DI LI GKU GA PERAIRA LAUT MURDAHAYU MAKMUR PUSAT TEKNOLOGI

Download ABSTRAK. PE GARUH UPWELLI G TERHADAP LEDAKA ALGA (BLOOMI G ALGAE DI. LI GKU GA PERAIRA LAUT). Telah dilakukan suatu kajian mengenai penga...

0 downloads 465 Views 182KB Size
Prosiding Seminar asional Teknologi Pengolahan Limbah VI Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATA Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

ISSN 1410-6086

PEGARUH UPWELLIG TERHADAP LEDAKA ALGA (BLOOMIG ALGAE) DI LIGKUGA PERAIRA LAUT Murdahayu Makmur Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ABSTRAK PEGARUH UPWELLIG TERHADAP LEDAKA ALGA (BLOOMIG ALGAE DI LIGKUGA PERAIRA LAUT). Telah dilakukan suatu kajian mengenai pengaruh upwelling terhadap ledakan alga. Upwelling sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi ledakan alga, dapat didefinisikan sebagai peristiwa menaiknya massa air laut dari lapisan bawah ke permukaan karena proses fisik perairan. Keberadaan upwelling ditandai oleh naiknya unsur hara atau nutrien pada lokasi tersebut, karena massa air bawah permukaan pada umumnya lebih kaya zat hara dibanding dengan lapisan permukaannya. Nutrien, khususnya pospat dan silikat di zona fotik sangat berpengaruh terhadap produktivitas fitoplankton, dan oleh karena itu pada lokasi upwelling akan ditemui fitoplankton dalam jumlah yang besar. Peningkatan populasi fitoplankton yang sangat tinggi dan cepat akan berakibat pada kematian massal ikan-ikan di laut, terjadinya kontaminasi sea food, problem kesehatan masyarakat (keracunan), dan perubahan struktur komunitas ekosistem. Data didapatkan dari Oceanographical Cruise Report yang melakukan observasi kelautan di sepanjang sisi barat pulau Sumatera tentang kandungan nutrien (PO4, NO3 dan SO3) pada perairan laut di berbagai kedalaman yang meliputi beberapa stasiun pengambilan sampel. Didapatkan bahwa dari 8 stasiun yang di analisis menunjukkan kenaikan konsentrasi nutrien dengan bertambahnya kedalaman air laut. Dengan terjadinya proses upwelling, maka unsur nutrien yang berada pada lapisan bawah permukaan akan naik ke atas dan dapat menjadi pemicu terjadinya ledakan alga. Kata kunci : Ledakan alga, HABs, Upwelling, nutrien ABSTRACTS IFLUECE UPWELLIG PROCESSES TO BLOOMIG ALGAE I MARIE ECOSYSTEM. It has been done the study about influence of upwelling processes to blooming algae. Upwelling definite that rise up the deeply water to surface cause by physical oceanic parameter. Upwelling processes was be marked by accumulation nutrient content in these area. It was caused the deeply water contain more nutrient compared with surface water. utrients, especially phosphate, nitrate and silicate will influences the high numbers of phytoplankton. The blooms of phytoplankton population would become precursor to fish mortalities, seafood contamination, threat to human health and changes ecosystem community. The data from Oceanographical Cruise Report (OCR) that have been done the observation in the west Sumatera Island, included the nutrient content in the several station sampling points. Sampling were carried out in 30 point sampling and 8 point analyzed and reported indicated rise up the nutrient content with more deep sea level. utrient content in the deeply seawater will move to surface level and would be trigger the blooming algae. However, the controlled upwelling could be gave the benefit to fish farming. Keywords : Blooming algae, HABs, upwelling, nutrient.

aliran air sungai yang masuk ke perairan laut yang mengakibatkan tingginya konsentrasi nutrien di suatu badan air (seperti Nitrogen, Fosfor dan Silikat), maka unsur hara yang cukup banyak bisa terkumpul di suatu kawasan laut yang relatif tenang semisal teluk, akibat pergerakan arus yang memusat dan menuju ke tempat tertentu. Hal ini dapat diakibatkan oleh faktor alam (upwelling) dan pengaruh elnino atau lanina atau kurangnya zooplankton (kopepoda) herbivora yang mengontrol populasi fitoplankton. Namun, secara umum, pemicu kejadian ledakan alga adalah kombinasi atau gabungan dari perubahan beberapa parameter di suatu badan air.[2]. Walaupun bukan merupakan faktor utama dalam terjadinya ledakan alga, tetapi pengaruh upwelling cukup signifikan bila terjadi bersama sama dengan pemicu

PEDAHULUA Fitoplankton adalah organisme satu sel mikroskopik yang hidup di perairan tawar maupun laut. Kebanyakan fitoplankton tidak berbahaya selama pertumbuhannya normal dan tidak mengganggu ekosistem di sekitarnya karena pada dasarnya fitoplankton adalah produsen energi (produsen primer) pada suatu rantai makanan dalam ekosistem. Tetapi bila pada perairan tertentu terjadi pertumbuhan alga yang sangat berlimpah yang dikenal dengan nama ledakan alga atau Blooming Algae dan dikenal juga dengan istilah HABs (Harmful Alga Blooms) karena berlimpahnya nutrien pada badan air, maka akan berdampak besar terhadap lingkungan perairan tersebut.[1] Hasil-hasil penelitian menyebutkan bahwa peledakan alga selain disebabkan karena buangan domestik yang dibawa

240

Prosiding Seminar asional Teknologi Pengolahan Limbah VI Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATA Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

lainnya. Makalah ini akan membahas pengaruh upwelling terhadap ledakan alga.

dan hanya pada musim timur. Daerah tempat upwelling seperti di Laut Banda sebelah selatan Pulau Jawa sampai Lombok utara, Pulau Halmahera, Laut Cina Selatan, Laut Maluku dan Selat Makasar.[4]

UPWELLIG Upwelling sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi ledakan alga, dapat didefinisikan sebagai peristiwa menaiknya massa air laut dari lapisan bawah ke permukaan (dari kedalaman 150 – 250 meter) karena proses fisik perairan. Proses upwelling terjadi karena kekosongan massa air pada lapisan permukaan, akibat terbawa ke tempat lain oleh arus. Upwelling dapat terjadi di daerah pantai dan di laut lepas. Di daerah pantai, upweling dapat terjadi jika massa air lapisan permukaan mengalir meninggalkan pantai. Untuk laut lepas, proses upwelling dapat terjadi karena adanya pola arus permukaan yang menyebar (divergence), sehingga massa air dari lapisan bawah permukaan akan mengalir ke atas mengisi kekosongan yang terjadi karena menyebarnya arus. Adanya proses ini ditandai dengan turunya suhu permukaan laut yang cukup mencolok (sekitar 2oC untuk daerah tropis, dan > 2oC untuk daerah sub tropis).[3]

Selain melandainya suhu permukaan, keberadaan upwelling juga ditandai oleh naiknya unsur hara atau nutrien pada lokasi tersebut, karena massa air bawah permukaan pada umumnya lebih kaya zat hara dibanding dengan lapisan permukaannya. Nutrien, khususnya pospat dan silikat di zona fotik sangat berpengaruh terhadap produktivitas fitoplankton, dan oleh karena itu pada lokasi upwelling akan ditemui fitoplankton dalam jumlah yang besar.[5] Peningkatan populasi fitoplankton yang sangat tinggi dan cepat akan berakibat pada beberapa hal, antara lain : (1). kematian massal ikan-ikan di laut, (2). terjadinya kontaminasi sea food, (3). problem kesehatan masyarakat (keracunan), dan (4) perubahan struktur komintas ekosistem. Fenomena peningkatan populasi fitoplankton semata-mata adalah fenomena alami, dan tidak selalu menimbulkan efek yang berbahaya. Namun, bila yang terjadi adalah peningkatan populasi fitoplankton berbahaya, maka perlu diantisipasi kemungkinan terjadinya salah satu kombinasi dari keempat hal tersebut.

Upwelling dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu[3]: 1.

2.

3.

ISSN 1410-6086

Jenis tetap (stationary type), yang terjadi sepanjang tahun meskipun intensitasnya dapat berubah ubah. Di sini akan berlangsung gerakan naiknya massa air dari lapisan bawah secara mantap dan setelah mencapai permukaan, massa air bergerak secara horizontal ke luar, seperti yang terjadi di lepas pantai Peru. Jenis berkala (periodic type) yang terjadi hanya selama satu musim saja. Selama air naik, massa air lapisan permukaan meninggalkan lokasi air naik, dan massa air yang lebih berat dari lapisan bawah bergerak ke atas mencapai permukaan. Jenis silih berganti (alternating type) yang terjadi secara bergantian dengan penenggelaman massa air (sinking). Dalam satu musim, air ringan di lapisan permukaan bergerak ke luar dari lokasi terjadinya air naik dan air lebih berat di lapisan bawah bergerak ke atas yang kemudian tenggelam.

Keberadaan HABs secara umum sebenarnya dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok penyebab, antara lain (1) organisme fitoplankton yang dapat mengeluarkan zat racun spesifik sehingga mengakibatkan kematian ikan, meskipun densitas fitoplanktonnya rendah (kelompok deskriminatif), dan (2) organisme yang tidak mengeluarkan zat beracun, namun karena jumlahnya (densitas) yang sangat tinggi telah mengakibatkan terjadinya dampak negatif dan merusak, seperti penurunan kandungan oksigen terlarut karena proses pembusukan, penyumbatan insang oleh selsel fitoplankton dan pengeluaran gas/uap yang mematikan (aerosol) (kelompok nondiskriminatif).[1] Masing-masing dari kelompok ini dapat mengakibatkan kematian ikan secara masal. Penyebab terjadinya proses HABs masih belum diketahui dengan pasti, namun merupakan kombinasi mekanisme biologi, fisika dan kimia yang terjadi di laut. Sekalipun HABs sering dikaitkan dengan proses eutrofikasi, namun tidak jarang HABs

Di Indonesia, arus upwelling yang terjadi hanya jenis berkala dan jenis silih berganti dan hanya ada di perairan tertentu

241

Prosiding Seminar asional Teknologi Pengolahan Limbah VI Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATA Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

terjadi juga di daerah yang tidak berpenduduk. Selain aspek eutrofikasi, ada juga kemungkinan masuknya nutrien dari sungai, air, hujan, atau terbawa arus termasuk di dalamnya arus yang naik ke permukaan yang disebut juga dengan proses upwelling.

ISSN 1410-6086

Baruna Jaya VIII pada beberapa kedalaman di beberapa lokasi. Kemudian sampel di saring dengan kertas saring GFC 0.45 µm dan di analisis menggunakan spektrofotometer.[6] Pada Gambar 1, dapat dlihat bahwa semakin ke bawah permukaan laut, kandungan nitrat semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya upwelling, maka nitrat tersebut akan naik ke permukaan dan dengan adanya cahaya yang cukup, akan memacu pertumbuhan fitoplankton. Apalagi, pada lokasi tersebut terjadi masukkan nutrien dari darat cukup tinggi, sehingga HABs akan sering terjadi. Karena di Indonesia upwelling yang terjadi termasuk dalam jenis berkala (periodic type)seperti yang terjadi di selatan pulau Jawa dan jenis silih berganti (alternating type) seperti yang terjadi pada Laut Banda dan Laut Arafuru, maka mesti di waspadai pada musim musin terjadinya upwelling.

PEGARUH UPWELLIG TERHADAP UTRIE DI PERMUKAA LAUT Data yang didapatkan dari Oceanographical Cruise Report yang melakukan observasi kelautan di sepanjang sisi barat pulau Sumatera tentang kandungan nutrien (PO4, NO3 dan SO3) pada perairan laut di berbagai kedalaman yang meliputi 30 stasiun pengambilan sampel. Tidak semua stasiun yang ditampilkan, tetapi dipilih setiap stasiun yang melakukan pengukuran minimal pada kedalaman 400 meter Posisi titik sampel dapat dilihat pada Tabel 1. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Rosette Sampler dari Kapal

Tabel 1. Stasiun Pengambilan Sampel*) omor Stasiun 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.

Kedalaman (meter)

Lintang (Utara)

Bujur (Timur)

Keterangan

457 74 444 1134 218 545 166 40 219 112 45 38,6 267 231 925 721 376 54,8 844,2 305 44 830 59,5 72 391 -

05o 018,455 96 o 018,293 05 o 030,283 05 o 046,263 05 o 042,648 05 o 444,636 05 o 046,830 05 o 039,468 05 o 040,623 05 o 039,335 05 o 037,954 05 o 036,499 05 o 037,284 05 o 055,644 05 o 055,512 05 o 023,297 05 o 023,344 05 o 023,361 05 o 002,860 05 o 002,684 05 o 002,794 04 o 040,198 04 o 040,048 04 o 023,014 02 o 032,470 -

96 o 040,035 96 o 018,293 95 o 059,530 95 o 046,067 95 o 024,644 95 o 023,145 05 o 021,818 95 o 020,962 95 o 019,393 95 o,017,989 95 o 019,341 95 o 017,642 95 o 016,231 95 o 016,714 95 o 008,000 94 o 052,569 94 o 058.543 95 o 004,918 94 o 058,018 95 o 005,443 95 o 013,836 95 o 012,540 95 o 021,959 95 o 029,757 96 o 026,919 -

Ya Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak -

96 o 030,256

Ya

30. 482 02 o 029,322 *) Disarikan dari Oceanographical Cruise Report[6]

242

Prosiding Seminar asional Teknologi Pengolahan Limbah VI Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATA Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

Gambar 2 memperlihatkan kandungan pospat dari berbagai kedalaman pada beberapa lokasi pengambilan sampel. Kecenderungan kandungan pospat di berbagai kedalaman hampir sama dengan nitrat. Pertumbuhan fitoplanton yang bergantung kepada tiga nutrien utama yaitu pospat, nitrat dan silikat ditambah dengan cahaya yang cukup dan temperatur yang sesuai, maka dengan naiknya sejumlah besar pospat akan menjadi faktor pemicu pertumbuhan alga tersebut. Kandungan silikat pada berbagai kedalaman di beberapa stasiun pengambilan sampel dapat terlihat pada Gambar 3.

ISSN 1410-6086

tersebut dilakukan dengan cara membentuk kista. Pembentukan kista dapat dianggap penting sebagai alat penyebaran maupun alat pemicu ledakan populasi (blooming). Terbentuknya kista (cyst) umumnya disebabkan oleh kondisi lingkungan perairan yang dianggap sudah tidak mendukung pertumbuhan sel planktonik, seperti misalnya kondisi kekurangan nutrien. Kista tersebut selanjutnya akan menetap di sedimen perairan untuk beberapa periode, hingga saatnya pecah (excysment/germinasi) dan kembali menjadi sel-sel planktonik. Proses upwelling berpotensi untuk mengangkat kista ke permukaan dari sedimen pada perairan yang tidak terlalu dalam. Pecahnya kista dapat disebabkan oleh beberapa hal, yang antara lain disebabkan oleh tersedianya kembali faktor-faktor lingkungan perairan yang dibutuhkan seperti halnya kandungan nutrien yang tinggi, suhu yang tepat, tersedianya oksigen, dan intensitas cahaya yang sesuai.

Upwelling tidak hanya sekedar menaikkan konsentrasi nutrien di permukaan, tetapi juga berpotensi untuk membangunkan kista( dalam hal ini disebut dengan encysment). Proses ini disebabkan karena fitoplakton tak hanya berkembang biak secara aseksual(membelah diri) tetapi juga berkembang secara seksual. Hal

Gambar 1. Konsentrasi NO3 di beberapa stasiun pengambilan sampel

243

Prosiding Seminar asional Teknologi Pengolahan Limbah VI Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATA Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

ISSN 1410-6086

Gambar 2. Konsentrasi PO4 di beberapa stasiun pengambilan sampel Hasil penelitian oleh Widiarti R, 2003, ditemukannya kista (seed bed) dari Pyrodinium di sedimen perairan Teluk Lampung pada beberapa lokasi walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit, yaitu sekitar satu kista dalam satu liter sedimen[7]. Asumsi sementara yang dapat disimpulkan dari penelitian itu adalah bahwa kista Pyrodinium yang berada di suatu lokasi di Teluk Lampung dan sel-sel planktonik yang berasal dari pecahnya kista tersebut akan terbawa oleh arus dan melakukan ledakan populasi di lokasi lain. Keberadaan Pyrodinium di perairan Teluk Lampung diketahui tahun 1999, tepatnya di Desa Hanura. Pada saat ditemukan, terdapat 8.9 x 104 sel dalam tiap liter air laut. Jumlah tersebut ditemukan meningkat lebih dari 2 kali lipatnya menjadi 2.3 x 109 sel per liter air laut, pada bulan April 2003. Dimana dalam kondisi normal, mikroalga tersebut

hanya ditemukan dalam jumlah kurang dari 102 sel per liter air laut. Walaupun berpotensi menimbulkan fenomena ledakan alga beracun (HABs), upwelling dapat juga dimanfaatkan untuk budi daya perikanan laut dimana penemuan teknologi arus upwelling memungkinkan dilakukan budidaya tuna di seluruh wilayah di Indonesia. Proses upwelling sengaja diciptakan dengan menggerakkan arus menggunakan kincir diameter besar yang dihubungkan dengan generator listrik, sehingga penaikan unsur hara bisa dikontrol sesuai kebutuhan pakan biota laut yang akan dibudidayakan. Dengan proses upwelling tersebut, massa air yang naik ke permukaan bisa menjadi pupuk yang dapat menyebabkan meningkatnya produktivitas plankton dan pada gilirannya akan meningkatkan produksi ikan ekonomis yang berlimpah.[4]

244

Prosiding Seminar asional Teknologi Pengolahan Limbah VI Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATA Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

ISSN 1410-6086

Gambar 3. Konsentrasi SO3 di beberapa stasiun pengambilan sampel

KESIMPULA Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa proses alami upwelling berpotensi untuk memicu ledakan alga, namun akan terjadi bila ada kombinasi dengan unsur pemicu lain seperti masukkan nutrien yang tinggi, suhu yang tepat, tersedianya oksigen, dan intensitas cahaya yang sesuai. Sedangkan proses upwelling buatan yang terkontrol akan dapat dimanfaatkan untuk budidaya perikanan laut.

4.

5.

DAFTAR PUSTAKA 1.

2.

3.

6.

PASARIBU, A.P.H., 2004. Siaran Pers: "Red Tide" Sebabkan Ribuan Ikan Mati di Teluk Jakarta, Departemen Kelautan dan Perikanan RI, http://www.dkp.go.id. Akses tanggal 6 Mei 2008. ------------------, 2004. Sekilas Tentang Red tide, Bali Pos. http://www.balipost.com/balipostcetak/ 2007/2/5/l2.htm, Akses pada tanggal 6 mei 2008. DAHURI, R., RAIS J., PUTRA GINTING S., SITEPU M.J., 1996.

7.

245

Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 52 – 57. ------------------------, 2008. Teknologi Upwelling Buatan Dukung Budidaya www.oseanografi.lipi.go.id. Tuna, Akses tanggal 14 Mei 2008. UTAMININGSIH S., 1995. Pendugaan Lokasi Upwelling dengan Menggunakan Data Penginderaan Jauh, Prosiding Seminar Kelautan Nasional 1995, 15 – 16 Nopember 1995. Jakarta. Hal. 1.4. -------------------, 2006. Oceanographical Cruise Report No. 46, Research Centre for Oceanogra[hy, Indonesian Institut of Science. http://www.oseanografi.lipi.go.id/downl oad/ocr.pdf. Akses Tanggal 14 Mei 2008. Hal 11 – 31. WIDIARTI R. , 2004. Keberadaan ista dari Jenis Mikroalga Berbahaya di Teluk Lampung, http://cdc.eng.ui.ac.id/article/articleprint /1505/-1/25/. Akses tanggal 14 Mei 2008.