dampak peristiwa madiun 1948 terhadap ... - Portal Garuda

dihubungkan dengan adanya jalan raya trans Jawa dan jalan kereta api yang menghubungkan Surabaya dan .... kedua partai tersebut, Amir Syarifuddin hany...

11 downloads 626 Views 264KB Size
EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

DAMPAK PERISTIWA MADIUN 1948 TERHADAP MASYARAKAT KOTA MADIUN Sri Dwi Ratnasari Prodi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Pacitan Email: [email protected] ABSTRAK Pada tahun 1948 terjadi peristiwa yang menyangkut revolusi Indonesia, yaitu Peristiwa Madiun. PKI dianggap sebagai dalang yang bertanggungjawab dalam peristiwa tersebut. Peristiwa Madiun dilatarbelakangi oleh adanya Perjanjian Renville dan program ReRa oleh Kabinet Hatta yang menyebabkan adanya ketegangan diantara kalangan TNI, FDR/PKI dan masyarakat. Peristiwa Madiun 1948 merupakan upaya dari FDR/PKI untuk menguasai Kota Madiun dan mengambilalih pemerintahan dari tangan Republik. FDR/PKI mendirikan sebuah pemerintahan darurat yaitu Front Nasional Daerah Madiun. Peristiwa tersebut menelan banyak korban jiwa karena terjadi pembunuhan-pembunuhan terhadap tokoh masyarakat, pegawai pemerintahan, pasukan-pasukan pemerintah, ulama-ulama, para santri dan masyarakat biasa yang dilakukan oleh oknum-oknum PKI. Di bidang sosial, karena kekejaman PKI masyarakat Madiun cenderung menutup diri, sikap diam dan tidak berbicara terkait dengan peristiwa yang terjadi pada 1948 dianggap sebagai solusi yang tepat. Kebencian yang mendalam membekas di hati masyarakat Madiun antara kaum abangan dengan kaum santri. Di bidang ekonomi, harga-harga bahan pokok sempat mengalami penurunan dan masyarakat Madiun yang berbasis ekonomi pertanian tidak menjual hasil pertaniannya ke kota lain tetapi untuk dikonsumsi sendiri, sehingga pemenuhan kebutuhan bahan pokok dapat terpenuhi. Kata Kunci: Peristiwa Madiun, Masyarakat

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Madiun adalah sebuah Karesidenan yang terdiri dari beberapa kabupaten antara lain: Madiun, Magetan, Ngawi, Ponorogo dan Pacitan. Pada tahun 1948, Madiun adalah salah satu kota besar di Republik setelah Yogyakarta dan Solo. Menurut Anderson (2003:49) di masa lalu, Madiun seringkali menjadi pangkalan tempat para pangeran Jawa yang membangkang dalam melakukan serangan ke Solo. Kemudian kota ini berkembang sebagai suatu pusat komunikasi utama, yang dihubungkan dengan adanya jalan raya trans Jawa dan jalan kereta api yang menghubungkan Surabaya dan Jawa Barat, dan memiliki banyak persawahan, daerahdaerah perkebunan, serta adanya pelabuhan di Pacitan di Pantai Selatan. Pada tahun 1948 di Madiun terjadi peristiwa penting yang menyangkut sejarah revolusi Indonesia, yaitu terjadinya Peristiwa Madiun. Peristiwa tersebut pada pemerintahan Orde Lama disebut dengan Peristiwa Madiun 1948. Namun setelah pemerintahan Orde Lama berakhir dan digantikan oleh Pemerintahan Orde Baru di bawah

pimpinan

Soeharto

Peristiwa

Madiun

kemudian

disebut

sebagai

Pemberontakan PKI di Madiun. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN

137

EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

Pengaruh yang masuk ke kota Madiun akibat dari pertentangan partai politik mengakibatkan Madiun

dijadikan sebagai pusat PKI dan FDR yang kemudian

membentuk fusi FDR-PKI dan sejak pertengahan tahun 1948 dikenal dengan nama gabungan FDR-PKI Amir Muso. Pertengahan tahun terjadi aksi teror yang menimpa daerah kabupaten dan kotapraja Madiun, antara lain perampokan, penodongan, perampasan, penganiayaan, penculikan dan bahkan pembunuhan yang dilakukan terhadap anggota Masyumi maupun PNI dan pendukungnya. Selain itu PKI juga menjalankan usaha sabotase dan pengacauan terhadap hak milik pemerintah, partai lawan dan perseorangan yang dianggap membahayakan. Penyerobotan tanah hutan dilakukan dengan

penduduk sekitarnya, yang sebelumnya PKI mengadakan

propaganda yang menganjurkan rakyat jelata yang berabad-abad tertindas, setelah revolusi berhasil apa salahnya mereka menikmati hasil revolusi dengan menempati dan mengerjakan tanah hutan yang merupakan milik pemerintah Republik awalnya adalah milik rakyat yang dikuasai Belanda. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang diambil adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang Peristiwa Madiun 1948? 2. Bagaimana jalannya Peristiwa Madiun 1948? 3. Bagaimana dampak dari Peristiwa Madiun 1948 dilihat dari segi sosial ekonomi? II. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Kembali pada definisi ini dikemukakan tentang peranan penting dari apa yang seharusnya diteliti yaitu konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang teliti (Moleong, 2005: 6). Selain itu juga penelitian ini menggunakan

pendekatan

kesejarahan

atau

historis,

karena

penelitian

ini

berhubungan dengan kenyataan yang terjadi pada masa lampau. Metode penulisan sejarah adalah suatu proses sejarah mengacu dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau atau sumber sejarah (Gottschalk, 1975:32 Metode sejarah mencakup empat langkah, yaitu heuristik (pengumpulan sumber), pengujian sumber (kritik sumber), intepretasi dan (penulisan) historiografi.

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN

138

EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

Teknik pengumpulan data atau heuristik yang terkait dengan pengumpulan sumber-sumber penelitian tentang hasil budaya Song Terus dilakukan melalui studi pustaka, studi arsip, observasi, dan wawancara. Studi pustaka merupakan penelitian di perpustakan yang ditujukan untuk mengumpulkan data seperti: buku-buku, majalah, artikel, jurnal terkait dengan Peristiwa Madiun 1948. Studi Arsip dilakukan untuk mengumpulkan dokumen terkait dengan Peristiwa Madiun 1948. Wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan terkait dengan kondisi masyarakat Madiun setelah terjadinya Peristiwa Madiun. Peneliti juga melakukan observasi, dalam upaya pengamatan di lapangan terkait dengan tempat-tempat bersejarah seperti Monumen Kresek Dungus Madiun sebagai monumen peringatan Peristiwa Madiun 1948. Teknik keabsahan data dilakukan dengan kritik sumber atau verifikasi, yaitu sebelum data disajikan terlebih dahulu harus melalui kritik. Kritik ekstern terkait dengan kondisi fisik arsip atau dokumen yang ditemukan dalam pengumpulan data, sedangkan kritik intern lebih yang mengarah pada isi dari buku, laporan ataupun arsip. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis historis atau lebih dikenal dengan penafsiran atau interpretasi. Kegiatan untuk menentukan atau menetapkan makna dan saling mengaitkan antara fakta yang satu dengan fakta yang lainnya dalam hubungan kausalitas atau sebab akibat. Kemudian dapat disajikan hasil penelitian dari fakta-fakta yang telah diuji kredibilitasnya. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Latar Belakang Peristiwa Madiun 1948 Latar belakang terjadinya Peristiwa Madiun adalah tercapainya perjanjian Renville jika ditinjau dari segi militer mengakibatkan kerugian dikalangan militer Republik Indonesia, yaitu dengan diadakannya garis status Quo atau Garis Van Mook dan penarikan tentara-tentara dari daerah-daerah kantong maka menyebabkan daerah-daerah Republik menjadi sempit sehingga penarikan-penarikan tentara dari daerah-daerah kantong mengakibatkan daerah keamanan Republik berkurang (Biro Sejarah S.M.A.D Terr IV, 1948: 9). Akibat penandatanganan Perjanjian Renville juga menimbulkan krisis kabinet dalam

Republik,

Masyumi

yang

merupakan

partai

politik

terbesar,

telah

mengundurkan diri dari kabinet pada tanggal 16 Januari 1948. Meskipun menentang persetujuan itu, Masyumi mau mematuhinya karena sudah ditandatangani oleh pemerintah. Setelah persetujuan itu, Masyumi maupun PNI yang kuat menyatakan bahwa mereka tidak dapat mendukung Syarifuddin lagi sebagai Perdana Menteri dan bahwa dukungan mereka kepada setiap pemerintah pada masa mendatang, akan MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN

139

EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

tergantung pada apakah mereka punya posisi dominan di dalamnya. Pengunduran kedua partai tersebut, Amir Syarifuddin hanya mempunyai dukungan dari sayap kiri (Partai Sosialis, Partai Buruh, PKI dan Pesindo). Oleh sebab itu Amir Syarifuddin mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri. Presiden Soekarno kemudian menunjuk Drs. Mohammad Hatta, sebagai wakil Presiden yang berdiri di luar partai, untuk

membentuk

kabinet

presidensiil.

Hatta

berusaha

membentuk

suatu

“Pemerintah Nasional” yang mengikutsertakan semua partai besar. Kabinet

Hatta

dihadapkan

banyak

masalah,

terutama

penyelesaian

persetujuan Renville dengan Belanda dan perbaikan keadaan ekonomi yang parah. Hal ini disebabkan antara lain: Semangat revolusi 17 Agustus yang merupakan satusatunya jawaban tegas atas suatu tantangan dan pengaruh jiwa kolonial, yang banyak menarik perhatian rakyat Indonesia untuk tampil ke depan sebagai patriot dan meninggalkan pekerjaannya sehingga praktis ekonomi terbengkalai, Agresi Belanda pertama dan perjanjian Renville yang kenyataannya semakin mempersempit daerah Republik yang miskin dan terpaksa harus menampung berjuta-juta pengungsi dari daerah pendudukan dan pasukan-pasukan hijrah beserta keluarganya, Dan sebagai akibat Renville pihak Belanda dengan posisinya yang strategis berhasil mengadakan blokade ekonomi, karena banyaknya kota-kota perindustrian dan pelabuhanpelabuhan jatuh ke tangan Belanda. Pada saat itu terjadi musim kemarau yang sangat panjang, sedang sistem irigasi peninggalan Belanda belum cukup memadai sehingga produksi bahan makanan yang sebagian besar tergantung dari turunnya hujan mengalami kegagalan (Dinas Sejarah TNI AD, 1972: 59). Situasi ekonomi yang demikian, mendesak pemerintahan Hatta untuk mengambil sebuah tindakan yaitu program Rasionalisasi dan Rekonstruksi, yang bertujuan untuk mengecilkan defisit dan anggaran belanja Negara, sehingga terdapat perimbangan antara pengeluaran dan pemasukan perbelanjaan negara serta menyusun suatu tentara satu komando dalam bentuk yang efektif. Posisi Hatta yang juga

merangkap

sebagai

Menteri

Pertahanan

menyadari

adanya

bahaya

terbentuknya tentara kedua (TNI-Masyarakat) dalam suatu negara. Rasionalisasi tak hanya pemindahan tenaga dari usaha yang tidak produktif melainkan juga memperbaiki secara efektif susunan bentuk tata usaha dan administrasi negara (Dinas Sejarah TNI AD, 1972: 60). Surat Kabar Kedaulatan Rakyat (tgl 2 Juni 1948) memberitakan bahwa menurut pimpinan Angkatan Perang dapat dinyatakan adanya Re-Ra Angkatan Perang ini diperhebat usaha-usaha menyempurnakan pertahanan rakyat total, dengan mengingat dan menggunakan pengalaman-pengalaman dalam perang MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN

140

EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

kolonial yang lalu, dalam territorial diadakan susunan-susunan spesial untuk mempersiapkan pertahanan rakyat. Pengalaman-pengalaman dalam perang kolonial misalnya di Jawa Barat menunjukkan dengan nyata, bahwa dalam pertahanan inilah letak kekuatan rakyat Indonesia dan cara inilah pula yang menyebabkan kekalahan Belanda. B. Peristiwa Madiun 1948 Menjelang pecah peristiwa Madiun, kekuatan militer yang ada di Solo adalah Divisi IV/Panembahan Senopati dengan Panglima Kolonel Sutarto. Divisi IV/PS berkekuatan sekitar 5.000 orang dengan persenjataan yang cukup. Kecuali itu terdapat pula laskar-laskar perjuangan seperti Pesindo, TLRI (Tentara Laut Republik Indonesia) di bawah pimpinan Akhmad Yadau, TNI Masyarakat pimpinan Jenderal Mayor Jokosuyono dan Tentara Pelajar (TP) dipimpin oleh Mayor Akhmadi. Di Solo FDR mulai menghasut pasukan tuan rumah agar bergerak menghancurkan kekuatan Siliwangi. Berbagai isu-isu sengaja dilontarkan untuk mengacau masyarakat. Penolakan Divisi IV/PS terhadap Re-Ra yang semata-mata berdasarkan atas pertimbangan teknis militer, diverpolitisir bagi kepentingan politik FDR (Sejarah Militer Kodam VII/DIP, 1978: 5). Pasukan Siliwangi dan Brimob mengadakan pratoli kota di Madiun, ini terjadi untuk menjaga keamanan kota Madiun. Kesatuan-kesatuan Siliwangi mulai menduduki pabrik-pabrik gula. Kemudian mereka mengadakan latihan perangperangan tanpa lebih dahulu memberitahu penduduk dan kesatuan-kesatuan TNI setempat. Akibatnya adalah mulai timbulnya bentrokan-bentrokan kecil antara pasukan-pasukan Siliwangi dan Brigade 29 TNI. Insiden-insiden tersebut mencapai puncaknya pada tanggal 18 September 1948. Pada tanggal tersebut sejak pukul 01.00 sampai dengan pukul 08.00 oleh Brigade 29 TNI dilancarkan gerakan pelucutan senjata terhadap pasukan Siliwangi. Gerakan tersebut tidak sampai terjadi pertempuran sengit, dua perwira jatuh sebagai korban, seorang kapten dari CPM, dan satunya Letnan dari Brigade 29. Situasi keruh semacam itu juga terjadi suatu peristiwa kecil yang kemudian sangat dibesar-besarkan. Ketika itu residen Madiun (Samadikun) tidak berada di tempat, ia sedang di Yogyakarta. Wakil residen ternyata tidak bisa menguasai keadaan. Walikota Madiun sedang sakit, jadi tidak masuk kerja. Keadaan seperti itu partai-partai yang tergabung dalam FDR dan organisasi-organisasi massa yang menyokong FDR mendesak supaya Supardi, Wakil Walikota Madiun bertindak

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN

141

EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

sementara sebagai residen selama residen belum kembali, sehingga ketegangan yang terjadi dalam Kota Madiun bisa diselesaikan dengan baik (Sutopo, tt: 67). Desakan itu disetujui oleh komandan TNI Subterritorium Madiun, Letnan Kolonel Sumantri. Persetujuan itu diperkuat pula oleh Wakil Residen Sidharto dan Walikota

Purbosisworo.

Supardi

selaku

Residen

sementara

menggantikan

Samadikun mengirim telegram yang berisikan penjelasan mengenai situasi terakhir di Madiun dan meminta instruksi lebih lanjut kepada Presiden, Perdana Menteri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan Pengangkatan residen tersebut oleh Hatta dianggap sebagai perampasan kekuasaan tindakan mengadakan kudeta dan pendirian pemerintahan baru (Sutopo, tt: 68). Pada dinihari 18 September, tembakan-tembakan pun terdengar di daerah Pabrik Gula Rejoagung di sebelah utara Madiun, dan pertempuran dalam rangka perebutan kendali atas kota pun segera berlangsung. Sebuah pasukan penyerang yang terdiri dari 1.500 orang bersenjata lengkap dari Pesindo, BPRI dan detasemen polisi non reguler menyerang markas Divisi Mobil dan barak-barak CPM, menangkapi pasukan-pasukan pemerintah yang tidak menyadari situasi pada saat itu. Serangan pertama ini kelompok-kelompok laskar telah mengambil alih kendali atas instansi pemerintah dan militer utama di kota Madiun (Anderson, 2002: 62). Sebelumnya, pada malam tanggal 18 September 1948, di Radio Gelora Pemuda Madiun mengumumkan siaran yang menanggapi instruksi dari Kol. Gatot Subroto di Solo yang menyatakan bahwa tembak-menembak harus berhenti jam 12.00 tanggal 20 September

dan jam 12.00 tanggal 21

September semua

komandan satuan-satuan yang sedang bermusuhan harus melaporkan diri, yang tidak melapor dianggap sebagai pemberontakan. Malamnya Presiden Soekarno berpidato di muka Radio Yogya kepada seluruh rakyat, terutama rakyat Solo. Beliau menyatakan bahwa pemerintah akan mengambil tindakan-tindakan keras di Surakarta dan berharap bahwa segala-galanya dapat diselesaikan dengan baik. Siaran dari Gelora Pemuda di Madiun adalah sebagai berikut: “Kita khawatir bahwa Pemerintah kita menjadi militeristis, yaitu jabatan Wakil Presiden, Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan. Mereka

adalah

pengkhianat-pengkhianat

negeri

yang

telah

mengarahkan puluhan juta teman-teman setanah air kepada Jepang yang kejam, sebagai romusha-romusha. Persatuan adalah sangat perlu, tetapi tak boleh mengakibatkan perbudakan. Kita bertanya apakah tadinya tidak diadakan perundingan antara pemerintah Yogya dan Belanda tentang pembasmian Sayap Kiri. Kita sekarang MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN

142

EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

mengetahui, bahwa Belanda bekerja sama dengan pemerintahan Republik untuk menjajah rakyat. Fasis dan kolaborator Hatta kini mencoba mempergunakan Republik menjajah kaum buruh dan kaum tani. Madiun telah membangun untuk membasmi semua musuh revolusi, polisi tentara dan tentara telah dilucuti senjatanya oleh rakyat. Kaum buruh dan tani telah membentuk suatu pemerintah baru. Senjata kita akan dipergunakan terus hingga seluruh Indonesia telah dimerdekakan. Saat untuk revolusi telah tiba” (Nasution, 1979: 803).

Menurut Soe Hok Gie (1997: 235) perebutan kekuasaan di Madiun dilakukan sejak jam 02.00 malam. Sebagai inti pasukan yang merebut kekuasaan digunakan pasukan-pasukan Letkol. Dachlan. Dalam waktu beberapa jam mereka telah berhasil merebut kota menyergap pasukan-pasukan yang setia pada pemerintah. Markas Staf Pertahanan Jawa Timur, markas CPM, tangsi polisi mereka rebut dan senjatanya mereka ambil. Perwira-perwira yang tidak pro-FDR mereka tangkap dan pagi-pagi tanggal 19 September 1948 Pemerintah RI telah ditumbangkan di Madiun. Ditumbangkannya pemerintah Republik Indonesia di Madiun, maka FDR mencoba membentuk pemerintah baru atas dasar ide Muso tentang Fron Nasional yang membentuk pemerintah dari bawah yang menurut mereka pasti kokoh karena berakar dalam masyarakat. Pagi-pagi tanggal 19 September Fron Nasional dibentuk oleh SOBSI, PKI, Partai Buruh, PS, Pesindo, Letkol. Sumantri (wakil komandan territorial), Isdarto (Wakil Presiden) dan Walikota Purbo. Serta diumumkan dari siaran pemancar Madiun, bahwa Pemerintah Daerah Madiun telah berada di tangan rakyat dan berlaku Pemerintaham Fron Nasional Daerah Madiun. Sementara itu keanggotaan sukarela/setengah dipaksa dan paksaan secara individual sedang dikumpulkan. Beberapa jam sebelumnya tentara/polisi yang setia pada Republik Indonesia telah dilucuti. Sesuai dengan teori Fron Nasional Muso, maka Fron Nasional membentuk pemerintah Fron Nasional adalah sebagai berikut (Nasution, 1979: 210): a. Residen Madiun

: Abdul Mutalib (eks. Wk. Presiden Surabaya)

b. Gubernur Militer

: Sumarsono (pimpinan BKPRI)

c. Komandan Militer

: Kol. Djoko Soedjono (eks. Biro Perjuangan)

d. Komandan Militer Kota MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN

: May. Mustofa (Brigade Dachlan) 143

EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

Menurut Soemarsono dalam suatu wawancara dengan Siauw Tiong Djin pada Juli 1992, menyatakan bahwa yang sesungguhnya terjadi adalah pelucutan senjata Barisan Banteng oleh pasukan Pesindo di Madiun di bawah pimpinannya, sebagai akibat konflik bersenjata antara pasukan Pesindo dan Barisan Banteng di Solo. Tanpa diketahui oleh Soemarsono, tindakannya tersebut digambarkan di luar Madiun sebagai tindakan kudeta, walaupun ia tidak pernah mengeluarkan pernyataan apaapa

dan

juga

tidak

mengambilalih

kantor-kantor

pemerintahan

dan

telah

mengeluarkan pernyataan melalui radio Madiun bahwa kota itu pada tanggal 18 September 1948 telah didirikan pemerintahan Soviet. Ia juga dikatakan telah menyerukan pembentukan pemerintahan Soviet

di

kota-kota

lainnya.

Juga

dikabarkan bahwa Soemarsono telah menahan semua perwira yang mendukung pemerintah RI. Pada 22 September Soemarsono juga dihubungi oleh Letnan Kolonel Soeharto, dari Yogyakarta yang ingin mengetahui dan menyaksikan sendiri apa yang terjadi di Madiun, Soeharto kemudian diajak oleh Soemarsono keliling Madiun dan menunjukkan bahwa tidak ada pemerintahan Soviet atau Fron Nasional bendera Merah Putih tetap berkibar. Namun sekembalinya Soeharto ke Yogyakarta, pemerintah bersikap ingin membasmi pemberontak yang ada di Madiun (Setiono, 2002: 651-652). Setelah Madiun berhasil dikuasai, pasukan PKI/Muso segera menduduki tempat-tempat strategis di sekitar kota Madiun terutama lapangan terbang Maospati (sekarang Lanud Iswahyudi), Magetan dan daerah-daerah sekitarnya di mana Sarangan telah ditetapkan sebagai pos terdepan untuk menghadapi serangan pasukan pemerintah dari arah Barat. Di Pagokan dan Goranggareng mereka telah melakukan penangkapan-penangkapan terhadap lawan-lawan politiknya dan para pejabat Pamong Praja. Dan semenjak di kota Madiun terasa adanya pengaruhpengaruh dari pihak komunis, demonstrasi-demonstrasi dari BTI (Buruh Tani Indonesia) dan mantel-mantel organisasi PKI lainnya, senantiasa terjadi di Ponorogo. Mereka menggunakan “warog-warog” sebagai tenaga intinya. Mereka yang belum cukup mengikuti perkembangan-perkembangan politik tanah airnya banyak yang terkena hasutan-hasutan PKI, yang kemudian dipakai sebagai jago kepruknya PKI untuk menindak dan menakut-nakuti mereka yang membandel terhadap kekusaan PKI (Dinas Sejarah TNI AD, 1972: 93-94). Gerakan militer tersulit adalah gerakan merebut kota Madiun, yang mempunyai arti politis dan psikologis. Karena selama operasi-operasi militer ini Pemerintah Belanda mencoba menekan RI dengan menawarkan bantuan moral pada Hatta untuk membasmi komunis. Pemerintah menolak uluran tangan Belanda ini MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN

144

EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

dengan tegas. Operasi merebut Madiun dilakukan dari dua arah, dari barat dan timur. Dari barat dikerahkan lima batalyon yaitu Daeng, Achmad, Sambas, Umar dan Sentot semuanya dari kesatuan Reserve Umum Siliwangi, ditambah dengan Batalyon Sumadi dan Panembahan Senopati serta Kompi gabungan Hizbullah dan Barisan Banteng di bawah Kapt. Lucas (Nasution, 1979: 239). Sejumlah aksi pembersihan dan pengejaran terhadap para anggota, tokoh dan simpatisan PKI, FDR, Pesindo dan golongan kiri lainnya, yang dilakukan setelah terjadinya peristiwa Madiun tersebut ditangkap sekitar 35.000 orang yang dituduh menjadi anggota atau simpatisan PKI. Beberapa banyak orang yang tewas selama peristiwa ini berlangsung tidak diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan sedikitnya 8.000 orang menjadi korban (Setiono, 2002: 658). FDR PKI dan partai pendukungnya, melakukan perlawanan terhadap pejabatpejabat pemerintah, polisi, partai non PKI, dan tokoh masyarakat yang ada di Madiun. Sasaran mereka adalah markas polisi yang berada di kota, kantor camat, kelurahan, bupati, pemimpin partai yang menjadi lawan PKI, kyai, tokoh PNI ditangkap secara paksa dan diberondong dan dikumpulkan ke suatu tempat di sekitar Madiun, seperti Kresek

dan

PG

Rejosari

Gorang-gareng.

Upaya-upaya

untuk

membasmi

pemberontakan dengan dilakukan pengadilan di tempat, yaitu ketika masyarakat ditanya satu per satu apakah memihak Muso atau memihak Bung Karno (Republik), kalau memihak Muso akan ditembak di tempat tetapi kalau memihak Bung Karno akan dilepaskan. C. Dampak Peristiwa Madiun Terhadap Masyarakat Kota Madiun 1. Kondisi Sosial Masyarakat Kota Madiun Menurut Anderson (2002: 107) berhasil direbutnya kembali Madiun menjadi semacam kemenangan besar bagi mereka yang turut ambil bagian, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan operasi pemulihan. Demikian pula bagi para pemerhati baik di dalam maupun luar negeri, mereka sepertinya juga mulai percaya bahwa sebuah pemberontakan komunis dalam skala besar kini telah berhasil ditundukkan, prestise pemerintahan Hatta benar-benar terdongkrak terutama di mata Amerika Serikat. Etnis Tionghoa sama sekali tidak menjadi sasaran korban penjarahan, pembakaran maupun pembunuhan. Baik ketika sejumlah daerah dan kota itu diduduki pasukan anti pemerintah, maupun ketika daerah dan kota-kota tersebut direbut kembali oleh pasukan-pasukan pemerintah. Nyaris tidak ada laporan

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN

145

EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

mengenai hal-hal negatif yang menimpa etnis Tionghoa selama berlangsungnya peristiwa di Madiun tersebut (Setiono, 2002: 659-660). Berdasarkan ringkasan laporan pertanggal 9 November 1948 dapat diketahui bahwa banyak korban jiwa yang berjatuhan selain kerugian materiiil akibat Peristiwa Madiun tersebut. Pamong Pradja yang terdiri dari berpangkat pembantu A.W sampai Bupati sebanyak 18 orang dilaporkan hilang dan gugur, bagian Penerangan 15 orang gugur dan hilang, Pendidikan pengajaran dan kebudayaan 25 orang gugur dan hilang, guru sekolah Rakyat agama dan kepala SMP. Bengkel KA 3 orang gugur, pegawai dan opzicther. Kesehatan 2 orang mantri kesehatan gugur. Cukai 1 orang hilang. perburuhan sosial 3 orang hilang. BPR 5 orang gugur. pengadilan 2 orang gugur. kepolisian Negara 94 orang gugur dan hilang berpangkat agen sampai komisaris (Kedaulatan Rakyat, tanggal 18 November 1948). Di Dungus ditemukan 60 mayat-mayat berhamburan di antara 4 orang pemudi dalam keadaan putus asa seribu orang telah dibunuh (tentara pelajar, lawan-lawan politiknya)

dan

beratus-ratus

rumah

dibakar.

Terungkapnya

pembunuhan-

pembunuhan terhadap tawanan-tawanan ini menimbulkan rasa jijik dari pihak-pihak anti komunis (Gie, 1997: 256). Monumen Peristiwa Madiun yang diresmikan pada 10 Juni 1991 yang terletak di Desa Kresek, Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun merupakan monumen untuk memperingati korban Peristiwa Madiun 1948. Di kawasan monumen dahulunya adalah rumah-rumah yang dijadikan sebagai tempat pembunuhan korban-korban keganasan PKI yang jumlahnya ratusan orang namun yang dapat dikenali hanya beberapa orang saja diantaranya adalah Kol. Marhadi, Letkol Wiyono, Insp. Polisi Suparbak, May. Istiklah, R.M Sarjono (Patih Madiun), Kyai Husein (anggota DPRD Kab Madiun, Mohammad (Pegawai Dinkes), Abdul Kommar (Asisten Wedono Jiwan), Sastro Diprodjo (Staf PG Rejoagung), Suharto (guru Sekolah Pertanian Madiun), Sapirin (guru Sekolah Budi Utomo), Supardi (Wartawan Free Lance Madiun), Sukardi (tokoh masyarakat), K.H Sidiq, R. Charis Bagio (Wedodo Kanigoro), KH Barokah Fachrudin (Ulama) dan Maidi Marto Disomo (agen polisi). Selain itu korban dari Peristiwa Madiun ini tidak hanya masyarakat biasa dan pegawai pemerintahan tetapi juga beberapa ulama dan pimpinan pesantren di sekitar Magetan dan Madiun yang jadi korban kebiadaban PKI. Diantaranya adalah KH Roqib, KH Soelaiman Zuhdi Affandi (Pimpinan Pesantren Ath-Thohirin, Mojopurno), KH Imam Mursjid (Pimpinan Pesantren Sabilil Muttaqin, Takeran), KH Imam Shofwan (Pimpinan Pesantren Thoriqussu’ada, Rejosari Madiun), serta beberapa kyai lainnya. Setelah ditahan di penjara Magetan , KH Soelaiman beserta tawanan lainnnya, MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN

146

EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

diangkut dengan gerbong kereta lori ke loji Pabrik Gula Rejosari di Gorang-gareng. Dari Gorang-gareng, para tawanan ini kembali diangkut dengan lori menuju Desa Soco dan terjadi pembunuhan di sana (http://chairulakhmad.wordpress.com/jejakhitam-pemberontakan-pki-madiun/). Keadaan pemerintahan setelah terjadinya Peristiwa Madiun segera dipulihkan kembali. Mayor Sukawati diangkat menjadi Komandan Militer di Madiun, dan Sudarso menjadi Residen di Madiun. Berkas-berkas dan arsip-arsip yang sebagian telah dibawa oleh Muso dan kawan-kawan mulai didaftar dan ditata kembali. Pemerintah kemudian memberikan himbauan kepada masyarakat bahwa barang siapa yang menyimpan harta benda pemerintahan atau masyarakat sendiri wajib melaporkan kepada pemerintah Madiun dan menyimpannya baik-baik sampai dilakukan pengumpulan dan pendataan barang-barang milik pemerintah (Museum Mandala Bhakti, 1948: 1) . Masyarakat yang terlibat langsung dan berperan aktif dalam peristiwa Madiun diadili secara langsung dengan menembak mati mereka, ketika diadakan pembersihan hingga pelosok desa di Madiun. Tetapi ada juga yang melarikan diri ke daerah-daerah lain, mereka menghindari pembersihan yang dilakukan oleh pemerintah dan ada pula yang ditangkap kemudian dipenjarakan ataupun diasingkan. Pasukan pemerintah selama operasinya di berbagai tempat, telah melakukan pembunuhan-pembunuhan kejam dan tanpa protes terhadap orang-orang awam yang disangka atau didakwa sebagai orang Komunis atau simpatisannya. Di berbagai tempat beberapa orang yang disangka Komunis diikat tangan dan lehernya secara beruntun dengan tali, lalu ditembak bersama di liang kuburnya yang sudah tersedia. Dengan maksud mengintimidasi dan menakuti rakyat, Dr. Wiroreno Sekretaris Comite Partai Pati dan ketua Pemerintah Fron Nasional Pati, ditembak mati oleh pasukan Siliwangi di bawah pohon beringin di tengah-tengah alun-alun kota Pati. Operasi yang dilakukan oleh pemerintah dimaksudkan untuk melikuidasi pasukan Kiri dan PKI diberbagai daerah di Jawa (Soejono, 2006: 240). Menurut Ried (1996: 249) Peristiwa Madiun merupakan suatu tragedi besar, bukan hanya karena menelan banyak korban jiwa, tetapi juga karena warisan kebencian yang ditinggalkan antara Kiri dan Kanan, antara Santri dan Abangan. Di Madiun terdapat dua golongan besar masyarakat Islam, yaitu sebagian Abangan (masyarakat yang memeluk Islam tetapi belum sepenuhnya menjalankan syariat Islam) dan yang Islam Santri. Ketika terjadi Peristiwa Madiun Partai yang beraliran Kiri seperti FDR, Sosialis, Pesindo membaur dengan Abangan sedangkan pasukan pemerintah mengadakan kerjasama dengan masyarakat santri, yang kebanyakan MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN

147

EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

dari mereka tidak menyukai aksi dari kaum kiri dan Abangan yang tidak berperikemanusiaan. Menurut wawancara dengan Suratman, setelah operasi militer yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat Madiun sudah melakukan aktivitas seperti biasanya. Mereka tidak lagi ketakutan untuk kembali bekerja seperti hari-hari sebelumnya. Tetapi mereka lebih melilih diam dan tidak banyak yang bercerita tentang Peristiwa Madiun. Menurut Kasnam Masyarakat Madiun umumnya cenderung tertutup jika ditanya apa yang terjadi pada waktu itu. Adanya rasa ketakutan dari masyarakat yang dikhawatirkan akan berdampak pada kehidupannya sendiri dan anak cucu mereka. Sehingga sebagian masyarakat enggan untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Sama halnya menurut Ibu Murni menurut cerita orang tuanya bahwa pada waktu itu sebagian besar masyarakat di sekitar Desa Kresek yang mengetahui tentang pembunuhan missal lebih memilih diam. Tetapi ada salah satu saksi hidup yang berani menceritakan tentang Peristiwa Madiun 1948 yaitu Bapak Suyut, beliau menceritakan pada generasi penerus tentang bagaimana kekejaman yang terjadi ketika tawanan-tawanan yang dibawa dari Madiun ke Kresek. Karena beliau merupakan korban yang selamat dan berhasil meloloskan diri ketika terjadi pembunuhan di Kresek. B. Kondisi Ekonomi Masyarakat Kota Madiun PKI aktif melakukan sabotase-sabotase jembatan dan rel kereta api antara Wonosari dan Purwodadi di rusak dan selanjutnya jembatan antara Ngawi, Ngale dan Madiun dirusak (Nasution, 1979: 331). Sehingga mengakibatkan jalur transportasi terganggu untuk pendistribusian hasil pertanian. Hal itu senada dengan yang disampaikan oleh Dinas PU Jawa Timur dalam harian Pewarta Surabaya (18 September 1952), yang menyebutkan bahwa diseluruh Jawa Timur terdapat jembatan besar dan kecil sebanyak 5.500 diantaranya 500 buah yang rusak karena revolusi. Kerusakan yang besar ini ada didaerah Renville sedang di daerah yang dulu disebut Negara Jawa Timur tidak begitu besar. Jembatan yang besar terdapat di atas Kali Madiun, Solo, Brantas dan lainnya yang merupakan jembatan penguhubung untuk menjalankan perekonomian. Waktu tentara republik masuk Madiun, Muso dan pemimpin-pemimpin kaum pemberontak lain ternyata tidak berada di kota Madiun lagi. Kantor telpon ternyata telah dirusakkan oleh kaum pemberontak dengan mempergunakan trekoom. Sang Merah Putih dikibarkan diseluruh kota. Larinya Amir dan Muso cs ke Dungus dengan MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN

148

EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

membawa senjata-senjata, bahan makanan, sejumlah besar emas, candu dan obatobatan. Mereka menempati sebuah rumah kajang. Direbutnya kembali kota Madiun besar-besaran telah dikerjakan untuk memindahkan alat-alat perang dan persediaan bahan makanan ke daerah pegunungan oleh kaum pemberontak. Radio Gelora Pemuda yang sejak hari Rabu sudah tidak lagi di udara ternyata telah diangkut. Sebagian besar dari percetakan Negara dan percetakan Muda juga diangkut. Di daerah Republik yang lainnya belum diedarkan uang ORI ratusan yang baru, karena semenjak peritiwa terjadi percetakan masih dikuasai oleh kaum pemberontak (Kedaulatan Rakyat, 2 Oktober 1948). Setelah keadaan Madiun sudah dinyatakan aman oleh pemerintah dan telah sepenuhnya kembali ke tangan pemerintah Republik maka aktivitas masyarakat kembali seperti biasa. Orang dewasa sudah kembali bekerja di kantor-kantor pemerintahan,

bekerja

dipabrik-pabrik,

melakukan

kegiatan

perdangangan

sedangkan pelajar pergi ke sekolah dengan bersuka cita. Petani mulai

kembali

bekerja menggarap sawahnya yang sedikit terlantar akibat situasi yang kurang aman ketika terjadi tembak-menembak antara tentara Republik dengan para pemberontak dalam upaya pembersihan yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah berusaha menjaga kestabilan harga barang-barang dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah 1948 No 54 tentang Penetapan Harga Barangbarang di seluruh Karesidenan, Daerah Istimewa dan

Kota di seluruh Republik

Indonesia. Hal ini dilakukan untuk menghindari kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok dan lainnya setelah terjadinya Peristiwa Madiun, terutama kenaikan harga di wilayah Madiun. Barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, padi, gaplek, gula, minyak tanah, minyak kelapa, di wilayah Madiun sempat mengalami penurunan jika dibandingkan harga-harga kebutuhan pokok di berbagai kota seperti Surabaya, Malang, Bojonegoro, dan Kediri. Wilayah Madiun yang sebagian besar merupakan wilayah pertanian dan tidak menjual hasil pertaniannya ke kota lain tetapi untuk dikonsumsi sendiri. Mereka takut untuk mendistribusikan ke daerah lain karena gangguan keamanan akibat dari operasi-operasi militer yang diambil pemerintah untuk membersihkan Madiun dari PKI dan keamanan di daerah lain yang juga belum stabil.

IV. PENUTUP Peristiwa Madiun 1948 dilatarbelakangi oleh perjanjian Renville yang menyebabkan wilayah yang dikuasi oleh Republik semakin menyempit, berakibat MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN

149

EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

hijrahnya pasukan dari Jawa Barat yaitu Divisi Siliwangi ke daerah-daerah Republik. Selain itu program Rekonstruksi dan Rasionalisasi dari pemerintahan Hatta membuat ketegangan dikalangan militer semakin memanas. Situasi tersebut dimanfaatkan oleh FDR/PKI untuk mengambil alih Madiun dan mendirikan pemerintahan sementara yaitu Front Nasional Daerah Madiun. Pecahnya Peristiwa Madiun mengakibatkan terbunuhnya

tokoh

masyarakat,

pegawai

pemerintahan,

pasukan-pasukan

pemerintah, ulama-ulama, para santri dan masyarakat biasa. Dampak sosial dari Peristiwa Madiun adalah masyarakat cenderung tertutup dalam mengungkapkan tentang Peristiwa Madiun 1948. Keterlibatan kaum Abangan dalam Peristiwa Madiun membuat rasa kebencian membekas di kalangan kaum santri. Di bidang perekonomian, harga barang-barang pokok di Madiun sempat mengalami penurunan dikarenakan Madiun yang berbasis ekonomi pertanian tidak menjual hasil pertaniannya ke kota lain tetapi untuk dikonsumsi sendiri. dan setelah keadaan Madiun aman perekonomian normal kembali. DAFTAR PUSTAKA

Sumber Arsip Biro Sejarah S.M.A.D Terr IV. Laporan Perkembangan Angkatan Perang Termasuk Mulai Berdirinya Divisi III/Pangeran Diponegoro dengan Perkembangannya sampai Tahun 1949. Kodam VII/Diponegoro.1948. Laporan Mengenai Peristiwa Madiun 1948. Lembaran Negara Tahun 1948. PP 1948 No. 54. Tentang Penetapan Harga BarangBarang. Hal 446-447.

Sumber Buku, Artikel Anderson, David Charles. 2003. Peristiwa Madiun 1948, Kudeta atau Konflik Internal Tentara?. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo. Dinas Sejarah Militer Kodam VII/Diponegoro. 1978. Peranan Kolonel Gatot Subroto dalam Menumpas Pemberontakan PKI Madiun Tahun 1948. Semarang: Dinas Sejarah Militer Kodam VII/Diponegoro. Dinas Sejarah TNI AD. 1972. Komunisme dan Kegiatannya di Indonesia. Bandung: Dinas Sejarah Militer TNI AD. Gootschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press. Gie, Soe Hok. 1997. Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan Kisah Pemberontakan Madiun September 1948. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN

150

EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

Nasution, A.H. 1979. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia ‘Pemberontakan PKI 1948’. Bandung: Angkasa. Rachmadi, Lexy J. Moleong, 2006. Metode Penelitian Kualitatif ( Edisi Revisi ). Bandung: Remaja Rosda Karya. Ricklefs, M.C. 2007. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Reid, Anthony. J.S. 1996. Revolusi Nasional Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Setiono, Benny. G. 2002. Tionghoa dalam Pusaran Politik. Jakarta: Elkasa. Soejono, Imam. 2006. Yang Berlawanan : Membongkar Tabir Pemalsuan Sejarah PKI. Yogyakarta: Resist Book. Sutopo. Tt. ‘Provokasi Madiun’. Dalam Berbagai Fakta dan Kesaksian Sekitar Peristiwa Madiun. Pustaka Pena. Sumber Surat Kabar Kedaulatan Rakyat. Reorganisasi/Rekonstruksi Angakatan Perang, Total PeopleDefence. Tanggal 2 Juni 1948. Kedaulatan Rakyat. Muso Cs Lari Bawa Emas? Kantor Tilpon Dihaguskan. Tanggal 2 Oktober 1948. Sumber Internet Akhmad,

Chairul.

2007.

Jejak

Hitam

Pemberontakan

PKI

Madiun.

http://chairulakhmad.wordpress.com/2007/05/08/jejak-hitam-pemberontakan-pkimadiun/. 29 Juni 2009.

Sumber Lisan 1. Nama

: Murni

Keterangan : Penjaga Monumen Peristiwa Madiun 1948 di Kresek 2. Nama

: Kasnam

Keterangan : Anggota Legiun Veteran Republik Indonesia. 3. Nama

: Suratman

Keterangan : Tokoh Masyarakat Madiun

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN

151