perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DESAIN INTERIOR GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA DI SURAKARTA
(Dengan Pendekatan Eklektik)
TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh YUNITA EKA WAHYUNINGTYAS C0805034
JURUSAN DESAIN INTERIOR FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DESAIN INTERIOR GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA DI SURAKARTA (Dengan Pendekatan Eklektik)
Disusun oleh YUNITA EKA WAHYUNINGTYAS C0805034
Telah Disetujui Oleh Pembimbing Untuk di Uji di Hadapan Dewan Penguji
Disetujui oleh :
Pembimbing I
Pembimbing II
Iik Endang Siti W, S.Sn, M.Ds NIP. 19771027 20011 2 002
Anung B Studyanto, S.Sn, MT NIP. 19710816 200501 1 001
Mengetahui Ketua Jurusan Desain Interior
Drs. Rahmanu Widayat, M. Sn. NIP. 19621221 commit 199201 to user 1 001 ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Telah disahkan dan dipertanggungjawabkan pada sidang Tugas Akhir Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Kamis, Tanggal 30 Juli 2010
Penguji Jabatan
Nama
Ttd.
1. Ketua Sidang
Mulyadi, S. Sn, M. Ds.. NIP. 19730702 200212 1 001
2. Sekretaris
Drs. Soepriyatmono, M. Sn NIP. 19560117 198811 1 001
3. Penguji I
Iik Endang Siti W, S.Sn, M.Ds NIP. 19771027 20011 2 002
4. Penguji II
Anung B Studyanto, S.Sn, MT NIP. 19710816 200501 1 001
Mengetahui : Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Ketua Jurusan Desain Interior
Drs. Soedarno, M.A Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn NIP. 19530315 198506 1 001 NIP. 19621221 199201 1 001 commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Yunita Eka Wahyuningtyas
NIM
: C 0805034
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Tugas Akhir berjudul “Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta Dengan Pendekatan Eklektik” adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan dibuatkan orang lain. Hal-hal yang bukan dalam Laporan Tugas Akhir ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar Sarjana.
Surakarta, September 2010 Yang membuat pernyataan
Yunita Eka Wahyuningtyas NIM. C0805034
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Tetaplah bergerak maju, sekalipun lambat Karena tetap dalam keadaan bergerak, anda menciptakan kemajuan. Jauh lebik baik bergerak maju, sekalipun pelan, daripada tidak bergerak sama sekali”
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada : 1. Mama
&
Papa,
atas
semua
perjuangannya hingga penulis berhasil meraih gelar sarjana. 2. Adik-adikku Rivo dan Reza yang selalu memberiku semangat. 3. Seto
Satrio,
bantuan,
untuk
motivasi,
segala
macam
dukungan
dan
semangat yang selalu diberikan kepada penulis. 4. Keluarga besar penulis, atas doa dan dukungannya. 5. Teman-teman
interior,
khususnya
angkatan 2005. Semoga selau terjalin persahabatan ini. 6. Sahabat-sahabat penulis, atas doa dan commit to user dukungannya. vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb Tiada kata terindah selain ucapan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mendapat bimbingan dan kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir dengan judul “Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa Dengan Pendekatan Eklektik”. Dalam meyelesaikan Tugas Akhir ini tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi, akhirnya penulis dapat menyelesaikan dengan baik berkat bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Drs. Sudarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn, selaku Ketua Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ibu Iik Endang S.W, S.Sn, M.Ds, selaku Pembimbing I, yang telah membimbing penulis sejak penyusunan Kolokium hingga Tugas Akhir dan selaku Dosen Koordinator Tugas Akhir. Terima kasih atas bimbingan dan waktunya 4. Bapak Anung B. Studyanto, S.Sn, M.T, selaku Pembimbing II, yang telah memberi masukan, kemudahan dan bimbingan selama Tugas Akhir. 5. Bapak Drs. IF. Bambang Sulistyono, Sk, MT, selaku Pembimbing Akademik penulis. Terima kasih atas waktu dan bimbingannya. 6. Bapak Mulyadi, S.Sn, M.Ds, selaku Ketua Sidang Tugas Akhir penulis. commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Bapak Drs. Soepriyatmono, M.Sn, selaku Sekretaris Sidang Tugas Akhir penulis. 8. Seluruh dosen Jurusan Desain Interior FSSR UNS, atas segala ilmu dan bimbingan yang telah diberikan. 9. Kedua orangtua serta kedua adik penulis, yang telah senantiasa tulus memberikan doa, cinta dan kasih sayang serta perjuangannya untukku. 10. Seto Satrio, atas segala perjuangan, bantuan, ilmu, perhatian, waktu, kasih sayang dan semuanya, terima kasih banyak. 11. Teman-teman seperjuangan di interior, Dinar, Citra, Charlie, Ima, Defi, Upie, Ajar, Putro, Bolod, Upret, Tika, Gabug, Jalu, Bima, Koyok, Dafi, Bangun, Kezit, Kresna, Gepeng, Giring, Budi dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaannya selama ini dan bantuan selama proses TA. Semoga persahabatan ini sampai kakek-nenek. 12. Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis selama penyusunan Tugas Akhir. Tiada sesuatu apapun yang dapat penulis persembahkan selain do’a semoga Allah SWT memberi imbalan sesuai dengan jasa dan keikhlasan amalnya, Amin. Penulis menyadari Tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, segala kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan hati yang terbuka, sehingga karya ini akan lebih sempurna.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb Penulis commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAKSI
Yunita Eka Wahyuningtyas. C0805034. 2010. Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa Dengan Pendekatan Eklektik. Tugas Akhir. Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam perancangan ini adalah : (1) Bagaimana menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional? (2) Bagaimana menentukan interior yang mampu mewujudkan gaya interior eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa sebagai wadah pelestarian kebudayaan? (3) Bagaimana menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung agar dapat menarik animo pengunjung dan memenuhi persyaratan fungsi ruang yang dapat menjadi daya dukung optimal bagi pengunjung sebagai penikmat seni pertunjukan tradisional Jawa? Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan fasilitas atau wadah untuk menampilkan seni pertunjukan tradisional Jawa dengan menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional (2) Dapat menciptakan interior yang mampu mewujudkan konsep eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) dengan mengangkat tema pewayangan yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai wadah pengenalan kebudayaan. (3) Menyediakan suatu rancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang sehingga pengunjung mendapatkan kenyamanan serta tertarik saat menonton pertunjukan sehingga yang disampaikan dapat diterima secara efektif. Untuk mendapatkan hasil yang maksimum berdasarkan data – data yang akurat, maka metode yang digunakan ada 2 tahap pokok yang digunakan oleh peneliti, yaitu: (1) Metode observasi yaitu mengadakan observasi langsung atau tidak langsung dengan studi pengamatan lapangan, wawancara dan studi literatur melalui buku – buku, koran, majalah, internet ataupun referensi – referensi lain yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sehingga mampu dapat menyelesaikan permasalahan. (2) Metode analisis yaitu menganalisis data – data di lapangan, dengan mengaitkan kajian teoritis yang kemudian dianalisis. Dari analisa tersebut dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Membuat konsep perwujudan dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta yang mampu menjadikannya sebagai sarana hiburan rakyat dan sarana pendidikan dalam rangka melestarikan budaya seni tradisional Jawa. (2) Penggunaan warna dan bentuk yang sesuai dengan tema akan membangun suasana para pengunjung. (3) Karakter ruang sangat membantu dalam menciptakan kenyamanan dan commit to user keamanan bagi pengunjung. ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL ...........................................................................................
i
PERSETUJUAN..................................................................................................
ii
PENGESAHAN...................................................................................................
iii
PERNYATAAN...................................................................................................
iv
MOTTO................................................................................................................
v
PERSEMBAHAN................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR.........................................................................................
vii
ABSTRAKSI........................................................................................................
ix
DAFTAR ISI........................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL................................................................................................
xv
DAFTAR BAGAN...............................................................................................
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah..............................................................
1
B. Batasan Masalah.........................................................................
4
C. Rumusan Masalah.......................................................................
4
D. Sasaran........................................................................................
5
E. Tujuan.........................................................................................
6
F. Manfaat.......................................................................................
6
G. Metodologi...............................................................................
7
H. Sistematika Pembahasan..........................................................
8
KAJIAN PUSTAKA
8
A. Pengertian Judul..........................................................................
10
B. Tinjauan Khusus Gedung Pertunjukan.......................................
11
1. Tinjauan dan Latar Belakang Bentuk Teater………………..
11
2. Pengertian Gedung Pertunjukan atau Pementasan………….
13
3. Tinjauan Bentuk Panggung (Stage)…………………………
16
commit to user a. Interior Panggung..............................................................
16
BAB II
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Panggung dan Perlengkapannya………………………....
18
c. Pengertian Auditorium…………………………………..
21
C. Tinjauan Khusus Interior Sistem………………………………
22
1. Pencahayaan...........................................................................
22
2. Penghawaan............................................................................
29
3. Akustik...................................................................................
30
a. Syarat – Syarat Akustik dalam Ruang Tertutup…………
31
b. Standarisasi akustik unsur ruang………………………...
36
D. Tinjauan Khusus Seni Pertunjukan Tradisional Jawa…………
44
1. Sejarah Seni Pertunjukan........................................................
44
2. Nilai-nilai Dalam Seni Pertunjukan Tradisional……………
45
3. Fungsi
Seni Pertunjukan Tradisional di Masyarakat
Pendukungnya………………………………………………
49
4. Tantangan Seni Pertunjukan Tradisional di Masa Depan…..
52
5. Seni Pertunjukan Tradisional di Surakarta………………….
56
E. Tinjauan Umum Kota Surakarta……………………………….
59
1. Letak, Luas dan Batas……………………………………....
59
2. Keadaan Sosial Budaya……………………………………..
60
3. Potensi Pariwisata Kota Surakarta…………………………
61
4. Kebijaksanaan Pemerintah Daerah Kota Madya Dati II
F. BAB III
Surakarta di Bidang Pariwisata……………………………..
65
5. Arah Pengembangan Kota Surakarta……………………….
66
Tinjauan Konsep Eklektik……………………………………...
68
TINJAUAN LAPANGAN
73
A. Tinjauan Lapangan Gedung Wayang Orang Sriwedari…….......
73
1. Sejarah Singkat…………………………………………….
73
2. Lokasi………………………………………………………
73
3. Sirkulasi…………………………………………………….
74
4. Organisasi Ruang……………………………………….......
75
5. Elemen Pembentuk Ruang………………………………….
76
6. Interior Sistem………………………………………………
77
7. Furniture…………………………………………………..... commit to user
78
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Tinjauan Lapangan Auditorium RRI Surakarta…………………
BAB IV
82
1. Sejarah Singkat…………………………………………….
82
2. Lokasi………………………………………………………
82
3. Aktivitas dan Fasilitas……………………………………..
82
4. Organisasi Ruang……………………………………….......
84
5. Sirkulasi……………………………………………………..
85
6. Elemen Pembentuk Ruang………………………………….
86
7. Interior Sistem………………………………………………
87
8. Furniture………………………………………………….....
92
9. Warna……………………………………………………….
93
10. Elemen Dekoratif…………………………………………...
94
11. Faktor Keamanan…………………………………………..
95
12. Struktur Organisasi……………………………………...
96
PROGRAM DAN IDE GAGASAN
97
A. PROGRAM PERANCANGAN..................................................
97
1. Langkah Kerja......................................................................
97
2. Pengertian Proyek................................................................
99
3. Asumsi Lokasi.....................................................................
99
4. Struktur Organisasi..............................................................
100
5. Status Badan Usaha………………………………………
101
6. Aktivitas dan Fasilitas…………………………………….
101
7. Sistem Operasional………………………………………..
103
8. Kebutuhan Ruang………………………………………...
104
9. Besaran Ruang……………………………………………
106
10. Hubungan Antar Ruang…………………………………...
109
11. Sirkulasi……………………………………………….......
110
12. Sistem Organisasi Ruang…………………………………
112
13. Zoning dan Grouping……………………………………...
115
14. Elemen Pembentuk Ruang………………………………...
125
a. Lantai............................................................................
125
b. Dinding.........................................................................
128
c. Langit-Langit................................................................ commit to user
133
xii
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V
digilib.uns.ac.id
15. Interior Sistem……………………………………………..
136
a. Pencahayaan..................................................................
136
b. Penghawaan..................................................................
141
c. Akustik..........................................................................
141
16. Sistem Keamanan………………………………………....
144
17. Furniture…………………………………………………...
145
B. IDE GAGASAN........................................................................
147
1. Konsep.................................................................................
147
2. Tema……………………………………………………….
147
3. Suasana…………………………………………………….
150
4. Aspek Dekorasi dan Warna………………………………..
152
a. Elemen Dekorasi...........................................................
152
b. Warna............................................................................
154
KEPUTUSAN DESAIN
156
A. KESIMPULAN........................................................................... 1.
Perancangan Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta..............................................
2.
156
156
Konsep Perancangan Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta………………………..
156
3.
Zoning dan Grouping...........................................................
157
4.
Tema dan Warna..................................................................
158
5.
Elemen Pembentuk Ruang...................................................
159
6.
Interior Sistem......................................................................
160
7.
Sistem Keamanan.................................................................
161
B. SARAN......................................................................................
162
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
164
LAMPIRAN.........................................................................................................
166
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Akustik dinding panggung Gambar 2. Contoh plafon area penonton Gambar 3. Contoh desain area penonton Gambar 4. Contoh area penonton Gambar 5. Contoh dinding area penonton Gambar 6. Contoh lantai area penonton Gambar 7. Peta Kota Solo Gambar 8. Peta Surakarta Gambar 9. Pencahayaan buatan pada area panggung Gambar 10. Penggunaan AC split dan box speaker Gambar 11. Furniture pada lobby Gambar 12. Furniture ruang penonton Gambar 13. Pada ruang rias berupa seperangkat meja rias beserta kursi Gambar 14. Ruang kantor pengelola Gambar 15. Ruang pengiring gamelan Gambar 16. Suasana saat pementasan wayang orang Gambar 17. Pementasan wayang orang Sriwedari Gambar 18. Sky Light pada lobby Gambar 19. Ruang penonton Gambar 20. Panggung Gambar 21. Ruang pengiring Gambar 22. Kipas angin pada ceiling Gambar 23. Jendela pada lobby Gambar 24. Sound System pada samping panggung Gambar 25. Mixer untuk pengeras bunyi Gambar 26. Ruang kostum Gambar 27. Kursi penonton Gambar 28. Furniture pada lobby Gambar 29. Warna pada dinding Gambar 30. Relief pada dinding lobby Gambar 31. Kolom pada lobby Gambar 32. Tabung pemadam kebakaran Gambar 33. Peta Lokasi Gambar 34. Sirkulasi Gambar 35. Zoning Terpilih Gambar 36. Grouping Terpilih Gambar 37. Sofa R.Tunggu Gambar 38. Perspektif lesehan cafe Gambar 39. Perspektif R.pamer Gambar 40. Contoh tokoh wayang berupa Gatotkaca Gambar 41. Perspektif interior stage Gambar 42. Contoh gambar berupa gunungan Gambar 43. Zoning Terpilih commit to user Gambar 44. Grouping Terpilih xiv
Hal 38 39 41 40 41 42 60 74 77 77 78 79 79 80 80 81 81 88 88 89 89 90 90 91 91 92 92 93 93 94 94 95 100 114 123 124 145 146 150 151 151 153 157 158
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3.
Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi Organiasasi Ruang Gedung Wayang Orang Sriwedari Elemen Pembentuk Ruang Gedung Wayang Orang Sriwedari Tabel 4. Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI Tabel 5. Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI Tabel 6. Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI Tabel 7. Organisasi Ruang Gedung Pertunjukan RRI Tabel 8. Aktifitas dan Fasilitas Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa Tabel 9. Rencana ruang pada Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa Tabel 10. Rencana besaran ruang pada Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa Tabel 11. Sistem Organisasi Ruang Tabel 12. Elemen Pembentuk Ruang pada Lantai Tabel 13. Elemen Pembentuk Ruang pada Dinding Tabel 14. Elemen Pembentuk Ruang pada Langit-langit Tabel 15. Elemen Pembentuk Ruang Tabel 16. Interior Sistem
Hal 16 76 76 83 84 84 85 103 105 108 113 128 132 136 160 161
DAFTAR BAGAN Hal Bagan 1. Sirkulasi Pengunjung Gedung Wayang Orang Sriwedari Bagan 2. Sirkulasi Penglola Gedung Wayang Orang Sriwedari Bagan 3. Sirkulasi Seniman Gedung Wayang Orang Sriwedari Bagan 4. Pola Sirkulasi Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI Bagan 5. Pola Sirkulasi Pengelola Gedung Pertunjukan RRI Bagan 6. Pola Sirkulasi Pengelola Gedung Pertunjukan RRI Bagan 7. Struktur Organisasi Bagan 8. Langkah Kerja Perencanaan Bagan 9. Pola Pemikiran Bagan 10.Struktur Organisasi Bagan 11. Hubungan antar ruang Bagan 12. Sirkulasi Pengelola Bagan 13. Sirkulasi Karyawan Bagan 14. Sirkulasi Pengunjung Bagan 15. Sirkulasi Seniman commit to user xv
74 75 75 85 86 86 96 97 98 100 109 110 110 111 111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user xvi
DESAIN INTERIOR GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA DI SURAKARTA (Dengan Pendekatan Eklektik) Yunita Eka Wahyuningtyas1 Iik Endang Siti W, S.Sn, M.Ds2 Anung B Studyanto, S.Sn, MT3
ABSTRAK 2010.. Tugas Akhir. Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam perancangan ini adalah : (1) Bagaimana menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional? (2) Bagaimana menentukan interior yang mampu mewujudkan gaya interior eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa sebagai wadah pelestarian kebudayaan? (3) Bagaimana menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung agar dapat menarik animo pengunjung dan memenuhi persyaratan fungsi ruang yang dapat menjadi daya dukung optimal bagi pengunjung sebagai penikmat seni pertunjukan tradisional Jawa? Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan fasilitas atau wadah untuk menampilkan seni pertunjukan tradisional Jawa dengan menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional (2) Dapat menciptakan interior yang mampu mewujudkan konsep 1
Mahasiswa Jurusan Desain Interior dengan NIM C0805034 Dosen Pembimbing I 3 Dosen Pembimbing II 2
eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) dengan mengangkat tema pewayangan yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai wadah pengenalan kebudayaan. (3) Menyediakan suatu rancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang sehingga pengunjung mendapatkan kenyamanan serta tertarik saat menonton pertunjukan sehingga yang disampaikan dapat diterima secara efektif. Untuk mendapatkan hasil yang maksimum berdasarkan data – data yang akurat, maka metode yang digunakan ada 2 tahap pokok yang digunakan oleh peneliti, yaitu: (1) Metode observasi yaitu mengadakan observasi langsung atau tidak langsung dengan studi pengamatan lapangan, wawancara dan studi literatur melalui buku – buku, koran, majalah, internet ataupun referensi – referensi lain yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sehingga mampu dapat menyelesaikan permasalahan. (2) Metode analisis yaitu menganalisis data – data di lapangan, dengan mengaitkan kajian teoritis yang kemudian dianalisis. Dari analisa tersebut dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Membuat konsep perwujudan dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta yang mampu menjadikannya sebagai sarana hiburan rakyat dan sarana pendidikan dalam rangka melestarikan budaya seni tradisional Jawa. (2) Penggunaan warna dan bentuk yang sesuai dengan tema akan membangun suasana para pengunjung. (3) Karakter ruang sangat membantu dalam menciptakan kenyamanan dan keamanan bagi pengunjung.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan tradisional saat ini mulai terdesak oleh seni budaya modern yang lebih disukai oleh berbagai kalangan. Hal ini disebabkan kemasan seni pertunjukan modern lebih menarik jika dibandingkan dengan seni pertunjukan tradisional, sehingga sebagian masyarakat khususnya kaum muda lebih menyukai seni budaya modern. Seni pertunjukan tradisional merupakan tinggalan leluhur nenek moyang, memiliki nilai-nilai kehidupan manusia yang menarik untuk dilihat dan dihayati sebagai kesenian tradisional daerah. Namun, seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi dan sejenisnya yang dengan mudah dapat mengakses seni budaya modern, kesenian tradisional semakin terdesak keberadaannya, dan tidak mustahil akan hilang jika tidak ada upaya menghidupkannya kembali. Selain surga bagi wisata kuliner, sebagai kota budaya kota Solo tentu saja juga memiliki beragam stok wisata budaya. Salah satu wisata budaya di kota Solo yang dapat dinikmati setiap malam adalah pertunjukan kesenian wayang orang. Masyarakat tinggal mengunjungi gedung wayang orang yang berada di komplek Taman Hiburan Rakyat Solo. Kondisi wayang orang legendaris Sriwedari di Kota Solo kini semakin memprihatinkan. Bukan hanya penonton yang nyaris tidak pernah memadati pertunjukannya. Tetapi kesan sebagai kesenian yang pernah menjadi indikator citra commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa pun tak tampak lagi. Padahal kota Solo merupakan kota budaya, sehingga adanya gedung wayang orang menjadi salah satu ikon budaya Solo. Bahkan, tak ditemukan lagi kesan gebyar kebesarannya, seperti pada masa jayanya sekitar tahun 1970-an. Tata lampu, teknik pemanggungan, dan penampilan pemain kurang mencerminkan sebagai pelakon wayang profesional yang menjadi kegandrungan penonton, seperti layaknya dulu. Setiap malam wayang orang Sriwedari memang masih terus pentas, ada atau tidak ada penonton. Namun, kesannya hanya sekadar menunjukkan bahwa wayang orang masih ada. Kebutuhan masyarakat Solo akan sarana rekreasi yang bersifat mengenal kebudayaan Jawa merupakan suatu harapan bagi semua masyarakat, sehingga tercipta sarana rekreatif namun tetap ada unsur edukatif. Banyak alternatif cara dalam usaha mewujudkannya diantaranya seperti pembangunan sebuah sarana kebudayaan Jawa. Contohnya sebuah gedung pertunjukan seni tradisional jawa yang dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi daerah Surakarta yang merupakan aset tujuan pariwisata bagi wisatawan domestik maupun mancanegara merupakan salah satu alternatif yang sangat baik. Gedung pertunjukan seni tradisional jawa merupakan suatu pusat bagi masyarakat Surakarta mengingat salah satu bentuk seni tradisional jawa yang menyajikan salah satu pertunjukan seni yaitu cerita wayang berdasarkan pada cerita Ramayana atau Mahabarata yang mengandung filosofi dan tertanam pada jiwa bangsa Indonesia. Banyak permasalahan yang muncul dalam usaha mewujudkannya karena masyarakat sekarang tidak terlalu tertarik untuk kembali mengenal kebudayaan tempo dulu, misalnya wayang orang yang merupakan salah satu warisan budaya Jawa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Untuk itu bagaimana caranya membuat masyarakat tertarik untuk datang mengunjunginya. Dengan adanya ciri khas yang dimiliki oleh gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini maka akan semakin menambah keunikan tersendiri bagi suatu karya desain. Gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang lain sebagai pemenuh kebutuhan para pengunjung diantaranya ruang pertunjukan dengan penataan akustik dan tata lampu yang baik sehingga berbeda dari gedung pertunjukan seni yang selama ini ada di Surakarta. Kenyamanan penonton dan pengunjung juga menjadi pertimbangan dalam mendesain gedung pertunjukan seni tradisional jawa. Adanya fasilitas souvenir shop yang menjual miniatur atau replika tokoh pewayangan dan juga cafe yang nenghadirkan suasana tradisional yang menghadirkan karakter-karakter tradisional pada display ruang maupun pelayanan café itu sendiri. Sebuah persembahan yang berguna bagi masyarakat tentunya bila dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi para pengunjung akan kebudayaan Jawa yang semakin dilupakan. Banyak nilai edukatif dan rekreatif yang bisa kita gali (eksplorasi) dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini, dan kedepan nantinya kita akan gunakan sebagai batu loncatan untuk mengembangkan sebuah kebudayaan yang bermanfaat dan implikasinya adalah masyarakat semakin mencintai kebudayaannya sendiri. Dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini tidak menuntup kemungkinan bagi para masyarakat umum maupun pelajar mendapatkan pengetahuan dan juga sebagai sarana commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
riset bagi para pelaku seni yang menekuni bidang seni pertunjukan tradisional jawa untuk mendapatkan referensi sebagai penyempurnaan seni yang sudah ada .
B. Batasan Masalah
1.
Pembahasan diutamakan dalam lingkup disiplin interior
2.
Perencanaan ditekankan pada masalah interior dalam gedung pertunjukan seni tradisional Jawa dengan mempertimbangkan tuntutan dan persyaratan aktivitas dan pelaku aktivitasnya dapat diwadahi, dan rekreatif sebagai salah satu upaya menarik pengunjung, serta edukatif dengan menciptakan gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai bangunan dan lingkungan yang berbeda dengan yang ada disekitarnya.
3.
Fasilitas utama ruangan yang terdapat dalam gedung pertunjukan seni tradisional Jawa ditekankan pada: a. Ruang utama pertunjukan (auditorium) b. Ruang Pendukung - Hall / Lobby - Cafe - Ruang Pamer
C. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional. 2.
Bagaimana menentukan interior yang mampu mewujudkan gaya interior eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa sebagai wadah pelestarian kebudayaan.
3.
Bagaimana menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung agar dapat menarik animo pengunjung dan memenuhi persyaratan fungsi ruang yang dapat menjadi daya dukung optimal bagi pengunjung sebagai penikmat seni pertunjukan tradisional Jawa.
D. Tujuan
Tujuan dari desain interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa adalah: 1.
Menyediakan fasilitas atau wadah untuk menampilkan seni pertunjukan tradisional Jawa dengan menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional.
2.
Dapat menciptakan interior yang mampu mewujudkan konsep eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) dengan mengangkat tema pewayangan yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai wadah pengenalan kebudayaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
2. Menyediakan suatu rancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang sehingga pengunjung mendapatkan kenyamanan serta tertarik saat menonton pertunjukan sehingga yang disampaikan dapat diterima secara efektif.
E. Sasaran
1.
Sasaran desain Adapun dari sasaran desain adalah pemenuhan kebutuhan fungsional dari
gedung pertunjukan seni tradisional Jawa itu sendiri, antara lain kebutuhan akan sarana gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang tanpa mengabaikan segi estetis sehingga diharapkan pengunjung dapat menikmati pertunjukan dengan nyaman, sehingga tujuan dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa tersebut dapat terpenuhi secara maksimal. 2.
Sasaran pengunjung Seluruh pengunjung gedung pertunjukan seni tradisional Jawa baik dari
kalangan umum (wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik), pengunjung umum maupun akademisi baik dari kalangan pelajar , pakar seni, pengamat seni dan lain sebagainya.
F. Manfaat Manfaat dari desain interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa ini bagi :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
1. Mahasiswa, khususnya desain interior adalah untuk menambah wawasan tentang perancangan gedung pertunjukan untuk melestarikan seni pertunjukan tradisional Jawa dan ikut berperan dalam menumbuhkan kesadaran akan arti pentingnya budaya tradisional Jawa dalam bentuk perancangan interior. 2. Masyarakat, adalah banyak nilai
edukatif dan rekreatif yang bisa digali
(eksplorasi) dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional Jawa ini, dan kedepan nantinya dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mengembangkan sebuah kebudayaan yang bermanfaat dan implikasinya adalah masyarakat semakin mencintai kebudayaannya sendiri 3. Pelaku seni, sebagai sarana riset bagi para pelaku seni yang menekuni bidang seni pertunjukan
tradisional
Jawa
untuk
mendapatkan
referensi
sebagai
penyempurnaan seni yang sudah ada . 4. Pemerintah, adalah memberi masukan suatu perancangan gedung pertunjukan yang didalamnya mencakup beberapa unsur kebudayaan menjadi satu rangkaian sarana hiburan dengan tujuan untuk mengangkat kembali kejayaan seni tradisional Jawa yang makin ditinggalkan.
G. Metodologi Metodologi yang akan digunakan sebagai dasar penyusunan sehingga mencapai hasil sesuai dengan tujuan dari desain interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa adalah : 1. Metodologi Pembahasan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Untuk mendapatkan hasil yang maksimum berdasarkan data – data yang akurat, maka metode yang digunakan : a. Metode Observasi Yaitu mengadakan observasi langsung atau tidak langsung dengan studi pengamatan lapangan, wawancara dan studi literatur melalui buku – buku, koran, majalah, internet ataupun referensi – referensi lain yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sehingga mampu dapat menyelesaikan permasalahan. b. Metode Analisis Menganalisis data – data di lapangan, dengan mengaitkan kajian teoritis yang kemudian dianalisis. Diharapkan tinjauan tersebut akan mengilhami berbagai karya desain dan alternatif – alternatif yang matang.
H. Sistematika Pembahasan
1. BAB I (PENDAHULUAN) Pendahuluan mencakup latar belakang masalah yang meliputi peranan dan keberadaan gedung pertunjukan seni tradisional Jawa, pembahasan dan perumusan masalah, sasaran, tujuan dan manfaat serta metodologi yang meliputi metode dan sistematika pembahasan. 2. BAB II (LANDASAN TEORI) Mengemukakan tentang landasan teori tentang proyek desain interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang meliputi tentang persyaratan ruang pertunjukan, ruang penonton, dan ruang pendukung lainnya yang di dalamnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
mencakup pengertian, fungsi, klasifikasi, sirkulasi, komponen pembentuk ruang, sistem interior, sistem keamanan, dll serta merupakan hasil studi observasi di lapangan, sebagai dasar acuan atas pemilihan lokasi perencanaan, maupun sebagai bahan pembanding dan bahan pengayaan bagi proses analisis dari konsep desain interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa. 3. BAB III (TINJAUAN LAPANGAN) Merupakan hasil studi observasi di lapangan, sebagai dasar acuan atas pemilihan lokasi perencanaan, maupun sebagai bahan pembanding dan bahan pengayaan bagi proses analisis dari konsep desain interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa. 4. BAB IV (PROGRAM DAN IDE GAGASAN) Perancangan yang diperoleh dari kajian teori dan hasil observasi lapangan yang merupakan titik tolak dasar konsep perencanaan dan perancangan interior ruang utama pertunjukan dan ruang pendukung lainnya pada gedung pertunjukan seni tradisional Jawa. 5. BAB V (KESIMPULAN) Merupakan kesimpulan dari proses analisis sekaligus merupakan konsep Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Judul Pengertian dari judul Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta dengan Pendekatan Eklektik adalah sebagai berikut: Interior
: Ruang dalam suatu bangunan (Ensiklopedia Indonesia, 1989, hal : 195)
Desain Interior
: Merencanakan, menata dan merancang ruang-ruang interior dalam bangunan. (Francis D.K. Ching, Desain Interior, 1996, hal 46)
Seni pertunjukan
: Merupakan ekspresi dari perseorangan atau komunitas dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang. (Drs. Sujarno, Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai, Fungsi dan Tantangannya, 2003, hal: 23)
Eklektik
: Gaya eklektik sendiri dikenal dalam istilah interior sebagai gaya gado-gado, yang merupakan paduan dari beragam selera gaya. (http:okezone.com)
Jadi Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta dengan Pendekatan Eklektik adalah suatu proses, pembuatan, commit tempat to user pertunjukan yang menampung merancangkan, merencanakan desain
10
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
kegiatan manuasia untuk mengekspresikan dari perseorangan atau komunitas dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang ruang dalam suatu bangunan yang berupa tempat pertunjukan seni tradisional Jawa untuk melengkapi fasilitas hiburan yang ada di Surakarta dengan perpaduan desain interior dari berbagai gaya atau disebut eklektik.
B. Tinjauan Khusus Gedung Pertunjukan 1. Tinjauan dan Latar Belakang Bentuk Teater Kata “teater” sebenarnya merupakan istilah seni yang dipertunjukkan. Istilah ini berasal dari Yunani yaitu “theatron” yang berarti “tempat pertunjukan”. Teater disini tidak sebatas pada pengertian saja tetapi lebih dari itu. Secara tersirat teater mengandung pengertian : teater adalah suatu kegiatan manusia yang secara sadar menggunakan tubuhnya sebagai alat atau media utama untuk menyatakan rasa dan karsanya, mewujudkan dalam suatu karya (seni). Didalam menyatakan rasa dan karsanya itu, alat atau media utama tadi ditunjang oleh unsur gerak, unsur suara, dan bunyi, serta unsur rupa. Unsur – unsur teaternya menurut urutan sebagai berikut : a. Tubuh manusia sebagai alat/ media utama (pemeran/ pemain) b. Gerak sebagai unsur penunjang (gerak, tubuh, suara, bunyi, rupa) c. Suara sebagai unsur penunjang (kata atau ucapan pemeran) d. Bunyi sebagai unsur penunjang (efek bunyi benda, musik) e. Rupa sebagai unsur penunjang (cahaya, sinar lampu, skeneri, kostum, tata rias) Sedangkan pengertian teater dalam arti luas adalah segala bentuk tontonan yang dipertunjukkan banyak orang. Misalnya wayang orang, commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketoprak, lenong, dan lain sebagainya. Sebagai seni yang dipertunjukkan, teater paling tidak harus memiliki tiga elemen pokok, yaitu : Penonton, dalam pentas teater tidak mengenal kedudukan pria, wanita , tua, muda, dan anak – anak. Secara naluriah, manusia dipengaruhi oleh sikap dan tindakannya. Kemauan pergi ke teater karena mereka ingin mengetahui. Berawal dari sinilah mereka pergi untuk melihat, menghayati, serta menikmati pertunjukan yang disajikan. Karena ia menikmati, menyaksikan dan melihat maka ia disebut sebagai penonton. Pertunjukan teater tidak lengkap tanpa adanya penonton, karena pokok dari penyajian adalah untuk mengubah, mempengaruhi, membawa penonton kesuasana kehidupan yang sebenarnya dan diharapkan dapat terlihat langsung dalam pertunjukan. Tempat, jika dilihat dari perkembangannya teater pada mulanya merupakan wujud pemujaan/ upacara sakral. Hingga perkembangan selanjutnya berubah dari upacara pemujaan menjadi akting, dengan sendirinya berpengaruh juga pada bentuk ruang teater. Mula – mula tapal kuda atau setengah lingkaran, sering disebut “theatre in the round”. Tempat pementasan yang baik adalah adanya hubungan yang baik antara pemain dengan penonton. Tempat pertunjukan yang dipilih pada ruang tertutup atau terbuka. Tempat merupakan elemen kedua yang harus ada. Penyaji, elemen ini merupakan elemen yang paling penting karena tanpa penyaji pertunjukan tidak pernah ada. Penyaji adalah semua orang yang terlibat dalam pertunjukan. Biasanya mereka terdiri dari penata lampu, penata laku, penata kostum, penata panggung, perancang dekorasi, dan masih banyak lainnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
Bentuk fisik ruang teater sekarang ini mengacu pada perkembangan teater di Eropa. Sejarah yang panjang mengenai ruang pertunjukan dapat dilihat pada sejarah perkembangan teater atau ruang pertunjukan. (Yuni Kristanti, 2008, Hal: 29-31) 2. Pengertian Gedung Pertunjukan atau Pementasan Ruang pertunjukan atau ruang pentas adalah merupakan sarana yang senantiasa menjadi wahana utama dalam mewujudkan adanya interaksi suatu pementasan sebagai bentuk aktivitas. Pengertian ruang yang berkaitan dengan seni pertunjukan ini sebenarnya terbats pada fungsinya yang secara praktis dapat dikategorikan dalam 4 macam klasifikasi: Akting area atau panggung Auditorium atau ruang penonton Auxilary working storage atau penunjang Storage space atau ruang pengadaan/gudang Keempat komponen tersebut merupakan suatu kesatuan yang saling mendukung dalam menyiapkan dan melaksanakan kegiatan/ aktivitasyang berhubungan dengan suatu pementasan. Keempat ruang tersebut mempunyai hubungan berantai dalam proses interaksi. Secara fungsional, organisasi ruang pertunjukan dikelompokkan menjadi tiga bagian sebgai berikut: a.
Ruang utama, yaitu ruang yang berfungsi sebagai tempat untuk menampung penonton.
b.
Ruang penunjang, berupa reception (bagian penerimaan) yang terdiri dari kantor, tempat penyimpanan pakaian dan sebagainya. commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
Ruang perlengkapan, berupa panggung utama, panggung sayap, daerah belakang panggung, gudang layar pertunjukan, bengkel kerja, ruang latihan, dan sebagainya. Adapun
kebutuhan ruang
pertunjukan
secara
umum
dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: a.
Perangkat ruang pentas, yang terdiri dari: Raung persiapan (Auxilary working storage), ruang yang berfungsi sebagai tempat pengontrol suara dan cahaya untuk daerah panggung yang biasanya digunakan untuk mengawasi suara pemain dalam pertunjukan yaitu agar pemain tersebut dapat mengetahui bagaimana suara sesungguhnya dapat diterima penonton dan dapat digunakan untuk mengatur cahaya yang ditujukan ke panggung. Ruang tatarias, yaitu ruang yang berfungsi sebagai ruang pengarahan dan merupakan daerah lounge para pemain juga digunakan untuk berlatih sementara menunggu untuk tampil. Raung pementasan, yaitu ruang yang disebut panggung yang dipakai pemain atau actor dalam pementasan. Panggung ini terpisah dan mempunyai bukaan bertingkat, dari sinilah penonton melihat pertunjukan telah berlangsung.
b.
Perangkat ruang penonton, yang terdiri dari: Ruang tunggu, yaitu serambi merupakan ruangan besar atau aula masuk dari sebuah gedung pertunjukan. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pintu masuk (entrance dan lobby), menurut Poerwodarminto pintu berarti gerbang atau lawang yang digunakan untuk menunjukkan arah keluar dan masuk. Ruang duduk, bahwa ruang duduk dalm ruang pertunjukan merupakan ruang yang memungkinkan penonton untuk bersantai, duduk atau berbincang-bincang dengan santai sambil menunggu pertunjukan dimulai. Ruang auditorium, pada dasarnya auditorium merupakan suatu ruang dimana sejumlah besar penonton dapat ditampung menikmati suatu pertunjukan dengan kenyamanan visual dan auditori yang memadai. Rauang loket karcis, merupakan sarana pelengkap yang selalu ada pada setiap gedung pertunjukan. Loket karcis merupakan bagian pertama sebuah gedung pertunjukan yang akan selalu dilalui penonton. Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi Pembagian
Jenis
Perangkat ruang
a. Ruang persiapan
- Auxiliary working
pentas
b. Ruang pementasan
- Proscenium dan apron
c. Ruang pengiring
- Pit atau orchestra
Perangkat ruang
a. Serambi
- Foyer
penonton
b. Jalan masuk
- Entrance
c. Ruang duduk
- Auditorium
d. Fasilitascommit lain to user
- Loket, lavatory, cafetaria
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perangkat ruang
a. Gudang
pendukung
b. Ruang untuk alat dekor
Storage, scenary space
c. Ruang untuk gladi Tabel. 1. Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi Sumber : skripsi Yuni Kristansi. 2008. Perancangan dan Perancanaan Gedung Wayang Orang di Surakarta. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS 3. Tinjauan Bentuk Panggung (Stage) a.
Interior Panggung Panggung (stage) adalah ruang yang umumnya menjadi orientasi
utama dalam sebuah auditorium. Ruangan ini diperuntukan bagi penyaji untuk mengekspresikan materi yang akan disajikan. Bentuk dan dimensi panggung sangat bermacam-macam. Saat ini dikenal pula panggung permanen dan semi permanen, yaitu panggung dengan bebtuk, peletakan, dan dimensi yang dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan. Panggung semacam ini umumnya ditempatkan pada auditorium multifungsi. Menurut Christina E. Mediastika, Ph.D dalam bukunya “Akustika Bangunan” bahwa bentuk dan tingkat komunikasinya dengan penonton, panggung dapat dibedakan menjadi empat jenis: 1) Panggung Proscenium Bentuk dan peletakan panggung yang disebut proscenium adalah peletakan konvensional, yaitu penonton hanya melihat tampilan penyaji dari arah depan saja. Komunikasi antara penyaji dan penonton pada panggung semacam ini sangat minim. Komnikasi yang dimaksud adalah tatapan mata, perasaan kedekatan antara penyaji dengan penonton, dan commit to user keinginan penonton untuk secara fisik terlibat dengan materi yang
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
disajikan. Panggung semacam ini lebih cocok dipergunakan untuk model sajian yang tidak membutuhkan tingkat komunikasi yang tinggi, seperti misalnya pertunjukan seni tari klasik atau seni musik klasik. (Christina E. Mediastika, Ph.D, 2005: 93-94) 2) Panggung Terbuka Masyarakat awam seringkali salah paham menganggap bahwa semua auditorium yang tidak beratap adalah panggung terbuka. Panggung terbuka adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pengembangan dari panggung proscenium yang memiliki sebagian area panggung menjorok ke rah penonton, sehingga memungkinkan penonton bagian depan untuk menyajikan penyaji dari arah samping contohnya catwalk tempat peragaan busana. Komunikasi antara penyaji dan penonton pada panggung semacam ini lebih baik dan lebih terbangun. Pada panggung terbuka ini, baik penyaji maupun penonton berada di dalam ruangan yang beratap. 3) Panggung Arena Panggung arena adalah panggung yang terletak di tengah-tengah penonton, sehingga penonton dapat berada pada posisi di depan, di samping, atau bahkan dibelakang penyaji. Panggung semacam ini biasanya dibuat semipermanen dalam sebuah auditorium multifungsi. Komunikasi antara penyaji dan penonton dapat berlangsung denagan baik. Panggung arena seringkali dibuat dapat berputar sehingga penonton pada sisi yang berbeda dapat melihat penyaji dari semua sudut. 4) Panggung Extended
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bentuk
panggung
extended
adalah
pengembangan
dari
bentuk
proscenium yang melebar kea rah samping kiri dan kanan. Bagian pelebaran atau perluasan ini tidak dibatasi dengan dinding samping, sehingga penonton dapat menyajikan penyaji dari arah samping. Bentuk panggung ini sanagt cocok digunakan untuk sajian acara yang terdiri dari beberapa bagian pertunjukan, seperti sajian music dan mungkin pula dilengkapi denagn sajian lawak/komedi. Masing-masing bagian sajian tersebut dapat menempati sisi panggung yang berbeda, sehingga persiapan set
(dekorasi)
masing-masing
panggung
tidak
saling
mengganggu. b. Panggung dan Perlengkapannya Perlengkapan panggung sebagai berikut : 1) Pit atau sudut orkes, yakni sebuah lantai yang rendah di depan panggung yang diperlukan untuk orkes. 2) Apron atau serambi panggung, yaitu bagian lantai panggung yang paling depan dibatasi garis layar dan ujung panggung yang menjorok ke auditorium. 3) Pelengkung
proscenium,
yaitu
lubang
proscenium
yang
memperlihatkan batas antara penonton dan pemeran yang biasanya disertai kain – kain untuk menutupi sebagain panggung yang tidak perlu dilihat penonton. 4) Layar asbestos, yaitu layar dibelakang proscenium yang tahan api dengan maksud untuk menghindari menjalarnya kebakaran ke commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
tempat lain apabila sewaktu – waktu terjadi kebakaran di belakang panggung. 5) Layar utama, yaitu salah satu layar yang memilki kedudukan penting dalam hubungannya dengan identitas teater yang dipasang pada saat panggung beum dibuka. 6) Layar layang, gedung teater yang memiliki ketinggian yang wajar dengan perlengkapan sistem bandul keseimbangan sering layar utamanya dikerjakan dengan layar layang. Cara kerja layar layang hamper tidak mengeluarkan bunyi pada saat layar tersebut bergerak. 7) Layar tarik, yaitu layar yang terjadi dari dua bidang yang bertemu dan membuka di tengah apabila masing – masing bidang ditarik kepinggir sisi kiri kanan pelengkung proscenium. 8) Layar tab, yaitu layar yang bekerja melalui dua utas tali atau lebih yang ditarik menelusuri cincin pada layar. Apabila cincin itu disusun secara diagonal maka layar akan membuka dan menutup secara diagonal dan apabila dipasang secara vertical akan membuka secara vertical. 9) Layar gulung, umumnya digunakan pada gedung teater yang kecil dan sempit. Digunakan oleh teater – teater lama pada kereta – kereta Teater Keliling abad 19. 10) Tiser dan Tormentor, yaitu kain penghalang yang dipasang diatas panggung paling depan menyilang horizontal dan ukurannya lebih besar dari border dipasang diganti pada sebatang pipa gantungan dengan sistem bandul. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
11) Jembatan lampu, yaitu untuk menggantungkan lampu – lampu juga untuk menggantungkan kain border ke satu. Jembatan lampu ini tergantung kain pada dua pasang tali atau kawat (slink) pada sistem bandul keseimbangan sehingga jembatan lampu dapat dinaikkan atau diturunkan menurut kebutuhan. 12) Para – para, adalah jajaran kayu dan besi yang disusun berderet letaknya diatas panggung kurang lebih dua meter dibawah atap dan memenuhi seluruh ruangan. Para – para adalah tempat kedudukan keekan tali penggantung layar, lampu, dan sebagainya. 13) Sistem bandul keseimbangan, yaitu merupakan cara penggerekan yang dipandang naik dan mudah. Di dalam sistem bandul keseimbangan ini utasan tali diganti dengan kawat baja yang bekerja mulai dari batang gantungan menuju ke para – para masuk kebiji kerekan lalu menuju ke salah satu panggung tempat induk kerekan. 14) Siskorama, adalah layar berbentuk tiga sisi yang sudut – sudutnya dapat dilengkungkan untuk memberikan efek kedalaman layar belakang set eksterior langit atau cakrawala atau efek kedalaman yang luar biasa. 15) Penutup lantai panggung, adakalanya bagian penting daerah permanan panggung ditutup dengan kain terpal atau lapisan karet tipis. Biasanya berwarna cokelat tua atau abu – abu kehijauan atau kehitaman. Penutup ini dipasang hingga lantai panggung depan termasuk batas layarnya melampaui 1 atau 1,5 m di depan pelengkung proscenium. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
a.
21 digilib.uns.ac.id
Pengertian Auditorium Auditorium berasal dari kata audiens (penonton/penikmat) dan rium (tempat), sehingga auditorium dapat diartikan sebagai tempat berkumpulnya penonton untuk menyaksikan suatu acara tertentu. Berdasarkan jenis aktivitas yang dapat berlangsung di dalammya, maka suatu auditorium dibedakan jenisnya menjadi: a.
AUDITORIUM UNTUK PERTEMUAN, yaitu auditorium dengan aktivitas utama percakapan, seperti untuk seminar, konferensi, rapat besar. Kriteria waktu dengung 0 – 1 detik, idealnya 0,5detik.
b.
AUDITORIUM UNTUK PERTUNJUKAN SENI, yaitu auditorium dengan aktivitas utama sajian kesenian, seperti seni musik dan tari. Secara akustik jenis auditorium ini masih dapat dibedakan lagi menjadi auditorium yang menampung aktivitas musik saja dan menampung aktivitas musik sekaligus gerak. Kriteria waktu dengung 1 – 2 detik, ideal 1,5detik.
c.
AUDITORIUM UNTUK MULTIFUNGSI, yaitu auditorium yang tidak dirancang secara khusus untuk fungsi percakapan atau musik, namun sengaja dirancang untuk berbagai keperluan tersebut, termasuk pameran produk, perhelatan pernikahan, dan lain-lain. Memiliki penyelesaian interior yang fleksibel untuk menjaga kualitas akustik pada setiap kegiatan yang diselenggarakan. Model yang dapat digunakan sistem geser (sliding), sistem gulung (rolling) dan sistem bongkar pasang (knockdown). (Christina E. Mediastika, Ph.D, 2005: 91) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
C. Tinjauan Khusus Interior Sistem 1.
Pencahayaan Pencahayaan merupakan salah satu elemen terpenting dalam interior. Dengan pencahayaan yang bagus, setiap ruang dapat tampil lebih indah dan berfungsi lebih efektif. Cahaya dipakai untuk menerangi obyek agar tercipta suasana yang lebih indah dan eksotis. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan antara lain fungsi ruang, karakter bangunan, karakter penghuni, kegiatan penghuni, juga suasana yang ingin diciptakan. Seiring dengan perkembangan jaman, pencahayaan kini juga memiliki fungsi dalam menunjang keindahan. Oleh karena itu, perkembangan pencahayaan bukan lagi di pandang sebagai kebutuham primer, tetapi sudah menjadi kebutuhan sekunder dan tersier tergantung dari fungsi cahaya itu sendiri. Hal tersebut menyebabakan kebutuhan akan pencahayaan jadi semakin meningkat. a.
Macam-macam Sumber Cahaya 1) Sumber Cahaya Alami (Natural Lighting) Sumber cahaya alami adalah adalah suatu sistem pencahayaan yang menggunakan sumber cahaya alam yaitu sinar matahari. Sifat dari sistem ini hanya sementara, artinya hanya pada waktu matahari terbit hingga tenggelam, jadi tidak dapat dimanfaatkan sepanjang hari. .Fungsi dari adanya sistem pencahayaan alami adalah: Sumber cahaya diwaktu pagi hingga petang hari Menciptakan adanya cahaya pantul sebagai unsur estetik Memberikan cahaya yang sangat terang saat pagi hingga sore hari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
Dari fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa hanya pada waktu pagi hingga sore hari saja kita dapan memperoleh pencahayaan alami dari sinar matahari. Sehingga apabila malam telah tiba harus menggunakan bantuan lampu atau yang disebut dengan pencahayaan buatan. Menurut jenis pemakaiannya, sistem pencahayaan alami dibagi menjadi 2 yaitu : Sistem pencahayaan alami langsung (direct lighting) Sistem pencahayaan ini langsung diterima oleh tanpa ruangan tanpa adanya suatu penghalang. Cahaya ini langsung masuk ke dalam ruangan melalui jendela kaca maupun aksen sirkulasi cahaya yang lain seperti pintu, kaca-kaca hias yang terpasang di dinding sebagai unsur estetis maupun lubang-lubang dinding yang dimaksudkan untuk masuknya cahaya matahari. Sistem pencahayaan alami tak langsung (indirect ligthting) Sistem pencahayaan ini tidak langsung diterima oleh suatu ruangan tetapi merupakan cahaya pantul yang didapat dari sinar matahari. Sehingga sinar matahari yang datang lalu diterima oleh benda pemantul baru benda tersebut memantulkan cahayanya kedalam ruangan tersebut. Benda yang digunakan untuk memantulkan sinar matahari dapat berupa kaca, cermin, aluminium maupun benda-benda lain yang dapat memantulkan bayangan. Oleh karena itu hasil dari pantulan sinar matahari tadi dapat diolah maupun dibuat sebagai unsur estetis ruangan dengan melalui pemantulan tersebut. 2) Sumber Cahaya Buatan (Artificial Lighting) commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Suatu sistem pencahayaan menggunakan sumber cahaya buatan, seperti: lampu, armatur, dan peralatan yang memendarkan cahaya. Sifat dari cahaya buatan juga sementara, karena hanya dipergunakan pada waktu malam hari saja sebagai sinar tambahan untuk menerangi suatu ruangan / bangunan. Adapun fungsi dari cahaya buatan: Mendukung pencahayaan dalam ruangan yang tidak terjangkau pencahayaan siang hari. Digunakan bersama dengan natural light untuk mereduksi terang gelapsumber cahaya langit. Menciptakan kondisi penerangan dalam ruang menurut aktifitas dan kebutuhan. Sejalan dengan perkembangan teknologi dan innováis desain, cahaya buatan dapat dipermainkan sesuda hati. Menggunakan dimmer, intensitas cahaya dapat diatur sekehendak hati untuk memperoleh suasana yang sesuai dengan mood. Ini berbeda dengan matahari, intensitas dan warna cahaya alam ini sangat tergantung dengan lokasi dan waktu. b.
Fungsi Pencahayaan Pengaturan cahaya (pencahayaan) yang baik membuat ruangan tertentu menjadi nyaman untuk dijadikan tempat beristirahat. Memahami fungsi pencahayaan merupakan hal yang penting dalam mengatur cahaya. Pencahayaan dibagi menjadi tiga funsi, yaitu general lighting (sumber penerangan utama), task lighting endukung aktivitas tertentu/khusus), commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan decorative/accent lighting (dekorasi sebagai aksen ruang dan obyek). Adapun funsi-fungsi pencahayaan tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) General Lighting General lighting atau kadang disebut ambience lighting merupakan fungsi dasar cahaya, yaitu cahaya dituntut harus ada di seluruh ruang tertentu. Cahaya di sini berfungsi sebagai penerangan utama, sifat penyinarannya merata dan harus menerangi seluruh ruang. Dalam memenuhi fungsi ini, lampu yang digunakan biasanya lampu yang memiliki watt besar agar cahayanya cukup untuk menerangi seluruh bagian ruang. Lampu tersebut diosisikan di tengah atau titik pusat bidang di plafon. Namun, bila diinginkan variasi, lampu dapat diletakkan di setiap
sudut-sudut
ruang
yang
dinyalakan
bersamaan
sehingga
menghasilkan pencahayaan merata. Jenis lampu yang digunakan sebaiknya bersifat memancar ke segala arah secara merata, baik secara langsung mauun tidak langsung (indirect light/lampu yang dipantulkan ke plafon, sementara lampunya sendiri tersembunyi). Namun, harus diperhatikan bahwa dalam keadaan bagaimana pun sumber lampu dibuat jangan terlihat langsung oleh mata, baik dengan cara disembunyikan atau diselubungi oleh bahan berendar. General lighting juga meliputi sinar alami yang masuk ke ruang tertentu. Sinar matahari ini pun diusahakan jangan langsung menyilaukan mata. Jika situasinya mengharuskan, buatlah saringan cahya matahari di tempat masuknya sehingga dapat mengurangi pantulan cahaya yang ditimbulkannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
2) Task Lighting Task lighting adalah pencahayaan setempat dengan tujuan untuk mendukung aktivitas yang membutuhkan cahaya lebih terang seerti membaca, memasak, dan pekerjaan lainnya. Lampu yang digunakan untuk task lighting sebaiknya memunyai sinar cukup terang dan dapat diarahkan atau difokuskan pada titik tertentu. Agar efisien, task lighting sebaiknya ditempatkan sedekat mungkin dengan obyek pencahayaan. Menurut hokum kebalikan kuadrat (inverse square law) dari ilmuoptika dinyatakan bahwa jarak cahaya yang diperjauh dua kali akan mengurangi terang cahaya sebanyak pangkat dua dari nilai terang sebelumnya, yaitu empat kali. Diperjauh tiga kali, kekuatan cahaya akan berkurang sembilan kali, dan seterusnya. Tentu saja harus dipertimbangkan juga segi kepraktisan dan kenyamanan pengguna lampu tersebut, terutama mengenai panas dan silaunya lampu. Untuk task lighting sebaiknya digunakan lampu atau unit pencahayaan yang memancar hanya ke satu arah, yaitu ke tempat bidang. 3)
Decorative/accent lighting Untuk fungsi yang terakhir ini, cahaya lebih berperan dalam segi
estetika. Cahaya berfungsi menonjolkan nilai keindahan obyek pada ruang atau desain dari ruang itu sendiri. Untuk memenuhi fungsi dekoratif tersebut, lampu dapat diletakkan, misalnya di dinding yang disebut sebagai latar suatu obyek. Variasi peletakan lampu ini masih banyak tergantung pada kreasi anda sesuai dengan keadaan atau ambience yang ingin ditimbulkan. Selain itu, lampu yang digunakan pun commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
daat menjadi elemen dekoratif tersendiri. Jenis dan variasi bentuk yang telah ada dipasaran sangat beraneka ragam. Desain kap lampu yang unik atau elegan pun memiliki nilai keindahan tersendiri bila disesuaikan dengan tema ruang yang ada. c.
Standart Penerangan Buatan Khusus pada Gedung Pertunjukan Pencahayaan panggung yaitu pencahayaan yang ditujukan pada daerah panggung, berfungsi untuk menerangi daerah panggung. 1) Fungsi Penerangan Panggung Untuk dapat terlihat jelas dan teliti bagian – bagian pementasan adegan yang dipertunjukkkan. Untuk dapat menimbulkan suatu perasaan penonton terhadap pertunjukan itu sendiri, atau membentuk suasana ruang, Untuk membantu membentuk suatu komposisi panggung Untuk membentuk efek – efek pada panggung. 2) Area Pencahayaan Panggung Pencahayaan panggung terdiri dari tiga area penting, yaitu : Lighting The Actor Yaitu pencahayaan yang ditujukan untuk menerangi pemain/ pementas. Untuk pencahayaan pemain biasanya digunakan lampu jenis Follow Spot Light, Reflector Spot Light, dan Profile Spot Light. Letak lampu tersebut ada yang digantung, berdiri atau stand, dan diletakkan di lantai. Lighting The Acting Area commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Yaitu pencahayaan yang ditujukan untuk menerangi/ memberi efek pada panggung. Untuk pencahayaan area panggung biasa digunakan lampu jenis Fresnel Spot Light, Fresnel Down Light, Border Light, dan Striplight. Letak lampu tersebut ada yang digantung, atau ditanam pada lantai. Lighting The Background & Effect Yaitu memberi penerangan dan efek pada panggung/ latar belakang panggung. Untuk pencahayaan latar belakang panggung biasa digunakan lampu jenis Striplight, Fresnel Light, Border Light, Fan Light, dan Rotary Light. Tata letaknya ada yang digantung, diletakkan pada lantai atau dengan stand. 3) Jenis Lampu Panggung Pencahayaan yang digunakan khusus untuk kepentingan penampilan di panggung diantaranya : “Follow Spot Light”, yaitu lampu yang memiliki sinar langsung dan dapat diarahkan kepada yang dituju. Lampu ini dapat diputar ke segala arah dengan kekuatan yang cukup tinggi (5001500 watt). “Foot Light”, yaitu deretan lampu yang ditanam pada pinggir panggung depan menggunakan reflector dari metal agar tidak menyilaukan penonton tapi dapat menimbulkan efek ke arah panggung. “House Light”, yaitu deretan lampu yang ditanam pada langit – lanit panggung dan dari to samping commit user panggung.
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengontrolan lampu – lampu tersebut dilakukan dari ruang control cahaya, sedangkan untuk mengatur letak dan posisi lampu – lampu tersebut dicapai melalui „cat walk’ di atas plafon. (Yuni Kristanti, 2008, Hal: 99-101) 2.
Penghawaan Merupakan usaha mengatur kebutuhan manusia akan udara atau hawa untuk kelangsungan hidupnya tanpa adanya kenyamanan suhu yang memadahi, penonton tidak akan dapat sepenuhnya menikmati pertunjukan yang disajikan. Adanya sirkulasi udara yang lancar memungkinkan ruangan berada dalam suhu dan kelembaban yang wajar dan nyaman. Dilihat dari cara kerjanya, ventilasi dapat dibadakan menjadi dua, yaitu : Ventilasi alamiah Bertujuan mendapatkan kenyamanan udara bagi pemakai ruangan dengan aturan suhu, kelembaban dan sirkulasi udara dalam ruang tergantung pada faktor alam antara lain kecepatan angin, karena gerakan atau aliran yang bergerak, orientasi wadah kegiatan. Ventilasi buatan Aliran udara diperoleh dengan menggunakan alat bantu seperti kipas angin dan lain sebagainya. Penghawaan diperlukan pada teater karena tidak memungkinkan perlubangan yang dapat mengakibatkan kebocoran suara sehingga tercipta kondisi akustik yang tidak baik. Standart kenyamanan ruang : - Temperatur udara
: 180-250 C
- Kelembaban
: 40-70 % commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
- Pergerakan udara
: 0,1-0,5 m/detik
Penghawaan buatan dalam hal ini adalah penghawaan air conditioner (AC) yang macamnya terdiri dari : - Window Unit, yaitu AC yang digunakan pada ruang – ruang kecil dimana sistem mekanisnya terdapat dalam satu unit yang kompak. - Split Unit, yaitu AC yang digunakan untuk satu atau beberapa ruang, sedang kelengkapan untuk evaporator terpisah pada tiap ruang. - Central AC yaitu AC yang digunakan untuk ruang luas dan perlengkapan keseluruhannya terletak diluar ruangan kemudian didistribusikan ke ruangruang melalui ducting dan berakhir dengan aliran diffuser. (Pamudji Suptandar, Interior Design,1982, Hal: 85) 3.
Akustik Sebelum membahas lebih mendalam mengenai akustik dalam ruang auditorium, perlu kiranya kita tinjau kembali keberadaan ruang-ruang yang dibutuhkan di dalam bagunan auditorium. Secara garis besar ruang-ruang di dalam auditorium dapat dibedakan menjadi: Ruang-ruang utama, yang meliputi: ruang panggung dan ruang penonton, baik ruang penonton lantai satu maupun balkon. Ruang-ruang pendukung, yang meliputi: ruang persiapan pementasan, toilet, kafetaria, hall, ruang tiket, dan lain-lain. Ruang-ruang servis, yang meliputi: ruang generator, ruang pengendali udara, gudang peralatan, dan lain-lain. Keberadaan ketiga kelompok ruang tersebut saling mendukung untuk commit to user menampung aktivitas yang terjadi dalam auditorium, namun demikian
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hanya ruang utamalah yang membutuhkan penyelesaian akustik secara mendalam. Oleh karena itu hanya ruang-ruang tersebutlah yang akan dibahas lebih jauh. Meski demikian, sangat disarankan agar ruang-ruang servis yang menghasilkan kebisingan tambahan diletakkan terpisah atau cukup jauh dari ruang utama. Sedangkan untuk ruang pendukung, peletakannya secara umum selalu berdekatan dengan ruang auditorium. Peletakan ini juga kan sangat memudahkan penyaji dan pengunjung ketika meraka membutuhkan ruang-ruang tersebut. (Christina E. Mediastika, Ph.D, 2005: 93) a.
Syarat – Syarat Akustik dalam Ruang Tertutup Sebuah auditorium merupakan suatu ruangan yang mempunyai permasalahan akustik ruang cukup kompleks, berikut ini adalah persyaratan kondisi mendengar yang baik di dalam sebuah auditorium : 1) Harus ada kekerasan (loudness) yang cukup dalam tiap bagian auditorium terutama ditempat-tempat duduk yang jauh. 2) Energi bunyi harus didistribusikan secara merata (terdifusi) dalam ruang. 3) Karakteristik dengung optimum harus disediakan dalam auditorium untuk memungkin penerima bahan acara yang paling banyak disukai penonton dan penampilan acara yang paling efisien oleh pemain. 4) Ruang baru bebas dari cacat akustik seperti gaung, pemantulan yang berkepanjangan (long delayed) reflection, gaung, pemusatan bunyi, distorsi, bayangan dan resonansi ruang. commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Bising dan getaran yang akan menganggu atas pementasan harus dihindari atau dikurangi dengan cukup banyak dalam tiap bagian ruang. Dari tuntutan di atas yang harus dipenuhi bagi sebuah gedung pertunjukan adalah sebagai berikut : 1) Kekerasan yang cukup Masalah utama kekerasan bunyi dalam sebuah ruanagn auditorium merupakan hal klasik yang selalu dicoba dipecahkan sesuai dengan tuntutan masing – masing gedung, karena dalam sebuah auditorium energi bunyi yang dipancarkan akan diserap oleh penonton, tempat duduk, dan bahan pembentuk ruang yang lainnya, maka diperlukan sebuah kekerasan tertentu yang mewadahi sehingga gelombang bunyi diterima oleh semua penonton dalam sebuah gedung pertunjukan. Pemantul bunyi yang ditempatkan dengan benar selain menguatkan energi bunyi juga menimbulkan suatu kondisi lingkungan yang dikenal dengan efek ruang. Hal in tercapai bila pendengar mnerima bunyi dari berbagai arah, gejala ini sangat khas untuk ruang – runag tertutup, tetapi hilang sama sekali pada gedung pertunjukan yang terbuka. 2) Difusi bunyi Difusi merupakan salah satu cara untuk menyebarkan suara ke seluruh ruangan yang merata. Untuk memperoleh penyebaran commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bunyi yang merata dan sempurna dalam suatu ruangan maka dapat digunakan cara sebagai berikut ini : -
Membuat permukaan ruang menjadi tidak teratur (langit – langit, dinding, atau dekorasi di dalam ruangan) harus banyak digunakan dan cukup besar untuk menangani penyebaran bunyi dalam ruang.
-
Untuk ruang dengan kapasitas kecil penggunaan permukaan yang tidak teratur kadang sulit untuk diwujudkan namun untuk ruang seperti ini difusi bunyi dapat dicapai dengan penggunaan bahan penyerap bunyi dan pemantul bunyi secara bergantian meningkatkan faktor difusi di dalam ruang.
-
Penggunaan akustik diffuser (penyebar akustik) dalam ruangan relative besar akan membantu meningkatkan difusitas ruang tersebut.
3) Pengendalian dengung Dengung
dalam
sebuah
ruangan
disebabkan
karena
pemantulan berulang – ulang suatu sumber bunyi, karena cukup banyak sumber bunyi pada sebuah pementasan maka meningkat pula factor kemungkinan terjadinya dengung dalam ruang pertunjukan tersebut.
Pengendalian
dengung
dapat
dilakukan
dengan
memanfaatkan rumus Sabine. Dari rumus tersebut dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : - Semakin besar volume ruang, maka makin panjang RT commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
- Semakin banyak penyerapan yang terjadi dalam ruang maka semakin rendah RT (waktu dengung dalam detik). 4) Cacat akustik Cacat akustik yang terjadi dalam sebuah ruangan auditorium adalah : a) Gema Gema merupakan cacat akustik yang paling berat, gema merupakan pengulangan bunyiasli yang dapat didengar dengan cukup jelas ke telinga pendengar, gema terjadi bila selang minimum sebesar 1/25-1/10 detik terjadi antara bunyi pantul denganbunyi langsung yang berasal dari sumber bunyi yang sama. Salah satu penyebab potensial gema dalam sebuah gedung pertunjukan adalah dinding belakang yang langsung berhadapan dengan sumber bunyi, hal ni dapat dihindari dengan penempatan balkon atau penggunan formasi tertentu pada dinding. Untuk menghindari gema dilakukan dengan mengatur permukaan
pemantul
dalam
ruang
potensial
yang
menyebabkannya, dengan berbagai cara, yaitu : - Memasang bahan penyerap bunyi pada permukaan pemantul yang menyebabkan cacat bunyi. - Permukaan tersebut dibuat difusi atau menyebar. - Pengaturan posisi permukaan agar dapat menghasilkan waktu tanda pemantulan yang singkat (Leslei L. Doelle & Lea Prasetyo, 1990 : 149)
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Gaung Gaung terdiri dari gema – gema kecil yang berurutan dengan cepat dan dapat dicermati dengan indera pendengar kita. Misalnya bunyi tepuk tangan atau bunyi ledakan kecil, dengan melakukan eliminasi permukaan pemantulan yang sejajar atau berhadap – hadapan serta melakukan pemasangan bahan penyerap bunyi pada dinding pemantul, dapat mengurangi dan menghilangkan gaung. c) Pemusatan bunyi Pemusatan bunyi disebabkan karena pemantulan bunyi terhadap
permukaan
cekung,
sehingga
mengakibatkan
munculnya suatu lokasi khusus di daerah penonton yang disebut sebagai hot spot, yang pada lokasi tersebut mempunyai intensitas cukup tinggi. Bila tidak dihindari penggunaan ruang cekung dan tidak terputus, maka pemusatan bunyi diatasi dengan mengarahkan titik hot spot ke atas penonton atau menggunakan lapisan penyerap bunyi di sepanjang permukaan lengkung tersebut serta penggunaan system pengeras suara yang tepat agar dapat mengeliminasi cacat akustik tersebut. d) Ruang Gandeng Ruang gandeng biasanya sering terjadi pada dengung dengan penataan ruang yang mengakiatkan beberapa ruang dapat terhubung langsung dengan ruang pertunjukan, misalnya sebuah lobby dengan ruang pertunjukan, diantara kedua ruangan commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut dihubungkan dengan sebuah pintu dimana penonton dapat duduk dekat dengna pintu yang menghubungkan ke lobby tersebut, hal ini mengakibatkan dua buah ruang menjadi satu atau bergabung sehingga kondisi akustik ruang tadi terganggu, efek yang terjadi ini dapat diatasi dengan menyamakan nilai RT dari ke dua ruangan tersebut. e) Distorsi Distorsi adalah perubahan kualitas bunyi musik yang tidak dikehendaki dan terjadi karena tidak seimbangnya penyerapan bunyi yang sangat banyak oleh permukaan batas pada frekuensi yang berbeda. Hal ini dapat dihindari bila lapisan – lapisan akustik yang digunakan mempunyai karakteristik penyerapan yang seimbang dengan frekuensi radio. f)
Bayangan bunyi Bayangan bunyi dapat diamati di bawah balkon yang menonjol terlalu ke dalam suatu ruang udara suatu auditorium, ruang di bawah balkon yang mempunyai kedalaman lebih dari dua kali tinggi balkon harus dihindari, karena akan menghalangi penyebaran bunyi pada tempat duduk yang paling jauh.
b.
Standarisasi akustik unsur ruang 1) Akustik lantai panggung Agar semua penonton dapat menyaksikan penyaji dengan baik, lantai panggung biasanya dibuat lebih tinggi daripada lantai commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penonton yang paling bawah. Perbedaan tinggi berkisar setengah ketinggian badan manusia pada umumnya split level 80 – 90 cm. Pada panggung yang terletak di dalam ruang tertutup dan digunkan untuk menyajikan acara yang menghasilkan bunyi, lantai panggung tersebut sebaiknya dilapis dengan bahan tebal lunak yang mampu meredam bunyi seperti penggunaan karpet tebal. Lapisan lantai yang menyerap/memantulkan suara disesuaikan dengan tuntutan kegiatan, untuk bahan reflektor dapat dengan lantai parquette, untuk yang meredam dapat dengan lantai karpet tebal. 2) Akustik dinding panggung a) Pada bentuk panggung proscenium, terbuka, dan extended, panggung memiliki dinding pembatas, yaitu di bagian belakang serta samping kiri dan kanan. b) Dinding bagian belakang panggung umumnya didesain relatif mendatar dengan bahan penyerap suara, agar tidak memantulkan suara kembali kepada penaji yang dapat menimbulkan suara bias. c) Pada panggung yang memiliki dinding pembatas samping, sebaiknya dipilih bahan yang menyerap suara, agar suara tidak bias; atau dilapisi bahan pemantul dengan memposisikan pada sudut terbuka keluar atau model sirip membuka ke arah area penonton. d) Panggung yang dinding sampingnya membuka kea rah penonton, dapat memanfaatkan dinding sampingnya itu untuk commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memantulkan suara ke rah penonton, sehingga memperkuat suara yang terjadi tanpa bantuan peralatan listrik.
Gambar.1 Akustik dinding panggung (Sumber : Architectural Acoustics,1988) 3) Akustik plafon panggung 1) Ketinggian plafon panggung sangat bermacam-macam dan biasanya
bergantung
dimensi
ruang
auditorium
secara
keseluruhan. Peletakan plafon yang terlalu rendah kurang baik bagi lantai penonton yang dibuat bertrap. Plafon raung pangguang
sebaiknya
diselesaikan
dengan
bahan
yang
memantulkan, agar pada keadaan tanpa bantuan peralatan elektronik (sound sistems) suara dari penyaji dapat disebarkan ke arah penonton. 2) Bentuk dan perletakan plafon dengan bahan yang memantulkan, munculnya suara pantulan tidak lebih lama dari1/20 detik sura asli.
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar.2 Contoh plafon area penonton (Sumber : Architectural Acoustics,1988)
4) Area penonton Selain panggung, raung penonton adalah ruangan yang sangat penting. Ruangan ini harus didesain sedemikian rupa agar penonton merasa nyaman saat menyaksikan sajian. a) Dasar pertimbangan: kenyamanan audio dan visual b) Strategi
teknis:
desain
area
penonton
sebaiknya
tidak
memanjang ke belakang, jarak maksimal 25 – 30 meter; kemampuan manusia melihat secara jelas dan nyaman berada pada sudut 20o kanan-kiri atau total
40o. Oleh karena itu,
idealnya dibuat panggung yang lebarnya tidak melebihi lebar bagian depan lantai penonton. c) Posisi penonton ke arah panggung sekitar 100o kanan-kiri dari ujung depan kanan-kiri panggung.
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar.3 Contoh desain area penonton (Sumber : Architectural Acoustics,1988)
Gambar.4 Contoh area penonton (Sumber : Architectural Acoustics,1988) 5) Akustik dinding area penonton a)
Penyelesaian dinding ini dapat didesain dinding ganda, yaitu sebagai insulasi bunyi dari luar dan untuk meningkatkan kualitas bunyi dalam ruang.
b) Untuk pemantulan suara berada pada batas-batas bunyi dengung, tidak semua bagian dinding dirancang untuk memantulkan bunyi, yaitu di dekat area penonton bagian commit to userarea penonton. belakang dan dinding belkang
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c)
Bentuk dinding yang membentuk sudut meruncing ke arah penonton sebaiknya dihindarkan, pilih dinding yang sejajar atau dinding membentuk sudut melebar ke arah area penonton, agar tidak terjadi cacat akustik.
Gambar.5 Contoh dinding area penonton (Sumber : Architectural Acoustics,1988) 6) Akustik lantai area penonton a) Lantai penonton dapat diselesaikan mendatar untuk multifungsi kegiatan, namun untuk menampung penonton yang jumlahnya besar akan mendapatkan kualitas visual yang rendah, sehingga penantaan dengan sistem lantai miring (sloped) atau bertrap (inclined) dapat membantu. b) Untuk prinsip terasering (inclined) dapat mengadopsi sitem tangga dengan beda 15 – 25 cm. c)
Jumlah ideal kursi penonton untuk ditata berjajar adalah 12 – 15 buah, dengan asumsi bahwa penonton yang duduk di tengahtengah tidak menempuh perjalanan terlalu jauh ke arah selasar utama.
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Jarak antar kursi dalam baris (depan-belakang) min 86cm dan sirkulasi sehingga jarak 115cm. e) Lantai dilapisai dengan bahan lunak yang mampu menyerap kebisingan.
Gambar.6 Contoh lantai area penonton (Sumber : Architectural Acoustics,1988) 7) Akustik plafon area penonton a) Bentuk dan perletakan plafon diatur agar pemantulan yang terjadi merata dan berlangsung seketika kurang dari 1/20 detik atau jarak tempuh lebih dari 20.7 m, pemantulan ini dapat menguatkan bunyi. b) Penonton yang duduk pada jarak 12m dari panggung dapat mendengar bunyi asli secara baik. c) Bentuk plafon dapat berupa bentuk gerigi, dimana plafon yang menghadap penonton berada diatas panggung berlanjut kearah area penonton yang duduk di belakang, untuk bagian plafon yang mengahdap ke panggung sebaiknya dengan bahan penyerap.
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Prinsip desain akustik auditorium Dalam penanganan desain akustik ruangan, ada beberapa faktor yang seharusnya kita perhatikan untuk mendapatkan kenyamanan akustik, diantaranya adalah : a) Bentuk bidang pembatas ruang yaitu dinding, lantai ataupun langit-langitnya. b) Bahan bidang pembatas ruang, terutama mengenal karakter bahan yang kita pergunakan, diantaranya: - Bahan penyerap nada-nada tinggi Yaitu bahan yang mengandung banyak hawa udara atau berporipori lembut. - Bahan penyerap nada-nada menengah dan rendah Bekerja dengan prinsip pengubahan energi bunyi ke energi mekanis yaitu dengan gerak getaran selaput membran atau pelat yang relatif tipis tetapi padat. c) Memperhatikan metode konstruktif pemasangan bahan dengan pelat dan panel akustik yang tepat. d) Isolasi dinding e) Perletakan program ruang
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Tinjauan Khusus Seni Pertunjukan Tradisional Jawa 1. Sejarah Seni Pertunjukan Kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan yang bersifat universal. Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang keberadaannya sangat diperlukan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Kesenian merupakan sesuatu yang hidup senapas dengan mekarnya rasa keindahan yang tumbuh dalam sanubari manusia dari masa ke masa, dan hanya dapat dinilai dengan ukuran rasa. Seni dalam kehidupan budaya dan masyarakatnya memiliki dimensi dan fungsi yang multi sebagai sosok seni, ia adalah ekspresi estetik manusia yang merefleksi pandanagan hidup, cita-cita, realitas kedalam karya, yang berkat bentuk dan isinyaberdaya
membangkitkan pengalaman tertentu pada
penghayatnya. Seni pertunjukan itu lahir dari masyarakat, dan ditonton oleh masyarakat. Artinya ia lahir dan dikembangkan di tengah, oleh, dan untuk masyarakat. Oleh karena itu seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang tidak bisa dipengaruhi oleh sistem yang ada, seperti sistem kekuasaan, sistem kepercayaan, sistem sosial dan lain sebagainya. Berdasarkan data-data arkeologis, baik dari prasasti, relief candi, maupun dari sumber naskah kuno, dapat diketahui bahwa di Jawa seni pertunjukan sudah dikenal setidaknya pada masa Jawa Kuno, yaitu pada abad VIII M. Periode abad VIII-X dalam sejarah kebudayaan sering disebut sebagai periode Jawa Tengah atau periode klasik tua. Sumber-sumber informasi untuk periode tersebut masih terbatas pada prasasti-prasasti dan relief pada bangunan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
candi. Uraian tentang adanya seni pertunjukan pada masa itu anatara lain dapat diketahui pada prasasti Kuti yang berangka tahun 762 Saka (840 M). -
Seni pertunjukan tradional Jawa sudah dikenal sejak lama. Di
dalam beberapa relief maupun prasasti disebutkan beberapa bentuk pahatan ataupun ukiran yang menggambarkan bagaimana masyarakat Jawa telah berkesenian. Bahkan di dalam relief di candi-candi tertentu ditemukan pula beberapa penggambaran bentuk-bentuk instrumen musik yang berupa kecapi dan celempung pada candi Jago, reyong di candi Ngrimbi, kendhang di candi tegawabgi, gong pada candi Kedato dan candi Panataran, bendhe dan terompet pada candi Sukuh, dan sebagainya. Bila dilihat berdasarkan data yang dikumpulkan diperoleh gambaran sekilas tentang bagaimana seni pertunjukan masa JawaKuna sekitar abad V-XVI yang meliputi seni musik gamelan, seni tari dan lawak topeng, serta wayang. Di dalam catatan sejarah Jawa tidak diketahui sejak kapan bentuk kesenian ini pertama kali dikenal di Jawa. Kemungkinan sejak pertama kali agama Islam mulai diperkenalkan di wilayah Jawa. Dugaan ini mungkin cukup masuk akal mengingat adanya kebiasaan membaca Al Qur‟an sambil melagukan yang sering dilakukan oleh para ulama setiap selesai waktu sholat bahkan oleh penganut biasa yang telah lancer membaca Al Qur‟an. (Drs. Sujarno, Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai, Fungsi dan Tantangannya, 2003, Hal: 23-44) 2. Nilai-nilai Dalam Seni Pertunjukan Tradisional Ada beberapa batasan mengenai arti seni pertunjukan tradisional sebelum dapat mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam seni pertunjukan. Akan lebih baik bila di ungkapkan terlebih dahulu apa seni commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pertunjukan tradisional tersebut. Seni pertunjukan adalah segala sesuatu yang bisa ditonton tersebut harus mempunyai nilai estesis atau keindahan. Selain itu pengertian bahwa seni pertunjukan adalah ekspresi dari suatu komunitas kecil dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang, baik ruang ekonomi,
sosial ataupun politik,
sehingga
tumbuh kesadaran untuk
mempertunjukannya. Ditinjau dari sifat atau esensi dari difinisi seni pertunjukan tersebut terlihat bahwa dalam diri setiap manusia mempunyai sifat dan sikap untuk mengekspresikan dirinya untuk dpaat dilihat oleh orang lain. Jadi sifat dasar untuk mempertunjukan sesuatu kepada orang lain itu ada dalam setiap diri manusia. Kemudian, adanya sikap dasar tersebut dikemas dalam sebuah frame tau bingkai yang digabungkan dalam siatu perilaku manusia yang ditentukan baik secara perseorangan maupun public. Seni pertunjukan sangat bersifat kompleks, sanagt tergantung kepada dimensinya apakah itu seni tari, seni suara, seni rupa, dan lain sebagainya. Keberadaan seni pertunjukan pun sangat tergantung kepada masyarakat yang melingkupi kesenian itu. Seni pertunjukan Jawa dibagi menjadi empat yaitu: Tari rakyat Musik rakyat Drama rakyat Dan seni resitasi rakyat Pembagian ini sebenarnya merupakan rekaan untuk membuat pengelompokan secara sistematis agar lebih mudah untuk memahami. Namun kenyataan yang ada bahwa seni pertunjukan commit to user Jawa pada umumnya merupakan
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
seni pertunjukan total atau total theatre yang didalamya mengandung hampir semua aspek seni pertunjukan. Contoh yang jelas adalah pertunjukan wayang kulit, bahwa di dalam pertunjukan tersebut juga mengandung unsur seni tari dengan cara sang dalang menarikan wayangnya, pengiring atau seni musiknya dengan iringan gamelan. Wayang ini juga mengandung unsur drama, karena menampilkannya melalui karakter-karakternya, serta seni resetasi yang diungkapkan oleh dalang pada saat mengucapkan janturan. Oleh karena itu, hampir setiap kesenian tradisioanal mengandung keempatnya yaitu unsur tari, musik, drama, serta resitasi. Pada tahap perkembangan selanjutnya dilihat dari sifat keseniannya, seni pertunjukan Jawa menjadi dua yaitu seni pertunjukan untuk kepentingan ritual dan seni pertunjukan yang bersifat pseudo-ritual. Maksudnya suatu kesenian yang bersifat “transisi”, dalam arti bahwa bila dikategorikan sebagai bentuk seni pertunjukan sekuler belum sepenuhnya memenuhi persyaratan seni komersial. Di dalam setiap pementasannya, beberapa bentuk kesenian tradisional ini selalu membawakan sebuah misi yang ingin disampaikan kepada para penonton atau para pendengarnya. Dengan demikian sebagai sebuah seni pertunjukan, kesenian-kesenian tradisional selalu melihat atau menampilkan pesan atau nilai-nilai yang sesuai pada masanya. Apakah itu pesan-pesan yang bersifat sosial, politik, moral dan sebagainya. Sebenarnya ada beberapa nilai tertentu yang terdapat disetiap pertunjukan tradisional. Secara garis besar nilai-nilai yang terkandung di dalam seni pertunjukan tradisional dapat digunakan sebagai media pendidikan, media commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
penerangan atau sebagai suatu wadah (wahana) untuk menyampaikan kritik sosial, serta sebagai media hiburan atau tontonan. Nilai-nialai lainnya yang ada dalam seni pertunjukan wayang baik wayang kulit maupun wayang orang antara lain: nilai patriotism, nilai kesetiaan, nilai filsafat, serta nilai tata krama. Nilai patriotisme dari pertunjukan wayang kulit ataupun wayang orang, misalnya dalam beberapa ceritera tentang peperangan Bharata Yudda. Nilai kesetian juga terlihat di dalam cerita seperti Begawan Ciptoning, di sini tampak adanya kesetiaan antara atasan dan bawahan, antara suami dan istri, serta kesetiaan membela tanah air (negara). Di dalam cerita wayang juga terdapat nilai-nilai filsafat, seperti terlihat dalam lakon Dewaruci. Dalam cerita tersebut dikisahkan Bima Sena (werkudara) yang diibaratkan berbadan tinggi besar dapat masuk ke telinga Dewaruci yang badannya jauh lebih kecil. Dalam cerita tersebut sarat dengan pesan-pesan moral yang disampaikan dalang kepada para penonton maupun pendengarnya. Nilai tata karma juga dilihat melalui dialog-dialog yang diucapkan baik oleh dalang (wayang kulit) ataupun dialog anatara tokoh utama dengan para pembantunya dalam wayang orang. Di sini pelaku harus bertindak sesuai dengan kedudukannya. Kalau hal tersebut dilanggar, maka diantara mereka akan terjadi konflik. Dengan kata lain dapat diketahui bahwa dengan melihat seni pertunjukan tradisional baik berupa wayang orang, wayang kulit, ataupun kethoprak, kita suguhkan kepada segala potret kehidupan sehingga dari semua aspek atau pun nilainya penonton dan pendengar dapat memetiknya. Pendek kata melalui media seni pertunjukan ternyata berbagai transformasi nilai-nilai budaya bisa didapat oleh masyarakat. commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Fungsi Seni Pertunjukan Tradisional di Masyarakat Pendukungnya Pada dasarnya seni pertunjukan tradisional secara umum mempunyai empat fungsi utama yaitu: Fungsi ritual Fungsi pendidikan sebagai media tuntunan Fungsi/media penerangan atau kritik sosial Fungsi hiburan atau tontonan a. Fungsi ritual Pada awalnya tumbuhnya seni tradisi bermula dari adanya keperluan-keperluan
ritual.
Seni
yang
dimunculkannya
biasanya
dianalogikan dalam suatu gerak, suara, ataupun tindakan-tindakan tertentu dalam suatu upacara ritual. Maksudnya adalah sebagai ungkapan atau simbol untuk berkomunikasi kepada Yang Maha Kuasa, atau diagungkan. Misalnya saja dari hasiltemuan prasasti POH 905 M yang ditulis oleh Sutter Rein (1940: 3-28) yang disebutkan bahwa pada saat upacara penetapan seina para seniman seperti seniman musik, tari maupun lawak diundang untuk menghadirinya. Mereka juga menggelar pertunjukannya masing-masing baik dari musiknya, tari maupun lawaknya. Dari uraian tersebut jelas terlihat bahwa seni pertunjukan tradisional berfungsi secara ritual yaitu sebgai salah satu prasyarat dalam sebuah acara penobatan seina. Di dalam perkembangan selanjutnya, dewasa ini seni pertunjukan tradisional juga masih dapat memperlihatkan fungsinya secara ritual. Keberadaan pementasan wayang kulit di pedesaan misalnya, masih benyak ditampilkan untuk keperluancommit upacara-upacara ritual seperti untuk keperluan to user
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
upacara bersih desa atau memetri desa, ruwatan, upacara keselamatan individu atau congkokan (memperingati usia 8 windu), untuk upacara tingkepan, untuk upacara jumenengan raja dan sebagainya. Untuk memenuhi fungsi secara ritual ini, seni pertunjukan yang ditampilkan biasanya masih tetap berpijak kepada aturan-aturan tradisi yang berlaku. Seperti untuk pementasan wayang kulit sebelum pertunjukan dimulai, dilengkapi dengan beberapa sesaji yang harus dipenuhi. Sang dalang yang bertanggung jawab dalam pementasan harus benar-benar bersih dan suci. Begitu pula denagn lakon-lakon yang dipilih harus lakon yang suci dan keramat yang juga disesuaikan dengan keperluan/hajatan tertentu. b. Fungsi pendidikan Salah satu fungsi dari seni pertunjukan tradisional yang tidak kalah pentingnya adalah berfungsi sebagai media pendidikan atau sebagai tuntunan bagi para penonton yang menikmatinya. Di dalam setiap pementasan seni pertunjukan tradisional (wayang orang, wayang kulit, maupun kethoprak), pada intinya para seniman yang melakukannya mempunyai misi yang ingin disampaikan kepada penontonnya. Misi yang akan disampaikan itu bisa melalui dialognya ataupun melalui gerakan apabila itu berupa tarian. Sebagai media pendidikan melalui transformasi nilai-nilai budaya yang ada di dalam seni pertunjukan tradisional tersebut, maka seorang seniman betul-betul dituntut untuk dapat berperan semaksimal mungkin atas peran yang diembannya. Seni pertunjukan tradisional (wayang orang, wayang kulit, maupun kethoprak) sebagai media pendidikan sebenarnya commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sudah terkandung pada hakekat seni pertunjukan itu sendiri, dalam perwatakan tokoh-tokohnya, serta dalam ceriteranya yang secara utuh. Di dalam dialog-dialognya seni pertunjukan kethoprak juga penuh dengan fungsi-fungsi pendidikan baik melalui jalan ceritanya maupun gerakan-gerakan yang ditampilkan oleh para pelakunya. Fungsi pendidikan yang paling menonjol adalah melalui dialog-dialog yang membedakan misalnya antara juragan dengan abdinya. Di dalam percakapan biasanya mereka menggunakan tingkatan bahasa ngoko dan para abdinya menggunakan bahasa krama. Di sinilah bisa dipetik fungsinya bahwa di dalam pembicaraan dengan siapa pun hendaknya selalu tanggap dengan kedudukan kita masing-masing. Fungsi pendidikan yang dapat diambil manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari misalnya juga nilai kerukunan dalam keluarga Pandawa yang bisa diterapkan dalam keluarga. c. Media penerangan sebagai kritik sosial Dalam masa pembangunan seperti sekarang ini, seni pertunjukan tradisional
juga
cukup
efektif
untuk
menyampaikan
pesan-pesan
pembangunan. Pesan-pesan pembangunan yang dapat disampaikan tokohtokoh wayang bisa berbagai macam topik sesuai dengan keinginan. Bisa topik-topik sekitar kepahlawanan, kebersamaan, kesetiaan, kepatuhan, bahkan dapat pula berupa kritikan sosial yang cenderung banyak dilakukan oleh masyarakat pada masa kini. Misalnya saja isue yang mencuat akir-akir ini adalah masalah penegakan hukum, pemberantasan KKN dan sebagainya. Di samping dilihat dari jenis tontonan yang dapat menyampaikan pesan-pesan nilai, moral, pembangunan, kritik sosial yang ditampilkan oleh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
kesenian tersebut (baik wayang orang, wayang kulit, maupun kethoprak). Sebagai media untuk penyampaian kritik sosial, memang dengan bentuk kesenian tradisional seungguh tepat. Masyarakat Indonesia yang menganut paham paternalistik tentu sangat tabu apabila akan mengkritik seseorang secara langsung, apabila kalau orang yang dikritik itu adalah pimpinannya, atasannya, ataupun saudaranya, atau juga kondisi Negara saat ini. Media yang sangat tepat untuk mengkritiknya adalah melalui kesenian tradisional, denagn jalan menyindir melalui tokoh-tokoh yang diperankan ataupun melalui dialog-dialog tertentu. Misalnya menyindir atau mengkritik pimpinan yang sedang menjabat terkena kasus KKN, mengkritik aparat desa yang sewenang-wenang dan sebagainya. d. Fungsi hiburan (tontonan) Fungsi seni pertunjukan tradisional (baik wayang orang, wayang kulit, maupun kethoprak) sebagai sarana hiburan atau tontonan sudah jelas. Biasanya penonton melihat kesenian bertujuan untuk mencari hiburan, melepas lelah, menghilangkan stress dan bersantai ria. Pertunjukan ini biasanya diselenggarakan untuk memperingati peristiwa atau sebagai sarana hiburan dalam suatu keperluan. Namun demikian pemilihan lakon disesuaikan dengan peristiwa yang diperingati. Sebagai sarana hiburan pun pada wayang ataupun ketoprak juga tetap mengandung (memuat) ajaran, tuntunan maupun nilai-nilai yang diperlukan oleh masyarakat. 4. Tantangan Seni Pertunjukan Tradisional di Masa Depan Beberapa media massa pada akhir-akhir ini mengulas keberadaan seni tradisi yang semakin memprihatinkan keberadaannya. Di samping mengulas commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tentang senimannya yang semakin memelas kehidupannya, ternyata panggungpanggung hiburan tempat seni tradisi ini pentaspun juga semakin banyak yang tutup, gulung tikar tidak beroperasi lagi. Bahkan banyak pula pangggung hiburan tidak terawatt lagi, dan siapa yang bertanggungjawab terhadap gedunggedung
pertunjukan
itu
biasanya
para
pengelolanya
saling
lepas
tanggungjawab. Keberadaan seni pertunjukan tradisional ternyata sangat ditentukan oleh dua hal yang penting yaitu. a. Faktor senimannya (pekerja seni/pelaku seni) b. Kepedulian masyarakat pendukungnya. a. Faktor seniman (pelaku seni) Seniman
adalah
seseorang
yang
sepenuhnya
kehidupannya
dicurahkan kepada salah satu bentuk kesenian. Profesi seniman diperoleh seseorang dapat melalui bakat, dalam hal ini karena faktor keturunan dan dapat pula karena belajar atau melalui sosialisasi. Keberadaan seniman seni tradisi pada saat ini sungguh memprihatinkan. Mereka kurang dihargai atau kurang memperoleh perhatian di masyarakat maupun pemerintah. Pekerja seni dianggap sebagai pekerjaan yang diremehkan, dan kurang dapat menjanjikan untuk kelangsungan hidup seseorang. Orientasi para seniman ada kecenderungan berorientasi pada seni sebagai pencarian lahan hidup (=baca uang). Dengan demikian berbagai macam jaln ditempuh, asal mendatangkan uang. Mereka tidak mau atau tidak berani mengadakan pembaharuan-pembaharuan dalam berperan, sehingga kadang kala sangat membosankan penontonnya. Seniman-seniman tidak berani mengadakan gebrakan-gebrakan (terobosan), aktingnya dinilai sangat mononton. Salah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
satu hal penyebab terjadinya hal seperti itu adalah tingkat pendididkan mereka terlalu rendah. Sumber daya manusia (SDM) dalam perkumpulan tersebut rendah, rata-rata hanya berpendididikan sekolah dasar (SD) ataupun tertinggi sekolah tingkat atas (SLTA), tanpa ada latar pendididkan kesenian. Mereka mempunyai darah seni karena keadaan keluarga, atau sering melihat salah satu keluarga berkecimpung di kesenian, tanpa ada bekal kesenian secara formal. Di samping SDM yang rendah, mereka ternyata kurang disiplin dalam mengerjakan pekerjaan seninya. Hal semacam ini sering kali mengecewakan para penonton, karena keterlambatan saat dimulainya pertunjukan. Oleh karena para pemain seni tradisi telah berorientasi secara komersial, sehingga sering meninggalkan grupnya, sering tidak tampil. Halhal atau kendala seperti itulah yang sedikit demi sedikit akan menyurutkan masyarakat untuk lebih menyenangi seni tradisi. Kalau keadaan ini terus berlanjut, maka bukan tidak mungkin pada akhirnya seni tradisi akan semakin hilang. Kondisi seperti di atas ternyata tidak hanya dialami oleh para pelaku atau pemain kethoprak maupun wayang orang, tetapi juga dialami oleh para dalang wayang kulit. Oleh karena berorientasi komersial, tidak sedikit para dalang yang mengejar kesenangan penontonnya. Para dalang tersebut kurang memperhatikan nilai tuntunan yang harus diembannya. Mereka hanya menitik beratkan kepada segi hiburan saja. Tantangan keberadaan seniman seni tradisi dalam menatap masa depan sebenarnya cukup berat. Sebab mereka harus dapat benar-benar bersaing dengan jenis kesenian modern maupun kontemporer yang telah commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
banyak tampil bahkan merajai layar kaca (TV). Para seniman seni tradisi hendaknya akan selalu tanggap terhadap perubahan lingkungannnya, sehingga dapat membuat terobosan-terobosan baru tanpa meninggalkan pakem. Hal demikian kiranya perlu dilakukan agar seni tradisi tetap dicintai oleh masyarakat pendukungnya. Memang, untuk dapat merubah orientasi para senimannya yang telah terlanjur bersifat komersial memang cukup sulit dan butuh proses. Oleh sebab itu keterlibatan pemerintah pun sangat diharapkan dalam penanganan pembinaan seni tradisi. b. Faktor masyarakat pendukungnya Di lihat daari animo penonton seni tradisi yang semakin lama semakin sedikit, para pelaku seni tradisi hendaknya harus berani mengambil gebragan atau inisiatif atau terobosan baru agar seni tradisi ini tetap diminati oleh masyarakatnya. Tentu saja terobosan atau usaha ini tidak berhasil apabila tanpa ada dukungan dari masyarakat sebagai pemangku kebudayaan tersebut. Permasalahannya sekarang adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran dalam diri masyarakat untuk berkesenian. Uasaha tersebut sudah adapat dilaksanakan sejak dini, khususnya melalui pengenalan seni tradisi di sekolah-sekolah yang dilakukan terhadap anak didik. Mereka diperkenalkan berbagai cerita ataupun lakon-lakon yang terdapat dalam seni tradisi. Di samping bermanfaat sebagai hiburan juga mengandung nilai-nilai moral yang dapat dijadikan cermin bagi kehidupan di dalam masyarakat. Oleh karena itu, kepedulian masyarakat untuk selalu mencintai seni pertunjukan
tradisional
perlu
ditumbuhkan.
Selain
itu
dari
segi
masyarakatnya sendiri juga ditumbuhkan rasa saling menghargai dan commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghormati
keberadaan
seni
pertunjukan-pertunjukan
tradisional.
Sementara itu, dari pihak media massa terutama televise hendaknya semakin membatasi ataupun menyeleksi terhadap sering munculnya seni tradisi. Mereka harus pandai memilih dan memilah seni tradisi mana yang pantas ditampilkan dan mana yang tidak pantas ditampilkan dalam acara televisinya. (Drs. Sujarno, 2003, Hal: 49-62) 5. Seni Pertunjukan Tradisional di Surakarta Surakarta salah satu kota di Indonesia yang merupakan bekas ibukota kerajaan. Sebagaimana prinsip kultus dewa-raja, kerajaan merupakan pusat kebudayaan, yang tentunya digunakan sebagai pusat acuan bagi perilaku dan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sebagai kota raja, Surakarta mempunyai predikat sebagai kota budaya. Hal itu terbukti bahwa Surakarta mempunyai potensi budaya yang cukup kaya. Begitu pula halnya dalm potensi budaya yang berupa seni pertunjukan. Contoh salah satu kesenian tradisional: a. Wayang kulit Menurut Rasser, pertunjukan wayang kulit Jawa sebelumya merupakan suatu pertunjukan ritual untuk mengundang roh nenek moyang turun ke bumi agar menolong keturunannya yang masih hidup di dunia. Wayang kulit Jawa murni yang bagus dikerjakan oleh seniman penatah kulit yang ahli. Seperti telah kita ketahui, tokoh-tokoh wayang adalah gambaran dari kisah-kisah klasik seperti Ramayana dan Mahabarata. Masing-masing tokoh wayang dilukis dan ditatah sangat teliti, untuk kemudian diberi atau ditancapi batang kayu yang memungkinkan seorang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
dalang memerankan wayang-wayang itu. Kemampuan dalang untuk memainkan wayang dibalik tabir akan memunculkan bayang-bayang wayang, fenomena seperti inilah yang dianggap sebagai sebuah pertunjukan mahakarya seni. b. Ketoprak Ketoprak adalah seni teater rakyak yang mengangkat berbagai sejarah dan legenda atau cerita rakyat. Adapun mengenai modal dasar pemain, untuk pertunjukan wayang oaring para pemainnya dituntut menguasai olah tari, menguasai ontowecono, dan menguasai vocal (tembang atau palaran). Sedangkan untuk pemain ketoprak pemain harus bisa acting, perang, dan vocal. c. Wayang Orang Wayang orang adalah salah satu jenis teater tradisional Jawa yang merupakan gabungan antara seni drama yang berkembang di Barat dengan pertunjukan wayang yang tumbuh dan berkembang di Jawa. Lakon yang dipentaskan disini bersumber pada ceritera-ceritera wayang purwa. Jenis kesenian ini pada mulanya berkembang terutama di lingkungan kraton dan kalangan para priyayi (bangsawan) Jawa. Wayang orang secara harafiah berarti wayang yang diperankan oleh orang. Walaupun beberapa ahli percaya wayang orang telah ada sejak abad ke-12 di Jawa Timur, menurut tradisi pencipta wayang orang seperti yang ada sekarang adalah Hamengkubuwana I (1755-1792) dari Yogyakarta atau Mangkunegara I (1757-1795) dari Surakarta. Baik Keraton Yogyakarta maupun Mangkunegara menganggap wayang orang bukan sekedar bentuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
hiburan, melainkan bagan dari upacara kenegaraan; seperti khitanan, perkawinan, dan penyambutan tamu Negara. Kata wayang orang berasal dari kata wayang wang diambil dari bahasa Jawa Kuno. Wayang berarti “bayangan”, sedang wong berarti “orang”. Jadi wayang orang dapat diartikan sebuah pertunjukan wayang yang pelaku-pelakunya dimainkan oleh manusia (Hersapandi, 1999: 16). wayang orangadalah sebuah drama tari yang terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Di Jawa Tengah istilah ini digunakan untuk menyebut pertunjukan drama tari berdialog bahasa Jawa prosa yang biasanya membawakan wiracarita Mahabharata dan Ramayana. Banyak kaidah pertunjukan wayang orang diambil dari wayang kulit. wayang orang bersumber pada versi Jawa dua epik India, Ramayana dan Mahabharata. Pertunjukan wayang orangterbagi menjadi tiga, masingmasing ditegaskan oleh hubungan perlambangan nada gamelan : pathet nem, pathet sanga, dan pathet manyura jika menggunakan laras slendro; atau pathet lima, pathet nem, dan pathet barang jika laras pelog yang digunakan. Tata rias, busana, dan perwatakan wayang orangjuga diambil dari kaidahkaidah wayang kulit. Wayang orang merupakan personifikasi dari wayang kulit yang terlihat jelas dari berbagai aspek antara lain sumber cerita, penggolongan karakter, karawitan, antawacana (dialog), peranan dalang dan busana serta tat riasnya. Dialog atau antawacana yang digunakan pada pementasan wayang orang sama seperti dialog pada wayang kulit yakni, dengan menggunakan bahas jawa kawi, bahas ngoko maupun karma, sesuai dengan tokoh pada wayang tersebut. Dalam penyajiannya wayang orang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
menggunakan gerak tari tradisi dengan norma gerak sesuai masing-masing karakter pada tokohnya. Sumber cerita wayang orang baik di Surakarta maupun Yogyakarta mengambil cerita Mahabarata ataupun Ramayana, dan kedua sumber tersebut bisa dibagi menjadi beberapa episode serta beberapa jenis lakon antara lain: Lakon Baku adalah lakon yang diangkat dari cerita induk Ramayana dan Mahabarata Lakon Carangan adalah lakon yang dikembangkan dari sebuah peristiwa yang termuat dalam cerita induk Ramayana dan Mahabarata.
E. Tinjauan Umum Kota Surakarta 1. Letak, Luas dan Batas Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan “Kota Solo” secara umum merupakan daerah dataran rendah dan berada antara pertemuan sengai-sungai seperti Pepe, Jenes dengan Bengawan Solo, serta mempunyai ketinggian kurang lebih 92 m dari permukaan air laut. Berdasarkan peta topografi Kota Surakarta secara astronomi terletak antara: 110o 45c 152 – 110o 45c 352 Bujur Timur 7o 36c 002 – 70 56c 002 Lintang Selatan. Dari sudut pandangan sosial ekonomi, wilayah Kota Surakarta merupakan pusat aktivitas penduduk yaitu dalam pemerintahan, pendidikan, dan perdagangan. Di samping itu, Surakarta atau Kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa. Secara administratif wilayah Kota Surakarta berbatasan dengan daerahdaerah lain. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Dati II Karanganyar dan Kabupaten Dati II Boyolali, sebelah timur berpatasan dengan Kabupaten commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dati II Sukoharjo dan Kabupaten Dati II Karanganyar, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Dati II Sukoharjo, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Dati II Sukoharjo dan Kabupaten Dati II Boyolali.
Gambar.7 Peta Kota Solo Sumber : Bappeda Kota Surakarta 2. Keadaan Sosial Budaya Kebanyakan penduduk yang tinggal di Kota Surakarta adalah suku bangsa Jawa. Mereka di dalam sikap hidupnya dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Jawa, bahkan dalam pola cara berfikirnya dipengaruhi oleh nilai budaya yang berlaku di masyarakatnya. Termasuk dalam pengertian nilai budaya pada umumnya adalah beberapa konsepsi abstrak yang hidup di dalam aalm pikiran warga masyarakat yang dianggap dan dijadikan pedoman tingkah laku atau perbuatan manusia sebagai warga masyarakat itu. Contohnya aturan sopan santun, adt istiadat, norma-norma dan lain sebagainya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan perkembangan kebudayaan, khususnya dalam bidang keseniannya, yang tentu saja berpusat pada sistem sosial budaya daerah Surakarta atau lebih dikenal “Kota Solo”. Bahwa sistem sosial budaya daerah Surakarta atau Kota Solo itu dipengaruhi oleh norma-norma lama yang berorientasi kepada sistem feodalisme. Dengan kata lain kita dapat menyebutkan bahwa sistem budaya yang berlaku di daerah Surakarta itu dipengaruhi oleh pola kebudayaan kraton. Tampaknya para warga/masyarakat di Surakarta mempunyai pola cara berfikir yang erat hubungannya dengan mitologi. Cirri dari pola cara berfikir ini yaitu terlihat pada tingkah laku para warga masyarakat yang bersifat religious, dengan upacara-upacara dan selamatan sebagai inti atau puncak perbuatannya. Upacara-upacara yang merupakan bagian dari kebudayaan Jawa itu, di dalam pelaksanaannya berorientasi pada kebudayaan Kraton Surakarta. Begitu pula unsur-unsur kebudayaan lain, seperti kesenian, agama, bahasa, kepercayaan, dan lain sebagainya. Maka uraian keadaan sosial budaya masyarakat di Kota Surakarta atau Kota Solo sangat berkaitan pada aspek kesenian, agam, dan bahasa. Ketiga aspek tersebut memiliki kaitan yang erat dengan seni pertunjukan tradisional Jawa. 3. Potensi Pariwisata Kota Surakarta Kota Surakarta dengan motto pembangunan Panca Krida utama akan menjadikan Kotamadya DATI II Surakarta sebagai kota budaya, kota pariwisata, kota olahraga, kota pusat perdagangan dan jasa, kota pusat perkembangan industri kerajinan rakyat serta kota pendidikan dan pelatihan commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepariwisataan Kota Surakarta. Kepariwisataan di Kotamadya Surakarta mengandalkan dua buah Keraton. yaitu Keraton Kasunanan dan Keraton Mangkunegaran sebagai daya tarik utama. Selain hal tersebut di atas, terdapat pula objek-obyek wisata yang cukup menarik di dalam Kota Surakarta dan perlu dikembangkan antara lain : Taman Wisata Budaya Sriwedari, Taman Wisata Olahraga, Taman Wisata Satwa Taru Jurug, Museum Radyapustaka dan Musium Lukisan Dullah. Obyek wisata lainnya yang bersifat pelayanan souvenir adalah Pasar Klewer, Pasar Triwindu, Batik Shop, pembuatan keris, gamelan dan sebagainya. Sedangkan obyek wisata di luar Kotamadya Surakarta adalah sebagai berikut : - Di sebelah utara Kota Surakarta : Musium Sangiran Astana Girilayu - Di sebelah timur Kota Surakarta : Candi Sukuh dan Candi Ceto Pemandian air hangat Bayanan Puncak Lawu Astana Mengadeg dan Astana Giribangun - Di sebelah selatan Kota Surakarta : Pantai Paranggupito Waduk Gajah Mungkur Wonogiri Puncak Silamuk dan Kahyangan Dlepih - Di sebelah barat Kota Surakarta : Rawa Jombor
commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemandian Pengging dan Cokrotulung Waduk Cengklik Disamping obyek wisata maka event juga merupakan daya tarik bagi wisatawan, dengan maksud event yang dimaksud adalah suatu bentuk kegiatan atau pertunjukan baik yang bersifat ritual maupun yang bersifat hiburan. Adapun yang termasuk dalam event di Surakarta ini seperti : Sekaten, Kirab Pusaka, Jumenengan, Maleman Sriwedari, Pesta Seni Akhir Tahun, Labuh Pusaka, Wayang orang, Pagelaran kesenian, lukisan dan budaya lainnya. Tanpa adanya event maka suasana kepariwisataan akan terasa gersang. Eventevent yang diselenggarakan
secara rutin tiap-tiap tahun. Akhir-akhir ini
perkembangan dunia kepariwisataan di Surakarta menunjukan gejala peningkatan. Peningkatan ini tdak terbatas pada wisatawan Nusantara saja melainkan wisatawan Mancanegara. Dengan
diresmikan
bandara
Adisumarmo
sebagai
Bandara
Internasional penuh yang berate telah dilakukan penerbangan langsung dari Surakarta ke luar negeri (sementara baru Singapura) tidak hanya akan meramaikan penerbangan ked an dari Kodya Surakarta dan sekitarnya, tetapi juga menguntungkan bagi wilayah Jawa Tengah dan DIY Yogyakarta. Dengan segera dibangunnya jalan tol Semarang – Solo dan Solo – Yogyakarta, akan memperbesar peluang dan sekaligus tantangan bagi kepariwisataan di Kotamadya Surakarta. Kebijaksanaan ini secara langsung akan meningkat kegiatan sektor Industri, perdagangan dan pariwisata di Kodya Surakarta dan sekitarnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
Melihat prasarana, sarana dan sarana penunjang, faktor pendukung dan event-event yang lain sudah sepantasnya dikatakan Surakarta sebagai tujuan wisata, kalau dibandingkan dengan Semarang ataupun daerah lainnya di Jawa Tengah, faktor-faktor yang dimiliki daerah-daerah tersebut tidak selengkap yang dimiliki Surakarta, seperti : - Peninggalan sejarah atau budaya - Taman hiburan/ rekreasi baik yang sudah ada ataupun yang dalam tahap pengembangan. - Kesenian - Event-event - Obyek-obyek wisata di Surakarta Dari berbagai hal diatas kita dapat berbangga hati tetapi kita harus tetap mempersiapkan atau mengadakan pembenahan hal-hal yang sampai sekarang ini dinilai masih kurang, khususnya di bidang industri pariwisata antara lain : - Hotel Non Bintang/ Losmen jumlahnya masih perlu penyempurnaan agar memenuhi persyaratan. - Rumah makan/ pub/ restoran masih perlu di dorong untuk dapat menyajikan kesenian tradisional. - Pembenahan obyek-obyek wisata khususnya obyek-obyek wisata yang dinilai masih menyedihkan perlu mendapatkan uluran tangan dari pemerintah pusat karena terbatasnya dana bagi daerah tingkat II maupun daerah tingkat I. - Budaya BERSERI terhadap lingkungan belum dapat dilaksanakan secara maksimal atau belum mendarah daging. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
Usaha-usaha pemerintah daerah untuk mengatasi kendala tersebut antara lain : - Mengadakan pembinaan, penyuluhan dan sarasehan- saraasehan baik terhadap pengusaha industri pariwisata yang ada maupun terhadap masyarakat. - Bekerjasama dengan instansi vertical dan horizontal dalam meraih dana untuk pengembangan kepariwisataan di daerah. 4. Kebijaksanaan Pemerintah Daerah Kota Madya Dati II Surakarta di Bidang Pariwisata Kebjaksanaan Pemerintah Daerah Kota Madya Dati II Surakarta dalam usaha peningkatan kepariwisataan di Surakarta telah membuat Rencana Pengembangan Pariwisata yang telah dibakukan oleh BAPPEDA Kotamadya Dati II Surakarta sebagai Pola Dasar Pengembangan Pariwisata Kotamadya Dati II Surakarta. Rencana pegembangan tersebut meliputi : - Pengembangan di bidang industri wisata, antara lain : Performance centre ( pusat pertunjukan ) Daerah Hospitality Industri ( daerah pelayanan industri wisata) Daerah Ammucement centre (pusat hiburan) - Pengembangan dalam produk wisata adalah : Obyek wisata kompleks Keraton Surakarta Hadiningrat. Obyek wisata Istana Mangkunegaran. Obyek wisata flora dan fauna daerah rekreasi Jurug. Obyek wisata Taman Balekambang Obyek wisata Taman Sriwedari commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Daerah pusat perbelanjaan wisatawan dan daerah seni kerajinan. Sesuai dengan rencana pengembangan pariwisata di Surakarta yang dibakukan sebagai pola Dasar Pengembangan Pariwisata Kodya Dati II Surakarta, maka tersedia lokasi pengembangan Daerah Industri Wisata antara lain di Jalan Ahmad Yani (di sebelah selatan Taman Balekambang), lokasi yang berada di sekitar Ketandan (sebelah selatan Pasar Gedhe) dan lokasi yang berada di sekitar Taman satwa taru Jurug. 5. Arah Pengembangan Kota Surakarta Untuk melihat arah dan prospek perkembangan kota Surakarta perlu meninjau kondisi-kondisi sebagai berikut : a. Prospek letak Posisi Kodya DATI II Surakarta terletak pada 110 0 - 1110 BT dan 7,60 - 80 LS merupakan posisi yang sangat strategis karena di samping simpul pengembangan daerah sekitarnya, juga sebagai daerah penghubung antara daerah propinsi Jateng, DIY, Jabar, dan DKI Jakarta dengan lalu lintas yang sangat padat. Dampak positif dari posisi yang sangat strategis tadi maka kota Surakarta berkembang menjadi Kota Pariwisata dan Kota Dagang terkenal berdasarkan Perda No. 1 tahun 1989, wilayah Kodya DATI II Surakarta dibagi dalam 4 wilayah Pengembangan, yaitu : - Wilayah Pengembangan Utara - WIlayah Pengembangan Barat - Wilayah Pengembangan Timur - Wilayah Pengembangan Selatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
Dari 4 wilayah pengembangan tersebut, dirinci lagi menjadi 10 Sub Wilayah Pengembangan (SWP), sebagai unit perencanaan. Adapun kegiatan-kegiatan yang disediakan ruangnya di dalam wilayah Kodya DATI II Surakarta mengacu pada pengembangan fungsi-fungsi Kodya Surakarta di masa mendatang, yaitu : - Penyediaan areal pusat pariwisata - Penyediaan areal pusat pengembangan kebudayaan - Penyediaan areal olahraga - Penyediaan areal relokasi industri - Penyediaan areal perluasan dan pengembangan pendidikan - Penyediaan areal pusat perdagangan, pertokoan dan perbelanjaan. - Penyediaan areal pusat perkantoran/ pusat administrasi - Penyediaan areal lingkungan perumahan b. Prospek Perdagangan Prospek perdagangan yang mendukung perkembangan positif kota Surakarta adalah : - Kota Surakarta mempunyai sarana dan prasarana yamg terlengkap di wilayah eks Karesidenan Surakarta, yang tentunya akan semakin melancarkan jalannya dunia usaha. - Merupakan kota perdagangan lama seiring dengan perkembangan kotanya, menarik wisatawnan domestic maupun mancanegara untuk mengunjunginya. - Letak geografis Surakarta di simpul hubungan perkotaan potensial ( Semarang, Yogyakarta, Purwodadi, Surabaya, Pacitan dan Ponorogo) dan commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rencana dibukanya bandara Internasioanl Adi Sumarmo sebagai bandara Internasional menambah semarak dan kelancaran aktifitas di kota Surakarta, (Rencana Pembangunan Lima Tahun ke 6 daerah Kodya DATI II Surakarta, Buku III). c. Prospek Pariwisata Prospek pariwisata yang mendukung perkembangan positif Kota Surakarta adalah pengembangan sarana Pariwisata wilayah DATI II, dengan melihat berbagai factor yang ada yaitu : - Jarak lokasi obyek terhadap kota yang ada. - Sarana dan prasarana yang ada dan yang diperlukan di dalam kota untuk menunjang kegiatan paket-paket wisata. - Akumulasi kegiatan wisata yang mungkin dapat dikembangkan. - Lingkup pelayanan obyek-obyek wisata. Maka dapat disimpulkan bahwa jenis sarana dan prasarana seperti : - Hotel, Tourist Information Center, Rumah makan/ restoran, tempat hiburan umum, mandala wisata dan lain-lain lebih banyak ditempatkan di Kodya Surakarta disamping penyediaan sesuai kebutuhan standart pada kota Kabupaten sekitarnya. F. Tinjauan Konsep Eklektik Setelah masa arsitektur antik atau kuno, kemudian klasik, arsitektur Barat memasuki zaman Post-Renaissance. Berikutnya arsitektur Barat berkembang pada abad XIX atau zaman kolonial, kehampir seluruh dunia terutama wilayah koloni atau jajahan orang-orang Eropa di Amerika, Amerika Latin, Afrika, Asia, Australia, Selandia Baru.
commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada daerah-daerah koloni tersebut berkembang dengan cepat dan beberapa daerah sepenuhnya dikuasai oleh orang-orang Barat seperti Amerika dan Australia. Pada masa itu atau sering disebut masa Pascakolonial, berkembang Arsitektur Modern Pascakolonial. Pada akhir zaman klasik, timbul kejenuhan terhadap bentuk, konsep dan norma arsitektur klasik, yang sudah merajai dunia arsitektur sejak ribuan tahun silam. Pada masa inilah timbul dan berkembang bentuk arsitektur mengikuti pola pikir eklektik, menyebar keseluruh dunia bersamaan dengan penjelajahan dan penaklukan orang Eropa keseluruh dunia dalam masa Kolonial dan Pascakolonial. Eklektik artinya memilih terbaik dari yang sudah ada sebelumnya. Arsitektur Eklektik adalah aliran memilih, memadukan unsur-unsur atau gaya ke dalam bentuk tersendiri. Arsitek, pemilik bangunan atau keduanya bersama memilih secara bebas, gaya-gaya atau bentuk-bentuk paling cocok dan pantas menurut selera dan status sosio-ekonomi mereka. Berdasarkan arti katanya maka Eklektisme dalam arsitektur sudah ada sejak lama misalnya pada zaman Renaissance di mana elemen-elemen Romawi (kolom, ornamen dan lain-lain) digabung dan ditambah dengan unsur-unsur, kaidah dan bentuk baru. Demikan juga arsitektur Romawi telah mengambil unsurunsur Yunani digabung dan dikembangkan menjadi bentuk baru. Dari segi sejarah dan ciri-ciri pengulangan bentuk-bentuk lama Eklektisme dalam arsitektur sering disebut antara lain dengan Post-Renaissance , Neo-Klasik, Kolonial, dan lain-lain. Masa itu dapat dikatakan belum terlalu banyak pilihan dan percampuran, masih terbatas atau terikat pada kaidah-kaidah klasik. Oleh karena commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
itu dalam kajian perkembangan arsitektur sering disebut sebagai zaman NeoKlasik, atau Neo-Klasik Internasional karena sudah berkembang diseluruh dunia. Arsitektur modern mulai berkembang pada abad XVI di Eropa dimulai dengan Eklektisme, selain karena kejenuhan terhadap pola klasik lama juga karena semakin banyak pilihan untuk digabungkan atau diulang tetapi dalam pola, konsep dan bentuk baru. Pada abad XIX bentuk, gaya, konstruksi dan bahanbahan bangunan dalam arsitektur semakin berkembang bervariasi sehingga pilihan pun semakin banyak. Eklektisme dalam arsitektur masa itu, lebih kompleks dan bervariasi pula. Dalam sejarah perkembangan arsitektur istilah Eklektisme dipakai untuk menandai gejala pemilihan atau percampuran gaya-gaya pada abad XIX masa berakhirnya Klasikisme, masa awal Modernisasi dan bukan percampuran maupun perkembangan pada masa sebelumnya. Arsitektur Eklektisme awal abad XIX mengandung rasa sentimen dan nostalgia pada keindahan gaya masa lampau. Sebagai contoh dari gejala perkembangan arsitektur eklektik telah disebut tiga bangunan pada bab pendahuluan. Eklektisme tidak selalu menggabungkan tetepi kadang-kadang hanya menerapkan salah satu gaya saja tetepi dalam bentuk, sistem konstruksi, fungsi dan secara konseptual berbeda dari klasik asli. Eklektisme menandai perkembangan arsitektur abad XIX, dengan ketidakpastian gaya. Percampuran bentuk menghasilkan gaya tersendiri, memperlihatkan adanya pola pikir akademis, tetapi dalam bentuk konservatif. Seni dalam hal ini termasuk arsitektur modern eklektik merupakan kelanjutan, pengulangan seni klasik dan bukan perubahan secara revolusioner. commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fungsi bangunan klasik terbatas pada kebutuhan waktu itu misalnya kuil, gereja, istana, tempat tinggal. Pada masa peralihan dari klasik ke modern ditandai dengan Eklektisme, tuntutan kebutuhan lebih banyak di masa sebelumnya tidak ada misalnya balai kota, stasiun kereta api, gedung pengadilan, opera, pavilliun, gedung pameran, museum, dan lain-lain. Arsitektur klasik mulai berkembang di Eropa, sejak zaman Yunani hingga Renaissance. Oleh karena itu pada akhir zaman Klasikisme banyak bangunan di sana mengulang kembali keindahan elemen-elemen klasik, dipadukan atau diterapkan secara utuh. Pengulangan kembali secara utuh kadang-kadang disebut Neo-Klasik
seperti
misalnya
Neo-Gotik
yang
karena
keindahan
dan
kemegahannya konsep-konsepnya digunakan kembali, terutama untuk bangunan monumental. (Dr. Harun Hadiwijono, 1994, hal: 150-158) Penyebaran eklektisisme merambah berbagai bidang dapat diakui sebagai metode baru dalam seni. Arsitektur sebagai cabang seni yang berkaitan erat dengan teknik juga mendapatkan pengaruh dari penyebaran metode eklektisisme ini, meskipun dikritik sebagai metode yang tidak konsisten, disebabkan oleh pergeseran pandangan dalam menentukan berbagai elemen arsitektur yang sebelumnya sangat kuat. Disadari atau tidak apakah arsitektur jenis ini merupakan sebuah metode atau bukan sebenarnya adalah sesuatu yang berjalan dengan sendirinya berkaitan dengan akulturasi berbagai arsitektur yang membentuk tradisi berarsitektur di dalam kebudayaan masyarakat dimana saja. Sebagai sebuah metode yang sering kali dianggap “murahan” karena seakan-akan tidak memiliki dasar-dasar yang kuat untuk membuat sebuah obyek yang memiliki karakter arsitektur tertentu. Di Indonesia, penyebutannya terkadang merupakan sesuatu commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang sedikit menggelikan karena yang disebut sebagai perancangan "eklektik" membawa kita pada pandangan kebanyakan, yaitu kecenderungan untuk menggabungkan arsitektur dari berbagai negara atau wilayah dan ditampilkan begitu saja ke dalam arsitektur sebelumnya, untuk mencapai citra tertentu, bahkan sebuah kesan untuk menggapai prestis. Arsitektur eklektik bisa dikatakan sebagai hasil karya arsitektur yang mempergunakan metode merancang secara eklektik. Eklektisme adalah sebuah pergerakan arsitektur dengan metode menggabungkan (kombinasi) berbagai aspek, ide, teori maupun yang ditujukan untuk membuat arsitektur terbaik dengan kombinasi yang ada. Pergerakan ini diawali dari filsafat yang dikaitkan dengan penggabungan berbagai perspektif pondasi filsafat untuk membentuk filsafat baru yang lebih baik. Metodenya kemudian diterapkan dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan yang lain, diantaranya kedalam arsitektur. (http:astudioarchitect.com) Eklektik terdiri dari beberapa gaya yang diambil budaya barat dan timur. Jadi tidak ada aturan baku yang menyebutkan bagaimana cara memadukan beberapa gaya tersebut. Perkawinan timur dan barat itulah yang masuk pada lingkup gaya eklektik. Gaya eklektik sendiri dikenal dalam istilah interior sebagai gaya gado-gado,
yang merupakan paduan dari beragam selera gaya.
(http:okezone.com)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
TINJAUAN LAPANGAN
A. Tinjauan Lapangan Gedung Wayang Orang Sriwedari 1.
Sejarah Singkat Kawasan Sriwedari merupakan kawasan wisata budaya yang mempunyai nilai sejarah dalam perkembangannya. Sriwedari yang berumur kurang lebih satu abad. Pada Raja PB X yang bertahta tahun 1893-1939 M, dibangunlah suatu taman di wilayah Kadipolo. Taman tersebut dufungsikan sebagai hiburan bagi keluarga Raja dan abdi dalem Keraton Surakarta. Pembangunan tersebut dilakukan pada hari Rebo Wage 28 Maulud 1831 atau 17 Juli 1901 M yang disebut dengan Taman Sriwedari. Pada masa pemerintahan PB XI yang bertahta pada tahun 1930-1980 ada penambahan Gedung Wayang Orang dan Ketoprak. Dengan adanya UU No. 5 tahun 1992 tentang cagar budaya sebagai landasan hukum untuk melindungi peninggalan sejarah yang berumur 50 tahun dan Perda No. 8 tahun 1994 tentang pariwisata dan kebijakan Provinsi daerah TK I Jawa Tengah yang berlaku hingga tahun 2006, maka mulailah ada pembenahan pada Gedung Wayang Orang Sriwedari pada fasilitas pemetasan, kapasitas pengunjung pada ruang pementasan Gedung Wayang Orang Sriwedari adalah 400 kursi.
2.
Lokasi Gedung wayang orang Sriwedari terletak didalam komplek kawasan to user Riyadi Surakarta. Untuk akses Wisata Taman Sriwedari dicommit Jalan Slamet
73
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masuk lokasi sangat mudah untuk dijangkau dengan berbagai kendaraan. Bangunan ini hanya memiliki dua lantai, lantai pertama lobby, ruang penonton, panggung, ruang rias, ruang ganti, ruang penyimpanan, ruang control layar, lantai dua berupa balkon, ruang control cahaya dan lampu.
Gedung Wayang Orang Sriwedari Gambar.8 Peta Surakarta Sumber : www.indonesia-tourism.com/solo
3.
Sirkulasi a. Pengunjung Ruang Datang
Lobby
Box
Pementasan
Karcis
Lavatory Bagan.1 Sirkulasi Pengunjung Gedung Wayang Orang Sriwedari to user Sumbercommit : Observasi Lapangan
Pulang
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Pengelola ( karyawan )
Datang
Kantor
Ruang
Gudang
Pengelola
Pengelola
Pulang
Lavatory
Bagan.2 Sirkulasi Penglola Gedung Wayang Orang Sriwedari Sumber : Observasi Lapangan
c. Seniman Ruang Datang
Ruang
Gudang
Rias dan
Latihan
Ganti Lavatory
Bagan.3 Sirkulasi Seniman Gedung Wayang Orang Sriwedari Sumber : Observasi Lapangan 4.
Organisasi Ruang Ruangan dalam Gedung Wayang Orang Sriwedari terdiri atas: Lantai Lantai satu
Sifat Ruang Publik
Jenis Ruang Lobby Tiket Box Ruang audience Ruang panggung
commit to user
Pulang
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Semi Publik
Ruang pengelolaan Ruang administrasi Latihan
Privat
Ruang rias Ruang ganti
Service
Gudang Lavatory
Lantai dua
Publik
Balkon
Service
Ruang control cahaya dan lampu
Tabel.2 Organiasasi Ruang Gedung Wayang Orang Sriwedari Sumber : Observasi Lapangan 5.
Elemen Pembentuk Ruang Elemen Pembentuk Ruang Ruang
Lobby
Lantai
Dinding
Ceiling
Keramik tile warna Tembok finishing Eternit putih 40 x 40 cm
R. Pentas
cat warna putih
cat warna putih
Karpet wall to wall Tembok finishing Eternit warna biru
cat warna putih Jendela
finishing
finishing
cat warna putih
dengan
kaca transparan R. Rias/ ganti
Keramik tile warna Tembok finishing Eternit putih 40 x 40 cm
R. Kantor
cat warna biru
cat warna putih
Keramik tile warna Tembok finishing Eternit putih 40 x 40 cm
cat warna putih
finishing
finishing
cat warna putih
Tabel.3 Elemen Pembentuk Ruang Gedung Wayang Orang Sriwedari commit to userLapangan Sumber : Observasi
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6.
Interior System a. Pencahayaan Karena setiap ada pementasan dimulai pada malam hari maka pencahayaan yang digunakan adalah pencahayaan buatan. Jenis lampu yang digunakan antara lain : Lampu Tl, Lampu Spot, Pencahayaan khusus.
Gambar.9 Pencahayaan buatan pada area panggung Sumber: Dokumentasi Pribadi b. Penghawaan Penghawaan memakai system penghawaan buatan berupa ac split, namun apabila diperlukan penghawaan alami dapat dilakukan dengan sirkulasi udara terdapat pada bagian atas pintu/ lubang ventilasi.
Gambar.10 Penggunaan AC split dan box speaker to user Pribadi Sumber:commit Dokumentasi
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Akustik Untuk pementasan biasanya pemain menggunakan pengeras suara berupa seperangkat saund system, box speaker yang diletakkan pada samping kiri dan kanan ruang audiens. Untuk menghindari cacat suara seperti gema yang berkepanjangan dapat diatasi dengan banyaknya bukaan ventilasi disepanjang dinding. 7.
Furniture Furniture pada lobby terdapat seperangkat meja resepsionis beserta almari yang terbuat dari bahan kayu. Namun dikarenakan sudah tidak dipakai terlihat kurang terawat. Sebelumnya meja tersebut digunakan untuk penonton mencari informasi jadwal pementasan wayang orang, namun dikarenakan semakin sedikitnya pengunjung yang datang meja resepsionis tersebut tidak digunakan seperti pada fungsinya.
Gambar.11 Furniture pada lobby Sumber: Dokumentasi Pribadi commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Furniture pada ruang penonton dibedakan menjadi 2 berupa kursi dari spon finishing oscar warna merah dan hitam untuk kursi penonton VIP pada deretan depan. Terdapat juga kursi dari kayu dengan rangka besi untuk penonton kelas biasa pada deretan belakang.
Gambar.12 Furniture ruang penonton Sumber: Dokumentasi Pribadi Pada ruang rias pemain terdapat seperangkat meja rias cermin beserta kursi, meja rias menggunakan bahan kayu dan cermin untuk berias sebelum pementasan dan kursi fabrikasi dari plastik.
Gambar.13 Pada ruang rias berupa seperangkat meja rias beserta kursi commit to user Pribadi Sumber: Dokumentasi
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada ruang pengelola terdapat meja, kursi, dan almari yang terbuat dari kayu. Alamari digunakan untuk menyimpan arsip berupa naskah lakon yang dipentaskan maupun arsip kepengurusan wayang orang Sriwedari. Selain digunakan oleh pengelola ruangan ini juga digunakan untuk rapat oleh dalang maupun pengelola saat akan menentukan judul yang akan dipentaskan.
Gambar.14 Ruang kantor pengelola Sumber: Dokumentasi Pribadi Ruang pengiring terdapat didepan panggung dan digunakan untuk mengiringi pemain saat melakukan pementasan. Terdapat seperangkat gamelan lengkap yang digunakan niaga maupun sinden saat mengiringi.
Gambar.15 Ruangcommit pengiring gamelan to user Sumber: Dokumentasi Pribadi
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Suasana pada saat pementasan ruangan penonton dibuat redup agar lebih fokus saat menonton pementasan. Tata cahaya panggung menggunakan permainan tata cahaya buatan unruk mengesankan suasana yang berbeda pada setiap adegan. Misalnya adegan perang, dialog, maupun adegan terbang dan menghilang sehingga terkesan dramatik.
Gambar.16 Suasana saat pementasan wayang orang Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar.17 Pementasan wayang orang Sriwedari Sumber: Dokumentasi commit to user Pribadi
perpustakaan.uns.ac.id
82 digilib.uns.ac.id
B. Tinjauan Lapangan Auditorium RRI Surakarta 1. Sejarah Singkat Auditorium Radio Republik Indonesia Surakarta didirikan pada tahun 1958. Gedung ini termasuk salah satu fasilitas yang ada pada Radio Republik Indonesia.Semenjak tahun 1958 sampai sekarang Gedung Auditorium ini telah beberapa kali direnovasi. Auditorium tersebut merupakan salah satu tempat pertunjukan kesenian yang berada di Surakarta. Pada tahun 1970 sampai dengan tahun 1974, Auditorium RRI Surakarta sempat dijadikan sebagai gedung bioskop namun kemudian gedung ini kembali difungsikan sebagai gedung kesenian. Bangunan gedung auditorium RRI ini berada dalam kompleks Radio Republik Indonesia Surakarta ,yang memiliki
luas
keseluruhan bangunan 9975 m2. 2. Lokasi Lokasi Gedung Auditorium Radio Republik Indonesia terletak di Jalan Abdulrahman Saleh No. 51 Surakarta, Telepon (0271) 63920 ,Faks. (0271) 668200. 3. Aktivitas dan Fasilitas Aktivitas dan fasilitas yang dilaksanakan di dalam Gedung Auditorium RRI Surakarta pada umumnya adalah kegiatan pertunjukan kesenian baik kesenian traditional maupun pentas musik diatonis. Diatonis merupakan pentas musik yang digunakan untuk menamakan musik non tradisional. Seni Musik ini menggunakan aturan bahwa satu oktaf terdiri dari 8 nada, dapat dimainkan scara instrumental atau sebagai pengiring vokal, alat musik yang digunakan adalah alat musik non-traditional. Setiap dua minggu sekali pada gedung commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
auditorium ini berlangsung pertunjukan wayang orang dan kethoprak. Pagelaran wayang orang ini diperankan oleh para seniman dan seniwati RRI Surakarta. Selain itu acara yang paling rutin dilaksanakan pada gedung tersebut adalah pemilihan bintang radio dan televisi. Gedung Auditorium RRI Surakarta juga dapat digunakan untuk umum atau disewakan. Aktivitas dan Fasilitas tersebut adalah : 1) Pengunjung Aktifitas
Fasilitas
Datang
Main entrance
Mencari informasi
Ruang informasi
Membeli karcis
Box karcis
Menunggu masuk
Lobby
Melihat pertunjukan
Ruang pertunjukan
Beribadah
Mushola
Pulang
Side intrance Tabel.4 Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI Sumber: Observasi Lapangan
2) Pengelola Aktifitas
Fasilitas
Datang
Main entrance
Menyambut tamu
Kantor pengelola
Kegiatan manageman
Kantor pengelola
Mendaftar jadwal pertunjukan
Ruang administrasi
Merawat peralatan
commit toRuang user control
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menyiapkan alat pertunjukan
Gudang
Pulang
Side entrance Tabel. 5 Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI Sumber:Observasi Lapangan
3) Seniman Aktifitas
Fasilitas
Datang
Main entrance
Latihan
Ruang latihan
Menyiapkan pakaian
Ruang rias
Mendaftar pementasan
Ruang administrasi
Menyiapkan alat
Ruang control
Menyimpan alat
Gudang
Pulang
Side entrance Tabel. 6 Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI Sumber: Observasi Lapangan
4. Organisasi Ruang Organisasi ruang Gedung Auditorium RRI Surakarta Sifat Ruang Publik
Jenis Ruang Lobby Ruang pertunjukan Ruang receptionis
Semi Publik
Ruang administrasi Ruang istirahat pemain commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pivat
Ruang rias Ruang ganti putra Ruang ganti putri
Service
Lavatory Gudang Ruang workshop Ruang operator/t teknisi
Tabel. 7 Organisasi Ruang Gedung Pertunjukan RRI Sumber : Observasi Lapangan 5. Sirkulasi Pola sirkulasi pada Gedung Pertunjukan RRI Surakarta 1) Sirkulasi Pengunjung
SE
LOBBY
TICKET
R.
BOX
PERTUNJUKAN AN
R. INFORMASI
Bagan. 4 Pola Sirkulasi Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI Sumber : Observasi Lapangan
commit to user
SE
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Sirkulasi Pengelola
ME
KANTOR
SE
R. RAPAT R. ADMINISTRASI
Bagan. 5 Pola Sirkulasi Pengelola Gedung Pertunjukan RRI Sumber : Observasi Lapangan c. Sirkulasi Pemain
ME
R. GANTI/RIAS
R.TUNGGU PEMAIN R. LATIHAN
R. PEMENTASAN
ME
Bagan.6 Pola Sirkulasi Pengelola Gedung Pertunjukan RRI Sumber : Observasi Lapangan 6. Elemen Pembentuk Ruang 1) Lantai Lantai pada area umum memakai ubin teraso berukuran 25 x 25 cm berwarna kuning dan merah bata, sedangkan lantai pada ruang lobby dibuat berpola. 2) Dinding commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dinding pada ruangan lobby dan ruang – ruang lain selain ruang audiens secara umum merupakan tembok plesteran dengan finishing cat berwarna krem yang dikombinasikan dengan panel – panel kayu dan soft board dengan warna natural. Sedangkan untuk dinding pada ruang audience menggunakan bahan kayu dan acoustic board. Guna mendukung akustik ruangan maka dinding bagian samping dibuat bergerigi, demikian pula pada dinding bagian belakang ruangan auditorium. Warna yang digunakan adalah warna natural dari kayu dan warna putih untuk bagian dinding yang berbahan acoustic board. 3) Ceiling Ceiling pada ruang lobby memakai bahan soft board dengan finishing warna coklat tua. Penggunaan bahan ini untuk mendukung akustik pada ruangan lobby. Ruang – ruang yang lain pada auditorium ini menggunakan bahan eternity dengan finishing cat warna putih. Pada ruang audience ceiling digunakan sebagai pemantul dan penyerap bunyi, hal ini akan mendukung system akustik pada ruang pertunjukan, bahan yang digunakan adalah acoustic board dengan warna putih yang berbentuk concave ceiling. 7. Interior System 1) Pencahayaan Sistem pencahayaan yang digunakan untuk lobby menggunakan gabungan antara system penghawaan alami dan buatan yang berupa jendela – jendela kaca, sky light dengan bahan kaca patri, dan dengan penggunaan lampu TL.
commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar.18 Sky Light pada lobby Sumber: Dokumentasi Pribadi Ruang penonton pada gedung pertunjukan ini memakai system pencahayaan buatan berupa lampu – lampu TL dan down light.
Gambar.19 Ruang penonton Sumber: Dokumentasi Pribadi Pada panggung pencahayaannya memakai lampu – lampu spot light dan lampu pijar guna mendukung pertunjukan. Ruangan – ruangan lain yang ada pada auditorium ini memakai lampu TL. commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar.20 Panggung Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar.21 Ruang pengiring Sumber: Dokumentasi Pribadi 2) Penghawaan Pada ruang audience system penghawaan yang digunakan adalah penghawaan buatan berupa AC central dan kipas angin yang diletakkan pada ceiling.
commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar.22 Kipas angin pada ceiling Sumber: Dokumentasi Pribadi Sementara untuk bagian lobby system penghawaan yang digunakan adalah penghawaan alami yang berupa jendela dan buatan yang berupa kipas angin. Penghawaan alami juga digunakan pada ruangan – ruangan lain.
Gambar.23 Jendela pada lobby Sumber: Dokumentasi Pribadi 3) Akustik Penerapan bahan – bahan akustik untuk finishing interior pada auditorium banyak digunakan sesuai dengan kebutuhan dan fungsi ruangan. commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Langit – langit dan dinding pada ruang audience dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mendukung akustik ruanagn demikian pula lantai pada ruang audience yang dibuat miring agar penonton dapat lebih dekat ke sumber bunyi dan berfungsi untuk kenikmatan jarak pandang penonton. Selain itu system penguat bunyi pada ruang pertunjukan memakai system pengeras bunyi terdistribusi dengan menggunakan perangkat – perangkat elektronik dengan fasilitas mixer kapasitas 24 channel.
Gambar.24 Sound System pada samping panggung Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar.25 Mixer untuk pengeras bunyi Sumber: Dokumentasi Pribadi commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8. Furniture Furniture yang digunakan pada ruang kostum berupa alamari kaca dan rak-rak kayu untuk meletakkan assesoris pakaian wayang orang.
Gambar.26 Ruang kostum Sumber: Dokumentasi Pribadi Furniture yang digunakan pada ruang pertunjukan menggunakan upholstery berwarna merah dan merupakan kursi permanent dengan dudukan yang disa dilipat sehingga memudahkan sirkulasi penonton. Gedung auditorium ini mempunyai daya tampung penonton sebesar 500 orang.
Gambar.27 Kursi penonton Sumber: Dokumentasi Pribadi Pada ruang lobby furniture yang digunakan terbuat dari kayu dengan to user finishing polytur demikian pulacommit furniture pada ruangan – ruangan lain.
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar.28 Furniture pada lobby Sumber: Dokumentasi Pribadi 9. Warna Pada auditorium ini warna yang digunakan secara umum adalah warnawarna natural. Warna bangunan gedung auditorium ini lebih banyak memakai warna krem, coklat, dan putih dengan perpaduan kayu yang dirancang dalam satu kesatuan bangunan.
Gambar.29 Warna pada dinding Sumber: Dokumentasi Pribadi commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10. Elemen Dekoratif Elemen dekoratif yang dipakai dalam interior gedung auditorium ini antara lain adalah relief – relief yang ada pada ruang lobby.
Gambar.30 Relief pada dinding lobby Sumber: Dokumentasi Pribadi Penggunaan sky light yang berupa kaca patri juga merupakan elemen dekoratif yang menambah nilai estetis gedung pertunjukan ini, selain itu pemakaian ornament berupa ukiran bermaterial kayu juga digunakan untuk menghiasi kolom – kolom struktur bangunan.
Gambar.31 Kolom pada lobby Sumber: Dokumentasi Pribadi commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
11.
Faktor Keamanan Faktor keamanan perlu dipertimbangkan dalam suatu ruang auditorium.
Pada auditorium pertunjukan ini sistem keamanan yang digunakan meliputi sistem keamanan dari bahaya kebakaran berupa tabung – tabung pemadam kebakaran dan penggunaan system keamanan fisik dengan security.
Gambar.32 Tabung pemadam kebakaran Sumber: Dokumentasi Pribadi
commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
12.
Struktur Organisasi
DIREKSI Manajer sub bag administrasi dan keuangan
Asisten
Asisten
Asisten
manajer
manajer
manajer
urusan
urusan
urusan
SDM
keuangan
umum
Manajer urusan
Manajer urusan
Manajer urusan
Manajer urusan
seksi siaran
seksi pemberitaan
seksi teknik
seksi pemasaran
Asisten manajer
Asisten manajer
Asisten manajer
Asisten manajer
urusan
urusan redaksi
urusan teknik
urusan jasa
perencanaan dan
dan
stidio
siaran
program siaran
dokumentasi
Asisten manajer
Asisten manajer
Asisten manajer
Asisten manajer
urusan
urusan
urusan teknik
urusan non jasa
pendidikan dan
komunikasi
pemancar
siaran
Asisten manajer
Asisten manajer
Asisten manajer
urusan musik
urusan masalah
urusan sarana
dan hiburan
aktual
dan pra sarana
kebudayaan
Auditorium RRI
Kelompok Pejabat Fungsional
Bagan. 7 Struktur Organisasi Sumber : Dokumen RRI commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PROGRAM DAN IDE GAGASAN
A. PROGRAM PERANCANGAN 1. Langkah Kerja Proyek Perancangan
Studi Literatur
Rumusan
Studi Lapangan
Masalah Data Informasi Proyek Interior System
Human Faktor Aspek Ekonomi
Konsep Desain
Aspek Tema
Aspek Lingkungan
Sketsa Desain
Norma Desain
Aspek Budaya
Alternatif Desain
Aspek Keamanan
Aspek Politik Aspek Sosial
Desain terpilih
Evaluasi Desain
DESAIN Bagan.8. Langkah Kerja Perencanaan Sumber : Analisa Penulis, 2010 commit to user
97
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pola Pemikiran
Konsep Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa
Tujuan Perancangan Faktor Perancangan Desain
Manusia
- Pengelola - Pengunjung
Aktifitas Kegiatan
-
Kebutuhan Ruang : Lobby Cafetaria Tiket Box Souvenir shop Ruang panggung Ruang pengelolaan Ruang persiapan Ruang rias Ruang ganti Ruang ME Gudang Lavatory Sirkulasi Zoning Grouping
Ruang
Karakter Ruang Dimensi fungsi ruang
Unsur Ruang - Pembentuk Ruang - Pelengkap Ruang - Aspek Dekoratif
Sasaran Desain Norma Desain - Fungsi - Teknis - Efisiensi - Estetis
Interior Gedung Pertunjukan
Interior Sistem - Lighting - Penghawaan - Akustik - Sound
Sistem Keamanan
Desain Perancangan commit to user
Bagan. 9 Pola Pemikiran Sumber : Analisa Penulis, 2010
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pengertian Proyek Pengertian dari judul “Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa “ adalah sebagai berikut: “Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta” adalah suatu proses, pembuatan, merancangkan, merencanakan desain ruang dalam suatu bangunan yang berupa tempat pertunjukan seni tradisional Jawa untuk melengkapi fasilitas hiburan yang ada di Surakarta.
3. Asumsi Lokasi 1. Pertimbangan Lokasi Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa berada di Jalan Slamet Riyadi pada kompleks Taman Sriwedari. Pertimabngan site plan didasarkan pada beberapa hal antara lain: a.
Luas tanah yang memenuhi
b.
Lokasi tersebut menurut Rancangan Umum Tata Ruang Kota Surakarta, yaitu daerah bagi perdagangan,bisnis, industri dan wisata.
c.
Lokasi mempunyai akses yang tinggi terhadap fasilitas dan sarana penunjang operasional.
d.
Lokasi merupakan salah satu konsentrasi publik, sehingga berpotensi untuk mudah dijangkau.
e.
Lokasi termasuk sebagai kawasan hiburan Taman Sriwedari
f.
Merupakan daerah City tour (Wisata Belanja Kota) Berdasarkan pertimbangan diatas maka pemilihan lokasi ini
terletak di kawasan Sriwedari yang berada di Jalan Slamet Riyadi. commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lokasi
Gambar.33 Peta Lokasi Sumber : www.indonesia-tourism.com/solo 4. Struktur Organisasi PIMPINAN / PENGELOLA
PIMPINAN PANGGUNG
SUTRADARA
KARAWITAN
ANGGUNGPPPPPPPPPA PETUGAS NGGUNGPANGGUNG PANGGUNG
DALANG/ PIMPINAN
PENARI
PERAKIT
PENGRAWIT
BUSANA PETUGAS TATA SUARA
PENYOBEK
PENJUAL
PENGANTAR
KARCIS
KARCIS
TAMU
PELAYAN CAFÉ/ SHOUVENIR SHOP
Bagan. 10 Struktur Organisasi to user Sumbercommit : Analisa Penulis, 2010
PENJAGA MALAM
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5.
Status Badan Usaha Pengelolaan oleh Negara memalui Dinas Pariwisata Seni dan Budaya dan
dengan perijinan dari PERDA serta Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor 536/5743 perihal perijinan tentang usaha Rekreasi dan Hiburan.
6. Aktiftas dan Fasilitas Aktifitas dan fasilitas dalam Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa dapat dijabarkan dalam bagan berikut ini : Tempat Gedung Pertunjukan
Pelaku Pengunjung
Aktifitas -
datang dan pergi
-
menunggu pertunjukan
Fasilitas - pintu masuk (lobby) - R. Tunggu : Kursi tunggu, side table
-
membeli tiket
- Counter locket
-
membeli makanan,
- Snack bar &
minuman ringan, dan
souvenir shop
souvenir
-
melihat pertunjukan
- R. Penonton : kursi penonton, stage, R.Gamelan
-
Buang air kecil
- Lavatory : closet, urinoir, washtafel
commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengelola
-
Melayani pengunjung
- Counter : meja café, meja kasir, kursi counter, rak, dan almari
-
Melayani penjualan tiket
- Counter loket : meja counter, kursi counter.
-
Mempersiapkan
- Sarana
pertunjukan secara
pencahayaan,
teknis
sound sistem, background, persiapan ruang pemain
Seniman
-
Briefing pemain
- R. Persiapan dan latihan
-
Latihan
- R. Persiapan dan latihan
-
Merias dan pakai kostum
- R. Rias dan R. Ganti : almari kostum, meja
commit to user
rias, kursi rias
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
Memainkan lakon
- Stage
-
Memainkan Gamelan - R. Gamelan : seperangkat gamelan dan sound sistem
Tabel. 8 Aktifitas dan Fasilitas Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa Sumber : Analisa Penulis, 2010 7.
Sistem Operasional Sistem operasional yang dimaksudkan dalam hal ini adalah waktu atau jam
operasional dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta yang terdiri dari : Pengunjung : -
Senin –Kamis
jam 09.00 - 22.00
-
Jumat
libur
-
Sabtu – Minggu
jam 09.00 – 23.00
Pengelola : -
Senin –Kamis
jam 09.00 - 23.00
-
Jumat
libur
-
Sabtu – Minggu
jam 09.00 – 24.00
Seniman : -
Senin –Kamis
jam 09.00 - 23.00
-
Jumat
libur
-
Sabtu – Minggu
commit to user jam 09.00 – 24.00
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8.
Kebutuhan Ruang 1) Lobby : Berfungsi untuk menerima tamu, pusat informasi, dan dapat sebagai ruang tunggu. 2) Café : Sebagai sarana hiburan dan tempat untuk makan, minum serta menikmati music bagi pengunjung sebelum pertunjukan dimulai. 3) Tiket box : Sebagai tempat pembelian karcis. 4) Ruang panggung: Berfungsi untuk tempat dan panggung pementasan pertunjukan. 5) Ruang Perlengkapan : Berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan barangbarang perlengkapan pertunjukan. 6) Ruang Pengelola : Ruang yang berfungsi sebagai ruang kerja para karyawan dan pengelola. 7) Ruang tata rias dan wardrobe: Ruang yang berfungsi untuk pemain saat merias dan ganti pakaian sebelum mulai pertunjukan. 8) Ruang persiapan : digunakan untuk latihan sebelum menunggu giliran pentas pertunjukan. 9) Ruang mechanical electrical: Ruang yang berfungsi untuk mengatur tata cahaya, suara maupun ruang control layar saat pementasan berlangsung. 10) Souvenir shop: Ruang yang berfungsi menjual souvenir miniatur atau replika tokoh pewayangan. 11) Lavatory : Sarana MCK dan membersihkan diri. Sifat Ruang Publik
Jenis Ruang Lobby Tiket Box commit to user
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Souvenir shop Snack bar Café Ruang penonton Ruang pamer Semi Publik
Stage/ panggung Tempat penempatan gamelan Ruang Persiapan Ruang tunggu pemain
Privat
Ruang rias Ruang wardrobe Ruang pengelola
Service
Gudang Ruang kontrol Gudang perlengkapan Lavatory
Tabel.9 Rencana ruang pada Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa Sumber : Analisa Penulis, 2010
commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10. Hubungan Antar Ruang Lobby Loket R. Informasi R. Pengelola R. Meeting R. Tunggu Cafe Souvenir Shop Snack Bar R.Penonton Panggung R. Gamelan R.Persiapan R.Kontrol Layar R. Tata Suara,lampu
R. Rias R.Kostum R.tunggu Pemain Lavatory Gudang
Keterangan : = berhubungan langsung = berhubungan tidak langsung Bagan. 11 Hubungan antar ruang Sumber : Analisa Penulis, 2010 commit to user
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
11. Sirkulasi 1) Pengelola Mengawasi kegiatan yang berlangsung di Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa dan juga sebagai pemegang kekuasaan atau pengelola tempat ini. Mengelola Datang
Ruang
Gedung
Pengelola
pertunjukan
Rapat
Pulang
t
Lavatory Bagan. 12. Sirkulasi Pengelola Sumber : Analisa Penulis, 2010 2) Karyawan Melakukan kegiatan yang menyangkut penerimaan tamu, pelayanan informasi, menejemen serta melayani pembelian karcis pertunjukan, pemesanan dari costumers pada café maupun souvenir store. Ruang perlengkapan
Datang
Ruang Pengelola
Ruang mechanical
Gudang
electrical
g
Lavatory
Bagan. 13. Sirkulasi Karyawan user 2010 Sumber commit : AnalisatoPenulis,
Pulang
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Pengunjung Melakukan kegiatan berbelanja souvenir, makan dan minum di cafetaria, serta menikmati pertunjukan digedung pertunjukan. Cafe
Datang
Lobby
Tiket
Snack bar,
Ruang
Box
Souvenir Shop
Pementasan
Lavatory
Bagan.14. Sirkulasi Pengunjung Sumber : Analisa Penulis, 2010
4) Seniman Melakukan latihan sebelum pertunjukan dimulai, dan merias wajah maupun penampilan saat sebelum pentas pertunjukan. Gudang perlengkapan
Ruang Ruang Datang
Latihan
Rias dan
Ruang pementasan
Ganti Lavatory
Bagan.15. Sirkulasi Seniman Sumber : Analisa Penulis, 2010 commit to user
Pulang
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
12. Sistem Organisasi Ruang Mempertimbangkan perencanaan bentuk organisasi ruang maka perlu adanya : a. Pengelompokan massa yang akan dilihat dari karakter dan macam kegiatan yang diwadahi. b. Karakter yang ditampilkan dengan bentuk-bentuk dinamis sehingga turut mendukung dan membangun dari tema yang akan diangkat sehingga menjadi kesatuan. Alternatif Linear
Karakter/Kaidah
Penerapan
Bersifat fleksibel, terdiri dari Massa
bangunan
ruang yang berulang dalam disusun berbaris hal ukuran dan fungsi dari tiap ruang
disepanjang
deretan
tersebut memiliki hubungan dengan ruang luar Radial
Memadukan unsur-unsur pola Massa
bangunan
terpusat dan linear dengan menyebar ruang-ruang
pusat
yang titik
dari
pusat
satu massa
dominan dan pola-pola linear sebagai sentral yang
berkembang
menjadi
jari-jarinya Cluster
Menggabungkan ruang-ruang Massa
bangunan
yang berlainan bentuk tapi disusun berkelompok bersifat kegiatan yang sama sesuai dengan kegiatan commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan berhubungan satu sama yang serupa yang
lain
berdasarkan
penempatan & ukuran visual seperti sumbunya Memusat
Bentuk
stabil
komposisi
merupakan Massa
terpusat
bangunan
yang disusun mengelilinggi
terdiri dari sejumlah ruang- pusat massa ruang
sekunder
dikelompokkan
yang
mengelilingi
sebuah ruang pusat yang besar dan dominan Tabel.11 Sistem Organisasi Ruang Sumber : Analisa Penulis, 2010
Dasar pertimbangan yang digunakan antara lain berdasar pada sistem pelayanan, aktivitas pengunjung, dan pencapaian tujuan atau tema yang diangkat, maka setelah menimbang dari berbagai alternatif tersebut maka dipilihlah bentuk memusat. Bentuk sirkulasi memusat merupakan komposisi terpusat yang terdiri dari sejumlah ruang sekunder yang dikelompokkan mengelilingi sebuah ruang pusat yang besar dan dominan.
commit to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ZONA PUBLIK ZONA SEMI PUBLIK ZONA PRIVAT ZONA SERVIS
Gambar.34 Sirkulasi Sumber: Dokumen pribadi
commit to user
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
13. Zoning dan Grouping 1) Zoning Alternatif 1
Zona
Publik
Service
SE
Zona Semi
Zona
Zona
Service
Privat
Zona Privat
Zona Service
Zona Zona Publik
Zona Publik
Pengelola
Zona Semi Publik
Publik SemiPublik Privat Service
ME
SE
Zoning Alternatif 1 Sumber : Analisa Penulis, 2010
Kelebihan : a) Main Entrance berada langsung didepan zona penerimaan b) Zona publik dapat dicapai dengan mudah oleh pengunjung c) Pemantauan dan pelayanan pengelola ke area publik dan semi publik dapat dengan mudah dilakukan d) Zona privat berada pada area dengan tingkat kebisingan yang rendah e) Masing-masing kegiatan utama memiliki main entrance sendiri Kekurangan :
commit to user a) Ruang pengelola berada tepat diarea publik
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Tidak adanya balance (keseimbangan) antar ruang untuk kegiatan utama c) Terlalu banyak zona konsesi yang tidak terpakai d) Zona semi publik pada ruang gemelan dan panggung berada pada area dengan tingkat kebisingan yang tinggi karena berada di didepan. e) Minimnya entrance yang digunakan untuk mengakses seluruh ruangan 2) Zoning Alternatif 2
SE
Zona Service
Zona Pengelola
Zona privat
Zona Penerimaan Zona Publik
Zona Semi Publik
Publik SemiPublik
ME
Privat Service
SE
Zoning Alternatif 2 Sumber : Analisa Penulis, 2010
commit to user
Zona Service
Publik
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kelebihan : a) Main Entrance lebih banyak dan berada langsung di depan zona kegiatan utama b) Zona publik dapat dicapai dengan mudah oleh pengunjung c) Zona semi publik pada ruang gemelan dan panggung berada pada area dengan tingkat kebisingan yang cukup rendah d) Zona pengelola berada pada area dengan tingkat kebisingan yang sangat rendah Kekurangan : a) Zona pengelola terlalu jauh untuk pengawasan b) Minimnya area service dan pendukung. 3) Zoning Alternatif 3
SE
Zona Privat
Zona Pengelola
Zona Semi Publik
Zona Service
Zona publik
Zona Publik
Zona Publik
Zona Penerimaan Publik
Zona Service
Zona publik
Publik Semi Publik commit to user Privat Service
ME
SE Zoning Alternatif 3
Sumber : Analisa Penulis, 2010
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kelebihan : e) Main Entrance berada langsung di depan zona kegiatan utama f) Zona publik berada di depan sehingga dapat dicapai dengan mudah oleh pengunjung g) Zona semi publik pada ruang gemelan dan panggung berada pada area dengan tingkat kebisingan yang cukup rendah h) Zona sirkulasi pengelola dan pengunjung jelas sehingga tidak menimbulkan kerancuan. i) Adanya keseimbangan ruang antar kegiatan utama, pendukung dan pengelola Kekurangan : a) Memerlukan lebih banyak pembagian ruang namun lebih baik untuk kelancaran sirkulasi. 4. Grouping Alternatif 1
SE
R.persiapan,R.
Gudang,
tunggu pemain
Lavatory
Lavatory
R.rias
R.Kontrol
R.rias
Souvenir Shop,
R.
Lobby, Café, Tiket
Snack bar,
Pengelola,
Box, R.Informasi
R.Penonton,
R.Meeting R.staff
R.tunngu R.Gamelan, Stage
Publik SemiPublik Privat Service
commit to user
ME
SE
Gruping Alternatif 1 Sumber : Analisa Penulis, 2010
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kelebihan : f) Main Entrance berada langsung didepan zona penerimaan g) Lobby dapat dicapai dengan mudah oleh pengunjung h) Pemantauan dan pelayanan pengelola ke area publik dan semi publik dapat dengan mudah dilakukan i) Ruang privat berada pada area dengan tingkat kebisingan yang rendah j) Masing-masing kegiatan utama memiliki main entrance sendiri Kekurangan : a) Ruang pengelola berada tepat diarea publik b) Tidak adanya balance (keseimbangan) antar ruang untuk kegiatan utama c) Terlalu banyak Ruang yang tidak terpakai d) Ruang gemelan dan panggung berada pada area dengan tingkat kebisingan yang tinggi karena berada di depan e) Minimnya entrance yang digunakan untuk mengakses seluruh ruangan.
commit to user
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Grouping Alternatif 2
SE
Gudang, Lavatory
R.Pengelola, R.Meeting,
R.Rias,
Lobby,
R.Kostum
R.Informasi,
R.Staff
Souvenir Shop, Snack Bar, R.Penonton
Stage
Lavatory
R.Tunggu, Cafe
R.gamelan
Publik SemiPublik
ME
SE Gruping Alternatif 2
Privat Service
Sumber : Analisa Penulis, 2010
Kelebihan : a) Main Entrance lebih banyak dan berada langsung di depan zona kegiatan utama b) Lobby dapat dicapai dengan mudah oleh pengunjung c) Ruang gemelan dan panggung berada pada area dengan tingkat kebisingan yang cukup rendah d) Sirkulasi antara pengunjung dengan pemain jelas sehingga tidak menimbulkan kerancuan. commit to user
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kekurangan : a) R.pengelola terlalu jauh untuk pengawasan b) Minimnya area service dan privat 6. Grouping Alternatif 3
SE
R.Kostum,
R.PengelolaR.Meet
Ruang rias
ing, R.Staff
R.Tungu pemain, R.Persiapan, Dapur, Lavatory
R.Kontrol Layar, R. Gamelan, Stage
R.Penonton Souvenir Shop, Zona Publik
Cafe
Snack Bar,
R.Kontrol
Tiket Box
R.Tunggu, Lobby
Publik Semi Publik Privat Service
ME
SE Gruping Alternatif 3
Sumber : Analisa Penulis, 2010
Kelebihan : a) Main Entrance berada langsung di depan Lobby b) Lobby dan café berada di depan sehingga dapat dicapai dengan mudah oleh pengunjung commit to user
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Pada ruang gemelan dan panggung berada pada area dengan tingkat kebisingan yang cukup rendah karena berada ditengah. d) Sirkulasi pengelola dan pengunjung jelas sehingga tidak menimbulkan kerancuan. e) Adanya keseimbangan ruang antar kegiatan utama, pendukung dan pengelola Kekurangan : a) Memerlukan lebih banyak pembagian ruang namun lebih baik untuk kelancaran sirkulasi
commit to user
123 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari 3 alternatif di atas dapat disumpulkan bahwa yang dipilih adalah alternatif 3 dengan pertimbangan dari uraian yang ada. ZONING:
Gambar.35 Zoning Terpilih Sumber: Dokumen pribadi
commit to user
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
GROUPING:
ZONA PUBLIK ZONA SEMI PUBLIK ZONA PRIVAT ZONA SERVIS Gambar.36 Grouping Terpilih Sumber: Dokumen pribadi
commit to user
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
14. Elemen pembentuk ruang a. Lantai Ruang R.Tunggu,
Dasar Pertimbangan a. Efisiensi
Tiket box
Kriteria Bahan
Alternatif Bahan
a. Mempunyai
a. Keramik tile
penggunaan
dan
sifat
bahan
akustik
b. Desain
b. Granit
dapat
Lobby b. Aktifitas
memberikan
pengunjung
arahan
c. Lay out
(guidance)
d. Bentuk ruang
c. Tahan lama
e. Fungsi ruang
d. Mudah
f.
Besaran ruang
perawatan
g. Sistem
pembersihan
sirkulasi
e. Kuat menahan
h. Akustik i.
beban
Dapat
f. Tidak licin
menampung
g. Tahan lembab
pola penataan ruang
dan
h. Tahan gores
dan
i.
Daya
pantul
furniture yang sinar tidak lebih dinamis dari 30%
R.Pengelola, a. Efisiensi R.rias, R.persiapan
penggunaan bahan b. Aktifitas
a. Mempunyai sifat akustik b. Tahan lama
commit user c. to Mudah
a. Keramik tile b. Parket
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengunjung
perawatan dan
c. Lay out
pembersihan
d. Bentuk ruang
d. Kuat menahan
e. Fungsi ruang
beban
f. Besaran ruang
e. Tidak licin
g. Sistem sirkulasi
h. Akustik
f. Tahan lembab g. Tahan gores
i. Dapat
h. Daya
pantul
menampung sinar tidak lebih pola
penataan dari 30%
ruang
dan
furniture yang dinamis
Ruang pentas, ruang
a. Efisiensi
a. Mempunyai sifat a. Karpet
penggunaan
b. Parket
akustik
bahan
b. Tahan lama
gamelan, Ruang Penonton
b. Aktifitas
c. Mudah
pengunjung
perawatan
c. Lay out
dan
pembersihan
d. Bentuk ruang
d. Kuat menahan
e. Fungsi ruang
beban
f. Besaran ruang
e. Tidak licin
g. Sistem sirkulasi
f. Tahan lembab
h. Akustik g. Tahan gores i. Dapat h. Daya menampung
commit to user
pantul
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pola
penataan
ruang
dan
sinar tidak lebih dari 30%
furniture yang dinamis
Snack bar, Shouvenir shop
a. Efisiensi
a. Mempunyai sifat a. Parket
penggunaan
akustik
bahan
b. Desain
b. Aktifitas
dapat
memberikan
pengunjung
arahan
c. Lay out
c. (guidance)
d. Bentuk ruang
d. Tahan lama
e. Fungsi ruang
e. Mudah perawatan
f. Besaran ruang
dan pembersihan
g. Sistem sirkulasi
f. Kuat
h. Akustik
beban
i. Dapat
g.Tidak licin
menampung pola
menahan
h.Tahan lembab
penataan
ruang
i. Tahan gores
dan
j. Daya pantul sinar furniture
yang tidak lebih dari
dinamis 30%
Cafe, Ruang pamer
a. Efisiensi penggunaan bahan b. Aktifitas
a. Mempunyai sifat
b. Granit
akustik b. Desain memberikan
commit to user
a. Keramik tile
dapat
c. Parket
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengunjung
arahan
c. Lay out
c. (guidance)
d. Bentuk ruang
d. Tahan lama
e. Fungsi ruang
e. Mudah perawatan
f. Besaran ruang
dan pembersihan
g. Sistem sirkulasi
f. Kuat
menahan
h. Akustik
beban
i. Dapat
g. Tidak licin
menampung pola
h. Tahan lembab
penataan
ruang
i.
Tahan gores
j.
Daya pantul sinar
dan
furniture
yang tidak lebih dari
dinamis 30%
Tabel.12 Elemen Pembentuk Ruang pada Lantai Sumber : Analisa Penulis, 2010 b. Dinding Ruang
Dasar Pertimbangan
Kriteria Bahan
R.Tunggu,
a. Lay out
Tiket box
b. Pola lantai
akustik agar suara
b. Partisi kayu
c. Potensi luar
dari luar ruangan
c. Granit
ruang
tidak masuk ke
dan
a. Mendukung
Alternatif Bahan
Lobby d. Bentuk dan bukaan
ruang
dalam ruang .
rencana b. Tahan lama yang c. Tahan gesek
commit to user
a. Gypsumboard
d. Kaca
129 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ada
d. Mudah perawatan
e. Dinding sebagai e. Tahan
terhadap
pembatas
perubahan
visual,
dan kelembaban
pelindung
f.
cuaca, pengatur
suhu
Mendukung fleksibilitas ruang
sirkulasi udara, pendukung estetik f. Akustik g. Mendukung fleksi-
bilitas
ruang
h. Mendukung suasana ruang
i. Fungsi ruang R.Pengelola ,R.rias, R.persiapan
a. Lay out
a. Mendukung
a. Cat dinding
b. Pola lantai
akustik agar suara
c. Potensi luar
dari luar ruangan
ruang d. Bentuk dan
tidak masuk ke ruang
dalam ruang .
rencana b. Tahan lama
bukaan yang ada c. Tahan gesek e. Dinding sebagai d. Mudah perawatan pembatas visual, e. Tahan pelindung cuaca,
terhadap
perubahan
commit to user
suhu
130 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengatur
dan kelembaban
sirkulasi
udara, f.
pendukung
Mendukung fleksibilitas ruang
estetik f.
Akustik
g. Mendukung fleksibilitas ruang
h. Mendukung suasana ruang
i.
Fungsi ruang
Ruang
a. Lay out
pentas,
b. Pola lantai
akustik agar suara
c. Potensi luar
dari luar ruangan
ruang
a. Mendukung
a. Gypsumboard
gamelan, ruang
Ruang Penonton
tidak masuk ke
d. Bentuk dan
ruang
dalam ruang .
rencana b. Tahan lama
bukaan yang ada c. Tahan gesek e. Dinding sebagai d. Mudah perawatan pembatas visual, e. Tahan pelindung cuaca,
perubahan
pengatur
dan kelembaban
sirkulasi
udara, f.
pendukung
Akustik
suhu
Mendukung fleksibilitas ruang
estetik f.
terhadap
commit to user
b. Multiplek
131 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
g. Mendukung fleksi-
bilitas
ruang
h. Mendukung suasana ruang
i. R. Tunggu , Shouvenir shop
Fungsi ruang
a. Lay out
a. Tahan lama
b. Pola lantai
b. Tahan gesek
c. Potensi luar
c. Mudah perawatan
ruang
d. Tahan
d. Bentuk dan
ruang rencana
a. Cat dinding
terhadap
perubahan
suhu
dan kelembaban
bukaan yang ada e. Mendukung e. Dinding sebagai
fleksibilitas ruang
pembatas visual, pelindung cuaca, pengatur sirkulasi
udara,
pendukung estetik f.
Akustik
g. Mendukung fleksi-
bilitas
ruang
h. Mendukung suasana ruang
commit to user
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
i. Cafe, Ruang pamer
Fungsi ruang
a. Lay out
a. Mendukung
a. Cat tembok
b. Pola lantai
akustik agar suara
b. Partisi kayu
c. Potensi luar
dari luar ruangan
c. Kaca
ruang
tidak masuk ke
d. Bentuk dan
ruang
dalam ruang .
rencana b. Tahan lama
bukaan yang ada c. Tahan gesek e. Dinding sebagai d. Mudah perawatan pembatas visual, e. Tahan
terhadap
pelindung cuaca,
perubahan
pengatur
dan kelembaban
sirkulasi
udara, f.
pendukung
suhu
Mendukung fleksibilitas ruang
estetik f.
Akustik
g. Mendukung fleksi-
bilitas
ruang
h. Mendukung suasana ruang
i.
Fungsi ruang
Tabel.13 Elemen Pembentuk Ruang pada Dinding Sumber : Analisa Penulis, 2010 commit to user
133 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Langit-langit Ruang
Dasar Pertimbangan
R.Tunggu,
a. Lay out
Tiket box
b. Konsep
dan
lantai
ruang
serta
konstruksi atap
e. Ketinggian titik lampu
dan
rencana instalasi
a. Gypsumboard
syarat akustik
kuat yang
b. Multiplek c. Ekspos rangka kayu
konstruksi listrik
c. Ringan d. Tahan lama e. Mudah perawatan
f. Akustik
f. Memiliki nilai
g. Mendukung pada
a. Mendukung
dapat dukung
dan aktifitas
d. Struktur
Alternatif Bahan
b. Mempunyai
dan dinding
Lobby c. Fungsi
Kriteria Bahan
suasana
estetis
g. Tahan
ruang
terhadap perubahan suhu
R.Pengelola
a. Lay out
,R.rias,
b. Konsep
R.persiapan
a. Mendukung lantai
b. Mempunyai
dan dinding
c. Fungsi
ruang
kuat yang dapat dukung
dan aktifitas
d. Struktur
syarat akustik
serta
konstruksi
commit to user
a. Gypsum board b. Kayu
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
konstruksi atap
e. Ketinggian titik lampu
dan
rencana instalasi
f. Akustik
c. Ringan d. Tahan lama e. Mudah perawatan
g. Mendukung pada
listrik
f. Memiliki nilai
suasana
ruang
estetis
g. Tahan terhadap perubahan suhu
Ruang
a. Lay out
pentas,
b. Konsep
ruang
a. Mendukung lantai
b. Mempunyai
dan dinding
gamelan, Ruang Penonton
c. Fungsi
ruang
serta
konstruksi atap
e. Ketinggian titik lampu
dan
rencana instalasi
konstruksi listrik
c. Ringan d. Tahan lama e. Mudah
f. Memiliki nilai
g. Mendukung
ruang
yang
perawatan
f. Akustik
pada
kuat
dapat dukung
dan aktifitas
d. Struktur
syarat akustik
suasana
estetis
g. Tahan commit toterhadap user
a. Gypsum board b. Acoustic board
135 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perubahan suhu
Snack bar,
a. Lay out
Shouvenir
b. Konsep
shop
a. Mendukung lantai
b. Mempunyai
dan dinding
c. Fungsi
ruang
kuat
yang
dapat dukung
dan aktifitas
d. Struktur
syarat akustik
serta
konstruksi atap
e. Ketinggian titik lampu
dan
rencana instalasi
f. Akustik g. Mendukung pada suasana
konstruksi listrik
c. Ringan d. Tahan lama e. Mudah perawatan
f. Memiliki nilai estetis
g. Tahan terhadap perubahan suhu
commit to user
a. Gypsum board b. kayu
136 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Café,
a. Lay out
Ruang
b. Konsep
pamer
a. Mendukung lantai
ruang
kuat
yang
dapat dukung
dan aktifitas
d. Struktur
b. Anyaman rotan
b. Mempunyai
dan dinding
c. Fungsi
syarat akustik
a. Gypsum board
serta
konstruksi atap
e. Ketinggian titik lampu
dan
rencana instalasi
f. Akustik g. Mendukung pada suasana
konstruksi listrik
c. Ringan d. Tahan lama e. Mudah perawatan
f. Memiliki nilai estetis
g. Tahan terhadap perubahan suhu
Tabel.14 Elemen Pembentuk Ruang pada Langit-langit Sumber : Analisa Penulis, 2010 15. Interior Sistem a. Pencahayaan Pada perencanaan dan perancangan interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta ini memilih atau menggunakan dan memanfaatkan pencahayaan alami maupun buatan. Untuk meminimalkan penggunaan listrik maka pencahayaan alami dari pagi hingga sore dengan commit to user
137 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
banyaknya dinding bangunan yang terbuat dari kaca maka cahaya matahari dapat dengan mudah masuk ke dalam ruang. Selain menggunakan pencahayaan alami pada perencanaan gedung ini juga menggunakan pencahayaan buatan. Karena setiap pada pementasan dimulai pada malam hari maka pencahayaan yang digunakan adalah pencahayaan buatan. Jenis lampu yang digunakan antara lain : Lampu TL, Lampu Spotlight, Downlight,dan pencahayaan khusus pada ruang pertunjukan. Pencahayaan buatan : Penggunaan tata lampu yang masing – masing memiliki karakter berbeda dengan pemilihan : - Jenis lampu fluorescent lamp yaitu penggunaan lampu TL dengan distribusi downlight dimana aplikasi direct light lebih menonjol. - Bentuk yang sesuai adalah TL Light Colour Characteristic, dimana memiliki kekuatan pencahayaan sampai 250 lux. - Penggunaan lampu pijar (incandescent lamp) yang penempatannya secara downlight. Dengan begitu mampu mendistribusikan secara 90% memancar langsung mengenai objek. Contoh penggunaan Philux Lamp ataupun Argenta Lamp (dalam jenis Philips Compact Lighting). Sistem pencahayaan pada auditorium ini memiliki beberapa penegasan pola lighting yang mana perancangannya meninjau aspek jenis, distribusi, dan bentuk pencahayaan. Adapun yang menjadi persyaratan : 1) Adanya sistem pengoperasian pencahayaan yang terorganisir sesuai dengan kebutuhan ruang. commit to user
138 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Kuat pencahayaan yang berkisar 100-500 lux dengan efek warna di atas 70 cd. 3) Adanya penerangan – penerangan setempat, seperti penonjolan dekoratif, area panggung, stage – stage lain yang diperlukan. 4) Pencahayaan yang menyeluruh pada ruang dengan meninjau karakter dan sifat ruang. Sistem pencahayaan pada gedung pertunjukan memiliki dua klasifikai yang mana dua dari sistem pencahayaan tersebut memiliki peran yang berbeda namun masih dalam satu operasional secara teknis, yaitu sistem pencahayaan umum dan sistem pencahayaan khusus yang dapat diuraikan sebagai berikut : a) Pencahayaan umum Pencahayaan umum adalah merupakan sistem pencahayaan yang dapat
digunakan
secara
bersamaan
untuk
kepentingan
umum.Penggunaan pencahayaan memakai jenis down light yang masing – masing memiliki keuatan rata – rata 10-100 watt. Penerapan dari sistem pencahayaan umum ini adalah : - Pencahayaan pada ruang penonton yang mana dapat dinyalakan sebelum dan atau sesudah pertunjukan dengan fungsi lain sebagai penerangan pada waktu jam istirahat. - Penerangan yang diletakkan pada gang – gang tempat duduk penonton yang berfungsi sebagai pencahayaan jalur sirkulasi penonton. commit to user
139 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
- Pencahayaan yang diletakkan pada pintu utama, pintu keluar, dan pada pintu – pintu darurat. - Penerangan dengan tujuan dekorasi, yang mana mempergunakan pijar lampu elektrik dengan pelepas listrik bertekanan tinggi sehingga memiliki daya tahan yang lama dengan penggerak arus melalui alat elektronik. Dekorasi semacam tulisan – tulisan, penunjuk arah sirkulasi, ataupun bentuk – bentuk estetis lain. b) Pencahayaan khusus Sistem pencahayaan khusus merupakan pencahayaan yang digunakan secara khusus guna menunjang kepentingan atraktif panggung. Ada beberapa jenis penerangan yang ditempatkan pada titik utama, yaitu : - Foot light 500-800 watt, yaitu merupakan deretan pencahayaan atau lampu yang ditempatkan pada pinggir panggung di bagian depan. Menggunakan reflector dari bahan metal agar menghindari dari kesilauan yang efeknya akan diterima oleh penonton, akan tetapi akan mampu mengembalikan sinar ke panggung. - House light, yaitu deretan lampu pencahayaan yang ditempatkan pada langit – langit di samping panggung dengan kekuatan 200-50 watt. - 8” Ellips’1 – Ref’rSpotlight dengan fungsi Follow Spot Light, yaitu penyinaran dari lampu yang memiliki pencahayaan langsung dan dapat diarahkan kepada objek yang dituju. Sistem pencahayaan ini memerlukan
peralatan yang commit to user
cukup
special
mengingat
140 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
operasionalnya sangat fleksibel yaitu dapat bergerak ke penjuru arah dengan batas maksimal 2700 dengan kekuatan yang cukup tinggi yaitu 500-1500 watt. ( http: www.philips.com) Sistem pencahayaan pada gedung pertunjukan secara sistematis dapat dijabarkan demikian : Pada pencahayaan lobby, untuk ticket box menggunakan spot light dengan maksud agar pengunjung yang masuk dapat langsung melihatnya. Pada ruang tunggu dengan penyinaran downlight yang dipadukan dengan wall lamp yang selain sebagai elemen estetis namun juga sebagai penerang ruangan. Pada setiap patung – patung terdapat lampu – lampu spot ke arah atas. Selain itu di lobby terdapat hanging lamp sebagai elemen estetis. Pencahayaan buatan ini pada siang hari hanya sebagian yang digunakan (khususnya spot light), namun pada malam hari sebelum pergelaran, lampu akan menyala penuh. Pada ruang audience yang menjadi unsur terpenting dalam pertunjukan ini sebelum adegan berjalan, maka downlight tetap menyala, namun untuk menambah unsur kenyamanan pada tiap trap terdapat lampu LED sehingga tiap naik dan turun terlihat jelas. Wall lamp juga terdapat di sisi kiri dan kanan tembok audience akan menyala saat pertunjukan belum berlangsung. Ketika gamelan sudah berbunyi 15 menit sebelum jalannya pertunjukan, downlight dimatikan, namun wall lamp tetap menyala agar penonton yang baru datang masih dapat melintasi commit to user
141 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
trap dan mencari tempat duduk. Lampu spot panggung mulai menyala redup (sinar kemerahan), 5 menit saat iringan gamelan cepat wall lamp mati, namun lampu spot dari atas tengah panggung menyala terang dengan sinar kuning, pada saat pertunjukan lampu panggung mulai menyala bergantian sesuai dengan fungsi dan suasana yang ingin ditampilkan. b. Penghawaan Untuk penghawaan mengingat siteplan bangunan ini terletak di tengah kota, akan sulit memanfaatkan udara bebas. Selain sarat dengan polusi, juga mempunyai kadar panas berlebih yang mengakibatkan ketidaknyamanan ruang. Penghawaan memakai sistem
penghawaan buatan berupa ac
central dan penggunaan ac split pada salah satu ruangan, namun apabila diperlukan penghawaan alami dapat dilakukan dengan sirkulasi udara terdapat pada bagian jendela. Penempatan AC pada bangunan ini sebisa mungkin untuk tidak terlihat/tersembunyi, kalaupun terlihat sedapat mungkin bisa dijadikan sebagi salah satu elemen estetis pada ruangan. c. Akustik Material akustik pada ruang – ruang yang direncanakan adalah : 1) Lobby Lobby merupakan area dengan kelonggaran ruang luas maka tidak mengherankan jika banyak problem mengenai bunyi, namun mengingat tingkat ruang yang tidak perlu mengedepankan pola akustik seperti commit to user
142 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
musik room, maka perancangannya sebatas dapat meredam tingkat bising yang tinggi. Adapun perencanaan material akustiknya adalah : - Penggunaan bahan gypsum dengan pola pori yang teratur. - Multiplek - Elemen busa yang dapat diterapkan baik di ceiling ataupun pada furnitur. - Karpet dan permadani yang mampu meredam suara bising yang penempatannya di lantai ataupun pada ceiling. - Kaca yang merupakan jens absorbsi dengan daya olahan bunyi yang baik. 2) Auditorium Gedung pertunjukan yang memiliki fungsi sebagai tempat untuk mementaskan suatu pertunjukan harus benar – benar memperhatikan kondisi mendengar dalam suatu auditorium yang mana mengandung persyaratan : a) Energi bunyi harus terdistribusi secara merata (terdifusi) dalam ruang. Ini dapat berupa pemilihan bahan yang digunakan pada interior misalnya berupa dinding menggunakan multiplek dengan penambahan unsur dekoratif. b) Karakteristik degung optimal dimana harus disediakan dalam auditorium untuk memungkinkan penerimaan bahan acara yang paling disukai oleh penonton dan penampilan yang paling efisien oleh pemain. commit to user
143 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Harus ada kekerasan (loudness) yang cukup dalam tiap bagian auditorium terutama di tempat duduk yang jauh. d) Ruang diusahakan terhindar dari cacat akustik, seperti gema pantulan yang berkepanjangan (long delayed reflection), gaung, pemusatan bunyi, distorsi, bayangan bunyi, dan resonansi ruang. e) Bising dan getaran yang akan mengganggu pendengaran atau pementasan harus dihindari atau dikurangi dengan cukup banyak dalam tiap bagian ruang. Untuk pementasan biasanya pemain menggunakan pengeras suara berupa seperangkat sound sistem, box speaker yang diletakkan pada samping kiri dan kanan ruang duduk pengunjung. Dalam ruang pertunjukan dapat diusahakan dengan melakukan : 1) Penonton diusahakan sedekat mungkin dengan sumber bunyi. 2) Lantai alas tempat duduk bagi penonton dibuat landai atau miring mengingat sumber bunyi lebih mudah diserap apabila merambat melewati penonton dengan sinar datang miring. 3) Sumber bunyi harus dikelilingi oleh permukaan – permukaan pemantulan bunyi yang mana dapat berupa plaster, gypsum board, playwood, plexiglass pada dinding. 4) Penonton diusahakan berada di daerah penonton yang menguntungkan baik dalam melihat atau mendengar. Daerah tempat duduk yang luas perlu dihindari, sedang lorong antara tempat duduk tidak ditempatkan pada sumbu longitudinal auditorium. commit to user
144 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Sumber bunyi selain ditempatkan di depan auditorium, juga ditempatkan pda samping – samping dinding ruang yang nantinya akan diberikan sistem pantulan yang efektif, sehingga semua posisi dapat menerima sinyal bunyi dari sumbernya. 6) Kesimpulan sistem distribusi suara menggunakan penguat suara dengan sistem stereo yang mana penempatan loudspeakernya terdapat pada depan dan atas penonton. 7) Adapun yang menjadi perencanaan material akustik pada ruang ini adalah: - Gypsum board dengan bentuk pola yang berpori menempel pada dinding, ceiling, ataupun bentuk bantalan pada lantai digunakan sebagai bidang pantul. - Multiplek sebagai pelapis dalam yang berkarakteristik redam. - Cetakan beton berongga sebagai dasar lantai. - Papan kayu sebagai pemantul sekaligus sebagai absorbsi yang baik. - Material busa berfungsi sebagai difuser. - Karpet memiliki daya serap cukup baik, baik untuk meredam impact sound maupun sebagai penyerap. - Glasswool sebagai bantalan guna menimbulkan efek soft pada bunyi. 16. Sistem Keamanan Keamanan yang dimaksud adalah keamanan fisik manusia, fisik bangunan, serta lingkungan, untuk sistem ini diperlukan unsur : satpam
commit to user
145 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adanya tangga dan pintu darurat tanda petunjuk arah ( exit signs ) alat pengunci ( hardware locking ) tanda bahaya ( alarm ) Penyediaan tabung – tabung berisi gas zat arang atau bubuk yang mengandung obat – obat anti api dengan dilengkapi alat penyemprot Hidrant air, yaitu pipa dengan karan air dimana tersedia selang – selnag dan alat penyemprot air dengan lampu control. Sprinkle yang terpasang pada ceiling. Heat detector yang terpasang pada ceiling. 17. Furniture Furniture pada dasarnya disemua ruangan sebagai sarana untuk kenyamanan pengunjung, pengelola, dan pemain. Disini furniture tidak semua ruangan sama, namun disesuaikan dengan semua jenis ruangan. Furniture disesuaikan dengan konsep desain yang diterapkan pada bentuk desain furniture itu sendiri. Pemilihan bahan dan warna disesuaikan menurut kebutuhan dan sesuai dengan tema yang akan dimunculkan.
Gambar.37 Sofa R.Tunggu Sumber commit : dokumentasi to userpribadi
146 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Furniture yang digunakan di ruang tunggu supaya pengunjung dapat menunggu sebelum pertunjukan berlangsung adalah sofa yang didesain dengan nyaman tetapi tetap sesuai dengan konsep perancangan perpaduan modern dengan tradisional. Selain itu mereka juga dapat memanfaatkan ruang tunggu untuk berbincang – bincang serta menikmati fasilitas yang disediakan misalnya snack bar yang didesain tetap dengan unsur tradisionalnya jika ingin membeli makanan, ataupun souvenir shop jika ingin membeli cindera mata. Apabila ingin makan yang berat pengunjung dapat menikmati makanan di café yang merupakan fasilitas tambahan dari gedung pertunjukan. Di sini pengunjung dapat mengambil makanan sendiri (prasmanan) yang mans sudah menjadi kebiasaan masyarakat pada umumnya saat makan sehingga tercipta suasana yang santai.
Gambar.38 Perspektif lesehan Cafe Sumber : dokumentasi pribadi Café juga menyediakan tempat duduk yang ingin makan lebih bersantai dapat duduk paa area lesehan atau lebih memilih duduk pada kursi-kursi yang didesain menarik sambil menikmati live music dari tembang-tembang Jawa sehingga semakin terasa kesan Jawa Tradisionalnya. Furniture menggunakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
147 digilib.uns.ac.id
bahan kayu untuk memberi kesan tradisional dan stainlesstell yang lebih terkesan modern. Pada ruang audience, perancangan kursi penonton permanent dengan desain khusus, apabila tidak sedang dipakai dapat dilipat sehingga memudahkan untuk membersihkan lantai dibawahnya.
B. IDE GAGASAN 1.
Konsep Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta merupakan sebagai pusat pertunjukan seni tradisional yang memperkenalkan salah satu seni dan budaya Jawa yang ada. Bangunan ini akan mempunyai fasilitas yang berhubungan dengan konsep yang diangkat dan diaplikasikan pada café, lobby, ruang pamer dan tentunya gedung pementasan (auditorium).
2.
Tema Tema dari perancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa ini adalah konsep perancangan mengacu pada pencampuran modern tradisional atau yang disebut dengan eklektik. Tradisional Jawa diartikan dengan asal dan sejarah dari pertunjukan seni Jawa itu sendiri yang identik dengan budaya tradisional Jawa. Oleh karena itu, dalam perancangannya direncanakan interior terdiri dari bermacam-macam pengaplikasian yang menggabungkan tema modern dan tradisional, dan haruslah menjadi satu kesatuan yang melengkapi konsep dan tema, yang dikomposisikan sedemikian rupa sehingga dinamis tetapi tetap masih terlihat estetis. commitpada to user Perancangan interior difokuskan panggung karena disinilah terjadi
perpustakaan.uns.ac.id
148 digilib.uns.ac.id
segala pusat kegiatan. Pola perancangan dimulai dari lobby, disini perancang menambahkan elemen – elemen estetis mulai dari patung sebagai simbol penyambutan tamu dan panataan lampu yang menawan namun tetap nyaman, dalam artian tidak menimbulkan silau tetapi juga tidak terlalu remang. Tema yang diambil
dalam interior gedung pertunjukan seni
tradisional Jawa ini berdasar pada tujuan yang mendasar untuk mewujudkan penataan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa di Surakarta dengan desain dan tema modern tradisional sebagai konsep perancangan interior. Memasukkan unsur modern seperti penggunaan layar plasma LCD digital, tata lampu, dan tata cahaya. Adanya unsur modern ini diharapkan dapat membawa sesuatu yang baru sehingga dapat menambah daya tarik penonton dengan didukung tata lampu dan suara yang baik. Agar pengunjung tidak bosan dengan unsur modern maka perancang memadukan denagan gaya eklektik berupa pencampuran dua gaya yaitu modern dan tradisional sehingga perancangan gedung ini lain daripada gedung pertunjukan pada umumnya. Penghawaan, pencahayaan, dan tata suara yang maksimal dengan tujuan untuk menampilkan hasil yang terbaik. Panggung meupakan point of interest dari segala aspek yang ada, maka dari itu penataannya harus maksimal. Penggarapan panggung ini merupakan gabungan dari unsur tradisional dan modern. Pengertian Tema Tema yang sesungguhnya adalah suatu elemen utama yang memberikan arahan desain. Yang perlu kita ketahui adalah pada dasarnya tema dalam desain interior terdiri dari dua bentuk yaitu tema sebagai konsep dan tema commit to user
149 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagai dekoratif utama. Konsep adalah suatu ide, gagasan, pengertian yang ada dalam pikiran manusia. Pengertian modern: Terbaru dalam desain arsitektur / interior Meninggalkan yang lalu, lebih efisien, lebih fleksibel dan lebih praktis. Ditandai dengan sesuatu yang minimal, eksplorasi ruang, material baru dan teknologi baru. Semua tanda-tanda ini mengarah kepada sistem masa depan (future sistem). Pengertian eklektik: Arsitektur eklektik bisa dikatakan sebagai hasil karya arsitektur yang mempergunakan metode merancang secara eklektik. Eklektisme adalah sebuah pergerakan arsitektur dengan metode menggabungkan (kombinasi) berbagai aspek, ide, teori maupun yang ditujukan untuk membuat arsitektur terbaik dengan kombinasi yang ada. Pergerakan ini diawali dari filsafat yang dikaitkan dengan penggabungan berbagai perspektif pondasi filsafat untuk membentuk filsafat baru yang lebih baik. Metodenya kemudian diterapkan dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan yang lain, diantaranya kedalam arsitektur. Eklektik terdiri dari beberapa gaya yang diambil budaya barat dan timur. Jadi tidak ada aturan baku yang menyebutkan bagaimana cara memadukan beberapa gaya tersebut. Perkawinan timur dan barat itulah yang masuk pada lingkup gaya eklektik. Gaya eklektik sendiri dikenal dalam istilah interior sebagai gaya gado-gado, yang merupakan paduan dari beragam selera gaya. (http:okezone.com)
commit to user
150 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Suasana Penerapan dari konsep terletak pada elemen-elemen interior sehingga menimbulkan kesan tersendiri terhadap para pengunjung. Dan pada interior gedung pertunjukan penerapan wujud dari konsep eklektik yang berupa perpaduan modern dan tradisional. Ini diterapkan pada setiap perancangan interior.
Gambar.39 Perspektif R.Pamer Sumber : dokumentasi pribadi Bahkan untuk menggambarkan dan memunculkan nuansa tradisional pada setiap sudut ruang pamer terdapat manekin tokoh wayang dan patung ini dirasa menarik perhatian pengunjung, karena secara tidak langsung pengunjung dapat melihat dan mengetahui bentuk detail pakaian wayang orang secara dekat. Selain manekin wayang orang pada ruang pamer terdapat mural tentang cerita Ramayana dan Mahabharata. Selain itu pada area café tersebut pengunjung dapat menikmati live music tradisional jawa, dan terdapat display-display tentang cerita pewayangan atau gambar- gambar tokoh-tokoh pewayangan.
commit to user
151 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar.40 Contoh tokoh wayang berupa Gatotkaca Sumber : www.wisatasolo.com
Selain dari manekin wayang terdapat pula relief pada tiap dinding bangunan gedung yang berada pada lobby dan cafe. Relief ini menceritakan tentang cerita Ramayana dan Mahabharata. Sehingga dengan adanya relief yang menceritakan tokoh pewayangan pengunjung dapat memahami dan mengenal cerita pewayangan. Tidak hanya berupa aplikasi dari pewayangan desain pada setiap sudut ruang banyak terdapat ukiran-ukiran Jawa yang diaplikasikan pada kolom, dinding, area panggung, maupun furniture sehingga tujuan dari tema eklektik yang telah diterapkan akan terwujud dengan baik tanpa meninggalkan tema yang telah dipilih.
Gambar.41 Perspektif interior Stage to userpribadi Sumber commit : dokumentasi
perpustakaan.uns.ac.id
152 digilib.uns.ac.id
Pada panggung pertunjukan background panggung menggunakan kain maka pada perancangan gedung pertunjukan seni tradisional Jawa ini menggunakan visual dari layar plasma LCD digital. 4. Aspek Dekorasi dan Warna a. Elemen Dekorasi Bentuk gunungan diaplikasikan pada elemen dekoratif interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa. Elemen ini diterapkan pada wood panel untuk wall lamp, pintu, dan pada desain furniture berupa bentuk gunungan. Elemen dekoratif banyak menggunakan bentuk gunungan dikarenakan gunungan merupakan perumpamaan pintu gerbang istana oleh karena itu desain pintu pada gedung ini diaplikasikan dari bentuk gunungan. Selain alasan itu, gunungan identik dengan salah satu pertunjukan seni tradisional Jawa contohnya: pada seni pertunjukan wayang kulit dan wayang orang. Filosofi gunungan yang menjadi tuntunan manusia agar dalam berperilaku hendakanya menanamkan kebaikan kepada sesama. Filosofi dari gunungan inilah yang menjadi dasar perancangan gedung pertunjukan seni tradisioanl Jawa yang ingin membawa pesan pendidikan dan moral kepada penontonnya. Perancangan gedung pertunjukan seni tradisional Jawa ingin memberi kesan tersendiri kepada penonton yang datang. Pengunjung selain mencari hiburan dan menonton pertunjukan dapat mengambil manfaatnya setelah menonton, sehingga pesan dari cerita yang dipertunjukan maupun misi perancangan dapat tersampaikan dengan jelas. Selain sebagai sarana to user hiburan pertunjukan seni commit tradisional juga tetap mengandung (memuat)
153 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ajaran, tuntunan maupun nilai-nilai yang diperlukan oleh masyarakat. Salah satu fungsi dari seni pertunjukan tradisional yang tidak kalah pentingnya adalah berfungsi sebagai media pendidikan atau sebagai tuntunan bagi para penonton yang menikmatinya. Filosofi gunungan: Gunungan adalah gambar wayang yang menyerupai gunung. Di bagian bawah terlihat gambar pintu gerbang dijaga oleh dua raksasa memegang pedang dan perisai. Gambar ini adalah perumpamaan pintu gerbang istana dan digunakan pada waktu menggambarkan adegan suatu istana. Sebelah atas terdapat gambar pohon kayu dibelit seekor ular raksasa dan juga gambar segala macam binatang hutan, digunakan untuk adegan dalam hutan.
Gambar.42 Contoh gambar berupa Gunungan Sumber : .www.wayangku.wordpress.com Menurut riwayat, gunungan itu ialah lambang keadaan dunia dan isinya. Sebelum wayang dimainkan gunungan dicacak di tengah-tengah kelir (layar wayang) agak cenderung ke kanan, yang artinya bahwa lakon commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
154 digilib.uns.ac.id
wayang belum dimulai dimainkan. Gunungan itu dipakai juga sebagai tanda untuk mengganti cerita, ialah dicacakkan di tengah-tengah. Selain itu juga digunakan sebagai perumpamaan angin, yakni dengan dijalankan cepat, begitu pula buat perumpamaan api, dijalankan juga dengan cepat tetapi gunungan dibalikkan yang bagian bercat merah, lambang api. Gunungan juga digunakan dalam adegan di hutan rimba, dimainkan pada waktu perampogan (wayang kumpulan segala tentara siap sedia dengan senjata dan alat-alat perang). Dalam adegan perampogan sering dalang mengucapkan keadaan jalan yang tidak rata, atau hutan terlalu lebat, serta adegan prajurit menebang pohon untuk jalan. Setelah lakon dimainkan, gunungan dicacakkan kembali di tengah kelir, menandakan cerita telah tamat. Untuk tanda pengganti cerita atau babakan baru, maka gunungan dicacakkan di tengah lalu dalang mengucapkan maksud cerita yang telah selesai dan disambung dengan maksud cerita/babakan yang akan dimulai. Dari uraian tersebut merupakan tuntunan bagi manusia, bahwa perjalanan hidup manusia itu melalui tahapan-tahapan tertentu yang penuh dengan liku-liku yang akhirnya bila masanya tiba manusia pun akan mati. Ajaran inilah yang dapat diambil manfaatnya bagi penonton sebagai tuntunan, sehingga dalam berpelilaku setiap harinya hendaknya selalu menanamkan kebaikan kepada sesama. b. Warna Penerapan warna pada Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa ini adalah penerapan warna yang disesuaikan dengan tema interiornya. Konsep perancangan mengacu pada pencampuran modern tradisional atau yang commit to user
155 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
disebut dengan eklektik. Warna tradisional mengacu pada warna alam dan tanah. Pada perancangan gedung ini banyak menggunakan warna alam dan tanah berupa warna hijau, coklat, krem, hitam, dan abu-abu yang diaplikasikan pada dinding, lantai, langit-langit maupun furniture.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KEPUTUSAN DESAIN
A. KESIMPULAN Dari tinjauan dan analisa pada bab sebelunya maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Perancangan Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta adalah : suatu proses, pembuatan, merancangkan, merencanakan desain tempat pertunjukan yang menampung kegiatan manuasia untuk mengekspresikan dari perseorangan atau komunitas dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang dalam suatu bangunan yang berupa tempat pertunjukan seni tradisional Jawa untuk melengkapi fasilitas hiburan yang ada di Surakarta. a. Lokasi dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta ini perencanaannya akan diasumsikan di Surakarta tepatnya di daerah Sriwedari. b. Objek pengerjaan perancangan ditekankan pada auditorium, lobby, ruang pamer, dan cafe. 2. Konsep Perancangan Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta Setelah melalui studi literatur dan studi lapangan serta analisa, maka permasalahan yang terdapat dalam rumusan masalah dapat dijawab dengan : commit to user 156
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 157
a. Membuat konsep perwujudan dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta yang mampu menjadikannya sebagai sarana hiburan rakyat dan sarana pendidikan dalam rangka melestarikan budaya seni tradisional Jawa. b. Membuat konsep perwujudan dalam penekanan yang menjadi alternatif perancangan yaitu auditorium, lobby, ruang pamer, dan cafe. 3. Zoning dan Grouping Zona dalam keseluruhan site akan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu zona publik, zona privat, zona semi-privat dan zona servis. Zona publik akan mewadahi kegiatan seperti pelayanan di lobby, café, snack bar, souvenir shop, ruang penonton, dan ruang pamer. Zona privat berupa ruang rias pemain dan ruang pengelola. Zona semi-publik adalah ruang-ruang pemain yaitu ruang tunggu pemain, ruang latihan, ruang pengiring dan stage. Sementara zona servis akan mewadahi kegiatan ruang control dan kegiatan servis.
Gambar.43. Zoning Terpilih Sumber: Analisa Penulis, 2010 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 158
ZONA PUBLIK ZONA SEMI PUBLIK ZONA PRIVAT ZONA SERVIS Gambar.44. Grouping Terpilih Sumber : Analisa Penulis, 2010 4. Tema dan Warna Tema dari perancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa ini adalah konsep perancangan mengacu pada pencampuran modern tradisional atau yang disebut dengan eklektik. Tradisional Jawa diartikan dengan asal dan sejarah dari pertunjukan seni Jawa itu sendiri yang identik dengan budaya tradisional Jawa. Oleh karena itu, dalam perancangannya direncanakan interior terdiri dari bermacam-macam pengaplikasian yang menggabungkan tema modern commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 159
dan tradisional, dan haruslah menjadi satu kesatuan yang melengkapi konsep dan tema, yang dikomposisikan sedemikian rupa sehingga dinamis tetapi tetap masih terlihat estetis. Penerapan warna pada Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa ini adalah penerapan warna yang disesuaikan dengan tema interiornya. Konsep perancangan mengacu pada pencampuran modern tradisional atau yang disebut dengan eklektik. Warna tradisional mengacu pada warna alam dan tanah. Pada perancangan gedung ini banyak menggunakan warna alam dan tanah berupa warna hijau, coklat, krem, hitam, dan abu-abu yang diaplikasikan pada dinding, lantai, langit-langit maupun furniture. 5. Elemen Pembentuk Ruang Ruang
Lantai
Dinding
R.Tunggu,
a. Keramik tile
a. Gypsumboard
a. Gypsumboard
Tiket box
b. Granit
b. Partisi kayu
b. Multiplek
c. Granit
c. Ekspos
d. Kaca
kayu
dan Lobby
R.Pengelola, R.rias,
a. Keramik tile
a. Cat dinding
b. Parket
Ceiling
rangka
a. Gypsum board b. Kayu
R.persiapan Ruang
a. Karpet
a. Gypsumboard
Gypsum board
pentas,
b. Parket
b. Multiplek
Acoustic board
ruang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 160
gamelan, Ruang Penonton Snack bar,
a. Parket
a. Cat dinding
Shouvenir
Gypsum board kayu
shop
Cafe, Ruang pamer
a. Keramik tile
a. Cat tembok
Gypsum board
b. Granit
b. Partisi kayu
Anyaman rotan
c. Parket
c. Kaca
Tabel.15 Elemen Pembentuk Ruang Sumber : Analisa Penulis, 2010 6. Interior Sistem Pencahayaan
Ruang
Penghawaan
Akustik
R.Tunggu,
-
Alami
-
Alami
Gypsumboard
Tiket box
-
Buatan
-
Buatan
Multiplek
dan Ekspos
Lobby
rangka
kayu
R.Pengelola, -
Buatan
-
Buatan
R.rias,
Gypsum board Panel kayu
R.persiapan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 161
-
Buatan
-
Buatan
Acoustic board
Snack bar,
-
Alami
-
Alami
Gypsum board
Shouvenir
-
Buatan
-
Buatan
kayu
Cafe,
-
Alami
-
Alami
Gypsum board
Ruang
-
Buatan
-
Buatan
Anyaman rotan
Ruang pentas, ruang gamelan, Ruang Penonton
shop
pamer
Tabel.16 Interior Sistem Sumber : Analisa Penulis, 2010 7. Sistem Keamanan Keamanan yang dimaksud adalah keamanan fisik manusia, fisik bangunan, serta lingkungan, untuk sistem ini diperlukan unsur : satpam adanya tangga dan pintu darurat tanda petunjuk arah ( exit signs ) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 162
alat pengunci ( hardware locking ) tanda bahaya ( alarm ) Penyediaan tabung – tabung berisi gas zat arang atau bubuk yang mengandung obat – obat anti api dengan dilengkapi alat penyemprot Hidrant air, yaitu pipa dengan karan air dimana tersedia selang – selnag dan alat penyemprot air dengan lampu control. Sprinkle yang terpasang pada ceiling. Heat detector yang terpasang pada ceiling.
B. SARAN Dengan adanya ciri khas yang dimiliki oleh Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta ini maka akan semakin menambah keunikan tersendiri bagi suatu karya desain. Sebuah persembahan yang berguna bagi masyarakat tentunya bila dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional Jawa Surakarta ini dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi para pengunjung akan kebudayaan Jawa. Banyak nilai edukatif dan rekreatif yang bisa kita gali (eksplorasi) dengan adanya Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta ini, dan kedepan nantinya kita akan gunakan sebagai batu loncatan untuk mengembangkan sebuah kebudayaan yang bermanfaat dan implikasinya adalah masyarakat semakin mencintai kebudayaannya sendiri. Demikian hal-hal yang dapat penulis kemukakan tentang Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta. Dalam uraian ini tentunya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 163
masih banyak kekurangan disebabkan keterbatasan dalam mengumpulkan data serta teknik penyusunannya. Semoga karya ini bermanfaat bagi perkembangan desain interior Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 164
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Doelle, Leslie L. dan Leo Prasetio, MSc. 1993. Akustik Lingkungan. Jakarta: Erlangga
D. K. Ching, Francis. 1996. Arsitektur : Bentuk, Ruang dan Susunannya. Jakarta: Erlangga
Harun Hadiwiyono, Drs, 1994. Sari Sejarah Filsafat Barat. Jakarta: Kanisius
Mediastika, Christina E, Ph.D.2005. Akustika Bangunan. Jakarta: Erlangga
M. Echols dan Shadily , Hassan. 1992. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia
Neufert, Ernest.2002 . Data Arsitek Jilid I edisi 33 . Jakarta : Erlangga.
Tim Penyusun KBBI. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Perum Balai Pustaka.
Tim MGMP Kesda SMP Kota Surakarta.2008. Kesenian Daerah Kelas IX. Surakarta: CV. Setiawan Mulya. Panero, Julius & Martin.1980. Dimensi Manusia dan Ruang Interior. Jakarta: Erlangga Suptandar, J. Pamudji.1999. Desain Interior. Jakarta: Djambatan
Sutopo, H.B.2002. Metodologi Penelitian kualitatif, Surakarta: Sebelas Maret University Press. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 165
Surjarno, Drs.2003. Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai, Fungsi dan Tantangannya, Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta Skripsi :
Rudi Setyawan. 2004. Perancangan Interior Jakarta Amusement Center. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS.
Yuni Kristansi. 2008. Perancangan dan Perancanaan Gedung Wayang Orang di Surakarta. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS.
Website / Elektronik Data:
Presentasi Mata Kuliah AIS.2007
(http :www.wikipedia.co.id/Sriwedari.html). (diakses tanggal 19 Oktober 2008 pukul 15.50)
(http :www.ki-demang.com/Wayang wong.html). (diakses tanggal 11 Januari 2009 pukul 16.45)
(http :www.wisatasolo.com/gallery/main.html). (diakses tanggal 19 Oktober 2008 pukul 16.45)
(http :www.joglosemar.co.id). (diakses tanggal 13 Febuari 2010 pukul 20.15)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 166
LAMPIRAN
commit to user