BERKALA ILMIAH PERIKANAN VOL. 3 NO. 1, APRIL 2008

Download Ketika infeksi ini terjadi, pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotik ( Wakita dkk., 2005) seperti chlorampenicol, florfenicol, tetra...

0 downloads 362 Views 54KB Size
Berkala Ilmiah Perikanan Vol. 3 No. 1, April 2008

DAYA ANTIBAKTERI PERASAN RIMPANG LENGKUAS ( Alpinia galanga) DENGAN KONSENTRASI BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN Aeromonas hydrophila SECARA IN VITRO ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF GALANGAL RHIZOME JUICE IN DIFFERENT CONCENTRATION TO THE GROWTH OF Aeromonas hydrophila WITH IN VITRO METHOD Sumayani, Rahayu Kusdarwati dan Yudi Cahyoko Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Kampus C Jl. Mulyorejo – Surabaya, 60115 Telp. 031-5992785 Abstract Aquaculture is an alternative t o increase quality and quantity of fish production. Disease caused by Aeromonas hydrophila is main problem in aquaculture and antibiotics were used to treat. In other hand antibiotics cause side effects i.e. resistance to bacteria and residue antibiotics to fish products. Therefore it needs an alternative medicine which effective, cheap and not causing side effects to treat this diseases . The aim of this research was to know the ability and minimum concentration of galangal rhizome juice with different con centration to inhibit and kill Aeromonas hydrophila. This research was done on March-April 2007 in Sanitation Room of Surabaya Medical Clinic Laboratory. This research used experimental method, completely randomized design with 11 treatments and 3 repetitions. The parameters were data from minimum concentration of Minimum Inhibitory Concentration (MIC) test and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) test. The result of Minimum Inhibitory Concentration (MIC) test analyzed with F-test continued with Duncan’s Multiple Range Test, whereas Minimum Bactericidal Concentration (MBC) test result analyzed with Chi-square. Galangal rhizome juice can inhibit the growth of Aeromonas hydrophila at minimum concentration of 0.39% (0.00625 grams of galangal rhizome/ml Pz ) with average optical density (OD) 0,021 and kill at the minimum concentration of 50% (0. 835 grams of galangal rhizome/ml Pz). The result of F-test show that among concentration give significant result to inhibit growth of Aeromonas hydrophila. Concentration 100% of galangal rhizome juice give best active response toward Aeromonas hydrophila that differ with concentration 50%. Key words: galangal rhizome juice (Alpinia galanga), Aeromonas hydrophila, in vitro

Pendahuluan Permintaan terhadap produk pe rikanan di masa yang akan datang akan meningkat sebagai konsekuensi pertumbuhan jumlah penduduk, peningkatan daya beli dan kecenderungan perubahan pola konsumsi dari produk peternakan menjadi produk perikanan (Rusfian dkk., 2004). Salah satu alternatif yan g tepat dalam usaha peningkatan kualitas maupun kuantitas produksi perikanan adalah budidaya ikan (Agustatik, 2004). Budidaya ikan dapat dilakukan di perairan tawar, payau dan laut. Budidaya air tawar di Indonesia memainkan peranan penting sebagai sumber persediaan protein bagi masyarakat (Wakita dkk., 2005). Namun, penyakit merupakan kendala utama dalam keberhasilan produksi yang sangat merugikan. Timbulnya penyakit adalah suatu proses yang

dinamis dan merupakan interaksi antara inang, patogen dan lingkungan. Penyakit akan muncul jika lingkungan buruk dan keseimbangan terganggu (Soebjakto dkk., 2004). Infeksi Aeromonas secara umum di dunia dikenal sebagai penyakit pada budidaya air tawar (Wakita dkk., 2005). Ikan yang diserang adalah ikan mas ( Cyprinus carpio) (Aoki, 1999; Wakita dkk., 2005), ikan gurami (Osphronemus gouramy) (Wakita dkk., 2005), ikan lele (Clarias batrachus), ikan maskoki (Carassius carassius) dan ikan nila (Tilapia nilotica) (Aoki, 1999). Ketika infeksi ini terjadi, pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotik (Wakita dkk., 2005) seperti chlorampenicol, florfenicol, tetracycline, sulphonamide, nitrofuran dan pyridonecarbolxylic acid (Aoki, 1999), oksitetrasiklin, oxolinic acid, eritromisin dan streptomisin. Penggunaan antibiotik dapat

83

Daya Antibakteri Perasan Rimpang Lengkuas ( Alpinia galanga)............

menyebabkan resistensi bakteri terhadap obat obat tersebut bila diberikan secara berkelanjutan dan tidak terkontrol, selain itu juga menyebabkan residu antibiotik pada produk perikanan yang berdampak negatif bagi konsumen (Saparinto, 2002). Oleh karena itu, perlu diketahui alternatif obat antibakteri yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Minyak atsiri akhir-akhir ini menarik perhatian, hal ini disebabkan karena sifatnya sebagai antibakteri dan antijamur sehingga dapat dipergunakan sebagai antibiotik dan bahan pengawet pada makanan. Lengkuas mengandung minyak atsiri antara lain alkohol (Bisset and Wichtl, 2001) , flavonoid dan senyawa fenol (Mutschler, 1991; Yuharmen dkk., 2002) yang ketiganya bersifat sebagai bakterisidal (Mutschler, 1991). Senyawa tersebut sering dipergunakan sebagai bahan dasar obat-obatan modern alami (Yuharmen dkk., 2002). Lengkuas diharapkan dapat menjadi alternatif obat tradisional yang efektif, murah, mudah diperoleh dan tidak menimbulkan efek samping dalam penggunaannya untuk mengobati infeksi bakteri pada ikan sehingga perlu diketahui secara in vitro. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – April 2007 di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya. Bahan yang digunakan antara lain isolat murni Aeromonas hydrophila yang diperoleh dari stok Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya., rimpang lengkuas, Tryptose Soya Agar (TSA), Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Nutrient Broth (NB), media agar darah (blood agar), media gula-gula (glukosa, sukrosa dan laktosa), media Motility Indol Ornithine (MIO), media Lysine Iron Agar (LIA), NaCl fisiologis (Pz), Mc.Farland no. 0,5, gentian violet, safranin, lugol, akuades, alkohol aceton dan alkohol 70 %. Alat yang digunakan antara lain tabung reaksi, rak tabung reaksi, obyek gl as, cover glas, cawan petri, pembakar Bunsen, ose, mikroskop, autoclave, pipet ukur, inkubator, juicer, corong dan botol kaca. Metode Penelitian Tahap pelaksanaan uji MIC adalah menyiapkan tabung yang telah berisi perasan rimpang lengkuas sesuai konsentra si. Memasukkan 1 ml suspensi bakteri sebanyak 1,5 x 106 CFU/ml ke dalam tabung 1 sampai tabung 10. Tabung 10 sebagai kontrol negatif yang berisi 1 ml Pz dan 1 ml suspensi bakteri.

84

Tabung 11 sebagai kontrol positif yang berisi 1 ml Pz dan 1 ml perasan rimpa ng lengkuas. Seluruh tabung diinkubasi pada suhu 27 -28º C selama 24 jam. Setelah 24 jam dilakukan pengamatan seluruh tabung reaksi terhadap kekeruhan media (Baron dkk.,1994). Setelah dilakukan uji MIC, selanjutnya dilakukan uji Minimum Bactericidal Concentration (MBC) yaitu dengan mengambil koloni bakteri menggunakan ose dari masing masing tabung lalu diinokulasikan pada media agar TSA dalam petridish. Setelah itu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 27-28C. Selanjutnya mengamati pertumbuhan bakteri pada me dia TSA (Baron dkk.,1994). Hasil Dan Pembahasan Hasil Tabel 1. Pengamatan Hasil Uji MIC Secara Visual Konsentrasi perasan lengkuas 100% 50% 25% 12,5% 6,25% 3,125% 1,56% 0,78% 0,39% Kontrol negatif Kontrol positif

Tabel

2.

1 keruh keruh jernih jernih jernih jernih jernih jernih jernih jernih keruh

Ulangan 2 keruh keruh jernih jernih jernih jernih jernih jernih jernih jernih keruh

Hasil Uji MIC Spektrofotometer

3 keruh keruh jernih jernih jernih jernih jernih jernih jernih jernih keruh

Dengan

Konsentrasi perasan Rata-rata Nilai lengkuas OD 100% 0,861a 50% 0,808ab 25% 0,758b 12,5% 0,612c 6,25% 0,368d 3,125% 0,199e 1,56% 0,073f 0,78% 0,038f 0,39% 0,021f Kontrol negatif 0,018 Kontrol positif 0,919 Keterangan: superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)

Berkala Ilmiah Perikanan Vol. 3 No. 1, April 2008

Tabel 3. Pengamatan Hasil Uji MBC Secara Visual Konsentrasi perasan lengkuas 100% 50% 25% 12,5% 6,25% 3,125% 1,56% 0,78%% 0,39% Kontrol positif Kontrol negatif

1 + + + + + + + +

Ulangan 2 + + + + + + + +

3 + + + + + + + +

Keterangan: -: tidak tumbuh bakteri +: tumbuh bakteri Hasil uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC) menunjukkan bahwa media mulai jernih pada konsentrasi 0,39%, sedangkan media keruh pada konsentrasi 50% dan 100%. Taslihan dkk. (2001) menyatakan bahwa apabila media jernih berarti antibiotik efektif menghambat pertumbuhan bakteri (sifat bakteriostatik), sedangkan apabila media keruh maka bakteri masih tumbuh yang berarti antibiotik tidak efektif. Namun, hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 50% dan 100% yang s eharusnya jernih tetap keruh, sedangkan pada konsentrasi rendah (0,39% - 25%) jernih. Kekeruhan yang terjadi disebabkan karena partikel perasan rimpang lengkuas tidak dapat larut sempurna dengan air. Hal ini disebabkan karena adanya gugus fungsi hidrokarbon yang non polar pada rimpang lengkuas (Rahayu dkk.,2002). Molekul hidrokarbon yang non polar tidak melarut dalam air sehingga molekul air menjadi lebih tersusun di sekitar molekul hidrokarbon (Nogrady, 1992). Dengan demikian maka semakin tinggi konsentrasi maka semakin banyak molekul hidrokarbon non polar yang terdapat di dalamnya sehingga semakin sulit larut dengan air dan sebaliknya semakin rendah konsentrasi maka semakin sedikit molekul hidrokarbon non polar yang terdapat di dalamnya sehingga lebih mudah melarut dengan air. Hal ini juga disebabkan karena adanya tingkat kepekatan yang tinggi pada perasan rimpang lengkuas. Selain pengamatan secara visual, juga dilakukan pengukuran kekeruhan larutan dengan spektrofotometer untuk mengetahui nilai absorbansi atau optical density (OD).

Berdasarkan pengamatan secara visual, media mulai jernih pada konsentrasi 0,39% dengan nilai OD rata-rata sebesar 0,021, sedangkan media mulai keruh pada konsentrasi 50% dan 100% dengan nilai OD rata -rata sebesar 0,861 dan 0,808. Benson (2002) menyatakan bahwa ada hubungan sebanding antara jumlah sel bakteri dengan absorban (OD). Dengan demikian maka semakin jernih media maka nilai OD juga semakin rendah dan sebaliknya semakin keruh media maka nilai OD juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena nilai OD yang terbaca spektrofotometer merupakan nilai banyaknya partikel yang terserap oleh spektrofotometer, dalam hal ini adalah partikel partikel dari perasan rimpang lengkuas dan partikel dari bakteri Aeromonas hydrophila. Namun, hasil pada penelitian menunjukkan bahwa kekeruhan tersebut lebih banyak disebabkan oleh banyaknya partikel dari perasan rimpang lengkuas. Uji Minimum Bactericidal Concentration (MBC) secara visual menunjukkan bahwa konsentrasi 50% dan 100% pada media TSA tidak tumbuh koloni bakteri, sedangkan pada konsentrasi 0,39% sampai 25%tumbuh koloni bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa perasan rimpang lengkuas mempunyai daya bunuh terhadap Aeromonas hydrophila pada konsentrasi 50% dan 100%. Taslihan dkk. (2001) menyatakan bahwa apabila pada media agar terdapat pertumbuhan bakteri berarti antibiotik hanya efektif menghambat pertumbuhan bakteri (sifat bakteriostatik), sedangkan apabila tidak terdapat pertumbuhan bakteri maka antibiotik efektif membunuh bakteri (bakterisidal). Uji Chi-square menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara konsentrasi 100% dengan konsentrasi 50%. Dengan demikian maka pada konsentrasi 100% mempunyai perbedaan yang nyata dengan konsentrasi 50% dalam membunuh bakteri (bakterisidal). Antibiotik pada umumnya mengeluarkan efek bakterisidal atau bakteriostatik pada organisme yang rentan dengan menghambat sintesis dinding sel, merusak membran sitoplasma, menghambat biosintesis protein dan menghambat sintesis asam nukleat (Volk dan Wheeler, 1993 ). Perasan rimpang lengkuas mempunyai daya hambat dan daya bunuh terhadap bakteri Aeromonas hydrophila karena mengandung minyak atsiri antara lain alkohol ( Bisset and Wichtl, 2001), senyawa fenol termasuk flavonoid dan deterjen yang bersifat bakterisidal (Mutschler, 1991).

85

Daya Antibakteri Perasan Rimpang Lengkuas ( Alpinia galanga)............

Mutschler (1991) menyatakan bahwa alkohol bersifat antibakteri Hal ini disebabkan alkohol dapat merusak membran sel bakteri yang mengakibatkan cepat hilangnya kandungan sitoplasma bakteri. Pada kadar tinggi, alkohol menyebabkan lisis (t erlarutnya) sel bakteri (Nogrady, 1992). Mutschler (1991) menyatakan bahwa senyawa fenol bersifat antibakteri. Senyawa fenol mempunyai daya bunuh karena fenol mempresipitasikan protein secara aktif, dan selain itu juga merusak membran sel dengan cara menurunkan tegangan permukaan (Syahrurachman dkk., 1994). Fenol juga merupakan desinfektan ampuh karena tidak hanya merusak protein tetapi juga bekerja sebagai deterjen karena kepolaran gugus hidroksil pada fenol. (Nogrady, 1992). Deterjen merupakan senyawa or ganik karena strukturnya dapat berikatan dengan air dan dengan molekul molekul organik non polar. Deterjen mempunyai satu ujung hidrofilik yang dapat bercampur dengan air dan satu ujung hidrofilik yang tidak dapat bercampur dengan air (lipofilik), sehingga molekul deterjen menempel pada permukaan bahan organik dengan ujung hidrofilik mengarah ke air. Kedua gugus deterjen ini akan merusak membran sel dan dapat membunuh sel (Syahrurachman dkk., 1994). Flavonoid merupakan senyawa fenol bekerja dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membran sel bakteri. Denaturasi protein menyebabkan aktivitas metabolisme sel terhenti karena berhentinya semua aktivitas metabolisme berakibat pada kematian sel bakteri (Nogrady, 1992). Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Perasan rimpang lengkuas mempunyai daya hambat dan daya bunuh terhadap bakteri Aeromonas hydrophila Konsentrasi minimal perasan rimpang lengkuas yang mempunyai daya bunuh terhadap Aeromonas hydrophila dengan dosis infeksi 106 CFU/ml adalah 50% (0,835 gram/ml) Saran Perlu dilakukan penelitian tentang daya antibakteri perasan rimpang lengkuas ( Alpinia galanga) dengan konsentrasi berbeda terhadap Aeromonas hydrophila secara in vivo.

86

Daftar Pustaka Achyad, D.E dan R. Rasyidah. 2000. Lengkuas (Alpinia galanga Stuntz). www.asiamaya.com. Agustatik, S. 2004. Rekayasa Teknologi Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan TA 2003. Dalam: Laporan Tahunan Proyek Pengembangan Rekayasa Teknologi Loka Budidaya Laut Batam Tahun Anggaran 2003. Departemen Kelautan dan Perikanan. Dire ktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Loka Budidaya Laut Batam. Batam. Aoki, T. 1999. Motil Aeromonads ( Aeromonas hydrophila). Dalam: Woo, P.T.K and D.W Bruno. 1999. Fish Disease and Disorders Volume 3 Viral, Bacterial and Fungal Infection. CABI Publishing. New York. Baron, E.J., L.R. Peterson and S. M. Finegold. 1994. Diagnostic Microbiology 9 th Edition. Mossy Year Book, Inc. St.Louis.Missiouri. Benson, H.J.2002. Microbiological Applications Laboratory Manual In General Microbiology Eight Edition. Pasadena City College. Pasadena. Bisset, N.G and M.Wichtl. 2001. Herbal Drugs and Phytopharmaceuticals Second Edition. Medpharm Scientific Publishers. Germany. Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi Dan Toksikologi Edisi Kelima. Penerbit ITB. Bandung. Nogrady, T.1992. Kimia Medisinal Pendekatan Secara Biokimia Terbitan Kedua. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Rahayu, W.P., S. Fardiaz dan L. Darusman. 2002. Aktivitas Dan Produksi Komponen Antimikroba Dari Rimpang Lengkuas. Jurusan Teknologi Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rochiman, K. 1989. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak Lengkap. Universitas Airlangga. Surabaya. Rusfian, S.L., S. Laga dan M.Aola H.M. Desiminisasi Pembesaran Ikan Kerapu Macan di Keramba Jaring Apung. Dalam: Laporan Tahunan Proyek Pengembangan Rekayasa Teknologi Loka Budidaya Laut Batam Tahun Anggaran 2003. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Loka Budidaya Laut Batam. Batam.

Berkala Ilmiah Perikanan Vol. 3 No. 1, April 2008

Saparinto, C. 2002. Pemakaian Antibiot ik Dilarang Dalam Budidaya Ikan dan Udang. www. Agritekno.tripod. Subjakto, S. M. Murdjani. Y. Lestari N., G. Triastutik, B.Hanggono, Didik BN dan D.Yulianan P. 2004. Active Surveilance Operasional Penaggulangan Hama Penyakit Di Banyuwangi. Bagian Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai Dan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (PMP2SP) Banyuwangi 2004 Bekerja Sama Dengan Balai Budidaya Air Payau Situbondo. Banyuwangi. Syahrurachman, A., A.Chatim, A. Soebandrio W.K., A.Karuniawati dan A.U.S. Santoso. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Binarupa Aksara. Jakarta. Taslihan, A., S.M. Astuti, E.M. Nur dan Zari’ah. 2001. Petunjuk Umum Cara Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Dari Air,

Udang dan Ikan Di Air Payau. Balai Budidaya Air Payau Jepara. Jepara. Volk,

W.A and M.F Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Alih Bahasa: Markham. Penerbit Erlangga. Jakarta. Wakita, K, K. Yuasa, N. Panigoro, M. Bahnan, Salfira, I. Astuti dan E.B Kholidin. 2005. Collected Cases of Fish Diseases in Sumatra, Indonesia during 2002 – 2004. Freshwater Aquaculture Development Center Jambi. Directorate General of Agriculture. Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Indonesia and Japan International Cooperation Agency. Jambi. Yuharmen, Y. Eryanti dan Nurbalatif. 2002. Uji Aktifitas Antimikroba Minyak Atsiri Dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia galanga). Jurusan Kimia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Riau. Riau.

87