan setiap penambahan 1% belanja fungsi kesehatan akan menurunkan 22,29 angka kematian balita, sementara 14% dari penurunan angka kematian balita disebabkan oleh faktor-faktor lain. • Pengaruh belanja fungsi kesehatan terendah terjadi pada angka kesembuhan TB paru positif (6%). Meski demikian, kenaikan 1% belanja fungsi kesehatan akan menambah angka kesembuhan penderita TB positif sebesar 7,39%. • Sementara besarnya belanja fungsi kesehatan hanya berdampak 13% terhadap angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD). Hal ini diperkuat oleh besarnya standar error sebesar 63,03%, yang menunjukkan bahwa penurunan angka penderita DBD lebih disebabkan oleh faktor-faktor lain daripada belanja fungsi kesehatan.

BI R

O

AN

AL

IS A

AN

G

G

AR

AN

D

8. Faktor - faktor penentu peningkatan derajat kesehatan : Dalam konsep Blum ada 4 faktor determinan yang dikaji, masing-masing faktor saling berkaitan. • Perilaku masyarakat Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan penting karena budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat. Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role model harus diajak turut serta dalam menyukseskan program-program kesehatan.

4

Mortalitas dilihat dari indikator Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup, Angka Kematian Balita (AKABA) per 1.000 Kelahiran Hidup, Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 Kelahiran Hidup, dan Umur Harapan Hidup (UHH). Morbiditas dilihat dari indikator-indikator Angka Kesakitan Malaria per 1.000 Penduduk, Angka Kesembuhan TB Paru BTA+, Prevalensi HIV (Persentase Kasus Terhadap Penduduk Berisiko), Angka Acute Flacid Paralysis (AFP) pada anak usia < 15 Tahun per 100.000 anak, dan Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) per 100.000 Penduduk.

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 18

Lingkungan Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik dan sosial. Lingkungan fisik yang memiliki kondisi sanitasi buruk, penumpukan sampah yang tidak dapat dikelola dengan baik, polusi udara, air dan tanah dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan masalah kejiwaan. Upaya menjaga lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak untuk itulah perlu kesadaran semua pihak.



Pelayanan kesehatan Pelayanan kesehatan yang berkualitas sangatlah dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan posyandu, puskesmas, rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu dalam mendapatkan pengobatan dan perawatan kesehatan. Terutama untuk pelayanan kesehatan dasar yang memang banyak dibutuhkan masyarakat. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang kesehatan juga mesti ditingkatkan.



Genetik Nasib suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi mudanya. Dalam hal ini kita harus memperhatikan status gizi balita sebab pada masa inilah perkembangan otak anak yang menjadi asset kita dimasa mendatang. Bagaimana kualitas generasi mendatang sangat menentukan kualitas bangas Indonesia mendatang. Penyusun: Titik Kurnianingsih

BI R

O

AN

AL

IS A

AN

G

G

AR

AN

D

AN

PE

LA

KS AN AA N

AP

BN



SE

TJ

EN

D

PR

R

I



Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 19