BEYOND USE DATE (BUD)

Download pada kemasan produk obat, sementara. BUD tidak selalu tercantum. Idealnya,. BUD dan ED ditetapkan berdasarkan hasil uji stabilitas produk o...

1 downloads 1005 Views 661KB Size
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/311669171

Beyond Use Date Article · December 2012

CITATIONS

READS

0

23,874

2 authors, including: Fauna Herawati Universitas Surabaya 20 PUBLICATIONS   2 CITATIONS    SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Therapy in elderly View project

Antibiotic stewardship View project

All content following this page was uploaded by Fauna Herawati on 16 December 2016. The user has requested enhancement of the downloaded file.

Rasional

ISSN 1411 - 8742

Volume 10, Nomor 3 Desember 2012

Media informasi peresepan rasional bagi tenaga kesehatan Indonesia

Beyond Use Date (BUD) Topik edisi ini: Editorial Artikel

18 19 - 24

- Beyond Use Date Vaksin - Beyond Use Date Produk Nonsteril - Beyond Use Date Produk Steril

Vol. 10 No. 3

Beyond use date (BUD) adalah batas waktu penggunaan produk obat setelah diracik/disiapkan atau setelah kemasan primernya dibuka/dirusak. 1 Kemasan primer disini berarti kemasan yang langsung bersentuhan dengan bahan obat, seperti: botol, ampul, vial, blister, dst.2 Pengertian BUD berbeda dari expiration date (ED) atau tanggal kedaluwarsa karena ED menggambarkan batas waktu penggunaan produk obat setelah diproduksi oleh pabrik farmasi, sebelum kemasannya dibuka. BUD bisa sama dengan atau lebih pendek daripada ED. ED dicantumkan oleh pabrik farmasi pada kemasan produk obat, sementara BUD tidak selalu tercantum. Idealnya, BUD dan ED ditetapkan berdasarkan hasil uji stabilitas produk obat dan dicantumkan pada kemasannya.3 BUD dan ED menentukan batasan waktu dimana suatu produk obat masih berada dalam keadaan stabil. Suatu produk obat yang stabil berarti memiliki karakteristik kimia, fisika, mikrobiologi, terapetik, dan toksikologi yang tidak berubah dari spesifikasi yang sudah ditetapkan oleh pabrik obat, baik selama penyimpanan maupun penggunaan. 3 Menggunakan obat yang sudah melewati BUD atau ED-nya berarti menggunakan obat yang stabilitasnya tidak lagi terjamin. Mengingat BUD tidak selalu tercantum pada kemasan produk obat, penting bagi tenaga kesehatan, khususnya apoteker, untuk mengetahui tentang ketentuanketentuan umum terkait BUD serta bagaimana cara menetapkan BUD berbagai produk obat, baik produk nonsteril maupun steril, kemudian mencantumkannya. Kedua pokok bahasan ini secara lebih detil dapat dibaca

pada Artikel Buletin Rasional edisi bulan ini yang berjudul “Beyond Use Date Produk Nonsteril” dan “Beyond Use Date Produk Steril.” Selain produk nonsteril dan steril, perlu diketahui juga BUD produk vaksin untuk menjamin keamanan pemberiannya. BUD beberapa vaksin sudah ditetapkan oleh pabrik pembuatnya. Hal ini dapat dibaca pada Editorial yang berjudul “Beyond Use Date Vaksin”. Melalui pemaparan tentang BUD berbagai produk obat dan vaksin tersebut, apoteker sebagai tenaga kesehatan profesional yang bertanggung jawab memberikan produk obat yang berkualitas kepada pasien, diharapkan dapat mulai memperhatikan pentingnya BUD dan menerapkan pengetahuan ini ketika menyimpan, memberikan, serta menggunakan produk obat dalam praktek sehari-hari. Akhir kata, sebagai suplemen Buletin Rasional, Medikamen edisi kali ini akan memaparkan tentang Eptifibatide sebagai salah satu obat dari golongan antagonis reseptor GPIIb/IIIa yang berperan penting dalam pencegahan agregasi platelet. (syl)

Kepustakaan 1. United States Pharmacopeia 29. Chapter 795: Pharmaceutical compounding – nonsterile preparations [Internet]. Cited 2012 Nov 21. Available from: http://www.pharmacopeia.cn/ v29240/usp29nf24s0_c795.html. 2. World Health Organization. Stability criteria and beyond-use dating [Internet]. 2002 [cited 2012 Nov 21]. Available from: http:// apps.who.int/medicinedocs/documents/ s19638en/s19638en.pdf. 3. Allen LV. Beyond-use dates and stability indicating assay methods in pharmaceutical compounding. Secundum Ar tem. 2009;15(3):1-6.

Buletin Rasional

Editorial

18

Beyond Use Date Vaksin Sebelum disuntikkan kepada pasien, vaksin perlu disiapkan sesuai dengan bentuk sediaan (larutan, serbuk), tipe kemasan (vial dosis tunggal, vial multidosis, prefilled syringe), dan petunjuk dari pabrik pembuatnya. Beberapa vaksin yang berbentuk larutan atau serbuk memerlukan proses rekonstitusi (pencampuran dengan pengencer atau pelarut yang sudah disediakan oleh pabrik pembuatnya). Larutan vaksin dalam kemasan prefilled syringe dapat langsung digunakan.1 Idealnya, semua vaksin harus langsung disuntikkan setelah disiapkan karena setelah itu umurnya dapat menjadi lebih pendek, tidak lagi mengacu pada expiration date. Rentang waktu atau tanggal setelah penyiapan vaksin, dimana sesudah waktu

atau tanggal ini vaksin tidak bisa lagi digunakan, dikenal dengan beyond use date (BUD). BUD antarproduk vaksin bervariasi. Informasi terkini mengenai BUD vaksin dapat diperoleh dari brosur pabrik pembuat vaksin. Bila tidak segera disuntikkan, vial vaksin harus diberi tanda tanggal dan waktu vaksin tersebut disiapkan. Vaksin yang sudah disiapkan tetapi tidak segera disuntikkan harus disimpan sesuai dengan persyaratan penyimpanan dan harus segera disuntikkan maksimum sebelum batas BUD yang telah ditentukan oleh pabrik pembuatnya.2,3 BUD beberapa produk vaksin dapat dilihat pada Tabel 1.3 Dengan memperhatikan BUD, stabilitas vaksin dapat dijaga sehingga efektivitas dan keamanan pemberiannya pada pasien dapat dijamin. (syl)

Kepustakaan 1. Department of Health and Human Services Centers for Disease Control and Prevention. Vaccine storage and handling guide: protect your vaccine – protect your patients [Internet]. 2011 Dec [cited 2012 Nov 17]. Available from: http://www.cdc.gov/ vaccines/recs/storage/guide/vacci nestorage-handling.pdf. 2. National Center for Immunization and Respiratory Diseases. Vaccine storage and handling toolkit: vaccine preparation and disposal [Internet]. Cited 2012 Nov 17. Available from: http://www.dhhs.nh.gov/ dphs/immunization/documents/vpd.pdf. 3. Immunization Action Coalition. Vaccines with diluents: how to use them [Internet]. 2011 Jun [cited 2012 Nov 17]. Available from: h tt p: / /w ww. im mu n iz e.o rg/catg.d / p3040.pdf.

Tabel 1. Beyond Use Date Beberapa Produk Vaksin1,3 Nama Vaksin

Haemophilus influenzae tipe-b

Nama Dagang Produk Vaksin

Pabrik Pembuat Vaksin

BUD yang diizinkan

Persyaratan Kondisi Penyimpanan Hasil Penyiapan Produk Vaksin*

ActHIB (Hib)

sanofi pasteur

24 jam

Kulkas

Hiberix (Hib)

GlaxoSmithKline

24 jam

Kulkas atau suhu kamar

Polio

Imovax (RABHDCV)

sanofi pasteur

secepatnya

Kulkas

Campak, gondong, campak Jerman

M-M-R II (MMR)

Merck

8 jam

Kulkas atau suhu kamar

Meningococcal

Menveo (MC4)

Novartis

8 jam

Kulkas

Rotavirus

Rotarix (RV1)

GlaxoSmithKline

24 jam

Suhu kamar

* Suhu kulkas: 2-8°C, suhu kamar: 20-25°C

PELINDUNG: Rektor Universitas Surabaya, Direktur Utama RSK St. Vincentius A Paulo Surabaya  PIMPINAN PELAKSANA: Fauna Herawati, S.Si., M.Farm-Klin., Apt.  REDAKSI: Theresia Yunita, S.Si, MM., Apt., Sylvi Irawati, S.Farm., M.Farm-Klin., Apt., Bobby Presley, S.Farm., M.Farm-Klin., Apt., Dewi Primayani H., S.Farm., M.Farm-Klin., Apt., Yosi Irawati Wibowo, S.Si., M.Pharm., Apt., Eko Setiawan, S.Farm., Apt.  LITBANG: dr. Gunawan Kosasih, MHA, Ns. Rosa Dwi Sahati, S.Kep., MARS, Dewi Primayani H., S.Farm., M.Farm-Klin., Apt.  KEUANGAN: Sr. Augusta, SSpS., Sylvi Irawati, S.Farm., M.Farm-Klin., Apt.  IKLAN: dr. JB Hadiwibowo, SpPD, dr. Agung Kurniawan Saputra, Bobby Presley, S.Farm., M.Farm-Klin., Apt. DISTRIBUSI: dr. Wahyu Lulus Ariyanto, MARS., Nora Ekawati. Amd.Kep., SKM., dr. Tjienny Wati, GS Hardaningsih, Amd.Kep., Dra. Dianawati, Bambang Ermawan, S.Kom.  KONSULTAN AHLI: Prof. dr. R. Juwono, SpPD (K) TI, Prof. dr. P. Soetamto Wibowo, SpB-KBD, dr. Edi Lesmana Prawono, SpA., Dr. dr. B Triagung Ruddy Prabantoro, SpOG., dr. Suyanto, SpB., dr. Hery Soebadiono Santoso, SpS., Drs. A. Adji Prayitno S., MS., Apt. Buletin RASIONAL merupakan penerbitan hasil kerja sama antara PIOLK Universitas Surabaya dengan RSK St. Vincentius A PauloSurabaya. Buletin RASIONAL terbit setiap tiga bulan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan informasi farmasi klinis bagi dokter, apoteker dan perawat di Indonesia. Biaya langganan setahun (4 penerbitan) Rp. 50.000,- per edisi Rp. 15.000,-. Segala bentuk surat-menyurat harap dialamatkan kepada: Redaksi Buletin RASIONAL Pusat Informasi Obat dan Layanan Kefarmasian (PIOLK) - Universitas Surabaya Jalan Raya Kalirungkut, Surabaya 60293 Tel. 031-298 1170 atau 031-298 1172 Fax. 031-298 1171 Email: [email protected]

Vol. 10 No. 3

Buletin Rasional

Artikel

19

Beyond Use Date Produk Nonsteril Pengendalian mutu sediaan farmasi merupakan salah satu pekerjaan kefarmasian yang berkaitan erat dengan stabilitas obat. Suatu sediaan farmasi dapat dikatakan stabil jika tetap memiliki karakteristik kimia, fisika, mikrobiologi, terapetik dan toksikologi yang tidak berubah sejak awal diproduksi hingga selama masa penyimpanan serta penggunaan.1 Stabilitas obat diharapkan terjamin tidak hanya pada saat penyerahan obat ke pasien atau tenaga kesehatan, namun hingga disimpan di rumah ataupun di ruang rawat inap serta digunakan oleh pasien. Oleh karena itu, siapapun yang menerima obat harus mengerti hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga stabilitas obat. Pemberian informasi kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai cara penyimpanan dan batas waktu penggunaan obat setelah kemasan dibuka merupakan salah satu tanggung jawab tenaga kefarmasian yang penting untuk ketahui. Dalam praktek sehari-hari, tidak jarang terjadi salah kaprah terkait tanggal kedaluwarsa (expiration date/ ED) obat setelah kemasan dibuka. Seringkali, ED obat setelah kemasan dibuka dianggap tetap sama dengan yang tertera pada kemasan, padahal ED obat tersebut telah berubah. Dalam dunia kefarmasian, ED yang telah berubah ini dikenal dengan istilah beyond use date (BUD). Beyond use date merupakan batas waktu penggunaan yang tercantum pada wadah/kemasan obat, mencakup obat racikan, produk repacking (dikemas ulang), maupun produk obat pabrik dengan wadah multidose (penggunaan obat berkali-kali menggunakan wadah yang sama). Expiration date merupakan batas waktu penggunaan produk obat yang dicantumkan oleh pabrik obat pada kemasan asli. Expiration date memberikan gambaran kepada pengguna obat mengenai jangka waktu obat masih dapat dikatakan stabil sebelum kemasan dibuka berdasarkan uji stabilitas.1-3 Feby Christina adalah Staf Apoteker Farmasi Klinis RSK St. Vincentius A Paulo, Surabaya

Vol. 10 No. 3

Feby Christina, S.Farm., Apt. Menurut The U.S Pharmacopeia (USP), BUD sebaiknya dicantumkan pada etiket wadah obat untuk memberikan batasan waktu kepada pasien kapan obat tersebut masih layak untuk digunakan. Informasi BUD ini dapat ditentukan berdasarkan informasi dari pabrik obat, ataupun dari pedoman umum dalam USP. Penetapan BUD pada wadah sebagian besar obat diatur oleh regulasi masing-masing negara. Seperti halnya USP, The National Association of Boards of Pharmacy (NABP) merekomendasikan agar BUD dicantumkan pada etiket obat. Oleh karena itu, banyak negara yang akhirnya mengadopsi standar tersebut. Di Indonesia, belum ada regulasi khusus yang mengatur penetapan BUD. Meskipun demikian, hal ini tetap menjadi tanggung jawab profesional seorang apoteker untuk memberikan informasi BUD kepada pasien dan tenaga kesehatan. 2 Informasi ini penting disampaikan karena beberapa obat tidak boleh digunakan kembali setelah kemasannya dibuka akibat ketidakstabilannya.

Kesulitan Penetapan BUD a. Penetapan BUD merupakan suatu masalah yang kompleks karena berkaitan dengan molekul obat dengan sejumlah gugus fungsi reaktif, bahan tambahan yang beragam, wadah obat dan kondisi penyimpanan maupun penggunaan obat yang bervariasi.2 b. Penghalang utama dalam penetapan BUD pada etiket obat adalah kurangnya ketersediaan informasi stabilitas obat. Ilmu yang menjadi cikal bakal penetapan BUD adalah kinetika kimia. Ilmu ini membahas mengenai laju reaksi perubahan kimia obat yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: konsentrasi awal dan akhir obat, jenis pelarut, tekanan udara, serta suhu. Idealnya, bukti yang tepat untuk menentukan BUD hanya dapat diperoleh melalui penelitian yang spesifik terhadap

obat dengan bentuk sediaan tertentu. Penelitian secara kuantitatif dapat dilakukan menggunakan highperformance liquid chromatography (HPLC) dan metode analisis lainnya yang sesuai.1 Dalam situasi seperti ini, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana sebaiknya seorang apoteker menentukan BUD yang valid sekalipun tidak tersedia penelitian mengenai stabilitas obat tersebut.2 Menanggapi kesulitan ini, USP kemudian memprakarsai penelitian yang diadakan bersama dengan pabrik obat. Pharmaceutical Forum USP digunakan sebagai media bagi para apoteker, badan pemerintah, organisasi profesi farmasi, dan industri farmasi untuk saling bertukar pendapat dan informasi. Sementara penelitian ini terus berjalan, dibuatlah suatu konsensus dalam General Notices and General Chapters USP yang dapat dirangkum sebagai berikut: 1) Pabrik obat bertanggung jawab untuk menyediakan informasi yang diperlukan oleh apoteker dalam menetapkan BUD. 2) Apoteker disarankan untuk menggunakan penilaian profesional saat menggunakan informasi yang tersedia dalam menentukan BUD. 3) Tersedia pedoman standar bagi apoteker dalam menetapkan BUD produk obat pabrik maupun obat racikan. Pedoman standar ini hanya dapat diterapkan jika obat disimpan pada suhu serta kelembaban yang terkontrol sesuai syarat penyimpanan, dan disimpan dalam wadah kedap yang terlindung dari cahaya (kecuali dinyatakan lain).2

Penetapan BUD Obat Nonsteril Berikut ini akan dirinci langkahlangkah penetapan BUD baik untuk produk obat pabrik maupun obat racikan. a. Produk Obat Pabrik2 Tidak jarang dijumpai tablet dan kapsul yang sensitif terhadap kelembaban. Stabilitas obat-obat yang dikemas dalam jumlah banyak (satu wadah) seringkali perlu dipertimbangkan secara khusus. Pasien akan membuka–tutup wadah

Buletin Rasional

Artikel

20

setiap kali akan menggunakan obat untuk setiap dosis pemakaian. Hal ini menyebabkan obat akan terpapar oleh udara dan dengan demikian akan mengurangi shelf-life atau mempercepat ED. 1) Bentuk Sediaan Padat Produk obat pabrik bentuk sediaan padat yang membutuhkan BUD misalnya produk repacking (contoh: CTM kemasan 1000 tablet dikemas ulang dalam wadah yang lebih kecil dengan jumlah yang lebih sedikit dalam masing-masing wadah barunya) dan obat yang dikemas dalam wadah multi-dose (contoh: Sistenol®). Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, saat wadah dibuka maka batas waktu penggunaannya pun ikut berubah. Langkah-langkah penetapan BUD: a. Mencari informasi BUD dari pabrik obat yang bersangkutan b. Jika informasi dari pabrik tidak tersedia, gunakan pedoman umum dari USP: - Cek ED dari pabrik yang tertera pada kemasan asli - Jika ED<1 tahun, BUD maksimal = ED pabrik; Jika ED>1 tahun, BUD maksimal = 1 tahun. 2) Bentuk Sediaan Semipadat Contoh sediaan semipadat adalah salep, krim, lotion, gel dan pasta. Langkah-langkah penetapan BUD: a. Mencari informasi BUD dari pabrik obat yang bersangkutan b. Jika informasi dari pabrik tidak tersedia, gunakan pedoman umum dari USP:

- Cek ED dari pabrik yang tertera pada kemasan asli - Jika ED<1 tahun, BUD maksimal = ED pabrik; Jika ED>1 tahun, BUD maksimal = 1 tahun. 3) Bentuk Sediaan Cair Untuk produk obat yang harus direkonstitusi sebelum digunakan, informasi BUD ditetapkan berdasarkan informasi yang tertera pada kemasan asli obat. Untuk produk obat nonrekonstitusi (termasuk produk repacking) langkahlangkah penetapan BUD-nya yaitu: a. Mencari informasi BUD dari pabrik obat yang bersangkutan b. Jika informasi dari pabrik tidak tersedia, gunakan pedoman umum dari USP: - Cek ED dari pabrik yang tertera pada kemasan asli - Jika ED<1 tahun, BUD = ED pabrik; Jika ED>1 tahun, BUD = 1 tahun Contoh: 1. Obat merek X pertama kali digunakan pada bulan November 2011. ED obat yaitu Juni 2012, berarti sisa masa penggunaan = 8 bulan (<1 tahun), maka BUD maksimal = 8 bulan sejak digunakan, yaitu Agustus 2012. 2. Obat merek Y pertama kali digunakan November 2011. ED obat yaitu Mei 2013, berarti sisa masa penggunaan = 1,5 tahun (>1 tahun), maka BUD maksimal = 1 tahun sejak digunakan, yaitu Desember 2012.

Produk Obat Pabrik Sediaan Padat/Semipadat

Info Pabrik (-): Gunakan pedoman umum USP

Produk Obat Pabrik Sediaan Cair

Info pabrik

Non-rekonstitusi

Cek ED dari pabrik yang tertera pada kemasan asli

Infor Pabrik

Rekonstitusi

Info Pabrik (-): Gunakan pedoman umum USP

Cek Kemasan/Brosur

Jika ED <1 tahun BUD maks = ED pabrik Jika ED < 1 tahun BUD maks = ED pabrik

Jika ED >1 tahun BUD maks = 1 tahun

Gambar 1. Skema Langkah-langkah Penetapan BUD Produk Obat Pabrik Sediaan Padat/Semipadat

Vol. 10 No. 3

Jika ED > 1 tahun BUD maks = 1 tahun

Gambar 2. Skema Langkah-langkah Penetapan BUD Produk Obat Pabrik Sediaan Cair

b. Obat Racikan Penetapan BUD obat racikan harus dilakukan secermat mungkin. Hal ini disebabkan karena obat racikan memiliki karakteristik fisika kimia dan stabilitas tertentu yang dipengaruhi oleh masingmasing bahan obat yang ada di dalamnya.1 Beyond use date obat racikan terhitung sejak tanggal peracikan. Ketika akan menetapkan BUD, harus dipertimbangkan ED semua obat yang dicampurkan dalam formulasi. Obat racikan ini tentunya akan memiliki BUD yang lebih singkat daripada ED masingmasing bahan dalam formulasi. Jika dalam satu racikan terdapat lebih dari satu macam obat, gunakan BUD yang paling singkat.2 Langkah-langkah dalam menetapkan BUD obat racikan adalah1-4: 1. Gunakan informasi BUD berdasarkan penelitian spesifik pada obat racikan yang bersangkutan. 2. Jika tidak tersedia penelitian spesifik, maka carilah informasi penetapan BUD dari pabrik masing-masing obat yang digunakan dalam racikan (pilih BUD yang paling singkat). 3. Jika tidak tersedia informasi dari pabrik, maka carilah informasi stabilitas dari buku referensi atau literatur primer, seperti: - Trissel’s Stability of Compounded Formulations - AHFS Drug Information - Remington: The Science and Practice of Pharmacy - USP Dispensing Information - Journal of Pharmaceutical Sciences - American Journal of Health-System Pharmacy - International Journal of Pharmaceutical Compounding. 4. Sering ditemukan bahwa referensi yang dipublikasikan tidak mengevaluasi formulasi yang sama dengan formulasi obat racikan yang dimaksud, atau penelitian yang dilakukan tidak menguji stabilitas sediaan untuk periode waktu yang cukup panjang. Dengan kata lain, informasi stabilitas dari buku referensi maupun literatur primer tidak cukup memadai. Untuk mengatasi hal ini, USP Bab <795> memberikan petunjuk umum penetapan BUD untuk obat racikan non steril seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut. Buletin Rasional

Artikel

21

Tabel 1. Petunjuk Umum Penetapan BUD Obat Racikan Non Steril* Jenis Formulasi Formulasi oral yang mengandung air (water containing oral formulations)

Informasi Beyond Use Date BUD tidak lebih dari 14 hari jika disimpan pada suhu dingin yang terkontrol.

Formulasi cair atau semipadat topikal/dermal/mukosal yang mengandung air (water containing topical/dermal/mucosal liquid or semisolid formulations)

BUD tidak lebih dari 30 hari.

Formulasi yang tidak mengandung air (nonaqueous formulations)

BUD tidak lebih dari 25% waktu yang tersisa dari masing-masing obat hingga kedaluwarsa atau 6 bulan, dipilih yang lebih singkat.

c. Sediaan Semipadat (Salep, Krim, Gel, Pasta)2,3 BUD maksimal untuk obat racikan sediaan semipadat adalah 30 hari.

* Petunjuk ini dapat digunakan jika sediaan obat racikan tersebut dikemas dalam wadah kedap dan tidak tembus cahaya, disimpan pada suhu yang sesuai dan terkontrol (kecuali dinyatakan lain).

Berdasarkan petunjuk umum ini, maka dapat dibuat ketentuan penetapan BUD berdasarkan bentuk sediaan obat racikan, antara lain sebagai berikut: a. Puyer/Kapsul2 Cek ED masing-masing obat: ED<6 bulan maka BUD maksimal = ED ED>6 bulan maka hitunglah 25% dari sisa waktu penggunaan obat sebelum ED, jika hasilnya <6 bulan maka BUD maksimal = hasil perhitungan tersebut. Jika >6 bulan, maka BUD maksimal = 6 bulan. Contoh perhitungan: Obat merek X diracik pada bulan Desember 2012. ED obat yaitu Desember 2013.

BUD Racikan Puyer & Kapsul

Perhitungan BUD: = 25% x 12 bulan = 3 bulan (<6 bulan) BUD maksimal = 3 bulan. b. Larutan Oral (Oral Solution), Suspensi Oral, Emulsi Oral2 1. Larutan yang mengandung air, BUD maksimal = 14 hari. 2. Larutan yang tidak mengandung air: Cek ED masing-masing obat: ED <6 bulan maka BUD maksimal = ED ED >6 bulan maka hitunglah 25% dari sisa waktu penggunaan obat sebelum ED, jika hasilnya <6 bulan maka BUD maksimal = hasil

ED < 6 bulan

BUD maks = ED

ED > 6 bulan

Hitunglah 25% dari sisa waktu penggunaan obat sebelum ED

Cek ED Masingmasing obat

BUD Racikan LO, SO, EO

Gambar 3. Skema Langkah-langkah Penetapan BUD Obat Racikan Puyer dan Kapsul

Mengandung Air

Tidak Mengandung Air

BUD maks = ED

ED >6 bulan

Hitunglah 25% dari sisa waktu penggunaan obat sebelum ED

Cek ED Masingmasing obat

Gambar 4. Skema Langkah-langkah Penetapan BUD Obat Racikan Larutan Oral (LO), Suspensi Oral (SO), Emulsi Oral (EO)

Vol. 10 No. 3

Hasilnya < 6 bulan maka BUD maks = hasil perhitungan tersebut

Jika > 6 bulan, maka BUD maks = 6 bulan

Kesimpulan Pentingnya penetapan BUD menggerakkan diadakannya penelitian spesifik mengenai stabilitas dari masingmasing sediaan obat. Namun, terbatasnya ketersediaan informasi stabilitas ini menyebabkan USP membuat suatu konsesus untuk menyusun pedoman umum bagi apoteker dalam menetapkan BUD. Pedoman umum ini dapat digunakan jika sediaan obat memenuhi syarat penyimpanan dan pengemasan yang sesuai. Dalam mengaplikasikan petunjuk yang ada dalam pedoman umum USP, seorang apoteker diwajibkan untuk tetap menggunakan penilaian profesional dalam menetapkan BUD.

Kepustakaan 1. Allen LV. Beyond Use Date - Part 1, 2 and 3: Science and Technology for Hospital Pharmacy. Intern J Pharm Comp [Internet]. 2011 [cited 2012 Jun 10]. Available from: ht tp :/ /c omp ou nd in gto da y. co m/ Newsletter/Science_and_Tech_1105.cfm. 2. Thompson JE. A Practica l Guide to Contemporary Pharmacy Practice. 3rd ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins – Wolters Kluwer; 2009. 3. University of North Carolina - Eshelman School of Pharmacy. Assigning Beyond Use Date [Internet]. 2012 [cited 2012 May 27]. Available from: http://pharmlabs.unc.edu/ labs/prescriptions/beyond.htm. 4. America n Society of Hea lth- System Pharmacists. ASHP Technical Assistance Bulletin on Compounding Nonsterile Products in Pharmacies. Am J Hosp Pharm [Internet]. 1994 [cited 2012 May 27]. Available from: http://www.ashp.org/ s _a sh p/ do cs / fi le s/ BP 07 / Prep_TAB_Nonsterile.pdf.

BUD maks = 14 hari

ED < 6 bulan

perhitungan tersebut. Jika >6 bulan, maka BUD maksimal = 6 bulan.

Hasilnya <6 bulan maka BUD maks = hasil perhitungan tersebut

Jika >6 bulan, maka BUD maks = 6 bulan

Buletin Rasional

Artikel

22

Beyond Use Date Produk Steril Beyond use date (BUD) adalah tanggal yang ditetapkan pada produk steril yang telah dibuka dimana kondisi produk tersebut masih dalam rentang stabil dan dapat diberikan kepada pasien. Pada saat produk steril dibuka terjadi paparan dengan lingkungan di sekitarnya. Udara, uap air dan mikroorganisme dapat masuk dan menyebabkan perubahan fisika dan kimia, ser ta kontaminasi mikroorganisme. Perubahan fisika dan kimia dipercepat oleh meningkatnya suhu, sedangkan kontaminasi mikroorganisme dapat menyebabkan penularan penyakit infeksi.1 Produk steril biasanya tidak mengandung pengawet, oleh karena itu dapat terkontaminasi oleh bakteri dan menjadi sumber penularan penyakit infeksi, sebagai contoh: waktu kedaluwarsa (expiration date) serbuk injeksi seftriakson 1g dalam vial yang belum dibuka adalah 3 (tiga) tahun; sedangkan setelah direkonstitusi (beyond use date) sifat fisika dan kimia stabil selama 24 jam pada suhu 25°C dan selama 4 hari pada suhu 2-8°C. Single use vial seftriakson yang telah direkonstitusi harus segera digunakan.2 Expiration date larutan deksametason fosfat dalam single use vial yang belum dibuka adalah 2 (dua) tahun; sedangkan setelah diencerkan, beyond use date pada suhu 2-8°C adalah 24 jam.3 Waktu kedaluwarsa didefinisikan sebagai satuan waktu dimana suatu produk dapat dipertahankan/tetap memiliki sifat dan karakteristik yang sama dengan pada saat pembuatannya (dalam batas ter tentu) selama periode penyimpanan hingga digunakan. Tanggal kedaluwarsa dibedakan menjadi dua, yaitu (i) expiration date (ED) atau best before date dan (ii) beyond use date (BUD). Expiration date adalah tanggal yang ditetapkan berdasarkan waktu kedaluwarsa yang dihitung sejak produk dibuat (manufacture date); sedangkan beyond use date dihitung sejak wadah produk dibuka.

Vol. 10 No. 3

Gambar 1. Label BUD sediaan injeksi Potassium Phosphate dalam larutan Dextrose 5%

Single use dan single dose vial (SVD) sediaan injeksi diberikan hanya kepada satu pasien untuk satu kali pengobatan/prosedur. Syringe dan jarum yang telah digunakan atau diinjeksikan ke pasien, sudah terkontaminasi dan seharusnya tidak boleh digunakan kepada pasien atau vial lain. Penggunaan multi dose vial (MDV) juga sebaiknya hanya kepada satu pasien dan disimpan dalam refrigerator (2-8°C). Sediaan single use dan single dose mengandung sedikit atau bahkan tanpa pengawet sehingga mudah terkontaminasi dan menjadi sumber infeksi. Bahkan di dalam sediaan multi dose yang mengandung pengawet, bakteri masih dapat hidup selama kurang lebih 2 jam sebelum efek pengawet maksimal. 4,5

Gambar 2. Label sediaan injeksi Sodium Thiosulfate, Ceftriaxone dan Dexamethasone

Sediaan multi dose vial (MDV) berisiko menyebabkan penularan penyakit infeksi. Pada satu kajian sistematis (94 artikel) tentang kejadian luar biasa (outbreak) infeksi di rumah sakit terdapat 743 pasien mendapat obat/bahan obat dari vial yang terkontaminasi mengakibatkan 592 pasien menderita infeksi (hospitalacquired infection) dan 62 pasien diantaranya meninggal.6 Mattner dan Gastmeier melaporkan kejadian meninggalnya 2 pasien di rumah sakit karena terinfeksi Pseudomonas aeruginosa setelah disuntik cairan kontras media iomeprol yang sudah disimpan selama 8 hari. Penelitian cross sectional yang dilakukan di rumah sakit tersebut mendapati 227 vial yang telah dibuka, 109 vial diantaranya tidak mengandung pengawet; hanya 50% vial dilengkapi dengan label tanggal vial dibuka, 13% diantaranya sudah melewati tanggal kedaluwarsa. 7 Penelitian yang dilakukan di salah satu rumah sakit di Iran menyebutkan bahwa dalam 4 bulan terdapat 36 vial terkontaminasi bakteri, terutama bakteri Staphylococcus epidermidis (16 vial). Penelitian di Florida melaporkan terjadinya penularan virus Hepatitis C akibat penggunaan multi dose vial larutan NaCl 0,9% untuk membilas jalur infus intravena. Peneliti menduga bahwa hal tersebut terjadi karena menggunakan kembali jarum yang telah terkontaminasi atau dekontaminasi tutup vial yang kurang sempurna. 8 Praktek pemberian sediaan injeksi yang tidak aman diilustrasikan pada Gambar 3.

Buletin Rasional

Artikel

23

Gambar 3. Praktik pemberian injeksi yang tidak aman dan terjadinya penularan penyakit infeksi

Pada saat pemberiaan sediaan injeksi pada pasien yang terinfeksi, syringe dan jarum terkontaminasi oleh virus Hepatitis C. Jarum diganti, syringe yang terkontaminasi diberi jarum baru, untuk mengambil cairan dari vial yang steril. Kontaminan di dalam syringe mengkontaminasi vial steril sehingga vial terkontaminasi. Berikutnya vial yang sudah terkontaminasi akan mengkontaminasi syringe dan jarum steril yang akan digunakan.4,5 US Pharmacopoeia <797> mengelompokkan tingkat risiko kontaminasi produk steril menjadi 5, yaitu:1 1. Segera digunakan Pemberian injeksi dilakukan dalam waktu 1 jam sesudah penyiapan/ pencampuran sediaan injeksi.

satu klasifikasi ruang bersih (Clean room) yang digunakan untuk melakukan pencampuran sediaan injeksi secara aseptik. Persyaratan ruang ISO Class 5 adalah jumlah 0,5 partikel yang berukuran mikrometer tidak lebih dari 3520 partikel/m3 dan j uml ah mi kro b a kur ang d ari 1 c f u /m 3 . 3. Rendah dan diberikan dalam waktu 12 jam BUD Penyiapan sediaan injeksi dilakukan di Ruang ISO Class 5, tahapan pencampurannya sedikit dan diberikan dalam waktu 12 jam BUD. 4. Sedang Penyiapan sediaan injeksi dilakukan di Ruang ISO Class 5 dan tahapan pencampurannya banyak;

atau produk steril digunakan untuk lebih dari satu pasien; atau produk steril digunakan untuk satu pasien namun beberapa kali penggunaan. 5. Tinggi Penyiapan sediaan injeksi dengan bahan obat yang tidak steril; atau penyiapan sediaan steril dengan bahan obat steril namun tidak dilakukan di Ruang ISO Class 5; atau waktu/saat sterilisasi sediaan injeksi dilakukan >6 jam waktu penyiapan/pencampuran. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas sediaan injeksi adalah: jumlah tusukan, teknik aseptis yang dilakukan oleh petugas kesehatan, masuknya udara pada saat penusukan, lama penyimpanan, kondisi penyimpanan,

2. Rendah Penyiapan sediaan injeksi dilakukan di Laminar Air Flow Workbench (LAFW) atau Biological Safety Cabinet (BSC) yang memenuhi persyaratan partikel dan mikroba ISO Class 5 dan tahapan pencampurannya sedikit, misalnya: rekonstitusi sediaan injeksi antibiotik vial satu dosis. Ruang ISO Class 5 adalah salah

Vol. 10 No. 3

Tabel 1. Waktu kedaluwarsa (beyond use date) sediaan injeksi menurut kategori risiko kontaminasi1 Waktu Kedaluwarsa (beyond use date) Suhu Penyimpanan Risiko kontaminasi Risiko kontaminasi Risiko kontaminasi rendah sedang tinggi Suhu kamar (<25°C)

48 jam

30 jam

24 jam

Kulkas (2 – 8°C)

14 hari

9 hari

3 hari

Suhu beku

–10°C)

45 hari

Buletin Rasional

Artikel

24

Kepustakaan 1. The United States Pharmacopeia. 31ed. Rockville: United States Pharmacopeial Convention, Inc; 2008. 2. Ceftriaxone 1g powder for solution for injection [SPC] [Internet]. 2012 [update 2010 Dec 2; cited 2012 Oct 3]. Available from: http://www. medicines.org.uk/EMC/medicine/ 5 4 6 9/ SP C/ Ceftria xone+ 1 g+ Powder+for+solution+for+injection/ #SHELF_LIFE. 3. Dexamethasone 3.3 mg/ml solution for injection (vial) [SPC] [Internet]. 2012 [update 2010 Apr; cited 2012 Oct 3]. Available from: http://www.medicines. org.uk/EMC/medicine/23141/SPC/ Dexam etha son e+3 .3+m g+m l+ Solution+for+Injection+%28vial%29/.

ada/tidak adanya pengawet. Waktu kedaluwarsa (beyond use date) secara umum dengan mempertimbangkan kategori risiko kontaminasi dapat dilihat pada Tabel 1. Pedoman pemberian injeksi yang aman4,5 1. Vial dengan label single dose atau single use hanya digunakan untuk satu pasien dan satu prosedur. Single dose vial berarti satu vial mengandung satu dosis pemberian. Single use vial berarti vial tersebut diformulasikan untuk satu kali pemberian. 2. Jarum dan syringe steril hanya digunakan satu kali (satu kali pakai buang, disposable). 3. Penyiapan dan pemberian sediaan injeksi secara aseptis dan mencegah kontaminasi. 4. Pemberian sediaan injeksi sebelum batas waktu kedaluwarsa (expiration date atau beyond use date).

Vol. 10 No. 3 View publication stats

5. Penyimpanan, pencampuran dan pemberian sediaan injeksi sesuai dengan standar prosedur operasional yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih. 6. Dokumentasi dan evaluasi keefektifan dan keamanan penggunaan sediaan injeksi secara berkala.

Penutup Pemberian sediaan injeksi rentan terhadap kontaminasi mikroba oleh karena itu direkomendasikan penggunaan sediaan injeksi untuk satu kali pakai dengan menggunakan syringe dan jarum satu kali pakai pula. Di samping itu teknik aseptis, dekontaminasi vial dan karet tutup vial, penggunaan alat pelindung diri dan dilakukan di ruang steril (ISO Class 5) diperlukan sebagai salah satu aktivitas pengendalian infeksi di rumah sakit.

4. Perz JF, Thompson ND, Schaefer MK, Patel PR. US outbreak investigations highlight the need for safe injection practices and basic infection control. Clin Liver Dis. 2010;14:137–151. 5. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Guideline for isolation precautions: preventing transmission of infectious agents in health care settings 2007. Atlanta (GA): US Department of Health and Human Services; 2007. Available from: http:// www. cdc.gov/hicpac/pdf/isolation/ isolation2007.pdf. 6. Vonberg RP, Gastmeier P. Hospitalacquired infections related to contaminated substances. J Hosp Infect. 2007;65(1):15-23. 7. Mattner F, Gastmeier P. Bacterial contamination of multiple-dose vials: a prevalence study. Am J Infect Control. 2004;32(1):12-6. 8. Krause SG, Whisenhunt S, Trepka M, Katz D, Ninan O, Wiersma S et al. Patient-to-patient transmission of hepatitis C virus associated with the use of multidose vials of saline. Paper presented at: The 49th Annual ES Conference; 2000 April 10-14; Atlanta (GA); 2000.

Ditulis oleh : Fauna Herawati, M. Farm-Klin., Apt.

Buletin Rasional