DAYA HASIL DAN KUALITAS JAGUNG MANIS (Zea mays var. saccharata Sturt.) GENOTIPE SD-3 DENGAN EMPAT VARIETAS PEMBANDING DI KABUPATEN BOGOR
ARKANUDDIN SIREGAR
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Arkanuddin Siregar NIM A24070150
ABSTRAK ARKANUDDIN SIREGAR. Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN. Penelitian ini merupakan tahap pengujian dalam mempelajari potensi genotipe jagung manis SD-3 untuk dikembangkan menjadi varietas unggul yang dapat bersaing dengan varietas komersial. Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT), faktor tunggal, dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan terdiri atas satu genotipe jagung manis (SD-3) dan empat varietas pembanding (Super Sweet, Bonanza, Sweet Boy dan Sugar 75). Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi penampilan, daya hasil dan kualitas genotipe SD-3 serta empat varietas pembanding di Kabupaten Bogor dengan mengamati keragaan agronomi di lapangan, pertumbuhan vegetatif dan generatif, potensi produksi serta kuantitas dan kualitas hasil. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) dan kemudian dilanjutkan dengan uji Dunnet (α = 5 %) dan koefisien korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada beberapa peubah kuantitatif jagung manis. Perlakuan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Berdasarkan keunggulan komparatif, genotipe SD-3 lebih baik dari pada semua varietas pembanding. Kata kunci : evaluasi, jagung manis, karakter, keunggulan
ABSTRACT ARKANUDDIN SIREGAR. Yield and Quality of Sweet Corn (Zea mays var. saccharata Sturt.) SD-3 Genotype with Four Comparison Varieties in Bogor. Supervised by MEMEN SURAHMAN. This research was a trial step in order to study the potential of SD-3 sweet corn genotype to be developed into high-yielding variety which is able to compete with commercial varieties. The experiment used Randomized Complete Block Design, single factor, with five treatments and four replications. The treatment consisted of one sweet corn genotype (SD-3) and four comparison varieties (Super Sweet, Bonanza, Sweet Boy, and Sugar 75). This experiment was aimed to evaluate the appearance, yield and quality of SD-3 genotype with four comparison varieties in Bogor by observing agronomic character in the field, vegetative and generative growth, production potential as well as quantity and quality of crop. Data was analyzed with ANOVA (F-test) then continued with Dunnet test (α = 5 %) and Pearson correlation coefficient. The results of research showed that there was a significant different in several quantitative variables of sweet corn. Genotype treatment did not significantly affect on the productivity. Based on comparative advantage, SD-3 genotype is better than all comparison varieties. Keywords : advantage, character, evaluation, sweet corn
DAYA HASIL DAN KUALITAS JAGUNG MANIS (Zea mays var. saccharata Sturt.) GENOTIPE SD-3 DENGAN EMPAT VARIETAS PEMBANDING DI KABUPATEN BOGOR
ARKANUDDIN SIREGAR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor Nama : Arkanuddin Siregar NIM : A24070150
Disetujui oleh Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr NIP. 19630628 199002 1 002
Diketahui oleh Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
PRAKATA Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta telah memberikan jalan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun karya ilmiah ini. Skripsi dengan judul Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor disusun oleh penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Memen Surahman, MscAgr selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan dan arahannya selama ini, yang dengan sabar dan bijaksana menuntun penulis hingga dapat menyelesaikan penelitian berikut skripsi ini. Penghargaan berikut ucapan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Heni Purnamawati, MscAgr dan Bapak Candra Budiman, SP MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini, serta Bapak Rahmat atas arahan dan bantuan yang diberikan pada saat berlangsungnya penelitian di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo. Penulis juga sangat berterima kasih kepada semua teman-teman yang telah mendukung, memberikan semangat serta banyak membantu penulis dalam pengumpulan data selama penelitian hingga skripsi ini selesai, khususnya teman-teman dari Imatapsel Bogor dan AGH. Ungkapan terima kasih yang terdalam penulis sampaikan kepada Mama dan Papa tercinta bersama adik-adik tersayang serta seluruh keluarga besar, atas segala limpahan kasih sayang, doa, didikan, nasehat, dukungan, semangat, kesabaran dan perhatiannya selama ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya saran dan kritik yang membangun. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang pertanian. Bogor, September 2014 Arkanuddin Siregar
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viiix DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 3 TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani dan Morfologi Tanaman Jagung Manis 4 Pengaruh Genetik terhadap Kandungan Gula pada Jagung Manis 5 Ekologi, Budidaya dan Pertumbuhan Jagung Manis 5 BAHAN DAN METODE 8 Tempat dan Waktu 8 Bahan dan Alat 8 Metode Penelitian 8 Pelaksanaan Penelitian 9 Pengamatan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN 13 Keadaan Umum Percobaan 13 Daya Tumbuh dan Keseragaman Penampilan Jagung Manis 15 Tinggi Tanaman, Tinggi Tongkol Utama dan Diameter Batang 17 Panjang dan Lebar Daun 18 Umur Berbunga 19 Panjang dan Diameter Tongkol 20 Jumlah Baris Biji dan Jumlah Biji per Baris pada Tongkol 22 Bobot Tongkol dan Tajuk pada Setiap Tanaman 23 Produksi per Plot 24 Indeks Panen dan Produktivitas 26 Penurunan Populasi Tanaman Produktif dan Kerusakan Tongkol 27 Korelasi antar Karakter Tanaman dalam Komponen Hasil Jagung Manis 30 Kadar Padatan Terlarut Total 32 Uji Organoleptik Jagung Manis 33 Keunggulan Genotipe SD-3 terhadap Varietas Pembanding 35 SIMPULAN DAN SARAN 38 Simpulan 38 Saran 38 DAFTAR PUSTAKA 39 LAMPIRAN 42 RIWAYAT HIDUP 57
DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi Uji F pengaruh perlakuan genotipe terhadap peubah
2 3
4 5 6
7
8 9
10
11
12
13 14
15
kuantitatif dan kualitatif pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Nilai tengah daya tumbuh dan warna pangkal batang pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Hasil pengamatan terhadap berbagai peubah kualitatif jagung manis pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding yang tidak berbeda nyata menurut Uji F Nilai tengah tinggi tanaman, tinggi tongkol utama dan diameter batang pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Nilai tengah panjang daun dan lebar daun pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Nilai tengah umur muncul tassel, umur reseptif, lama produksi pollen dan selang waktu anthesis dengan silking pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Nilai tengah panjang tongkol dan diameter tongkol (pangkal, tengah, ujung) pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Nilai tengah jumlah baris biji dan jumlah biji per baris pada tongkol jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Nilai tengah bobot per tongkol dengan kelobot, bobot per tongkol tanpa kelobot dan bobot tajuk atas pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Nilai tengah tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen serta bobot seluruh tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Nilai tengah indeks panen tongkol berkelobot, indeks panen tongkol tanpa kelobot, produktivitas dan potensi hasil pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Nilai tengah tanaman sehat yang tumbuh, tanaman yang terserang bulai, rebah batang, tanaman tidak menghasilkan dan jumlah tongkol yang terserang ulat penggerek pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Nilai koefisien korelasi (r) antar karakter tanaman dalam komponen hasil pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Nilai tengah kadar PTT penyerbukan sendiri dan kadar PTT bukan penyerbukan sendiri pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Nilai tengah uji skor organoleptik terhadap penampilan tongkol, kekerasan biji, tekstur biji, kemanisan biji, dan tingkat penerimaan (kesukaan) pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga
14 15
16 17 19
20
21 22
23
24
26
28 30
32
34
16 Keunggulan jagung manis genotipe SD-3 terhadap empat varietas
pembanding berdasarkan peubah yang berpengaruh nyata menurut analisis ragam (Uji F) dan hasil yang berbeda nyata menurut Uji Dunnet pada taraf 5 %
36
DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi sementara jagung manis genotipe SD-3 2 Karakteristik jagung manis genotipe SD-3 3 Deskripsi jagung manis varietas Super Sweet 4 Deskripsi jagung manis varietas Bonanza 5 Deskripsi jagung manis varietas Sweet Boy 6 Deskripsi jagung manis varietas Sugar 75 (SG 75) 7 Data klimatologi April – Juli tahun 2012 di Darmaga, Bogor 8 Form penilaian untuk uji skoring organoleptik pada jagung manis
42 42 44 45 46 47 48 48
9 Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe 10 11 12 13 14 15 16 17 18
SD-3 dan empat varietas pembanding Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan) Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan) Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan) Layout petak percobaan pada lahan pertanaman jagung manis Tongkol jagung manis genotipe SD-3 (V1) Tongkol jagung manis varietas Super Sweet (V2) Tongkol jagung manis varietas Bonanza (V3) Tongkol jagung manis varietas Sugar 75 (V4) Tongkol jagung manis varietas Sweet Boy (V5)
49 50 51 52 53 54 54 55 55 56
PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis merupakan tanaman yang sudah lama dikenal di Indonesia. Selain memiliki rasa yang lebih manis dan umur tanaman lebih singkat daripada jagung biasa, jagung manis juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani (Dewani 2004). Hal yang menarik bagi petani untuk mengembangkan jagung manis adalah harga jual jual jagung manis yang lebih menguntungkan dibandingkan jagung biasa. Walaupun sebenarnya jagung biasa dapat dipanen saat tongkol masih muda seperti pada jagung manis, namun harga jagung manis masih lebih tinggi daripada jagung biasa. Pada umumnya jagung manis lebih digemari masyarakat luas daripada jagung biasa (biji) karena rasanya yang manis, ini merupakan nilai lebih dari jagung manis. Selain dikonsumsi segar jagung manis juga dikalengkan dan bijinya dibekukan setelah dipipil dari tongkolnya. Jagung manis juga mempunyai aroma yang khas, dan kandungan gizi yang lebih baik. Jagung manis dipanen saat tongkol masih muda sehingga waktu panen lebih singkat. Hal ini menyebabkan frekuensi penanaman jagung manis lebih tinggi (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Limbah jagung manis berupa brangkasan segar masih mempunyai nilai tambah ekonomi yang berguna sebagai pakan ternak berkualitas tinggi, selain karena gizinya, rasa manisnya disukai oleh ternak (Martajaya 2009). Dewasa ini permintaan jagung manis terus meningkat, bukan hanya untuk konsumsi rumah tangga melainkan juga untuk bahan baku industri (Iriany et al. 2011). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), volume impor jagung manis pada tahun 2012 adalah sebanyak 2 674 ton, sedangkan volume ekspor pada tahun yang sama hanya mencapai 359 ton. Hal ini menandakan bahwa kebutuhan akan tersedianya jagung manis di dalam negeri saat ini sangat besar, tetapi produksi jagung manis nasional belum dapat mencukupi permintaan pasar yang ada. Produksi yang masih kurang menjadi salah satu penyebab masih tingginya harga jagung manis di pasaran, baik yang dipanen untuk konsumsi segar maupun dalam bentuk olahan. Keadaan yang demikian semakin mendorong minat petani dalam usaha produksi jagung manis untuk mengisi kekurangan tersebut. Penggunaan benih, teknologi pra panen, dan pasca panen yang seadanya merupakan faktor yang menyebabkan produktivitas jagung manis di Indonesia masih relatif rendah (Palungkun dan Budiarti 2000). Menurut Dewani (2004), terbatasnya pengetahuan petani menyebabkan jumlah produksi jagung manis tidak sesuai seperti yang diharapkan. Adanya anggapan bahwa jagung manis hanya merupakan tanaman sampingan sehingga penggunaan varietas unggul, pengairan, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan secara tepat dan cara bercocok tanam yang baik masih kurang mendapat perhatian. Dalam pertanian maju, benih berperan tidak hanya semata-mata sebagai bahan tanam, namun juga sebagai sarana pembawa teknologi (delivery mechanism). Dampak keunggulan suatu varietas terhadap peningkatan produksi dan mutu produk pertanian (pangan, pakan) hanya akan tampak bila benih bermutu dari varietas tersebut tersedia bagi petani untuk ditanam dalam skala luas. Ketersediaan benih akan menentukan luas penyebaran varietas (Nugraha et al.
2
2005). Ketersediaan benih bermutu yang dapat dijangkau oleh petani menjadi permasalahan yang harus diperhatikan, berhubung harga benih jagung manis masih relatif tinggi karena sebagian besar merupakan benih impor. Menurut Iriany et al. (2011), ketersediaan benih bermutu dari varietas yang telah dirilis oleh pemerintah masih relatif terbatas sehingga harga benihnya mahal. Umumnya varietas yang beredar dirilis oleh perusahaan swasta yang materi genetiknya merupakan hasil introduksi. Direktorat Jenderal Hortikultura mengungkapkan bahwa total impor benih jagung manis pada tahun 2011 adalah sebesar 744 301 kg dengan nilai impor 6 698 709 US $, sedangkan total ekspor benih jagung manis 19 461 kg yang hanya bernilai 233 532 US $. Selanjutnya pada tahun 2012 total impor benih jagung manis dikurangi yaitu menjadi 104 334.5 kg dengan nilai impor sebesar 2 817 032 US $, tetapi masih belum dapat diimbangi dengan peningkatan jumlah ekspor benih jagung manis yang hanya mencapai 40 151 kg senilai dengan 1 084 077 US $. Permasalahan dalam mempertahankan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produksi yang belum sepenuhnya dapat ditangani menyebabkan Indonesia belum dapat bersaing di pasar dunia. Melalui pendekatan pemuliaan tanaman dapat ditemukan beragam solusi, dimana pemuliaan tanaman berperan dalam menghasilkan varietas unggul jagung manis yang memiliki daya hasil dan kualitas hasil yang tinggi serta resisten terhadap hama dan penyakit penting. Selain itu, kemampuan adaptasi dan tingkat toleransi terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan juga dapat ditingkatkan. Sehingga varietas unggul baru jagung manis hasil pemuliaan tanaman diharapkan dapat digunakan secara luas sehingga dapat mengurangi penggunaan benih impor. Tujuan akhir dari pemuliaan tanaman yaitu dapat mengidentifikasi genotipe unggul sehingga dapat dilepas sebagai varietas yang baru untuk digunakan secara komersial oleh petani. Berbagai percobaan untuk genotipegenotipe yang memiliki heritabilitas tinggi dievaluasi kinerjanya di berbagai macam kondisi lingkungan, pada beberapa musim dan tahun, dan di lokasi yang berbeda-beda untuk bisa mencapai tujuan ini. Percobaan-percobaan tersebut disebut sebagai uji daya hasil (Acquaah 2007).
Perumusan Masalah Permintaan pasar terhadap jagung manis setiap tahun semakin meningkat, namun produksi jagung manis nasional masih kurang. Rendahnya produksi jagung manis di Indonesia disebabkan karena berbagai hal, misalnya karena skala pengusahaan yang masih terbatas dan teknik budidaya yang kurang intensif. Dalam teknik budidaya, persoalan benih menjadi faktor pembatas yang dihadapi petani baik ketersediaannya, kualitasnya maupun harganya. Harga benih bermutu cenderung mahal dan pada umumnya benih varietas hibrida harganya lebih tinggi, namun harga benih varietas bersari bebas relatif lebih murah. Program pemuliaan tanaman dengan menghasilkan varietas unggul baru bersari bebas yang produksinya tinggi dan mempunyai kualitas tongkol yang baik serta tahan terhadap penyakit bulai merupakan salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan yang ada. Varietas yang baru akan dilepas harus menunjukkan keunggulan dibandingkan dengan varietas yang telah ada sehingga diperlukan
3
suatu pengujian. Uji daya hasil adalah suatu tahapan pemuliaan tanaman yang bertujuan untuk mengevaluasi keberadaan gen-gen yang diinginkan pada genotipe yang selanjutnya dipersiapkan sebagai galur atau kultivar unggul baru. Genotipe SD-3 (Seleksi Darmaga-3) merupakan genotipe jagung manis bersari bebas yang dirakit oleh Dr Fred Rumawas, pemulia dari IPB, dan dipersiapkan untuk menjadi varietas baru. Dalam persiapan pelepasan varietas, genotipe SD-3 perlu dievaluasi dalam hal penampilan, daya hasil dan kualitas hasil sehingga genotipe SD-3 teruji berpotensi dan layak untuk dikembangkan sebagai varietas unggul yang mempunyai nilai tambah dan daya saing yang tinggi. Oleh karena itu, genotipe SD-3 harus dapat diperbandingkan dengan varietas komersial jagung manis yang beredar luas di pasaran dan telah cukup lama dikenal oleh petani jagung manis. Di daerah-daerah yang terdapat tempat-tempat penelitian dan pengembangan tanaman pangan seperti di daerah Jawa Barat mampu menghasilkan jagung manis (sweet corn) yang banyak digemari serta semakin meluas dan berkembang. Kabupaten Bogor adalah salah satu sentra produksi jagung manis, sehingga dipilih sebagai tempat pelaksanaan penelitian ini yang juga didukung oleh kondisi iklim dan topografi yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman jagung manis.
Tujuan Penelitian ini dilaksanakan untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu: 1. Mendapatkan informasi tentang keragaan agronomi dan penampilan jagung manis genotipe SD-3. 2. Mengevaluasi daya hasil dan kualitas hasil jagung manis genotipe SD-3 yang diuji dengan empat varietas pembanding di Kabupaten Bogor. 3. Mempelajari peubah kualitatif dan kuantitatif pada jagung manis yang dievaluasi, sehingga dapat diketahui keunggulan karakter yang menjadi potensi pada genotipe SD-3 untuk dikembangkan sebagai varietas yang mampu bersaing dengan varietas komersial.
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan keragaan pada jagung manis genotipe SD-3 dan varietas pembanding. 2. Terdapat perbedaan daya hasil dan kualitas hasil jagung manis genotipe SD-3 yang dievaluasi dengan varietas pembanding. 3. Terdapat potensi genotipe SD-3 untuk dikembangkan menjadi varietas unggul.
TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Jagung Manis Jagung manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) adalah tanaman herba monokotil dan tanaman semusim (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Jagung manis atau sweet corn termasuk ke dalam famili Gramineae, subfamili Panicoideae dan ordo Maydeae (Huelsen 1954). Jagung manis merupakan perkembangan dari jagung tipe flint (jagung mutiara) dan jagung tipe dent (jagung gigi kuda) (Leonard and Martin 1963). Jagung manis memiliki daun-daun yang berukuran panjang, berbentuk rata meruncing, dan memiliki tulang daun yang sejajar seperti daun-daun tanaman monokotil pada umumnya. Perakaran jagung manis biasanya dangkal dan berserabut (MacGillivray 1961). Jagung manis memiliki akar primer sebagai awal memulai pertumbuhan tanaman, akar sekunder atau adventif yang berkembang pada buku-buku pangkal batang dan tumbuh menyamping, serta akar layang yang tumbuh di atas permukaan tanah sebagai topangan untuk tumbuh tegak dan membantu penyerapan hara. Batang tanaman tingginya berkisar antara 1.5 – 2.5 m dan terbungkus oleh pelepah daun yang berselang-seling yang berasal dari setiap buku (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Jagung manis memiliki tipe pertumbuhan determinate, yaitu pertumbuhan yang batang utamanya diakhiri dengan bunga. Perkembangan batang, daun, dan akar diikuti oleh perkembangan bunga dan buah. Sehingga, semua tanaman yang termasuk tipe pertumbuhan determinate, fase vegetatif dan reproduktifnya terjadi beriringan (Edmond et al. 1957). Jagung manis merupakan tanaman menyerbuk silang dengan tipe pembungaan monoecious yakni bunga jantan dan bunga betina terpisah pada bunga yang berbeda tetapi masih pada satu individu tanaman. Kemungkinan terjadinya penyerbukan sendiri pada tanaman jagung kurang dari 1 % (MacGillivray 1961). Bunga jantan tumbuh sebagai perbungaan ujung (malai) pada batang utama (poros atau tangkai) dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai perbungaan samping (tongkol) yang berkembang pada ketiak daun. Tanaman ini memiliki buah matang berbiji tunggal yang disebut karyopsis (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Secara fisik maupun morfologi, jagung manis sulit dibedakan dengan jagung biasa. Perbedaan antara keduanya terletak pada warna bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan pada jagung manis berwarna putih sedangkan pada jagung biasa berwarna kuning kecoklatan. Rambut pada jagung manis berwarna putih sedangkan jagung biasa berwarna merah. Perbedaan lainnya adalah jagung manis berumur lebih genjah karena dipanen saat tongkol masih muda dan memiliki tongkol lebih kecil daripada jagung biasa. Tongkol jagung manis memiliki dua atau tiga pasang daun yang tumbuh di sisi kiri dan kanan yang merupakan perpanjangan kelobot atau kulit buah (Palungkun dan Budiarti 2000). Menurut Thompson dan Kelly (1957), hal yang membedakan antara jagung manis dengan jagung lainnya yaitu dari kandungan gulanya yang tinggi pada stadia masak susu dan permukaan kernel yang menjadi transparan dan berkerut saat mengering.
5
Pengaruh Genetik terhadap Kandungan Gula pada Jagung Manis Menurut Leonard dan Martin (1963) jagung manis merupakan salah satu jenis jagung yang digolongkan berdasarkan sifat endospermanya. Endosperma jagung manis mempunyai kadar gula lebih tinggi dibandingkan kadar pati, transparan dan keriput pada saat kering. Keriputnya endosperma jagung manis disebabkan oleh tingginya kadar sukrosa dalam biji saat proses pematangan. Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menjelaskan bahwa endosperma biji adalah tempat menyimpan gula dan pati. Pengisian endosperma pada jagung manis mulamula adalah penimbunan gula, dan seiring dengan bertambahnya umur tanaman patilah yang tertimbun. Gula endosperma utama adalah sukrosa dengan sedikit glukosa, fruktosa dan maltosa. Komponen terbesar pati endosperma adalah amilosa dan amilopektin. Komposisi genetik pada jagung manis dan jagung tipe Dent hanya dibedakan oleh satu gen resesif. Gen ini mencegah perubahan gula menjadi pati (Jugenheimer 1958). Jumlah kromosom pada jagung manis sama dengan jumlah kromosom pada jagung biasa yaitu 20 (Kaukis dan Davis 1986). Jagung manis merupakan jagung biasa yang mengalami mutasi pada lokus su-1 (sugary-1), ini menyebabkan kandungan pati jagung manis mengalami penurunan sehingga biji dari jagung manis menjadi keriput dan daya simpannya menjadi berkurang dibandingkan jagung bijian. Pada jagung bijian, gen Su1 untuk biji berpati dominan homozigous (Su1, Su1) sementara pada jagung manis gen tersebut adalah resesif homozigous (su1, su1). Peningkatan kandungan gula pada endosperma dipengaruhi oleh gen-gen resesif seperti gen peningkatan kandungan gula (se1 – sugary enhancer), penyusut 2 (sh2 – shrunken 2), brittle 1 (bt-1), brittle 2 (bt-2), amilosa extender (ae-1), dull-1 (du-1), dan waxy-1 (wx-1) (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Kadar gula dan pati pada endosperma jagung manis selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh tingkat kemasakan. Kandungan sukrosa pada endosperma jagung manis terus meningkat dari hari ke-5 sampai hari ke-15 setelah munculnya rambut tongkol dan kemudian menurun. Perubahan kadar gula dan pati pada endosperma jagung manis terjadi akibat kandungan sukrosa yang bersifat tidak mantap (Huelsen 1954). Kandungan gula tertinggi terdapat pada biji yang berumur 16 hari setelah penyerbukan, sedangkan kandungan pati meningkat pada 20 hari setelah penyerbukan kemudian konstan (Kaukis dan Davis 1986).
Ekologi, Budidaya dan Pertumbuhan Jagung Manis Jagung manis dapat tumbuh hampir pada semua tipe tanah dengan syarat drainase baik. Tanaman jagung manis tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara 5.5 – 7.0 tetapi pertumbuhan yang baik dan keefisienan pemupukan diperoleh pada pH 6.0 – 6.5. Tanaman jagung manis dapat beradaptasi pada kondisi iklim yang luas (Thompson dan Kelly 1957). Menurut MacGillivray (1961), tanaman ini peka terhadap tanah masam dan tidak toleran terhadap embun beku (frost). Tanah yang baik untuk jagung manis adalah gembur dan subur, karena tanaman ini memerlukan aerasi dan drainase yang baik. Jagung dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asalkan mendapatkan pengelolaan yang baik. Tanah
6
dengan tekstur lempung berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya. Tanah-tanah dengan tekstur berat masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik bila pengolahan tanah dikerjakan secara optimal, sehingga aerasi dan ketersediaan air tanah berada dalam kondisi yang baik (Sutoro et al. 1988). Tanaman ini tumbuh baik pada 50 oLU – 40 oLS serta sampai dengan ketinggian 3000 m di atas permukaan laut. Suhu yang baik untuk pertumbuhan jagung manis berkisar antara 21 – 30 oC. Sedangkan suhu optimum untuk perkecambahan biji jagung manis berkisar antara 21 – 27 oC (Palungkun dan Budiarti 2000). Suhu yang hangat merupakan kondisi terbaik untuk perkembangan jagung manis, namun cukup banyak pertanaman jagung manis yang ditumbuhkan pada daerah yang dingin (Thompson dan Kelly 1957). Menurut Sutoro et al. (1988) suhu optimum untuk pertumbuhan jagung berkisar antara 24 – 30 oC, dengan curah hujan kurang lebih 200 mm tiap bulan dengan distribusi yang merata. Tanaman jagung manis memerlukan kelembaban sekitar 500 – 700 mm per musim selama pertumbuhannya (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Kelembaban yang kontinyu diperlukan untuk memperoleh hasil tinggi pada pertanaman jagung manis, namun kelebihan air akan menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik (Thompson dan Kelly 1957). Kondisi temperatur, kelembaban udara, intentitas cahaya, dan panjang hari untuk pertumbuhan jagung manis yang optimum tidak jauh berbeda dengan kondisi yang diperlukan jagung biasa (MacGillivray 1961). Benih ditanam pada kedalaman 3 – 5 cm dengan jarak tanam 20 – 25 cm dalam barisan dan 75 – 90 cm antar barisan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Tanaman mengawali pertumbuhannya dengan pembentukan daun dan batang. Lima daun pertama terbentuk dalam embrio dan daun-daun selanjutnya dibentuk pada titik tumbuh sampai mencapai 20 – 25 daun. Setelah seluruh daun selesai dibentuk maka inisiasi malai bunga jantan dimulai (Koswara 1985). Tepung sari yang diproduksi oleh bunga jantan jumlahnya sangat banyak sehingga tersedia ribuan tepung sari untuk setiap biji (kernel) pada tongkol jagung manis. Penyebaran serbuk sari ini dibantu oleh angin dan gaya gravitasi (MacGillivray 1961). Penyebaran tepung sari juga dapat dipengaruhi oleh suhu dan kultivar jagung manis serta dapat berakhir dalam waktu 3 – 10 hari (Rubatzky and Yamaguchi 1998). Putik muncul 1 – 3 hari setelah serbuk sari dihasilkan. Namun pada jagung bertongkol banyak, putik dapat muncul sebelum malai bunga jantan. Putik pertama umumnya muncul di dekat bagian ujung dari tongkol. Putik pertama umumnya muncul pada tongkol yang terletak paling atas, diikuti pada tongkol kedua, dan kadang-kadang ketiga (Hallauer dan Russel 1993). Pertumbuhan tanaman jagung manis dipengaruhi oleh panjang hari, tetapi pengaruhnya tidak terlalu tampak seperti halnya pada tanaman lain. Periode dari fase perkecambahan sampai dengan pembungaan akan berkurang pada daerah dengan panjang hari pendek dan semakin lama pada daerah yang mempunyai hari panjang (MacGillivray 1961). Jagung manis merupakan tanaman berhari pendek karena membutuhkan cahaya kurang dari 12 – 14 jam per hari untuk pembungaan (Thompson dan Kelly 1957). Selanjutnya Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menambahkan bahwa kondisi hari pendek akan mempercepat pembungaan, sehingga pertumbuhan vegetatif yang tidak memadai kurang mendukung perkembangan tongkol dan biji. Pencahayaan kurang dari 8 jam dan suhu kurang dari 20 oC dapat menunda
7
pembungaan pada tanaman jagung manis. Menurut Koswara (1985), umur panen dipengaruhi oleh umur berbunga. Tanaman yang lebih cepat berbunga akan memiliki umur panen lebih genjah. Menurut MacGillivray (1961), pertumbuhan jagung manis yang baik memerlukan suhu yang hangat, sampai kurang lebih satu minggu sebelum panen. Cuaca dingin diperlukan pada saat menjelang panen, karena hal ini dapat meningkatkan kualitas jagung manis. Suhu yang tinggi dapat mempercepat perubahan gula menjadi pati yang dapat mengurangi kualitas jagung manis. Fase generatif berlangsung cepat. Pada fase ini sebagian besar energi dipakai dalam penyempurnaan serbuk sari dan tongkol. Tongkol yang baik mengandung 700 – 1000 bakal biji. Pada keadaan optimum semua bakal biji berpotensi untuk menjadi biji. (Koswara 1985). Kualitas tongkol dapat ditentukan dengan membuka kelobot dan memeriksa penampilan dari biji. Tongkol yang baik adalah tongkol yang terisi penuh dan mengkilap, biji yang matang susu namun cukup kuat saat ditekan. (MacGillivray 1961). Jagung manis mempunyai ciri-ciri yaitu biji yang masih muda bercahaya dan berwarna jernih seperti kaca, sedangkan biji yang telah masak akan menjadi kering dan berkeriput. Umur jagung manis antara 60 – 70 hari, namun pada dataran tinggi yaitu 400 meter di atas permukaan laut atau lebih, biasanya bisa mencapai 80 hari (Aak 2010). Pemanenan untuk mendapatkan kualitas terbaik dilakukan pada saat fase masak susu (Thompson dan Kelly 1957). Pemanenan dilakukan pada saat tongkol terisi sempurna, yang biasanya ditandai dengan penampakan luar rambut yang mengering, keketatan kelobot, dan kekerasan tongkol ketika digenggam. Waktu pemanenan yang paling baik adalah pada waktu dini hari atau pada waktu malam hari karena dapat membantu menurunkan panas lapangan serta menghemat waktu dan energi untuk pendinginan pasca panen (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Menurut Harjadi (1986), pada umumnya produktivitas akan meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi karena tercapainya penggunaan cahaya secara maksimal di awal pertumbuhan. Namun peningkatan populasi ini ada batasnya, yaitu sampai tidak terjadi kompetisi yang merugikan antara tanaman dalam mendapatkan hara maupun unsur-unsur lingkungan lainnya. Budidaya jagung manis pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan cara budidaya jagung biasa (Thompson dan Kelly 1957). Komponen teknologi budi daya jagung pada prinsipnya dapat dipilah menjadi dua, yaitu (1) komponen teknologi yang mempunyai adaptasi luas, seperti varietas, cara tanam, kerapatan tanaman, serta pengendalian hama dan penyakit terpadu, dan (2) komponen teknologi yang mempunyai adaptasi sempit atau bersifat spesifik lokasi, seperti persiapan lahan yang mencakup pengolahan tanah dan konservasi lahan dengan kemiringan > 8 %, serta pemupukan. Komponen teknologi budi daya jagung mencakup: persiapan lahan, varietas unggul, populasi dan pengaturan tanam, pemeliharaan tanaman, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan yang tepat, dan pasca panen (Sudaryono et al. 1996). Metode pemuliaan untuk jagung biasa dapat dipergunakan pada jagung manis, hanya berbeda pada tujuan seleksi dan evaluasi hasilnya dimana pada jagung manis lebih ditekankan pada kualitas (Kaukis dan Davis 1986).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut, dengan jenis tanah latosol. Waktu pelaksanaan percobaan dimulai pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2012.
Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah genotipe SD-3 yang merupakan jagung manis bersari bebas. Varietas jagung manis bersari bebas dan hibrida yang digunakan sebagai varietas pembanding yaitu Super Sweet, Bonanza, Sweet Boy, dan Sugar 75 (SG 75). Deskripsi dan karakteristik jagung manis genotipe SD-3 serta keempat varietas pembanding yang dievaluasi dalam penelitian ini disampaikan pada Lampiran 1 – 6. Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pupuk urea 300 kg/ha, pupuk KCl 200 kg/ha, pupuk SP-36 200 kg/ha, dan pupuk kandang 15 ton/ha. Kapur diberikan dengan dosis 1.5 ton/ha. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan budidaya tanaman standar, timbangan, jangka sorong, meteran, dan refraktometer untuk mengukur kadar Padatan Total Terlarut (PTT) pada biji jagung manis. Untuk melakukan penyerbukan sendiri dibutuhkan kantong kertas, spidol, dan stapler.
Metode Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal yaitu genotipe. Perlakuan yang diberikan terdiri atas satu genotipe jagung manis dan empat varietas pembanding, yang masing-masing diulang sebanyak empat kali, sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan tersusun dalam petakan berukuran 4 x 5 m2 yang memuat 200 tanaman. Model linier aditif dari rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Yij = + i + j + ij Keterangan : Yij = nilai pengamatan pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j = rataan umum i = pengaruh perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5) j = pengaruh ulangan ke-j (j = 1, 2, 3, 4) ij = pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, ulangan ke-j
9
Uji F digunakan untuk menganalisis pengaruh perlakuan. Jika terdapat pengaruh yang nyata dalam perlakuan maka dilakukan uji nilai tengah menggunakan uji Dunnett pada taraf 5%. Untuk mengetahui hubungan keeratan di antara peubah-peubah yang diamati maka dilakukan analisis korelasi Pearson.
Pelaksanaan Penelitian Luas lahan yang digunakan untuk pertanaman adalah 400 m2. Lahan diolah satu minggu sebelum penanaman dengan diberikan kapur dan pupuk kandang kemudian diratakan dan dibagi menjadi empat blok. Masing-masing blok terdiri atas lima plot. Setiap plot berukuran 4 m x 5 m. Jarak antar plot 0.5 m dan jarak antar blok 1.5 m. Dalam satu plot terdapat lima baris tanaman dengan jarak tanam 70 cm x 25 cm. Layout petak percobaan ditampilkan pada Lampiran 13. Benih yang ditanam yaitu dua benih setiap lubang. Sebelum ditanam, benih diberi perlakuan fungisida berbahan aktif Metalaxyl 35% dengan dosis 2 g/kg benih. Pupuk dasar diberikan satu minggu setelah tanam dengan dosis setengah pupuk urea yaitu sekitar 150 kg/ha, serta seluruh dosis pupuk KCl 200 kg/ha dan SP-36 200 kg/ha. Pemberian pupuk dilakukan dengan sistem tugal berjarak 5 – 7 cm dari lubang tanaman. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyulaman, pengairan, penjarangan, pembumbunan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama serta penyakit. Penyulaman dilakukan pada 1 MST. Pengairan dilakukan untuk mencegah tanaman kekurangan air dikarenakan curah hujan yang rendah. Pengairan diberikan sebanyak dua kali setiap minggu selama musim pertanaman dengan cara menggenangi parit-parit yang terletak di antara petak-petak percobaan. Tanaman jagung manis dibumbun pada saat 3 MST. Pemupukan kedua yaitu pemberian urea sisa dengan dosis 150 kg/ha dilakukan saat tanaman berumur 4 MST. Pengendalian hama yaitu dengan pemberian pestisida berbahan aktif Carbofuran ± 5 butir per lubang tanam saat penanaman. Pengendalian penyakit bulai dilakukan dengan pencabutan atau eradikasi terhadap tanaman terjangkit untuk mencegah dan mengantisipasi penyebaran lebih luas. Penyerbukan sendiri dilakukan pada dua tanaman selain tanaman contoh di setiap petak satuan percobaan saat tanaman berumur 46 – 53 HST. Persiapan penyerbukan buatan dilakukan dengan cara menutup malai dengan kantong kertas saat anther mulai pecah bagian porosnya dan menutup tongkol dengan kantong plastik transparan sebelum tongkol keluar rambut. Penyerbukan dilakukan pada saat tongkol sudah muncul rambut yang siap diserbuki dengan panjang > 2 cm. Tongkol yang sudah diserbuki ditutup menggunakan kantong kertas. Tongkol yang diserbuki sendiri digunakan sebagai sampel pengukuran kadar PTT. Pemanenan dilakukan pada stadia masak susu saat tongkol jagung sudah terisi sempurna ditandai oleh rambut tongkol yang sudah berwarna coklat kehitaman dan mengering (sekitar 18 – 22 hari setelah penyerbukan). Umur panen disamakan pada 73 HST karena pada sebagian tanaman yang produktif telah siap panen lebih awal dan akan kehilangan masa optimal konsumsi jagung manis jika waktu panennya diperlambat. Setelah pemanenan dilakukan pengukuran kadar PTT dengan menggunakan refraktometer pada dua tongkol hasil penyerbukan sendiri dan tiga tongkol yang bukan hasil penyerbukan sendiri dari setiap plot.
10
Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan mengambil 10 tanaman contoh dalam setiap satuan percobaan. Tanaman contoh diambil dari tiga baris tanaman tengah setiap plot dan bukan tanaman pinggir. Pengamatan ditujukan pada peubah-peubah yang mencerminkan keragaan tanaman di lapangan, pertumbuhan vegetatif dan generatif, kuantitas, dan kualitas hasil. Peubah-peubah yang diamati adalah : 1. Daya tumbuh tanaman (%), pengamatan daya tumbuh dilakukan pada saat tanaman berumur 9 HST. 2. Bentuk ujung daun pertama, diamati pada saat tanaman baru tumbuh dan telah muncul di permukaan tanah, yaitu ketika tanaman berumur 10 HST.
1 = Runcing 2 = Runcing ke bulat 3 = Bulat 4 = Bulat ke lidah 5 = Lidah 3. Warna pangkal batang, diamati pada saat yang bersamaan dengan pengamatan bentuk ujung daun pertama. 4. Tanaman yang terserang penyakit bulai per plot (%) 5. Umur muncul tassel (HST), dihitung pada saat setelah diproduksinya serbuk sari (pollen) 50% jumlah tanaman masing-masing plot. 6. Warna malai (anther) 7. Lama produksi pollen (hari), dihitung sejak hari pertama terlepasnya serbuk sari sampai hari terakhir serbuk sari dihasilkan pada setiap malai. 8. Interval waktu anthesis dengan silking (hari), merupakan perbedaan atau rentang waktu yang dihitung pada saat setelah diproduksinya serbuk sari sampai rambut tongkol telah keluar. 9. Umur reseptif (HST), dihitung ketika rambut telah keluar (silking) sepanjang > 2 cm 50 % jumlah tanaman masing-masing plot. 10. Warna rambut tongkol 11. Warna daun, diamati dengan menggunakan bagan warna daun (BWD) sebelum tanaman berbunga yaitu pada umur antara 40-42 HST. 12. Panjang daun (cm), diukur dari buku tempat melekatnya daun sampai dengan ujung daun. Pengukuran daun pada daun di atas tongkol (yang paling atas) setelah tanaman berbunga. 13. Lebar daun (cm), diukur pada daun yang sama yang digunakan untuk mengukur panjang daun, diambil dari titik tengah panjang daun. 14. Tinggi tanaman (cm), diukur dari atas permukaan tanah sampai dasar malai pada saat pertumbuhan vegetatif berhenti setelah tanaman berbunga. 15. Tinggi tongkol utama (cm), diukur dari atas permukaan tanah sampai buku di mana tongkol teratas berada, diamati pada waktu yang sama dengan tinggi tanaman.
11
16. Warna batang, ditunjukkan sampai tiga warna batang sesuai dengan frekuensi. Diamati di antara 2 tongkol teratas pada saat berbunga. 1 = Hijau 2 = Kemerahan (sunred) 3 = Merah 4 = Ungu 5 = Coklat 17. Diameter batang (cm), diukur pada batang 10 cm di atas permukaan tanah setelah tassel muncul. 18. Bentuk batang, pengamatan dilakukan untuk melihat apakah bentuk batang tanaman bulat atau pipih. Batang tersebut diamati pada waktu dan posisi lingkar batang yang sama dengan pengukuran diameter batang. 19. Rebah batang (%), dihitung pada tanaman yang mengalami patah pada batang bagian bawah tongkol dan dihitung pada saat 2 minggu sebelum panen. 20. Tanaman sehat yang tumbuh (%) 21. Tanaman yang dipanen (%) 22. Tanaman tidak menghasilkan (%), dihitung pada tanaman yang tidak dapat atau belum menghasilkan tongkol yang layak dipanen. 23. Bobot tajuk atas, diambil dari 10 tanaman contoh. 24. Jumlah tongkol berkelobot per plot. 25. Bobot seluruh tongkol berkelobot yang dipanen per plot. 26. Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot yang dipanen per plot. 27. Bobot per tongkol dengan kelobot (g), tongkol ditimbang beserta seluruh kelobotnya. 28. Bobot per tongkol tanpa kelobot (g), tongkol ditimbang tanpa kelobot dan tangkai tongkol. 29. Panjang tongkol (cm), yaitu diukur dari pangkal muncul biji sampai dengan ujung tongkol. 30. Diameter tongkol (cm), diukur pada tiga bagian yaitu pada pangkal. tengah. dan ujung tongkol. 31. Bentuk tongkol, diamati pada tongkol paling atas. 1 = Mengerucut 2 = Silindris mengerucut 3 = Silindris 32. Warna biji 1 = Putih 2 = Krem 3 = Kuning muda 4 = Kuning 5 = Oranye 6 = Ujung putih 33. Jumlah baris biji pada tongkol 34. Jumlah biji per baris pada tongkol 35. Tongkol yang terserang ulat penggerek (%) 36. Kadar Padatan Total Terlarut (PTT) pada biji jagung manis hasil penyerbukan sendiri (oBriks). Kadar PTT dalam biji jagung manis diukur dengan cara mencacah biji jagung manis kemudian diambil sarinya dan diteteskan pada
12
prisma refraktometer. Kadar PTT akan terbaca pada alat tersebut dan dinyatakan dalam oBriks. 37. Kadar PTT pada biji jagung manis yang bukan merupakan hasil penyerbukan sendiri (oBriks). 38. Nilai mutu atau intensitas sifat sensoris yang spesifik dan sifat hedonik pada jagung manis berdasarkan uji organoleptik. Tipe pengujian yang dipergunakan adalah tipe uji skoring. Uji skor dilakukan oleh 10 orang panelis (responden) terhadap sampel (bahan uji) jagung manis dengan cara memberikan penilaian menggunakan skala numerik berupa skor 1 – 5 (Lampiran 8). Atribut sifat jagung manis yang dinilai adalah sebagai berikut. a. Penampilan tongkol jagung manis b. Kekerasan biji jagung manis c. Tekstur biji jagung manis d. Kemanisan biji jagung manis e. Tingkat penerimaan (kesukaan) terhadap jagung manis 39. Indeks Panen Tongkol dengan Kelobot Rumus =
bobot 10 tongkol dengan kelobot bobot tajuk atas 10 tanaman + bobot 10 tongkol dengan kelobot
40. Indeks Panen Tongkol tanpa Kelobot Rumus =
bobot 10 tongkol tanpa kelobot bobot tajuk atas 10 tanaman + bobot 10 tongkol tanpa kelobot
41. Produktivitas (ton tongkol tanpa kelobot/ha) Rumus = bobot tongkol tanpa kelobot per plot kg × 80 % ×
10 000 m2 luas per plot (m2 )
42. Potensi hasil (ton tongkol berkelobot/ha) Rumus =
bobot tongkol dengan kelobot per plot kg 10 000 m2 × populasi per plot × 80 % × tanaman yang dipanen per plot luas per plot (m2 )
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juli 2012 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Kecamatan Darmaga, Bogor. Daya tumbuh benih jagung manis di lapang cukup baik, ditunjukkan dengan jumlah seluruh tanaman yang dapat tumbuh dan muncul ke permukaan tanah yaitu sekitar 91.22 % dari jumlah benih yang ditanam. Tanaman mengawali pertumbuhannya dengan kondisi cukup air karena masih disuplai oleh hujan. Selama stadia vegetatif belum perlu dilakukan pengairan secara manual. Data klimatologi selama penelitian disampaikan dalam Lampiran 7. Data tersebut diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Dramaga, Bogor. Ketika tanaman berumur 3 MST (minggu setelah tanam) timbul gejala serangan penyakit bulai yang disebabkan oleh Peronosclerospora maydis. Selama fase vegetatif tanaman ditemukan adanya serangan bulai pada keseluruhan petak percobaan jagung manis. Pengendalian selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan menyingkirkan tanaman terjangkit agar bulai tidak menyebar lebih luas lagi. Selain bulai ditemukan beberapa penyakit lain dengan serangan yang tidak parah seperti penyakit hawar daun (Helminthosporium sp.), penyakit karat daun (Puccinia sorghi), penyakit gosong pada tongkol (Ustilago maydis), penyakit virus mosaic kerdil jagung yang disebabkan oleh virus Maize Dwarf Mosaic Virus (MDMV) serta gejala penyakit fisiologis. Jenis hama yang menyerang tanaman jagung manis dalam percobaan ini adalah belalang (Valanga nigricornis), ulat penggerek batang (Ostrinia furnacalis) dan ulat penggerek tongkol (Heliothis armigera). Serangan dari ulat penggerek tongkol tidak menurunkan kuantitas hasil panen, tetapi menurunkan kualitas penampilan tongkol jagung. Sementara itu, gulma yang tumbuh pada lahan didominasi oleh gulma jenis daun lebar dan rumput, serta sebagian kecil teki-tekian. Beberapa macam gulma yang ditemukan di antaranya Digitaria adscendens, Axonopus compressus, Borreria alata, Ageratum conyzoides, Mimosa pudica, Phyllanthus niruri, dan Cyperus rotundus. Pada saat tanaman berumur 6 – 8 MST, angin kencang dan terkadang disertai hujan deras menyebabkan banyak tanaman mengalami kerebahan dan patah pada batang. Akibatnya populasi dan produktivitas tanaman menjadi semakin berkurang. Umur panen genotipe SD-3, Super Sweet, Bonanza, Sugar 75, dan Sweet Boy tergolong genjah dan disamakan waktunya yaitu pada saat 73 HST sehingga tidak ada perbedaan umur panen dalam percobaan. Rekapitulasi analisis sidik ragam pada berbagai peubah yang diamati menunjukkan bahwa perlakuan genotipe berpengaruh nyata terhadap daya tumbuh, tinggi tanaman, tinggi tongkol utama, selang (interval) waktu anthesis dengan silking, jumlah baris biji pada tongkol, tanaman yang sehat, tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen, indeks panen tongkol berkelobot dan indeks panen tongkol tanpa kelobot. Pengaruh yang nyata juga ditemukan pada peubah jumlah tanaman yang terserang penyakit bulai, tanaman yang rebah, serta pada uji skor organoleptik tekstur dan kekerasan biji jagung manis. Perlakuan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap peubah-peubah lainnya (Tabel 1).
14
Tabel 1. Rekapitulasi Uji F pengaruh perlakuan genotipe terhadap peubah kuantitatif dan kualitatif pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding No.
Peubah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Daya tumbuh Warna pangkal batang Tinggi tanaman Tinggi tongkol utama Diameter batang Panjang daun Lebar daun Umur muncul tassel Umur reseptif Lama produksi pollen Anthesis silking interval Panjang tongkol Diameter pangkal tongkol Diameter tengah tongkol Diameter ujung tongkol Jumlah baris biji Jumlah biji per baris Bobot per tongkol berkelobot Bobot per tongkol tanpa kelobot Bobot tajuk atas Tanaman sehat yang tumbuh Tanaman yang dipanen Jumlah tongkol yang dipanen Bobot seluruh tongkol berkelobot Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot Indeks panen tongkol berkelobot Indeks panen tongkol tanpa kelobot Produktivitas Potensi hasil Tanaman terserang penyakit bulai Rebah batang Tanaman tidak menghasilkan Tongkol terserang ulat penggerek Kadar PTT selfing Kadar PTT bukan selfing Penampilan tongkol Kekerasan biji Tekstur biji Kemanisan biji Tingkat penerimaan (kesukaan)
a
KT
F-hita
Pr>F
74.51 10.57** 0.0007 58.13 2.43tn 0.1052 1983.35 5.06* 0.0127 2197.96 15.64** 0.0001 0.0195 0.56tn 0.6950 97.29 2.59tn 0.0906 0.158 0.43tn 0.7831 1.45 0.55tn 0.7047 20.45 1.68tn 0.2192 0.164 2.43tn 0.1048 14.135 5.65** 0.0085 4.19 1.38tn 0.2978 0.069 0.37tn 0.8272 0.052 0.34tn 0.8491 0.052 0.41tn 0.7977 1.986 10.47** 0.0007 14.59 0.46tn 0.7623 2505.54 1.05tn 0.4208 1240.67 0.90tn 0.4954 9786.7 1.07tn 0.4125 419.01 9.88** 0.0009 122.39 3.80* 0.0322 402.42 3.67* 0.0357 0.817 0.13tn 0.9696 0.230 0.07tn 0.9887 0.0043 9.60** 0.0010 0.0033 5.08* 0.0125 0.053 0.07tn 0.9887 29.42 2.00tn 0.1585 1620.00 47.48** <.0001 316.16 132.20** <.0001 131.97 8.63** 0.0016 30.35 0.30tn 0.8712 0.991 0.81tn 0.5423 4.87 2.81tn 0.0739 0.305 0.32tn 0.8593 0.651 4.44* 0.0196 0.441 5.06* 0.0127 0.265 1.20tn 0.3610 0.646 3.13tn 0.0557
KK (%) 2.91 4.99 12.35 16.41 12.33 7.84 7.55 3.03 6.08 4.86 4.98 12.99 12.19 10.99 12.44 3.27 7.48 7.83 9.57 6.04 19.71 7.99 6.32 5.60 4.62 7.54 12.25 2.81 11.56 14.56 12.38 7.26 11.15 13.69 15.25 3.04 12.45 9.55 1.54 14.42
**: berbeda sangat nyata pada taraf 1%, *: berbeda nyata pada taraf 5%, tn: tidak berbeda nyata.
15
Daya Tumbuh dan Keseragaman Penampilan Jagung Manis Daya tumbuh adalah peubah yang pertama kali diamati, yaitu pada saat tanaman berumur 9 HST. Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap peubah daya tumbuh tanaman jagung manis. Pada genotipe SD-3 jumlah tanaman yang dapat tumbuh dengan baik dan muncul ke permukaan tanah adalah sebanyak 96.06 % dari jumlah benih yang ditanam. Angka ini merupakan jumlah yang terbesar jika dibandingkan dengan keempat varietas pembanding. Berdasarkan perbandingan nilai tengah dengan uji Dunnet pada taraf nyata 5 %, daya tumbuh genotipe SD-3 (96.06 %) berbeda nyata lebih besar terhadap varietas pembanding Bonanza (84.39 %) dan Sweet Boy (90.64 %). Pada varietas pembanding Super Sweet (91.74 %) dan Sugar 75 (93.19 %) tidak ditemukan perbedaan yang nyata dengan genotipe SD-3. Menurut Basry (2003) daya tumbuh tanaman di lapang dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan sifat genetik. Umumnya benih yang memiliki daya tumbuh lebih dari 80 % mampu tumbuh baik pada lingkungan yang optimum, karena viabilitas dan ketegaran benih lebih baik. Selain karena pengaruh genetik dan lingkungan, diduga perbedaan daya tumbuh di antara genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding juga disebabkan oleh adanya perbedaan laju penurunan viabilitas dan vigor benih yang mungkin dipengaruhi oleh umur simpan benih jagung manis. Menurut Justice dan Bass (2002) beberapa faktor yang mempengaruhi laju kemunduran benih dintaranya adalah: jenis benih, berat dan bagian benih yang terluka, kelembaban dan suhu lingkungan di lapangan, penanganan panen, dan kondisi penyimpanan benih. Tabel 2. Nilai tengah daya tumbuh dan warna pangkal batang pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga Genotipe SD-3 Super Sweet Bonanza Sugar 75 Sweet Boy
Daya tumbuh (%)
Warna pangkal batang (% hijau)
96.06 91.74 84.39* 93.19 90.64*
91.25 100.00 100.00 100.00 98.75
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3 berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.
Warna pangkal batang pada tanaman jagung manis adalah dominan hijau, yang diamati pada saat tanaman masih memiliki daun pertama. Namun bebeberapa tanaman muncul dengan penampilan berbeda, yaitu dengan pangkal batang yang berwarna keunguan. Penyimpangan yang demikian membuat tingkat keseragaman penampilan tanaman menjadi rendah (menurun). Dampak tersebut terlihat pada kelompok jagung manis genotipe SD-3 dan varietas Sweet Boy dengan persentase keseragaman yang hanya 91.25 % dan 98.75 %. Pada varietas Super Sweet, Bonanza dan Sugar 75 diperoleh tingkat keseragaman tanaman yang sangat tinggi yaitu mencapai 100 %, di mana keseluruhan tanaman muda yang diamati pangkal batangnya seragam berwarna hijau. Karena nilai yang tidak
16
berbeda nyata, maka genotipe SD-3 dan semua varietas pembanding dapat menunjukkan penampilan (ciri) yang sama dalam hal warna pangkal batang. Peubah tersebut merupakan salah satu karakter kualitatif dalam pengamatan jagung manis. Beberapa peubah lainnya yang bersifat kualitatif yaitu : bentuk ujung daun pertama, warna daun, warna malai (anther), warna rambut tongkol, warna batang, bentuk batang, bentuk tongkol dan warna biji. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa perlakuan genotipe tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peubah-peubah tersebut. Dengan demikian, percobaan ini tidak dapat menunjukkan beda nyata karakter kualitatif tanaman jagung manis di antara semua perlakuan. Tabel 3. Hasil pengamatan terhadap berbagai peubah kualitatif jagung manis pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding yang tidak berbeda nyata menurut Uji F Peubah kualitatif Bentuk ujung daun pertama Warna daun Warna malai (anther) Warna rambut tongkol Bentuk batang Warna batang Bentuk tongkol Warna biji
Ciri (tampilan) bulat hijau tua putih-kekuningan putih-kehijauan pipih (elips) hijau silindris-mengerucut kuning
Pada awal pertumbuhan tanaman terlihat daun pertama genotipe SD-3 yang berbentuk bulat pada bagian ujungnya, sama seperti pada keempat varietas pembanding. Pengamatan terhadap peubah warna daun dilakukan pada saat tanaman masih dalam masa pertumbuhan vegetatif, yaitu sebelum tanaman berbunga. Secara umum tanaman jagung manis yang dievaluasi mempunyai daun yang warnanya hijau tua. Pada beberapa tanaman ditemukan daun yang warnanya hijau muda, secara visual penampilan tersebut berbeda dari tanaman yang normal. Hal ini mungkin terjadi bukan karena faktor perlakuan genotipe, tetapi lebih kepada pengaruh faktor lingkungan dan fisiologi tanaman. Karakter perbungaan seperti malai yang berwarna putih-kekuningan dan rambut tongkol yang berwarna putih-kehijauan merupakan ciri fisik utama yang membedakan jagung manis dengan jagung biasa. Bentuk dan tampilan bunga pada genotipe SD-3 dan varietas pembanding yang diuji adalah sama. Tetapi masih ditemukan penyimpangan penampilan bunga jagung manis pada beberapa tanaman, yaitu adanya malai berwarna merah yang bukan mencirikan tanaman jagung manis tetapi lebih mirip kepada jagung biasa. Hal tersebut mungkin terjadi diduga karena adanya kontaminasi genetik yang disebabkan oleh faktor teknis dalam produksi benih jagung manis. Batang tanaman jagung manis pada dasarnya berwarna hijau dengan bentuk yang pipih (elips). Bentuk batang yang relatif agak bulat biasanya terlihat pada tanaman jagung manis dengan batang yang berukuran kecil. Sehingga dalam
17
pengamatan secara visual cukup sulit membedakan bentuk batang yang bulat atau pipih (elips) jika hanya melihat penampang horizontal batang. Bentuk tongkol dan warna biji merupakan bagian penting dari penilaian kualitas hasil jagung manis. Jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding mempunyai tongkol yang berbentuk silindris mengerucut dengan biji yang berwarna kuning. Ukuran tongkol mempengaruhi penampilan tongkol jagung manis. Diameter tongkol pada bagian pangkal dan tengah tampak tidak berbeda, kemudian diikuti dengan diameter yang semakin mengecil dari bagian tengah ke ujung tongkol. Ukuran tongkol yang demikian menampilkan bentuk yang berupa tabung (silinder) dengan ukuran yang semakin meruncing (mengerucut) ke bagian ujung tongkol. Lampiran 14 – 18 menggambarkan penampilan tongkol tanpa kelobot dari genotipe dan varietas jagung manis yang mewakili masing-masing petak percobaan.
Tinggi Tanaman, Tinggi Tongkol Utama dan Diameter Batang Pengamatan tinggi tanaman, tinggi tongkol utama, dan diameter batang dilakukan setelah masa vegetatif berakhir sehingga ukuran tanaman tidak lagi mengalami perubahan yang berarti karena proses fisiologi tanaman telah memasuki fase generatif. Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan genotipe berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tongkol utama. Pada peubah diameter batang tanaman tidak terdapat pengaruh yang nyata. Tabel 4. Nilai tengah tinggi tanaman, tinggi tongkol utama dan diameter batang pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga Genotipe SD-3 Super Sweet Bonanza Sugar 75 Sweet Boy
Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tongkol utama (cm)
Diameter batang (cm)
157.36 174.24 142.95 136.38 190.42
75.64 90.50 54.47 42.65* 97.96
1.47 1.54 1.44 1.49 1.62
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3 berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.
Tinggi tanaman pada genotipe SD-3 adalah 157.36 cm, tidak berbeda nyata terhadap ukuran tanaman varietas pembanding yang tingginya 174.24 cm (Super Sweet), 142.95 cm (Bonanza), 136.38 cm (Sugar 75) dan 190.42 cm (Sweet Boy). Ukuran tanaman tertinggi dimiliki oleh varietas Sweet Boy (190.42 cm) dan terendah dimiliki oleh varietas Sugar 75 (136.38 cm). Menurut Goldsworthy (1975), tanaman jagung yang pendek dapat ditanam pada tingkat kerapatan tinggi dan tidak mudah rebah sehingga memiliki produktivitas lebih tinggi daripada tanaman jagung yang tinggi. Pengurangan tinggi tanaman jagung dan tinggi tongkol jagung berpengaruh nyata terhadap peningkatan hasil dan indeks panen jagung.
18
Peningkatan hasil dan indeks panen berkaitan dengan kemampuan tanaman mengalokasikan sedikit bahan kering ke batang dan lebih banyak bahan kering dalam proses pembungaan dan pengisian biji saat memasuki fase generatif. Peningkatan indeks panen tidak selalu disebabkan karena tinggi tanaman dan tinggi tongkol yang pendek karena ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi indeks panen (Johnson et al. 1986). Tinggi tongkol utama pada genotipe SD-3 (75.64 cm) mempunyai rataan yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding Sugar 75 (42.65 cm). Akan tetapi genotipe SD-3 tidak berbeda nyata terhadap varietas Super Sweet (90.50 cm), Bonanza (54.47 cm) dan Sweet Boy (97.96 cm). Letak tongkol yang lebih tinggi merupakan salah satu karakter yang tidak menguntungkan dan mungkin dapat merugikan pada tanaman. Kekuatan batang diduga dipengaruhi oleh tinggi tongkol, apabila terlalu tinggi dapat berdampak pada kecenderungan rebahnya batang tanaman seperti yang banyak terjadi pada genotipe SD-3, varietas Super Sweet dan varietas Sweet Boy. Pada varietas Bonanza dan Sugar 75, tinggi tongkol yang cukup rendah ternyata lebih mempermudah dalam hal pemanenan dan tidak memberikan beban terlalu berat terhadap batang sehingga tanaman cukup tegar menopang tongkol tersebut. Sejalan dengan pendapat Yuliandry (2004) bahwa keunggulan dari rendahnya tinggi tongkol adalah mengurangi kemungkinan tanaman rebah akibat tidak kuatnya batang menunjang tanaman akibat posisi tongkol, semakin tinggi tongkol kemungkinan tanaman rebah akan semakin besar. Diameter batang tanaman pada kelima genotipe dan varietas yang diuji berkisar antara 1.44 – 1.62 cm, di mana genotipe SD-3 (1.47 cm) dinyatakan tidak berbeda dengan empat varietas pembanding. Dilihat dari angka rata-rata, varietas Sweet Boy (1.62 cm) memiliki diameter tanaman terbesar, sama halnya pada peubah tinggi tanaman dan tinggi tongkol utama. Pada ketiga peubah yang mencerminkan ukuran tanaman, yaitu peubah tinggi tanaman, tinggi tongkol utama dan diameter batang terdapat hubungan yang saling berbanding lurus. Apabila salah satu dari peubah tersebut mengalami peningkatan akan selalu diikuti oleh peningkatan dua peubah lainnya, begitu juga sebaliknya. Selain itu, jika diameter batang dan tinggi tanaman lebih besar biasanya bobot tajuk atas juga akan lebih berat. Sujiprihati et al. (2005) melaporkan bahwa karakter-karakter vegetatif yaitu tinggi tanaman, tinggi tongkol, diameter tanaman, umur muncul tassel, umur muncul silk, dan umur panen mempunyai nilai heritabilitas tinggi. Nilai heritabilitas yang tinggi untuk karakter tersebut menunjukkan bahwa pengaruh faktor genetik lebih besar dibandingkan faktor lingkungan.
Panjang dan Lebar Daun Pengukuran daun dilakukan pada saat tanaman telah memasuki fase generatif. Perlakuan genotipe tidak berpengaruh terhadap peubah panjang daun dan lebar daun pada genotipe SD-3 yang diuji dengan empat varietas pembanding. Oleh karena itu, ukuran daun dari lima kelompok jagung manis tersebut disimpulkan secara nyata tidak berbeda, dengan panjang daun yang berkisar antara 72.45 – 83.73 cm dan lebar daun antara 7.81 – 8.32 cm.
19
Tabel 5. Nilai tengah panjang daun dan lebar daun pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Genotipe SD-3 Super Sweet Bonanza Sugar 75 Sweet Boy
Panjang daun (cm)
Lebar daun (cm)
72.45 81.28 73.62 79.98 83.73
7.90 7.81 8.32 8.07 7.93
Dengan ukuran panjang dan lebar daun yang tidak berbeda nyata diduga daun pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding akan memiliki luasan yang relatif sama, sehingga peluang dan potensi tanaman dalam efisiensi penyerapan cahaya matahari dan efektifitas proses fotosintesis juga hampir sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Martajaya (2009) bahwa dengan luas daun yang tidak berbeda, juga tentunya menghasilkan bobot kering yang relatif sama, karena fotosintat yang dihasilkan juga relatif sama. Menurut Mahfudz dan Isrun (2006), luas daun nyata berkorelasi dengan pembentukan panjang dan diameter tongkol serta bobot biji per tongkol. Ukuran daun mempunyai hubungan yang berbanding lurus terhadap ukuran tanaman, bobot tanaman, ukuran tongkol, bobot tongkol dan kapasitas pengisian biji pada tongkol. Tanaman dengan daun berukuran lebih luas akan mempunyai kemampuan dan kesempatan lebih besar dalam proses fotosintesis yang berpengaruh terhadap peningkatan ukuran tanaman, karena penimbunan fotosintat pada stadia vegetatif lebih tinggi. Selama stadia generatif berlangsung, potensi fotosintat yang ditimbun ke tongkol juga akan lebih besar dan akan berkontribusi meningkatkan ukuran dan bobot tongkol dengan biji penuh dan lebih banyak. Kapasitas pengisisan biji dapat dilihat dari peubah jumlah baris biji dan jumlah biji per baris pada tongkol. Dengan demikian, semakin luas ukuran daun tanaman diduga semakin berpengaruh dalam meningkatkan daya hasil tanaman dengan kualitas tongkol yang lebih baik.
Umur Berbunga Perlakuan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap waktu perbungaan jagung manis, yang mencakup peubah umur muncul tassel, umur reseptif, lama produksi serbuk sari dan interval waktu anthesis dengan silking. Kisaran nilai tengah umur tanaman ketika tassel mulai anthesis yaitu 53.0 – 54.3 HST, sedangkan umur reseptif rambut tongkol berkisar 55.3 – 61.0 HST. Berdasarkan pengamatan di lapangan, serbuk sari (pollen) dapat dihasilkan oleh setiap individu tanaman selama lima hari dan tidak lebih dari enam hari sejak awal pertama terlepasnya pollen pada setiap malai. Jadi, semua genotipe dan varietas jagung manis yang dievaluasi mempunyai masa efektif produksi pollen yang hampir sama untuk dapat menyerbuki rambut tongkol, dengan batas waktu produktif antara 5 – 6 hari. Kebanyakan tanaman jagung manis menghasilkan pollen sebelum rambut tongkol keluar (silking). Beberapa tanaman ada yang terlambat anthesis dan didahului oleh munculnya rambut tongkol.
20
Tabel 6. Nilai tengah umur muncul tassel, umur reseptif, lama produksi pollen dan selang waktu anthesis dengan silking pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Genotipe
Umur muncul tassel (HST)
SD-3 Super Sweet Bonanza Sugar 75 Sweet Boy
53.0 54.3 54.0 54.0 53.0
Umur reseptif Lama produksi (HST) pollen (hari) 57.8 61.0 55.3 55.8 57.3
5.2 5.7 5.2 5.3 5.4
Anthesis silking interval (hari) 3.8 5.1 0.9 1.3 4.4
Rambut tongkol biasanya muncul 1 – 3 hari setelah sari mulai tersebar dan siap diserbuki (reseptif) ketika keluar dari kelobot (Rubatzky and Yamaguchi (1998). Hallauer dan Russel (1993) menjelaskan bahwa pemunculan putik dipengaruhi oleh suhu, kelembaban tanah dan kandungan hara tanah. Pada kondisi optimum, putik tumbuh sempurna selama 2 – 3 hari. Pada suhu rendah, lama pertumbuhan menjadi 5 – 7 hari. Pada kondisi yang ekstrim, pemunculan putik dapat terhambat dan tidak sempurna. Rata-rata perbedaan waktu terlepasnya serbuk sari (anthesis) dengan waktu keluarnya rambut tongkol (silking) pada jagung manis genotipe SD-3 yaitu sekitar 3.8 hari, dan tidak signifikan terhadap varietas pembanding. Perbedaan yang nyata hanya berlaku di antara keempat varietas pembanding. Selisih waktu yang paling cepat yaitu 0.9 hari pada varietas Bonanza, sedangkan yang terlama terjadi pada varietas Super Sweet yang mencapai hingga 5.1 hari. Walaupun demikian, kemunculan rambut tongkol tersebut masih dalam rentang waktu pollen sedang diproduksi oleh malai pada tanaman yang sama. Sehingga rambut tongkol jagung manis genotipe SD-3 dan keempat varietas pembanding masih siap dan dapat diserbuki pada masa produktif dihasilkannya pollen. Basry (2003) melaporkan bahwa selisih umur berbunga pada tanaman jagung manis dipengaruhi oleh sifat genetiknya. Adanya cekaman lingkungan akan memperpanjang selisih umur berbunga. Apabila perbedaan (interval) waktu antara anthesis dengan silking semakin lama maka akan memperkecil kemungkinan rambut tongkol dapat diserbuki karena jumlah pollen yang diproduksi akan terus berkurang atau bahkan habis. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap kemampuan dan kesempatan setiap individu tanaman dalam proses pengisian biji pada tongkol. Semakin singkat rentang waktunya dengan nilai interval yang lebih kecil akan memperbesar peluang terjadinya penyerbukan secara menyeluruh dan sempurna yang akan menghasilkan tongkol berbiji penuh. Agusta dan Santosa (2005) menegaskan bahwa tingkat keberhasilan pembungaan akan sangat menentukan tingkat produksi biji yang dapat dihasilkan tanaman.
Panjang dan Diameter Tongkol Analisis ragam pada peubah panjang tongkol dan diameter tongkol menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata. Hal tersebut menandakan
21
bahwa jagung manis genotipe SD-3 berpotensi untuk menghasilkan tongkol yang berukuran relatif sama dengan empat varietas pembanding, dengan panjang dan diameter tongkol yang tidak berbeda nyata. Pengamatan terhadap diameter tongkol yang diukur pada tiga bagian yaitu pangkal, tengah, dan ujung bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang bentuk tongkol. Panjang dan diameter tongkol jagung manis yang diamati dalam percobaan ini tergolong kecil. Tabel 7. Nilai tengah panjang tongkol dan diameter tongkol (pangkal, tengah, ujung) pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Genotipe
Panjang tongkol (cm)
Diameter tongkol bagian pangkal (cm)
Diameter tongkol bagian tengah (cm)
Diameter tongkol bagian ujung (cm)
SD-3 Super Sweet Bonanza Sugar 75 Sweet Boy
12.33 12.50 14.83 13.83 13.52
3.46 3.38 3.70 3.66 3.59
3.45 3.47 3.73 3.61 3.60
2.82 2.69 2.97 2.93 2.92
Proses pembentukan tongkol pada tanaman jagung masih belum maksimal sehingga ukuran tongkol yang dihasilkan cukup kecil. Pada genotipe SD-3 diketahui ukuran panjang tongkol hanya sekitar 12.33 cm, sedangkan pada keempat varietas pembanding berkisar antara 12.50 – 14.83 cm. Kisaran diameter tongkol pada semua genotipe dan varietas jagung manis yang dievaluasi yaitu 3.38 – 3.70 cm pada bagian pangkal, 3.45 – 3.73 cm pada bagian tengah dan 2.69 – 2.97 cm pada bagian ujung tongkol. Varietas Bonanza memiliki tongkol yang paling panjang dengan diameter tongkol (pangkal, tengah, dan ujung) paling besar, tetapi tidak signifikan terhadap genotipe SD-3. Menurut Ridwan dan Zubaidah (2003), perbedaan ukuran panjang dan lingkaran tongkol sudah merupakan sifat dari masing-masing varietas jagung. Perbedaan ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dan pengelolaan tanaman. Koswara (1985) mengungkapkan bahwa pada keadaan yang tidak menguntungkan, terutama bila ada gangguan metabolisme N dalam pembentukan protein, ukuran tongkol akan terbatas. Kondisi kekeringan dan kekurangan nutrisi 10 – 14 hari sebelum tanaman berambut akan sangat mengurangi jumlah bakal biji yang terbentuk. Biasanya tanaman jagung manis mempunyai tongkol dengan diameter di bagian ujung yang selalu lebih kecil daripada diameter di bagian tengah dan pangkal. Pada varietas Sugar 75 dan genotipe SD-3 menghasilkan tongkol yang bentuknya mengecil dari pangkal ke tengah dan kemudian secara drastis semakin mengecil dari tengah hingga ke ujung. Sedangkan pada varietas Super Sweet, Bonanza dan Sweet Boy memiliki bentuk tongkol dari pangkal ke tengah yang semakin besar kemudian dari tengah semakin kecil ke bagian ujung tongkol. Karena pada ketiga varietas tersebut diameter tengah tongkol ternyata lebih besar daripada diameter pangkal dan ujung, maka dapat diduga bahwa penimbunan fotosintat yang paling besar terjadi pada bagian tengah dibandingkan pada bagian pangkal maupun ujung selama proses pembentukan tongkol.
22
Panjang dan diameter tongkol secara visual dapat memberikan gambaran tentang ukuran tongkol yang merupakan karakter yang sangat diperhatikan dalam hal penilaian kualitas tongkol hasil panen. Ukuran tongkol menentukan besar kecilnya volume dan bobot suatu tongkol. Setiap pertambahan ukuran panjang dan diameter tongkol sejalan dengan pertambahan berat tongkol tersebut. Selain itu, ukuran tongkol menjadi indikator kapasitas muat biji pada tongkol.
Jumlah Baris Biji dan Jumlah Biji per Baris pada Tongkol Jumlah baris biji dan jumlah biji per baris pada tongkol merupakan peubah-peubah yang termasuk komponen hasil dalam produksi jagung manis. Perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah baris biji pada tongkol, tetapi pada peubah jumlah biji per baris pengaruhnya tidak nyata. Tabel 8. Nilai tengah jumlah baris biji dan jumlah biji per baris pada tongkol jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga Genotipe SD-3 Super Sweet Bonanza Sugar 75 Sweet Boy
Jumlah baris biji pada tongkol (baris)
Jumlah biji per baris pada tongkol (biji/baris)
14.23 12.65* 13.90 12.83* 12.95*
22.50 23.73 26.43 24.48 27.13
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3 berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.
Genotipe SD-3 mempunyai jumlah baris paling banyak yaitu 14.23 baris pada suatu tongkol. Angka tersebut berbeda nyata apabila dibandingkan dengan varietas pembanding Super Sweet (12.65 baris), Sugar 75 (12.83 baris), dan Sweet Boy (12.95 baris), tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding Bonanza (13.90 baris). Tidak seperti yang terjadi pada peubah jumlah baris, sebaliknya genotipe SD-3 memiliki jumlah biji per baris paling kecil dengan nilai tengah 22.50 biji per baris. Jumlah biji per baris pada varietas pembanding yaitu 23.73 – 27.13 biji per baris. Tongkol yang lebih panjang dan diameter lebih besar menandakan tongkol tersebut mempunyai biji yang lebih banyak. Pertambahan ukuran tongkol pengaruhnya sangat nyata terutama pada penghitungan jumlah biji per baris, tetapi tidak terlalu tampak pada peubah jumlah baris biji. Diameter tongkol paling besar tidak selalu dapat menjamin bahwa tongkol tersebut akan mempunyai jumlah baris biji yang paling banyak. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor ukuran biji pada masing-masing genotipe atau varietas yang dievaluasi. Terdapat korelasi positif antara peubah panjang tongkol dengan peubah jumlah biji per baris, sehingga semakin panjang tongkol maka jumlah biji per baris pada tongkol pun semakin banyak dan sebaliknya. Seperti yang terjadi pada genotipe SD-3 yang memiliki tongkol paling pendek ternyata memiliki jumlah biji per baris paling sedikit. Panjang tongkol merupakan karakter yang paling tegas
23
menggambarkan banyaknya biji yang diproduksi pada setiap tongkol, sehingga panjang tongkol menjadi salah satu penentu kualitas tongkol jagung manis. Menurut Agusta dan Santosa (2005), kapasitas penyimpanan hasil fotosintat pada tanaman serealia sangat ditentukan oleh respon tanaman terhadap lingkungan untuk proses pengisian biji. Berbagai perbaikan respon dan karakterisitik vegetatif tanaman sangat bervariasi dan tidak selalu berbanding lurus dengan produktivitas biji.
Bobot Tongkol dan Tajuk pada Setiap Tanaman Tabel berikut memperlihatkan rata-rata bobot per tongkol dengan kelobot, bobot per tongkol tanpa kelobot serta bobot tajuk atas tanaman. Bobot per tongkol berkelobot merupakan bobot kotor dari tongkol jagung manis, sedangkan bobot per tongkol tanpa kelobot merupakan bobot bersih dari tongkol jagung manis. Dalam setiap bobot kotor suatu tongkol terdapat proporsi bobot kelobot pada tongkol tersebut. Tabel 9. Nilai tengah bobot per tongkol dengan kelobot, bobot per tongkol tanpa kelobot dan bobot tajuk atas pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Genotipe SD-3 Super Sweet Bonanza Sugar 75 Sweet Boy
Bobot per tongkol dengan kelobot (g)
Bobot per tongkol tanpa kelobot (g)
Bobot tajuk atas (g)
119.58 100.55 151.30 163.53 130.61
78.78 70.24 108.50 109.88 91.06
243.49 227.45 291.53 341.46 324.03
Bobot tajuk atas jagung manis berkisar antara 227.45 – 341.46 g, dan tanaman jagung manis genotipe SD-3 mempunyai bobot tajuk atas yaitu 243.49 g. Kisaran nilai tengah bobot tajuk atas yang demikian tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman selama fase vegetatif kurang baik dan pada akhir fase generatif hingga panen tanaman jagung manis kekurangan suplai air karena rendahnya curah hujan dan evapotranspirasi yang berlebihan. Sehingga tajuk tanaman mengalami kekeringan yang cukup drastis dan kehilangan bobot basah tajuk yang cukup besar. Menurut Badami dan Amzeri (2011), cekaman kekeringan pada fase reproduktif menyebabkan penurunan jumlah biji, bobot kering biji, bobot kering tongkol, bobot kering akar, bobot kering batang. Peningkatan bobot tajuk atas sejalan dengan peningkatan bobot setiap tongkol jagung manis, dan secara visual ditandai dengan ukuran tongkol yang lebih besar dibandingkan tongkol pada tanaman yang bobot tajuknya rendah. Terdapat proporsi bobot untuk tongkol dalam bobot setiap tajuk tanaman, karena tongkol tersebut ikut dihitung dalam penimbangan tajuk atas tanaman. Sehingga dengan meningkatnya bobot tajuk tanaman memungkinkan bobot tongkol juga meningkat sampai batasan tertentu.
24
Varietas pembanding Sugar 75 memiliki bobot kotor dan bobot bersih lebih tinggi yaitu 163.53 g dan 109.88 g, sedangkan bobot kotor dan bobot bersih yang terendah dimiliki oleh varietas Super Sweet yaitu 100.55 g dan 70.24 g. Pada genotipe SD-3 rata-rata bobot kotor yang ditimbang adalah 119.58 g, sedangkan bobot bersihnya hanya 78.78 g. Berdasarkan analisis statistik, pada kedua peubah tersebut menunjukkan pengaruh atau hasil yang tidak berbeda nyata. Selisih antara bobot kotor dengan bobot bersih secara tidak langsung menggambarkan bobot kelobot dari setiap tongkol. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa genotipe SD-3 mempunyai tongkol dengan kelobot yang berbobot rata-rata 40.80 gram atau sekitar 34.12 % dari bobot tongkol utuh. Pada varietas pembanding rata-rata bobot kelobot yang dihitung adalah 30.31 – 53.65 gram atau sekitar 28.29 – 32.81 % dari bobot tongkol utuh. Tampaknya tongkol jagung manis genotipe SD-3 dibungkus oleh kelobot yang beratnya mencapai sepertiga dari bobot tongkol utuh, dan proporsi kelobot tersebut tergolong tinggi jika dibandingkan dengan proporsi bobot kelobot pada tongkol jagung manis varietas pembanding. Bobot kelobot yang semakin besar akan berpengaruh terhadap proporsi bobot bersih tongkol yang akan semakin rendah. Selain itu, karakter-karakter tanaman jagung manis yang dinilai saling terkait dalam mempengaruhi tinggi rendahnya angka bobot tongkol yaitu ukuran daun, ukuran batang tanaman, bobot tajuk atas, ukuran tongkol, dan banyaknya biji pada tongkol. Jika terjadi peningkatan angka pada suatu karakter tersebut akan direspon dengan peningkatan pada karakter lainnya yang akhirnya berujung pada peningkatan angka bobot tongkol. Isrun (2006) menyebutkan bahwa secara mandiri pupuk P dan jenis pupuk kandang nyata meningkatkan bobot tongkol tanpa kelobot jagung manis.
Produksi per Plot Perlakuan genotipe berpengaruh nyata terhadap peubah tanaman yang dipanen per plot dan jumlah tongkol yang dipanen per plot. Perlakuan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap peubah bobot seluruh tongkol dengan kelobot per plot dan bobot seluruh tongkol tanpa kelobot per plot. Tabel 10. Nilai tengah tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen serta bobot seluruh tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga Genotipe
TDP (%)
JTDP (tongkol)
BSTDK (Kg)
BSTTK (Kg)
SD-3 Super Sweet Bonanza Sugar 75 Sweet Boy
30.98 27.05 23.96* 19.28* 27.84
59.0 50.8 35.5* 38.3 53.0
6.81 5.63 5.81 6.05 6.15
4.54 3.94 4.26 4.01 4.29
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3 berdasarkan uji Dunnet taraf 5%; TDP: tanaman yang dipanen; JTDP: jumlah tongkol dipanen; BSTDK: bobot seluruh tongkol dengan kelobot; BSTTK: bobot seluruh tongkol tanpa kelobot.
25
Tanaman menghasilkan dan tongkol yang dihasilkan per plot ternyata sangat sedikit pada semua perlakuan. Hal ini dikarenakan banyaknya individu tanaman yang berkurang sebab tingginya serangan penyakit bulai diikuti dengan banyaknya tanaman yang tidak selamat akibat rebahnya batang tanaman. Selain itu, adanya tanaman yang tidak mampu dan terlambat menghasilkan tongkol juga turut berkontribusi menambah jumlah tanaman yang tidak dapat dipanen. Dalam hal produksi per plot, genotipe SD-3 mempunyai rata-rata paling tinggi pada peubah tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen, bobot seluruh tongkol berkelobot dan bobot seluruh tongkol tanpa kelobot. Banyaknya tanaman menghasilkan per plot pada genotipe SD-3 mencapai 30.98 %, sedangkan pada keempat varietas pembanding berkisar antara 19.28 – 27.84 %. Persentase tanaman yang dipanen pada genotipe SD-3 berbeda nyata lebih tinggi dengan varietas pembanding Bonanza (23.96 %) dan Sugar 75 (19.28 %). Jumlah tongkol jagung manis genotipe SD-3 yang dipanen adalah 59.0 tongkol per plot, angka tersebut hanya berbeda nyata lebih tinggi apabila dibandingkan dengan varietas pembanding Bonanza (35.5 tongkol per plot) dan tidak berbeda nyata dengan tiga varietas pembanding lainnya. Peubah tanaman yang dipanen berkorelasi sangat positif dengan peubah jumlah tongkol yang dipanen per plot. Semakin banyak tanaman menghasilkan yang dipanen maka akan semakin banyak tongkol jagung manis yang diperoleh. Sebagian tanaman ada yang dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol layak panen per batang, sehingga akan meningkatkan potensi pertanaman jagung manis untuk memperoleh hasil produksi yang lebih tinggi per satuan luas lahan. Jumlah tongkol per plot yang besar tidak selalu diikuti oleh bobot tongkol per plot yang tinggi. Pada varietas Super Sweet jumlah tongkol yang dihasilkan lebih besar daripada varietas Bonanza, tetapi kedua varietas tersebut mempunyai bobot tongkol per plot yang relatif sama. Varietas Sweet Boy juga menghasilkan tongkol lebih banyak bila dibandingkan dengan varietas Sugar 75, tetapi bobot tongkol per plot pada varietas Sugar 75 ternyata hampir sama dengan varietas Sweet Boy. Hal ini disebabkan karena pada varietas Super Sweet dan Sweet Boy tanaman yang dipanen jumlahnya lebih banyak serta kemampuan sebagian tanamannya yang menghasilkan dua tongkol per tanaman, akan tetapi tongkol yang dihasilkan memiliki ukuran yang kecil dan bobot yang rendah. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok jagung manis genotipe SD-3. Menurut Purnomo (1988), jumlah tongkol yang dipanen dapat berbeda-beda di masing-masing plot. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tanaman steril (tanaman tidak menghasilkan/tanaman barren) dan sifat prolific (menghasilkan > 1 tongkol/ tanaman) pada tanaman. Bobot seluruh tongkol berkelobot per plot pada genotipe SD-3 adalah 6.81 kg/plot, sedangkan pada varietas pembanding bernilai 6.15 kg/plot (Sweet Boy), 6.05 kg/plot (Sugar 75), 5.81 kg/plot (Bonanza) dan 5.63 kg/plot (Super Sweet). Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot per plot bernilai 4.54 kg/plot pada genotipe SD-3, sedangkan pada varietas pembanding nilai rataan bobot tongkol tanpa kelobot yaitu 4.29 kg/plot (Sweet Boy), 4.26 kg/plot (Bonanza), 4.01 kg/plot (Sugar 75) dan 3.94 kg/plot (Super Sweet). Berdasarkan tabel di atas, kelima genotipe/varietas jagung manis dalam percobaan ini mempunyai interval bobot kotor tongkol 5.63 – 6.81 kg per plot dan bobot bersih tongkol 3.94 – 4.54 kg per plot. Berhubung tidak terdapat pengaruh yang nyata, maka produktivitas tanaman
26
jagung manis yang diukur berdasarkan peubah bobot kotor per plot dan bobot bersih per plot pada genotipe SD-3 yang dievaluasi dinyatakan tidak berbeda dengan empat varietas pembanding.
Indeks Panen dan Produktivitas Indeks panen menunjukkan proporsi bobot panen dari bobot tanaman secara keseluruhan (Johnson et al. 1986). Berdasarkan analisis ragam, perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap peubah indeks panen tongkol berkelobot. Indeks panen tongkol berkelobot pada genotipe SD-3 (0.283) berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Super Sweet (0.233). Genotipe SD-3 tidak berbeda nyata dengan varietas Bonanza (0.316), Sugar 75 (0.301) dan Sweet Boy (0.263). Tabel 11. Nilai tengah indeks panen tongkol berkelobot, indeks panen tongkol tanpa kelobot, produktivitas dan potensi hasil pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga Genotipe
Indeks panen tongkol berkelobot
Indeks panen tongkol tanpa kelobot
Produktivitas (ton tongkol tanpa kelobot/ha)
Potensi hasil (ton tongkol berkelobot/ha)
SD-3 Super Sweet Bonanza Sugar 75 Sweet Boy
0.283 0.233* 0.316 0.301 0.263
0.205 0.170 0.247 0.223 0.199
2.19 1.90 2.05 1.93 2.06
10.32 10.07 14.49 15.87 10.58
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3 berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.
Perlakuan genotipe berpengaruh nyata pada peubah indeks panen tongkol tanpa kelobot. Nilai tengah indeks panen tongkol tanpa kelobot pada genotipe SD-3 adalah 0.205, sedangkan pada keempat varietas pembanding bernilai sekitar 0.170 – 0.247. Akan tetapi genotipe SD-3 mempunyai indeks panen tongkol tanpa kelobot yang tidak berbeda nyata dengan semua varietas pembanding. Hasil perbandingan nilai tengah perlakuan pada peubah indeks panen tongkol berkelobot tidak selalu sejalan dengan hasil perbandingan nilai tengah perlakuan pada peubah indeks panen tongkol tanpa kelobot. Pada peubah indeks panen tongkol berkelobot, genotipe SD-3 berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Super Sweet. Sedangkan pada peubah indeks panen tongkol tanpa kelobot, genotipe SD-3 sama sekali tidak berbeda nyata dengan varietas Super Sweet. Hal ini diduga karena genotipe SD-3 menghasilkan tongkol yang memiliki kelobot yang relatif lebih tebal. Kelobot yang lebih tebal berkontribusi meningkatkan proporsi kelobot dalam bobot setiap tongkol, selanjutnya diikuti dengan peningkatan proporsi kelobot pada bobot tongkol per plot dan proporsi kelobot dalam indeks panen tongkol. Dengan demikian, proporsi kelobot dalam setiap tongkol dinyatakan berbanding terbalik dengan indeks panen tongkol tanpa kelobot.
27
Produktivitas pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding yang dievaluasi dalam penelitian ini tergolong sangat rendah. Rendahnya hasil panen per satuan luas lahan ditunjukkan oleh rataan bobot tongkol tanpa kelobot yang hanya mencapai kisaran 1.90 – 2.19 ton per hektar. Genotipe SD-3 mempunyai produktivitas dengan rataan yang relatif paling tinggi dibandingkan yang lainnya, namun perlakuan genotipe belum dapat memberikan pengaruh yang nyata pada peubah produktivitas jagung manis. Oleh karena itu, genotipe SD-3 berpotensi mempunyai produktivitas yang masih setara dengan empat varietas pembanding (Super Sweet, Bonanza, Sugar 75 dan Sweet Boy). Tingkat produksi jagung manis sangat dipengaruhi oleh faktor lokasi dan interaksi antara genotipe dengan lokasi. Jika dilihat dari sumbangan keragaman yang diberikan oleh masing-masing pengaruh terlihat bahwa pengaruh lokasi merupakan penyumbang terbesar, kemudian disusul oleh pengaruh genotipe dan pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan. Dengan demikian tingkat produksi jagung manis akan sangat tergantung pada kondisi lingkungan dimana jagung manis tersebut ditanam, juga ditentukan oleh jenis genotipe yang ditanam (Sujiprihati et al. 2006). Tingginya angka pengurangan populasi seperti yang terjadi pada pengamatan tanaman terserang bulai, rebah batang, tanaman yang berkurang (mati, dicabut, hilang) dan disertai dengan adanya tanaman tidak menghasilkan menjadi faktor utama penyebab rendahnya produktifitas jagung manis dalam percobaan ini. Berkurangnya populasi tanaman awal akan mengakibatkan berkurangnya jumlah tanaman produktif yang dapat menghasilkan tongkol. Apabila dalam kondisi tanpa faktor pengurangan populasi tanaman, diperkirakan bahwa kemampuan jagung manis tersebut untuk dapat menghasilkan tongkol layak panen sebenarnya masih tinggi. Dilihat dari kapasitas tanaman produksi dengan populasi penuh, dapat dihitung bahwa jagung manis dalam percobaan ini memiliki potensi hasil tongkol berkelobot yang berkisar 10.07 – 15.87 ton/ha, sangat jauh di atas angka rata-rata produktivitas. Potensi hasil tinggi tidak selalu dapat menjamin produktivitas yang lebih tinggi karena berbagai faktor di lapangan. Koswara (1985) mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor penting yang dapat mengurangi potensi hasil seperti populasi tanaman yang terlalu tinggi, kompetisi tanaman pengganggu, kekeringan, kekurangan hara dan intensitas cahaya rendah. Jika pembuahan telah terjadi, faktor-faktor di atas dapat mempengaruhi ukuran biji yang dihasilkan.
Penurunan Populasi Tanaman Produktif dan Kerusakan Tongkol Jumlah tanaman dalam percobaan ini telah banyak berkurang akibat serangan bulai, rebahnya batang serta serangan hama dan penyakit lainnya. Oleh sebab itu, tanaman sehat yang dapat tumbuh dengan baik jumlahnya menjadi sangat sedikit dan bervariasi di antara kelompok jagung manis. Perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata pada peubah tanaman sehat yang tumbuh. Jumlah tanaman yang sehat menentukan banyaknya tanaman dan tongkol yang bisa dipanen. Tanaman yang tumbuh sehat berpotensi besar untuk dapat menghasilkan paling sedikit satu tongkol jagung manis.
28
Tabel 12. Nilai tengah tanaman sehat yang tumbuh, tanaman yang terserang bulai, rebah batang, tanaman tidak menghasilkan dan jumlah tongkol yang terserang ulat penggerek pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga Genotipe
TST (%)
TTPB (%)
RB (%)
TTM (%)
TTUP (%)
SD-3 Super Sweet Bonanza Sugar 75 Sweet Boy
40.03 41.61 21.30* 22.43* 39.85
30.05 22.98 58.22* 65.38* 24.01
18.36 18.89 2.38* 3.15* 19.65
11.55 16.92 4.36 4.08 13.86
21.70 21.81 19.09 15.04 19.83
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3 berdasarkan uji Dunnet taraf 5%; TST: tanaman sehat yang tumbuh; TTPB: tanaman yang terserang penyakit bulai; RB: rebah batang; TTM: tanaman yang tidak menghasilkan; TTUP: tongkol yang terserang ulat penggerek.
Tanaman sehat yang tumbuh pada keseluruhan satuan percobaan yang ditanami jagung manis berkisar antara 21.30 – 41.61 % dari total jumlah tanaman yang seharusnya tumbuh. Pada genotipe jagung manis SD-3 jumlah tanaman sehat yang dapat tumbuh tergolong besar yaitu 40.03 %, berbeda nyata lebih banyak dibandingkan varietas Bonanza (21.30 %) dan Sugar 75 (22.43 %). Dalam hal ini, genotipe SD-3 tidak berbeda nyata dengan varietas Super Sweet (41.61 %) dan Sweet Boy (39.85 %). Analisis ragam menunjukkan bahwa ada pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah jumlah tanaman terserang penyakit bulai, rebah batang dan tanaman tidak menghasilkan, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah tongkol yang terserang ulat. Keempat peubah tersebut berkontribusi langsung mengurangi daya hasil dan kualitas hasil pada komponen produksi per plot. Serangan penyakit bulai dan rebahnya batang secara drastis mengurangi populasi tanaman produktif sehingga potensi tanaman menghasilkan tongkol pada petak pertanaman jagung manis juga menurun. Sementara itu, tanaman tidak menghasilkan tongkol yang layak berakibat semakin rendahnya jumlah tongkol yang dapat dipanen. Tabel di atas menunjukkan bahwa ketahanan tanaman jagung manis terhadap penyakit bulai tergolong rendah dan kondisi lingkungan sangat mendukung perkembangan dan penyebaran penyakit tersebut. Intensitas serangan penyakit bulai pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding tergolong sangat tinggi, terlihat dari besarnya persentase tanaman terserang bulai per plot yang mencapai 22.98 – 65.38 %. Pada genotipe SD-3 (30.05 %) nyata lebih rendah dibandingkan dengan varietas Bonanza (58.22 %) dan Sugar 75 (65.38 %), tetapi tidak berbeda nyata terhadap varietas Super Sweet (22.98 %) dan Sweet Boy (24.01 %). Jagung manis genotipe SD-3 memiliki daya tahan terhadap serangan penyakit bulai yang cenderung lebih baik dibandingkan varietas Bonanza dan Sugar 75. Tetapi tingkat ketahanan genotipe SD-3 relatif sama dengan varietas Super Sweet dan Sweet Boy. Pengendalian penyakit bulai perlu dilakukan secara terpadu, yang mencakup penanaman serentak, pencabutan tanaman sakit diikuti pembakaran atau pembenaman ke dalam tanah, pengaturan pola tanam, pemakaian fungisida,
29
penggunaan varietas tahan. Metode pemuliaan ketahanan jagung terhadap penyakit bulai yang direkomendasikan adalah metode silang balik (backcross) yang sesuai dan efektif untuk transfer gen ketahanan terhadap penyakit bulai dari tetua tahan ke tetua rentan (Takdir et al. 2003). Jumlah tanaman yang batangnya rebah pada genotipe SD-3 (18.36 %) jauh lebih banyak dan berbeda nyata terhadap varietas Bonanza (2.38 %) dan Sugar 75 (3.15 %), tetapi masih berimbang dengan varietas Super Sweet (18.89 %) dan Sweet Boy (19.65 %). Hal ini menandakan bahwa varietas Bonanza dan varietas Sugar 75 merupakan kelompok tanaman yang mempunyai batang lebih kuat dan tegar. Batang tanaman genotipe SD-3 dinilai lebih rentan terhadap kerebahan batang, sama halnya dengan varietas Super Sweet dan Sweet Boy. Rebah batang yang terjadi pada tanaman jagung manis lebih banyak disebabkan oleh terjangan angin dan terpaan hujan yang terlalu deras saat curah hujan sedang tinggi. Kecepatan angin di lokasi penelitian tergolong tinggi pada waktu menjelang berakhirnya fase vegetatif dan selama fase generatif berlangsung. Selain itu, diduga faktor ukuran tanaman ikut mempengaruhi kekuatan dan ketegaran batang. Biasanya batang yang terlalu tinggi dengan diameter yang kecil mengindikasikan lemahnya tegakan jagung manis, sehingga akan lebih rentan terhadap kerebahan. Genotipe SD-3, varietas Sweet Boy dan Super Sweet mempunyai rata-rata tinggi tanaman dan tinggi tongkol utama di atas varietas Bonanza dan Sugar 75, tetapi rata-rata diameter batang pada kelimanya hampir tidak berbeda. Pada varietas Bonanza dan Sugar 75 jumlah tanaman yang rebah sangat sedikit karena didukung oleh batang yang lebih kuat dan tidak terlalu tinggi. Menurut Aswidinoor dan Koswara (1982), dengan diameter batang yang tidak berbeda, tanaman yang terlalu tinggi serta tongkol utama yang lebih tinggi nampaknya kurang menguntungkan dalam hal ketahanan terhadap kerebahan oleh angin. Banyaknya tanaman tidak menghasilkan pada jagung manis genotipe SD-3 adalah 11.55 % dan tidak berbeda nyata dengan empat varietas pembanding Super Sweet (16.92 %), Bonanza (4.36 %), Sugar 75 (4.08 %) dan Sweet Boy (13.86). Tanaman yang dikategorikan tidak menghasilkan yaitu mencakup tanaman yang tidak sehat (tidak nomal) dan tanaman yang belum siap panen. Hampir semua tanaman tidak sehat yang diamati cenderung tidak mempunyai tongkol, mungkin disebabkan karena terganggunya pertumbuhan dan perkembangan pada stadia vegetatif maupun generatif telah membatasi kemampuan tanaman membentuk tongkol. Tanaman yang belum siap (tidak layak) dipanen masih tergolong tanaman sehat, namun karena pertumbuhan yang tidak seragam terutama pada fase vegetatif maka pembentukan tongkol pada masing-masing tanaman menjadi tidak serempak. Sehingga masih cukup banyak tongkol muda yang tidak dapat dipanen karena belum sepenuhnya menghasilkan biji. Jagung manis yang dipanen cukup banyak yang mengalami serangan hama ulat penggerek tongkol. Intensitas serangan ulat penggerek tongkol ini cukup merata pada semua kelompok perlakuan, ditunjukkan dengan kisaran jumlah tongkol yang rusak mencapai 15.04 – 21.81 % dari jumlah tongkol yang dipanen. Serangan ulat penggerek pada tongkol tidak mengurangi produktivitas jagung manis, tetapi berpengaruh terhadap kualitas tongkol. Karena tidak ditemukan pengaruh yang nyata, maka penurunan kualitas hasil panen jagung manis pada genotipe SD-3 masih berimbang dengan empat varietas pembanding.
30
Korelasi antar Karakter Tanaman dalam Komponen Hasil Jagung Manis Koefisien korelasi adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Besaran dari koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau lebih tetapi semata-mata menggambarkan keterkaitan linier antar peubah (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Pada tabel 13 dapat dilihat nilai-nilai koefisien korelasi yang menunjukkan keeratan hubungan antara berbagai karakter kuantitatif tanaman terhadap komponen hasil seperti bobot tongkol per plot, indeks panen, potensi hasil dan produktivitas. Rekapitulasi koefisien korelasi antar seluruh karakter ditampilkan dalam Lampiran 9 – 12. Tabel 13. Nilai koefisien korelasi (r) antar karakter tanaman dalam komponen hasil pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Peubah Produktivitas Potensi hasil Indeks panen tongkol tanpa kelobot Indeks panen tongkol dengan kelobot Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot Bobot seluruh tongkol dengan kelobot Bobot per tongkol tanpa kelobot Bobot per tongkol dengan kelobot Bobot tajuk atas Jumlah baris biji pada tongkol Jumlah biji per baris pada tongkol Diameter tongkol bagian ujung Diameter tongkol bagian tengah Diameter tongkol bagian pangkal Panjang tongkol Jumlah tongkol yang dipanen Tanaman yang dipanen Tanaman sehat yang tumbuh Tanaman tidak menghasilkan Rebah batang Tanaman terserang penyakit bulai Lebar daun Panjang daun Diameter batang Tinggi tongkol utama Tinggi tanaman Anthesis silking interval Lama produksi pollen Umur Reseptif Umur Muncul Tassel Daya tumbuh a
**: sangat nyata, *: nyata.
Koefisien korelasi antar karakter a
Kode peubah
P
PH
P PH IPTTK IPTDK BSTTK BSTDK BPTTK BPTDK BTA JBB JBPB DTU DTT DTP PT JTDP TDP TST TTM RB TTPB LD PD DB TTU TT ASI LPP UR UMT DT
1 0,57** 0,38 0,30 1,00** 0,99** 0,62** 0,60** 0,62** 0,46* 0,65** 0,58** 0,59** 0,63** 0,59** 0,58** 0,55* 0,27 -0,24 -0,05 -0,04 0,70** 0,40 0,75** 0,35 0,52* -0,43 -0,13 -0,53* -0,53* 0,26
1 0,67** 0,60** 0,57** 0,56** 0,89** 0,91** 0,83** 0,22 0,70** 0,71** 0,75** 0,74** 0,81** -0,26 -0,31 -0,52* -0,70** -0,62** 0,67** 0,71** 0,29 0,50* -0,31 -0,02 -0,75** -0,10 -0,74** -0,34 0,00
IPTTK IPTDK BSTTK BSTDK
1 0,96** 0,38 0,35 0,75** 0,74** 0,56* 0,43 0,57** 0,66** 0,64** 0,69** 0,81** -0,36 -0,38 -0,66** -0,79** -0,70** 0,70** 0,61** -0,02 0,15 -0,46* -0,26 -0,87** -0,44 -0,67** -0,28 -0,33
1 0,30 0,29 0,63** 0,64** 0,42 0,45* 0,38 0,53* 0,49* 0,56* 0,67** -0,37 -0,39 -0,67** -0,80** -0,76** 0,75** 0,50* -0,17 -0,01 -0,60** -0,42 -0,85** -0,53* -0,59** -0,15 -0,23
1 0,99** 0,62** 0,60** 0,62** 0,46* 0,65** 0,58** 0,59** 0,63** 0,59** 0,58** 0,55* 0,27 -0,24 -0,05 -0,04 0,70** 0,40 0,75** 0,35 0,52* -0,43 -0,13 -0,53* -0,53* 0,26
1 0,59** 0,59** 0,61** 0,45* 0,61** 0,56* 0,57** 0,61** 0,55* 0,62** 0,58** 0,30 -0,22 -0,02 -0,05 0,67** 0,39 0,74** 0,33 0,51* -0,41 -0,15 -0,51* -0,52* 0,35
31
Produktivitas merupakan karakter utama dalam komponen hasil. Dalam menentukan karakter-karakter yang ada kaitannya dengan karakter utama diperlukan informasi tentang korelasi antar karakter (peubah). Peubah-peubah yang nyata berkorelasi positif terhadap produktivitas jagung manis antara lain: bobot tongkol berkelobot, bobot tongkol tanpa kelobot, bobot tajuk atas, jumlah baris biji, jumlah biji per baris, ukuran tongkol (panjang dan diameter), lebar daun dan ukuran tanaman (tinggi dan diameter batang). Apabila nilai dari masingmasing peubah tersebut meningkat maka sejalan dengan peningkatan yang akan terjadi pada produktivitas hasil. Peubah pengamatan yang paling menentukan dalam perhitungan nilai produktifitas tanaman jagung manis adalah peubah bobot seluruh tongkol tanpa kelobot, ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi positif yang sempurna (r = 1). Dalam kaitannya dengan umur panen, produktivitas jagung manis akan meningkat jika umur berbunga dapat dipercepat, ditunjukkan dengan nilai produktivitas yang berbanding terbalik (berkorelasi negatif) dengan rata-rata umur muncul tassel dan umur reseptif. Selain itu, umur muncul tassel dan umur reseptif yang kecil juga berkaitan erat dengan meningkatnya angka bobot tongkol, indeks panen, dan potensi hasil tanaman. Potensi hasil tinggi mengindikasikan bahwa tanaman mempunyai kapasitas produksi yang tinggi, namun hubungannya dengan produktivitas dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berdasarkan koefisien korelasi, dapat dilihat bahwa bobot suatu tongkol dari suatu tanaman memberikan gambaran tentang indeks panen tongkol, sedangkan bobot keseluruhan tongkol dari suatu plot (populasi tanaman) menggambarkan produktifitas tanaman jagung manis. Umumnya peningkatan bobot tongkol akan sejalan dengan peningkatan peubah indeks panen tongkol. Berhubung karena ukuran tongkol berbanding lurus dengan peubah bobot tongkol, maka peubah indeks panen tongkol juga memiliki hubungan korelasi yang positif dengan peubah panjang dan diameter tongkol. Pada setiap individu tanaman, karakter-karakter kuantitatif seperti lebar daun, bobot tajuk tanaman, ukuran tongkol dan bobot tongkol serta banyaknya biji pada tongkol diketahui berbanding lurus terhadap indeks panen tongkol dan potensi hasil. Akan tetapi masih ada sebagian kecil yang keeratan hubungan liniernya belum tampak nyata. Selain itu, dari segi populasi diketahui bahwa peubah pengamatan seperti persentase daya tumbuh, jumlah tanaman sehat, serta jumlah tanaman dan tongkol yang dipanen juga menentukan besaran bobot tongkol yang dapat dihasilkan per satuan luas pertanaman jagung manis. Walaupun tidak terdapat korelasi yang nyata, namun masih dapat dilihat bahwa pengurangan populasi akibat serangan bulai dan rebah batang serta adanya tanaman tidak menghasilkan hubungannya berbanding terbalik dengan peubah bobot tongkol per plot. Hal tersebut selanjutnya dapat berpengaruh terhadap menurunnya produktivitas jagung manis. Karakter pertumbuhan vegetatif seperti panjang daun, lebar daun, tinggi tanaman, tinggi tongkol utama dan diameter batang nampaknya masih cukup erat kaitannya dengan bobot tongkol yang dihasillkan per plot. Tidak semua hubungan linier antara karakter pertumbuhan vegetatif tersebut dengan peubah bobot tongkol akan tampak nyata, tetapi nilai koefisien korelasinya masih positif. Tinggi tanaman dan tinggi tongkol mempunyai korelasi positif dengan daya hasil (Johnson et al. 1986). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi
32
tinggi tanaman, akan semakin meningkatkan daya hasil per tanaman. Tanaman yang tinggi dapat mempersiapkan organ vegetatifnya lebih baik, sehingga fotosintat yang dihasilkan akan lebih banyak. Mahfudz dan Isrun (2006) melaporkan bahwa hasil analisis korelasi antara komponen tumbuh dan komponen hasil tanaman jagung menunjukkan antara komponen tumbuh dan komponen hasil tanaman jagung mempunyai nilai koefisien korelasi yang nyata.
Kadar Padatan Terlarut Total Padatan terlarut total (PTT) merupakan salah satu kriteria penentu kualitas jagung manis. Perlakuan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap peubah kadar PTT biji tongkol hasil penyerbukan sendiri (selfing) dan kadar PTT biji tongkol yang bukan hasil penyerbukan sendiri (non selfing). Hasil pengukuran kadar PTT jagung manis menunjukkan bahwa biji dari tongkol hasil penyerbukan sendiri mempunyai kadar gula yang cenderung rendah. Kadar PTT jagung manis genotipe SD-3 (8.03 oBriks), tetapi tidak ada perbedaan yang nyata dengan varietas pembanding Super Sweet (7.70 oBriks), Bonanza (8.43 oBriks), Sugar 75 (8.73 o Briks) dan Sweet Boy (7.53 oBriks). Tabel 14. Nilai tengah kadar PTT penyerbukan sendiri dan kadar PTT bukan penyerbukan sendiri pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Genotipe SD-3 Super Sweet Bonanza Sugar 75 Sweet Boy
Kadar PTT penyerbukan sendiri (oBriks)
Kadar PTT bukan penyerbukan sendiri ( oBriks)
8.03 7.70 8.43 8.73 7.53
6.93 8.27 9.00 9.85 9.12
Sama halnya pada biji yang bukan hasil proses penyerbukan sendiri, kadar PTT dari kelima genotipe jagung manis yang dievaluasi cukup rendah yaitu berkisar antara 6.93 – 9.85 oBriks. Biji hasil penyerbukan silang (bukan penyerbukan sendiri) mempunyai kadar PTT yang cenderung lebih tinggi dibandingkan kadar PTT pada biji penyerbukan sendiri, kecuali pada genotipe SD-3. Pada genotipe SD-3 kadar PTT yang diukur pada biji hasil penyerbukan sendiri ternyata lebih besar. Penurunan kadar PTT yang diukur menggunakan refraktometer akan sejalan dengan penurunan nilai mutu tingkat kemanisan yang diukur secara organoleptik, begitu juga sebaliknya. Rendahnya kadar PTT pada kedua jenis tongkol tersebut diduga disebabkan karena pengaruh suhu dan lama waktu penyimpanan tongkol hasil panen sebelum dilakukan pengukuran kadar PTT. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), laju respirasi jagung manis cukup tinggi dan perubahan gula menjadi pati dapat berlangsung cepat. Kurang lebih 48 jam setelah panen, sukrosa dalam biji jagung manis akan berubah perlahan menjadi dekstrin yang tidak manis. Gen su (gen penyebab rasa manis
33
pada jagung) bekerja lambat dan tidak efisien sehingga gula sukrosa dengan cepat akan berubah menjadi dekstrin, lalu berubah lagi menjadi pati. Salah satu cara untuk mengatasi berkurangnya rasa manis tersebut adalah dengan segera dilakukannya pendistribusian jagung manis setelah pemanenan. Panen dilakukan secepat mungkin ketika suhu udara masih rendah. Selain itu, penggunaan kemasan plastik dan tempat penyimpanan pada suhu rendah bisa digunakan karena dapat mengurangi kegiatan respirasi sehingga kualitas jagung manis masih dapat dipertahankan (Dewani 2004). Syukur dan Rifianto (2013) menyatakan bahwa semakin tua umur panen, kandungan gula semakin sedikit. Kandungan gula tertinggi saat umur panen 20 hari setelah berbunga betina, setelah itu kandungan gula akan menurun. Menurut Thompson dan Kelly (1957), penurunan kadar gula pada jagung manis mencapai 25% (dari kadar gula awal) pada suhu penyimpanan 20 oC dan 50 % (dari kadar gula awal) pada suhu penyimpanan 30 oC dalam kurun waktu 24 jam.
Uji Organoleptik Jagung Manis Penilaian terhadap mutu suatu produk pangan meliputi berbagai sifat sensoris yang kompleks. Ada kalanya mutu produk pangan didasarkan pada intensitas sifat sensoris spesifiknya. Jadi pada dasarnya mutu suatu produk pangan merupakan kumpulan (composite) respon semua sifat sensoris yang spesifik yang dapat berupa bau, rasa, cita rasa (flavour), warna dan sebagainya (Soekarto 1985). Dalam kelompok pengujian intensitas sensoris dikenal tipe uji ranking, uji skoring, dan uji deskriptif. Uji skor juga disebut pemberian skor atau skoring. Pemberian skor adalah memberikan angka nilai atau menetapkan nilai mutu sensorik terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu atau tingkat skala hedonik (Darmudiansyah 2011). Uji skor organoleptik yang dilakukan pada jagung manis dalam penelitian ini meliputi atribut penampilan tongkol, kekerasan biji, tekstur biji, kemanisan biji dan tingkat penerimaan (kesukaan) terhadap jagung manis. Pada uji skoring ini, sepuluh orang panelis (responden) diinstruksikan mencicipi jagung manis yang telah dimasak dengan cara direbus. Selanjutnya panelis memberikan penilaian terhadap masing-masing sampel yang mewakili setiap plot (petak) pertanaman jagung manis dengan skala kriteria tertentu berupa skor 1 - 5 pada form penilaian uji organoleptik (dapat dilihat pada Lampiran 8). Hasil analisis ragam untuk uji skor organoleptik pada jagung manis menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan genotipe berpengaruh secara signifikan terhadap peubah (parameter) kekerasan biji dan tekstur biji jagung manis. Tidak ditemukan pengaruh yang nyata pada parameter penampilan tongkol, kemanisan biji dan tingkat kesukaan terhadap jagung manis. Kualitas tongkol jagung manis yang dilihat dari tampilan bentuk tongkol pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding dinilai tidak berbeda menurut analisis statistik. Skala kriteria yang diberikan untuk parameter penampilan tongkol pada semua genotipe/varietas ditunjukkan dengan skor 2.43 (agak menarik) sampai 3.20 (menarik). Untuk jagung manis genotipe SD-3 diperoleh skor 2.75 dan tanggapan dari panelis terhadap penampilan tongkol tersebut secara umum dikategorikan menarik.
34
Tabel 15. Nilai tengah uji skor organoleptik terhadap penampilan tongkol, kekerasan biji, tekstur biji, kemanisan biji, dan tingkat penerimaan (kesukaan) pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga Genotipe
Penampilan tongkol
Kekerasan biji
Tekstur biji
SD-3 Super Sweet Bonanza Sugar 75 Sweet Boy
2.75 2.43 2.80 3.20 2.75
3.18 3.15 3.40 3.28 2.38*
2.98 3.00 3.60* 3.18 2.70
Tingkat Kemanisan penerimaan biji (kesukaan) 2.03 2.33 2.68 2.48 2.15
3.13 3.15 3.68 3.25 2.55
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3 berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.
Jagung manis genotipe SD-3 memiliki biji yang cukup lunak dengan skor 3.18 dan dinilai sama lunaknya dengan jagung manis varietas Super Sweet (3.15), Bonanza (3.40) dan Sugar 75 (3.28). Genotipe SD-3 hanya berbeda nyata dengan varietas Sweet Boy (2.38) yang memiliki biji keras, sehingga genotipe SD-3 lebih diunggulkan karena bijinya yang lebih lunak. Dalam hal keras-lunak biji jagung manis, panelis memberikan nilai mutu yang paling rendah terhadap varietas pembanding Sweet Boy. Dari segi tekstur, biji jagung manis genotipe SD-3 tergolong cukup lembut (2.98), tetapi sangat jelas berbeda dengan jagung manis varietas Bonanza yang memiliki biji dengan tekstur yang lebih lembut. Apabila genotipe SD-3 dibandingkan dengan varietas Super Sweet (3.00), Sugar 75 (3.18) dan Sweet Boy (2.70) hampir tidak berbeda dalam hal kelembutan tekstur bijinya. Dalam uji skoring organoleptik terhadap peubah tekstur biji, nilai mutu tertinggi diberikan oleh panelis untuk jagung manis varietas Bonanza dengan skor 3.60 (lembut). Umumnya varietas Bonanza menerima skor paling tinggi dalam skala kriteria yang dipergunakan pada penilaian mutu sifat kekerasan biji, tekstur biji, kemanisan biji dan tingkat penerimaan (kesukaan), tetapi tidak demikian halnya pada parameter penampilan tongkol. Kemanisan merupakan salah satu atribut sensoris yang berhubungan dengan flavour (cita rasa). Rasa manis merupakan kategori yang sangat penting dalam penilaian kualitas tongkol jagung manis, terutama dalam pengujian organoleptik. Data yang diperoleh dari uji skoring menunjukkan kisaran tingkat kemanisan dengan skor 2.03 (agak manis) sampai 2.68 (manis). Secara statistik, nilai mutu tingkat kemanisan biji pada genotipe SD-3 tidak berbeda nyata dengan semua varietas pembanding. Hasil uji organoleptik yang menunjukkan persamaan tingkat kemanisan secara tidak langsung menggambarkan kesetaraan respon pada pengaruh kandungan gula terhadap rasa manis biji tersebut. Pada pengukuran kadar PTT dengan refraktometer juga tidak ditemukan perbedaan yang nyata pada semua genotipe/varietas jagung manis yang dievaluasi dalam penelitian ini. Terdapat hubungan korelasi yang sangat positif antara tingkat kemanisan biji dengan kadar PTT biji jagung manis. Oleh karena itu, rendahnya skor tingkat kemanisan biji jagung manis tersebut diduga disebabkan oleh faktor kadar PTT
35
yang nilainya juga cukup rendah. Selain itu, cara pengolahan dan penyajian bahan uji jagung manis juga dianggap mempengaruhi hasil penilaian tingkat kemanisan biji dan intensitas sifat-sifat sensoris lainnya dalam pengujian organoleptik. Uji skoring pada parameter tingkat penerimaan bertujuan untuk mengetahui intensitas kesukaan terhadap seluruh atribut organoleptik pada sampel jagung manis. Kisaran tingkat penerimaan (kesukaan) terhadap jagung manis pada berbagai perlakuan genotipe diperoleh skor 2.55 (agak suka) sampai dengan 3.68 (suka). Tingkat kesukaan panelis terhadap jagung manis genotipe SD-3 relatif sama dengan varietas pembanding menurut penilaian mutu hedonik yang diberikan oleh panelis. Nilai mutu tingkat penerimaan (kesukaan) jagung manis diduga dipengaruhi oleh hasil penilaian panelis terhadap parameter kekerasan biji, tekstur biji dan tingkat kemanisan biji. Hal ini terlihat dari besarnya nilai korelasi positif antara ketiga parameter tersebut terhadap tingkat penerimaan secara keseluruhan. Sedangkan penampilan tongkol tidak terlalu tampak pengaruhnya terhadap cara dan pertimbangan panelis dalam memberikan penilaian untuk parameter tingkat penerimaan (kesukaan).
Keunggulan Genotipe SD-3 terhadap Varietas Pembanding Pada beberapa peubah terdapat keunggulan genotipe SD-3 terhadap varietas pembanding. Namun ada beberapa peubah di mana genotipe SD-3 sama sekali tidak unggul tetapi diduga hasilnya minimal sama dengan varietas pembanding. Hal ini disebabkan tidak ada perbedaan yang nyata antara genotipe SD-3 dengan setiap varietas pembanding pada suatu peubah tertentu, karena perbedaan yang nyata hanya terjadi di antara sesama varietas pembanding. Di antara semua aspek peubah yang berpengaruh nyata berdasarkan analisis ragam, hanya pada delapan peubah (karakter) di mana genotipe SD-3 berbeda nyata lebih unggul terhadap satu atau lebih varietas pembanding. Peubah yang dimaksud yaitu peubah daya tumbuh tanaman, tanaman yang terserang penyakit bulai, tanaman sehat yang tumbuh, tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen, jumlah baris biji pada tongkol, indeks panen tongkol berkelobot, dan kekerasan biji jagung manis. Hal ini diketahui setelah dilakukan pembandingan nilai tengah masing-masing pasangan perlakuan antara genotipe SD-3 dengan setiap varietas pembanding yang berbeda nyata menurut uji Dunnet pada taraf 5%. Dari perbandingan tersebut dapat dilihat pada peubah apa saja genotipe SD-3 mampu mengungguli masing-masing varietas pembanding. Terdapat dua peubah di mana genotipe SD-3 lebih unggul, yaitu pada peubah jumlah baris biji pada tongkol dan peubah indeks panen tongkol berkelobot. Selain dari kedua peubah tersebut secara umum genotipe SD-3 memiliki potensi dan karakter yang hampir sama dengan varietas Super Sweet. Tidak ada pada satu peubah pun yang menunjukkan bahwa Super Sweet mengungguli genotipe SD-3. Dengan demikian, genotipe SD-3 yang diuji dalam penelitian ini lebih unggul dibandingkan dengan varietas pembanding Super Sweet yang sama-sama golongan jagung manis bersari bebas. Sama seperti pada varietas Super sweet, varietas pembanding Sweet Boy juga tidak mempunyai peubah yang dapat menunjukkan keunggulan terhadap
36
genotipe SD-3. Pada peubah daya tumbuh, jumlah baris biji pada tongkol, dan kekerasan biji jagung manis terbukti bahwa genotipe SD-3 mempunyai hasil yang nyata lebih baik daripada varietas Sweet Boy dan selain daripada peubah tersebut hasilnya tampak sama. Dengan demikian, jagung manis genotipe SD-3 teruji lebih unggul dibandingkan dengan varietas pembanding Sweet Boy. Tabel 16. Keunggulan jagung manis genotipe SD-3 terhadap empat varietas pembanding berdasarkan peubah yang berpengaruh nyata menurut analisis ragam (Uji F) dan hasil yang berbeda nyata menurut Uji Dunnet pada taraf 5 % No.
Peubah-peubah yang berpengaruh nyata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Daya tumbuh Anthesis silking interval Tinggi tanaman Tinggi tongkol utama Tanaman terserang penyakit bulai Rebah batang Tanaman sehat yang tumbuh Tanaman yang dipanen Jumlah tongkol yang dipanen Tanaman tidak menghasilkan Jumlah baris biji Indeks panen tongkol berkelobot Indeks panen tongkol tanpa kelobot Kekerasan biji Tekstur biji
Keunggulan SD-3 terhadap pembandinga Super Sweet
Bonanza
Sugar 75
Sweet Boy
– – – – – – – – – – – – –
– – – x – – – – – x
– – – x x – – – – – –
– – – – – – – – – – – –
a
: genotipe SD-3 lebih unggul daripada varietas pembanding, x: varietas pembanding lebih unggul daripada genotipe SD-3, –: genotipe SD-3 tidak berbeda dengan varietas pembanding.
Pada varietas pembanding Bonanza, terdapat dua peubah di mana geotipe SD-3 kalah unggul dibandingkan varietas Bonanza, yaitu pada peubah jumlah rebah batang dan peubah tekstur biji jagung manis. Jagung manis varietas Bonanza mempunyai batang yang lebih kuat (kokoh), terlihat dari jumlah tanaman yang rebah pada varietas Bonanza secara nyata lebih sedikit dibandingkan dengan genotipe SD-3. Tekstur biji jagung manis varietas Bonanza lebih lembut daripada biji jagung manis genotipe SD-3. Genotipe SD-3 nyata lebih unggul dibandingkan varietas Bonanza dalam hal daya tumbuh, ketahanan terhadap penyakit bulai, tanaman sehat yang tumbuh, jumlah tanaman yang dapat dipanen dan jumlah tongkol yang dipanen, sedangkan pada karakter lainnya genotipe SD-3 memiliki penampilan (ciri), potensi dan hasil yang sama. Jika dinilai secara agregat, genotipe SD-3 dinyatakan lebih unggul dibandingkan varietas Bonanza. Selanjutnya jagung manis genotipe SD-3 juga lebih unggul dibandingkan varietas Sugar 75. Genotipe SD-3 lebih tahan terhadap bulai ditunjukkan dengan populasi tanaman sehat yang lebih besar dan potensi tanaman produktif yang bisa
37
dipanen lebih tinggi serta mampu menghasilkan tongkol dengan jumlah baris biji lebih banyak dibandingkan varietas Sugar 75. Genotipe SD-3 hanya kalah unggul pada peubah tinggi tongkol utama dan peubah rebah batang, sebab varietas Sugar 75 mempunyai tinggi tongkol utama yang lebih rendah dengan batang yang lebih kuat sehingga kecil kemungkinan batang mengalami rebah (patah). Sedangkan pada peubah lainnya jagung manis genotipe SD-3 mempunyai karakter dan potensi yang sama dengan varietas Sugar 75. Berdasarkan perbandingan di atas, genotipe SD-3 mempunyai keunggulan terhadap masing-masing varietas pembanding pada beberapa peubah tertentu. Akan tetapi tidak ada peubah yang menunjukkan bahwa pada suatu karakter genotipe SD-3 lebih unggul terhadap keempat varietas pembanding. Keunggulan genotipe SD-3 yang paling mendominasi terletak pada peubah jumlah baris biji pada tongkol. Karakter tongkol jagung manis dengan jumlah baris biji yang lebih banyak dapat dinyatakan sebagai karakter yang unggul bagi genotipe SD-3. Karakter unggul yang demikian menjadi nilai tambah dalam pengolahan dan konsumsi jagung manis serta lebih menguntungkan dalam hal kuantitas produksi benih jagung manis. Pada kondisi lahan dan lingkungan yang kurang menguntungkan atau tidak mendukung terhadap budidaya tanaman, jagung manis genotipe SD-3 ternyata dapat mengungguli varietas pembanding komersial. Jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding dapat tumbuh, berkembang serta mampu berproduksi lebih maksimal lagi apabila kegiatan budidaya atau percobaan jagung manis dilakukan pada kondisi lahan yang optimum dengan lingkungan yang lebih baik. Dalam kondisi yang demikian, diduga genotipe SD-3 akan tetap dapat lebih unggul dibandingkan varietas pembanding dalam hal keragaan agronomi, potensi produksi, kuantitas dan kualitas hasil. Keunggulankeunggulan pada genotipe SD-3 yang demikian diharapkan dapat meningkatkan daya hasil tanaman dan kualitas tongkol jagung manis. Karakter unggul jagung manis merupakan karakter-karakter yang mendukung hasil tinggi dan kualitas tongkol prima. Karakter unggul tersebut di antaranya, yaitu produktivitas tinggi, umur panen genjah, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, daya simpan tongkol lebih lama, memiliki daya adaptasi bagus, sesuai dengan keinginan konsumen, serta daya tumbuh benih tinggi (Syukur dan Rifianto 2013).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Evaluasi jagung manis genotipe SD-3 dengan empat varietas pembanding (Super Sweet, Bonanza, Sugar 75 dan Sweet Boy) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keragaan tanaman, potensi produksi, daya hasil dan kualitas hasil tongkol. Genotipe SD-3 berbeda nyata lebih baik terhadap satu atau lebih varietas pembanding yaitu pada peubah daya tumbuh tanaman, tanaman yang terserang penyakit bulai, tanaman sehat yang tumbuh, tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen, indeks panen tongkol berkelobot, kekerasan biji dan terutama peubah jumlah baris biji pada tongkol. Pada peubah lainnya genotipe SD-3 setara dengan varietas pembanding karena tidak ditemukan pengaruh yang signifikan. Karakter tanaman yang lebih tahan terhadap bulai merupakan karakter penting yang menjadikan genotipe SD-3 lebih baik daripada varietas jagung manis hibrida seperti Bonanza dan Sugar 75. Berdasarkan keunggulan komparatif, jagung manis genotipe SD-3 ternyata dapat mengungguli varietas Super Sweet, Bonanza, Sugar 75 dan Sweet Boy. Dengan demikian, genotipe SD-3 layak dan dapat dikembangkan sebagai jagung manis varietas baru yang unggul serta dapat disetarakan atau bahkan melampaui varietas pembanding komersial.
Saran Perlu dilakukan pengujian daya hasil lanjutan dalam musim yang sama dan juga musim yang berbeda pada lokasi dengan kondisi lingkungan tumbuh yang lebih optimum. Hal ini bertujuan untuk melihat stabilitas genotipe serta mengevaluasi peningkatan daya hasil, penampilan, kualitas hasil dan adaptabilitas tanaman pada genotipe SD-3. Oleh karena itu, sebelum penelitian dimulai sebaiknya terlebih dahulu dilakukan survey lahan dan percobaan pendahuluan. Selanjutnya, dalam hal pasca panen diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai daya simpan tongkol terhadap kadar Padatan Terlarut Total (PTT) bersamaan dengan uji organoleptik jagung manis.
DAFTAR PUSTAKA Aak. 2010. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta (ID). Kanisius. Acquaah G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. Oxford (GB): Blackwell Publishing. Agusta H, Santosa I. 2005. Ketidakmampuan produksi jagung hibrida C-7 di lapang akibat penambahan cahaya kontinu pada kondisi terbuka dan ternaungi. J Agrotropika. 10(2):65-74. Aswidinoor H, Koswara J. 1982. Uji daya hasil jagung hibrida silang tunggal dan introduksi bersari bebas. Bul Agron. 13(1):1-10. Badami K, Amzeri A. 2011. Identifikasi varian somaklonal toleran kekeringan pada populasi jagung hasil seleksi in vitro dengan PEG. Agrovigor. 4(1): 7-13. Basry Z. 2003. Uji daya gabung khusus galur-galur jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Darmudiansyah. 2011. Uji skoring. http://darmudiansyah.blogspot.com. [diunduh 1 Juli 2012] Dewani M. 2004. Pengaruh pemberian dosis pupuk N, P dan K terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays saccharata L.). Habitat. 15(1):31-44. [Ditjenhorti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Volume dan nilai imporekspor benih sayuran tahun 2011-2012 [internet]. [diacu 2013 Juni 2]. Tersedia dari: http://hortikultura.deptan.go.id. [Ditjenhorti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Volume impor dan ekspor sayuran tahun 2012 [internet]. [diacu 2013 Juni 2]. Tersedia dari: http://hortikultura.deptan.go.id. Edmon JB, Musser AM, Andrews FS. 1957. Fundamental of Horticulture. Ed ke-2. New York (US): McGraw-Hill Book Company, Inc. Goldsworthy PR. 1975. Some growth and yield characteristics of tropical maize. Di dalam: Bauman LF, editor. High-Quality Protein Maize. Pennsylvania (US): Dowden, Hutchinson & Ross, Inc. hlm 166-177. Hallauer AR, Russel WA. 1993. Corn. Di dalam: Fehr WR, Hadley HH, editor. Hybridization of Corp Plants. Madison (US): American Society of Agronomy-Crop Science Society of America. Harjadi SS. 1986. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID): Gramedia. Huelsen WA. 1954. Sweet Corn. New York (US): Intersci Publ, Inc. Iriany RN, Sujiprihati S, Syukur M, Koswara J, Yunus M. 2011. Evaluasi daya gabung dan heterosis lima galur jagung manis (Zea mays var. saccharata) hasil persilangan dialel. J Agron Indonesia. 39(2):103-111. Isrun. 2006. Pengaruh dosis pupuk P dan jenis pupuk kandang terhadap beberapa sifat kimia tanah, serapan P dan hasil jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) pada inceptisols Jatinangor. J Agrisains. 7(1):9-17. Johnson EC, Fischer KS, Edmeades GO, Palmer AFE. 1986. Reccurent selection for reduced plant height in lowland tropical maize. Crop Sci. 26(2):253-260. Jugenheimer RW. 1958. Hybrid Maize Breeding and Seed Production. Rome (IT): FAO Agricultural Development Paper.
40
Justice OL, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R, penerjemah. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Terjemahan dari: Principles and Seed Storage Practices. Kaukis K, Davis DM. 1986. Sweet corn breeding. Di dalam: Bassett MJ, editor. Vegetable Breeding. Connecticut (US): The Avi Publishing Company, Inc. hal 475-512. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2000. Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor 45/Kpts/TP.240/2/2000 [internet]. [diacu 2013 Juli 5]. Tersedia dari: http://litbang.deptan.go.id. ___________________. 2005. Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor 456/Kpts/SR.120/12/2005 [internet]. [diacu 2013 Juli 5]. Tersedia dari: http://litbang.deptan.go.id. ___________________. 2006. Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor 174/Kpts/SR.120/3/2006 [internet]. [diacu 2013 Juli 5]. Tersedia dari: http://litbang.deptan.go.id. ___________________. 2009. Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2071/Kpts/SR.120/5/2009 [internet]. [diacu 2013 Juli 5]. Tersedia dari: http://litbang.deptan.go.id. Koswara J. 1985. Diktat Jagung. Bogor (ID): Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Leonard WH, Martin JH. 1963. Cereal Crops. New York (US): Macmillan Publishing Co, Inc. MacGillivray JH. 1961. Vegetable Production With Special References to Western Crops. New York (US): McGraw-Hill Book Company, Inc. Mahfudz, Isrun. 2006. Pertumbuhan dan hasil tanaman jagung pada berbagai tingkat kerapatan gulma Bidens pilosa. J Agrisains. 7(1):1-8. Martajaya M. 2009. Pertumbuhan dan hasil jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) yang dipupuk dengan pupuk organik dan anorganik pada saat yang berbeda. Crop Agro. 2(2):85-95. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. Ed ke-2. Bogor (ID): IPB Pr. Nugraha US, Subandi, Hasanuddin A, Subandi. 2005. Perkembangan teknologi budi daya dan industri benih jagung. Di dalam: Kasryno F, Pasandaran E, Fagi AM, editor. Ekonomi Jagung Indonesia. Volume 1. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm 37-72. Palungkun R, Budiarti A. 2000. Sweet Corn Baby Corn. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Purnomo J. 1988. Daya hasil varietas jagung di lahan tegal di Ponorogo. Penelitian Palawija. 3(2):61-65. Ridwan, Zubaidah Y. 2003. Efek pengolahan tanah dan varietas terhadap hasil tanaman jagung pada lahan kering. J Stigma. 11(2):128-131. Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi. Herison C, penerjemah. Bandung (ID): ITB Pr. Terjemahan dari: World Vegetables: Principles, Production, and Nutritive Values. Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta (ID): Bharata Karya Aksara. Sudaryono, Taufiq A, Prayitno S. 1996. Teknologi budi daya jagung untuk lahan kering di Jawa Timur. Di dalam: Syam M, Hermanto, Musaddad A, editor.
41
Kinerja Penelitian Tanaman Pangan (Buku 4). Simposium Penelitian Tanaman Pangan III; 1993 Agustus 23-25; Jakarta, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 1042-1057. Sujiprihati S, Syukur M, Yunianti R. 2005. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas beberapa karakter vegetatif dan hasil jagung manis. J Agrotropika. 10(2):75-78. Sujiprihati S, Syukur M, Yunianti R. 2006. Analisis stabilitas hasil tujuh populasi jagung manis menggunakan metode Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI). Bul Agron. 34(2):93-97. Sutoro, Soelaeman Y, Iskandar. 1988. Budi daya tanaman jagung. Di dalam: Subandi, Syam M, Adi W, editor. Jagung. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Pangan. hal 49-59. Syukur M, Rifianto A. 2013. Jagung Manis. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Takdir A, Iriany RN, Dahlan MM, Baihaki A, Rostini N, Subandi. 2003. Kendali genetik ketahanan jagung terhadap patogen bulai. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 22(2):101-105. Thompson HC, Kelly WC. 1957. Vegetable Crops. New York (US): McGraw-Hill Book Company, Inc. Yuliandry A. 2004. Uji fenotipik dan karakter agronomis 22 genotipe jagung (Zea mays L.) Quality Protein Maize (QPM) berbiji kuning di dua lokasi pengujian [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
42
LAMPIRAN Lampiran 1.
Deskripsi sementara jagung manis genotipe SD-3 Parameter
Keterangan
Nama Sifat Asal
Warna daun Warna rambut Warna malai Tinggi tanaman Jumlah daun Umur panen (tongkol muda) Kelobot Jumlah baris biji Warna biji Derajat manis (brix) Populasi tanaman Potensi Produksi Ketahanan penyakit
Pemulia
Lampiran 2. Umur (hari) 12 14 61 61 65 65 – 75 65
Seleksi Darmaga-3 (SD-3) Jagung manis Hawaii Supersweet yang disilangkan dengan galur-galur jagung IPB tahan penyakit bulai dan hawar daun. Tempat seleksi di kebun percobaan IPB, Darmaga, Bogor. Hijau tua Putih-kuning-muda Putih-kuning-muda 82 – 128 cm 12 – 13 helai 73 – 75 hari (di Darmaga, 240 m dpl) Menutup 14 – 18 Kuning cerah 15 – 18 60 000 biji/ha atau sekitar 6 – 7 kg/ha 15 ton tongkol muda Tahan penyakit bulai (3 – 5% serangan) Tahan penyakit hawar daun Tahan penyakit layu stewartii Fred Rumawas Alamat: Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Bogor
Karakteristik jagung manis genotipe SD-3 Karakter
Daun pertama: warna antosianin pada pelepah daun Daun pertama: bentuk ujung daun Daun: sudut diantara helai daun dan batang (pada daun di atas tongkol teratas) Daun: Pola helai daun (menerangkan no. 3) Batang: derajat zigzag Batang: warna antosianin pada akar tunjang Malai: Umur antesis (pada tengah pertiga
Keterangan Tidak ada atau sangat lemah Bulat agak tumpul Kecil (5 – 25o) Bengkok Ringan Tidak ada atau sangat lemah Genjah hingga sedang
43
65 65 65 65 65
65 65 65 65 65 71 71 71 71 75 75 75 85 92 92 92 92 92 92 92 93 93
poros utama, 50% dari jumlah tanaman) Malai: warna antosisnin pada dasar kelobot (pada tengah pertiga poros utama)
(44.1 – 47 HST) Tidak ada atau sangat lemah
Malai: warna antosianin tidak termasuk dasar kelopak (menerangkan no. 8) Malai: warna antosianin pada kepala sari yang masih segar Malai: kerapatan bulir (menerangkan no. 8) Malai: sudut diantara poros utama dan cabang samping (pada malai hingga pertiga bawah) Malai: letak percabangan samping (menerangkan no. 12) Malai: jumlah cabang samping utama Tongkol: umur munculnya rambut (50% jumlah tanaman) Tongkol: warna antosianin pada rambut Tongkol: intensitas warna antosian rambut
Tidak ada atau sangat lemah Tidak ada atau sangat lemah Sedang Sedang (25.1 – 50o)
Daun: warna antosianin seludang daun (pada pertengahan tinggi tanaman) Malai: panjang poros utama di atas cabang samping terbawah Malai: panjang poros utama di atas cabang samping bagian lebih atas Malai: panjang cabang samping (menerangkan no. 16) Tanaman: panjang (termasuk malai) Tanaman: rasio panjang letak tongkol paling atas terhadap panjang tanaman Daun: lebar helai daun (pada daun tongkol teratas) Tongkol: panjang tangkai Tongkol: panjang (tanpa kelobot) Tongkol: keliling (di tengah-tengah) Tongkol: bentuk Tongkol: jumlah baris biji pada tongkol Tongkol: tipe biji (pada tengah pertiga tongkol) Tongkol: warna permukaan biji Tongkol: warna sisi dasar biji Tongkol: antosianin pada kelopak janggel Tongkol: intensitas warna antosianin pada kelopak janggel
Lurus agak bengkok Banyak (12.1 – 15) Sedang hingga lambat (50.1 – 53 HST) Tidak ada Tidak ada atau sangat lemah Tidak ada atau sangat lemah Sangat pendek (< 10 cm) Sangat pendek (< 10 cm) Sedang (23.1 – 29 cm) Panjang (200.1 – 250 cm) Sangat kecil (< 0.5) Lebar (9.1 – 11 cm) Sangat pendek (< 5 cm) Panjang (15.1 – 20 cm) Besar (15.1 – 20 cm) Silindris mengerucut Banyak (12.1 – 14) Seperti mutiara Kuning Putih kekuningan Tidak ada Tidak ada atau sangat lemah
44
Lampiran 3.
Deskripsi jagung manis varietas Super Sweet Parameter
Nama Asal
Golongan Umur 50% keluar rambut Umur panen segar Batang Warna batang Tinggi tanaman Daun Warna daun Keragaman tanaman Perakaran Kerebahan Bentuk malai Warna sekam Warna anther Warna rambut Ukuran tongkol Tinggi tongkol Kelobot Warna biji Baris biji Jumlah baris/tongkol Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan terhadap penyakit Daerah adaptasi Peneliti/pengusul
Keterangan Super Sweet Populasi varietas sintetik yang berasal dari Chia Tai Seed Co, Ltd. Thailand kemudian diuji dan dikembangkan di Indonesia oleh PT BISI Bersari bebas 54 hari di dataran rendah 74 hari di daratan tinggi 72 hari di daratan rendah 107 hari di daratan tinggi Sedang, tegap dan seragam Hijau 200 cm Sedang agak terkulai Hijau gelap Agak seragam Baik Tahan rebah Besar, terkulai Hijau pucat Kuning pucat Kuning Medium 112 cm Menutup biji dengan baik Kuning Lurus dengan rapat 14 – 16 baris 12.7 ton/ha berkelobot 9.7 ton/ha tanpa kelobot 14.8 ton/ha berkelobot 11.3 ton/ha tanpa kelobot Tahan terhadap karat daun toleran terhadap bulai Beradaptasi baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi Putu Darsana, Nasib Wignyo Wibowo dan Setio Giri
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 45/Kpts/TP.240/2/2000 Tanggal: 25 Februari 2000
45
Lampiran 4.
Deskripsi jagung manis varietas Bonanza Parameter
Nama Asal Silsilah Golongan varietas Bentuk tanaman Tinggi tanaman Kekuatan akar pada tanaman dewasa Ketahanan terhadap kerebahan Bentuk penampang batang Diameter batang Warna batang Ruas pembuahan Bentuk daun Ukuran daun Tepi daun Bentuk ujung daun Warna daun Permukaan daun Bentuk malai (tassel) Warna malai (anther) Warna rambut Umur mulai keluar bunga betina Umur panen Bentuk tongkol Ukuran tongkol Berat per tongkol dengan kelobot Berat per tongkol tanpa kelobot Jumlah tongkol per tanaman Tinggi tongkol dari permukaan tanah Warna kelobot Baris biji Warna biji Tekstur biji Rasa biji Kadar gula Jumlah baris biji Berat 1 000 biji Daya simpan tongkol dengan kelobot pada suhu kamar (siang 29 – 31 oC, malam 25 – 27 oC)
Keterangan Bonanza East West Seed Thailand G-126 (F) x G-133 (M) Hibrida silang tunggal Tegak 220 – 250 cm Kuat Tahan Bulat 2.0 – 3.0 cm Hijau 5 – 6 ruas Panjang agak tegak Panjang 85.0 – 95.0 cm, lebar 8.5 – 10.0 cm Rata Lancip Hijau tua Berbulu Tegak bersusun Putih bening Hijau muda 55 – 60 hari setelah tanam 82 – 84 hari setelah tanam Silindris Panjang 20.0 – 22.0 cm diameter 5.3 – 5.5 cm 467 – 495 g 300 – 325 g 1 – 2 tongkol 80 – 115 cm Hijau Rapat Kuning Halus Manis 13 – 15 oBrix 16 – 18 baris 175 – 200 g 3 – 4 hari setelah panen
46
Hasil tongkol dengan kelobot Jumlah populasi per hektar Kebutuhan benih per hektar Keterangan Pengusul Peneliti
33.0 – 34.5 ton/ha 53 000 tanaman (2 benih per lubang) 9.4 – 10.6 g Beradaptasi dengan baik di dataran tinggi dengan altitude 900 – 1 200 m dpl PT. East West Seed Indonesia Jim Lothlop (East West Seed Thailand), Tukiman Misidi dan Abdul Kohar (PT. East West Seed Indonesia)
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 2071/Kpts/SR.120/5/2009 Tanggal: 7 Mei 2009
Lampiran 5.
Deskripsi jagung manis varietas Sweet Boy Parameter
Nama Golongan varietas Umur mulai berbunga Umur mulai panen Bentuk tanaman Tinggi tanaman Tinggi tongkol Kerebahan Batang Warna daun Bentuk daun Bentuk malai (tassel) Warna sekam (glume) Warna malai (anther) Warna rambut Ukuran tongkol Berat per tongkol Jumlah tongkol per tanaman Warna biji Baris biji Jumlah baris biji Kadar gula Berat 1 000 biji Hasil Keterangan Pengusul/Peneliti
Keterangan Sweet Boy-02 Hibrida silang tunggal F 2139 x M 2139 51 – 59 hari setelah tanam 69 – 82 hari setelah tanam Tegak 184 cm 89 cm Tahan Hijau, kokoh Hijau gelap Agak terkulai Agak terkulai Hijau pucat Kuning pucat Kuning Panjang 18.9 cm, diameter 4.8 cm 338 g 1 Kuning cerah dan mengkilat Lurus terisi penuh 14 – 16 baris 12.1 oBrix 124.5 g 18.0 ton/ha Beradaptasi baik di dataran rendah sampai sedang PT. Benihinti Suburintani / Nasib W.W, Putu Darsana dan Setio Giri
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 456/Kpts/SR.120/12/2005 Tanggal: 26 Desember 2005
47
Lampiran 6.
Deskripsi jagung manis varietas Sugar 75 (SG 75) Parameter
Nama Asal Silsilah Golongan varietas Umur mulai panen Tinggi tanaman Perakaran Kerebahan Bentuk batang Warna batang Bentuk daun Warna daun Ukuran daun Bentuk malai Warna malai Warna rambut Bentuk tongkol Ukuran tongkol Berat per tongkol Jumlah tongkol per tanaman Warna tongkol Baris biji Jumlah baris biji Warna biji Kadar gula Berat 1 000 biji Hasil Keterangan
Pengusul Peneliti
Keterangan Sugar 75 Syngenta Thailand Co.Ltd., Thailand SF 8717 (F) x 1035 (M) Hibrida silang tunggal ± 75 hari setelah tanam 160 – 170 cm Kokoh Tahan Bulat Hijau Bangun pita Hijau tua Panjang 90 – 110 cm; lebar 9 – 12 cm Tegak dan agak terbuka Putih Putih Runcing memanjang Panjang ± 20 cm, diameter ± 5 cm 350 – 400 g 1 – 2 tongkol Hijau Berkelok 18 baris Kuning 14.12 oBrix ± 130 g 19 – 21 ton/ha Beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai tinggi dengan ketinggian 100 – 1 200 m dpl PT. Syngenta Indonesia Taweesak (Syngenta Thailand Co. Ltd.) dan Harjono (PT. Syngenta Indonesia)
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 174/Kpts/SR.120/3/2006 Tanggal: 6 Maret 2006
48
Lampiran 7.
Data klimatologi April – Juli tahun 2012 di Darmaga, Bogor
Parameter iklim
Tanggal
Curah hujan bulanan (mm) Jumlah hari hujan (HH) Temperatur rata-rata (0C) Kelembaban nisbi (%) Penguapan (mm) Kecepatan angin (km/jam) Lama penyinaran matahari (%) Intensitas penyinaran (kal/cm/menit) Tekanan (mbar) Sumber
Bulan April
Mei
Juni
Juli
389.5 25 26.0 86 4.1 3.9 61 257 989.9
194.8 21 26.1 85 4.5 4.0 75 254 989.2
93.9 12 26.2 81 4.2 3.7 78 297 990.0
116.5 10 25.8 79 4.3 4.2 63 272 990.0
: Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Besar Wilayah II Stasiun Klimatologi Kelas I Darmaga, Bogor
Lampiran 8.
Stasiun : Klimatologi Bogor Elevasi : 190 m Lokasi : 06.33 LS – 106.45 BT
Form penilaian untuk uji skoring organoleptik pada jagung manis
FORM PENILAIAN UJI ORGANOLEPTIK JAGUNG MANIS Kode bahan (varietas-ulangan) : Nama panelis : A. Penampilan (bentuk) tongkol [1] Tidak menarik [3] Menarik [2] Agak menarik [4] Sangat menarik
[5] Amat sangat menarik
B. Kekerasan biji [1] Sangat keras [2] Keras
[3] Cukup lunak [4] Lunak
[5] Sangat lunak
C. Tekstur biji [1] Sangat kasar [2] Kasar
[3] Cukup lembut [4] Lembut
[5] Sangat lembut
D. Kemanisan biji [1] Tidak manis [2] Agak manis
[3] Manis [4] Sangat manis
[5] Amat sangat manis
E. Tingkat penerimaan (kesukaan) terhadap jagung manis [1] Sangat tidak suka [3] Agak suka [5] Sangat suka [2] Tidak suka [4] Suka
49
Lampiran 9.
Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding Peubah
Daya tumbuh Warna pangkal batang Tinggi tanaman Tinggi tongkol utama Diameter batang Panjang daun Lebar daun Umur muncul tassel Umur reseptif Lama produksi pollen Anthesis silking interval Panjang tongkol Diameter tongkol bagian pangkal Diameter tongkol bagian tengah Diameter tongkol bagian ujung Jumlah baris biji pada tongkol Jumlah biji per baris pada tongkol Bobot per tongkol dengan kelobot Bobot per tongkol tanpa kelobot Bobot tajuk atas Tanaman sehat yang tumbuh Tanaman yang dipanen Jumlah tongkol yang dipanen Bobot seluruh tongkol dengan kelobot Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot Indeks panen tongkol dengan kelobot Indeks panen tongkol tanpa kelobot Produktivitas Potensi hasil Tanaman terserang penyakit bulai Rebah batang Tanaman tidak menghasilkan Tongkol terserang ulat penggerek Kadar PTT selfing Kadar PTT bukan selfing Penampilan tongkol Kekerasan biji Tekstur biji Kemanisan biji Tingkat penerimaan (kesukaan)
Koefisien korelasi antar karakter
Kode peubah
DT
WPT
TT
TTU
DB
PD
DT WPT TT TTU DB PD LD UMT UR LPP ASI PT DTP DTT DTU JBB JBPB BPTDK BPTTK BTA TST TDP JTDP BSTDK BSTTK IPTDK IPTTK P PH TTPB RB TTM TTUP PTTS PTTBS PET KKB TB KMB TPKJM
1 -0,28 0,16 0,19 0,20 0,02 -0,15 -0,18 0,11 -0,09 0,29 -0,25 -0,14 -0,16 -0,16 -0,01 -0,18 -0,05 -0,12 0,00 0,49* 0,51* 0,54* 0,35 0,26 -0,23 -0,33 0,26 0,00 -0,23 0,36 0,27 0,10 0,09 -0,27 0,09 -0,02 -0,36 -0,33 -0,16
1 -0,10 -0,19 -0,15 0,21 -0,13 0,39 0,12 0,37 0,01 0,08 -0,05 0,00 -0,12 -0,43 -0,05 0,02 0,02 -0,03 -0,24 -0,44 -0,45* -0,31 -0,28 -0,10 -0,09 -0,28 0,10 0,21 -0,23 -0,01 -0,39 -0,14 0,21 -0,12 -0,03 -0,01 0,06 -0,06
1 0,91** 0,78** 0,74** 0,33 -0,59** -0,18 0,33 0,25 0,17 0,29 0,37 0,30 0,07 0,47* 0,13 0,17 0,40 0,65** 0,66** 0,66** 0,51* 0,52* -0,42 -0,26 0,52* -0,02 -0,64** 0,61** 0,36 0,40 -0,48* -0,20 0,31 -0,48* -0,56* -0,37 -0,31
1 0,58** 0,53* 0,07 -0,39 0,13 0,36 0,49* -0,07 0,05 0,12 0,07 -0,01 0,26 -0,14 -0,10 0,08 0,80** 0,73** 0,72** 0,33 0,35 -0,60** -0,46* 0,35 -0,31 -0,84** 0,80** 0,60** 0,35 -0,43 -0,28 0,05 -0,44 -0,51* -0,35 -0,37
1 0,74** 0,75** -0,68** -0,53* 0,14 -0,21 0,60** 0,65** 0,71** 0,63** 0,18 0,81** 0,62** 0,64** 0,76** 0,29 0,42 0,44 0,74** 0,75** -0,01 0,15 0,75** 0,50* -0,18 0,17 -0,03 0,41 -0,09 0,18 0,69** -0,11 -0,18 0,02 0,14
1 0,40 -0,49* -0,33 0,37 -0,11 0,41 0,55* 0,59** 0,55* -0,15 0,59** 0,44 0,47* 0,64** 0,18 0,23 0,23 0,39 0,40 -0,17 -0,02 0,40 0,29 -0,17 0,21 -0,05 0,08 -0,41 0,03 0,46* -0,35 -0,49* -0,29 -0,27
50
Lampiran 10. Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan) Peubah Lebar daun Umur muncul tassel Umur reseptif Lama produksi pollen Anthesis silking interval Panjang tongkol Diameter tongkol bagian pangkal Diameter tongkol bagian tengah Diameter tongkol bagian ujung Jumlah baris biji pada tongkol Jumlah biji per baris pada tongkol Bobot per tongkol dengan kelobot Bobot per tongkol tanpa kelobot Bobot tajuk atas Tanaman sehat yang tumbuh Tanaman yang dipanen Jumlah tongkol yang dipanen Bobot seluruh tongkol dengan kelobot Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot Indeks panen tongkol dengan kelobot Indeks panen tongkol tanpa kelobot Produktivitas Potensi hasil Tanaman terserang penyakit bulai Rebah batang Tanaman tidak menghasilkan Tongkol terserang ulat penggerek Kadar PTT selfing Kadar PTT bukan selfing Penampilan tongkol Kekerasan biji Tekstur biji Kemanisan biji Tingkat penerimaan (kesukaan)
Koefisien korelasi antar karakter
Kode peubah
LD
UMT
UR
LPP
ASI
PT
LD UMT UR LPP ASI PT DTP DTT DTU JBB JBPB BPTDK BPTTK BTA TST TDP JTDP BSTDK BSTTK IPTDK IPTTK P PH TTPB RB TTM TTUP PTTS PTTBS PET KKB TB KMB TPKJM
1 -0,59** -0,81** -0,20 -0,67** 0,81** 0,76** 0,80** 0,72** 0,44 0,83** 0,78** 0,80** 0,78** -0,20 0,02 0,05 0,67** 0,70** 0,50* 0,61** 0,70** 0,71** 0,29 -0,36 -0,46* 0,27 0,19 0,38 0,73** 0,25 0,29 0,37 0,57**
1 0,66** 0,25 0,24 -0,40 -0,48* -0,51* -0,49* -0,39 -0,58** -0,44 -0,47* -0,65** -0,13 -0,32 -0,35 -0,52* -0,53* -0,15 -0,28 -0,53* -0,34 0,09 -0,20 0,24 -0,37 0,32 0,15 -0,47* 0,24 0,27 0,27 0,06
1 0,42 0,74** -0,71** -0,70** -0,69** -0,69** -0,47* -0,67** -0,76** -0,76** -0,83** 0,41 0,17 0,11 -0,51* -0,53* -0,59** -0,67** -0,53* -0,74** -0,49* 0,43 0,68** -0,01 -0,01 -0,23 -0,61** 0,02 -0,10 -0,09 -0,26
1 0,38 -0,10 0,04 0,14 0,07 -0,41 0,03 -0,05 -0,03 -0,02 0,22 0,04 0,01 -0,15 -0,13 -0,53* -0,44 -0,13 -0,10 -0,33 0,33 0,37 0,16 -0,38 -0,02 -0,05 -0,22 -0,30 -0,08 -0,18
1 -0,75** -0,64** -0,59** -0,62** -0,34 -0,50* -0,74** -0,75** -0,61** 0,70** 0,38 0,35 -0,41 -0,43 -0,85** -0,87** -0,43 -0,75** -0,80** 0,80** 0,92** 0,07 -0,26 -0,38 -0,53* -0,29 -0,44 -0,32 -0,47*
1 0,89** 0,89** 0,85** 0,27 0,90** 0,91** 0,94** 0,80** -0,44 -0,24 -0,22 0,55* 0,59** 0,67** 0,81** 0,59** 0,81** 0,47* -0,49* -0,57** -0,04 0,21 0,40 0,68** 0,14 0,27 0,28 0,41
51
Lampiran 11. Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan) Peubah
DTP DTT DTU JBB JBPB BPTDK BPTTK BTA TST TDP JTDP BSTDK BSTTK IPTDK IPTTK P PH TTPB RB TTM TTUP PTTS PTTBS PET KKB TB KMB TPKJM
1 0,97** 0,97** 0,36 0,88** 0,92** 0,94** 0,84** -0,30 -0,06 -0,04 0,61** 0,63** 0,56* 0,69** 0,63** 0,74** 0,31 -0,30 -0,50* 0,02 0,09 0,22 0,80** -0,04 -0,03 0,05 0,22
Koefisien korelasi antar karakter DTT
DTU
JBB
1 0,95** 0,33 0,90** 0,91** 0,93** 0,85** -0,28 -0,09 -0,08 0,57** 0,59** 0,49* 0,64** 0,59** 0,75** 0,29 -0,27 -0,46* 0,08 0,03 0,22 0,73** 0,04 0,02 0,10 0,30
1 0,38 0,87** 0,92** 0,93** 0,85** -0,31 -0,07 -0,05 0,56* 0,58** 0,53* 0,66** 0,58** 0,71** 0,29 -0,25 -0,52* 0,01 -0,02 0,17 0,76** -0,08 -0,05 0,00 0,14
1 0,24 0,31 0,31 0,20 0,01 0,28 0,29 0,45* 0,46* 0,45* 0,43 0,46* 0,22 0,05 -0,08 -0,31 0,17 0,04 -0,40 0,38 0,11 0,06 -0,13 0,25
JBPB BPTDK BPTTK BTA
1 0,85** 0,89** 0,85** -0,15 0,00 0,02 0,61** 0,65** 0,38 0,57** 0,65** 0,70** 0,14 -0,15 -0,32 0,11 0,04 0,36 0,75** -0,02 0,08 0,19 0,27
1 0,99** 0,90** -0,45* -0,21 -0,18 0,59** 0,60** 0,64** 0,74** 0,60** 0,91** 0,53* -0,47* -0,64** -0,04 0,16 0,37 0,80** 0,10 0,15 0,20 0,35
1 0,90** -0,44 -0,20 -0,17 0,59** 0,62** 0,63** 0,75** 0,62** 0,89** 0,50* -0,45* -0,64** -0,01 0,12 0,36 0,79** 0,07 0,15 0,19 0,33
1 -0,29 -0,08 -0,02 0,61** 0,62** 0,42 0,56* 0,62** 0,83** 0,36 -0,29 -0,55* 0,06 -0,04 0,35 0,74** -0,16 -0,07 0,07 0,15
TST
TDP
1 0,90** 0,89** 0,30 0,27 -0,67** -0,66** 0,27 -0,52* -0,92** 0,84** 0,80** 0,41 -0,25 -0,39 -0,04 -0,35 -0,54* -0,37 -0,36
1 0,99** 0,58** 0,55* -0,39 -0,38 0,55* -0,31 -0,75** 0,67** 0,48* 0,52* -0,20 -0,40 0,23 -0,32 -0,50* -0,39 -0,27
JTDP BSTDK BSTTK IPTDK
1 0,62** 0,58** -0,37 -0,36 0,58** -0,26 -0,72** 0,65** 0,45* 0,49* -0,20 -0,39 0,25 -0,35 -0,51* -0,39 -0,27
1 0,99** 0,29 0,35 0,99** 0,56** -0,05 -0,02 -0,22 0,37 0,09 0,07 0,80** -0,09 -0,11 -0,01 0,21
1 0,30 0,38 1,00** 0,57** -0,04 -0,05 -0,24 0,39 0,08 0,11 0,80** -0,08 -0,06 0,03 0,24
1 0,96** 0,30 0,60** 0,75** -0,76** -0,80** -0,15 0,46* 0,31 0,41 0,33 0,46* 0,32 0,49*
51
Diameter tongkol bagian pangkal Diameter tongkol bagian tengah Diameter tongkol bagian ujung Jumlah baris biji pada tongkol Jumlah biji per baris pada tongkol Bobot per tongkol dengan kelobot Bobot per tongkol tanpa kelobot Bobot tajuk atas Tanaman sehat yang tumbuh Tanaman yang dipanen Jumlah tongkol yang dipanen Bobot seluruh tongkol dengan kelobot Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot Indeks panen tongkol dengan kelobot Indeks panen tongkol tanpa kelobot Produktivitas Potensi hasil Tanaman terserang penyakit bulai Rebah batang Tanaman tidak menghasilkan Tongkol terserang ulat penggerek Kadar PTT selfing Kadar PTT bukan selfing Penampilan tongkol Kekerasan biji Tekstur biji Kemanisan biji Tingkat penerimaan (kesukaan)
Kode peubah DTP
52 52
Lampiran 12. Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan) Peubah Indeks panen tongkol tanpa kelobot Produktivitas Potensi hasil Tanaman terserang penyakit bulai Rebah batang Tanaman tidak menghasilkan Tongkol terserang ulat penggerek Kadar PTT selfing Kadar PTT bukan selfing Penampilan tongkol Kekerasan biji Tekstur biji Kemanisan biji Tingkat penerimaan (kesukaan)
Kode peubah IPTTK IPTTK P PH TTPB RB TTM TTUP PTTS PTTBS PET KKB TB KMB TPKJM
1 0,38 0,67** 0,70** -0,70** -0,79** -0,12 0,38 0,33 0,48* 0,25 0,43 0,31 0,47*
Koefisien korelasi antar karakter P
PH
TTPB
RB
1 0,57** -0,04 -0,05 -0,24 0,39 0,08 0,11 0,80** -0,08 -0,06 0,03 0,24
1 0,67** -0,62** -0,70** -0,03 0,20 0,45* 0,73** 0,19 0,29 0,31 0,45*
1 -0,94** -0,87** -0,30 0,38 0,44 0,19 0,45* 0,56** 0,42 0,48*
1 0,81** 0,18 -0,49* -0,52* -0,24 -0,51* -0,67** -0,55* -0,60**
TTM
1 0,11 -0,13 -0,29 -0,40 -0,24 -0,39 -0,22 -0,35
TTUP
PTTS PTTBS
1 -0,09 0,00 0,31 0,00 -0,03 0,10 0,16
1 0,50* 0,07 0,56** 0,56* 0,68** 0,64**
1 0,24 0,28 0,55* 0,84** 0,50*
PET
1 -0,05 -0,05 0,07 0,20
KKB
TB
KMB TPKJM
1 0,82** 1 0,64** 0,84** 1 0,83** 0,84** 0,82**
1
53
Lampiran 13. Layout petak percobaan pada lahan pertanaman jagung manis
Keterangan :
V1 = Genotipe SD-3 V2 = Varietas Super Sweet V3 = Varietas Bonanza V4 = Varietas Sugar 75 V5 = Varietas Sweet Boy
U1 = Ulangan pertama U2 = Ulangan ke-dua U3 = Ulangan ke-tiga U4 = Ulangan ke-empat
54
Lampiran 14. Tongkol jagung manis genotipe SD-3 (V1)
Ket : U1 = ulangan ke-1, U2 = ulangan ke-2, U3 = ulangan ke-3, U4 = ulangan ke-4
Lampiran 15. Tongkol jagung manis varietas Super Sweet (V2)
Ket : U1 = ulangan ke-1, U2 = ulangan ke-2, U3 = ulangan ke-3, U4 = ulangan ke-4
55
Lampiran 16. Tongkol jagung manis varietas Bonanza (V3)
Ket : U1 = ulangan ke-1, U2 = ulangan ke-2, U3 = ulangan ke-3, U4 = ulangan ke-4
Lampiran 17. Tongkol jagung manis varietas Sugar 75 (V4)
Ket : U1 = ulangan ke-1, U2 = ulangan ke-2, U3 = ulangan ke-3, U4 = ulangan ke-4
56
Lampiran 18. Tongkol jagung manis varietas Sweet Boy (V5)
Ket : U1 = ulangan ke-1, U2 = ulangan ke-2, U3 = ulangan ke-3, U4 = ulangan ke-4
57
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Februari 1989 di Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara (pemekaran dari Kab. Tapanuli Selatan), Provinsi Sumatera Utara. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, putra dari Bapak Ir Birma Siregar dan Ibu Ir Hati Dermawan Siregar. Penulis lulus dari SDN Sibatang Kayu pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 4 Padang Bolak dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas dari SMA Negeri 1 Padang Bolak Julu pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Pada tahun pertama kuliah, penulis menjabat sebagai ketua (komti) di kelas B27 TPB dan juga menjadi ketua lorong 9 gedung C2 asrama putra TPB. Pada periode 2007/2008 penulis aktif di organisasi kampus yaitu sebagai pengurus pada Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia LDK DKM Al-Hurriyyah IPB. Penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah (OMDA) Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan (Imatapsel) Bogor dan menjabat wakil ketua pada periode kepengurusan 2008/2009 serta menjabat ketua umum pada periode 2009/2010. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) Fakultas Pertanian IPB di Desa Cipetung, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah pada bulan Juni – Agustus tahun 2010. Kepanitiaan terakhir yang pernah diikuti oleh penulis di kampus yaitu pada kegiatan Seminar dan Lokakarya Nasional Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian se-Indonesia (FKPTPI) tahun 2013 yang diselenggarakan di kampus IPB – Bogor.