Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
BOBOT HIDUP DOMBA EKOR GEMUK (DEG) YANG DIBERIKAN PAKAN TAMBAHAN LEGUMINOSA (Body weight of fat tail sheep with leguminous supplemented) F.F. MUNIER Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah, Jl. Raya Lasoso 62, Biromaru 94364
ABSTRACT The useful of leguminous as feed supplement for Fat Tail Sheep (DEG) could increase of body weight. The assessment had aim to known effect of leguminous feeding toward the DEG body weight. Assessment was done at Kawatuna village, South Palu sub district, Palu City, Central Sulawesi from February–June 2003. Totally of 32 head of fat tail ewes with 1,0–1,5 years old were divided 1 group as farmer pattern (control) and 3 groups for feed treatment. Every group had 8 fat tail ewes. P0 = without feed supplement (farmer pattern), P1 = 500 g/head/day of peanut (Arachis hypogaea) by-product, P2 = 500 g/head/day of Gliricidia sepium, P3 = 500 g/head/day of Desmanthus virgatus. Leguminous was given to DEG every morning. All animals were grazed during 11.00 − 17.00. Weighing was conducted every 2 weeks in the morning before feeding. The statistical analysis used Complete Random Design and it was tested to use The Least Significant Different (LSD). Result of statistical analysis for leguminous feeding shown significant different (P<0,05) toward finisher body weight of fat tail ewes and LSD test between P0 and P2 was significant different (P<0,05), while P1 and P3 with P0 weren’t significant different (P>0,05). The average of finisher body weight of fat tail ewes for P0, P1, P2 and P3 were 20,81 kg, 22,56 kg, 25,56 kg and 23,38 kg, respectively. Key Words: Body Weight, Fat Tail Sheep, Leguminous ABSTRAK Penggunaan leguminosa sebagai pakan tambahan untuk Domba Ekor Gemuk (DEG) dapat meningkatkan bobot hidup karena leguminosa sebagai sumber protein kasar yang tinggi. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian leguminosa terhadap bobot hidup DEG. Pengkajian telah dilaksanakan di desa Kawatuna, kecamatan Palu Selatan sub district, kota Palu, Sulawesi Tengah dari Pebruari–Juni 2003. Sebanyak 32 ekor DEG betina berumur 1,0–1,5 tahun yang dibagi menjadi 1 grup pola petani (kontrol) dan 3 grup untuk perlakuan pakan. Setiap grup memilki 8 DEG betina. P0 = tanpa pakan perlakuan (pola petani), P1 = 500 g/ekor/hari brangkasan kacang tanah (Arachis hypogaea), P2 = 500 g/ekor/hari gamal (Gliricidia sepium), P3 = 500 g/ekor/hari desmanthus (Desmanthus virgatus). Leguminosa diberikan pada DEG betina setiap hari sebelum digembalakan. Rumput alam sebagai pakan dasar dikonsumsi DEG betina di padang penggembalaan dari 11.00–17.00. Peningbangan dilakukan setiap 2 minggu pada pagi hari sebelum diberikan pakan. Analisis statistik digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAK) dan diuji dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Hasil analisis statistik bahwa pemberian leguminosa menunjukan berdeda nyata (P<0,05) terhadap bobot hidup akhir DEG betina dan hasil uji BNT P0 dan P2 adalah berbeda nyata (P<0,05), sedangkan P1 dan P3 dengan P0 tidak berbeda nyata (P>0,05). Rataan bobot hidup akhir DEG betina untuk P0, P1, P2 dan P3 adalah masing-masing 20,81 kg, 22,56 kg, 25,56 kg dan 23,38 kg. Kata Kunci: Bobot hidup, Domba Ekor Gemuk (DEG), Leguminosa
PENDAHULUAN Sistem pemeliharaan domba ekor (DEG) di Lembah Palu umumnya bersifat tradisional dimana DEG digembalakan setiap hari di
410
gemuk masih hanya padang
penggembalaan. Kondisi ini mengakibatkan DEG tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan ketersediaan rumput alam di padang penggembalaan rakyat di kota Palu hanya 1.483,2 kg/ha/tahun (MUNIER, 2003) atau hanya dapat menampung
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
3 ekor/ha/tahun domba dewasa dengan bobot hidup 35 kg, sedangkan leguminosa kurang tersedia di padang penggembalaan. DEG yang mengkonsumsi rumput alam di padang penggembalaan ini mengalami kekurangan unsur-unsur nutrisi terutama kandungan protein kasar karena kandungan protein kasar rumput alam ini adalah sangat rendah. Alternatif untuk memenuhi kekurangan protein kasar ini dengan pemberian pakan tambahan berupa leguminosa. Ketersediaan leguminosa sebagai hijauan pakan ternak di kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah cukup tinggi, namun belum dimanfaatkan secara optimal. Saat DEG dikandangkan pada malam dan pagi hari tidak diberikan pakan tambahan, meskipun ada beberapa peternak yang memberikan pakan tambahan. MUNIER dan SARASUTHA (2004) melaporkan bahwa hasil survei di Lembah Palu, dari 29 orang responden hanya tiga orang yang memberikan pakan tambahan leguminosa dan lima orang memberikan pakan tambahan limbah pertanian untuk ternak kambingnya. Padahal pemberikan pakan tambahan leguminosa sangat dibutuhkan DEG sebagai sumber protein kasar untuk peningkatan produksi. Tanaman gamal biasanya ditanam sebagai tanaman pagar atau tanaman pelindung bagi tanaman perkebunan. Produksi gamal dalam bentuk bahan segar adalah 349,7 g/pohon/panen (YUHAENI et al., 1997). Desmanthus juga sudah banyak tersebar di kawasan kota Palu terutama disepanjang aliran air irigasi. Produksi desmanthus mencapai 24,0 ton/ha/ panen (MUNIER et al., 2003). Tanaman palawija yang umum diusahakan petani di kawasan Kota Palu adalah kacang tanah, sehingga setiap musim panen cukup tersedia brangkasan kacang tanah yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan. Produksi brangkasan kacang tanah 3 ton/musim panen (DISTANBUNNAK SULTENG, 2003). Pemanfaatan leguminosa sebagai pakan tambahan bagi DEG diharapkan dapat meningkatkan bobot hidup dewasa karena ketiga jenis leguminosa ini merupakan sumber protein kasar yang cukup tinggi. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian leguminosa sebagai pakan tambahan terhadap bobot hidup DEG yang dipelihara secara semi intensif.
MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah dari bulan Pebruari–Juni 2003. Sejumlah 32 ekor DEG betina berumur 1,0–1,5 tahun yang dibagi menjadi satu kelompok pola peternak (kontrol) dan tiga kelompok diberikan pakan tambahan leguminosa. Setiap kelompok terdiri dari 8 ekor DEG betina. P0 = tanpa pakan tambahan (pola peternak), P1 = 500 g/ekor/hari brangkasan kacang tanah (Arachis hypogaea), P2 = 500 g/ekor/hari gamal (Gliricidia sepium), P3 = 500 g/ekor/hari desmanthus (Desmanthus virgatus). Brangkasan kacang tanah yang dimanfaatkan dalam bentuk bahan kering agar tahan lama disimpan hingga musim panen berikutnya. Gamal dan desmanthus dilayukan terlebih dahulu sebelum diberikan pada DEG untuk mengurangi kadar air. Disamping itu, khusus daun gamal yang dilayukan gamal dapat mengurangi bau khas yang kurang disukai DEG. Brangkasan kacang tanah dan desmantus beserta batangnya dipotong-potong sepanjang 5 cm−10 cm sebelum diberikan pada DEG, sedangkan daun gamal diberikan dengan tangkai daun. Semua leguminosa ini diberikan pada DEG setiap pagi hari sebelum digembalakan sesuai perlakuan. Rumput alam sebagai pakan dasar (basal feed) diperoleh saat digembalakan di padang penggembalaan mulai jam 11.00–17.00. Sampel pakan leguminosa diambil sedikit dari sisa pakan dan dikumpulkan, sedangkan rumput alam diambil dari padang penggembalaan tempat DEG merumput untuk dianalisis kandungan bahan kering, protein kasar dan serat kasar. Perkembangan bobot hidup dievaluasi dengan melakukan penimbangan setiap dua minggu sekali pada pagi hari sebelum diberikan pakan tambahan leguminosa. Penimbangan ini dilaksanakan selama empat bulan (delapan kali penimbangan) pada semua betina DEG yang dikaji. PBHH DEG dihitung dengan menggunakan rumus: PBBH = B - A L dimana: B : bobot hidup akhir A : bobot hidup awal L : lama pemeliharaan
411
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Analisis data menggunakan Rancangan Acak Lengkap (SASTROSUPADI, 2000) dengan rumus: Yij = µ + Ti + Eij;
i = 1,2,3, …… t
J = 1,2,3, …… r dimana: Yij : respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j. µ : nilai tengah umum. Ti : pengaruh perlakuan ke-i Eij : pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Apabila hasil analisis data untuk pemberian pakan tambahan leguminosa menunjukkan pengaruh nyata terhadap bobot hidup, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dari prosedur SASTROSUPADI (2000) dengan rumus: BNT = t (db galat) x
√ 2s2 Ulangan
dimana: s2
:
kuadrat tengah (KT)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nutrisi rumput alam dan leguminosa
produksi. Permasalahan ini dapat diatasi dengan pemberian pakan tambahan berupa leguminosa yang cukup tersedia di wilayah kecamatan Palu Selatan. Hasil survei MUNIER et al. (2002) melaporkan bahwa beberapa jenis leguminosa yang tersedia disekitar kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu adalah desmanthus, gamal dan lamtoro, sedangkan limbah pertanian seperti brangkasan kacang tanah, brangkasan jagung dan jerami padi. Leguminosa yang diberikan setiap hari dapat dihabiskan oleh DEG. Hal ini menunjukkan bahwa brangkasan kacang tanah, gamal dan desmanthus disukai oleh DEG dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhannya untuk menutupi kekurangan protein dari rumput alam. Pakan dasar berupa rumput alam untuk P1, P2 dan P3 dikonsumsi DEG saat digembalakan di padang penggembalaan. Tabel 1. Kandungan nutrisi pakan yang dikonsumsi DEG Jenis hijauan pakan
Kandungan nutrisi (%) Bahan kering*
Protein kasar**
Serat kasar**
Rumput alam
47,9
3,0
14,3
Brangkasan kacang tanah
91,1
14,4
13,8
Gamal
83,6
23,5
24,3
Desmanthus
61,9
22,6
28,2
Pada Tabel 1 dapat dilihat kandungan nutrisi rumput alam dan leguminosa yang diberikan pada DEG selama penelitian.
*Dianalisis di Lab. BPTP Sulteng, Palu **Dianalisis di Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak Fak. Pertanian, Univ. Tadulako, Palu..
Konsumsi pakan harian
Bobot hidup
DEG yang dipelihara di kawasan Kota Palu umumnya mengkonsumsi pakan dasar (basal feed) berupa rumput alam pada saat digembalakan di padang penggembalaan. Hasil analisis di laboratorium menunjukkan bahwa kandungan protein kasar rumput alam di padang penggembalaan Kota Palu hanya 3,0%. Kondisi ini mengakibatkan DEG yang hanya mengkonsumsi rumput alam saja tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan
Hasil penimbangan setiap dua minggu menunjukkan bahwa pemberian leguminosa sebagai pakan tambahan dapat meningkatkan bobot hidup DEG. Hal ini dapat dilihat pada akhir penelitian dimana semua perlakukan (P1, P2 dan P3) terjadi kenaikan bobot hidup yang ditandai dengan bobot hidup akhir yang lebih tinggi dibandingkan dengan bobot hidup awal (Tabel 2). Berbeda dengan P0 (tanpa pakan tambahan) yang relatif stabil.
412
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 2. Bobot hidup awal, bobot akhir, kenaikkan bobot hidup dan pertambahan bobot hidup harian DEG betina Perlakuan
Bobot hidup awal (kg)
Bobot Kenaikan Pertambahan hidup bobot bobot hidup akhir hidup harian (g) (kg) (kg)
20,3
20,8a
0,5
9,0
P1
19,1
22,6
a
3,5
28,6
P2
21,1
25,6b
4,5
37,5
19,6
a
3,9
31,8
P0
P3
23,4
Angka yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05)
Tabel 2 memperlihatkan bahwa bobot hidup akhir tertinggi pada P2 yaitu 25,6 kg dengan kenaikan bobot hidup 4,5 kg selama empat bulan, diikuti oleh P3 yaitu 23,4 kg dengan kenaikan bobot hidup 3,9 kg, P1 23,4 kg dengan kenaikan bobot hidup 3,5 kg dan terendah P0 yaitu 20,8 kg dengan kenaikan bobot hidup hanya 0,5 kg. P2 memiliki bobot hidup akhir tertinggi dibanding dengan perlakukan lainnya karena pakan tambahan yang diberikan adalah gamal dengan kandungan protein kasar tertinggi pula. Tinggi bobot hidup akhir pada semua perlakuan diatas (P1, P2 dan P3) disebabkan oleh pemberian pakan tambahan leguminosa yang memiliki kandungan protein kasar yang cukup tinggi. Brangkasan kacang tanah, gamal dan desmanthus memiliki kandungan protein kasar masing-masing 15,1%, 23,1% dan 16,1% (Tabel 1). Kandungan protein kasar pada ketiga jenis leguminosa ini dapat menutupi kekurangan protein kasar yang berasal dari rumput alam (3,0%) sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi DEG. Kandungan protein kasar dari ke tiga jenis leguminosa ini sudah memenuhi standar, bahkan diatas dari kebutuhan induk domba. Menurut KEARL (1982) bahwa kebutuhan protein kasar untuk induk domba adalah 15%, hal ini didukung oleh TILLMAN et al. (1986) bahwa kebutuhan protein kasar pada ternak domba saat pertumbuhan dengan rataan bobot hidup 21,55 kg membutuhkan protein kasar sebesar 15,58%. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian leguminosa berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rataan bobot hidup
akhir DEG betina. Hasil uji BNT menunjukkan bahwa rataan bobot hidup akhir P2 25,6 kg berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan P0 20,8 kg. Sedangkan bobot hidup akhir P1 22,6 kg dan P3 23,4 kg tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap bobot hidup akhir P0 20,8 kg. Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa bobot hidup DEG meningkat dibandingkan bobot hidup awal yang telah diberikan pakan tambahan, sedangkan DEG tanpa diberikan pakan tambahan (pola peternak) mengalami penurunan bobot hidup. Bobot hidup akhir ini relatif sama dengan pengkajian sebelumnya dilokasi yang sama. MUNIER et al. (2003) melaporkan bahwa bobot hidup akhir DEG betina yang digembalakan dan diberikan pakan tambahan brangkasan kacang tanah 500 g/ekor/hari, gamal g/ekor/hari, dan desmanthus g/ekor/hari, dan semua perlakuan diberikan tambahan dedak padi 2% dari bobot hidup DEG dengan rataan bobot hidup akhir masingmasing 22,3 kg, 24,9 kg dan 21,9 kg. Bobot hidup yang relatif sama antara pengkajian ini dengan pengkajian sebelumnya, padahal pada pengkajian sebelumnya diberikan tambahan dedak padi. Penyebabnya adalah pada pengkajian sebelumnya rataan bobot hidup awal lebih rendah (masing-masing 18,0 kg, 18,7 kg dan 16,0 kg). Tingginya bobot hidup akhir DEG yang diberikan pakan tambahan leguminosa memiliki korelasi positif terhadap pertambahan bobot hidup harian (PBHH). Rataan PBHH DEG tertinggi pada P2 yaitu 37,5 g/ekor, diikuti P3 yaitu 37,5 g/ekor dan terendah P1 yaitu 28,6 g/ekor. Rataan PBHH DEG pada pengkajian ini lebih rendah dibandingkan pengkajian sebelumnya di lokasi yang sama. MUNIER et al. (2003) melaporkan bahwa PBHH DEG betina yang digembalakan dan diberikan pakan tambahan brangkasan kacang tanah 500 g/ekor/hari, gamal g/ekor/hari, dan desmanthus g/ekor/hari, dan semua perlakuan diberikan tambahan dedak padi 2% dari bobot hidup masing-masing 35,9 g/ekor, 51,6 g/ekor dan 49,5 g/ekor. Perbedaan ini terjadi karena pada pengkajian ini diberikan tambahan dedak padi yang memiliki kandungan protein kasar 15,2%. Rataan PBHH DEG pada P0 hanya 9,0 g/ekor. Rendahnya rataaan PBHH DEG pada P0 disebabkan oleh terbatasnya kandungan
413
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
nutrisi hijauan terutama rumput alam yang dikonsumsi DEG saat digembalakan di padang penggembalaan. Disamping itu terbatasnya hijauan pakan yang tersedia di padang penggembalaan karena umumnya padang penggembalaan yang ada di Kelurahan Kawatuna memiliki ketersediaan hijauan pakan terbatas. Hal ini ditandai dengan rendahnya pertumbuhan vegetasi rumput akibat cekaman panas dan terbatasnya curah hujan. KESIMPULAN DAN SARAN Pemberian pakan tambahan leguminosa (brangkasan kacang tanah, gamal dan desmanthus) dapat meningkatkan rataan bobot hidup akhir DEG yang diikuti oleh rataan PBHH yang tinggi pula. Rataan bobot hidup akhir DEG untuk P1, P2, dan P3 masing-masing 22,6 kg, 25,6 kg dan 23,4 kg, rataan PBHHnya masing-masing 28,6 g/ekor, 31,8 g/ekor dan 28,6 g/ekor. Disarankan untuk meningkatkan PBHH DEG diatas 50 g/ekor dengan tambahan pemberian dedak padi karena cukup tersedia di lapang dan harganya terjangkau oleh peternak. DAFTAR PUSTAKA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN SULAWESI TENGAH. 2003. Statistik Peternakan Sulawesi Tengah 2002 (angka sementara). Proyek Pengembangan Agribisnis Peternakan Sulawesi Tengah TA 2002. KEARL, L.C. 1982. Nutrient Requirements of ruminants in developing countries. Int. Feedstuff Inst. Utah Agric. Exp. Sta. USU. Logan Utah, USA. LABORATORIUM ANALITIK, FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS TADULAKO. 2003. Laporan analisa protein kasar, serat kasar dan bahan kering.
414
MUNIER, F.F., D. BULO dan A.N. KAIRUPAN. 2002. Karakteristik pemeliharaan ternak domba ekor gemuk (DEG) di kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan, kota Palu, Sulawesi Tengah. Pros. Ekspose Nasional Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Ujung Pandang 22−23 Oktober 2002. Buku II. Puslitbangtanak, Bogor. hlm. 441−448. MUNIER, F.F. 2003. Karakteristik sistim pemeliharaan ternak ruminansia kecil di Lembah Palu Sulawesi Tengah. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner di Auditorium Balai Penelitian Veteriner, Bogor 29−30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 327−332. MUNIER, F.F., D. BULO, SAIDAH, A.N. KAIRUPAN, R. BOY dan A. LASENGGO. 2003. Kajian pemeliharaan domba ekor gemuk (DEG). Laporan Hasil Pengkajian T.A. 2003. BPTP Sulawesi Tengah, Palu. MUNIER, F.F., D. BULO, SYAFRUDDIN dan N.F. FEMMI. 2003. Pertambahan bobot hidup domba ekor gemuk (DEG) yang dipelihara secara semi intensif. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 29−30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 303−306. MUNIER, F.F. dan I.G.P. SARASUTHA. 2004. Sistem pemeliharaan ternak Kambing di Lembah Palu Sulawesi Tengah. Pros. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor, 6 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 171−177. TILMAN, A.D., H HARTADI, S. REKSOHADIPROJO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1986. Ilmu makanan ternak. Cetakan ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. YUHAENI, S., N.P. SURATMINI, N.D. PURWANTARI, T. MANURUNG dan E. SUTEDI. 1997. Pertanaman lorong (alley cropping) leguminosa dengan rumput pakan ternak: pengaruh jenis rumput dan jarak larikan glirisidia terhadap pertumbuhan dan produksi hijauan pakan. JITV 2(4): 242−249.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
DISKUSI Pertanyaan: Pemberian daun gamal dan desmanthus dalam bentuk dilayukan. Kenapa bahan kering gamal (Tabel 1) dapat mencapai 83,6%? Jawaban: Tingginya kandungan bahan kering daun gamal disebabkan karena saat itu terjadi kekeringan sehingga daun gamal menjadi kering (kandungan air daun gamal rendah).
415