DIFUSI, AKULTURASI, DAN ASIMILASI : KONSEP, CONTOH, DAN

ASIMILASI : KONSEP, CONTOH, DAN PERBEDAANNYA . 2 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas ... tidak berubah...

10 downloads 510 Views 408KB Size
DIFUSI, AKULTURASI, DAN ASIMILASI : KONSEP, CONTOH, DAN PERBEDAANNYA

ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

Disusun oleh : Erika 0706291243

Makalah Kebudayaan Untuk Mata Kuliah Pengantar Ilmu Antropologi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA 2007 1

KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat-Nya lah, makalah antropologi ini dapat saya selesaikan. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Indra yang telah menugaskan saya membuat makalah antropologi ini, karena dengan membuat makalah ini, saya menjadi semakin paham dan mengerti konsep-konsep difusi, akulturasi, dan asimilasi. Makalah ini berjudul “Difusi, Akulturasi, dan Asimilasi : Konsep, Contoh, dan Perbedaannya”. Sesuai dengan judulnya, makalah ini membahas ketiga cara penyebaran kebudayaan dari belahan-belahan bumi yang berbeda, yaitu difusi, akulturasi, dan asimilasi. Adapun ketiga cara tersebut memiliki sifat yang berbeda, misalnya ada atau tidaknya sifat kebudayaan asalnya, atau terciptanya kebudayaan baru. Di sini, akan dibahas pengertian dan perbedaan yang ada, serta contoh masing-masing, agar kiranya pembaca dapat mengerti lebih lanjut mengenai ketiga jalur penyebaran kebudayaan tersebut. Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah ini, yang tentunya masih jauh dari sempurna. Maka dari itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi segenap pembaca, dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kemajuan ilmu antropologi sendiri. Sekian kata pengantar ini, akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Jakarta, 22 Oktober 2007 Hormat saya,

Penulis

2

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang masingmasing memiliki budaya yang berbeda-beda. Keberbedaan itulah yang menjadi ciri khas dan keunggulan Indonesia, Indonesia menjadi unik karena budayanya yang beragam. Keanekaragaman itu ditambah lagi dengan masuknya unsur-unsur budaya asing ke Indonesia. Masuknya budaya asing memperkaya warna kebudayaan Indonesia. Budaya asing itu sendiri masuk melalui 3 macam cara, yaitu difusi, akulturasi, dan asimilasi.

1.2. Perumusan Masalah

Makalah ini akan menjelaskan mengenai konsep-konsep difusi, akulturasi, dan asimilasi; serta memberikan beberapa contoh hasil-hasil difusi, akulturasi, dan asimilasi dalam kebudayaan Indonesia.

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman lebih lanjut tentang 3 cara penggabungan budaya, yaitu difusi, akulturasi, dan asimilasi sehingga pada akhirnya pembaca dapat mengerti dan membedakan ketiga jalur penyebaran budaya tersebut.

3

BAB II PEMBAHASAN

2.1. DIFUSI

2.1.1. Pengertian Difusi

Proses difusi (diffusion) adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh dunia. Difusi merupakan salah satu objek ilmu penelitian antropologi, terutama sub-ilmu antropologi diakronik.

Proses difusi tidak hanya dilihat dari sudut bergeraknya unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi saja, tetapi terutama sebagai proses di mana unsur kebudayaan dibawa oleh individu dari suatu kebudayaan, dan harus diterima oleh individu-individu dari kebudayaan lain.

2.1.2. Bentuk-bentuk Difusi

Salah satu bentuk difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang terjadi karena dibawa oleh kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain di dunia. Hal ini terutama terjadi pada jaman prehistori, puluhan ribu tahun yang lalu, saat manusia yang hidup berburu pindah dari suatu tempat ke tempat lain yang jauh sekali, saat itulah unsur kebudayaan yang mereka punya juga ikut berpindah.

Penyebaran unsur-unsur kebudayaan tidak hanya terjadi ketika ada perpindahan dari suatu kelompok manusia dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga dapat terjadi karena adanya individu-individu tertentu yang membawa unsur kebudayaan itu hingga jauh sekali. Individu-individu yang dimaksud adalah golongan pedagang, pelaut, serta golongan para ahli agama.

4

Bentuk difusi yang lain lagi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang terjadi ketika individu-individu dari kelompok tertentu bertemu dengan individuindividu dari kelompok tetangga. Pertemuan-pertemuan antara kelompokkelompok itu dapat berlangsung dengan 3 cara, yaitu : 1. Hubungan symbiotic Hubungan symbiotic adalah hubungan di mana bentuk dari kebudayaan itu masing-masing hampir tidak berubah. Contohnya adalah di daerah pedalaman negara Kongo, Togo, dan Kamerun di Afrika Tengah dan Barat; ketika berlangsung kegiatan barter hasil berburu dan hasil hutan antara suku Afrika dan suku Negrito. Pada waktu itu, hubungan mereka terbatas hanya pada barter barang-barang itu saja, kebudayaan masing-masing suku tidak berubah. 2. Penetration pacifique (pemasukan secara damai) Salah satu bentuk penetration pacifique adalah hubungan perdagangan. Hubungan perdagangan ini mempunyai akibat yang lebih jauh dibanding hubungan symbiotic. Unsur-unsur kebudayaan asing yang dibawa oleh pedagang masuk ke kebudayaan penemrima dengan tidak disengaja dan tanpa paksaan. Sebenarnya, pemasukan unsur-unsur asing oleh para penyiar agama itu juga dilakukan secara damai, tetapi hal itu dilakukan dengan sengaja, dan kadang-kadang dengan paksa. 3. Penetration violante (pemasukan secara kekerasan/tidak damai) Pemasukan secara tidak damai ini terjadi pada hubungan yang disebabkan karena peperangan atau penaklukan. Penaklukan merupakan titik awal dari proses masuknya kebudayaan asing ke suatu tempat. Proses selanjutnya adalah penjajahan, di sinilah proses pemasukan unsur kebudayaan asing mulai berjalan.

Ada juga difusi yang disebut stimulus diffusion. Stimulus diffusion adalah proses difusi yang terjadi melalui suatu rangkaian pertemuan antara suatu deret sukusuku bangsa. Konsep stimulus diffusion juga kadang dipergunakan ketika ada suatu unsur kebudayaan yang dibawa ke dalam kebudayaan lain, di mana unsur itu mendorong (menstimulasi) terjadinya unsur-unsur kebudayaan yang dianggap

5

sebagai kebudayaan yang baru oleh warga penerima, walaupun gagasan awalnya berasal dari kebudayaan asing tersebut.

2.1.3. Proses difusi

Proses difusi terbagi dua macam, yaitu: a. Difusi langsung, jika unsur-unsur kebudayaan tersebut langsung menyebar dari suatu lingkup kebudayaan pemberi ke lingkup kebudayaan penerima. b. Difusi tak langsung terjadi apabila unsur-unsur dari kebudayaan pemberi singgah dan berkembang dulu di suatu tempat untuk kemudian baru masuk ke lingkup kebudayaan penerima.

Difusi tak langsung dapat juga menimbulkan suatu bentuk difusi berangkai, jika unsur-unsur kebudayaan yang telah diterima oleh suatu lingkup kebudayaan kemudian menyebar lagi pada lingkup-lingkup kebudayaan lainnya secara berkesinambungan.

2.1.4. Contoh-contoh difusi

Contoh difusi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia adalah berbagai kata yang ada dalam Bahasa Indonesia. Tanpa kita sadari, Bahasa Indonesia sendiri merupakan contoh hasil dari proses difusi yang terjadi dalam masyarakat. Berbagai kata dalam Bahasa Indonesia merupakan hasil serapan dari bahasa asing dan bahasa-bahasa daerah, seperti Bahasa Jawa, Sunda, dan lain-lain.

Berbagai kontak budaya yang terjadi dalam masyarakat, menyebabkan terjadinya difusi dalam struktur Bahasa Indonesia. Proses difusi yang menyebabkan munculnya kosakata baru dalam Bahasa Indonesia terbagi dalam 2 proses, yaitu : 1. Difusi ekstern yaitu penyerapan kosakata asing oleh Bahasa Indonesia yang mengubah Bahasa Indonesia ke arah yang lebih modern. Dampak dari difusi ekstern ini terlihat dari kreativitas orang-orang Indonesia, yang memadukan berbagai unsur bahasa asing sehingga menjelma menjadi

6

bentuk kata-kata baru, seperti : gerilyawan, ilmuwan, sejarawan, Pancasilais, agamis, dan lain-lain. 2. Difusi intern yaitu timbulnya hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa (seperti masuknya kata lugas, busana, pangan dll) atau dengan bahasa Sunda (kata-kata nyeri, pakan, tahap, langka) mengenai penyerapan kosakata.

2.2. AKULTURASI

2.2.1. Pengertian Akulturasi

Akulturasi (acculturation atau culture contact) adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Secara singkat, akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan atau lebih sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. 2.2.2. Masalah yang Timbul dalam Akulturasi

Dalam meneliti akulturasi, ada lima golongan masalah mengenai akulturasi, yaitu : 1. masalah mengenai metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat; 2. masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan asing apa yang mudah diterima, dan unsur-unsur kebudayaan asing apa yang sukar diterima oleh masyarakat penerima; 3. masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau diubah, dan unsur-unsur apa yang tidak mudah diganti atau diubah oleh unsur-unsur kebudayaan asing;

7

4. masalah mengenai individu-individu apa yang suka dan cepat menerima, dan individu-individu apa yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur kebudayaan asing; 5. masalah mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis-krisis sosial yang timbul sebagai akibat akulturasi.

2.2.3. Hal-hal Penting Mengenai Akulturasi

Hal-hal yang sebaiknya diperhatikan oleh para peneliti yang akan meneliti akulturasi adalah : 1.

keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai berjalan; Bahan mengenai keadaan masyarakat penerima sebenarnya merupakan bahan tentang sejarah dari masyarakat yang bersangkutan. Apabila ada sumber-sumber tertulis, maka bahan itu dapat dikumpulkan dengan menggunakan metode yang biasa dipakai oleh para ahli sejarah. Bila sumber tertulis tidak ada, peneliti harus mengumpulkan bahan tentang keadaan masyarakat penerima yang kembali sejauh mungkin dalam ruang waktu, misalnya dengan proses wawancara.

Dengan

demikian, seorang peneliti dapat mengetahui keadaan kebudayaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai berjalan. Saat inilah yang disebut “titik permulaan dari proses akulturasi” atau base line of acculturation. 2.

Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur kebudayaan asing; Individu-individu ini disebut juga agents of acculturation. Pekerjaan dan latar belakang dari agents of acculturation inilah yang akan menentukan corak kebudayaan dan unsur-unsur apa saja yang akan masuk ke dalam suatu daerah. Hal ini terjadi karena dalam suatu masyarakat, apalagi jika masyarakat itu adalah masyarakat yang luas dan kompleks, warga hanya mengetahui sebagian kecil dari

8

kebudayaannya saja, biasanya yang berkaitan dengan profesi dan latar belakang warga tersebut. 3.

Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima; Hal ini penting untuk mengetahui gambaran yang jelas dari suatu proses akulturasi. Contohnya adalah apabila kita ingin mengetahui proses yang harus dilalui oleh kebudayaan pusat untuk masuk ke dalam kebudayaan daerah, maka saluran-salurannya adalah melalui sistem propaganda dari partai-partai politik, pendidikan sekolah, garis hirarki pegawai pemerintah, dan lain-lain.

4.

Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tadi; Kadang, unsur-unsur kebudayaan asing yang diterima tiap golongangolongan dalam masyarakat berbeda-beda. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagian-bagian mana dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tersebut.

5.

Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing, Terbagi menjadi 2 reaksi umum, yaitu reaksi “kolot” dan reaksi “progresif”.

Reaksi “kolot” adalah reaksi menolak unsur-unsur

kebudayaan

asing,

yang

pada

akhirnya

akan

menyebabkan

pengunduran diri pihaknya dari kenyataan kehidupan masyarakat, kembali ke kehidupan mereka yang sudah kuno. Reaksi “progresif” adalah reaksi yang berlawanan dengan”kolot”, reaksi yang menerima unsur-unsur kebudayaan asing.

2.2.4. Contoh-contoh Akulturasi

1. Kereta Singo Barong (Cirebon) Kereta Singa Barong, yang dibuat pada tahun 1549, merupakan refleksi dari persahabatan Cirebon dengan bangsa-bangsa lain. Wajah kereta ini merupakan perwujudan tiga binatang yang digabung menjadi satu, gajah dengan belalainya, bermahkotakan naga dan bertubuh hewan burak.

9

Belalai gajah merupakan persahabatan dengan India yang beragama Hindu, kepala naga melambangkan persahabatan dengan Cina yang beragama Buddha, dan badan burak lengkap dengan sayapnya, melambangkan persahabatan dengan Mesir yang beragama Islam. Kereta ini dibuat oleh seorang arsitek kereta

Panembahan

pemahatnya

Ki

Losari

dan

Notoguna

dari

Kaliwulu. Pahatan pada kereta itu memang detail dan rumit. Mencirikan budaya khas tiga negara sahabat itu, pahatan wadasan dan megamendung mencirikan khas Cirebon, warnawarna

ukiran

yang

merah-hijau

mencitrakan khas Cina. Dalam kereta itu, tiga budaya (Buddha, Hindu, dan Islam) digambarkan menjadi satu dalam trisula di belalai gajah. 2. Keraton Kasepuhan Cirebon Bangunan arsitektur dan interior Keraton Kasepuhan menggambarkan berbagai macam pengaruh, mulai dari gaya Eropa, Cina, Arab, maupun budaya lokal yang sudah ada sebelumnya, yaitu Hindu dan Jawa. Semua elemen atau unsur budaya di atas melebur pada bangunan Keraton Kasepuhan tersebut. Pengaruh Eropa tampak pada tiang-tiang bergaya Yunani. Arsitektur gaya Eropa lainnya berupa lengkungan ambang pintu berbentuk setengah lingkaran yang terdapat pada bangunan Lawang Sanga (pintu sembilan). Pengaruh gaya Eropa lainnya adalah pilaster pada dinding-dinding bangunan, yang membuat dindingnya lebih menarik tidak datar. Gaya bangunan Eropa juga terlihat jelas pada bentuk pintu dan jendela pada

10

bangunan bangsal Pringgondani, berukuran lebar dan tinggi serta penggunaan jalusi sebagai ventilasi udara.

Bangsal Prabayasa berfungsi sebagai tempat menerima tamutamu agung. Bangunan tersebut ditopang oleh tiang saka dari kayu. Tiang saka tersebut diberi hiasan

motif

tumpal

yang

berasal dari Jawa. Pengaruh arsitektur Hindu-Jawa yang jelas menonjol adalah bangunan Siti Hinggil yang terletak di bagian paling depan kompleks keraton. Seluruh bangunannya terbuat dari konstruksi batu bata seperti lazimnya bangunan candi Hindu. Kesan bangunan gaya Hindu terlihat kuat terutama pada pintu masuk menuju kompleks tersebut, yaitu berupa gapura berukuran sama atau simetris antara bagian sisi kiri dan kanan seolah dibelah. Pada dinding kiri dan kanan bangsal Agung diberi hiasan tempelan porselen

dari

Belanda

berukuran kecil 110 x 10 cm berwarna biru (blauwe delft) dan berwarna merah kecoklatan.

Pada

bagian

tengahnya diberi tempelan piring berwarna pada

porselen biru. piring

Cina Lukisan tersebut

melukiskan seni lukis Cina dengan teknik perspektif yang bertingkat. Secara keseluruhan, warna keraton tersebut didominasi warna hijau yang identik dengan simbol Islami. Warna emas yang digunakan pada beberapa

11

ornamen melambangkan kemewahan dan keagungan dan warna merah melambangkan

kehidupan

ataupun

surgawi.

Bangunan

Keraton

Kasepuhan menyiratkan perpaduan antara aspek fungsional dan simbolis maupun budaya lokal dan luar. Mencerminkan kemajemukan gaya maupun kekayaan budaya bangsa Indonesia. 3. Barongsai Kesenian Barongsai, yang awalnya berasal dari Kebudayaan Tionghoa, kini telah berakulturasi dengan kesenian lokal.

Kesenian Barongsai

2.3.

ASIMILASI

2.3.1. Pengertian Asimilasi

Asimilasi atau assimilation adalah proses sosial yang timbul bila ada golongangolongan manusia dengan latar belakangan kebudayaan yang berbeda-beda yang saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan unsur-unsurnya masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.

12

Secara singkat, asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan atau lebih sehingga membentuk kebudayaan baru.

2.3.2. Golongan yang Mengalami Proses Asimilasi

Golongan yang biasanya mengalami proses asimilasi adalah golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini, kebudayaan minoritaslah yang mengubah

sifat

khas

dari

unsur-unsur

kebudayaannya,

dengan

tujuan

menyesuaikan diri dengan kebudayaan mayoritas; sehingga lambat laun kebudayaan minoritas tersebut kehilangan kepribadian kebudayaannya dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas.

2.3.3. Faktor-faktor yang Menghambat Terjadinya Asimilasi

Asimilasi ini umumnya dapat terjadi apabila ada rasa toleransi dan simpati dari individu-individu dalam suatu kebudayaan kepada kebudayaan lain.

Sikap toleransi dan simpati pada kebudayaan ini dapat terhalang oleh beberapa faktor, yaitu : a. Kurangnya pengetahuan tentang kebudayaan yang dihadapi b. Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain c. Perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan terhadap yang lain.

2.3.4. Contoh-contoh asimilasi

Salah satu contoh proses asimilasi adalah program transmigrasi yang dilaksanakan di Riau pada masa pemerintahan Orde Baru. Program transmigrasi ini tidak hanya berhasil meratakan jumlah penduduk di berbagai pulau di Indonesia, tetapi program transmigrasi ini juga mengakibatkan terjadinya asimilasi, terutama di wilayah Riau. Hal ini terlihat dari banyaknya transmigran yang menghasilkan budaya baru, misalnya Jawa-Melayu, Mandailing-Melayu, dan lain sebagainya.

13

BAB III KESIMPULAN

Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki warisan budaya yang sangat kaya. Berbagai macam tradisi dan adat-istiadat yang dimiliki Indonesia seperti menjadi kebanggaan tersendiri bagi Indonesia. Indonesia menjadi kaya karena budayanya. Kekayaan budaya itu ditambah lagi dengan masuknya berbagai unsur kebudayaan asing ke dalam Indonesia melalui proses difusi, akulturasi, dan asimilasi. Difusi adalah proses persebaran unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain. Difusi dapat terjadi dalam dua proses, proses langsung dan tak langsung. Akulturasi adalah bergabungnya dua kebudayaan atau lebih sehingga menciptakan suatu kebudayaan baru, tanpa menghilangkan kepribadian dari kebudayaan asli. Sedangkan asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan atau lebih sehingga menghasilkan suatu kebudayaan baru, yang berbeda dengan kebudayaan aslinya. Asimilasi ini biasa terjadi pada golongan minoritas dan golongan mayoritas pada suatu tempat.

14

DAFTAR PUSTAKA

Harianto, Jimmy S. ”Keraton Kasepuhan dan Pergaulan Antarbangsa.” http://images.google.co.id /imgres?imgurl=http://www.kompas.com/kompascetak/0104/12/daerah/1104h27.jpg&imgrefurl=http://www.kompas.com/kompascetak/0104/12/daerah/kera27.htm&h=361&w=248&sz=20&hl=id&start=1 &um=1&tbnid=WVVh_lQhe44UBM:&tbnh=121&tbnw=83&prev=/images% 3Fq%3Dkeraton%2Bkasepuhan%2Bcirebon%26svnum%3D10%26um%3D1 %26hl%3Did. (diakses pada 18 Oktober 2007, pukul 16.43 WIB). Iskar,

Soehenda.

”Aspek-aspek

Budaya

dalam

Komunikasi

Bahasa.”

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0505/07/khazanah/lainnya04.htm (diakses pada 18 Oktober 2007, pukul 16.41 WIB). Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2002. Munandar, Agus Aris. ”Dinamika Kebudayaan Indonesia – Suatu Tinjauan Ringkas.” http://www.geocities.com/liacybercampus/lingua1 (diakses pada 18 Oktober 2007, pukul 16.27 WIB). Tanpa nama. ”Budaya.” http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya

(diakses pada 18

Oktober 2007, pukul 16.55 WIB). Tanpa nama. ”Riau yang Kehilangan Integritas.” http://www.bangrusli.net/index. php?option=com_content&task=view&id=497&Itemid=38 (diakses pada 18 Oktober 2007, pukul 16.18 WIB).

15