DETERMINAN PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN

Download tradisional pada penelitian ini diharapkan data yang ada dalam penelitian ini dapat digunakan .... Jenis Pengobatan Tradisional, Alternatif...

4 downloads 486 Views 6MB Size
DETERMINAN PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN TRADISIONAL (TRADITIONAL MEDICATION) MASYARAKAT URBAN CENGKARENG JAKARTA BARAT TAHUN 2014

SKRIPSI Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

oleh: Supriadi 1110101000073

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap

:

Supriadi

Jenis Kelamin

:

Laki-laki

Tempat, tanggal lahir

:

Jakarta, 22 Agustus 1992

Warganegara

:

Indonesia

Agama

:

Islam

Alamat

:

Jalan Pedongkelan Belakang No. 7, RT 010/13, Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, 11720

Telepon

:

+628210579282 / +618561604670

Email

:

[email protected]

Pendidikan Formal: 1. SDN Cengkareng Timur 17 Pagi (1998-2004) 2. SMP Negeri 248 Jakarta (2004-2007) 3. SMA Negeri 33 Jakarta (2007-2010) 4. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Promosi Kesehatan (2010-2014)

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PROMOSI KESEHATAN Skripsi, 30 November 2014 Supriadi, NIM: 1110101000073 Determinan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional (Traditional Medicine) Masyarakat Cengkareng, Jakarta Barat, Tahun 2014 (XX + 140 halaman, 38 tabel, 2 bagan, 20 lampiran) Abstrak Pelayanan kesehatan tradisional mengalami peningkatan peminat pada sebagian besar masyarakat, khususnya masyarakat urban setelah tahun 1999. Pelayanan kesehatan tradisional yang berbasis kearifan lokal (local wisdom) dapat meningkatkan taraf kehidupan, baik secara ekonomi maupun kesehatan masyarakat lokal. Sebagai upaya promotif dan preventif dalam bidang kesehatan, diperlukan identifikasi terkait dengan faktor – faktor yang mendorong masyarakat dalam memilih pelayanan kesehatan tradisional. Sehingga faktor – faktor yang mendorong ini dapat digunakan sebagai dasar dibuatnya program kesehatan dalam upaya promotif dan preventif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah faktor: predisposisi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis, agama, jarak rumah dengan pelayanan kesehatan, nilai tentang sehat dan sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan, dan pengetahuan tentang pelayanan kesehatan; pendukung (asuransi kesehatan, dan tarif pelayanan kesehatan); dan kebutuhan (pandangan subjektif terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis) memiliki hubungan dengan perilaku pencarian pelayanan kesehatan tradisional masyarakat. Instrumen penelitian ini terdiri dari 99 pertanyaan untuk menggali informasi dari responden. Berdasarkan hasil uji statistik, dari 16 karakteristik masyarakat, 10 memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional pada masyarakat Cengkareng dan 6 karakteristik tidak memiliki hubungan yang signifikan. Saran dari hasil penelitian ini, yaitu: untuk program promosi kesehatan, berdasarkan identifikasi faktor perilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional pada penelitian ini diharapkan data yang ada dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar menentukan langkah – langkah yang harus dilakukan untuk melakukan program promosi kesehatan pelayanan kesehatan tradisional. Pengintegrasian antara pelayanan kesehatan modern dan tradisional, sebaiknya diperhatikan dengan baik dalam hal sosialisasi dan komunikasi ke pasien. Kata kunci: pelayanan kesehatan tradisional, perilaku pencarian kesehatan, Cengkareng

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH HEALTH PROMOTION Undergraduate Thesis, 30th November 2014 Supriadi, NIM: 1110101000073 (XX + 140 pages, 38 tables, 2 charts, 20 attachments) The Behavior Determinants of Health Seeking for Traditional Medication in Urban Society at Cengkareng, West Jakarta Year 2014 Abstract Traditional medicine increased interested people in most of society especially the urban after 1999.Traditional health service which is based the local can improve life both economically and community health local. As promotional efforts and preventive in the field of health required identification associated with factors that encouraged the community in choosing traditional health service. So that encourage factors this can be used as the basis for the formulation of the health program in promotional efforts and preventive. This research aims to know whether: predisposing (age, sex, marital status, education, occupation, family size, ethnicity, religion, home health services with distance, values concerning health and illness, attitudes toward health services, knowledge about disease; enabling (health insurance and cost of health services ; and the needs (subjective views on the disease ever experienced and the state of disease experienced in accordance with medical diagnosis) would have a relationship with the traditional behavior the search of health services. An instrument consisting of the 99 questions this research to obtain information from the respondents. Based on the statistical test, of 16 people characteristics, 10 have a significant relation to the behavior of the use of traditional medicine at Cengkareng and 6 characteristics of having no significant relationship. Advice from the results of this research namely: to promotional programs health factor based on behavior identification of the use of traditional health service on research is expected existing data in this research can be used as a basis determining step which is must be done to do program promotion of health traditional health service. The integration between health services modern and traditional should be noted with both in terms of socialization and communication to patients. Key word: traditional medicine, health seeking behavior, Cengkareng

v

1 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim Alhamdulillah, seluruh puji serta syukur selalu dilantunkan kehadirat Allah SWT, Sang Pemilik Pengetahuan, yang dengan rahmat dan inayah - Nya jualah maka penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Determinan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional (Health Seeking Behavior of Traditional Medicine) Masyarakat Cengkareng, Jakarta Barat, 2014”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW, yang atas perkenan Allah, telah mengantarkan umat manusia ke pintu gerbang pengetahuan Allah yang Maha luas. Dalam proses penyusunan laporan ini, penulis mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Keluarga tercinta, Sarwin Hadi Mulyono, Warsi, Widiastuti, Ristanto, Rustiana, Rismawan yang selalu turut memberikan doa dan restu serta dukungan yang diberikan tanpa mengenal batas waktu hingga akhirnya penulis mampu mencapai pendidikan di jenjang universitas. 2. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatukkah Jakarta. 3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D sebagai Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat. 4. Ibu Dewi. A. Utami, Ph.D sebagai Sekretaris Program Studi Kesehatan Masyarakat. 5. Bapak Dr. M. Farid Hamzens dan Ibu Raihana Nadra Alkaff, M. MA selaku pembimbing yang telah memberi arahan dan masukan serta motivasi dan doa kepada penulis agar senantiasa berupaya dalam penyelesaian laporan magang maupun kompetensi.

vi

maksimal

6. Bapak Prof Dr. Rusmin Tumanggor, M. A, Ibu Hoirun Nisa. Ph.D, dan Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS sebagai penguji siding skripsi. 7. Segenap bapak / ibu dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis dan mahasiswa pada umumnya. 8. Teman - teman Peminatan Promosi Kesehatan 2010 yang selalu mendukung penulis Icha, Prima, Siva, Ayu, Richo, Randika, Sari, Alul, Ilmi, Dita, Yuli, Nita, Fury, dan Hervina. 9. Sahabat terbaik Agung, Misyka, Angga, Seno, Eliza, Bayti, Iqbal, Anis, Prima serta teman-teman Kesehatan Masyarakat angkatan 2010 untuk semangat yang diberikan. 10. Sahabat dan teman - teman penulis yang sudah memotivasi dan mendukung penyusunan skripsi ini. 11. Tempat pengobatan tradisional dan responden yang terlibat dalam penelitian ini. 12. Segenap pihak yang belum disebutkan satu persatu atas bantuan, semangat dan doanya untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi. Dan akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis panjatkan doa dan harap, semoga kebaikan mereka dicatat sebagai amal shaleh di hadapan Allah SWT dan menjadi pemberat bagi timbangan kebaikan mereka kelak. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan masukan di waktu mendatang. Semoga skripsi ini dapat mendatangkan manfaat kepada penulis khususnya, dan kepada seluruh pembaca secara keseluruhan. Jakarta, Desember 2014

Penulis

vii

Daftar Isi Lembar Pernyataan………………………………………………………………………………………………………………….. i Lembar Pernyataan Pembimbing……………………………………………………………………………………………. ii Daftar Riwayat Hidup……………………………………………………………………………………………………………… iii Abstrak……………………………………………………………………………………………………………………………………… iv Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………………………………………. vi Daftar Isi…………………………………………………………………………………………………………………………………….. viii Daftar Tabel……………………………………………………………………………………………………………………………… xvi Daftar Bagan…………………………………………………………………………………………………………………………….. xx BAB I…………………………………………………………………………………………………………………………………………. 1 Pendahuluan………………………………………………………………………………………………………………………………. 1 1.1.

Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………………… 1

1.2.

Rumusan Masalah………………………………………………………………………………………………………… 7

1.3.

Pertanyaan Penelitian…………………………………………………………………………………………………… 7

1.4.

Tujuan…………………………………………………………………………………………………………………………… 9 1.4.1. Tujuan Umum…………………………………………………………………………………………………. 9 1.4.2. Tujuan Khusus………………………………………………………………………………………………… 9

1.5.

Manfaat Penelitian……………………………………………………………………………………………………….. 10 viii

1.6.

Ruang Lingkup…………………………………………………………………………………………………………….. 11

BAB II……………………………………………………………………………………………………………………………………….. 12 Tinjauan Pustaka……………………………………………………………………………………………………………………… 12 2.1.

Sistem Pengobatan …………………………...………………………………………………………… 12

2.2.

Pengobatan Tradisional………………………………………………………………………………………………. 12 2.2.1. Definisi……………………………………………………………………………………………………………. 12 2.2.2. Jenis Pengobatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer…………………… 15 2.2.2.1. Obat Herbal………………………………………………………………………………………. 16 2.2.2.2. Pijat Tradisional……………………………………………………………………………….. 17 2.2.2.3. Akupunktur………………………………………………………………………………………. 23 2.2.2.4. Akupressur……………………………………………………………………………………….. 25

2.3. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan………………………………………………………………………….. 25 2.4. Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan…………………………………………………………..

26

2.4.1. Definisi Perilaku……………………………………………………………………………………………... 26 2.4.2. Faktor - Faktor yang Memengaruhi Perilaku Berdasarkan Model Andersen………………………………………………………………………………………………………….. 29 2.5.

Kerangka Teori…………………………………………………………………………………………………………….. 35

BAB III……………………………………………………………………………………………………………………………………… 36

ix

Kerangka Konsep, Definisi Operasional dan Hipotesis. ……………………………………………………… 36 3.1.

Kerangka Konsep………………………………………………………………………………………………………… 36

3.2.

Definisi Operasional……………………………………………………………………………………………………. 39

3.3.

Hipotesis………………………………………………………………………………………………………………………. 42

BAB IV…………………………………………………………………………………………………………………………………….. 43 Metodologi Penelitian……………………………………………………………………………………………………………… 43 4.1.

Desain Penelitian………………………………………………………………………………………………………… 43

4.2.

Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………………………………………………….. 43

4.3.

Populasi dan Sampel…………………………………………………………………………………………………… 43 4.3.1. Populasi Penelitian………………………………………………………………………………………… 43 4.3.2. Sampel Penelitian…………………………………………………………………………………………… 44

4.4.

Instrumen Penelitian…………………………………………………………………………………………………… 46

4.5.

Uji Validitas dan Realibitas………………………………………………………………………………………… 47 4.5.1. Uji Validitas……………………………………………………………………………………………………. 47 4.5.2. Uji Reliabilitas………………………………………………………………………………………………… 49

4.6.

Cara Pengambilan Data………………………………………………………………………………………………. 50

4.7.

Pengolahan Data………………………………………………………………………………………………………….. 51

4.8.

Analisis Data………………………………………………………………………………………………………………… 52 x

BAB V………………………………………………………………………………………………………………………………………. 54 Hasil Penelitian…………………………………………………………………………………………………………………………. 54 5.1.

Gambaran Umum Wilayah Penelitian………………………………………………………………………… 54

5.2.

Analisis Univariat Variabel Dependen……………………………………………………………………….. 54 5.2.1. Gambaran Perilaku Masyarakat dalam Menggunakan Pelayanan Kesehatan Tradisional……………………………………………………………………………………………………… 54

5.3.

Analisis Univariat Variabel Independen…………………………………………………………………… 55 5.3.1. Gambaran Usia Responden di Wilayah Cengkareng…………………………………… 55 5.3.2. Gambaran Jenis Kelamin Responden di Wilayah Cengkareng………………….. 56 5.3.3. Gambaran Status Pernikahan Responden di Wilayah Cengkareng……………. 57 5.3.4. Gambaran Tingkat Pendidikan Responden di Wilayah Cengkareng…………. 59 5.3.5. Gambaran Pengetahuan Tentang Pelayanan Kesehatan/Pengobatan Tradisional…………..…………..…………..…………..…………..…………..…………..…………..…… 60 5.3.6. Gambaran Pekerjaan Responden di Wilayah Cengkareng…………..……………… 62 5.3.7. Gambaran Jumlah Anggota Keluarga Responden di Wilayah Cengkareng.. 65 5.3.8. Gambaran Suku/Etnis Responden di Wilayah Cengkareng…………..…………….. 66 5.3.9. Gambaran Agama Responden di Wilayah Cengkareng…………..………………….. 69 5.3.10. Gambaran Jarak Rumah ke Pelayanan Kesehatan Tradisional Responden di Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..…………..…………..…………..…………… 71 xi

5.3.11. Gambaran Penilaian Sehat dan Sakit Masyarakat di Wilayah Cengkareng. 73 5.3.12. Gambaran Sikap Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional di Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..…………..…………..…………..…………… 74 5.3.13. Gambaran Kepemilikan Asuransi atau Jaminan Kesehatan Responden di Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..…………..…………..…………..…………… 76 5.3.14. Gambaran Tarif Pelayanan Kesehatan Tradisional Bagi Responden Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..…………..……………. 77 5.3.15. Gambaran Pandangan Subjektif Terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..………………. 79 5.3.16. Gambaran Kesesuaian Penyakit dengan Diagnosis Medis Responden Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..…………..…………… 81 5.4.

Analisis Bivariat Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen…………..……… 83 5.4.1. Hubungan Faktor Predisposisi Terhadap Perilaku Pengobatan Tradisional…..…………..…………………………………………………………………………………….… 83 5.4.2. Hubungan Faktor Pendukung Terhadap Perilaku Pengobatan Tradisional …………..…………..…………..…………..…………..…………..…………………………………………..…… 84

5.4.3. Hubungan Faktor Predisposisi Terhadap Perilaku Pengobatan Tradisional ……………………………………………………………………..…………..…………..…………..…………..…. 85

BAB VI…………..…………..……………..…………..……………..…………..……………..…………..……………..…………. 86 Pembahasan…………..…………..……………..…………..……………..…………..……………..…………..……………..…… 86

xii

6.1.

Keterbatasan Penelitian…………..…………..……………..…………..……………..…………..………………. 86

6.2.

Faktor Predisposisi Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..… 86 6.2.1. Usia…………..…………..……………..…………..……………..…………..……………..…………..……… 87 6.2.2. Jenis Kelamin…………..…………..……………..…………..……………..…………..……………..…… 89 6.2.3. Status Pernikahan…………..…………..……………..…………..……………..…………..…………… 91 6.2.4.

Tingkat Pendidikan…………..…………..……………..…………..……………..…………..……….. 93

6.2.5. Pengetahuan Tentang Pelayanan Kesehatan…………..…………..……………..………… 95 6.2.6. Pekerjaan…………..…………..……………..…………..……………..…………..……………..…………. 96 6.2.7. Jumlah Anggota Keluarga…………..…………..……………..…………..……………..………….. 97 6.2.8. Suku/Etnis…………..…………..……………..…………..……………..…………..……………..………… 99 6.2.9. Agama…………..…………..……………..…………..……………..…………..……………..…………..….. 101 6.2.10. Jarak Rumah ke Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..…………..…………….. 102 6.2.11. Penilaian Tentang Sehat dan Sakit…………..…………..……………..…………..……………. 103 6.2.12. Sikap…………..…………..……………..…………..……………..…………..……………..…………..…….. 104 6.3.

Faktor Pendukung Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..….. 105 6.3.1. Asuransi atau Jaminan Kesehatan…………..…………..……………..…………..…………….. 105 6.3.2. Tarif Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..…………..……………..…………..…….. 107

6.4.

Faktor Kebutuhan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..….. 108 xiii

6.4.1. Pandangan Subjektif Terhadap Pelayanan Kesehatan…………..…………..………… 108 6.4.2. Kesesuaian Penyakit dengan Diagnosis Medis dan Melakukan Pengobatan dengan Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..…………..……………..…………..… 108 BAB VII……..……………..………….……..……………..………….……..……………..………….……..……………..……….. 111 Kesimpulan dan Saran……..……………..………….……..……………..………….……..……………..………….……..… 111 7.1.

Kesimpulan……..……………..………….……..……………..………….……..……………..………….……..……… 111

7.2.

Saran……..……………..………….……..……………..………….……..……………..………….……..……………..…. 118

Daftar Pustaka……….……..……………..…………….……..……………..…………….……..……………..…………….……. 119

xiv

Daftar Tabel Tabel 3.1. Definisi Operasional …………………………………………………….………………………………………… 39 Tabel 4.1. Jumlah Sampel………………………………….…………………………………………………………………….. 45 Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Kecamatan Cengkareng………………………………….………………………. 45 Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Pengobatan Tradisional di Wilayah Cengkareng……………………………………..…………….…………… 54 Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Masyarakat di Wilayah Cengkareng………………………………….……………………………………………………………………………………………. 55 Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Masyarakat di Wilayah Cengkareng………………………………….……………………………………………………………………….………………….. 56 Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Status Pernikahan Masyarakat di Wilayah Cengkareng………………………………….……………………………………………………………………….…………………. 57 Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat di Wilayah Cengkareng………………………………….……………………………………………………………………….…………………. 59 Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Masyarakat di Wilayah Cengkareng………………………………….…………………………….. 60 Tabel 5.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Masyarakat di Wilayah Cengkareng………………………………….……………………………………………………………………….………………….. 62 Tabel 5.8. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Masyarakat di Wilayah Cengkareng………………………………….……………………………………………………………………….…… 65 Tabel 5.9. Distribusi Responden Berdasarkan Suku/Etnis Asal Keluarga Masyarakat di Wilayah Cengkareng………………………………….……………………………………………………………………….…… 66 Tabel 5.10. Distribusi Responden Berdasarkan Agama yang Dianut Masyarakat di Wilayah Cengkareng………………………………….……………………………………………………………………….…………………. 69 Tabel 5.11. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Rumah ke Pelayanan Kesehatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng………………………………….…………………

xvi

71

Tabel 5.12. Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Sehat dan Sakit Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng………………………………….…………………………………………………

73

Tabel 5.13. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng………………………………….…………………..

74

Tabel 5.14. Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Asuransi atau Jaminan Kesehatan Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng………………………………….…………………….. 76 Tabel 5.15. Distribusi Responden Berdasarkan Tarif Pelayanan Kesehatan Tradisional Bagi Responden Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng………………………………….…………… 77 Tabel 5.16. Distribusi Responden Berdasarkan Pandangan Subjektif Responden Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng………………………………….……………………………………………………………………….. 79 Tabel 5.17. Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Penyakit dengan Diagnosis Medis Responden Terhadap Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng ………………………………….………………………………………………………………….…………………….. 81 Tabel 5.18. P Value Variabel – Variabel Hubungan Faktor Predisposisi Terhadap Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng …………..

83

Tabel 5.19. P Value Variabel – Variabel Hubungan Faktor Pendukung Terhadap Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng …………..

84

Tabel 5.20. P Value Variabel – Variabel Hubungan Faktor Kebutuhan Terhadap Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng …………..

85

xvii

Daftar Bagan Bagan 2.1. Pencarian Pelayanan Kesehatan: Individual Determinants of Health Service Utilization by Ronald Andersen and John F. Newman (2005) …………………………………………

35

Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………………………………………………

38

xx

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Pengobatan tradisional mengalami peningkatan peminat pada sebagian besar masyarakat, khususnya masyarakat urban setelah tahun 1999. Indonesia memiliki kekayaan suku budaya tradisional termasuk dibidang pengobatan tradisional dari Sabang sampai Merauke. Pengobatan tradisional yang berbasis kearifan lokal (local wisdom) dapat meningkatkan taraf kehidupan, baik secara ekonomi maupun kesehatan masyarakat lokal. (WHO, 2010). Jika masyarakat mampu memanfaatkan pengobatan tradisional maka akses masyarakat terhadap pengobatan pada saat mengalami gangguan kesehatan semakin mudah karena disesuaikan dengan kemampuan daerah atau lokal untuk menangani masalah kesehatan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional Menteri Kesehatan Republik Indonesia, pengobatan tradisional di Indonesia diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu: keterampilan, ramuan, pendekatan agama dan supranatural. Dari beberapa jenis pengobatan tradisional tersebut, terdapat praktek – praktek yang berbasis keterampilan, ramuan, pendekatan agama dan supranatural yang mulai banyak muncul di lingkungan masyarakat. (Kementerian Kesehatan, 2003) Pengobatan tradisional telah berkembang pesat di seluruh dunia. Berdasarkan data World Health Organization pada

1

tahun 2002, 75%

2

penduduk Perancis menggunakan pengobatan alternatif, 77% klinik terapi di Jerman menggunakan akupuntur, 95% rumah sakit di China memiliki klinik pengobatan tradisional dan 70% penduduk India menggunakan obat tradisional untuk pengobatannya. Di Belanda dan Inggris masing – masing sekitar 60%, dan 74%, penduduk menggunakan pengobatan tradisional. Presentasi

penduduk

yang menggunakan

pengobatan

alternatif

dan

komplementer di Canada, Amerika, dan Belgia berkisar 70%, 42%, dan 38% (WHO, 2002). Kondisi

Pengobatan

tradisional

di

Indonesia

menurut

data

Kementerian Kesehatan pada tahun 2013 cakupan Pengobatan kesehatan sudah mencakup

53,6% Kabupaten/Kota dari 416 Kabupaten/Kota di

Indonesia (223 Kabupaten/Kota). Dari cakupan wilayah tersebut, Puskesmas yang sudah menyelenggarakan Pengobatan tradisional sudah mencapai 793 Puskesmas dari 9671 mencakup akupuntur dan akupresur (Kementerian Kesehatan, 2013). Salah satu Puskesmas yang menyelenggarakan pengobatan tradisional adalah Puskesmas Cengkareng. Dimana pada salah satu layanannya terdapat akupunktur. Perkembangan pengobatan tradisional mendapat perhatian serius dari berbagai negara. Dari hasil kesepakatan pertemuan

World Health

Organization (WHO) dalam acara Congress on Traditional Medicine di Beijing pada bulan November 2008 disebutkan bahwa Pengobatan tradisional yang aman dan bermanfaat dapat diintegrasikan ke dalam sistem Pengobatan konvensional. Dari pertemuan WHO pada tahun 2008 disebutkan dalam salah satu resolusinya, yaitu: mendorong negara – negara anggotanya agar

3

mengembangkan Pengobatan tradisional di negara masing - masing sesuai dengan kondisi setempat (WHO, 2010). Kedudukan pengobatan tradisional di Indonesia berdasarkan Undang – Undang (UU) Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan ditetapkan sebagai salah satu penyelenggara upaya kesehatan. Praktik Pengobatan tradisional berdasarkan UU tersebut dibina dan diawasi oleh pemerintah langsung agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama. Dengan adanya pergeseran pola penyakit yang terjadi di Indonesia dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif, pemanfaatan Pengobatan tradisional dapat menjadi rujukan bagi masyarakat untuk mengatasi keterbatasan akses Pengobatan konvensional. Pengobatan tradisional telah diakui keberadaannya sejak dahulu kala dan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Sampai saat ini Pengobatan tradisional terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi disertai dengan peningkatan pemanfaatannya oleh masyarakat. Hal ini sebagai imbas dari semangat untuk kembali menggunakan hal – hal yang bersifat alamiah atau dikenal dengan istilah “back to nature” (Kementerian Kesehatan, 2010). Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001, 57,7% penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri. Dimana dari jumlah tersebut, 31,7% menggunakan obat tradisional (jamu dan ramuan tradisional), 9,8% menggunakan pengobatan tradisional dan 16,1% mendiamkan

4

gangguan kesehatannya hingga sembuh dengan sendirinya. Lalu pada tahun 2004 penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan sendiri meningkat menjadi 72,44% dimana 32,87% menggunakan pengobatan tradisional. Di DKI Jakarta terdapat 306 tempat pengobatan tradisional (Yellow Pages, 2014). Jumlah ini didapatkan berdasarkan data nomor telepon tempat pengobatan tradisional di Jakarta. Jumlah tersebut cukup banyak, mengingat jumlah rumah sakit di Jakarta ada 155 rumah sakit, diantaranya 32 rumah sakit publik milik pemerintah, 54 rumah sakit publik milik swasta (nonprofit), 64 rumah sakit privat milik swasta, dan 5 rumah sakit privat milik Badan Usaha Milik Negara (Kementerian Kesehatan, 2014). Menurut Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Kementrian Kesehatan, jumlah pengobat tradisional di Indonesia yang tercatat cukup banyak, yaitu 280.000 pengobat dengan 30 keahlian/spesialisasi (Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat Makassar, 2013). Pengobatan tradisional memiliki banyak manfaat positif namun disamping efek positif pengobatan tradisional, ada beberapa kasus pengobatan tradisional yang terjadi di Indonesia yang dituduh melakukan penipuan pengobatan dengan pendekatan agama. Pengobatan yang dilakukan dengan pendekatan agama dan spiritual sebenarnya tidak memiliki dampak positif bagi pasien. Hal yang merugikan seperti ini harus dihindari dari praktik Pengobatan tradisional yang ada di Indonesia. Kasus lain terkait pengobatan tradisional, yaitu iklan klinik pengobatan China yang dinyatakan telah melanggar Peraturan Menteri

5

Kesehatan RI Nomor 1787/Menkes/Per/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pengobatan

serta

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Nomor

386/Men.Kes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Tradisional. Iklan klinik pengobatan tradisional yang berasal dari China ini mengandung unsur pemujaan pada testimoni yang dilakukan oleh beberapa pasiennya. Iklan klinik ini beredar di televisi swasta yang menampilkan testimoni – testimoni setelah melakukan pengobatan di klinik tersebut dan kalimat yang diutarakan oleh pasien – pasien tersebut berupa kalimat pemujaan. Hal inilah yang menjadi pelanggaran terhadap pedoman periklanan obat tradisional oleh klinik yang menyelenggarakan pengobatan tradisional berbasis pengobatan tradisional China tersebut. Belum adanya peraturan yang tegas terhadap seluruh penyelenggaraan pengobatan tradisional di Indonesia karena masih dalam masa pengembangan maka pelanggaran praktek pengobatan tradisional masih lebih banyak terjadi dibandingkan dengan pengobatan konvensional (rumah sakit). Berdasarkan pendapat

yang

dikemukan

oleh

Sarfino

(2006)

tentang

interaksi

biopsikososial akibat pelanggaran yang dilakukan oleh pengobat tradisional, dapat mengakibatkan keterlambatan pengobatan (delay treatment) bagi pasien – pasiennya dalam memperoleh penanganan medis atau pengobatan yang seharusnya sudah didapatkan pasien sehingga tidak menjadi komplikasi pada gangguan kesehatannya. Perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian di masyarakat terutama di negara yang sedang

6

berkembang sangat bervariasi, diantaranya ada 5 pilihan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi mengenai tindakan pada saat mengalami gangguan kesehatan (sakit), yaitu: tidak bertindak atau tidak melakukan apa – apa (no action), tindakan mengobati sendiri (self- treatment), mencari pengobatan ke fasilitas - fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy), mencari pengobatan dengan membeli obat - obat ke warung - warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke tukang - tukang jamu, serta mencari pengobatan ke fasilitas - fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga - lembaga kesehatan swasta, yan dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan beberapa tahap perilaku pencarian pengobatan, pencarian pengobatan tradisional termasuk tahap awal yang dilakukan untuk menyembuhkan masalah kesehatan. Sebagai upaya promotif dan preventif dalam bidang kesehatan, diperlukan identifikasi terkait dengan faktor – faktor yang mendorong masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional. Agar di masa mendatang tidak terjadi penyalahgunaan Pengobatan tradisional, maka faktor – faktor yang mendorong ini dapat digunakan sebagai dasar dibuatnya program kesehatan dalam upaya promotif dan preventif. Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian Pengobatan tradisional masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014. Karena wilayah Jakarta Barat memiliki jumlah penduduk yang paling padat di wilayah Jakarta dan

7

banyaknya Pengobatan tradisional yang tumbuh, terutama Pengobatan tradisional berbasis TCM (Traditional Chinese Medicine).

1.2.

Rumusan Masalah Kemajuan dunia kedokteran konvensional (modern) yang sudah sangat pesat saat ini dapat menjadi rujukan masyarakat terutama masyarakat kota atau masyarakat yang tinggal di wilayah yang relatif sudah maju. Namun, fenomena pemanfaatan Pengobatan (pengobatan) tradisional sebagai pilihan pengobatan, khususnya masyarakat urban meningkat. Hal ini ditandai oleh banyaknya praktek pengobatan tradisional di lingkungan tempat tinggal masyarakat urban. Dari semua pengobatan tradisional yang ada di masyarakat, belum semuanya memiliki izin praktek pengobatan. Hal ini mengakibatkan praktek pengobatan tradisional yang dilakukan Pengobatan tradisional yang tidak memiliki izin tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pengobatan tradisional yang banyak dipilih oleh masyarakat dilatarbelakangi oleh faktor – faktor tertentu. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik mengidentifikasi faktor – faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku pencarian kesehatan ke Pengobatan tradisional.

1.3.

Pertanyaan Penelitian 1.

Bagaimana gambaran predisposisi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis, agama, jarak rumah dengan Pengobatan, nilai tentang sehat dan sakit, sikap terhadap Pengobatan, dan pengetahuan tentang Pengobatan) masyarakat

yang

8

memilih

pengobatan

tradisional

sebagai

pilihan

Pengobatan

di

Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014? 2.

Bagaimana gambaran pendukung (asuransi kesehatan, tarif Pengobatan) masyarakat

yang memilih pengobatan tradisional sebagai pilihan

Pengobatan di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014? 3.

Bagaimana gambaran kebutuhan (pandangan subjektif terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis) masyarakat

yang memilih pengobatan tradisional

sebagai pilihan Pengobatan di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014? 4.

Bagaimana hubungan predisposisi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis, agama, jarak rumah dengan Pengobatan, nilai tentang kesehatan dan penyakit, sikap terhadap Pengobatan, dan pengetahuan tentang Pengobatan) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?

5.

Bagaimana hubungan pendukung (asuransi kesehatan, tarif Pengobatan) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?

6.

Bagaimana hubungan kebutuhan (pandangan subjektif terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?

9

1.4.

Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum Mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku pemilihan

pengobatan

tradisional

masyarakat

di

Kecamatan

Cengkareng, Jakarta Barat, tahun 2014.

1.4.2. Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran predisposisi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis, agama, jarak rumah dengan Pengobatan, nilai tentang sehat dan sakit, sikap terhadap Pengobatan, dan pengetahuan tentang Pengobatan) masyarakat

yang memilih pengobatan tradisional sebagai pilihan

Pengobatan di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014? 2. Diketahuinya gambaran pendukung (asuransi kesehatan, dan tarif Pengobatan) masyarakat

yang memilih pengobatan tradisional

sebagai pilihan Pengobatan di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014? 3. Diketahuinya gambaran karakteristik kebutuhan (pandangan subjektif terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis) masyarakat yang memilih pengobatan tradisional sebagai pilihan Pengobatan di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014? 4. Diketahuinya hubungan karakteristik predisposisi (usia, jenis kelamin, status

pernikahan, pendididikan, pekerjaan,

jumlah keluarga,

suku/etnis, agama, jarak rumah dengan Pengobatan, nilai tentang

10

kesehatan dan penyakit, sikap terhadap Pengobatan, dan pengetahuan tentang

Pengobatan)

dengan

perilaku

pengobatan

tradisional

masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014? 5. Diketahuinya hubungan karakteristik pendukung (asuransi kesehatan, dan tarif Pengobatan) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014? 6. Diketahuinya hubungan karakteristik kebutuhan (pandangan subjektif terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?

1.5.

Manfaat Penelitian 1. Untuk program, yaitu dapat digunakan sebagai salah satu masukan terhadap program promosi pengobatan tradisional, tidak saja bagi pembuat program namun juga untuk mereka yang menaruh perhatian terhadap program tersebut. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan data dasar

bagi pengembangan

program promosi kesehatan yang terkait dengan pengobatan tradisional jika dibutuhkannya gambaran partisipasi masyarakat, khususnya pada masyarakat urban. 2. Untuk ilmu pengetahuan, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya dan dimanfaatkan sebanyak – banyaknya untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.

11

3. Untuk universitas, diharapkan hasil penelitian sebagai salah satu bentuk program tri darma perguruan tinggi, yaitu bidang penelitian.

1.6.

Ruang Lingkup Studi ini dilakukan di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat untuk

melihat

karakteristik

masyarakat

yang

menggunakan

pengobatan tradisional sebagai Pengobatan pilihannya dan untuk melihat apa saja faktor – faktor yang mendorong masyarakat untuk menggunakan pengobatan tradisional sebagai Pengobatan yang pilihannya. Dengan tujuan yang telah dirumuskan oleh peneliti, maka ditetapkan penelitian ini bersifat kuantitatif dengan metode cross sectional. Lingkup objek responden dalam studi kuantitatif ini dibatasi untuk menggambarkan faktor – faktor pendorong masyarakat memilih pengobatan tradisional sebagai pengobatan pilihan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Sistem Pengobatan

Sistem pengobatan atau pengobatan di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu: pengobatan konvensional atau modern dan pengobatan tradisional. Pengobatan konvensional atau modern adalah pengobatan yang berbasis pada ilmu kedokteran konvensional yang telah lama berkembang sejak sebelum abad ke 19. Pengobatan dengan metode yang mengacu pada pengobatan secara medis oleh dunia Barat yang ditunjang dengan berbagai peralatan madis yang canggih dan obat – obatan yang bersifak kimia (buatan). Sedangkan pengobatan tradisional adalah pengobatan yang berbasis kearifan lokal (local wisdom) baik cara penyembuhan atau terapi yang digunakan maupun obat – obatan yang digunakan adalah bahan – bahan alami. Pengobatan tradisional terbagi dalam dua versi yaitu klasik dan modern. Tradisional klasik dlakukan secara turun temurun tanpa ilmu atau penelitian sedangkan versi modern adalah pengobatan yang berkonsep holistik dan sebagai komplemen (pelengkap) dari pengobatan medis.

2.2.

Pengobatan Tradisional 2.2.1. Definisi Menurut WHO (2000), pengobatan tradisional adalah jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktek - praktek yang berdasarkan pada teori - teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat

12

13

budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental. Menurut WHO (2000) pengobatan tradisional (Traditional Medicine disingkat TM) mengacu pada pengetahuan, keterampilan serta praktek berdasarkan teori, kepercayaan dan pengalaman masyarakat adat – istiadat dan budaya yang berbeda, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan dan pencegahan, diagnosis, perbaikan atau pengobatan penyakit fisik dan mental. Obat tradisional mencakup berbagai terapi dan praktek yang berbeda dari satu negara dengan negara lain dan satu wilayah dengan wilayah lainnya. Di beberapa negara, hal ini disebut sebagai "alternatif" atau "komplementer" obat (Complementary Alternative Medicine disingkat CAM). Seperti di Indonesia, pengobatan alternatif – komplementer diartikan sebagai pengobatan non – konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektivitas yang tinggi dan berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik,

yang

belum

diterima

dalam

kedokteran

konvensional

(Kementerian Kesehatan, 2007). Dari pengertian tersebut, pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer dapat diartikan sebagai pengobatan yang berasal dari kepercayaan turun – temurun dan digunakan sampai sekarang dengan tujuan untuk meningkatan derajat kesehatan masyarakat.

14

Pengobatan tradisional telah digunakan selama ribuan tahun dengan kontribusi besar yang dibuat oleh praktisi kesehatan manusia, khususnya sebagai penyedia perawatan kesehatan primer di tingkat masyarakat. TM/CAM telah mempertahankan popularitasnya di seluruh dunia. Sejak tahun 1990 - an penggunaannya telah meningkat di banyak negara maju dan berkembang. Selain itu, pengobatan tradisional juga salah satu cabang pengobatan alternatif yang bisa didefinisikan sebagai cara pengobatan yang dipilih oleh seseorang bila cara pengobatan konvensional tidak memberikan hasil yang memuaskan (Asmino, 1995). Menurut Kementerian Kesehatan (2008), Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, diluar ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan. Upaya

kesehatan

tradisional

adalah

upaya

kesehatan

yang

diselenggarakan dengan cara lain diluar ilmu kedokteran yang mencakup cara - teknik (metode), obat, sarana, dan pengobatnya (sumber daya manusia, penyelenggara) yang mengacu pada pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan turun – temurun, baik yang diperoleh dengan cara berguru atau malalui pendidikan.

15

2.2.2. Jenis Pengobatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer Jenis pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer (Permenkes RI, no: 1109/Menkes/Per/2007) adalah: 1.

Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body intervention): hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa, dan yoga.

2.

Sistem

pelayanan

pengobatan

alternatif:

akupuntur,

akupresur,

naturopati, homeopati, aromaterapi, dan ayurveda. 3.

Cara penyembuhan manual: chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu, osteopati, dan pijat urut.

4.

Pengobatan farmakologi dan biologi: jamu, herbal, dan gurah

5.

Diet nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan: diet makro nutrient, micro nutrient.

6.

Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan: terapi ozon, hiperborik, dan EECP. Jenis Pengobatan Tradisional menurut Asmino (1995), pengobatan

tradisional ini terbagi menjadi dua, yaitu: cara penyembuhan tradisional atau traditional healing, yang terdiri daripada pijatan, kompres, akupuntur dan sebagainya serta obat tradisional atau traditional drugs, yaitu: menggunakan bahan - bahan yang telah tersedia dari alam sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit. Obat tradisional ini terdiri dari tiga jenis, yaitu: pertama dari sumber nabati yang diambil dari bagian - bagian tumbuhan seperti buah, daun, kulit batang dan sebagainya. Kedua, obat yang diambil dari sumber hewani seperti bagian kelenjar - kelenjar, tulang - tulang maupun

16

dagingnya dan yang ketiga adalah dari sumber mineral atau garam – garam yang bisa didapatkan dari mata air yang keluar dari tanah contohnya, air mata air zam - zam yang terletak di Mekah Mukarramah. 2.2.2.1. Obat Herbal Obat herbal didefinisikan sebagai obat - obat yang dibuat dari bahan alami seperti tumbuhan yang sudah dibudidayakan maupun tumbuhan liar. Selain itu, obat herbal juga bisa terdiri dari obat yang berasal dari sumber hewani, mineral atau gabungan antara ketiganya (Mangan, 2003). Sebanyak 150,000 daripada 250,000 spesis tumbuhan yang diketahui di dunia adalah berasal dari kawasan tropika. Di Malaysia saja, kira – kira 1,230 jenis spesies tumbuhan telah lama digunakan di dalam rawatan tradisional (Dharmaraj, 1998). Kaum Melayu misalnya sering menggunakan akar susun kelapa (Tabernaemontana divaricata), akar melur (Jasminum sambac), bunga raya (Hibisus rosa sinensis) dan ubi memban (Marantha arundinacea) untuk rawatan kanser (Dharmaraj, 1998). Dalam pengobatan tradisional ini, memang masih kurang data – data laboratorium tentang khasiat serta manfaat tanaman - tanaman tersebut. Oleh sebab itu, di kalangan ahli dokter modern menganggap pengobatan alternatif ini kurang ilmiah karena tidak didukung dengan data klinis yang valid. Para ahli pengobatan tradisional ini pada dasarnya melihat kesehatan sebagai satu pendekatan holistik dimana jika adanya berlaku gangguan pada salah satu organ tubuh maka ini akan menyebabkan ketidakseimbangan pada organ tubuh yang

17

lainnya. Tujuan utama pengobatan ini dilakukan lebih kepada penyembuhan dengan menyeimbangkan kondisi organ - organ ini dan bukan hanya untuk menghilangkan gejala saja (Mursito, 2002). Keuntungan utama dalam menggunakan obatan herbal ini adalah biayanya yang murah (Moh, 1998). Ini karena mudahnya dapat bahan baku ini termasuklah bisa ditanam sendiri di halaman rumah sebagai bekalan. Kebanyakan tumbuhan ini mudah membesar dan tidak memerlukan kos penjagaan yang tinggi jika ditanam sendiri. Selain itu, efek samping yang ditimbulkannya relatif kecil sehingga lebih aman digunakan daripada obat – obatan modern yang banyak efek sampingnya. Bahkan, di kalangan masyarakat, obat herbal ini dianggap tidak memiliki efek samping walaupun sebenarnya dalam setiap tumbuhan ini memiliki bahan kimia hanya dalam dosis yang relatif kecil sehingga tidak memberikan efek yang besar pada penggunanya (Mangan, 2003). 2.2.2.2. Pijat Tradisional Pijat adalah sebuah perlakuan ”hands-on”, dimana terapis memanipulasi otot dan jaringan lunak lain dari tubuh untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Berbagai jenis pijat dari lembut membelai hingga teknik manual yang lebih dalam untuk memijat otot serta jaringan lunak lainnya. Pijat ini telah dipraktikkan sebagai terapi penyembuhan selama berabad - abad yang hampir ada dalam setiap kebudayaan di seluruh dunia. Ini dapat membantu meringankan ketegangan otot, mengurangi stres, dan membangkitkan

18

rasa ketenangan. Meskipun pijat mempengaruhi tubuh secara keseluruhan, hal itu terutama mempengaruhi aktivitas, sistem muskuloskeletal, peredaran darah, limfatik, dan juga saraf. Jenis pijatan, ada hampir 100 pijat tubuh yang berbeda - beda tekniknya. Setiap teknik unik dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Jenis yang paling umum diterapkan di Amerika Serikat dan semakin berkembang di negara - negara lain meliputi: 1.

Pijatan Aromaterapi: Minyak essensial dari tanaman dipiijat di atas kulit untuk meningkatkan penyembuhan dan efek relaksasi dari pijatan itu. Minyak essensial ini diyakini memiliki pengaruh kuat pada suasana hati dengan merangsang dua struktur jauh di dalam otak, yaitu: sistem limbik dan hipokampus yang merupakan penyimpan emosi dan memori.

2.

Pijatan Craniosakral: tekanan lembut diterapkan pada kepala dan tulang belakang untuk memperbaiki ketidakseimbangan dan memulihkan aliran cairan serebrospinal di daerah - daerah tersebut.

3.

Pijatan Limfatik: Pijatan yang lembut dan berirama digunakan untuk meningkatkan aliran getah bening (cairan berwarna yang membantu melawan infeksi dan penyakit) ke seluruh tubuh. Salah satu bentuk yang paling populer dari pijat limfatik, drainase limfatik manual (MLD), berfokus pada pengeringan kelebihan

19

getah bening. MLD biasanya digunakan setelah operasi (seperti mastektomi untuk kanker payudara) untuk mengurangi bengkak. 4.

Pijatan Miofasial: tekanan lembut dan memposisi tubuh digunakan untuk relaksasi dan peregangan otot - otot, fasia (jaringan ikat), dan struktur terkait. Biasanya terapis fisik dan terapis pijat yang terlatih menggunakan teknik ini.

5.

Terapi Polaritas: Suatu bentuk energi penyembuhan, terapi polaritas menstimulasi dan menyeimbangkan aliran energi dalam tubuh untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.

6.

Refleksi: teknik khusus menggunakan ibu jari dan jari diterapkan pada tangan dan kaki. Refleksologis percaya bahwa daerah ini mengandung "titik refleks" atau koneksi langsung ke organ tertentu dan struktur pada seluruh tubuh.

7.

Rolfing: Tekanan diterapkan pada fasia (jaringan ikat) untuk meregangkan, memperpanjang, dan membuatnya lebih fleksibel. Tujuan dari teknik ini adalah untuk menyelaraskan tubuh sehingga menghemat energi, melepaskan ketegangan, dan fungsi yang lebih baik.

8.

Shiatsu: tekanan lembut jari tangan diterapkan terhadap titik – titik tertentu pada tubuh untuk menghilangkan rasa sakit dan meningkatkan aliran energi (dikenal sebagai qi) melalui jalur energi tubuh (disebut meridian).

20

9.

Pijatan Olahraga: Sering digunakan pada atlet profesional dan individu aktif lainnya, pijatan olahraga dapat meningkatkan kinerja dan mencegah serta mengobati cedera yang berhubungan dengan olahraga.

10. Pijatan Swedia: Berbagai stroke dan teknik tekanan yang digunakan untuk meningkatkan

aliran darah ke jantung,

menghilangkan hasil metabolisme dari jaringan, meregangkan ligamen dan tendon, serta meredakan ketegangan fisik dan emosional. 11. Pijatan ’Trigger Point’ : Tekanan diterapkan untuk "memicu poin" (daerah lembut di mana otot - otot telah rusak) untuk mengurangi kejang otot dan sakit. 12. Sentuhan Integratif: Suatu bentuk terapi pijat lembut yang menggunakan teknik nonsirkulasi. Hal ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan pasien yang dirawat di rumah sakit atau dalam perawatan hospis. 13. Sentuhan Pengasih: Menggabungkan satu - satu fokus perhatian, sentuhan yang disengaja, dan pijatan sensitif dengan komunikasi untuk meningkatkan kualitas hidup untuk pasien usia lanjut, sakit, atau pasien kritis (ADAM, 2010). Pijat diyakini dapat mendukung penyembuhan, meningkatkan energi, mengurangi waktu pemulihan cedera, meringankan rasa sakit,

21

dan meningkatkan relaksasi, suasana hati, dan kesejahteraan. Hal ini berguna untuk banyak masalah muskuloskeletal, nyeri punggung, osteoarthritis, fibromyalgia, dan terkilir. Pijat juga dapat mengurangi depresi pada orang dengan sindrom kelelahan kronis, mudah sembelit (bila

teknik

pembengkakan

ini

dilakukan

setelah

di

daerah

mastektomi

perut),

(pengangkatan

menurunkan payudara),

mengurangi gangguan tidur, dan meningkatkan citra diri. Di tempat kerja, pijat telah terbukti dapat mengurangkan stres dan meningkatkan kewaspadaan mental. Sebuah studi (Cambron, 2006) menemukan bahwa pijat jaringan dapat mengurangi tingkat tekanan darah (pengurangan rata - rata 10,4 mm Hg dalam tekanan sistolik dan penurunan tekanan diastolik sebesar 5,3 mm Hg). Studi

lain

menunjukkan

bahwa

pijat

memiliki

efek

menguntungkan pada rasa sakit langsung dan suasana hati di antara pasien dengan kanker tingkat lanjut (Kutner, 2008). Menurut studi klinis yang dilakukan (Furlan, 2008), menunjukkan bahwa pijat mengurangi rasa sakit punggung kronis lebih efektif daripada perlakuan lainnya (termasuk akupunktur dan perawatan medis konvensional untuk kondisi ini), dan dalam banyak kasus, biayanya juga kurang dari perlakuan lainnya. Ibu dan bayi yang baru lahir juga tampak manfaat dari pijat. Ibu yang dilatih untuk memijat bayi mereka sering merasa kurang tertekan dan memiliki ikatan emosional yang lebih baik dengan bayi mereka. Bayi yang menerima pijatan dari ibu mereka juga cenderung

22

lebih sedikit menangis, dan lebih aktif, waspada, dan ramah. Bayi prematur yang menerima terapi pijat telah menunjukkan penambahan berat badan lebih cepat daripada bayi prematur yang tidak menerima terapi ini. Bayi yang menerima pijat secara teratur juga mendapat tidur lebih baik, mengurangi masalah kembung perut atau kolik, dan memiliki kesadaran tubuh yang lebih baik serta pencernaan lebih teratur (Beider, 2007). Studi yang dilakukan Vennesy pada tahun 2007 yang menyentuh tentang pengobatan secara fisik ini menunjukkan bahwa pijat bisa menjadi pengobatan yang efektif untuk anak - anak muda dan remaja dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk: 1.

Autism: Anak - anak autistik, yang biasanya tidak suka disentuh, menunjukkan perilaku yang kurang autis dan lebih sosial serta perhatian setelah menerima terapi pijat dari orang tua mereka.

2.

Dermatitis atopik: Anak - anak dengan masalah ini, tampaknya berkurangan kemerahan, bersisik serta gatal - gatal dan gejala lain jika menerima pijat. Pijat sebaiknya tidak digunakan saat kondisi kulit meradang secara aktif.

3.

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD): Pijat dapat memperbaiki suasana hati pada anak dengan ADHD dan membantu mereka merasa kurang gelisah dan hiperaktif.

23

4.

Bulimia: Studi menunjukkan bahwa remaja dengan gangguan makan merasa kurang tertekan dan cemas setelah menerima terapi pijat.

5.

Diabetes: Pijat dapat membantu mengatur kadar gula darah dan mengurangi kecemasan dan depresi pada anak dengan diabetes.

6.

Rheumatoid arthritis: Anak - anak remaja dengan rheumatoid arthritis (JRA) telah terbukti kurang mengalami rasa sakit, kekakuan pada waktu pagi, dan kecemasan hasil daripada terapi pijat. Orang - orang yang mempunyai kondisi seperti gagal jantung,

gagal ginjal, infeksi pada vena superfisial atau selulitis pada bahagian kaki dan lain - lain, pengumpalan darah pada kaki, masalah koagulasi, dan infeksi kulit yang bisa berjangkit. Bagi pasien yang menderita kanker, perlu mendapatkan pengesahan daripada dokter mereka karena pijatan ini bisa merusakkan tisu yang rapuh akibat dari kemoterapi atau pengobatan radiasi. Begitu juga dengan pasien goiter, ekzema dan lesi - lesi kulit lainnya ketika masih sedang kambuh serta pasien yang menderita osteoporosis, demam tinggi, kurang sel darah putih, masalah mental dan yang sedang pulih dari pembedahan harus mengelakan dari melakukan pijatan ini. 2.2.2.3. Akupunktur Akupunktur adalah cara pengobatan yang menggunakan cara menusuk jarum pada titik - titik tertentu pada tubuh badan manusia

24

dan

digunakan

untuk

mengembalikan

serta

mempertahankan

kesehatan seseorang dengan menstimulasi titik - titik itu. Indikasi melakukan akupunktur (WHO, 1991): 1.

Saluran pencernaan dan lambung, untukmengatasi berbagai masalah fungsional seperti masalah ekskresi asam lambung, nyeri kolik, otot dan peradangan,

2.

Saluran nafas, untuk mengatasi kondisi alergi dan meningkatkan daya tubuh,

3.

Mata, kelainan mata yang bersifat radang dan fungsional otot serta refraksi,

4.

Mulut; untuk mengatasi rasa nyeri setelah pencabutan gigi ataupun peradangan kronis,

5.

Saraf, otot dan tulang; yaitu masalah yang berkaitan dengan nyeri, kelemahan, kelumpuhan serta peradangan pada sendi. Akupunktur juga dapat digunakan sebagai terapi alternatif

untuk penyakit yang secara konvensional belum jelas pengobatannya dan apabila pengobatan konvensional sudah kurang bereaksi terhadap panyakit tersebut. Akupunktur juga dapat digunakan secara beriringan dengan terapi konvensional ini dan terbukti dapat membantu penderita yang diserang penyakit berat seperti stroke dalam rehabilitasi mereka. Seperti yang telah diketahui, semua jenis pengobatan pasti ada kontraindikasinya. Bagi akupunktur, kontraindikasinya adalah bagi penderita yang dalam keadaan hamil. Selain itu, penderita yang menggunakan pacu jantung ataupun pacemaker juga dinasihatkan

25

untuk tidak memilih pengobatan akupunktur ini. Dan dalam kerja menusuk, seorang akupunkturis tidak bisa menusuk dekat daerah tumor ganas dan juga pada kulit yang sedang meradang. WHO juga sedang meninjau tentang

perlindungan dan pencegahan terhadap

penularan Hepatitis dan HIV/AIDS melalui jarum akupunktur. Praktisi akupunktur dan masyarakat yang menggunakan khidmat pengobatan akupunktur ini diharapkan diberi pendidikan tentang risiko yang bisa dialami dan cara kerja yang benar untuk menanggung ulangan keadaan ini. 2.2.2.4. Akupressur Akupressur berasal dari kata accus dan pressure, yang berarti jarum dan menekan. Istilah ini dipakai untuk cara penyembuhan yang menggunakan teknik penekanan dengan jari pada titik – titik akupunktur sebagai pengganti penusukan jarum pada system penyembuhan akupunktur. Tujuan penekanan pada titik – titik akupressur

adalah

melancarkan

aliran

energy

untuk

dapat

menjalankan fungsinya. Fungsi organ – organ tubuh akan terganggu jika tidak mendapatkan aliran energi yang cukup. Gangguan fungsi tubuh akan mengganggu keseimbangan system tubuh (Kementerian Kesehatan, 2012).

2.3.

Pemanfaatan Pengobatan Menurut Levey dan Loomba (1973), yang dimaksud dengan Pengobatan

adalah setiap upaya yng diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu

26

organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat (Ilyas, 2003). Pengobatan merupakan suatu produk yang unik jika dibandingkan dengan produk jasa lainnya, karena Pengobatan memiliki tiga ciri utama, yaitu: 1. Uncertainly Pengobatan bersifat uncertainly artinya adalah Pengobatan tidak dapat dipastikan waktu, tempat dan besarnya biaya yang dibutuhkan maupun tingkat urgensi dari pelayanan tersebut. 2. Asymetry of Information Suatu keadaan kesehatan dengan penggunaan atau pembeli jasa Pengobatan. Pemanfaatan Pengobatan adalah hasil dan proses pencarian Pengobatan oleh seseorang maupun kelompok. Pengetahuan tentang faktor yang mendorong individu membeli kesehatan merupakan informasi kunci untuk mempelajari utilisasi Pengobatan. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pemanfataan/ utilisasi (Ilyas, 2003).

2.4.

Perilaku Pemanfaatan Pengobatan 2.4.1. Definisi Perilaku Pemanfaatan Pengobatan adalah hasil dari proses pencarian Pengobatan oleh seseorang maupun kelompok. Pengetahuan tentang faktor yang mendorong individu membeli Pengobatan merupakan informasi kunci untuk mempelajari utilisasi Pengobatan. Mengetahui faktor-faktor yang

27

mempengaruhi pencarian Pengobatan berarti juga mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan/utilisasi. Menurut Andersen R (1968) perilaku orang sakit berobat ke Pengobatan secara bersama dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor kebutuhan (need factors). Menurut Notoadmodjo (2007) perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian di masyarakat terutama di negara yang sedang berkembang sangat bervariasi, respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut: Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan apa-apa (no action), alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya. Kedua, tindakan mengobati sendiri (self treatment) dengan alasan yang sama seperti telah diuraian. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasar pengalaman yang lalu usaha sendiri sudah mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pengobatan keluar tidak diperlukan.

28

Ketiga,

mencari

pengobatan

ke

fasilitas-fasilitas

pengobatan

tradisional (traditional remedy). Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke tukang – tukang jamu. Kelima, mencari pengobatan ke fasilitasfasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembagalembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit (Notoatmodjo, 2007). Fasilitas Pengobatan yang kurang di daerah pedesaan menyebabkan sebagian besar masyarakat masih sulit mendapatkan atau memperoleh pengobatan. Selain itu hal penting yang mempersulit usaha pertolongan terhadap masalah kesehatan pada masyarakat desa adalah kenyataan yang sering terjadi dimana penderita atau keluarga penderita tidak dengan segera mencari pertolongan pengobatan. Perilaku yang menunda untuk memperoleh pengobatan dari praktisi kesehatan ini disebut dengan treatment delay (Sarafino, 2006). Treatment delay adalah rentang waktu yang telah berlalu ketika individu mengalami simptom awal sampai individu memasuki Pengobatan dari praktisi kesehatan (Sarafino, 2006). Rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan ini, seringkali kesalahan dan penyebabnya dikarenakan faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh, tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya. Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara beberapa faktor.

29

Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang berarti respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut reinforcing stimulation atau reinfocer yang akan memperkuat respons. Oleh karena itu untuk membentuk perilaku perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang dapat memperkuat pembentukan perilaku Prasetijo (2004). 2.4.1. Faktor - Faktor yang Memengaruhi Perilaku Berdasarkan Model Andersen Berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, pasien akan memutuskan menggunakan Pengobatan. Untuk menjelaskan tentang proses pemanfaatan Pengobatan oleh masyarakat atau pasien oleh Andersen (1995) dikemukakan bahwa keputusan seseorang dalam memanfaatkan Pengobatan tergantung pada: 1. Karakteristik Predisposisi (predisposing characteristic) Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan Pengobatan yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yakni: a. Ciri - ciri demografi : umur, jenis kelamin, status pernikahan, dan penyakit yang pernah diderita. b. Struktur sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, jumlah anggota keluarga, agama, kesukuan, dan jarak ke Pengobatan.

30

c.

Kepercayaan:

keyakinan,

sikap,

serta

pengetahuan

terhadap

Pengobatan dan penyakitnya. 2. Karakteristik Pendukung (enabling characteristic) a. Sumber daya keluarga : penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan. b. Sumber daya masyarakat : jumlah sarana Pengobatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana serta karakteristik masyarakat (urban atau rural). 3. Karakteristik Kebutuhan (need characteristic) Kebutuhan

merupakan

dasar

dan

stimulus

langsung

untuk

menggunakan Pengobatan. Karakteristik kebutuhan dapat dibagi menjadi 2 kategori yakni : a. Perceived (subject assessment). b. Evaluated (clinical diagnosis). Komponen kebutuhan yang ”dirasakan” (perceived need), diukur dengan perasaan subjektif individu terhadap Pengobatan. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa faktor kebutuhan (need) merupakan penentu akhir bagi individu dalam menentukan seseorang memanfaatkan Pengobatan (Andersen, 1995). Manusia adalah makhluk bio-psiko-sosial-spiritual yang utuh dan unik sehingga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia berbeda dengan

31

makhluk lain yang ada dimuka bumi ini. Teori kebutuhan manusia memandang manusia

sebagai

suatu keterpaduan, keseluruhan

yang

terorganisir dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia dipandang sebagai tekanan internal hasil dari perubahan keadaan sistem dan tekanan ini diwujudkan dengan adanya suatu perilaku yang dilakukan agar terpenuhinya suatu kebutuhan. Menurut Abraham Maslow kebutuhan manusia terdiri dari 5 yaitu (i) kebutuhan fisiologis, (ii) kebutuhan rasa aman dan keselamatan, (iii) kebutuhan dicintai dan dimiliki, (iv) kebutuhan akan harga diri dan (v) kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan kesehatan (health needs) pada dasarnya bersifat objektif yaitu kebutuhan kesehatan yang ditentukan oleh tenaga medis dan karena itu untuk meningkatkan derajat kesehatan pada perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat, upaya untuk memenuhinya bersifat mutlak. Sebagai sesuatu yang bersifat objektif maka munculnya kebutuhan sangat ditentukan oleh masalah kesehatannya. Berbeda halnya dengan kebutuhan, permintaan kesehatan (health demand) yang pada dasarnya bersifat objektif yaitu kebutuhan kesehatan yang ditentukan oleh persepsi pasien tentang kesehatannya. Oleh karena itu pemenuhan permintaan tersebut pada saat itu saja (Notoadmodjo, 2007). Kebutuhan terhadap Pengobatan seringkali

disalahtafsirkan

dengan

permintaan

terhadap

perawatan,

pemenuhan kebutuhan Pengobatan belum tentu merupakan pemenuhan permintaan perawatan Pengobatan seseorang (Azwar, 1996).

32

Menurut Ewless dan Simnett ada empat macam kebutuhan yaitu (i) kebutuhan normatif, (ii) kebutuhan yang dirasakan, (iii) kebutuhan yang dinyatakan, dan (iv) kebutuhan komparatif. Kebutuhan normatif adalah kebutuhan yang ditetapkan oleh seorang ahli atau seorang profesional sesuai dengan kebutuhan normatif, seperti peraturan kesehatan makanan, ditetapkan oleh undang-undang. Kebutuhan yang dirasakan adalah kebutuhan yang diidentifikasikan orang- orang sebagai apa yang mereka inginkan. Kebutuhan yang dirasakan dapat sedikit atau tak terbatas banyaknya tergantung pada kesadaran dan pengetahuan orang tentang apa yang dapat tersedia. Kebutuhan yang dinyatakan adalah apa yang orang katakan mereka butuhkan dan telah diubah menjadi permintaan yang terungkap/dinyatakan. Tidak semua kebutuhan yang dirasakan dapat berubah menjadi kebutuhan yang dinyatakan. Tidak ada kesempatan, motivasi atau keberanian menyatakan sesuatu dapat menjadi hambatan pengungkapan kebutuhan yang dirasakan. Kebutuhan komparatif adalah kebutuhan yang ditatapkan ahli dengan membandingkan kebutuhan masing-masing kelompok sasaran. Dalam hal ini, kelompok yang belum mendapat perlakuan dianggap merupakan kelompok yang memiliki kebutuhan. Dalam

menjelaskan

keputusan

dalam

pencarian

pengobatan/pemanfaatan Pengobatan, model Andersen adalah yang paling banyak digunakan (Becker, 1974). Model perilaku penggunaan Pengobatan ini dikembangkan sekitar tahun 1960-an, untuk memahami mengapa keluarga menggunakan Pengobatan, mengukur kelayakan akses Pengobatan, dan untuk

33

membantu mengembangkan kebijakan dalam mempromosikan akses yang layak (Andersen, 1995). Menurut model ini, penggunaan Pengobatan oleh seseorang merupakan fungsi dari predisposisi dalam menggunakan Pengobatan, faktor pemungkin dan kebutuhan akan pengobatan. Karakteristik predisposing, faktor demografi seperti umur dan jenis kelamin mempresentasikan secara biologis bahwa orang – orang akan memerlukan perawatan kesehatan (Whuka dan Eat dalam Andersen, 1995). Struktur sosial diukur dengan faktor – faktor determinan status seseorang di masyarakat, kemampuan dia untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Pengukuran tradisional untuk menilai struktur sosial adalah pendidikan, pekerjaan, dan suku bangsa (Andersen, 1995). Health belief/kepercayaan kesehatan adalah sikap, nilai – nilai dan pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang kesehatan dan Pengobatan yang bias mempengaruhi persepsi mereka akan kebutuhan dan penggunaan Pengobatan. Health belief menyediakan sebuah arti untuk menjelaskan bagaimana struktur social bias mempengaruhi sumber daya pemungkin (enabling resources), persepsi kebutuhan, dan kebutuhan subsekuent (subsequent use). Sumber daya yang memungkinkan dari masyarakat dan pribadi harus ada untuk penggunaan Pengobatan. Pertama, petugas kesehatan dan fasilitas kesehatan harus tersedia dimana orang – orang tinggal dan bekerja. Kemudian orang – orang harus mempunyai tujuan dan mengetahui

34

bagaimana mendapatkan dan menggunakan pelayanan tersebut. Perjalanan dan waktu tunggu merupakan pengukuran yang penting disini (Andersen, 1995). Model health service harus mempertimbangkan bagaimana orang – orang memandang kesehatan mereka secara umum, bagaimana mereka merasakan gejala – gejala penyakit, nyeri, dan kekhawatiran tentang kesehatan mereka. Hal ini bisa menjadikan keputusan penting bagi mereka dalam pencarian pengobatan. Perceived need adalah fenomena sosial dan harus dijelaskan dengan struktur sosial dan kepercayaan kesehatan (health belief). Evaluated need (kebutuhan yang dievaluasi) menggambarkan pernyataan tenaga professional tentang status kesehatan seseorang dan kebutuhan mereka akan Pengobatan. Tentunya untuk evaluated need tidaklah sederhana. Untuk pengukuran vaiditas dan reliabilitasnya harus melalui ilmu biologi dan membutuhkan kompetensi dari para ahli/professional dalam melakukan penilaian. Harapan logis dari model adalah bahwa perceived need akan lebih menolong kita dalam pencarian pengobatan. Sedangkan evaluated need

akan

lebih

dekat

menghubungkan

untuk

jenis



jenis

treatment/pengobatan/perlakuan yang akan disediakan setelah seorang pasien dipertemukan dengan penyedia Pengobatan. Hipotesis Andersen menyatakan bahwa faktor predisposing, enabling, dan need akan mempunyai perbedaan kemampuan dalam menjelaskan penggunaan, tergantung dari tipe pelayanan yang digunakan (Andersen, 1968 dalam Andersen, 1995).

35

2.5. Kerangka Teori Predisposing

Enabling

Demograpic: Age, Sex, Marital Status, Past Illness

Family: Health Insurance, Type of Regular Source, access to Regular Source

Perceieved: Disability, Symptoms, Diagnoses, General State

Community: Ratios of Health Personnel and Facilities to Population, Price of Health Health Services, Region of Country, Urban – Rural Character

Evaluated: Symptoms, Diagnoses

Social Structure: Education, Race, Occupation, Family Size, Athnicity, Religion, Residential Mobility

Need

Beliefs: Values Concerning Health and Illness, Attitudes Toward Health Services, Knowledge About Disease

Bagan 2.1 Perilaku Pencarian Pengobatan Individual Determinants of Health Service Utilization by Ronald Andersen and John F. Newman (2005)

Presipi -tating factor

Health Service Use

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 3.1.

Kerangka Konsep Berdasarkan teori Ronald M. Andersen tentang perilaku pencarian pengobatan dalam penelitian ini dikhususkan pengobatan tradisional, beberapa

faktor

yang

diduga

mempengaruhi

perilaku

seseorang

diantaranya, yaitu: 1. Faktor predisposisi, dibagi menjadi 3, yaitu: A. Demografi, yang meliputi: usia, jenis kelamin, dan status pernikahan, B. Struktur sosial, yang meliputi: tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dalam satu rumah, suku/etnis, agama, serta jarak rumah dengan pengobatan tradisional C. Kepercayaan, yang meliputi: penilaian tentang sehat dan sakit, sikap terhadap pengobatan tradisional, serta pengetahuan tentang pengobatan tradisional. 2. Faktor pendukung, dibagi menjadi 2, yaitu: A. Keluarga, yang meliputi asuransi atau jaminan kesehatan yang dimiliki oleh keluarga. B. Masyarakat, yang meliputi tarif pengobatan tradisional.

36

37

3. Faktor kebutuhan, dibagi menjadi 2, yaitu: A. Pandangan subjektif pengobatan pada saat sakit B. Keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis

38

Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Pendukung Predisposisi Demografi:

Keluarga: 13. Asuransi/ jaminan kesehatan

1. Usia Masyarakat: 2. Jenis kelamin 3. Status pernikahan Struktur Sosial:

14. Tarif pengobatan tradisional,

4. Tingkat pendidikan 5. Pekerjaan 6. Jumlah keluarga

Perilaku

7. Suku/etnis

Pencarian

8. Agama

Pelayanan

9. Jarak rumah dengan pengobatan

Kesehatan Tradisional

Kepercayaan: 10. Nilai tentang sehat dan sakit 11. Sikap terhadap pengobatan tradisional 12. Pengetahuan tentang pengobatan tradisional

Kebutuhan 15. Pandangan subjektif pengobatan pada saat sakit 16. Keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis

39

3.2.

Definisi Operasional Tabel 3.1. Definisi Operasional

Variabel

Perilaku Pencarian Pengobatan Tradisional

Usia

Jenis Kelamin

Status Pernikahan

Tingkat Pendidikan

Pekerjaan

Definisi Operasional Frekuensi responden mengakses pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan. Lamanya hidup responden yang dihitung dari tahun lahir sampai ulang tahun terahir. Kondisi biologis reponden sejak dilahirkan. Data yang dimiliki oleh responden pada saat pengambilan data berdasarakan data yang terdaftar dalam pencatatan sipil terkait dengan pernikahannya.

Alat Ukur

Cara Ukur

Skala

Hasil Ukur 1. Jarang

Kuesioner

Wawancara

Ordinal

2. Kadang – kadang 3. Sering

Kuesioner

Wawancara

Kuesioner

Wawancara

Ordinal

Ordinal

1. ≤ 30 tahun 2. > 30 tahun

1.Pria 2.Wanita

1.Sudah Menikah Kuesioner

Wawancara

Ordinal

2.Belum Menikah 3.Duda/Janda

Jenis pendidikan formal yang terakhir yang Kuesioner diselesaikan oleh responden

Wawancara

Aktivitas atau rutinitas yang dilakukan sebagai profesi

Wawancara

Kuesioner

Ordinal

Nominal

1.Rendah (tidak sekolah sampai SMA) 2.Tinggi (D3 sampai S3) 1.Tidak Bekerja/ Pensiunan

40

untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari.

Jumlah Anggota Keluarga

Suku/ Etnis

Agama

Jarak Rumah dengan Pengobatan Tradisional

Nilai tentang Kesehatan dan Penyakit

Total anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan responden.

Suku bangsa yang dimiliki oleh responden

Ajaran atau kepercayaan yang diakui di Indonesia dan menjadi keyakinan oleh responden Seberapa jauh responden dari rumahnya ke pengobatan yang menjadi rujukan pada saat sedang sakit. Pandangan responden terhadap suatu penyakit

2.Pegawai Negeri Sipil atau TNI atau POLRI 3.Pegawai/ Karyawan Swasta 4.Wiraswasta/ Pedagang 5.Buruh/ Pekerja Kasar

Kuesioner

Wawancara

Ordinal

1.Baik (≤ 4 orang) 2.Buruk (> 4 orang) 1.Suku Betawi 2.Suku Jawa 3.Suku Batak 4.Suku Melayu 5.Suku Sunda 6.Etnis Tionghoa 7.Suku Bali 1.Islam 2.Kristen Katolik 3.Protestan 4.Budha 5.Hindu 6.Konghuchu

Kuesioner

Wawancara

Nominal

Kuesioner

Wawancara

Nominal

Kuesioner

Wawancara

Nominal

1.Dekat 2.Jauh

Kuesioner

Wawancara

Ordinal

1.Baik 2.Sedang 3.Buruk

41

Sikap Terhadap Pengobatan Tradisional

Pengetahuan Tentang Pengobatan Tradisional

Asuransi atau Jaminan Kesehatan Keluarga

Tarif Pengobatan Tradisional

Pandangan Subjektif Terhadap Penyakit.

Keadaan Penyakit Berdasarkan Diagnosis Medis

Respon yang timbul dalam menghadapi pengobatan Pengetahuan yang dimiliki oleh responden tentang pengobatan tradisional pada saat pengambilan data penelitian Jaminan kesehatan untuk menanggung biaya pengobatan yang dimiliki oleh anggota keluarga. Biaya yang dikenakan pada saat melakukan pemeriksaan kesehatan/ berobat Persepsi responden terhadap gangguan kesehatan yang pernah dialami oleh responden Pernyataan responden mengenai keluhan yang dirasakan terhadap gejala – gejala gangguan kesehatan.

Kuesioner

Wawancara

Ordinal

Ordinal

1. Buruk (≤33,65) 2. Baik (>33,65)

1. Rendah (≤59,7) 2. Tinggi (>59,7)

Kuesioner

Wawancara

Kuesioner

Wawancara

Ordinal

1.Ada 2.Tidak ada

Kuesioner

Wawancara

Ordinal

1.Tinggi 2.Sedang 3.Rendah

Kuesioner

Kuesioner

Wawancara

Wawancara

Ordinal

Nominal

1. Buruk (≤3,76 ) 2. Baik(>3,76 )

1. Masalah pada otot dan sendi 2. Kolesterol tinggi 3. Asam urat 4. Diabetes 5. Stroke 6. Reumatik

42

3.3.

Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep yang telah dibuat dalam penelitian ini,

rumusan hipotesis peneliti adalah: 1. Ada hubungan antara faktor predisposisi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis, agama, jarak rumah dengan pengobatan tradisional, penilaian tentang sehat dan sakit, sikap terhadap pengobatan, dan pengetahuan tentang pengobatan) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat, 2. Ada hubungan antara pendukung faktor (asuransi kesehatan dan tarif pengobatan) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat, 3. Ada hubungan antara faktor kebutuhan (pandangan subjektif terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1.

Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional, dimana pengumpulan data dan pengukuran variabel independen dan variabel dependen dilakukan pada waktu yang bersamaan. Lalu dari data yang terkumpul dilakukan uji statistik dengan uji chi square. Pemilihan desain ini didasarkan pada tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan terhadap perilaku pencarian pelayanan kesehatan tradisional masyarakat urban di wilayah Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014.

4.2.

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 di wilayah Cengkareng, Jakarta Barat.

4.3.

Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang dewasa yang bertempat tinggal di Cengkareng serta pernah melakukan pencarian pelayanan kesehatan (pengobatan) tradisional.

43

44

4.3.2. Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah sebagian orang dewasa yang bertempat tinggal di Cengkareng serta pernah melakukan pencarian pelayanan kesehatan (pengobatan) tradisional. Teknik sampling atau teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive dengan karakteristik responden yaitu: orang dewasa yang pernah melakukan pencarian pelayanan kesehatan tradisional. Untuk mendapatkan jumlah sampel, peneliti menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi (Lemeshow, 1997) sebagai berikut : n = {Z1-α/2 √2P (1-P) + Z1-β √P1 (1 - P1) + P2 (1 - P2)}2 (P1 - P2)2 Keterangan: n

= Besar sampel

Z1-α/2 = Derajat kemaknaan (5%) Z1-β

= Kekuatan uji (95%)

P1

= Proporsi

masyarakat yang menggunakan pelayanan

kesehatan tradisional P2

= Proporsi masyarakat yang tidak menggunakan pelayanan

kesehatan tradisional

45

Tabel 4.1. Jumlah Sampel Penelitian

Variabel

P1

Tiomarni Lumban Gaol (2013) Inggit Meliana Anggarini (2004)

Akses pelayanan kesehatan 0,319 pada saat sakit Pengetahuan tentang pelayanan kesehatan 0,635 tradisional Inggit Meliana Keyakinan dalam Anggarini (2004) menggunakan pelayanan 0,646 kesehatan tradisional terhadap efek penyembuhan Berdasarkan perhitungan sampel dengan beberapa

P2

Jumlah Sampel

0,681

47

0,365

86

0,354

74

nilai P dari

penelitian terdahulu, maka jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah jumlah sampel penelitian ini adalah 86 responden. Dari jumlah tersebut ditambah 10% dari total responden, yaitu sebanyak 9 orang. Hal ini untuk mengantisipasi adanya bias. Maka jumlah keseluruhan sampel adalah 95 responden. Berdasarkan data kependudukan yang bersumber dari Sensus Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, jumlah penduduk dan pembagian responden berdasarkan kelurahan – kelurahan yang terdapat di wilayah kecamatan Cengkareng pada tahun 2010, yaitu: Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Kecamatan Cengkareng No.

Kelurahan

1. Duri Kosambi 2. Rawa Buaya 3. Kedaung Kali Angke 4. Kapuk 5. Cengkareng Timur 6. Cengkareng Barat Total

Jumlah Penduduk 86.352 71.231 36.821 160.083 87.293 72.140 513.920

Persentase 16,80 % 13,86 % 7,17 % 31,15 % 16,98 % 14,04 % 100 %

Jumlah Responden 16 13 8 30 16 12 95

46

Setelah ditentukan jumlah sampel yang harus diambil pada masing – masing kelurahan, maka ditentukan sampel akan diambil pada tempat – tempat pengobatan tradisional yang ada di masing – masing kelurahan dengan kriteria: 1. Memiliki ahli pengobatan tradisonal yang sudah memiliki izin dari Puskesmas atau sudah tergabung dalam Asosiasi Pengobat Tradisional Indonesia. 2. Memiliki keturunan sebagai keluarga pengobat tradisional ramuan secara turun - temurun. Berdasarkan kriteria tersebut terdapat 6 tempat pengobatan tradisional yang dijadikan tempat untuk pengambilan sampel, yaitu: 1. Duri Kosambi: Ramuan Tradisional Taman Sringanis 2. Rawa Buaya: Klinik Akupunktur Shinse Stephen Pang 3. Kedaung Kali Angke: Pengobatan Tradisional Al Hikmah Darul Ibtida 4. Kapuk: Pengobatan Tradisional Mbah Kyai Agung 5. Cengkareng Timur: TCM Anmo Peter Cung 6. Cengkareng Barat: TCM Shinse Jiang Taman Palem Lestari 4.4. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini adalah lembar kuesioner yang berisi 99 pertanyaan untuk menjawab semua variabel penelitian. Pertanyaan pada kuesioner tersebut adalah perilaku pencarian pelayanan kesehatan tradisional, usia, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah keluarga yang tinggal dalam satu rumah, suku/etnis, agama, jarak rumah dari pelayanan kesehatan tradisional, penilaian tentang

47

sehat dan sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan tradisional, pengetahuan tentang pelayanan kesehtaan tradisional, kepemilikan asuransi/jaminan kesehatan, tarif pelayanan kesehatan tradisional, pandangan subjektif masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tradisional, keadaan penyakit pada saat berobat ke pelayanan kesehatan tradisional. Pada item kuesioner yang menggunakan jawaban benar dan salah, menggunakan skoring 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah. Item kuesioner yang menggunakan 4 poin skala Likert mulai dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju dan skoring diberikan dengan ketentuan seperti dalam tabel 4.3. Dalam menentukan cut of point dari total skor yang didapatkan untuk masing – masing variabel yang belum memiliki cut of point yang trerdapat pada definisi operasional maka ditentukan berdasarkan nilai rata – rata dari total skor yang didapatkan. 4.5 Uji Validitas dan Realibitas 4.5.1. Uji Validitas Uji validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang di ukur. Perhitungan dilakukan dengan rumus korelasi Product Moment kemudian membandingkan antara nilai korelasi atau r hitung dari variabel penelitian dengan r tabel. Rumus korelasi Product Moment (Korelasi Pearson) adalah (Sugiyono, 2007) : r hitung=

48

Keterangan : r

= Koefisien korelasi

N

= jumlah responden

X

= skor tiap item pertanyaan

Y

= skor total

XY

= hasil kali skor X dan Y untuk setiap responden

X2

= kuadrat skor tiap item pertanyaan

Y2

= kuadrat skor total

Keputusan hasil dengan melihat r

hitung.

Pengujian validitas

dilakukan dengan kriteria sebagai berikut : 1. Jika rhitung>rtabel, maka pertanyaan dinyatakan valid. 2. Jika rhitung 0.3494 (N = 30) dan memiliki p value ≤ 0.05 maka pertanyaan pada kuesioner yang digunakan sebagai instrumen penelitian ini dapat dinyatakan valid dan dapat digunakan pada saat pengambilan data.

49

4.5.2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas adalah suatu cara untuk melihat apakah alat ukur dalam hal ini kuisioner akan memberikan hasil yang sama apabila pengukuran dilakukan secara berulang-ulang. Pengukuran variabel hanya dilakukan sekali saja dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Pengukuran reliabilitas menggunakan uji statistik

yang dilihat dari nilai

Cronbach alpha dengan

menggunakan bantuan komputer. Pengujian dilakukan dengan menggunakan software uji statistik. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan kriteria sebagai berikut: a.

Jika r alpha> r tabel, maka kuesioner reliabel.

b.

Jika r alpha< r tabel, maka kuesioner tidak reliabel.

Rumus yang digunakan dalam uji ini adalah rumus Cronbach Alpha sebagai berikut:

ri =

Keterangan : ri

= koefisien reliabilitas yang dicari

K

= banyaknya item pertanyaan

∑ Si 2 = jumlah varians item

50

St 2

= varians pertanyaan Hasil uji coba ini menunjukkan nilai alpha sebesar 0,753.

Dengan merujuk pada pendapat Inggit Meliana Anggarini (2004) Kuesioner atau angket yang berisi pertanyaan – pertanyaan penelitian dinyatakan reliable jika memiliki nilai Cronbach alpha > 0,6. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa instrumen yang telah diujicobakan ini reliable karena mempunyai nilai alpha > 0,6. 4.6.

Cara Pengambilan Data Data yang diambil pada penelitian ini adalah data primer. Data yang diambil langsung dari sumbernya dan dikumpulkan melalui kuesioner yang disebarkan oleh peneliti dan diisi langsung oleh responden atau dibantu oleh peneliti jika diperlukan bantuan dalam pengisian kuesioner. Pada penelitian ini pengukuran variabel dilakukan dengan menggunakan instrument kuesioner yang terdiri dari beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan variabel independen dan dependen. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang diisi sendiri oleh responden atau dibantu oleh peneliti jika diperlukan bantuan dalam pengisian kuesioner. Kuesioner dibagi menjadi 3 bagian, yaitu data predisposisi, pendukung, dan kebutuhan. Data predisposisi didapatkan dari data pribadi responden berdasarkan demografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, penyakit yang pernah dialami), struktur sosial (pendididikan, ras, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis, agama), dan

kepercayaan (jarak rumah dengan

51

pelayanan kesehatan, nilai tentang kesehatan dan penyakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan, serta pengetahuan tentang pelayanan kesehatan). Data pendukung didapatkan dari pertanyaan penelitian yang berdasarkan keluarga (asuransi kesehatan) dan masyarakat (tarif pelayanan kesehatan). Dan data kebutuhan berdasarkan pandangan subjektif responden terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis. 4.7.

Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari serangkaian tahapan yang harus dilakukan agar data siap untuk diuji statistik dan dilakukan analisi atau interpretasi (Yuli, 2012). Pengolahan data dapat dikelompokan menjadi : 1. Data Coding Data coding yaitu merupakan kegiatan mengklasifikasikan data dan memberi kode untuk masing – masing kategorik yang sudah ditentukan sesuai dengan definisi operasional. 2. Data Editing Data editing adalah penyuntigan data dilakukan sebelum proses pemasukan data. Penyuntingan data sebaiknya dilakukan di lapangan agar data yang salah atau meragukan masih dapat ditelusuri kembali kepada responden atau informasi yang bersangkutan. Pada penelitian ini dilakukan pengecekan kembali terhadap data – data yang dinilai meragukan dari data yang didapatkan di lapangan dengan cara mengonfirmasi. 3. Data Structure

52

Data structure pada penelitian ini dilakukan dengan cara pembuatan template sesuai dengan variabel yang sudah ditentukan dengan menggunakan software uji statistik. 4. Data Entry Data entry merupakan proses memasukkan data ke dalam program atau fasilitas analisis data. Dalam penelitian ini entry data dilakukan dengan software uji statistik. Data dimasukan sesuai dengan template yang sudah dibuat sebelumnya. 5. Data Cleaning Data cleaning merupakan proses pembersihan data setelah data di entri. Cara yang dilakukan yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel – variabel dan menilai kelogisannya. Dalam penelitian ini dilakukan dengan pengecekan kembali pada seluruh data yang sudah dimasukkan ke dalam software uji statistik. Dipastikan bahwa nilai – nilai yang dimasukkan ke dalam software uji statistik, di luar dari rentang yang sudah ditentukan sesuai definisi operasional. Setelah data cleaning, maka data siap untuk di analisis dengan menggunakan uji chi square dengan menggunakan software uji statistik. 4.8.

Analisis Data Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah : 1. Analisa univariat untuk melihat distribusi responden dan masingmasing variabel yaitu variabel predisposisi, pendukung, dan kebutuhan.

53

2. Analisa

bivariat

untuk

melihat

hubungan

antara

variabel

independen dengan dependen. Masing-masing variabel independen dengan variabel perilaku pemilihan pelayanan kesehatan sebagai variabel dependen dilakukan dengan uji Chi-square. Hasil dari uji chi-square berupa nilai probabilitas (p value). Penelitian ini menggunakan tingkat kemagnaan (α) sebesar 0,05 (derajat kepercayaan 95%), sehingga apabila hasil uji chi- square didapatkan nilai p< 0,05 maka terdapat hubungan yang signifikan diantara kedua variabel tersebut. Namun jika nilai p> 0,05 maka dapat dikatakan tidak ada hubungan signifikan antara kedua variabel tersebut.

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1.

Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Cengkareng secara geografis terletak di kotamadya Jakarta

Barat dan memiliki luas wilayah 27,93 km2. Secara administratif, Kecamatan Cengkareng dibagi menjadi 6, yaitu: Kelurahan Kedaung Kali Angke, Kapuk, Cengkareng Barat, Cengkareng Timur, Rawa Buaya, Duri Kosambi dan dihuni oleh 85.399 kepala keluarga. 5.2.

Analisis Univariat Variabel Dependen

5.2.1. Gambaran Perilaku Masyarakat dalam Menggunakan Pengobatan Tradisional Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Pelayananan Kesehatan Tradisional di Wilayah Cengkareng

Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Jarang Kadang – kadang Sering Total

Jumlah (n)

46 orang 34 orang 15 orang 95 orang

Persentasi (%)

48.4 35.8 15.8 100

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui pengelompokan responden dibagi menjadi 3, yaitu: masyarakat dengan kategori jarang (baru mencoba atau kunjungan awal pengobatan tradisional), kadang – kadang, dan sering (sudah menggunakan pengobatan tradisional sebagai layanan kesehatan rujukan pada saat terjadi gangguan kesehatan atau sudah menjadi tempat terapi bagi masalah kesehatannya). Masyarakat dengan kategori jarang ada sebanyak 46 orang 54

55

(48,4%). Masyarakat dengan kategori kadang – kadang ada sebanyak 34 orang (35,8%). Masyarakat dengan kategori sering ada sebanyak 15 orang (15,8%). 5.3.

Analisis Univariat Variabel Independen

5.3.1. Gambaran Usia Responden di Wilayah Cengkareng Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Masyarakat di Wilayah Cengkareng

Usia Dewasa

≤ 30 tahun > 30 tahun Total

Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Masyarakat Kadang Jarang Sering Kadang n % n % n % 4 21,1 9 47,4 6 31,6 42 55,3 25 32,9 9 11,8 46 48,4 34 35,8 15 15,8

Total n 19 76 95

% 100 100 100

Berdasarkan tabel 5.2 pengelompokan responden yang menggunakan pengobatan tradisional berdasarkan usia, dikelompokkan menjadi 2, yaitu: usia dewasa ≤ 30 tahun dan usia dewasa > 30 tahun. Usia dewasa ≤ 30 tahun sebanyak 19 orang (20%) dari 95 orang dan usia dewasa > 30 tahun sebanyak 76 dari 95 orang (80%). Dari keseluruhan responden diketahui bahwa responden dengan usia ≤ 30 tahun yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 4 orang dari 19 orang (21,1%), dan responden yang kadang – kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 9 orang dari 19 orang (47,4%), serta responden yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 6 orang dari 19 orang (31,6%). Sedangkan dari seluruh responden dengan usia

56

> 30 tahun, responden jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 42 orang dari 76 orang (55,3%), dan responden yang kadang – kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 25 orang dari 76 orang (32,9%), serta responden yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 9 orang dari 76 orang (11,8%). 5.3.2. Gambaran Jenis Kelamin Responden di Wilayah Cengkareng Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Masyarakat di Wilayah Cengkareng

Jenis Kelamin Pria Wanita Total

Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Masyarakat Kadang Jarang Sering Kadang n % n % n % 28 63,6 12 27,3 4 9,1 18 35,3 22 43,1 11 21,6 46 48,4 34 35,8 15 15,8

Total n 44 51 95

% 100 100 100

Berdasarkan table 5.3. pengelompokkan responden yang menggunakan pengobatan tradisional berdasarkan jenis kelamin dikelompokkan menjadi 2, yaitu: pria dan wanita. Pria yang menggunakan pengobatan tradisional ada sebanyak 44 orang dari 95 orang (46,3%) dan yang menggunakan pengobatan tradisional wanita sebanyak 51 orang dari 95 orang (53,7%). Dari jumlah tersebut, diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin pria yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 28 orang dari 44 orang (63,6%) dan responden dengan jenis kelamin pria yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional

57

pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 12 orang dari 44 orang (27,3%) serta responden dengan jenis kelamin pria yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 4 orang dari 44 orang (9,1%). Sedangkan responden dengan jenis kelamin wanita yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 18 orang dari 51 orang (35,3%) dan responden dengan jenis kelamin wanita yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 22 orang dari 51 orang (43,1%) serta responden dengan jenis kelamin pria yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 11 orang dari 51 orang (11,6%). 5.3.3. Gambaran Status Pernikahan Responden di Wilayah Cengkareng Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Status Pernikahan Masyarakat di Wilayah Cengkareng

Status Pernikahan Belum Menikah Sudah Menikah Janda/Duda Total

Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Masyarakat Kadang Jarang Sering Kadang n % n % n %

n

%

7

26,9

14

53,8

5

19,2

26

100

36

28,1

18

28,1

10

15,6

64

100

3 46

60 48,4

2 34

40 35,8

0 15

0 15,8

5 95

100 100

Total

Berdasarkan tabel 5.4. pengelompokkan responden yang menggunakan pengobatan tradisional berdasarkan status pernikahannya dikelompokkan menjadi 3, yaitu: responden dengan status belum menikah responden dengan

58

status menikah dan responden dengan status janda atau duda. Hal ini disesuaikan oleh responden berdasarkan data kependudukan yang dimiliki oleh masyarakat. Responden dengan status belum menikah sebanyak 26 orang (27,4%), responden dengan status menikah sebanyak 64 orang (67,4%), dan responden dengan status janda atau duda sebanyak 5 orang (5,3%). Dari jumlah tersebut, diketahui bahwa responden dengan status pernikahan belum menikah yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 7 orang dari 26 orang (26,9%) dan responden dengan status pernikahan belum menikah yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 14 orang dari 26 orang (53,8%) serta responden dengan status pernikahan belum menikah yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 5 orang dari 26 orang (19,2%). Untuk responden dengan status pernikahan sudah menikah yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 36 orang dari 64 orang (26,9%) dan responden dengan status pernikahan sudah menikah yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 18 orang dari 64 orang (28,1%) serta responden dengan status pernikahan sudah menikah yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 10 orang dari 64 orang (15,6%). Sedangkan responden dengan status pernikahan janda/duda yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan

59

kesehatan ada sebanyak 3 orang dari 5 orang (60,0%) dan responden dengan status pernikahan sudah menikah yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 2 orang dari 5 orang (40,0%) serta responden dengan status pernikahan sudah menikah yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan tidak ada (0%). 5.3.4. Gambaran Tingkat Pendidikan Responden di Wilayah Cengkareng Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat di Wilayah Cengkareng

Tingkat Pendidikan Rendah Tinggi Total

Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Masyarakat Kadang Jarang Sering Kadang N % n % n % 26 59,1 15 34,1 3 6,8 20 39,2 19 37,3 12 23,5 46 48,4 34 35,8 15 15,8

Total n 44 51 95

% 100 100 100

Keterangan: Pengelompokan didasarkan pada wajib belajar 12 tahun.

Berdasarkan tabel 5.5. pengelompokan tingkat pendidikan responden yang menggunakan pengobatan tradisional dikelompokan menjadi 2, yaitu: responden dengan tingkat pendidikan rendah (Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas) dan responden dengan tingkat pendidikan tinggi (D3 sampai S3). Responden dengan kategori tingkat pendidikan rendah sebanyak 61 orang (64%). Sedangkan responden dengan kategori tingkat pendidikan tinggi (D3 sampai S3) sebanyak 34 orang (35,8%). Dari jumlah tersebut, diketahui bahwa responden dengan tingkat pendidikan rendah yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 26 orang dari 44 orang (59,1%) dan responden dengan tingkat pendidikan

60

rendah yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 15 orang dari 44 orang (34,1%) serta responden dengan tingkat pendidikan rendah yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 3 orang dari 44 orang (6,8%). Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan tinggi yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 20 orang dari 51 orang (39,2%) dan responden dengan tingkat pendidikan tinggi yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 19 orang dari 51 orang (37,3%) serta responden dengan tingkat pendidikan tinggi yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 12 orang dari 51 orang (23,5%). 5.3.5. Gambaran

Pengetahuan

Tentang

Pengobatan/Pengobatan

Tradisional Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Pengobatan Tradisional Masyarakat di Wilayah Cengkareng Pengetahuan Tentang Pengobatan Tradisional Rendah Tinggi Total

Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Masyarakat Kadang Jarang Sering Kadang n % n % N % 26 59,1 15 34,1 3 6,8 20 39,2 19 37,3 12 23,5 46 48,4 34 35,8 15 15,8

Total n 44 51 95

Keterangan: 59,70 adalah nilai rata – rata (mean) dari keseluruhan data pengetahuan tentang pengobatan/pengobatan tradisional

% 100 100 100

61

Berdasarkan tabel 5.6. pengelompokan pengetahuan responden terhadap pengobatan tradisional dikelompokan menjadi 2, yaitu: responden dengan pengetahuan rendah dan tinggi dengan cut of point nilai pengetahuan 59,70 (mean). Responden dengan pengetahuan rendah (memiliki nilai pengetahuan ≤ 59,70) ada sebanyak 44 orang (46%) dan responden dengan pengetahuan tinggi (memiliki nilai pengetahuan > 59,70) ada sebanyak 51 orang (53,7%). Dari jumlah tersebut, diketahui bahwa responden dengan pengetahuan tentang pengobatan tradisional rendah yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 26 orang dari 44 orang (59,1%) dan responden dengan pengetahuan tentang pengobatan tradisional rendah yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 15 orang dari

44 orang (34,1%) serta responden dengan pengetahuan tentang

pengobatan tradisional rendah yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 3 orang dari 44 orang (6,8%). Sedangkan responden dengan pengetahuan tentang pengobatan tradisional tinggi yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 20 orang dari 51 orang (39,2%) dan responden dengan pengetahuan tentang pengobatan tradisional tinggi yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 19 orang dari 51 orang (37,3%) serta responden dengan pengetahuan tentang pengobatan tradisional tinggi yang

62

sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 12 orang dari 51 orang (23,5%). 5.3.6. Gambaran Pekerjaan Responden di Wilayah Cengkareng Tabel 5.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Masyarakat di Wilayah Cengkareng

Jenis Pekerjaan Tidak Bekerja Pegawai Negeri Sipil Pegawai/ Karyawan Swasta Wiraswasta/ Pedagang Buruh/ Pekerja Kasar Total

Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Masyarakat Kadang Jarang Sering Kadang n % n % N %

n

%

12

36,4

12

36,4

9

27,3

33

100

7

70,0

3

30,0

0

0

10

100

16

59,3

8

29,6

3

11,1

27

100

9

45,0

8

40,0

3

15,0

20

100

2

40,0

3

60,0

0

0

5

100

46

48,4

34

35,8

15

15,8

95

100

Total

Keterangan: jenis pekerjaan dilakukan penyetaraan pekerjaan secara umum.

Berdasarkan tabel 5.8 pengelompokan pekerjaan responden yang menggunakan pengobatan tradisional dikelompokan menjadi 5, yaitu: tidak bekerja, pegawai negeri sipil, pegawai atau karyawan swasta, wiraswasta atau pedagang, serta buruh atau pekerja kasar. Responden dengan jenis pekerjaan tidak bekerja ada sebanyak 33 orang (34,7%). Responden dengan jenis pekerjaan pegawai negeri sipil sebanyak 10 orang (10,5%). Responden dengan jenis pekerjaan pegawai atau karyawan swasta sebanyak 27 orang (28,4%). Responden dengan jenis pekerjaan wiraswasta atau pedagang sebanyak 20

63

orang (21,1%). Serta yang terakhir responden dengan jenis pekerjaan buruh atau pekerja kasar sebanyak 5 orang (5,3%). Dari jumlah tersebut, diketahui bahwa responden dengan jenis pekerjaan tidak bekerja (ibu rumah tangga dan pensiunan) yang jarang dan kadang – kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 12 orang dari 33 orang (36,4%). Responden dengan jenis pekerjaan tidak bekerja yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 9 orang dari 33 orang (27,3%). Untuk responden dengan jenis pekerjaan pegawai negeri sipil yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 7 orang dari 10 orang (70,0%). Responden dengan jenis pekerjaan pegawai negeri sipil yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 3 orang dari

10 orang (30,0%). Dan tidak ada responden dengan jenis

pekerjaan pegawai negeri sipil yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan (0%). Untuk responden dengan jenis pekerjaan pegawai/karyawan swasta yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 16 orang dari 27 orang (59,3%). Responden dengan jenis pekerjaan pegawai/karyawan swasta yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 8 orang dari 27 orang (29,6%). Responden dengan jenis pekerjaan pegawai/karyawan swasta

yang sering menggunakan

64

pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 3 orang dari 27 orang (11,1%). Untuk responden dengan jenis pekerjaan wiraswasta/pedagang yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 9 orang dari 20 orang (45,0%). Responden dengan jenis pekerjaan wiraswasta/pedagang yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 8 orang dari

20 orang (40,0%). Responden dengan jenis pekerjaan

wiraswasta/pedagang yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 3 orang dari 20 orang (15,0%). Untuk responden dengan jenis pekerjaan buruh/pekerja kasar yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 2 orang dari 5 orang (40,0%). Responden dengan jenis pekerjaan buruh/pekerja kasar yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 3 orang dari 5 orang (60,0%). Sedangkan untuk responden dengan jenis pekerjaan buruh/pekerja kasar tidak ada yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan (0%).

65

5.3.7. Gambaran Jumlah Anggota Keluarga Responden di Wilayah Cengkareng Tabel 5.8. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Masyarakat di Wilayah Cengkareng

Jumlah Anggota Keluarga Ideal Tidak Ideal Total

Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Masyarakat Kadang Jarang Sering Kadang n % n % n % 24 52,2 11 23,9 11 23,9 22 44,9 23 46,9 4 8,2 46 48,4 34 35,8 15 15,8

Total n 46 49 95

% 100 100 100

Keterangan: Pengelompokan didasarkan pada jumlah keluarga yang ideal oleh BKKbN yaitu 4 (empat) orang dalam 1 (satu) keluarga.

Berdasarkan tabel 5.8. pengelompokan berdasarkan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan responden dibagi menjadi 2, yaitu: responden dengan jumlah anggota keluarga ideal dan responden dengan jumlah anggota keluarga tidak ideal. Responden dengan jumlah anggota keluarga ideal sebanyak 46 orang (48,4%). Serta responden dengan jumlah anggota keluarga tidak ideal sebanyak 49 orang (51,6%). diketahui bahwa responden dengan jumlah anggota keluarga ideal yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 24 orang dari 46 orang (52,2%). Responden dengan jumlah anggota keluarga ideal yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 11 orang dari 46 orang (23,9%). Responden dengan jumlah anggota keluarga ideal yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 11 orang dari 46 orang (23,9%).

66

Untuk responden dengan jumlah anggota keluarga tidak ideal yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 22 orang dari 49 orang (44,9%). Responden dengan jumlah anggota keluarga tidak ideal yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 23 orang dari 49 orang (46,9%). Responden dengan jumlah anggota keluarga tidak ideal yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 4 orang dari 49 orang (8,2%). 5.3.8. Gambaran Suku/Etnis Responden di Wilayah Cengkareng Tabel 5.9. Distribusi Responden Berdasarkan Suku/Etnis Asal Keluarga Masyarakat di Wilayah Cengkareng

Suku/Etnis

Suku Betawi Suku Jawa Suku Batak Suku Melayu Suku Sunda Etnis Tionghoa Suku Bali Total

Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Masyarakat Kadang – Jarang Sering Kadang n % n % n % 9 36,0 9 36,0 7 28,0 23 60,5 11 28,9 4 10,5 0 0 5 83,3 1 16,7 1 16,7 2 33,3 3 50,0 4 80,0 1 20,0 0 0 5 45,5 6 54,5 0 0 4 100 0 0 0 0 46 48,4 34 35,8 15 15,8

Berdasarkan

tabel

5.9.

pengelompokan

Total n 25 38 6 6 5 11 4 95

responden

% 100 100 100 100 100 100 100 100

berdasarkan

suku/etnis asal keluarga dibagi menjadi 7 kelompok, yaitu: responden yang berasal dari Suku Betawi, Suku Jawa, Suku Batak, Suku Melayu, Suku Sunda, Suku Bali dan Etnis Tionghoa. Responden yang berasal dari Suku Betawi sebanyak 25 orang (26,3%), Suku Jawa sebanyak 38 orang (40%), Suku Batak

67

sebanyak 6 orang (6,3%), Suku Melayu sebanyak 6 orang (6,3%), Suku Sunda sebanyak 5 orang (5,3%), Suku Bali sebanyak 4 orang (4,2%), dan Etnis Tionghoa sebanyak 11 orang (11,6%). diketahui bahwa responden yang berasal dari Suku Betawi dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 9 orang dari 25 orang (36,0%). Responden yang berasal dari Suku Betawi dan kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 9 orang dari 25 orang (36,0%). Responden yang berasal dari Suku Betawi dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 9 orang dari 25 orang (28,0%). Untuk responden yang berasal dari Suku Jawa dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 23 orang dari 38 orang (60,5%). Responden yang berasal dari Suku Jawa dan kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 11 orang dari 38 orang (28,9%). Responden yang berasal dari Suku Jawa dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 4 orang dari 38 orang (10,0%). Untuk responden yang berasal dari Suku Batak tidak ada yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan (0%). Responden yang berasal dari Suku Batak dan kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 5 orang dari 6 orang (83,3%). Responden yang berasal

68

dari Suku Batak dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 1 orang dari 6 orang (16,7%). Untuk responden yang berasal dari Suku Melayu dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 1 orang dari 6 orang (16,7%). Responden yang berasal dari Suku Melayu dan kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 2 orang dari 6 orang (33,3%). Responden yang berasal dari Suku Melayu dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 3 orang dari 6 orang (50,0%). Untuk responden yang berasal dari Suku Sunda dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 4 orang dari 5 orang (80,0%). Responden yang berasal dari Suku Sunda dan kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 1 orang dari 5 orang (20,0%). Tetapi tidak ada responden yang berasal dari Suku Sunda dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan (0%). Untuk responden yang berasal dari Suku Tionghoa dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 5 orang dari 11 orang (45,5%). Responden yang berasal dari Suku Tionghopa dan kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 6 orang dari 11 orang (54,4%). Tetapi tidak ada responden yang berasal dari Suku Tionghoa

69

dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan (0%). Untuk responden yang berasal dari Suku Bali dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 4 orang (100,0%). Namun tidak ada responden yang berasal dari Suku Tionghoa secara kadang – kadang dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan. 5.3.9. Gambaran Agama Responden di Wilayah Cengkareng Tabel 5.10. Distribusi Responden Berdasarkan Agama yang Dianut Masyarakat di Wilayah Cengkareng

Agama

Islam Kristen Katolik Protestan Budha Hindu Konghuchu Total

Perilaku Penggunaan Pelayanan Kesehatan Tradisional Masyarakat Kadang – Jarang Sering Kadang n % n % n % 38 52,1 22 30,1 13 17,8 4 36,4 7 63,3 0 0 0 0 3 60 2 40,0 0 0 2 100 0 0 2 100 0 0 0 0 2 100 0 0 0 0 46 48,4 34 35,8 15 15,8

Total n 73 11 5 2 2 2 95

% 100 100 100 100 100 100 100

Berdasarkan tabel 5.10. pengelompokan agama yang dianut responden dibagi menjadi 6, yaitu: responden yang beragama Islam, Kristen Katolik, Protestan, Budha, Hindu,dan Konghuchu. Responden yang menganut agama Islam sebanyak 73 orang (76,8%), Kristen Katolik sebanyak 11 orang (11,6%), Protestan sebanyak 5 orang (5,3%), Budha sebanyak 2 orang (2,1%), Hindu sebanyak 2 orang (2,1%), dan Konghuchu sebanyak 2 orang (2,1%). Dari

70

jumlah tersebut diketahui bahwa responden yang beragama Islam dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 38 orang dari 73 orang (52,1%). Responden yang beragama Islam dan kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 22 orang dari 73 orang (30,1%). Responden yang beragama Islam dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 13 orang dari 73 orang (17,8). Responden yang beragama Kristen Katolik dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 4 orang dari 11 orang (36,4%). Responden yang beragama Kristen Katolik dan kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 7 orang dari 11 orang (63,3%). Namun tidak ada responden yang beragama Kristen Katolik dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan (0%). Untuk responden yang beragama Protestan tidak ada yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan. Sedangkan responden yang beragama Protestan dan kadang kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 3 orang dari 5 orang (60,0%). Dan responden yang beragama Protestan dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 2 orang dari 5 orang (40,0%). Untuk responden yang beragama Budha tidak ada yang menggunakan pengobatan tradisional secara jarang dan sering. Namun responden yang

71

beragama Budha dan kadang – kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 2 orang (100,0%). Untuk responden yang beragama Hindu tidak ada yang menggunakan pengobatan tradisional secara kadang - kadang dan sering. Namun responden yang beragama Hindu dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 2 orang (100,0%). Untuk responden yang beragama Konghuchu tidak ada yang menggunakan pengobatan tradisional secara kadang - kadang dan sering. Namun responden yang beragama Konghuchu dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 2 orang (100,0%). 5.3.10. Gambaran Jarak Rumah ke Pengobatan Tradisional Responden di Wilayah Cengkareng Tabel 5.11. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Rumah ke Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng Jarak Rumah Ke Pengobatan Tradisional Dekat Jauh Total

Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Masyarakat Kadang – Jarang Sering Kadang n % n % n % 29 55,8 16 30,8 7 13,5 17 39,5 18 41,9 8 18,6 46 48,4 34 35,8 15 15,8

Total n 52 43 95

% 100% 100% 100%

Berdasarkan tabel 5.11. pengelompokan responden berdasarkan jarak rumah dengan pengobatan tradisional yang diakses dibagi menjadi 2, yaitu: rumah responden yang terjangkau dengan pengobatan tradisional dan rumah

72

responden yang kurang terjangkau dengan pengobatan tradisional. Responden yang menyatakan rumahnya terjangkau dengan pengobatan tradisional ada sebanyak 52 orang (54,7%). Responden yang menyatakan rumahnya kurang terjangkau dengan pengobatan tradisional ada sebanyak 43 orang (45,3%). diketahui bahwa responden dengan jarak rumah terjangkau ke pengobatan tradisional dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 29 orang dari 52 orang (55,8%). Responden dengan jarak rumah terjangkau ke pengobatan tradisional dan kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 16 orang dari 52 orang (30,8%). Responden dengan jarak rumah terjangkau ke pengobatan tradisional yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 7 orang dari 52 orang (13,5%). Untuk responden dengan jarak rumah kurang terjangkau ke pengobatan tradisional dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 17 orang dari 43 orang (39,5%). Responden dengan jarak rumah kurang terjangkau ke pengobatan tradisional dan kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 18 orang dari 43 orang (41,9%). Responden dengan jarak rumah kurang terjangkau ke pengobatan tradisional dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 8 orang dari 43 orang (18,6%).

73

5.3.11. Gambaran Penilaian Sehat dan Sakit Masyarakat di Wilayah Cengkareng Tabel 5.12. Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Sehat dan Sakit Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng Penilaian Tentang Sehat Dan Sakit Buruk Sedang Tinggi Total

Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Masyarakat Kadang – Jarang Sering Kadang n % n % n % 0 0 0 0 2 100, 12 38,7 12 38,7 7 22,6 34 54,8 22 35,5 6 9,7 46 48,4 34 35,8 15 15,8

Total n 2 31 62 95

% 100,0 100,0 100,0 100,0

Berdasarkan tabel 5.12. pengelompokan berdasarkan penilaian tentang sehat dan sakit responden dibagi menjadi 3, yaitu: responden dengan penilaian buruk, sedang, dan tinggi. Responden dengan penilaian sehat dan sakit buruk ada sebanyak 2 orang (2,1%). Responden dengan penilaian sehat dan sakit sedang ada sebanyak 31 orang (32,6%). Responden dengan penilaian sehat dan sakit tinggi sebanyak 62 orang (65,3%). diketahui bahwa tidak ada responden dengan penilaian tentang sehat dan sakit buruk yang jarang dan kadang – kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan (0%). Namun responden dengan penilaian tentang sehat dan sakit buruk tetapi sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 2 orang (100,0%). Untuk responden dengan penilaian tentang sehat dan sakit sedang yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 12 orang dari 31 orang (38,7%). Responden dengan penilaian tentang sehat dan sakit sedang yang kadang - kadang menggunakan

74

pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 12 orang dari 31 orang (38,7%). Responden dengan penilaian tentang sehat dan sakit sedang yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 7 orang dari 31 orang (22,6%). Untuk responden dengan penilaian tentang sehat dan sakit tinggi yang jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 34 orang dari 62 orang (54,8%). Responden dengan penilaian tentang sehat dan sakit tinggi yang kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 22 orang dari 62 orang (35,5%). Responden dengan penilaian tentang sehat dan sakit tinggi yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 6 orang dari 62 orang (9,7%). 5.3.12. Gambaran Sikap Masyarakat Terhadap Pengobatan Tradisional di Wilayah Cengkareng Tabel 5.13. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng

Sikap Terhadap Pengobatan Tradisional

Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Masyarakat Total Jarang

Kadang Kadang

Sering

n

%

n

%

n

%

n

%

Buruk

16

44,4

16

44,4

4

11,1

36

100

Baik

30

50,9

18

30,5

11

18,6

59

100

Total

46

48,4

34

35,8

15

15,8

95

100

Keterangan: 33,65 adalah nilai rata – rata (mean) dari keseluruhan nilai total sikap responden terhadap pengobatan tradisional

75

Berdasarkan tabel 5.13. pengelompokan berdasarakan sikap responden terhadap pengobatan tradisional dibagi menjadi 2, yaitu responden dengan sikap buruk dan responden dengan sikap baik. Responden dengan sikap buruk terhadap pengobatan tradisional ada sebanyak 36 orang (37,9%) dan responden dengan sikap baik terhadap pengobatan tradisional ada sebanyak 59 orang (62,1%). diketahui bahwa responden dengan sikap terhadap pengobatan tradisional buruk dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 16 orang dari 36 orang (44,4%). Responden dengan sikap terhadap pengobatan tradisional buruk dan kadang kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 16 orang dari 36 orang (44,4%). Responden dengan dengan sikap terhadap pengobatan tradisional buruk dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 4 orang dari 36 orang (11,1%). Untuk responden dengan dengan sikap terhadap pengobatan tradisional baik dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 30 orang dari 59 orang (50,9%). Responden dengan sikap terhadap pengobatan tradisional baik dan kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 18 orang dari 59 orang (30,5%). Responden dengan dengan sikap terhadap pengobatan tradisional baik dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 11 orang dari 59 orang (18,6%).

76

5.3.13. Gambaran Kepemilikan Asuransi atau Jaminan Kesehatan Responden di Wilayah Cengkareng Tabel 5.14. Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Asuransi atau Jaminan Kesehatan Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng

Asuransi/ Jaminan Kesehatan Ada Tidak Ada Total

Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Masyarakat Kadang – Jarang Sering Kadang n % n % n % 22 50 15 34,1 7 15,9 24 47,1 19 37,3 8 15,7 46 48,4 34 35,8 15 15,8

Total N 44 51 95

% 100 100 100

Berdasarkan tabel 5.14. pengelompokan responden berdasarkan kepemilikan asuransi atau jaminan kesehatan dibagi menjadi 2, yaitu: responden yang memiliki dan tidak memiliki asuransi atau jaminan kesehatan. Responden yang memiliki asuransi atau jaminan kesehatan ada sebanyak 44 orang (46,3%). Responden yang tidak memiliki asuransi atau jaminan sebanyak 51 orang (53,7%). diketahui bahwa responden yang memiliki asuransi/jaminan kesehatan dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 22 orang dari 44 orang (50,0%). Responden yang memiliki asuransi/jaminan kesehatan dan kadang kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 15 orang dari 44 orang (34,1%). Responden yang memiliki asuransi/jaminan kesehatan dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 7 orang dari 44 orang (15,9%).

77

Untuk responden yang tidak memiliki asuransi/jaminan kesehatan dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 24 orang dari 51 orang (47,0%). Responden yang memiliki tidak asuransi/jaminan kesehatan dan kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 19 orang dari 51 orang (37,3%). Responden yang tidak memiliki asuransi/jaminan kesehatan dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 8 orang dari 51 orang (15,7%). 5.3.14. Gambaran Tarif Pengobatan Tradisional Bagi Responden Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng Tabel 5.15. Distribusi Responden Berdasarkan Tarif Pengobatan Tradisional Bagi Responden Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng

Tarif Pengobatan Tradisional Rendah Sedang Tinggi Total

Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Masyarakat Kadang – Jarang Sering Kadang n % n % n % 15 65,2 8 34,8 0 0 29 47,5 19 31,1 13 21,3 2 18,2 7 63,6 2 18,2 46 48,4 34 35,8 15 15,8

Total n 23 61 11 95

% 100 100 100 100

Berdasarkan tabel 5.15. pengelompokan responden berdasarkan pendapatnya terhadap tarif pengobatan tradisional yang diakses, dibagi menjadi 3, yaitu: responden yang berpendapat tarif pengobatan tradisional rendah, sedang, dan tinggi. Responden yang berpendapat tarif pengobatan tradisional

78

rendah sebanyak 23 orang (24,2%). Responden yang berpendapat tarif pengobatan tradisional sedang sebanyak 61 orang (63,2%). Responden yang berpendapat tarif pengobatan tradisional tinggi sebanyak 11 orang (11,6). diketahui bahwa responden dengan pendapat tentang tarif pengobatan tradisional rendah dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 15 orang dari 23 orang (65,2%). Responden dengan pendapat tentang tarif pengobatan tradisional rendah dan kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 8 orang dari 23 orang (34,8%). Namun tidak ada responden dengan pendapat tentang tarif pengobatan tradisional rendah yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan (0%). Untuk responden dengan pendapat tentang tarif pengobatan tradisional sedang dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 29 orang dari 61 orang (47,5%). Responden dengan pendapat tentang tarif pengobatan tradisional sedang dan kadang kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 19 orang dari 61 orang (31,1%). Responden dengan pendapat tentang tarif pengobatan tradisional sedang yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 13 orang 61 orang (21,3%). Untuk responden dengan pendapat tentang tarif pengobatan tradisional tinggi dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 2 orang dari 11 orang (18,2%). Responden

79

dengan pendapat tentang tarif pengobatan tradisional tinggi dan kadang kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 7 orang dari 11 orang (63,6%). Responden dengan pendapat tentang tarif pengobatan tradisional tinggi yang sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 2 orang 11 orang (18,2%). 5.3.15. Gambaran

Pandangan

Subjektif

Terhadap

Pengobatan

Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng Tabel 5.16. Distribusi Responden Berdasarkan Pandangan Subjektif Responden Terhadap Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Masyarakat

Pandangan Subjektif Terhadap Pemanfaatan Pengobatan Tradisional

n

%

n

%

N

%

n

%

Buruk

24

66,7%

10

27,8%

2

5,6%

36

100,0%

Baik

22

37,3%

24

40,7%

13

22,0%

59

100,0%

Total

46

48,4%

34

35,8%

15

15,8%

95

100,0%

Jarang

Total

Kadang – Kadang

Sering

Keterangan: 3,76 adalah nilai rata – rata (mean) dari keseluruhan nilai total pandangan subjektif responden terhadap pengobatan tradisional

Berdasarkan tabel 5.16. pengelompokan berdasarkan pandangan subjektif responden terhadap pemanfaatan pengobatan tradisional pada saat sakit ringan, sedang dan berat dibagi menjadi 2, yaitu: responden yang memiliki pandangan subjektif buruk dan baik. Responden yang memiliki pandangan subjektif buruk sebanyak 36 orang (37,9%). Responden yang memiliki pandangan subjektif baik sebanyak 59 orang (62,1%). diketahui

80

bahwa responden dengan pandangan

subjektif terhadap pemanfaatan

pengobatan tradisional buruk dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 24 orang dari 36 orang (66,7%). Responden dengan pandangan subjektif terhadap pemanfaatan pengobatan tradisional buruk dan kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 10 orang dari 36 orang (27,8%). Responden dengan pandangan subjektif terhadap pemanfaatan pengobatan tradisional dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 2 orang dari 36 orang (5,6%). Responden

dengan

pandangan

subjektif

terhadap

pemanfaatan

pengobatan tradisional baik dan jarang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 22 orang dari 59 orang (37,3%). Responden dengan pandangan subjektif terhadap pemanfaatan pengobatan tradisional baik dan kadang - kadang menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 24 orang dari 59 orang (40,7%). Responden dengan pandangan subjektif terhadap pemanfaatan pengobatan tradisional baik dan sering menggunakan pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan ada sebanyak 13 orang dari 59 orang (22,0%).

81

5.3.16. Gambaran

Kesesuaian

Penyakit

dengan

Diagnosis

Medis

Responden Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng Tabel 5.17. Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Penyakit dengan Diagnosis Medis Responden Terhadap Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng Kesesuaian Penyakit Dengan Diagnosis Medis Masalah pada otot dan sendi Kolesterol tinggi Asam urat Diabetes Stroke Total

Perilaku Penggunaan Pengobatan Tradisional Masyarakat Kadang Jarang Sering Kadang n % n % n %

N

%

30

56,6

18

34,0

5

9,4

53

100

7

33,3

8

38,1

6

28,6

21

100

5 4

33,3 100

8 0

53,3 0

2 0

13,3 0

15 4

100 100

0

0

0

0

2

100

2

100

46

48,4

34

35,8

15

15,8

95

100

Total

Berdasarkan tabel 5.17. pengelompokan responden berdasarkan penyakit yang pernah diderita dan dilakukan penyembuhan dengan menggunakan pengobatan tradisional dibagi menjadi 5, yaitu: responden yang memiliki penyakit masalah pada otot dan sendi, kolesterol tinggi, asam urat, diabetes, dan stroke. Responden yang memiliki masalah pada otot dan sendi ada sebanyak 53 orang (55,8%). Responden yang memiliki kolesterol tinggi sebanyak 21 orang (22,1%). Responden yang memiliki asam urat sebanyak 15 orang (15,8%). Responden yang memiliki diabetes (4,2%). Responden yang memiliki penyakit stroke sebanyak 2 orang (2,1%). Dari data tersebut, diketahui bahwa responden dengan masalah pada otot dan sendi yang jarang diobati dengan pengobatan tradisional ada sebanyak

82

30 orang dari 53 orang (56,6%). Responden dengan masalah pada otot dan sendi

yang jarang diobati atau diterapi dengan pengobatan tradisional ada

sebanyak 18 orang dari 53 orang (34,0%). Responden dengan masalah pada otot dan sendi yang jarang diobati atau diterapi dengan pengobatan tradisional ada sebanyak 5 orang dari 53 orang (9,4%). Untuk responden dengan kolesterol tinggi yang jarang diobati dengan pengobatan tradisional ada sebanyak 7 orang dari 21 orang (33,3%). Responden dengan kolesterol tinggi yang jarang diobati atau diterapi dengan pengobatan tradisional ada sebanyak 8 orang dari 21 orang (38,1%). Responden dengan kolesterol tinggi yang jarang diobati atau diterapi dengan pengobatan tradisional ada sebanyak 6 orang dari 21 orang (28,6%). Untuk responden dengan asam urat

yang jarang diobati atau diterapi

dengan pengobatan tradisional ada sebanyak 5 orang dari 15 orang (33,3%). Responden dengan asam urat

yang jarang diobati atau diterapi dengan

pengobatan tradisional ada sebanyak 8 orang dari 15 orang (53,3%). Responden dengan asam urat

yang jarang diobati atau diterapi dengan

pengobatan tradisional ada sebanyak 2 orang dari 15 orang (13,3%). Sedangkan untuk responden dengan diabetes hanya ada 4 orang (100,0%) dengan frekuensi kunjungan ke pengobatan tradisional jarang. Dan untuk responden dengan stroke hanya ada 2 orang (100,0%) dengan frekuensi kunjungan ke pengobatan tradisional sering.

83

5.4.

Analisis

Bivariat

Variabel

Independen

Terhadap

Variabel

Dependen 5.4.1. Hubungan Faktor Predisposisi Terhadap Perilaku Pengobatan Tradisional Tabel 5.18. P Value Variabel – Variabel Hubungan Faktor Predisposisi Terhadap Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Variabel Usia Jenis kelamin Status pernikahan Tingkat pendidikan Pengetahuan Perkerjaan Jumlah angota keluarga yang tinggal dalam satu rumah Suku/etnis Agama Jarak rumah dengan pengobatan tradisional Penilaian tentang sehat dan sakit Sikap

P Value 0,016 0,019 0,097 0,136 0,046 0,299 0,023 0,007 0,048 0,289 0,007 0,332

Menurut hasil uji statistik dengan uji chi square dengan nilai alpha sebesar 0,05 didapatkan p value untuk variabel usia, jenis kelamin, pengetahuan tentang pengobatan tradisional, jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah, suku/etnis, agama, penilaian tentang sehat dan sakit berturut – turut sebesar 0,016; 0,019; 0,046; 0,023, 0,007, 0,048; dan 0,007. Maka dapat disimpulkan varibel – variabel tersebut terdapat hubungan yang signifikan dengan perilaku penggunaan pengobatan tradisional masyarakat karena p value hasil uji statistik variabel – variabel tersebut < 0,05. Menurut uji statistik dengan uji chi square dengan nilai alpha sebesar 0,05 didapatkan beberapa variabel faktor predisposisi yang menunjukan tidak

84

ada hubungan yang signifikan terhadap perilaku pengobatan tradisional. Hal ini karena setelah p value yang didapatkan > 0,05. Variabel – variabel tersebut adalah status pernikahan, status pendidikan, pekerjaan, jarak rumah dengan pengobatan tradisional, dan sikap terhadap pengobatan tradisional berturut – turut adalah 0,097; 0,136; 0,299; 0,289; dan 0,332. 5.4.2. Hubungan Faktor Pendukung Terhadap Perilaku Pengobatan Tradisional Tabel 5.19. P Value Variabel – Variabel Hubungan Faktor Pendukung Terhadap Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng No. 1. 2.

Variabel Asuransi atau Jaminan Kesehatan Tarif Pengobatan Tradisional

P Value 0,947 0,026

Menurut hasil uji statistik dengan uji chi square dengan nilai alpha sebesar 0,05 didapatkan p value sebesar 0,947, maka dapat disimpulkan antara variabel asuransi/jaminan kesehatan dengan perilaku penggunaan pengobatan tradisional masyarakat tidak terdapat hubungan yang signifikan. Karena nilai p value > 0,05. Menurut hasil uji statistik dengan uji chi square dengan nilai alpha sebesar 0,05 didapatkan p value sebesar 0,026, maka dapat disimpulkan antara variabel tarif pengobatan tradisional dengan perilaku penggunaan pengobatan tradisional masyarakat terdapat hubungan yang signifikan. Karena nilai p value < 0,05.

85

5.4.3. Hubungan Faktor Kebutuhan Terhadap Perilaku Pengobatan Tradisional Tabel 5.20. P Value Variabel – Variabel Hubungan Faktor Kebutuhan Terhadap Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng No. 1. 2.

Variabel Pandangan Subjektif Terhadap Pengobatan Tradisional Kesesuaian Penyakit dengan Diagnosis Medis

P Value 0,012 0,004

Menurut hasil uji statistik dengan uji chi square dengan nilai alpha sebesar 0,05 didapatkan p value untuk variabel pandangan subjektif terhadap pemanfaatan pengobatan tradisional dan kesesuaian penyakit dengan diagnosis medis sebesar 0,012 dan 0,004. Oleh karena itu, dapat disimpulkan kedua variabel tersebut terdapat hubungan yang signifikan dengan perilaku penggunaan pengobatan tradisional masyarakat.

BAB VI PEMBAHASAN 6.1.

Keterbatasan Penelitian Cara pengumpulan data dengan kuesioner memiliki beberapa kelemahan, antara lain : 1. Kuesioner yang digunakan merupakan daftar pertanyaan dan langsung dijawab

sehingga

dapat

mengakibatkan

bias

respon

yaitu

kecenderungan responden untuk memberikan jawaban tidak sesuai dengan

kondisi

aktual.

Namun,

dalam

penelitian

ini,

untuk

meminimalkan bias tersebut, pengisian kuesioner dipandu langsung dengan cara wawancara oleh peneliti. 2. Tidak melihat data dengan observasi maupun wawancara mendalam sehingga tidak mendapatkan informasi mengenai faktor – faktor yang lebih dalam dan lebih menyeluruh. Observasi dan wawancara mendalam dapat memberikan pemahaman mendalam terhadap perilaku masyarakat sekaligus sebagai cara untuk validasi pernyataan responden. 6.2.

Faktor Predisposisi Perilaku Pencarian Pengobatan Tradisional Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku pencarian pengobatan tradisional. Faktor ini dibagi menjadi 3, yaitu mencakup:

86

87

1. Demografi, meliputi: usia, jenis kelamin, dan status pernikahan 2. Struktur sosial, meliputi: tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dalam satu rumah, suku/etnis, agama, serta jarak rumah dengan pengobatan tradisional 3. Kepercayaan, meliputi: penilaian tentang sehat dan sakit, sikap

terhadap pengobatan tradisional, serta pengetahuan tentang pengobatan tradisional. 6.2.1. Usia Kalau dilihat dari usia, responden dengan usia muda (≤ 30 tahun) hanya sebanyak 19 orang (20%) yang melakukan pencarian pengobatan ke pengobatan tradisional. Namun, dari kalangan usia muda dapat terlihat, kepatuhan terhadap penggunaan pengobatan tradisional lebih baik dibandingkan usia tua (> 30 tahun). Hal ini terlihat dari persentase frekuensi sering pada kelompok responden usia ≤ 30 tahun. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh perbedaan pola pikir dan cara pandang terhadap pengobatan tradisional. Pada kalangan usia muda dalam penelitian ini, 31,6% responden mengatakan sering ke pengobatan tradisional. Mungkin pada kalangan

muda

sudah

lebih

banyak

mengetahui

manfaat

pengobatan tradisional dengan benar untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Pada usia tua, penggunaan pengobatan tradisional dapat dikatakan masih belum patuh. Hal ini terlihat dari data yang

88

terkumpul,

sebanyak

55,3%

mengatakan

masih

jarang

menggunakan pengobatan tradisional. Perilaku seperti ini muncul, mungkin karena semakin beragamnya penyakit yang diderita oleh responden dan kemauan yang tinggi untuk menggunakan pengobatan yang baru selain pengobatan konvensional. Tingginya frekuensi dengan kategori jarang pada usia tua dapat dilihat sebagai akibat dari ketidakpuasan pengobatan konvensional atau kedokteran modern di Indonesia. Sehingga pada kalangan tua, banyak yang mencoba pengobatan tradisional sebagai

alternatif

untuk

pengobatannya

seiring

dengan

bertambahnya usia dan banyaknya gangguan kesehatan yang dialaminya serta didukung ketidakpuasan terhadap pengobatan konvensional atau kedokteran modern. Hasil penelitian ini sejalan dengan data pada penelitian yang dilakukan oleh Sudibyo Supardi dan Andi Leny Susyanti (2010) yang menyatakan bahwa pengobatan tradisional lebih banyak dipilih oleh kaum usia muda (≤ 30 tahun) dibandingkan usia tua (> 30 tahun). Usia memiliki hubungan dengan tahap daur, seiring bertambahnya usia, pengetahuan yang dimiliki seseorang akan memberikan pelajaran bagi diri sendiri. Dan secara berkelanjutan akan membentuk selera seseorang untuk memilih dalam melakukan konsumsi termasuk dalam mengonsumsi atau menggunakan pengobatan (Bilson Simamora, 2008). Adanya

89

perbedaan selera dalam memilih pengobatan tradisional pada kelompok usia ≤ 30 tahun dengan > 30 tahun dikarenakan mungkin adanya pengalaman yang kurang baik terhadap pengobatan konvensional. Sehingga kalangan usia ≤ 30 tahun memilih dan menggunakan pengobatan tradisional untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Dalam upaya promosi kesehatan, untuk mengurangi ketergantungan pada metode pengobatan Barat pada pengobatan dan melihat antusias kalangan usia muda dalam memilih pengobatan tradisional. Diperlukan langkah promosi mengenai pengobatan tradisional mulai dari usia sekolah. Selain itu, upaya promosi melalui pendidikan dengan media televisi, radio, dan melalui dunia maya juga perlu digalakan mengingat kecanggihan teknologi sudah maju pesat. Sehingga, masyarakat tidak hanya mengetahui metode pengobatan atau pengobatan konvensional. Masyarakat juga mampu memahami pengobatan tradisional dengan baik dan mampu memanfaatkannya dengan tepat pada saat mengalami gangguan kesehatan. 6.2.2. Jenis Kelamin Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan yang terdapat pada tabel 5.20. dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional karena memiliki p value

90

sebesar 0,019 atau kurang dari nilai α, yaitu 0,05. Hal ini tercermin pada distribusi masyarakat yang menjadi responden penelitian ini, yaitu wanita sebanyak 51 orang (53,7%) memilih ke pengobatan tradisional dan pria sebanyak 44 orang (46,3%). Hal ini dapat diasumsikan bahwa karakteristik masyarakat urban di Jakarta sudah tidak lagi didominasi oleh pria saja dalam pengambilan keputusan khususnya mengenai dalam pemilihan pengobatan . Emansipasi wanita di wilayah tempat tinggal masyarakat urban dalam memilih pengobatan tradisional terlihat dari distribusi data yang lebih besar wanita dibandingkan pria. Ini disebabkan beberapa keputusan dalam keluarga tidak selamanya bergantung pada pria. Proses pencarian pengobatan dalam suatu keluarga biasanya merupakan keputusan dari kepala keluarga. Kalau dalam keluarga masih terdapat seorang ayah, maka ayah yang dominan dalam pengamblian keputusan. Tapi kalau sudah single parent maka, single parent tersebut yang mengambil keputusan dalam keluarga. Oleh karena itu tingkat pemahaman kepala keluarga tentang konsep sehat sakit serta pengetahuan tentang pentingnya pengobatan untuk setiap gangguan kesehatan yang diderita anggota keluarga, sangat menentukan pemilihan sarana pengobatan yang mana untuk digunakan oleh keluarga tersebut.

91

Dalam penelitian penggunaan pengobatan tradisional ini, ditemukan lebih banyak pengunjung pengobatan tradisional adalah wanita. Hal tersebut memperlihatkan bahwa wanita dalam suatu keluarga sudah memiliki peran untuk memilih pengobatan yang digunakannya, terutama bagi dirinya sendiri. Pada penelitian Sudibyo Supardi dan Andi Leny Susyanti (2010) juga terlihat bahwa dalam hal penggunaan pengobatan tradisional, wanita lebih banyak berperan pada saat memilih pengobatan dibandingkan pria. Melihat fenomena yang ada di lapangan, bahwa wanita lebih berperan dalam pengambilan keputusan untuk memilih pengobatan tradisional, maka diperlukan upaya promosi yang baik agar pengetahuan tentang pengobatan tradisional kaum wanita tidak salah. Terlebih lagi jika wanita tersebut sudah berkeluarga. 6.2.3. Status Pernikahan Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan dapat disimpulkan bahwa status pernikahan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengambilan keputusan masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional karena memiliki p value sebesar 0,097 atau lebih dari nilai α, yaitu 0,05. Hal ini dapat menunjukan bahwa hubungan pernikahan tidak memiliki kontribusi yang signifikan terhadap perilaku

92

masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional. Fenomena ini memperlihatkan bahwa keputusan dalam pengobatan tradisional lebih didominasi oleh faktor pribadi masing – masing, bukan berdasarkan keputusan salah satu peran (suami atau istri). Hal tersebut dapat terlihat juga berdasarkan jenis kelamin, lebih banyak wanita (53,7%) sedangkan pria hanya sebesar 46,7%. Berdasarkan jenis kelamin dan status pernikahan dapat dikaitkan bahwa perilaku pencarian pengobatan tradisional tidak dipengaruhi oleh faktor pria yang berperan sebagai kepala keluarga (pada kalangan yang sudah menikah). Pola pemilihan pengobatan tradisional pada masyarakat urban di kota – kota besar dapat terlihat bahwa dominasi salah satu pihak (suami atau istri) tidak terlihat dengan jelas. Hal ini mungkin karena tingkat kepercayaan diri masyarakat untuk memilih pengobatan tradisional sebagai pengobatannya yang terbangun oleh pengetahuannya. Dan perubahan status pernikahan seseorang menjadi tidak terpengaruh terhadap perilaku tersebut. Dalam hal ini, yang menjadi kontribusi adalah tingginya rasa toleransi dan keterbukaan terhadap hal baru pada pola pikir masyarakat urban. Sehingga tidak ada dominasi dalam hubungan suami istri dalam memilih pengobatan tradisional.

93

6.2.4.

Tingkat Pendidikan Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tentang pengobatan tradisional memiliki

pengaruh

yang

signifikan

terhadap

pengambilan

keputusan masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional karena memiliki p value sebesar 0,136 atau kurang dari nilai α, yaitu 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dengan tingkat pendidikan dalam hal ini pendidikan formal, tidak memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pengambilan keputusan ke pengobatan tradisional. Dan fenomena ini memperlihatkan bahwa pengobatan tradisional, bukan pengobatan untuk masyarakat dengan pendidikan rendah tetapi sebaliknya. Meskipun tidak terdapat perbedaan jumlah yang jauh antara masyarakat pendidikan rendah (SD, SMP, dan SMA) dan tinggi (D3, SI, S2, dan S3), yaitu sebesar 46,3% masyarakat dengan pendidikan rendah dan 53,7% masyarakat dengan pendidikan tinggi. Jika dikaitkan tingkat pendidikan dengan pengetahuan, dapat disimpulkan bahwa dalam pendidikan formal di Indonesia masih kurang memasukan unsur pengobatan tradisional ke dalam kurikulum pendidikan formal. Sehingga, meskipun tingkat pendidikan formal tergolong tinggi, belum tentu mempengaruhi masyarakat untuk cenderung melakukan pengobatan ke pengobatan tradisional.

94

Pendidikan dalam kehidupan manusia merupakan sebuah proses yang harus dilakukan sepanjang hayat. Pada saat ini pendidikan bukan hanya merupakan suatu proses pembelajaran dalam masyarakat, tetapi sudah berkembang menjadi pusat atau narasumber dari segala pengetahuan. Pendidikan mempunyai fungsi utama yang selalu ada dalam perkembangan sejarah manusia yaitu untuk meningkatkan taraf pengetahuan manusia. Pendidikan merupakan sarana sosialisasi nilai-nilai budaya yang ada

di

masyarakat

setempat

juga

sebagai

media

untuk

mentransmisikan nilai-nilai baru maupun mempertahankan nilainilai lama (Anwarudin, 2008). Sukmadinata (2003) menyatakan pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal - hal yang menunjang kesehatan,

sehingga

dapat

meningkatkan

kualitas

hidup.

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin sebaliknya

banyak pula pengetahuan

pendidikan

yang

kurang

akan

yang dimiliki, menghambat

perkembangannya sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

95

6.2.5. Pengetahuan Tentang Pengobatan Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tentang pengobatan tradisional memiliki hubungan

yang signifikan terhadap pengambilan

keputusan masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional karena memiliki p value sebesar 0,046 atau kurang dari nilai α, yaitu 0,05. Dari distribusi data pengetahuan tentang pengobatan tradisional dapat terlihat bahwa masyarakat pengetahuan rendah lebih banyak mengakses pengobatan tradisional. Hal ini mungkin terjadi akibat masyarakat masih dalam tahap mencoba khasiat dari pengobatan tradisional dengan khasiat dari pengobatan kedokteran modern/konvensional. Dari data responden yang jarang menggunakan pengobatan tradisional dalam arti di dalam penelitian ini baru pertama kali datang atau baru mencoba pengobatan tradisional lebih banyak dibandingkan dengan yang kadang – kadang atau sering. Begitu pula masyarakat yang kadang – kadang ke pengobatan tradisional lebih banyak daripada masyarakat yang sering (menggunakan pengobatan tradisional sebagai terapi kesehatan pada saat mengalami gangguan kesehatan) ke pengobatan tradisional. Hal ini terjadi mungkin adanya penurunan tingkat kepercayaan terhadap pengobatan

kedokteran

modern/konvensional.

Sehingga

96

masyarakat mau mencoba pengobatan tradisional sebagai alternatif pengobatan. Jika dilakukan perbandingan antara kelompok masyarakat dengan pengetahuan rendah dan kelompok masyarakat dengan pengetahuan tinggi tentang pengobatan tradisional, responden dengan tingkat pengetahuan tinggi memiliki kepatuhan melakukan pengobatan ke pengobatan tradisional lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki pengetahuan rendah. 6.2.6. Pekerjaan Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan dapat disimpulkan bahwa jenis pekerjaan masyarakat yang melakukan pencarian pengobatan tradisional tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap pengambilan keputusan masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional sebagai pengobatan rujukan pada saat mengalami gangguan kesehatan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Kalau dilihat dari segi penghasilan yang didapatkan dari pekerjaan yang dilakukan, tidak ada hubungan antara pemilihan pengobatan tradisional pada jenis pekerjaan pegawai negeri sipil, pegawai swasta, wiraswasta, buruh, dan orang yang tidak bekerja. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh tarif pengobatan tradisional yang dinilai sedang (terjangkau) oleh seluruh lapisan masyarakat (61

97

dari 95 orang mengatakan tarif pengobatan tradisional sedang). Mengingat, Indonesia tergolong sebagai negara berkembang, dimana

masyarakatnya

yang

tergolong

golongan

ekonomi

menengah mendominasi terutama di lingkungan kaum urban. 6.2.7. Jumlah Anggota Keluarga Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan pada tabel 5.25. dapat disimpulkan bahwa jumlah anggota keluarga yang tinggal bersama (satu rumah) dengan responden, memiliki hubungan yang signifikan terhadap pengambilan keputusan masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional sebagai pengobatan rujukan pada saat mengalami gangguan kesehatan karena memiliki p value sebesar 0,023 atau kurang dari nilai α, yaitu 0,05. Kalau dilihat berdasarkan jumlah anggota keluarga yang tinggal dengan responden, hal ini berkaitan dengan kemampuan daya beli atau status ekonomi. Kemampuan daya beli akan semakin besar jika anggota keluarga yang tinggal dalam rumah lebih sedikit, demikian juga sebaliknya. Kemampuan daya beli juga memiliki pengaruh terhadap pemilihan pengobatan. Dari tabel 5.25 terlihat bahwa jumlah anggota keluarga yang ideal lebih banyak daripada yang tidak ideal. Sehingga responden dengan jumlah anggota keluarga ideal, lebih banyak yang melakukan melakukan pengobatan ke pengobatan tradisional. Jika dikaitkan dengan teori

98

pemilihan pengobatan, hal ini mungkin diakibatkan responden dengan jumlah anggota keluarga tidak ideal memilih untuk melakukan pengobatan sendiri di rumah dibandingkan dengan ke pengobatan tradisional. Jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah secara tidak langsung memberikan beban pada kondisi kesehatan dan kemampuan untuk mengakses pengobatan. Semakin banyak anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah, maka semakin kurang terperhatikannya kesehatan masing – masing anggota keluarga. Dan semakin banyak anggoata keluarga, semakin tinggi juga biaya hidup yang harus ditanggung oleh kepala keluarga. Pada penelitian ini ditemukan jumlah anggota keluarga tidak ideal dalam satu rumah yang lebih banyak mengakses pengobatan tradisional dibandingkan dengan responden yang tinggal dengan jumlah anggota keluarga ideal. Hal ini menunjukan bahwa mahalnya pelayanan kesehtan konvensional, membuat masyarakat beralih ke pengobatan

tradisional

untuk

melakukan

pengobatan

ke

pengobatan tradisional. Hal ini dilakukan mungkin sebagai alternatif. Namun, fenomena ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Karena pengobatan tradisional menjadi alternatif bagi masyarakat yang memiliki ekonomi menengah ke bawah maka pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Pengobatan Tradisional, Alternatif,

99

dan Komplementer Kementerian Kesehatan pada pengobatan tradisional harus semakin ketat. Mengingat beberapa kasus penyalahgunaan pengobatan di Indonesia masih tergolong tinggi. Hal ini disebabkan karena pengetahuan masyarakat masih rendah mengenai pengobatan tradisional yang sesungguhnya. Hal ini dilakukan agar tidak merugikan masyarakat baik secara finansial maupun secara moril. 6.2.8. Suku/Etnis Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan pada tabel 5.26. dapat disimpulkan bahwa asal suku/etnis keluarga responden memiliki hubungan

yang signifikan terhadap pengambilan

keputusan masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional sebagai pengobatan rujukan pada saat mengalami gangguan kesehatan karena memiliki p value sebesar 0,007 atau kurang dari nilai α, yaitu 0,05. Hal ini menunjukan bahwa kebudayaan di Indonesia memiliki pengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam memilih pengobatan. Pengobatan tradisional yang berbasis kearifan lokal berdasarkan data pada tabel 5.26, berturut – turut dari yang paling banyak ke yang paling sedikit berdasarkan kunjungan adalah Suku Jawa, Suku Betawi, Etnis Tionghoa, Suku Batak, Suku Melayu, dan Suku Bali. Hal ini menunjukan bahwa suku – suku di

100

Indonesia masih memiliki kepercayaan terhadap kebudayaan lokal untuk menyembuhkan penyakit atau gangguan kesehatan. Kultur merupakan faktor penentu paling pokok dari perilaku seseorang. Perilaku seseorang umumnya dipelajari dari lingkungan sekitarnya. Sehingga nilai persepsi, preferensi, dan perilaku antara seseorang yang tinggal di suatu daerah dengan yang di daerah lainnya dengan latar belakang suku budaya yang berbeda dan biasanya dalam suatu keturunan suku memiliki kebiasaan atau perilaku yang tidak berbeda jauh (Bilson Simamora, 2008). Termasuk dalam pemilihan pengobatan, masing – masing suku memiliki kepercayaan mengenai khasiat pengobatan tradisional. Karena akar dari pengobatan tradisional adalah

berasal dari

keturunan dan merupakan suatu kebudayaan tradisional dalam bidang kesehatan. Sehingga suku memiliki peran yang besar dalam memilih pengobatan tradisional. Karena suku memiliki pengaruh terhadap pengobatan tradisional, maka perlu dilakukan pembinaan tehadap pengobatan tradisional yang ada pada masing – masing daerah melalui Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T) pada masing - masing daerah atau provinsi. Agar pengobatan tradisional di Indonesia dapat terinventarisasi dan dikembangkan untuk kebutuhan pengembangan metode pengobatan tradisional. Selain itu juga dapat menjadi keunggulan masing – masing daerah

101

yang memiliki metode pengobatan khas untuk mengembangkan pariwisata dalam hal kesehatan. 6.2.9. Agama Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan pada tabel 5.27. dapat disimpulkan bahwa agama yang dianut oleh responden memiliki hubungan

yang signifikan terhadap pengambilan

keputusan masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional sebagai pengobatan rujukan pada saat mengalami gangguan kesehatan karena memiliki p value sebesar 0,048 atau kurang dari nilai α, yaitu 0,05. Hal ini memperlihatkan bahwa kepercayaan atau keyakinan spriritual masyarakat turut mempengaruhi pengobatan yang dipilihnya. Berdasarkan data pada tabel 5.27 terlihat bahwa agama Islam yang paling banyak melakukan pengobatan ke pengobatan tradisional. Hal ini mungkin karena agama Islam di Indonesia menjadi agama mayoritas dan memang agam Islam yang banyak menganjurkan pengobatan dengan cara tradisional salah satu pengobatan tradisional yang berbasis agama adalah pengobatan sesuai ajaran Rasulullah SAW. Untuk agam non - Islam lebih banyak metode pengobatan dengan cara spiritual masing – masing yang berbasis hipnoterapi.

102

6.2.10. Jarak Rumah ke Pengobatan Tradisional Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan pada tabel 5.28. dapat disimpulkan bahwa jarang rumah responden ke pengobatan tradisional tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap pengambilan keputusan masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional sebagai pengobatan rujukan pada saat mengalami gangguan kesehatan karena memiliki p value sebesar 0,289 atau lebih dari nilai α, yaitu 0,05. Jika dikaitkan kondisi transportasi dan geografis di wilayah Cengkareng, kemudahan transportasi dan akses jalan yang cukup baik tidak menjadikan jarak dari rumah ke pengobatan tradisional suatu hambatan. Sehingga masyarakat dapat melakukan pemilihan transportasi untuk mengakses pengobatan tradisional. Melihat hasil analisis

statistik

pandangan

subjektif

responden

terhadap

pemanfaatan pengobatan tradisional yang cukup baik yaitu sebesar 62,1% (59 orang) memiliki pandangan yang positif terhadap pengobatan tradisional dibandingkan dengan responden yang memiliki pandangan subjektif negatif terhadap pengobatan tradisional sebesar 37,9% (36 orang). Pandangan subjektif inilah yang lebih

mempengaruhi masyarakat untuk memutuskan

pemilihan ke pengobatan tradisional.

103

6.2.11. Penilaian Tentang Sehat dan Sakit Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan pada tabel 5.29. dapat disimpulkan bahwa penilaian tentang sehat dan sakit memiliki hubungan

yang signifikan terhadap pengambilan

keputusan masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional sebagai pengobatan rujukan pada saat mengalami gangguan kesehatan karena memiliki p value sebesar 0,007 atau kurang dari nilai α, yaitu 0,05. Hal ini menggambarkan bahwa kemampuan masyarakat yang tinggi dalam menilai arti sehat dan sakit mampu mendorong masyarakat melakukan pengobatan ke pengobatan tradisional. Hal ini ditunjukkan oleh data pada tabel 5.29. semakin buruk kemapuan masyarakat menilai arti sehat dan sakit, semakin kecil kemungkinan mereka memeriksakan kesehatan ke pengobatan tradisional. Berdasarkan teori pencarian pengobatan, masyarakat yang memiliki kemampuan tinggi untuk mengartikan arti sehat dan sakit pada dirinya, maka mereka akan terdorong untuk mencari pengobatan ke pengobatan. Dan semakin buruk masyarakat mampu mengartikan arti sehat dan sakit pada dirinya maka mereka semakin tidak terdorong untuk melakukan pengobatan ke pengobatan (mengobati dirinya sendiri di rumah).

104

6.2.12. Sikap Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan pada tabel 5.30. dapat disimpulkan bahwa sikap terhadap pengobatan tradisional tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap pengambilan keputusan masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional sebagai pengobatan rujukan pada saat mengalami gangguan kesehatan karena memiliki p value sebesar 0,332 atau lebih dari nilai α, yaitu 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sikap yang baik terhadap pengobatan tradisional tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku pencarian pengobatan tradisional masyarakat, begitu pula sebaliknya. Hal ini mungkin disebabkan lebih kepada pengaruh faktor kepercayaan dari agama dan suku asal keluarga untuk mendorong ke pengobatan tradisional karena kedekatan kekerabatan

keluarga

lebih

berperan

dalam

pengambilan

keputusan. Sikap dipengaruhi oleh kepribadian, pengalaman, pendapat umum, dan latar belakang. Sikap mewarnai pandangan terhadap seseorang terhadap suatu objek, memengaruhi perilaku dan relasi dengan orang lain. Untuk bersikap harus ada penilaian sebelumnya. Sikap bisa baik atau tidak baik. Perasaan sering berakar dalam sikap dan sikap dapat diubah. Sikap biasanya sedikit atau banyak berhubungan dengan kepercayaan. Dalam beberapa hal sikap

105

merupakan akibat dari suatu kumpulan kepercayaan (Maramis, 2006). Oleh karena itu, pada penelitian ini ditemukan bahwa sikap tidak berhubungan secara signifikan terhadap perilaku pencarian pengobatan masyarakat ke pengobatan tradisional. Jika dikaitkan dengan kepercayaan, dalam hal ini agama dan suku/etnis maka pendorong masyarakat ke pengobatan tradisional lebih didominasi oleh kedua faktor tersebut. 6.3.

Faktor Pendukung Perilaku Pencarian Pengobatan Tradisional Faktor pendukung, dibagi menjadi 2, yaitu: 1.

Keluarga, yang meliputi asuransi atau jaminan kesehatan yang dimiliki oleh keluarga.

2.

Masyarakat, yang meliputi tarif pengobatan tradisional.

6.3.1. Asuransi atau Jaminan Kesehatan Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan pada tabel 5.31. dapat disimpulkan bahwa kepemilikan asuransi/jaminan kesehatan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap pengambilan keputusan masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional sebagai pengobatan rujukan pada saat mengalami gangguan kesehatan karena memiliki p value sebesar 0,947 atau lebih dari nilai α, yaitu 0,05. Hal ini mungkin karena peraturan tentang Jaminan Kesehatan Nasional sudah diberlakukan oleh Kementerian

106

Kesehatan sejak awal tahun 2014 melalui BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Sehingga meskipun masyarakat sudah memiliki jaminan kesehatan dari pemerintah, tetapi faktor kebiasaan mengakses pengobatan tradisional tetap menjadi pilihan pada saat mengalami gangguan kesehatan. Maka dari itu, tidak terdapat hubungan signifikan antara kepemilikan asuransi atau jaminan kesehatan dengan perilaku pemanfaatan pengobatan tradisional. Sudibyo Supardi (1996) dalam sebuah karya ilmiah di bidang kesehatan mengutip pernyataan Nico S. Kalangie yang menjelaskan

bahwa

penawaran

terhadap

pengobatan

pada

masyarakat Indonesia dipenuhi melalui tiga cara yaitu pengobatan sendiri di rumah, pengobatan tradisional, dan pengobatan dengan tenaga medis profesional. Pengobatan dengan tenaga medis profesional adalah pengobatan dengan petunjuk dari tenaga kesehatan yang dilakukan di poliklinik, puskesmas dan rumah sakit. Sedangkan yang diartikan dengan pengobatan sendiri di rumah adalah pengobatan tanpa petunjuk tenaga kesehatan (dokter/perawat/tenaga

ahli

kesehatan

lainnya).

Ada

pun

pengobatan tradisional merupakan bentuk pengobatan yang menggunakan cara, alat atau bahan yang tidak termasuk dalam standar pengobatan medis modern baik yang dilakukan sendiri atau dengan petunjuk tenaga kesehatan tradisional.

107

6.3.2. Tarif Pengobatan Tradisional Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan pada tabel 5.32. dapat disimpulkan bahwa tarif pengobatan tradisional memiliki hubungan

yang signifikan terhadap pengambilan

keputusan masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional sebagai pengobatan rujukan pada saat mengalami gangguan kesehatan karena memiliki p value sebesar 0,026 atau kurang dari nilai α, yaitu 0,05. Hal ini mungkin sebagai akibat dari pernyataan atau pendapat masyarakat yang melakukan pengobatan ke pengobatan tradisional yang menyatakan bahwa tarif pengobatan tradisional itu sedang. Sehingga masyarakat terdorong untuk memilih pengobatan tradisional

daripada

ke

pengobatan

kedokteran

modern/konvensional. Masyarakat yang memilih pengobatan tradisional mungkin mengalami

penurunan

kepercayaan

terhadap

pengobatan

konvensional perihal penyembuhan penyakit. Di samping itu, tarif pengobatan

di

lembaga

penyelenggara

pengobatan

swasta

tergolong cukup tinggi sedangkan di lembaga penyelenggara pengobatan milik pemerintah jumlahnya terbatas baik dari segi fasilitas dan sumber daya manusia yang menangani pasien. Karena pemerintah telah meluncurkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

108

Oleh karena itu, masyarakat mungkin lebih memilih pengobatan tradisional untuk melakukan pengobatan karena dinilai sudah

berkembang

dan

banyak

pilihannya

dibandingkan

pengobatan konvensional. Hal inilah yang membuat tarif pengobatan berpengaruh terhadap perilaku pencarian pengobatan ke pengobatan tradisional. 6.4.

Faktor Kebutuhan Perilaku Pencarian Pengobatan Tradisional 6.4.1. Pandangan Subjektif Terhadap Pengobatan Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan pada tabel 5.32. dapat disimpulkan bahwa pandangan subjektif mengenai pemanfaatan pengobatan tradisional responden memiliki hubungan yang signifikan terhadap pengambilan keputusan masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional sebagai pengobatan rujukan pada saat mengalami gangguan kesehatan karena memiliki p value sebesar 0,012 atau kurang dari nilai α, yaitu 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pandangan subjektif turut memberikan kontribusi dalam perilaku pencarian pengobatan ke pengobatan tradisional. Hal ini tergambar dari jumlah responden yang berpandangan positif yang lebih banyak dibandingkan responden yang berpandangan negatif. 6.4.2. Kesesuaian Penyakit dengan Diagnosis Medis dan Melakukan Pengobatan dengan Pengobatan Tradisional

109

Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan pada tabel 5.34. dapat disimpulkan bahwa kesesuaian penyakit dengan diagnosis medis terhadap perilaku penggunaan pengobatan tradisional

memiliki

hubungan

yang

signifikan

terhadap

pengambilan keputusan masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional sebagai pengobatan rujukan pada saat mengalami gangguan kesehatan karena memiliki p value sebesar 0,004 atau kurang dari nilai α, yaitu 0,05. Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan, masalah pada otot dan sendi paling banyak diderita oleh masyarakat yang berobat ke pengobatan tradisional. Diikuti oleh beberapa gejala penyakit degeneratif dan penyakit degeneratif, yaitu: kolesterol tinggi, asam urat, diabetes, dan stroke. Dari beberapa responden yang ditanya soal penyakit, mereka mengatakan bahwa pengobatan tradisional

ini

diposisikan

sebagai

penunjang

pengobatan

tradisional disamping pengobatan konvensional/modern yang digunakannya. Dengan harapan penyakit atau gangguan kesehatan yang dialaminya dapat sembuh lebih cepat daripada hanya diobati oleh pengobatan konvensional/modern oleh dokter. Dari data yang didapatkan terkait gambaran penyakit, terlihat bahwa penyakit yang memiliki risiko tinggi seperti kolesterol tinggi, asam urat, diabetes, dan stroke masyarakat masih belum yakin menggunakan pengobatan tradisional. Hal ini

110

dikarenakan pengobatan tradisional di Indonesia belum memiliki standardisasi seperti negara – negara Asia Selatan seperti Cina, Taiwan, Korea, dan Jepang. Di Indonesia memang baru dikembangkan dan digalakkan untuk penggunaan pengobatan tradisional mulai tahun 2010. Diharapkan di tahun – tahun berikutnya pengobatan tradisional memang menjadi pilihan yang setara dengan pengobatan konvensional/modern.

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN 7.1.

Kesimpulan 1. Masyarakat Cengkareng memiliki minat untuk melakukan pengobatan di pelayanan kesehatan tradisional cukup tinggi dengan berbagai frekuensi kunjungan sesuai dengan kebutuhan. 2. Faktor predisposisi masyarakat Cengkareng yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional: a. Usia

masyarakat

yang

menggunakan

pelayanan

kesehatan

tradisional lebih besar kelompok usia > 30 tahun (80%). Namun dari segi kepatuhan dalam melakukan pengobatan tradisional lebih baik kelompok usia ≤ 30 tahun. Berdasarkan uji statistik, usia memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional dengan p value sebesar 0,016. b. Jenis kelamin masyarakat yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional lebih besar yang berjenis kelamin wanita dibandingkan pria (53,7%). Hal ini menggambarkan untuk mengakses pelayanan kesehatan tradisional tidak harus diputuskan oleh kepala keluarga (pria). Dan berdasarakan uji statistik, jenis kelamin memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional dengan p value 0,019. Ini menunjukan bahwa

111

112

emansipasi wanita dalam pemilihan pengobatan khususnya untuk diri sendiri sudah berkembang dengan baik. c. Status

pernikahan

masyarakat

yang

mengakses

pelayanan

kesehatan tradisional didominasi oleh kelompok masyarakat yang sudah menikah

(67,4%). Hal

ini

menggambarkan bahwa

kematangan pola pikir dalam memilih pelayanan kesehatan tradisional turut menentukan keputusan pemilihan pelayanan kesehatan rujukannya. Namun berdasarakan uji statistik, status penikahan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional dengan p value 0,097. Tingginya jumlah tersebut dan tidak adanya hubungan signifikan antara status pernikahan dengan perilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional dikarenakan beberapa karakteristik pendorong lain yang lebih kuat. d. Pendididikan masyarakat yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional didominasi oleh masyarakat dengan pendiddikan rendah, yaitu masyarakat yang menamatkan pendidikan hanya sampai tingkat SD sampai SMA (64,2%). Namun berdasarkan hasil uji statistik, tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku penggunaan pelayanan kesehatan dengan p value 0,136. Hal ini karena masyarakat mendapatkan informasi mengenai pelayanan kesehatan tradisional secara bebas dari berbagai sumber dan tidak harus dipelajari secara akademik.

113

e. Jenis

pekerjaan

masyarakat

yang menggunakan

pelayanan

kesehatan tradisional adalah kelompok masyarakat yang tidak bekerja (34,7%). Hal ini membuktikan bahwa jenis pekerjaan seseorang tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional. Berdasarkan uji statistik, jenis pekerjaan memiliki p value sebesar 0,299. f. Jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah pada masyarakat yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional didominasi oleh masyarakat yang jumlah anggota keluarganya tidak ideal (51,6%). Dan berdasarkan uji statistik, jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah memiliki hubungan signifikan terhadap perilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional, yaitu dengan p value 0,023. Hal ini berhubungan juga dengan kemampuan daya beli yang kurang dan keterjangkauan tarif pelayanan kesehatan tradisional. g. Suku/etnis masyarakat yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional didominasi oleh masyarakat yang berasal dari suku Jawa (40,0%). Hal ini disebabkan karena letak wilayah Cengkareng ada di Pulau Jawa dan banyaknya orang yang berasal dari Jawa bertempat tinggal di Cengkareng. Berdasarkan hasil uji ststistik, suku/etnis masyarakat memiliki hubungan signifikan terhadap penggunaan pelayanan kesehatan tradisional dengan p value 0,007. Hal ini disebabkan latar belakang masyarakat Jawa

114

yang menjunjung tinggi warisan budaya/tradisi yang dilakukan oleh nenek moyang dalam melakukan pengobatan yaitu ke pelayanan kesehatan tradisional. h. Agama masyarakat yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional didominasi oleh masyarakat yang beragama Islam (76,8%). Hal ini disebabkan karena penduduk di wilayah Cengkareng memang didominasi oleh pemeluk agama Islam. Berdasarkan hasil uji statistik, agama masyarakat memiliki hubungan signifikan terhadap penggunaan pelayanan kesehatan tradisional dengan p value 0,048. Hal ini disebabkan karena memang masyarakat Islam memiliki kecenderungan ke pelayanan kesehatan tradisional yang berbasis kepada metode pengobatan Islam. i. Jarak rumah dengan pelayanan kesehatan tradisional masyarakat yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional didominasi oleh masyarakat yang terjangkau dengan pelayanan kesehatan tradisional (54,7%). Hal ini berlawanan dengan hubungan jarak dengan perilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional yang tidak memiliki hubungan berdasarkan uji statistik, dimana p value yang didapat adalah 0,289. Hal tersebut terjadi karena kebutuhan akan pelayanan kesehatan tradisional lebih kuat dibandingkan jarak yang harus ditempuh untuk menuju ke pelayanan kesehatan tradisional.

115

j. Nilai tentang sehat dan sakit masyarakat yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional didominasi oleh masyarakat yang memiliki penilaian tinggi (65,3%). Secara umum masyarakat sudah memiliki penilaian cukup baik terhadap sehat dan sakit. Dan berdasarkan uji statistik, penilaian tentang sehat dan sakit memiliki hubungan signifikan terhadap penggunaan pelayanan kesehatan tradisional yaitu dengan p value 0,007. k. Sikap

terhadap

pelayanan

kesehatan

masyarakat

yang

menggunakan pelayanan kesehatan tradisional didominasi oleh masyarakat yang memiliki sikap baik (62,1%). Sikap terhadap pelayanan

kesehatan

tradisional

tidak

memiliki

hubungan

signifikan terhadap perilaku pelayanan kesehatan tradisional dengan p value 0,332 dari hasil uji statistik yang sudah dilakukan. Perilaku pengobatan ke pelayanan kesehatan tradisional mungkin lebih didasarkan

atau didorong oleh faktor tradisi yang ada

berdasarakan suku asal dan agama. Sehingga pada saat memiliki gangguan kesehatan, maka yang dilakukan adalah melakukan pengobatan ke pelayanan kesehatan tradisional. l. Pengetahuan tentang pelayanan kesehatan tradisional masyarakat yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional didominasi oleh masyarakat yang sudah memiliki pengetahuan yang tinggi (53,7%). Berdasarakan uji statistik, pengetahuan masyarakat tentang pelayanan kesehatan tradisional memiliki p value 0,46

116

yang artinya memiliki hubungan signifikan terhadap perilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional. Hal ini disebabkan informasi mengenai pelayanan kesehatan tradisional mudah ditemukan di berbagai media massa. 3. Faktor pedukung masyarakat Cengkareng yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional: a. Kepemilikan

asuransi

kesehatan

masyarakat

yang

menggunakan pelayanan kesehatan tradisional didominasi oleh masyarakat yang tidak memiliki asuransi kesehatan baik asuransi dari pemerintah maupun swasta (53,7%). Dan berdasarkan hasil uji statistik, kepemilikan asuransi tidak memiliki hubungan signifikan terhadap penggunaan pelayanan kesehatan tradisional dengan p value sebesar 0,947. Hal ini disebabkan kesesuaian kemampuan daya beli yang rendah dan tidak

adanya

jaminan

pelayanan

kesehatan,

sehingga

masyarakat lebih memilih pelayanan kesehatan tradisional. b. Tarif pelayanan kesehatan menurut masyarakat masyarakat Cengkareng

yang

menggunakan

pelayanan

kesehatan

tradisional, didominasi oleh yang berpendapat tarif pelayanan sedang (64,2%) dimana dapat diasumsikan bahwa tarif pelayanan cukup terjangkau. Berdasarkan hasil uji statistik, tarif

pelayanan

penggunaan

kesehatan

pelayanan

tradisional

kesehatan

dengan

memiliki

perilaku hubungan

117

signifikan dengan p value 0,026. Hal ini terlihat bahwa kemampuan daya beli memiliki dorongan yang cukup kuat untuk

melakukan

pengobatan

ke

pelayanan

kesehatan

tradisional. 4. Faktor kebutuhan masyarakat Cengkareng yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional: a. Pandangan subjektif masyarakat yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional didominasi oleh kelompok masyarakat yang memiliki pandangan baik terhadap pelayanan kesehatan tradisional (62,1%). Dan berdasarkan uji statistik, pandangan subjektif masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tradisional memiliki hubungan terhadapperilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional dengan p value 0,012. Hal ini karena pada saat membutuhkan pengobatan, faktor pendangan baik terhadap pelayanan kesehatan tradisional ini dapat mendorong faktor lainnya untuk memperkuat dorongan ke pelayanan kesehatan tradisional. b. Berdasarkan kesesuaian diagnosis medis, penyakit yang diobati oleh masyarakat ke pelayanan kesehatan tradisional, yaitu semakin sedikit jumlah penyakitnya, semakin tinggi kecenderungan

untuk

berobat

ke

pelayanan

kesehatan

tradisional (55,8%). Berdasarkan uji statistik, penyakit yang dialami dengan penggunaan pelayanan kesehatan tradisional

118

memiliki hubungan signifikan yaitu dengan p value 0,004. Hal ini menunjukan bahwa untuk penyakit komplikasi, masyarakat masih kurang yakin untuk melakukan pengobatan ke pelayanan kesehatan tradisional. 7.2.

Saran 1. Untuk program promosi kesehatan, berdasarkan identifikasi faktor perilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional pada penelitian ini diharapkan data yang ada dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar menentukan langkah – langkah yang harus dilakukan untuk melakukan program promosi kesehatan pelayanan kesehatan tradisional. 2. Adanya pergeseran pola perilaku pencarian pelayanan kesehatan yang tidak hanya dominasi pelayanan kesehatan modern/konvensional (kedokteran modern) tapi juga pelayanan kesehatan tradisional. Upaya promosi dan pengembangan pelayanan kesehatan tradisional bisa dilakukan lebih efektif dan inovatif lagi, sehingga masyarakat yang sudah terbuka dengan informasi apapun dapat mengetahui dan dapat memilih

pelayanan kesehatan

yang digunakannya

pada saat

mengalami gangguan kesehatan. 3. Pengintegrasian antara pelayanan kesehatan modern dan tradisional, sebaiknya diperhatikan dengan baik dalam hal sosialisasi dan komunikasi ke pasien. Agar tidak terjadi kesalahpahaman antara

119

petugas

kesehatan

modern/konvensional

(baik mupun

petugas petugas

kesehatan pelayanan

kedotketan kesehatan

tradisional). Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko kurangnya tenaga kesehatan dalam menangani masalah kesehatan di masyarakat.

Daftar Pustaka Abdullah, Syukur. Studi Imlementasi Latar Belakang Konsep Pendekatan dan Relevansinya Dalam Pembangunan. Ujung Pandang: Persadi 1987. Alhusin, S. Aplikasi Statistik Praktis dengan SPSS for Windows. Yogyakarta:Graha Ilmu. 2003. Andersen, Ronald & F. John, Newman. Societal and Individual Determinants of Medical Care Utilization in The United States. 2005. Millbank Memorial Fund: Blackwell Publishing. Andersen. M. Ronald. Revisiting Model and Access to Medical Care: Does It Matter?. Los Angeles: School of Public Health, UCLA. 1995. Asmino, P. Pengalaman Peribadi dengan Pengobatan Alternatif. Jakarta: Airlangga University Press. 1995 Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat Makassar. Identifikasi Pelayanan Kesehatan Tradisional

di

Kabupaten

Gowa

dan

Maros

Tahun

2013.

http://bktm-

makassar.org/assets/datas/publications/publikasi_24092013.pdf. Akses 26 Agustus 2014. Beider, S. Mahrer, N. Gold, J. Pediatric Massage Therapy: An Overview for Clinicians. Pediatric Clinics of North America. 2007. Cambron, J.A, Dexheimer, J., Coe, P. Changes in blood pressure after various forms of therapeutic massage: a preliminary study. J. Altern Complement Med. 2006 Dharmaraj, S.M. Kepentingan Perubatan Tradisional dan Kelemahan Perubatan Modern. 1998.

120

Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer. Himpunan Peraturan Terkait Peyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012 Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer. Laporan Tahunan 2012: Kegiatan Pembinaan Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013 Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer. LAK 2013. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014 Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer. Modul Orientasi Akupressur Bagi Petugas Puskesmas. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012 Dunn, William N. Public Policy Analysis: And Introduction. Englewood Clipfs, NJ: Prentice Hall. 1981. J, Oliver Stefanie. The Role of Traditional Medicine Practice in Primary Health Care within Aboriginal Australia: A Review of The Literature. 2013 Kartadinata, Sunaryo. Metode Riset Sosial. Bandung: Prima. 2000. Kaufman, Roger A. Educational System Planning. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. 1972 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Himpunan Hukum Pelayanan Kesehatan Tradisional. 2009 Kementerian Kesehatan. Rumah Sakit di Jakarta. http://sirs.buk.depkes.go.id/rsonline/report/report_by_catrs1.php?alamat_prop=DKI+J AKARTA&submit=Find Akses tanggal 25 Agustus 2014

121

Kutner, J.S., dkk. Massage therapy versus simple touch to improve pain and mood in patients with advanced cancer: a randomized trial. Ann Intern Med. 2008. Mangan, Y. Cara Bijak Menaklukan Kanker. 1st ed. Jakarta: PT Agromedia Pustaka, 2003. Moh,

M.I.

Perubatan

Tradisional

Tempatan.

http://pkukmweb.ukm.my/~ahmad/tugasan/s3_99/moh.htm. 1998. Akses 29 April 2014. Mursito, B. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Jantung. Jakarta: PT Penebar Swadaya. 2002. Notoatmodjo Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. 2005. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. 2007. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. 2003. Jakarta: Rineka Cipta. Riwidikdo, H. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press. 2012 Saad, Marcelo. De, Roberta Medeiros. Complementary Therapies For The Contemporary Healthcare. Dragana Manestar, InTech Prepress. Croatia. 2012 Sarwono, J. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Yogyakarta. Andi Offset. 2006. Saryono. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta. Mitra Cendikia Press. 2008. Simamora Bilson. Panduan Riset Perilaku Konsumen. 2008. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Supardi Sudibyo, dkk. Peran Warung Dalam Penyediaan Obat Dan Obat Tradisional Untuk Pengobatan Sendiri Di Kecamatan Tanjungbintang, Lampung Selatan. 1996. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Litbangkes. Suryabrata, S. Metodologi Penelitian. Jakarta. RajaGrafindo Persada. 2012.

122

Tanner, D., & Tanner, L. N. Curriculum Development. New York: Macmillan Publishing Co. 1980 Trihendradi, C. Step by Step SPSS 18: Analisis Data Statistik. Yogyakarta. Andi Offset. 2010. Venesy, D. A. Physical Medicine and Complementary Approaches. Neurol Clin. 2007. World Health Organization, http://www.who.int/topics/traditional_medicine/en/ diakses tangga 29 April 2014 World Health Organization, http://www.who.int/topics/traditional_medicine/en/ diakses tangga 29 April 2014World Health Organization. General Guidelines for Methodologies on Research and Evaluation of Traditional Medicine. Geneva. 2000 World Health Organization. Traditional Medicine Strategy 2002–2005.Geneva. 2002 Y Idward. Penggunaan Pengobatan Alternatif di Seluruh Dunia. Kalimantan Tengah: SP3T Kalimantan Tengah. 2013. Yellow

Pages.

Pengobatan

Tradisional

dan

Alternatif

di

http://jakarta.yellowpages.co.id/browse/category/pengobatan-tradisionalalternatif?lang=id Akses 3 Juni 2014 pukul 09:36

123

Jakarta.

KUESIONER PENELITIAN Determinan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional (Health Seeking Behavior of Traditional Medicine) Masyarakat Cengkareng Tahun 2014

Assalamualaikum Wr, Wb. Saya Supriadi, mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah yang sedang melakukan penelitian tentang perilaku pencarian pelayanan kesehatan tradisional masyarakat di wilayah Kecamatan Cengkareng. Oleh karena itu, mohon Anda bersedia meluangkan waktu 15 sampai 20 menit untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Hari /Tanggal

: ………………

Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional : ………………

No.Responden: :…………..................

Nama

PETUNJUK PENGISIAN : Isilah jawaban sesuai dengan keterangan yang ada dalam tanda kurung pada tempat yang sudah disediakan. (“koding” diisi oleh peneliti) No. P1

Q1.

Q2.

Pertanyaan Seberapa sering Anda mengakses pelayanan kesehatan atau pegobatan tradisional untuk kepentingan kesehatan Anda? (Pilih salah satu) 1. Jarang 2. Kadang – kadang 3. Sering Usia

Jawaban

Koding

[

]

Tahun berapa Anda lahir?

[

]

Berapa usia Anda?

[

]

[

]

Jenis Kelamin Apa jenis kelamin Anda? 1.Pria 2.Wanita

Q3.

Status Pernikahan

Q4.

Apakah Anda sudah menikah? 1.Belum Menikah 2.Sudah Menikah 3.Duda/Janda Pengetahuan Tentang Pengobatan Tradisional

[

]

A. Menurut Anda, masuk ke dalam jenis pelayanan kesehatan apa daftar di bawah ini? (Jawaban: 0. Tidak tahu, 1. Tradisional 2.Konvensional/Modern) 1. Jamu, 2. Aromaterapi 3. Gurah 4. Homeopati 5. Spa 6. Akupunktur 7. Chiropraksi 8. Kop/Bekam 9. Apiterapi 10. Ceragem 11. Akupresur 12. Pijat – urut 13. Pijat - urut bayi 14. Patah tulang 15. Refleksi 16. Keterampilan ahli agama

[ [ [ [ [ [ [ [ [ [ [ [ [ [ [ [

] ] ] ] ] ] ] ] ] ] ] ] ] ] ] ]

B. Dari mana Anda mengetahui adanya pengobatan tradisional ini sehingga Anda memutuskan untuk melakukan pengobatan di tempat ini? Siapa yang merekomendasikan Anda untuk datang ke tempat ini? (Jawaban, boleh lebih dari satu: 0. Tidak 1.Ya) 1.Tempat/tetangga 2.Kerabat keluarga 3.Petugas kesehatan 4.Radio/televisi/media elektronik 5.Koran/majalah/brosur

[ [ [ [ [

] ] ] ] ]

[

]

C. Apa yang dimaksud dengan pengobatan tradisional? (Pilih salah satu) 1.Pengobatan dengan cara lain selain cara kedokteran 2.Pengobatan yang dilakukan melalui dengan menggunakan penyinaran. 3.Sama dengan pengobatan modern. 4.Tidak tahu.

D. Apa saja bahan pengobatan tradisional yang digunakan oleh pelayanan kesehatan tradisional yang Anda pilih? (Jawaban untuk masing – masing poin: 0. Tidak 1.Ya) 1.Tumbuh – tumbuhan 2. Bahan alamiah lainnya 3. Hewan 4. Mineral 5. Bahan kimia E. Siapa orang yang melakukan pengobatan tradisional? (Pilih salah satu) 1. Orang yang diakui oleh masyarakat dan mampu melakukan pengobatan secara tradisional. 2. Orang yang melakukan pengobatan secara barat/konvensional 3. Seseorang yang harus berpendidikan tinggi. 4. Tidak tahu. F. Bagaimana cara atau metode pengobatan tradisional menurut pengetahuan Anda? (Pilih salah satu) 1. Menggunakan ramuan, ramuan, keterampilan, ajaran agama, dan kebatinan. 2. Menggunakan jarum suntik. 3. Dengan cara operasi. 4.Tidak tahu. G. Apa ciri – ciri obat dari pengobatan tradisional? (Pilih salah satu) 1. Obat – obatan tradisional (bersifat alami dan tidak mengandung bahan kimia) 2. Obat – obat dalam plakon (obat suntik dan jarum suntik) 3. Menggunakan alal – alat kedokteran. 4. Tidak tahu. H. Menurut pengetahuan Anda, penyakit apa saja yang dapat disembuhkan atau diterapi oleh pengobatan tradisional? (Jawaban, boleh lebih dari satu: 0. Tidak 1. Ya) 1. Demam 2. Stroke 3. Kanker 4. Darah Tinggi/Hipertensi 5. Jantung 6. Kolesterol 7. Kista

[ [ [ [ [

] ] ] ] ]

[

]

[

]

[

]

[ [ [ [ [ [ [

] ] ] ] ] ] ]

8. Hepatitis 9. Maag 10. Batu Ginjal 11. Asma 12. Asam Urat 13. Diabetes/Gula Darah 14. Masalah pada otot dan sendi 15. Migrain 16. Liver Q5.

[ [ [ [ [ [ [ [ [ [

] ] ] ] ] ] ] ] ] ]

[

]

Q6.

Pendidikan Apa jenjang pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh Anda? (Pilih Salah Satu) 1.SD 2.SMP 3.SMA 4.D3 5.S1 6.S2 7.S3 Pekerjaan

[

]

Q7.

Apa profesi/pekerjaan yang dilakukan pada saat ini? (Pilih Salah Satu) 1. Tidak Bekerja 2. Pegawai Negeri Sipil atau TNI atau POLRI 3. Pegawai/Karyawan Swasta 4. Wiraswasta/Pedagang 5. Buruh/Pekerja Kasar 6. Pensiunan 7. Lain – lain ( ) Jumlah Keluarga

[

]

Q8.

Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal bersama dalam satu rumah dengan Anda? Suku/etnis

[

]

Q9.

Apa Suku asal keluarga Anda? 1.Suku Betawi 2.Suku Jawa 3.Suku Batak 4.Suku Melayu 5.Suku Sunda 6.Etnis Tionghoa Agama

Apa agama Anda? 1.Islam 2.Kristen Katolik 3.Protestan 4.Budha 5.Hindu 6.Konghuchu

[

]

Q10. Jarak Rumah ke Pelayanan Kesehatan Tradisional A. Berapa jarak dari rumah ke pelayanan kesehatan trsdisional yang diakses pada saat melakukan pengobatan? B. Menurut Anda ,apakah jarak rumah Anda ke pelayanan kesehatan tradisional yang Anda kunjungi terjangkau (tidak menyulitkan Anda)? (Pilih Salah Satu) 1.terjangkau 2.kurang terjangkau

[ [

menit] KM] [

]

[

]

[

]

[

]

Q11. Nilai Sehat dan Sakit A. Menurut Anda, keadaan sehat itu seperti apa? (Pilih Salah Satu) 1.Dapat beraktivitas sehari – hari tanpa ada gangguan kesehatan fisik 2.Dapat beraktivitas sehari – hari meskipun ada gangguan kesehatan fisik B. Menurut Anda, keadaan sakit itu seperti apa? (Pilih Salah Satu) 1. Tidak dapat aktivitas seperti biasa 2. Masih dapat beraktivitas namun tidak seperti biasanya Q12. Sikap Terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional A. Menurut Anda, apa pelayanan kesehatan mana yang lebih efektif mengobati penyakit yang pernah Anda alami? (Pilih salah satu) 1. Pelayanan kesehatan tradisional 2. Pelayanan kesehatan konvensional/modern B. Pada saat Anda menderita sakit, apa tidakan Anda? (Jawaban untuk masing – masing poin: 0. Sangat Tidak Setuju, 1. Tidak Setuju, 2. Setuju, 3. Sangat Setuju)

1. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan pada saat menderita sakit 2. Melakukan pengobatan sendiri pada saat menderita sakit 3. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional saat menderita sakit 4. Membeli obat-obat ke warung obat saat menderita sakit. 5. Mencari pengobatan ke balai pengobatan saat menderita sakit 6. Mencari pengobatan ke puskesmas saat menderita sakit 7. Mencari pengobatan ke rumah sakit saat menderita sakit 8. Mencari pengobatan ke praktek dokter saat menderita sakit

[

]

[

]

[

]

[

]

[

]

[

]

[

]

[

]

[

]

[ [

] ]

[

]

[

]

[ [ [

] ] ]

[

]

[

]

C. Apa alasan menggunakan pengobatan tradisional (Jawaban untuk masing – masing poin: 0. Sangat Tidak Setuju, 1. Tidak Setuju, 2. Setuju, 3. Sangat Setuju) 1. Mengurangi stress dan kecemasan akibat ketidakpastian penyakit, 2. Biaya yang rendah dan menyenangkan, 3. Penguatan dan keterlibatan langsung pasien dalam penanganan penyakitnya, 4. Mudah untuk melakukan control jika terjadi penyimpangan terhadap pengobatan, 5. Mengurangi trauma akibat perubahan budaya/kebiasaan dan mempromosikan identitas kebudayaan lokal. D.Apa motif Anda mengunjungi pelayanan kesehatan?

(Jawaban untuk masing – masing poin: 0. Sangat Tidak Setuju, 1. Tidak Setuju, 2. Setuju, 3. Sangat Setuju) 1. Mencari informasi 2. Memeriksakan kesehatan 3. Melakukan pengobatan E. Apakah Anda yakin dengan obat – obatan tradisional? (Jawaban: 0. Sangat Tidak Setuju, 1. Tidak Setuju, 2. Setuju, 3. Sangat Setuju)

F. Apakah pengobatan tradisional menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi tubuh? (Jawaban: 0. Sangat Tidak Setuju, 1. Tidak Setuju, 2. Setuju, 3. Sangat Setuju) [

]

[

]

[

]

[

]

[ [ [

] ] ]

G. Apakah agama menganjurkan dan memperbolehkan Anda berobat ke pengobatan tradisional? (Jawaban: 0. Sangat Tidak Setuju, 1. Tidak Setuju, 2. Setuju, 3. Sangat Setuju) H. Apakah dengan pengobatan tradisional Anda akan sembuh dari penyakit Anda? (Jawaban: 0. Sangat Tidak Setuju, 1. Tidak Setuju, 2. Setuju, 3. Sangat Setuju) Q13. Asuransi/Jaminan Kesehatan Apakah Anda memiliki jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan? (Pilih Salah Satu) 1. Ada. Sebutkan: (……………………………) 2. Tidak ada. Q14. Tarif Pelayanan Kesehatan Tradisional Menurut Anda bagaimana tarif pelayanan kesehatan yang ditawarkan dengan fasilitas dan pelayanan yang Anda dapatkan? (Pilih Salah Satu) 1. Rendah 2. Sedang 3.Tinggi Q15. Pandangan Subjektif Menurut Anda berdasarkan pengalaman, kapan seseorang harus melakukan pengobatan tradisional? (Jawaban: 0. Sangat Tidak Setuju, 1. Tidak Setuju, 2. Setuju, 3. Sangat Setuju) 1. Menderita sakit ringan, Sebutkan: ( ) 2. Menderita sakit sedang, Sebutkan: ( ) 3 Menderita sakit berat, Sebutkan: ( ) Q16. Penyakit Sesuai dengan Diagnosis Medis Apa penyakit yang pernah Anda alami, sehingga Anda melakukan pengobatan ke pelayanan kesehatan konvensional/modern atau ke pengobatan tradisional? (Jawaban boleh lebih dari satu sesuai dengan riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan: (Jawaban untuk masing

– masing poin: 1. Konvensional/modern 2.Tradisional 3. Keduanya dan Kosongkan jika belum pernah mengalami penyakit yang disebutkan) 1. Demam 2. Stroke 3. Kanker 4. Darah Tinggi/Hipertensi 5. Jantung 6. Kolesterol 7. Kista 8. Hepatitis 9. Maag 10. Batu Ginjal 11. Asma 12. Asam Urat 13. Diabetes/Gula Darah 14. Masalah pada otot dan sendi 15. Migrain 16. Liver 15. Lainnya (………………….)

[ [ [ [ [ [ [ [ [ [ [ [ [ [ [ [ [

Terima kasih atas kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner ini.

] ] ] ] ] ] ] ] ] ] ] ] ] ] ] ] ]

Output Uji Chi Square Variabel Dependen Perilaku_Pengobatan_Tradisional Cumulative Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Jarang

46

48.4

48.4

48.4

Kadang - kadang

34

35.8

35.8

84.2

Sering

15

15.8

15.8

100.0

Total

95

100.0

100.0

Variabel Independen 1. Usia dengan Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value

df

sided)

a

2

.016

Likelihood Ratio

8.407

2

.015

Linear-by-Linear Association

8.172

1

.004

Pearson Chi-Square

8.314

N of Valid Cases

95

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.00.

2. Jenis Kelamin dengan Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value

df

sided)

a

2

.019

Likelihood Ratio

8.057

2

.018

Linear-by-Linear Association

7.271

1

.007

Pearson Chi-Square

N of Valid Cases

7.909

95

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.95.

3. Status Pernikahan dengan Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value

df

sided)

a

4

.097

Likelihood Ratio

8.829

4

.066

Linear-by-Linear Association

4.322

1

.038

Pearson Chi-Square

7.860

N of Valid Cases

95

a. 4 cells (44.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .79.

4. Pendidikan dengan Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value

df

sided)

a

2

.136

Likelihood Ratio

4.532

2

.104

Linear-by-Linear Association

2.951

1

.086

Pearson Chi-Square

3.989

N of Valid Cases

95

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.37.

5. Pengetahuan dengan Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value

df

sided)

a

2

.046

Likelihood Ratio

6.523

2

.038

Linear-by-Linear Association

5.841

1

.016

Pearson Chi-Square

N of Valid Cases

6.171

95

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.95.

6. Pekerjaan dengan Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value

df

sided)

Pearson Chi-Square

9.537

a

8

.299

Likelihood Ratio

11.270

8

.187

1.668

1

.196

Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

95

a. 8 cells (53.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .79.

7. Jumlah Keluarga dengan Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square

df 2

.023

7.717

2

.021

.315

1

.575

7.502

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association

sided)

a

N of Valid Cases

95

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.26.

8. Suku atau Etnis dengan Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

df

sided)

a

12

.007

31.281

12

.002

2.658

1

.103

27.142

95

a. 15 cells (71.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .63.

9. Agama dengan Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square

df 10

.048

23.561

10

.009

.185

1

.667

18.435

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association

sided)

a

N of Valid Cases

95

a. 14 cells (77.8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .32.

10. Jarak Rumah dengan Pelayanan Kesehatan Tradisional terhadap Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value

df

sided)

a

2

.289

Likelihood Ratio

2.497

2

.287

Linear-by-Linear Association

1.987

1

.159

Pearson Chi-Square

2.484

N of Valid Cases

95

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.79.

11. Penilaian tentang Sehat dan Sakit terhadap Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

df

sided)

a

4

.007

11.113

4

.025

7.685

1

.006

14.246

95

a. 4 cells (44.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .32.

12. Sikap dengan terhadap Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square

df a

2

.332

2.220

2

.330

.005

1

.942

2.206

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association

sided)

N of Valid Cases

95

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.68.

13. Asuransi atau Jaminan Kesehatan dengan Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value

df

sided)

a

2

.947

Likelihood Ratio

.109

2

.947

Linear-by-Linear Association

.032

1

.857

Pearson Chi-Square

.109

N of Valid Cases

95

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.95.

14. Pandangan Subjektif dengan Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value

df

sided)

a

2

.012

Likelihood Ratio

9.417

2

.009

Linear-by-Linear Association

8.685

1

.003

Pearson Chi-Square

N of Valid Cases

8.870

95

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.68.

15. Diagnosis Medis dengan Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square

df a

8

.004

20.378

8

.009

2.049

1

.152

22.310

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association

sided)

N of Valid Cases

95

a. 8 cells (53.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .32.

16. Tarif Pelayanan Kesehatan Tradisional dengan Perilaku Pelayanan Kesehatan Tradisional Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

df

sided)

a

4

.026

14.636

4

.006

6.987

1

.008

11.034

95

a. 3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.74.

Output Reliabilitas Kuesioner Case Processing Summary N Cases

Valid

% 30

100.0

0

.0

30

100.0

a

Excluded Total

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's

Standardized

Alpha

Items .753

N of Items .993

100

Q4A1

Output Validitas Kuesioner

Pearson Correlation

.757

Sig. (2-tailed)

.000

Correlations P1

Pearson Correlation

TOTAL .756

N Q4A2

Sig. (2-tailed) N Q1

Pearson Correlation

N Q2

Pearson Correlation

30 .806

N Q3

Pearson Correlation

N

Sig. (2-tailed)

.000 30

Pearson Correlation

.698

Sig. (2-tailed)

.000

.000 30 .780

N

30

Pearson Correlation

.735

Sig. (2-tailed)

.000

.000 30 .788

N Q4A5

Sig. (2-tailed)

.734

N

Q4A4 Sig. (2-tailed)

Pearson Correlation

.000

Q4A3 Sig. (2-tailed)

30

30

Pearson Correlation

.690

Sig. (2-tailed)

.000

.000 30

N Q4A6

Pearson Correlation

30

Sig. (2-tailed)

.814 N Q4A11

Sig. (2-tailed) N Q4A7

Pearson Correlation

30

Pearson Correlation

.814

Sig. (2-tailed)

.000

.834 Q4A12

N Q4A8

Pearson Correlation

30

Pearson Correlation

.839

Sig. (2-tailed)

.000

.759 Q4A13

N Q4A9

Pearson Correlation

30

Pearson Correlation

.797

Sig. (2-tailed)

.000

.738 Q4A14

N Q4A10

Pearson Correlation

30

.000

N Sig. (2-tailed)

30

.000

N Sig. (2-tailed)

30

.000

N Sig. (2-tailed)

.000

30

Pearson Correlation

.718

Sig. (2-tailed)

.000

.000 30 .823 N

30

Q4A15

Pearson Correlation

.730

N Q4B4

Sig. (2-tailed) N Q4A16

Pearson Correlation

N Q4B1

Pearson Correlation

N Q4B2

Pearson Correlation

.823

N Q4B3

Pearson Correlation

.000 30

Pearson Correlation

.780

Sig. (2-tailed)

.000

.000 30 .757

N

30

Pearson Correlation

.788

Sig. (2-tailed)

.000

.000 30 .797

N

30

Pearson Correlation

.757

Sig. (2-tailed)

.000

.000 30 .756

N Q4D2

Sig. (2-tailed)

Sig. (2-tailed) N

Q4D1 Sig. (2-tailed)

.806

30

Q4C Sig. (2-tailed)

Pearson Correlation

.000

Q4B5 Sig. (2-tailed)

30

.000

Pearson Correlation

30 .734

Sig. (2-tailed) N Q4D3

Pearson Correlation

.000

Q4F

Pearson Correlation

.834

Sig. (2-tailed)

.000

30 .698

N Sig. (2-tailed) N Q4D4

Pearson Correlation

.000

Q4G

Pearson Correlation

.759

Sig. (2-tailed)

.000

30 .735

N Sig. (2-tailed) N Q4D5

Pearson Correlation

.000

Q4H1

N Q4E

Pearson Correlation

.738

Sig. (2-tailed)

.000

30 .690

.000

Q4H2

N

30

Pearson Correlation

.823

Sig. (2-tailed)

.000

30 .814

N Sig. (2-tailed)

30

Pearson Correlation

N Sig. (2-tailed)

30

.000

Q4H3

30

Pearson Correlation

.814

Sig. (2-tailed)

.000

30

N Q4H4

Pearson Correlation

30

Sig. (2-tailed)

.839 N Q4H9

Sig. (2-tailed) N Q4H5

Pearson Correlation

30

Pearson Correlation

.757

Sig. (2-tailed)

.000

.797 Q4H10

N Q4H6

Pearson Correlation

30

Pearson Correlation

.797

Sig. (2-tailed)

.000

.718 Q4H11

N Q4H7

Pearson Correlation

30

Pearson Correlation

.756

Sig. (2-tailed)

.000

.730 Q4H12

N Q4H8

Pearson Correlation

30

.000

N Sig. (2-tailed)

30

.000

N Sig. (2-tailed)

30

.000

N Sig. (2-tailed)

.000

30

Pearson Correlation

.806

Sig. (2-tailed)

.000

.000 30 .823 N

30

Q4H13

Pearson Correlation

.780

N Q6

Sig. (2-tailed) N Q4H14

Pearson Correlation

N Q4H15

Pearson Correlation

N Q4H16

Pearson Correlation

.788

N Q5

Pearson Correlation

.000 30

Pearson Correlation

.690

Sig. (2-tailed)

.000

.000 30 .757

N

30

Pearson Correlation

.814

Sig. (2-tailed)

.000

.000 30 .734

N

30

Pearson Correlation

.834

Sig. (2-tailed)

.000

.000 30 .698

N Q10

Sig. (2-tailed)

Sig. (2-tailed) N

Q9 Sig. (2-tailed)

.735

30

Q8 Sig. (2-tailed)

Pearson Correlation

.000

Q7 Sig. (2-tailed)

30

.000

Pearson Correlation

30 .759

Sig. (2-tailed) N Q11A

Pearson Correlation

.000

Q12B2

Pearson Correlation

.797

Sig. (2-tailed)

.000

30 .738

N Sig. (2-tailed) N Q11B

Pearson Correlation

.000

Q12B3

Pearson Correlation

.718

Sig. (2-tailed)

.000

30 .823

N Sig. (2-tailed) N Q12A1

Pearson Correlation

.000

Q12B4

N Q12B1

Pearson Correlation

.730

Sig. (2-tailed)

.000

30 .814

.000

Q12B5

N

30

Pearson Correlation

.823

Sig. (2-tailed)

.000

30 .839

N Sig. (2-tailed)

30

Pearson Correlation

N Sig. (2-tailed)

30

.000

Q12B6

30

Pearson Correlation

.757

Sig. (2-tailed)

.000

30

N Q12B7

Pearson Correlation

30

Sig. (2-tailed)

.797 N Q12C4

Sig. (2-tailed) N Q12B8

Pearson Correlation

30

Pearson Correlation

.757

Sig. (2-tailed)

.000

.756 Q12C5

N Q12C1

Pearson Correlation

30

Pearson Correlation

.734

Sig. (2-tailed)

.000

.806 Q12D1

N Q12C2

Pearson Correlation

30

Pearson Correlation

.698

Sig. (2-tailed)

.000

.780 Q12D2

N Q12C3

Pearson Correlation

30

.000

N Sig. (2-tailed)

30

.000

N Sig. (2-tailed)

30

.000

N Sig. (2-tailed)

.000

30

Pearson Correlation

.735

Sig. (2-tailed)

.000

.000 30 .788 N

30

Q12D3

Pearson Correlation

.690

N Q13

Sig. (2-tailed) N Q12E

Pearson Correlation

N Q12F

Pearson Correlation

N Q12G

Pearson Correlation

.814

N Q12H

Pearson Correlation

.000 30

Pearson Correlation

.814

Sig. (2-tailed)

.000

.000 30 .834

N

30

Pearson Correlation

.839

Sig. (2-tailed)

.000

.000 30 .759

N

30

Pearson Correlation

.797

Sig. (2-tailed)

.000

.000 30 .738

N Q15.3

Sig. (2-tailed)

Sig. (2-tailed) N

Q15.2 Sig. (2-tailed)

.823

30

Q15.1 Sig. (2-tailed)

Pearson Correlation

.000

Q14 Sig. (2-tailed)

30

.000

Pearson Correlation

30 .718

Sig. (2-tailed) N Q16.1

Pearson Correlation

.000

Q16.5

Pearson Correlation

.738

Sig. (2-tailed)

.000

30 .730

N Sig. (2-tailed) N Q16.2

Pearson Correlation

.000

Q16.6

Pearson Correlation

.814

Sig. (2-tailed)

.000

30 .823

N Sig. (2-tailed) N Q16.3

Pearson Correlation

.000

Q16.7

N Q16.4

Pearson Correlation

.839

Sig. (2-tailed)

.000

30 .757

.000

Q16.8

N

30

Pearson Correlation

.797

Sig. (2-tailed)

.000

30 .797

N Sig. (2-tailed)

30

Pearson Correlation

N Sig. (2-tailed)

30

.000

Q16.9

30

Pearson Correlation

.718

Sig. (2-tailed)

.000

30

N Q16.10

Pearson Correlation

30

Sig. (2-tailed)

.730 N Q16.15

Sig. (2-tailed) N Q16.11

Pearson Correlation

30

Pearson Correlation

.698

Sig. (2-tailed)

.000

.780 TOTAL

N Q16.12

Pearson Correlation

Pearson Correlation

N Q16.13

30

Q16.14

.000 30 .757

Sig. (2-tailed)

.000

Pearson Correlation

1

Sig. (2-tailed)

.788

Pearson Correlation

N

30

.000

N Sig. (2-tailed)

30

.000

N Sig. (2-tailed)

.000

30 .734

30

KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN Telp: (62-21) 74716718 Fax: (62-21) 7404985 Website: www.uinjkt.ac.id Email: [email protected]

Jl. Kertamukti No.5, Pisangan, Ciputat, 15412, Jakarta

No

: Un.01/F10/ HM.00.1/

/2014

Lampiran

:-

Hal

: Permohonan izin pengambilan data

Ciputat,

September 2014

Kepada Yth, Pengobatan Shinse (Traditional Chinese Medicine) Jalan Kamal Raya di Jakarta Barat Assalamu’alaikum Wr. Wb Bersama dengan ini kami sampaikan bahwa mahasiswa di bawah ini adalah mahasiswa Peminatan Promosi Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatulah yang sedang menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar SKM. Untuk itu kami mohon bantuan Bapak/Ibu sebagai pemilik usaha kesehatan agar diizinkan melakukan pengambilan data terkait data – data yang dibutuhkan mahasiswa yang bersangkutan. Nama

: Supriadi

NIM

:1110101000073

Judul skripsi

: Determinan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional (Health Seeking Behavior of Traditional Medicine) Masyarakat Cengkareng, Jakarta Barat, Tahun 2014.

Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu kami mengucapkan terima kasih. Wassalamu.alaikum Wr. Wb Kepala Peminatan Promosi Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Raihana Nadra Alkaff, MA. Tembusan: Dekan FKIK