PROFIL INDUSTRI BAJA
Profil Industri Baja
I.
Pendahuluan Sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, peran pemerintah dalam mendorong kemajuan sektor industri ke depan dilakukan secara terencana serta disusun secara sistematis dalam suatu dokumen perencanaan. Dokumen perencanaan tersebut harus menjadi pedoman dalam menentukan arah kebijakan pemerintah dalam mendorong pembangunan sektor industri dan menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan industri nasional. Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) disusun sebagai pelaksanaan amanat pasal 8 ayat 1, Undang-Undang No. 3 tahun 2014, dan menjadi pedoman bagi pemerintah dan pelaku Industri dalam perencanaan dan pembangunan Industri sehingga tercapai tujuan penyelenggaraan Perindustrian. RIPIN memiliki masa berlaku untuk jangka waktu 20 tahun, dan bila diperlukan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. Di dalam RIPIN telah ditentukan ditentukan 10 industri prioritas yang dikelompokkan kedalam industri andalan, industri pendukung dan industri hulu sebagai berikut : Industri Andalan
Industri Pendukung
1.Industri Pangan
7.Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan
2.Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan
Jasa Industri
3.Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka
Industri Hulu
4.Industri Alat Transportasi 5.Industri Elektronika dan Telematika (ICT) 6.Industri Pembangkit Energi
1
8.Industri Hulu Agro 9.Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam 10.Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara
Profil Industri BAJA 2014
Kesepuluh Industri prioritas tersebut merupakan bagian dari Bangun Industri Nasional. Bangun industri nasional berisikan industri andalan masa depan, industri pendukung, dan industri hulu, dimana ketiga kelompok industri tersebut memerlukan modal dasar berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, serta teknologi, inovasi dan kreativitas. Pembangunan industri di masa depan tersebut juga memerlukan prasyarat berupa ketersediaan infrastruktur dan pembiayaan yang memadai, serta didukung oleh kebijakan dan regulasi yang efektif. Adapun bagan Bangun Industri Nasional bisa dilihat seperti Gambar 1.1 berikut.
Gambar 1.1 Bangun Industri Nasional 2
Profil Industri BAJA 2014
Industri baja, salah satu bagian dari industri logam dasar yang termasuk dalam industri hulu, merupakan salah satu industri strategis di Indonesia. Sektor ini memainkan peran utama dalam memasok bahan-bahan baku vital untuk pembangunan di berbagai bidang mulai dari penyedian infrastruktur (gedung, jalan, jembatan, jaringan listrik dan telekomunikasi), produksi barang modal (mesin pabrik dan material pendukung serta suku cadangnya), alat transportasi (kapal laut, kereta api beserta relnya dan otomotif), hingga persenjataan.
Gambar 1.2 Peran Pembangunan Industri Baja 3
Profil Industri BAJA 2014
Atas perannya yang sangat penting tersebut, keberadaan industri baja menjadi sangat strategis untuk kemakmuran suatu negara. Indonesia sendiri memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan industri baja. Hal ini didasarkan pada data konsumsi baja per kapita Indonesia yang saat ini masih sangat rendah. Pada tahun 2013, konsumsi baja Indonesia baru mencapai 61,6 kg per kapita per tahun dan menempati urutan ke-6 diantara negara-negara ASEAN. Konsumsi per kapita industri baja suatu negara dihitung dari jumlah produksi baja kasar dibagi dengan jumlah penduduk negara tersebut.
Gambar 1.3 Konsumsi Baja Perkapita Indonesia Tahun 2013
4
Profil Industri BAJA 2014
Cakupan Industri baja sangat luas, meliputi rentang nilai yang panjang dari hulu sampai hilir. Hulunya dimulai dari proses hasil tambang berupa pasir besi menjadi bijih besi (iron ore) dan dilanjutkan menjadi pellet yang merupakan bahan baku untuk pembuatan besi baja. Selanjutnya diproses lagi pada tanur baja untuk menghasilkan produk baja antara yang menghasilkan bahan baku bagi industri hilirnya sebagai produk akhir (end product). Industri baja sendiri merupakan industri yang bersifat padat modal, padat teknologi dan memerlukan SDM yang trampil dan ahli dalam merencanakan proses produksi dan pengaturan mesin secara optimal dan efisien.
Gambar 1.4 Industri Besi Baja dari hulu sampai hilir Mengingat luasnya cakupan industri baja dari hulu sampai hilir, maka dalam pembuatan profil baja ini dibatasi hanya pada produk hulu yaitu pada industri Slab/Billet dan Hot Rolled Coil (HRC). Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), Industri tersebut termasuk dalam kode :
5
KBLI 24101:
Industri besi dan baja dasar (iron and steelmaking)
KBLI 24102 :
Industri penggilingan baja (steel rolling)
Profil Industri BAJA 2014
II. Sumber Daya Alam pendukung Industri Baja Sumber Daya Alam (SDA) yang digunakan dalam industri baja adalah hasil tambang berupa pasir besi (iron sand) dan bijih besi (iron ore). Indonesia memiliki potensi sumber daya pasir besi dan bijih besi yang cukup besar dengan jumlah deposit berupa sumberdaya dan cadangan sekitar 5.110 juta ton (Tabel 2.1). Secara nasional potensi sumber daya mineral tersebut cukup besar tetapi menyebar di beberapa daerah dengan jumlah yang terbatas. Potensi tersebut memiliki karakteristik yang beragam, baik dari segi kualitas maupun jenis mineral besi yang terkandung di dalamnya. Secara umum sumber daya untuk industri besi baja ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis: 1. Biji besi primer atau biji besi magnetit-hematit, dengan deposit sebesar 881,8 juta ton yang tersebar di Lampung, Sumatera Barat, Jambi, Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Biji besi magnetit-hematit adalah biji besi dengan kadar yang sangat bervariasi dari 25%Fe-67%Fe, dilihat seperti Gambar 2.1 berikut.
Sumber: Pusat Sumber Daya Geologi, (diolah) 6
Profil Industri BAJA 2014
2. Biji besi laterit, dengan deposit sebesar 1.778,4 juta ton yang tersebar di Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi tenggara, Maluku Utara dan Papua barat. Biji Besi laterit merupakan hasil pelapukan sehingga banyak didominasi oleh mineral-mineral guikt dan mengandung nikel. Kadar biji besi laterit juga bervariasi dapat juga ditingkatkan kadarnya dengan berbagai macam teknologi peningkatan kadar, dilihat seperti Gambar 2.2 berikut.
Sumber: Pusat Sumber Daya Geologi, (diolah)
7
Profil Industri BAJA 2014
3. Pasir besi, dengan deposit yang sangat besar yaitu sebesar 2.121 juta ton yang tersebar di D.I Yogyakarta, Maluku Utara dan Papua. Pasir besi merupakan pasir dengan konsentrasi besi yang signifikan Pasir ini terdiri dari magnetit, Fe3O4, dan juga mengandung sejumlah kecil titanium, silika, mangan, kalsium dan vanadium, dilihat seperti Gambar 2.3 berikut.
Sumber: Pusat Sumber Daya Geologi, (diolah)
8
Profil Industri BAJA 2014
Tabel 2.1 Sumber Daya dan Cadangan Mineral Besi Provinsi Aceh Bangka Belitung Bengkulu DI. Yogyakarta Jambi Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kepulauan Riau Lampung Maluku Utara NTB NTT Papua Papua Barat Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan JUMLAH
Sumber Daya (Ton) Besi Primer 350.000,00 35.905.485,00 165.001.969,00 500.000,00 293.072.988,00 550.297.475,00 171.838.160,00 80.069.700,00 18.000.000,00 50.000,00 2.421.435,00 11.360.993,00 90.790.000,00 28.182,00 726.000,00 38.303.000,00 287.198.000,00 7.595,37 371.536.697,30 58.171.060,00 437.366.260,00 17.500.000,00 28.102.295,00 1.600.000,00 1.778.412.867,30 881.784.427,37 TOTAL SUMBER DAYA Besi Laterit
Pasir Besi 2.897.110,00 4.304.641,00 232.812.330,00 31.065.027,00 9.714.000,00 46.408.353,00 945.429,10 581.283.099,00 20.133,53 668.824,00 1.071.850.000,00 2.088.000,00 7.871.513,32 355.331,00 129.058.246,00 2.121.342.036,95 4.781.539.331,62
Cadangan (Ton) Besi Primer 21.875.000,00 18.089.105,00 28.411.810,00 83.330.000,00 1.500.000,00 2.432.004,58 7,12 84.830.000,00 70.807.926,70 TOTAL CADANGAN
Besi Laterit
Pasir Besi 169.078.400,00 1.302.000,00 2.730.000,00 700.000,00 173.810.400,00 329.448.326,70
Sumber: Pusat Sumber Daya Geologi, 2012 (diolah) Saat ini ada beberapa perusahaan yang melakukan penambangan pasir besi, salah satunya adalah PT.Yasindo Abdi Putra yang berlokasi di Tasikmalaya, Jawa Barat dengan kapasitas produksi mampu mencapai 3000 ton pasir besi per hari. 9
Profil Industri BAJA 2014
Sedangkan perusahaan yang melakukan pengolahan bijih besi menjadi besi spons (sponge iron) hanya terdapat dua buah perusahaan yaitu PT.Meratus Jaya Iron & Steel dan PT.Delta Prima Steel dengan kapasitas produksi masing-masing sebesar 315 ribu ton dan 100 ribu ton (Tabel 2.2). Tabel 2.2 Perusahaan Pengolahan Bijih Besi No
Nama Perusahaan
Lokasi
Kapasitas Produksi (Ton)
Keterangan
1
PT. Meratus Jaya Iron & Steel
Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan
315.000
PMDN
2
PT. Delta Prima Steel
Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan
100.000
PMA
Sumber: BKPM, 2014
10
Profil Industri BAJA 2014
Besi Laterit Besi Primer Pasir Besi
KALIMANTAN Sumber Daya (Ton) 550.297.475 562.980.848 -
Cadangan (Ton)
Besi Laterit Besi Primer Pasir Besi
68.375.915 -
SULAWESI Sumber Daya (Ton) 808.902.957 75.678.655 139.373.090
Cadangan (Ton) 1.500.000 -
Besi Laterit Besi Primer Pasir Besi
MALUKU Sumber Daya (Ton) 90.790.000 581.283.099
Cadangan (Ton) 83.330.000 -
SUMATERA
Besi Laterit Besi Primer Pasir Besi
Sumber Daya (Ton) 2.421.435 242.370.742 8.147.180
Cadangan (Ton) 2.432.012 -
Besi Laterit Besi Primer Pasir Besi
JAWA Sumber Daya (Ton) 500.000 319.999.710
Cadangan (Ton) 173.810.400
Besi Laterit Besi Primer Pasir Besi
NUSA TENGGARA Sumber Daya (Ton) 754.182 688.958
Cadangan (Ton) -
Besi Laterit Besi Primer Pasir Besi
PAPUA Sumber Daya (Ton) 325.501.000 1.071.850.000
Cadangan (Ton) -
Gambar 2.4 Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Mineral Besi di Wilayah Indonesia Sumber: Pusat Sumber Daya Geologi, 2012 (diolah) 11
Profil Industri BAJA 2014
III. Rantai Nilai (Pohon Industri) Baja Rantai nilai Industri baja cukup panjang dari hulu sampai hilir. Hulunya dimulai dari proses hasil tambang berupa pasir besi dan bijih besi. Meskipun secara proses bukan dianggap sebagai bagian dari industri besi baja dan merupakan industri pemasok dalam supply chain industri baja, namun keberadaannya sangat strategis dalam menentukan daya saing industri baja suatu negara. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah pertambangan bijih besi, pasir besi, ferro nikel, batu bara baik untuk bahan energi maupun bahan baku kokas, gas alam, mineral penunjang seperti batu kapur dan dolomit. Selanjutnya bijih besi tersebut diproses lagi pada tanur peleburan baja untuk menghasilkan produk baja hulu yang merupakan bahan baku bagi industri baja antara dan seterusnya secara berantai menjadi produk baja hilir sebagai produk akhir (end product). Berdasarkan aliran proses dan hubungan antara bahan baku dan produk tersebut, industri baja nasional tersebut dibagi dalam pengelompokan sebagai berikut: 1. Industri Baja Hulu Terdapat dua system utama proses pembuatan baja hulu, yaitu : a. Teknologi blast furnace Melalui proses ini bijih besi direduksi dengan kokas batu bara dalam sebuah tanur tiup yang tinggi. Produk dari proses ini adalah besi cair yang kemudian dapat diproses lebih lanjut dalam tahap steel making atau dapat langsung dicetak sebagaimana dikenal sebagai pig iron. b. Teknologi Direct Reduction Iron (DRI) Pada proses ini bijih besi dalam bentuk bulk atau pellet direduksi dengan gas pereduksi (yang berasal dari gas alam atau batu bara). Produk dari proses ini dapat berupa besi spons atau hot briquette iron (HBI), sebagai bahan baku proses steel making selanjutnya. Disamping dua jalur utama diatas terdapat pula beberapa teknologi penyedia bahan baku industri baja yang jumlahnya relatif kecil seperti teknologi direct smelting, rotary kiln, dan open heart.
12
Profil Industri BAJA 2014
2. Industri Baja Antara Berdasarkan alur rantai nilainya, industri baja antara ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu : a. Kelompok Industri Antara 1: Pembuatan Baja Kasar (Crude Steel) Pig Iron atau Sponge Iron dari hasil industri baja hulu diproses lebih lanjut menjadi produk baja kasar (crude steel) berupa bloom, billet, slab dan ingot. Bloom dan billet merupakan bahan baku industri baja pengolahan long product, slab merupakan bahan baku industri pengolahan flat product, dan ingot merupakan bahan baku industri pembentukan baja lainnya. - Slab Slab adalah produk hulu baja lembaran yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja lembaran canai panas (Hot Rolled Coil/Plate) dan baja lembaran dingin (Cold Rolled Coil/Sheet). Slab baja merupakan proses peleburan Sponge iron (80%) dan Scrap besi baja (20%) dalam electric arc furnace (EAF) yang menghasilkan baja dalam bentuk cair (liquid Steel) yang kemudian dituang ke dalam continuos casting machine (CCM) untuk menghasilkan baja kasar. Slab baja memiliki dimensi lebar 1.000 mm, tebal 200 mm, panjang 6.000 mm dan beratnya dapat mencapai 30 ton per buah. - Billet Billet adalah baja dalam bentuk batangan yang digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan baja profil, baja tulang beton, dan baja kawat. Bahan baku baja ini adalah besi spons, dan ferro alloy yang dilebur dan diolah di dalam dapur listrik (electric arc furnace) untuk dicairkan. Setelah mencair, selanjutnya baja dituang dalam cetakan atau sebuah mesin pengecoran kontinyu (Continuous Casting Machine) sehingga menjadi billet baja. Dimensi billet umumnya dengan ukuran penampang 100 x 100 mm, 110 x 110 mm, 120 x 120 mm, 130 x 130 mm dan standar panjang 6 m, 10 m, dan 12 m.
13
Profil Industri BAJA 2014
Alur dan proses pengolahan bijih besi menjadi slab dan billet dapat ditunjukkan pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Bagan Proses Produksi Slab dan Billet
14
Profil Industri BAJA 2014
b. Kelompok Industri Antara 2: Pembuatan Baja Semi Finished Product Kelompok ini adalah tahapan yang memproses baja kasar menjadi produk semi finished. Billet dan bloom merupakan bahan baku untuk pembuatan produk semi finished wire rod dan green pipe. Selanjutnya wire rod akan menjadi bahan baku berbagai industri pengolahan long finished product seperti paku, baut, mur, kawat las, PC wire. Sedangkan green pipe akan menjadi bahan baku industri seamless pipe (OCTG dan Line Pipe) bagi industri migas. Sementara semi finished product di jalur flat product adalah hot rolled coil (HRC), hot rolled plate (HRP) dan cold rolled coil (CRC). HRC selain merupakan bahan baku terbesar dari industri pengolahan flat product seperti untuk konstruksi, pipa las spiral dan kapal. Sementara CRC digunakan sebagai bahan baku industri peralatan rumah tangga, otomotif, pelapisan seng. - Hot Rolled Coil (HRC) Baja lembaran canai panas dalam gulungan (hot rolled coil) dibuat dengan menggunakan bahan baku berupa slab baja. Untuk mendapatkan ketebalan HRC yang diinginkan maka slab ditipiskan dalam proses penipisan melalui hot strip mill (HSM). Alur dan proses pengolahan slab menjadi HRC ditunjukkan pada Gambar 3.2 Aplikasi produk HRC digunakan untuk industri: - Konstruksi Umum dan Las - Pipa Las Lurus/Spiral - Komponen & Rangka Otomotif - Jalur Pipa untuk minyak & gas - Casing & Tubing Pipa Sumur Minyak - Tabung Gas - Baja Tahan Korosi - Reroling - Konstruksi Kapal - Boiler dan Pressurized Container
15
Profil Industri BAJA 2014
Gambar 3.2 Bagan Proses Produksi HRC 3. Industri Baja Hilir a. Pembuatan baja finished flat product Kelompok ini merupakan konsumen terbesar industri baja dunia. Berbagai industri pemakai diantaranya industri konstruksi, otomotif, pipa, profil dan pelapisan. Sebagai media antara bahan baku HRC dan CRC dengan kebutuhan industri pembuatan finished product, maka dimasukkan pula dalam kelompok ini industri jasa pemotongan dan pembentukan baja lembaran (shearing/slitting lines). b. Pembuatan baja finished long product Kelompok ini merupakan konsumen paling bervariasi dari industri baja. Berbagai industri pemakai diantaranya industri pembuatan baja batangan, profil, baja konstruksi, kawat, paku dan mur/baut. Berdasarkan aliran proses dan hubungan antara
16
Profil Industri BAJA 2014
industri baja hulu sampai industri baja hilir, maka struktur industri baja dapat ditunjukkan sebagai pohon industri baja seperti pada Gambar 3.3 berikut:
Gambar 3.3 Pohon Industri Baja 17
Profil Industri BAJA 2014
IV. Kondisi Industri Baja Saat Ini 1. Pertumbuhan Industri Logam Dasar Angka pertumbuhan Industri Logam Dasar berfluktuasi antara tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Tahun 2011 industri logam dasar tumbuh sebesar 6,28%, angka ini meningkat tajam sebesar 110% dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2010. Tetapi pada tahun 2012 pertumbuhan industri logam dasar mengalami penurunan yang tajam menjadi 1,81% dan selanjutnya meningkat lagi pada tahun 2013 menjadi 8,38% atau meningkat sebesar 363% dibandingkan angka pertumbuhan tahun sebelumnya. Kontribusi industri logam dasar ini terhadap pertumbuhan industri non migas pada tahun 2013 adalah sebesar 5,17%. Perkembangan pertumbuhan industri logam dasar atau industri material dasar logam serta peranannya terhadap sektor lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Industri Material Dasar Logam Uraian
2009
2010
2011
2012
2013
Ekonomi Nasional
4.63
6.22
6.49
6.23
5.78
Industri Non Migas
2.56
5.12
6.74
6.42
6.10
Basis Industri Manufaktur
0.97
3.13
6.79
6.52
5.11
Material Dasar Logam
0.99
3.05
6.28
1.81
8.38
-4.28
2.30
12.85
6.43
10.74
5.37
5.12
5.17
18.45
17.50
17.82
- Material Dasar Logam Besi
Kontribusi terhadap Pembentukan GDP Industri non migas Material Dasar Logam
5.77
5.45
Kontribusi terhadap Pembentukan GDP BIM Material Dasar Logam Sumber: Direktorat Industri Material Dasar Logam
18
19.11
18.67
Profil Industri BAJA 2014
Gambar 4.1 Grafik Pertumbuhan Industri Material Dasar Logam Baja Cakupan Industri material dasar logam dalam KBLI 24101 sangat luas. Selain Slab dan Billet dalam KBLI ini termasuk produk logam dasar lainnya seperti: pellet bijih besi, besi spons, besi kasar (pig iron), dan lain-lain. Begitu juga cakupan dalam KBLI 24102 sangat luas. Selain HRC dalam KBLI ini termasuk produk-produk gilingan batang kawat baja, baja tulangan, baja profil, baja strip, baja rel, pelat baja, dan baja lembaran hasil gilingan dingin (cold rolled sheet). Dari data pertumbuhan nalai tambah kedua KBLI tersebut, maka nilai tambah untuk produk Slab/Billet dan HRC sudah merupakan bagian dari angka pertumbuhan tersebut. 19
Profil Industri BAJA 2014
Nilai tambah produk pada KBLI 24101 meningkat terus dari tahun 2009 sampai tahun 2011, tetapi menurun sekitar 37% pada tahun 2012. Nilai tambah produk pada KBLI 24102 tahun 2010 menurun drastis sebesar 57% dibandingkan tahun 2009, namun kemudian meningkat tajam sebesar 200% pada tahun 2010. Perkembangan pertumbuhan nilai tambah industri material logam dasar tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Pertumbuhan nilai tambah industri material dasar logam Nilai tambah dalam juta rupiah KBLI
Deskripsi
2009
2010
2011
2012
24101
Industri besi dan baja dasar (iron and steelmaking)
4,928,346
6,374,248
7,611,491
4,782,288
24102
Industri penggilingan baja (steel rolling)
9,255,694
3,964,826
12,102,284
11,277,204
Sumber: BPS, 2013 2. Jumlah Perusahaan dan Kapasitas per industri Awalnya Indonesia hanya mempunyai satu perusahaan yang memproduksi Slab dan Billet yaitu PT. Krakatau Steel, di Cilegon, Banten. Belakangan karena adanya masalah PT. Krakatau Steel tidak lagi memproduksi Slab dan Billet. Untuk memenuhi kebutuhan pabriknya memproduksi produk hilir baja, maka PT. Krakatau Steel mengimpor slab dan billet. Perusahaan dalam negeri lainnya yang memproduksi produk hilir baja, juga mengimpor Slab sebagai bahan bakunya. Dalam beberapa tahun terakhir PT.Krakatau Steel bekerja sama dengan Posco Korea Selatan membangun pabrik baja di Banten Indonesia dengan nama PT. Krakatau Posco. Perusahaan ini mengimpor material selanjutnya diproses sebagai bahan baku untuk memproduksi memproduksi Slab dan Billet. Jenis produk yang dihasilkan serta kapasitas produksi PT. Krakatau Posco adalah 20
Profil Industri BAJA 2014
Ada beberapa perusahaan yang memproduksi produk HRC dan produk baja hilir lainnya. Perusahaan tersebut mengimpor Slab dan Billet sebagai bahan baku untuk memproduksi HRC dan produk baja batangan. Jumlah perusahaan produsen yang memproduksi Slab, Billet dan HRC beserta kapasitasnya seperti terlihat pada tabel 4.3 dan perkembangan produksinya seperti terlihat pada tabel 4.4 Tabel 4.3 Jumlah Perusahaan dan Kapasitas Podusen Baja Dasar
No.
Kelompok
Jumlah Perusahaan 2013
Kapasitas 2013 (ribu ton)
1
Slab Baja
1
1,850
2
Billet/Ingot/Bloom
40
8,770
3
HRC
2
2,550
Sumber: Direktorat Industri Material Dasar Logam
21
Profil Industri BAJA 2014
Tabel 4.4 Perkembangan Produksi Produk Baja Dasar Nilai dalam: ribu ton No.
Kelompok
2009
2013
Utilisasi (%)
2010
2011
2012
940,5
1.083,6
1.013,5
1.166,3
1.319,2
71,31
1
Slab Baja
2
Billet/Ingot/Bloom
3.123,9
3.254,9
3.686,0
4.181,2
4.616,1
52,63
3
HRC
1.773,8
2.041,4
2.295,3
2.471,6
2.701,2
1.128,3
Sumber: Direktorat Industri Material Dasar Logam 3. Ekspor –Impor Karena produsen baja dasar (crude steel) di dalam negeri masih sangat sedikit, sehingga jumlah produksinya juga sedikit dibandingkan kebutuhan nasional, maka pada dasarnya Indonesia belum mengekspor produk logam dasarnya, atau mengekspor dengan nilai yang sangat sedikit. Kekurangan kebutuhan nasional terpaksa dipenuhi dari produk impor. Jumlah Impor produk logam dasar dalam beberapa tahun terakhir relatif tetap. Perkembangan impor produk logam dasar dalam 6 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut
22
Profil Industri BAJA 2014
Tabel 4.5 Impor Produk Logam Dasar Nilai dalam: US$ No.
Uraian Sub Total Impor
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Trend (%) (2008-12)
2014 smt. 1
10,349.3
6,110.2
8,464.1
10,726.5
13,399.2
12,599.4
4.43
6287.53
1
Besi/Baja Dasar (Pellet, Pig Iron & Skrap)
1,477.4
639.7
815.9
1,195.8
1,269.2
1,242.5
-3.84
632.86
2
Besi/Baja Kasar (Slab, Billet, Ingot)
2,100.4
933.2
1,409.5
1,561.0
2,395.1
2,136.9
-4.67
1033.92
3
HRC/Plate
1,779.1
864.2
1,277.3
2,116.8
2,383.0
2,046.2
9.55
1064.78
4
CRC/Sheet
1,049.6
759.0
1,033.8
1,332.5
1,349.4
1,268.0
10.79
703.85
6
Batang & Batang Kawat Baja (Bars & Rod)
698.6
441.3
633.6
823.6
997.9
1,040.6
8.93
623.03
Sumber: Direktorat Industri Material Dasar Logam
V. PELUANG PASAR DALAM DAN LUAR NEGERI 1. Pasar Dalam Negeri Sampai saat ini konsumsi baja Indonesia masih sangat rendah. Pada tahun 2013 konsumsi baja Indonesia adalah sebesar 61,6 kg per kapita per tahun (World Steel Association, 2014). Angka ini masih di bawah konsumsi negara-negara di Asia Tenggara. Untuk bisa menjadi negara maju, maka Indonesia harus memiliki konsumsi baja per kapita per tahun sebesar 500 Kg. Dengan tingkat konsumsi baja perkapita pertahun yang masih rendah maka Indonesia setidaknya masih memerlukan kapasitas produksi baja 120 juta ton untuk menopang konsumsi 500 Kg pertahun perkapita. Konsumsi dalam negeri ini dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri dan ditambah dari impor.
23
Profil Industri BAJA 2014
Perbandingan konsumsi per kapita per tahun di negara-negara ASEAN dapat terlihat pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Konsumsi Baja per Kapita Dari struktur permintaan, pasar domestik lebih banyak mengkonsumsi besi/baja kasar, Hot Rolled Coils (HRC), Hot Rolled Plates, Cold Rolled Coils (CRC), besi beton profil ringan, dan batang kawat baja (Wire Rod). Sektor konstruksi merupakan sektor penyumbang terbesar terhadap konsumsi baja nasional dengan proporsi sebesar 80%. Pembangunan jaringan pipa memiliki kontribusi sebesar 8%, sektor manufaktur, industri alat-alat mesin dan industri otomotif memiliki kontribusi masing-masing sebesar 3%, 2% dan 1%, sedangkan 6% sisanya merupakan kebutuhan industri lain). 24
Profil Industri BAJA 2014
Konsumsi dalam negeri yang merupakan penjumlahan hasil produksi dalam negeri dengan impor, dan dikurangi dengan ekspor dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.1 Konsumsi Baja (dalam ribu Ton) No. 1
Uraian
2008
2009
2010
2011.
2012 *
Besi/Baja Kasar (Crude Steel) Produksi
4,000.2
4,064.4
4,338.5
4,699.5
5,347.6
36.1
2.2
13.2
1.5
3.8
Impor
2,598.4
2,092.5
2,402.0
2,495.1
3,817.7
Konsumsi
6,562.5
6,154.8
6,727.3
7,193.0
9,161.5
1,665.2
1,773.8
2,041.4
2,295.3
2,471.6
46.5
5.7
14.3
23.4
15.5
Impor
1,090.0
600.3
799.3
1,326.1
1,579.7
Konsumsi
2,708.6
2,368.4
2,826.4
3,597.9
4,035.9
Produksi
834.9
886.3
818.7
848.8
879.0
Ekspor
719.9
456.6
406.6
371.5
148.5
Impor
502.9
227.9
300.3
582.2
804.2
Konsumsi
617.9
657.6
712.5
1,136.6
1,534.7
Ekspor
2 Hot Rolled Coils (HRC) Produksi Ekspor
3 Hot Rolled Plates
Catatan : *) Angka sementara
Sumber: Direktorat Industri Material Dasar Logam 25
Profil Industri BAJA 2014
Sumber: Bank UOB Buana, 2011 Gambar 5.2 Konsumsi Baja Nasional Menurut Sektor Pertumbuhan ekonomi nasional suatu negara sangat mempengaruhi tingkat konsumsi baja nasionalnya. Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional Indonesia, permintaan terhadap baja juga terus meningkat. Terutama pada pertumbuhan sektor konstruksi, industri manufaktur dan otomotif. 26
Profil Industri BAJA 2014
Pertumbuhan konsumsi dalam negeri meningkat terus dalam 6 tahun terakhir, kecuali ada penurunan tajam pada tahun 2008/09, disebabkan adanya krisis ekonomi global. Korelasi pertumbuhan konsumsi dengan pertumbuhan PDB terlihat pada tahun 2010/11 terjadi pertumbuhan PDB sebesar 15,39% yang mengakibatkan pertumbuhan konsumsi baja sebesar 22,38%. Korelasi pertumbuhan PDB terhadap pertumbuhan konsumsi baja nasional dalam 6 tahun terakhir dapat dilihat dalam gambar berikut : % 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 -5,00
2005/06
2006/07
2007/08
2008/09
2009/10
-10,00
Pertumbuhan Konsumsi
-15,00
Pertumbuhan PDB
-20,00
Uraian Pertumbuhan Konsumsi Pertumbuhan PDB
2010/11
2005/06 2006/07 2007/08 2008/09 2009/10 2010/11 -17,50 16,01 21,77 -15,90 20,66 22,38 20,37 18,31 25,32 13,18 14,81 15,39 Gambar 5.3 Grafik Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Konsumsi Baja Nasional
27
Profil Industri BAJA 2014
Dari grafik di atas terlihat adanya korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan konsumsi baja. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumsi baja nasional akan terus tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan konsumsi baja menunjukan pertumbuhan pasar baja nasional. Oleh karena itu jika tidak diikuti dengan pertumbuhan industri baja dalam negeri maka pasar baja nasional akan semakin dipenuhi oleh baja impor. Mengacu pada Gambar 5.3 diatas dan pendapat Dr Veena Jha (2006) bahwa pertumbuhan baja sejalan dengan pertumbuhan PDB, maka konsumsi baja nasional dapat diproyeksikan dengan mengikuti persamaan sebagai berikut: Konsumsi tahun ke-n = (Konsumsi Tahun n-1 + (Konsumsi Tahun n-1 x Pertumbuhan PDB )
Pendekatan persamaan di atas digunakan juga oleh PLN dalam memproyeksikan kebutuhan listrik nasional (RUPTL 2012-2021). Pertumbuhan konsumsi PLN mengikuti pertumbuhan PDB Nasional sebesar 6% sebagaimana prediksi Bank Indonesia. Begitu juga dengan konsumsi baja nasional mengikuti pertumbuhan PDB Nasional sebesar 5,78% pada tahun 2013, sedangkan pertumbuhan produksi baja nasional mengikuti pertumbuhan PDB logam dasar besi & baja sebesar 6,93% pada tahun 2013. Secara keseluruhan proyeksi konsumsi dan produksi baja nasional sampai dengan tahun 2025 ditunjukkan pada Tabel 5.2 dan Gambar 5.4.
28
Profil Industri BAJA 2014
Tabel 5.2 Proyeksi Produksi dan Konsumsi Baja Nasional (Ribu Ton)
Uraian Proyeksi Produksi (Scrap) Proyeksi Produksi (Sponge Iron) Proyeksi Total Produksi Proyeksi Konsumsi GAP Uraian Proyeksi Produksi (Scrap) Proyeksi Produksi (Sponge Iron) Proyeksi Total Produksi Proyeksi Konsumsi GAP
29
2014 3.708
2015 3.708
2016 3.708
2017 3.819
2018 3.819
2019 3.819
3.296
3.296
3.296
3.395
3.395
3.395
7.004 15.659 8.655 2020 3.934
7.004 16.599 9.595 2021 3.934
7.004 17.595 10.591 2022 3.934
7.214 18.651 11.437 2023 4.052
7.214 19.770 12.556 2024 4.052
7.214 20.956 13.742 2025 4.052
3.497
3.497
3.497
3.707
3.707
3.707
7.431 22.213 14.783
7.431 23.546 16.116
7.431 24.959 17.528
7.758 26.456 18.698
7.758 28.044 20.285
7.758 29.726 21.968
Profil Industri BAJA 2014
'000 Ton 32.000 30.000 28.000 26.000 24.000 22.000 20.000 18.000 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 -
GAP Proyeksi Total Produksi Proyeksi Konsumsi
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Gambar 5.4. Proyeksi Konsumsi dan Produksi Baja Nasional Berdasarkan hasil proyeksi diatas, maka proyeksi konsumsi baja nasional pada tahun 2025 akan mencapai sekitar 29.726 ribu ton (30 juta ton), sedangkan proyeksi produksinya hanya mencapai sekitar 7.758 ribu ton (8 juta ton), sehingga GAP atau kekurangan produksi baja nasional di tahun 2025 yaitu sekitar 21.968 ribu ton (22 juta ton). 30
Profil Industri BAJA 2014
2. Pasar Dunia/Global Proyeksi permintaan Baja Dunia Berdasarkan laporan World Steel Association dalam ”World Steel Short Range Outlook 2014-2015” dijelaskan bahwa industri baja dunia pada tahun 2011 akan mengalami peningkatan permintaan sebesar 2% menjadi 1.562 juta metrik ton melanjutkan pertumbuhan sebesar 3,8% pada tahun 2013. Pada tahun 2015, permintaan baja diperkirakan akan tetap tumbuh sebesar 2% sehingga mencapai angka 1.594 juta metrik ton. Permintaan baja pada tahun 2015 diproyeksikan akan dikuasai oleh kawasan Asia dan Oceania dengan market share sebesar 66,8%, sedangkan kawasan Amerika Utara dan Uni Eropa akan berkontribusi sebesar 18,2% dari total penggunaan baja dunia. Perbandingan kebutuhan masing-masing negara dapat dilihat pada grafik berikut.
Sumber: OECD (2013) Gambar 5.5. Grafik Pertumbuhan Kebutuhan Baja (CAGR 2002 – 2012) 31
Profil Industri BAJA 2014
Gambar 5.6. Grafik Proyeksi Kebutuhan HRC 32
Profil Industri BAJA 2014
33
Profil Industri BAJA 2014
VI. KESIMPULAN 1. Pertumbuhan konsumsi baja nasional tidak diimbangi dengan pertumbuhan industri baja nasional, sehingga impor baja terus meningkat. Proyeksi konsumsi baja pada tahun 2015 akan mencapai 30 juta Ton, sedangkan proyeksi produksi nasional hanya 8 juta Ton, sehingga terdapat kekosongan supply sebesar 22 juta Ton. Data ini menunjukkan adanya peluang investasi untuk industri baja. 2.
Untuk menarik calon investor, maka perlu informasi data yang akurat disampaikan publik. Hal ini dapat dilakukan melalui web Kementerian Perindustrian
3. Data-data yang akan dipublish pada Web Kemenperin dalah : Peta SDA berupa pasir besi dan biji besi, kapasitas produksi, produksi, suply dan demand, ekspor dan impor, dan jumlah dan lokasi industri baja
34
Profil Industri BAJA 2014