EFEK ISOFLAVON DAN VITAMIN E TERHADAP

Download akumulasi kolagen di sel-sel otot polos pembuluh arteri in vit.. Bagaimana mekanisme patologik dari homosistein ... Oleh karenanya untuk me...

0 downloads 455 Views 1MB Size
TINJAUAN PUSTAKA

Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan penyakiyang tidak berdiri sendiri. Pada perkembangan pembentukannya ditemukan proses perbarahan selular akibat espon terhadap perlukaan yang selanjutnya diikuti dengan proses regenerasi dinding arteri.

Oleh kanenanya Ross dan Fuster (1996)

mengemukakan bahwa aterosklerosis bukan mefupakan suatu penyakii degeneratif dinding arteri. Perubahan awal tejadi pada lapisan intima arteri besar dan sedang dirnana didapatkan penimbunan lemak yang paling diketahui dalam bentuk kolesterol atau kolesterol ester, protein dan karbohidrat, komponen seluler terrnasuk sel otot polos, makrofag dan hfosit. Plak yang dicirikan dengan adanya penimbunan lemak diikuti dengan pengendapan komponen darah, sel ektraselular matrik seperti proteoglikan, elastin serta kolagen, otot-otot polos yang mengandung banyak endoplasmik retikulum kasar (RER) yang sering tampak dikelilingi proteoglikan disebut atema. Ateroma adalah manifestasi arteriosklerosis yang berarti pengerasan dinding arteri. SWerosis berasal dari kata Yunani yang berarti keras. Tergantung dari derajat perkembangannya, pada tahap awal biasanya belum ada pengerasan. Pada tahap berikutnya bila telah teqadi

13

proses pembentukan kolagen dan atau pengendapan kalsium maka tejadilah pengerasan dinding arteri. Akhirnya teqadi nekrosis dan trombosis pada arteri. Sklerosispun dapat tejadi akibat kalsifikasi pada lapisan media muskularis pembuluh arteri tanpa terlihat adanya kemsakan dan pertemakan pada lapisan intima pembuluh arteri. Penyaki ini disebut sklerosis medial. Lokasi dimana bercak tejadi berbeda di sepanjang pembuluh arteri dan tingkat keparahannyapun berbeda pada arteri satu dengan lainnya (Jubb, Kennedy dan Palmer, 1985). Distribusi Lokasi Keiadian Aterosklerosis Jubb et al. (1985) menjelaskan bahwa sklerosis dapat tejadi di beberapa tempat sepanjang pembuluh arteri. Kerusakan yang paling tinggi terdapat pada aorta dan arteri koronaria, biasanya di bagian percabangan. Selain itu tempat lain yang sering mengalami kemsakan adalah arteri iliaka di bagian kaki, arteri vertebral dan arteri basiler otak, arteri mesenterika dan arteri renalis, dimana derajat keparahannya lebih terkait dengan derajat keparahan yang tejadi di aorta.

Keparahan

kemsakan aorta abdominalis lebih tinggi dibandingkan dengan aorta torasika. Yang paling parah terietak pada sepeftiga bagian bawah aorta. Faktor'yang mempengaruhi derajat keparahan belum diketahui. Dilihat dari perbedaan anatomi pembuluh arteri sepanjang sistem

14

sirkulasi darah bagi masing-masing individu tidaklah banyak berbeda, tetapi penyebaran kejadian arteriosklerosis menampakan variasi. Kemungkinan kondisi sel endotel memegang peranan penting dalam penentuan laju kejadian aterosklerosis. Fungsi sel endotel pembuluh darah adalah mengatur pemasukan makmmolekul seperti lipoprotein dan juga menjaga permukaan lapisan pembuluh darah tidak bersifat trombogenik. Sedangkan pengaturan permeabilitas pembuluh darah terhadap makromolekul dikendalikan melalui pembatas antar sel yang disebut "tight cell / cell juncb;onn yang juga mengatur laju transitosis. Patoslenesis Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan suatu proses biokimiawi yang rumit (Grundy, 1990). Sampai saat ini ada beberapa teori yang menjelaskan terjadinya aterosklerosis yaitu hipotesis respon terhadap perlukaan, hipotesis lipid dan hipotesis gabungan.

Proses aterosklerosis diawali dengan hilangnya lapisan sel endotel yang diikuti dengan agregasi sel trombosit diikuti dengan pengeluaran faktor pertumbuhan yakni "Platelet Derived Gmwth F&t'

(PDGF) yang

dapat menstimulasi migrasi dan proliferasi sel-sel otot polos di dalam

+apisan intima. Penelitian lain (Ross, 1986) menyatakan bahwa penyebab spesifik pada awal aterosklerosis bukanlah akibat kehilangan sel endotel yang melapisi tunika intima dan penempelan set trombosit.

Hasil

pengamatannya mengemukakan bahwa kehilangan sel endotel baru ditemukan setelah proses pembentukan aterosklerosis bejalan lebih lanjut.

Jadi istilah hilangnya sel endotel pada lapisan intima pada

hipotesis respon terhadap pedukaan pedu direvisi menjadi disfungsi endotel. Terkelupas dan menghilangnya lapisan sel endotel atau menumnnya fungsi sel endotel dapat disebabkan -oleh faktor mekanis seperti aliran darah yang deras dan bertekanan tinggi (Cotran dan Munro, 1988), faktor kimiawi akibat kekurangan oksigen (hipoksemia), faktor imunologis (Moyer, 1991) dan adanya infeksi virus ( DeBakey, 1990). Tejadinya disfungsi endotel dan atau hilangnya sel endotel merupakan awal pembentukan plak ateroma yang ditandai dengan meningkatnya adhesi monosit pada endotel arteri (Joris et a/., 1983) yang dipiar deh intracellular adhesbn molecule1 (ICAM-1) yang juga akan menarik rteutrofil dan limfosit. Sedangkan endothelium leukocyte adhesion moEecule-1 (El#M-1) meningkatkan interaksi antara monosit dan T-limfosit,' dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) meningkatkan ikatan antara monosit dan sel T-limfosit ( Joris et a/., 1983).

Sel endotel dan trombosit menghasilkan granule membmn pmtein

140 kDA (GMP-140) yang dapat mengikat netrofil dan monosit, sehingga bila sel endotel teraktivasi dengan cepat tejadi translokasi netrofil dan monosit kedalam membran (Carlos dan Haran, 1990). Walaupun masih merupakan suatu spekulasi, setelah monosit menempel pada endotel, monosit melanjutkan proses migrasinya ke lapisan intima (Munro dan Cotran, 1988). Mekanisme migrasi belum temngkap sepenuhnya namun sudah ada hipotesis Steinberg (1991) yang menyatakan bahwa proses migrasi berkaitan dengan kehadiran monocyte chemoattracfant pmfein-l (MCP-1) yang dihasilkan dan disekresikan oleh sel endotel, otot polos dan makrofag yang banyak ditemui pada plak ateroma baik pada manusia maupun kelinci (Yla-Herttualla et al., 1991). Masuknya monosit kedalam dinding arteri merupakan ha1 yang berguna dalam membantu menghilangkan endapan yang terbentuk. Pembersihan dilakukan oleh sel makrofag yang berasal dari modifikasi monosit. Akan tetapi apabila prosesnya bejalan kronis, seperti halnya pada proses imflamasi kronis, maka proses pengambilan monosit OM lapisan endotel arteri ini dapat bersifat memsak. Sampai saat ini mekarlisme yang menyebabkan berlangsungnya pembahan monosit menjadi makrofag belum diketahui, akan tetapi diketahui bahwa konsentrasi akumulasi lipoprotein abnormal rata-rata tinggi dalam makrofag.

17

Walaupun teori respon terhadap periukaan masih tetap dipakai hingga saat ini, tetapi untuk dapat menyatakan bahwa teori tersebut merupakan penyebab tunggal dalam patogenesis aterosklerosis tetap diperlukan pembuktian lebih lanjut. is (ioia Hiperlipidemia, khususnya hiperkolesterolemia

merupakan penyebab utama aterosklerosis (Ross dan Glornset, 1976). Teori infiltrasi lipid tergantung pernasukan kolesterol - LDL kedalam lapisan intima dalam jumlah yang melebihi kapasitas degradasi jaringan dengan demikian tejadilah penirnbunan lemak. Peningkatan kadar ester kolesterol pada dinding arteri merupakan salah satu perubahan a w l dalam metobilisme lipid yang tampak pada hewan model (St.Clair, 1970). Penemuan ini berkorelasi dengan hasil observasi histologik pada tunika intima anak manusia dirnana sebelum #erbentuknya garit lemak, sel busa asal makrofag yang kaya aka0 koiesteril ester sudah dapat diidentifikasikan tanpa adanya sel busa yang berasal sel otot polos atau akurnulasi lipid ektraselular (Stary, 1990). Kdesterol yang ditemukan pada sel-sel ini nampaknya seperti kolesterd yang terakumulasi pada aterosklerosis tahap lanjut yang seluruhnya berasal dari plasma lipoprotein. Akumulasi makrofag dan ester kolesterol pada lapisan intima arteri

18

dapat dijelaskan sebagai berikut.

Makrofag pada lesi aterosklerosis

berasal dari monosit darah. Pada awal proses, monosit menempel pada lapisan endotel pembuluh arteri, dilanjutkan dengan migrasi ke lapisan intima (Munro dan Cotran, 1988). Hal ini dimungkinkan oleh adanya faktor adhesi yang berasal dari sel darah putih tersebut dan adanya faktor kemotaksis MCP-1 (Steinberg, 1991).

Perubahan monosit menjadi

makrofag di lapisan intima arteri, ditandai dengan peningkatan kadar ester kolesterol. Peningkatan kadar ester kolesterol berasal dari LDL termodifikasi yang berikatan dengan makrofag melalui mekanisme afinitas reseptor scavenger (Brown dan Goldstein, 1983). Teknik biakan jaringan memperfihatkan bahwa lipoprotein yang mengalami modifikasi kimiawi seperti asetilisasi, derivatisasi oleh malondialdehid dan glukosa (LDL-terrnodifikasi) mengalami peningkatan penangkapan oleh sel makrofag (Fogelman et a/., 1988). Kelompok Yla-Herttualla et a/. (1991a) berpendapat bahwa sintesis MCP-1 distimulasi oleh LDL teroksidasi .

IS aabunm.

Hipotesis gabungan merupakan teori

penyebab aterosklerosis yang dianut pada saat ini. Konsepnya tetap mengacu pada konsep patogenesis aterosklerosis yang dikembangkan pada pertengahan abad ke-19 yaitu hipotesis respon terhadap perlukaan oleh Virchow (1856) yang kemudian disempumakan oleh Ross dan

Glornset (1976). Kerusakan pada lapisan endotel rnengakibatkan tirnbulnya efek sitotoksik dari lipid peroksida akibat reaksi oksidasi pada lipid (Morel, 1983) yang dilanjutkan dengan infiltrasi lipid yang berlebihan. Oksidasi lipoprotein kernungkinan rnerupakan salah satu variasi mekanisme kelainan lipoprotein pada dinding arteri.

Makrofag

mengeluarkan berbagai produk termasuk enzirn protease yang berikatan dengan protein lain seperti irnunoglobin; pada fase akut protein dapat menyebabkan endositosis lipoprotein atau pada proses fagositosis oleh makrofag. Makrofag juga dapat menstirnulasi sekresi produk lain yang merangsang tejadinya aterosklerosis (Nathan, 1987) termasuk sitokina yang dapat merangsang reseptor-reseptor endotel dalarn pengikatan sel-sel darah putih dan meningkatkan aktivitas prokoagulasi sel endotel, aktivitas faktor-faktor yang bersifat kemotaktik terhadap monosit, aktivisasi dan pengharnbatan perturnbuhan serta aktivasi faktor angiotensin. Jadi, apabila sel busa asal makrofag terbentuk, tidaklah sulit untuk meramalkan bagairnana kelanjutan .--a

tahapan pembentukan aterosklerosis. Penggunaan

antibodi

spesifik

.

pada

.

pemeriksaan

plak

aterosklerosis, menunjukan bahwa selain adanya penambahan sel rnakrofag dan sel otot polos terdapat juga sel lirnfosit-T, yang kebanyakan ditemukan pada bagian fibro-muscular cap (20% dari jumlah total sel)

20

(Hansson et al., 1989). Walaupun fungsi sel T dalam ha1 ini belum begitu jelas kehadirannya menunjukan peran imunologik dalam aterosklerosis. Studi epidemiologik menunjukan bahwa beberapa faktor genetik maupun dapatan mampu meningkatkan risiko kejadian aterosklerosis (Gotto dan Farmer, 1988). Faktor-faktor risiko ini mencakup umur, jenis kelamin, merokok, tekanan darah tinggi dan akibat penyakit lain seperti diabetis tipe I dan II. Suatu asam amino yang mengandung gugus sulthidril (homosistein) dilaporkan merupakan suatu faktor risiko independen terhadap penyakit kardiovaskular ( Majors, Ehrhart dan Pezackz, 1997) karena kemampuannya untuk meningkatkan produksi dan akumulasi kolagen di sel-sel otot polos pembuluh arteri in v i t . . Bagaimana mekanisme patologik dari homosistein sebagai penyebab aterosklerosis masih belurn diketahui dengan jelas. Tahar, mmbentukan ~ l a kateroma

Perkembangan patogenesis aterosklerosis dapat diamati pada Gambar 2. Dimulai dari sisi kiri dimana pada awalnya tejadi pembentukan garit lemak yang kemudian berkembang menjadi bercak lemak dan bercak berserabut sesuai tahapan perkembangan yang lebih komplek seperti nampak di sisi kanan Gambar 2.

-

ant lemah. Garit lemak dapat ditemukan pada pembuluh arteri

Tahap awal

HM (Etluks kdesterol)

Tahap lafikitan

Disfungsi Platelets

,agulant

asal otot pdos

1 Jaringan lipoprotein abnormal Fagositosis

Gambar 2.

angiogenik

%I-T

Tahap perkembangan selular dan molekular dalam patogenesis aterosklerosis (St. Ciair, 1991)

manusia semenjak usia belasan tahun. lstilah garit lemak berasal dari hasil pemeriksaan permukaan pembuluh arteri besar pada anak dimana tampak penimbunan terdiri dari kumpulan titik-titik berwama kekuningan (Holman et a/, 1958). Menurut hasil penelitian di beberapa rtegara, frekuensi kejadian garit lemak pada manusia sampai dengan usia 20 tahun adalah sama, walaupun di negara tersebut frekuensi kejadian aterosklerosis dan penyakit jantung koroner pada usia dewasa rendah (McGill, 1968). Dapat disarankan bahwa tidak semua garit lemak merupakan prekursor bercak aterosklerosis tahapan lebih

lanjut, dan nyatanya faktor genetik rnerupakan faktor utarna yang rnernpengaruhi percepatan garit lernak rnenjadi bercak aterosklerosis. Perneriksaan mikroskopis garit lernak pada lapisan intirna rnenunjukan penonjolan yang berisi sel-sel lernak yang disebut sel busa. Kebanyakan dari sel lernak tersebut rnerupakan lernak intraselular walaupun didapatkan pula beberapa lernak ektraselular dan endapan sel lainnya. Sel busa dapat berasal dari sel-sel rnakrogfag dan sel-sel otot polos.

Karena narnpaknya sel busa berasal dari

rnakrofag lebih dorninan, rnaka sel busa asal sel rnakrofaglah yang narnpaknya merupakan prekursor terjadinya garit lernak (Stary, 1990). Mekanisrne terbentuknya sel busa asal rnakrofag telah dijelaskan di atas, sedangkan rnekanisme terbentuknya sel busa asal sel otot polos belurn terungkap sepenuhnya. Terdapat beberapa kontroversi rnengenai keberadaan otot polos dalarn plak aterosklerosis. Ada pendapat yang rnenyatakan bahwa sel otot polos merupakan kornponen normal di lapisan intirna pernbuluh arteri rnanusia. Peran penting sel otot polos dalam pengatu&kornposisi

arte-

riosklerosis disebabkan oleh kemarnpuannya rnenghasilkan elernen jaringan ikat khususnya kolagen, elastin dan proteoglikan. Sel otot polospun berperan seperti halnya fibroblas dalarn proses pernulihan arteri. Seperti diutarakan di atas, pengetahuan rnengenai rnekanisrne

23

terbentuknya sel busa asal sel otot polos sangat terbatas. Nampaknya sangat berbeda dengan makrofag, karena sel otot polos tidak mempunyai reseptor spesifik untuk lipoprotein abnormal. Salah satu kemungkinan adalah melalui proses fagositosis lipid asal makrofag yang nekrotik O/Volfbauer et a/., 1986).

Plak lemak ("faffv alaaue")

.

Plak lemak menrpakan bentuk

lanjutan dari garit lemak yang dapat diperiksa biokimiawi (Small, 1988) dan mikroskopis (Stary, 1990). Bila garit lemak berlanjut menjadi plak aterosklerosis, tampak mobilisasi sel-sel otot polos dari lapisan media ke intima diikuti dengan proliferasi sel-sel otot polos tersebut. Proses ini dipengaruhi oleh PDGF (Ross, 1986 dan Walker et a/., 1986) yang dihasilkan oleh makrofag, sel endotel dan sel otot polos. Beberapa sel otot

polos

dilapisan

intima

kemudian

mengambil

lipid

dan

mengakumulasikan kolesteril ester dan berubah menjadi sel busa. Flak berserabut. Selain plak lemak, dapat pula ditemukan plak

berserabut ("fibmafemma9ibmusplaque) yang dapat ditandai banyaknya komponen berserabut (fibrin), sel-sel otot polos berkadar RER tinggi dan banyaknya sel busa yang berasal dari sel otot polos. Bercak berserabut biasanya dapat ditemukan pada dekade ke-4 dari kehidupan manusia.

24

Nekrosis pada bercak berserabut lebih besar, jumlah jaringan ikatnya lebih banyak dan dari beberapa pengamatan tampak ada fibrin, perdarahan mikrovaskuler dan terjadi mineralisasi. Dalam kondisi normal molekul lipoprotein terialu besar untuk melewati sel endotel. Tetapi melalui proses endositosis yang tidak spesifik, lipoprotein ditransportasikan ke dalam arteri (Wiklund et a/., 1985).

'

Oleh karenanya untuk melihat metabolisme sel endotel atau peningkatan konsentrasi lipoprotein plasma dalam pengambilan lipoprotein tidak sukar untuk dilakukan. Karena masuknya lipoprotein ke dalam dinding arteri tampaknya merupakan proses normal, maka mekanisme lain yang dapat meningkatkan proses tersebut atau terjadinya penahanan lipoprotein atau modifikasinya dapat memperburuk kejadian aterosklerosis. Metabolisme Kolesterol dan Li~o~rotein

Kolesterol merupakan salah satu jenis lipid yang dapat dibedakan dari trigliserida atau fosfolipidnya karena tidak mengandung gliserol, melainkan terdiri atas inti steroid yang mengandung satu gugus hidroksil. Sebagian besar kolesterol (G7H450H) tubuh dibentuk di dalam hati (de novo sintesis) dari 3 molekul asam asetat yang akan tehentuk menjadi 1 molekul 3ihidroksi-3-metilglutaril-koenzim A (HMG-KoA) yang sdanjut-

nya akan diubah menjadi asam mevalonat oleh enzim HMGKoA

reduktase. Setelah beberapa tahapan kondensasi selanjutnya kolesterol tersintesis. Laju pembentukan kolesterol de novo tergantung oleh kadar koiesterol sel-sel hepatik melalui mekanisme umpan balik. Enzim HMG-KoA reduktase merupakan enzim penentu ("rate limiting enzyme") yang mengendalikan sintesis kolesterol de novo (Clinkenbeard et a/., 1975). Ketja enzim HMG-KoA reduktase diatur oleh pool sterol seperti LDL dan oksisterol pengatur melalui penghambatan pembentukan enzim mRNA, penghambatan proses translasi mRNA akiat adanya metabolit nonsterol berasal dari asam mevalonat, dan konsentrasi kolesterol tinggi dapat menyebabkan degradasi enzim HMG-KoA reduktase serta dapat pula terjadi inaktivasi kerja enzim oleh protein kinase yang diaktivasi oleh siklik adenosinmonophosfat (CAMP). Protein kinase akan mengaktiian d

m fosfatase inhibitor yang akan menghambat kerja enzim fosfoprotein

fosfatase sehingga terjadi - penghambatan kerja enzim HMG-KoA reduktase. Kolesterol yang berasal dari makanan (eksogen) hanya 50% dapat diserap oleh usus, selebihnya akan 1010s melalui feses. Dietschy dan Wilson (1970) menjelaskan bahwa kolesterol eksogen akan bercampur dengan kolesterol dari empedu dan mukosa usus, selanjutnya kolesterol diserap oleh dinding usus dalam bentuk micelles. Pada dinding usus

kolesterol akan berikatan dengan partikel kilomikron, kemudian diekresikan ke sirkulasi darah melalui saluran limfe dan akhimya akan masuk ke dalam hati. Selanjutnya kolesterol di dalam hati masuk ke kantung empedu dan diubah menjadi asam empedu atau mengikuti sirkulasi darah menuju sel non-hepatik. Berkaitan dengan metabolisrne kolesterol, sirkulasi enterohepatik asam empedu penting peranannya dalam efisiensi absorbsi lemak dan kolesterol dari lumen usus. Pada otot atau hati kolesterol berbentuk kolesterol bebas, sedangkan di dalam darah dan limfe kolesterol terutama akan berikatan dengan asam lemak sebagai kolesterolesteryang terdapat di dalam lipoprotein (Grundy 1990, Champe dan Harvey, 1977). Lipoprotein berdasarkan densitasnya dapat dibedakan menjadi 5 kelompok yaitu kilomikron, lipoprotein berdensitas sangat rendah (VLDL, Very Low Density Lipoprotein), lipoprotein berdensitas rendah (LDL, Low Density Lipoprotein), lipoprotein berdensitas menengah {IDL, lntermediate Density Lipoprotein) dan lipoprotein berdensitas tinggi (HDL, High Density Lipoprotein). Setiap partikel terdiri dari inti lipida yang hidrofobik yang dikelilingi oleh lapisan lipida yang polar: fosfolipid dan kolesterol ester serta apoprotein. Ada 10 apoprotein yaitu A-I, A-11, A-Ill, 8-48, 8-100, C-I, C-ll, C-Ill, D dan E (Striyer, 1995). Kolesterol mempunyai arti penting dalam kehidupan sel karena

27

merupakan komponen membran plasma (Brown dan Goldstein, 1985) pada s e l u ~ heukariotik dan sangat penting untuk pertumbuhan dan kehidupan sel pada tingkatan yang lebih tinggi. Akan tetapi, keberadaan plasma kolesterol yang tinggi (Ross,

1976)

dapat

menyebabkan penyakit dan bahkan kematian yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah akibat aterosklerosis. Oleh karenanya, metabolisme kolesterol dalam tubuh harus mempunyai pengaturan yang tepat. Kilomikon yang bersirkulasi mengandung 85% trigliserida, 2 % protein, 8 % fosfolipid dan 5 % kolesterol/kolesteroI ester. Sedangkan komposisi lipoprotein berdensitas sangat rendah pada waktu bersirkulasi adalah sebagai berikut: 60 % trigliserida, 10% protein, 15 % fosfolipid dan 15 % kolesterol/kolesteroI ester. Adapun komposisi lipoprotein berdensitas rendah dan tinggi selama bersirkulasi adalah 50% dan 30% trigliserida, 8% dan 17 % protein, 22% dan 3 % fosfolipid serta 20% dan 5 % kolesterol/kolesteroI ester. Komposisi lipoprotein dalam darah dapat dilihat pada Gambar 3.

.

Metabolisme Kilomikron

Makanan yang mengandung kolesterol akan membentuk micelles yang dapat larut dalam air dan berdifusi ke dalam usus. Di

Kilornikron

&

29

dalam mukosa usus, kolesterol akan membentuk kolesterol ester setelah berikatan dengan asam lemak dan bersama trigliserida membentuk inti kilomikron.

Kilomikron dibungkus oleh fosfolipid

(lesitin), kolesterol mumi dan apoprotein yang terdiri atas apoprotein AI, A-ll, B-48 yang disintesis di mukosa usus (Glickman dan Green,

1977) dan apoprotein C-I, C-11, C-Ill dan E yang berasal dari HDL (La Rosa et al., 1970). Apoprotein E berfungsi melekatkan kilomokron remnant pada reseptor tertentu pada proses penyerapannya oleh sel hati (Windler ef a/., 1980 dan Rail et al., 1982) dalam proses katabolisme dan Apoprotein C-ll sebagai aktivator kerja lipoprotein lipase yakni memecahkan trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol 1 monogliserida. Melalui saluran limfe kilomokron akan dibawa ke

duktus torasikus yang bermuara pada vena subklavia kin. Triasilgliserol pada kilomikron dihidrolisis oleh lipoprotein lipase yang terdapat pada jaringan adiposa, otot, hati dan jaringan lain yang memerlukan asam lemak. Apoprotein A-I, A-IV dan C akan dilepas ke dalam plasma dan dipakai oleh HDL (Schaefer et al., 1978; Tall and Green, 1979 dan -0

Redgrave et al., 1979), sedangkan sisanya (kilomikron remnant) akan dikeluarkan dari sirkulasi oleh hati.

Metabolisme Lipoprotein Berdensitas Sannat Rendah

Lipoprotein berdensitas sangat rendah yang dihasilkan dihati mempunyai fungsi sebagai pembawa lipid dari hati ke jaringan. Trigliserida merupakan komponen utama dalam molekul VLDL, selain itu ditemukan pula apolipoprotein 8-100 (Apo 8-100) yang dominan pada VLDL yang bersirkulasi (Bilheimer, Eisenberg dan Levy, 1972). Lipoprotein berdensitas sangat rendah merupakan bentuk awal dari lipoprotein bersirkulasi. Untuk dapat diubah bentuknya, rnaka diperlukan Apo C-ll dari HDL. Apoprotein ini akan rnengaktifkan kej a enzim lipase untuk memisahkan trigliserida dari VLDL sehingga ukuran VLDL menyusut dan berdensitas lebih tinggi menjadi IDL dan kernudian menjadi LDL (Eisenberg et a/. , 1973) Metabolisme Lipoprotein Berdensitas Rendah

Lipoprotein berdensitas rendah (LDL) merupakan lipoprotein utama yang sebagian besar terdiri atas kolesterol ester dan Apo B-100 (Bilheimer et a/., 1972 dan Eisenberg et a/. , 1973) yang dapat dikenal oleh reseptomya pada target sel. Ada dua fungsi LDL, pertama adalah menyediakan kolesterol untuk jaringan

perifer

dengan

cara

mendisposiskan kolesterol bebas pada sel membran ketika LDL bersentuhan dengan permukaan sel dan Apo B-100 akan berikatan

31

dengan reseptor sel membran.

Kedua, mengatur sintesis de-novo

pada target sel, walaupun biasanya sel non-hepatik memperoleh kolesterol lebih banyak berasal dari plasma LDL dan bukan dari sintesis

de-novo.

Dimungkinkannya LDL

untuk

meninggalkan

pembuluh darah dan masuk ke dalam matriks ektraselular (influks) karena ukurannya cukup kecil. Proses metabolisme LDL di sel non-hepatik dapat dilihat pada Gambar 4.

Reseptor LDL mempunyai peran penting dalam peng-

aturan metabolisme kolesterol. Reseptor ini merupakan glikoprotein bermuatan negatif terlokalisasi dalam satu legokan pada plasma membran yang disebut dengan "coated pitsn. Lapisan dalam "coated pits dilapisi oleh lapisan protein yang desebut "clathrin". Setelah

apolipoprotein 9-100 pada permukaan LDL berikatan dengan reseptomya, melalui proses endositosis masuk ke dalam sitoplasma sel nonhepatik. Molekul LDL terbungkus dalam kantung plasma membran yang kemudian di dalam sitoplasma akan berikatan dengan kantung lain membentuk endosom. Akibat penurunan pH dalam endosom, kDL terpisah dari reseptomya. Reseptor akan didaur ulang, sedangkan lipoproteinnya akan di degradasi oleh enzim lisosomal sehingga terjadi pemisahan unsur-unsur kolesterol, asam amino, asam lemak dan fosfolipid yang dapat dimanfaatkan lagi oleh sel (Brown and Goldstein,

32

1986).

Kolesterol dalam sel dapat pula diesterifikasi oleh enzim

kolesterol asiltransferase (ACAT); disini terdapat perbedaan kandungan asarn lemak tak jenuh yang terdapat pada kolesteril ester asal

reduktase

3.

lkatan LDL

Gambar 4.

,

lntemalisasi + Hidrdisis Lisosornal

+

Reseptor LDL

.

Aktivitas regulasi

Proses pengaturan rnetabolisme kolesterol melalui rnekanisme LDL reseptor oleh sel fibroblast rnanusia (Brown and Goldstein, 7 986)

LDL yakni kaya akan asam linoleat (asarn lemak tak jenuh ganda)

sedangkan kotestemt ester hasit esterifikasi ACAT datam set mengandung lebih banyak asarn oleat dan palmitoleat (asam lernak tak jenuh tunggal) (Stryer, 1995).

e

Jurnlah reseptor LDL bervariasi tergantung dari konsentrasi kolesterol dalarn sel non-hepatik. Bila kadar kolesterol tinggi dalam sel maka reseptor LDL baru tidak akan disintesis sehingga tejadi

penghambatan pengambilan kolesterol dari plasma

Partikel HDL disintesis di hati dan dikeluarkan melalui proses eksositosis ke dalam sirkulasi darah dan usus (Marsh, 1976; Haddad et a1 ., 1977). Partikel HDL cepat menembus jaringan interstisial dan berikatan dengan sel fibroblast, endotel, otot polos, dan makrofag (Sloop et a/., 1983; Miller et a/., 1983; dan Miller 1985 ). Fungsi HDC sebagai sumber Apo C-ll untuk kilomokron dan VLDL sebagai aktivator lipoprotein lipase. Selain itu memindahkan kolesterol bebas dari jaringan ekstra hepatik: sel-sel fibroblast, endotel, otot polos dan mengesterifikasikannya dengan enzim lesitin kolesterol transferase (LCAT), memindahkan kolesterol ester ke kilomokron dan VLDL dalam proses pertukarannya dengan trigliserida melalui kerja kolesterol ester tranferase protein (CETP) (Cohn et a/., 1988) serta membawa kolesterolester ke hati untuk didegradasikan dan kolesterol dikeluarkan (Hoeg et al., 1985; Glass et al., 1983). Proses pertukaran ini disebut mverse cholesteml transport . Lipoprotein berdensitas tinggi yang baru keluar dari hati berbentuk pipih dan berisi kolesterol, fosfolipid dan sejumlah apoprotein: Apo A-I, Apo A-ll, E dan C. Bila terjadi akumulasi kolesterol maka bentuk HDL

34

berubah menjadi bulat yang pada fase awal disebut dengan HDb karena ukurannya yang kecil.

Kemudian ukurannya bertambah besar dan

disebut HDL2. Perbandingan antara HDL2 dan HDb adalah 2 : 1 atau 3 : 1. Molekul HDL2 menrpakan akseptor yang sangat baik untuk

kolesterol baik dari perrnukaan sel membran maupun lipoprotein yang bersirkulasi. Segera oleh LCAT kolesterol akan diubah menjadi bentuk kolesterol ester. Partikel HDL bulat akan diambil oleh reseptor spesifik di hati

(Hoeg eta/., 1985 dan Glass et a/., 1983) dan kolesterol ester dipisahkan. Kdesterol dikeluarkan dapat dipakai kembali ke dalam lipoprotein atau disekresikan ke dalam kantung empedu dan diubah menjadi asam empedu (Dietschy and Wilson, 1970) yang kemudian akan dikeluarkan dari tubuh. Diagram dilihat pada Gambar 5.

metabolisme kolesterol dan lipoprotein dapat

L

i LEblAK MAKANAN

Gambar 5. Diagram transport lemak eksogen dan endogen (Brown and Goldstein, 1984)

Radikal Bebas dan Antioksidan

Akhir-akhir ini perhatian terhadap radikal bebas dan antioksidan semakin meningkat (Wijaya, 1996), karena telah disadarinya pengaruh dari radikal bebas sebagai penyebab kanker, PJK, rematik atritis, penyakit respiratorik, katarak, penyakit hati dan dalam proses penuaan.

-Radikal Bebas Radikal bebas adalah senyawa kimiawi yang mandiri dan sangat reaktii karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluamya (Pryor, 1973; Halliwell dan Gutteridge, 1985) sehingga dalam tubuh dapat mengikat eiektron dan sel tubuh lain. Reaksi ini akan bejalan terus (berantai) dan dapat menghasilkan radikal bebas yang baru. Oleh karena itu radikal bebas dapat merusak komponen struktural seperti penyusun membran dan komponen fungsional seperti enzim dan DNA. Pada tubuh manusia, pembentukan radikal bebas tejadi terus menerus melalui proses metabolisme sel, normal baik dalam proses respirasi selular, sintesis prostaglandin dan leukotrien, peradangan, kekurangan nutdsi dan respon terhadap radiasi (sinar gama dan ultra violet), polusi lingkungan dan asap rokok.

37

Jenis dari radikal bebas adalah supemksida (02 '1, hidmksii (OH Ow), bhiil (Rs O) dan nibit oksida (NO O).

Tanda

(O)

menunjukkan

adanya satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Dalam tubuh kiia radikal bebas secara berkesinabungan dibentuk. Umumnya sebagai reaksi redoks biokimiawi yang melibatkan oksigen, akibat proses fagositosis sebagai reaksi peradangan terkontrol dan sebagai respon terhadap penyebab terbentuknya radikal bebas di atas. Sekali radikal bebas terbentuk akan mengakibatkan pembentukan radikal bebas lainnya. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimiawi yang dapat melindungi tubuh dari pengaruh radikal bebas. Secara alami, di dalam sitosol dan mitokondria sel tubuh didapatkan superoksida dismutase (SOD) yang dikenal sebagai antioksidan intraseluiar dan vitamin E, C dan A yang dikenal sebagai antioksidan ekstraselular yang dapat dikategorikan kedalam 3 kelompok. 1. Antioksidan primer, kejanya mencegah pembentukan radikal bebas

baru dengan mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekui yang kurang mempunyai dampak negatif sebelum radikal bebas tersebut mempunyai kesempatan untuk bereaksi. Atau dengan mencegah pembentukan radikal bebas baru dari molekul lain.

Contohnya

38

superoksida disrnutase (SOD) merubah superoksida (0, menjadi hidrogen peroksida yang akan dinetralkan oleh katalase dan glutation perokidase. 2. Antioksidan sekunder, adalah molekul yang menangkap radikal dan

mencegah tejadinya reaksi berantai.

Contohnya vitamin E (a-

tokoferol) , vitamin C, p-karoten, asam urat, bilirubin dan albumin. Alpha-tokoferol akan mencegah peroksidasi lipid dengan memangsa peroksil lipid dan membentuk radikal tokoferol yang tidak reaktif. Vitamin C akan mendaur ulang radikal tokoferol. 3. Antioksidan tersier, jenis ini memperbaiki kerusakan biomolekular

termasuk asam nukleat, protein dan asam amino bebas, lipid dan lipoprotein yang disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya enzimenzim yang memperbaiki DNA dan metionin sulfoksida reduktase. Adanya kekurangan atau gangguan pada sistem antioksidan tubuh baik intra- maupun ekstra-selular dapat menyebabkan tejadinya berbagai penyakit. Maka dengan pemberian suplementasi antioksidan eksogen dapat membantu perfindungan tubuh dari serangan radikal bebas dan dapat mencegah dampak negatii radikal bebas tersebut. jsoflavon.

Dilihat dari sejarahnya, fitoestrogen pertama kali

diteliti pada kasus domba betina yang memakan daun "clover" dalam

39

jangka waktu yang panjang di Australia dan pada burung puyuh di California. Zat aktif yang menyebabkan sterilitas tersebut mernpunyai daya kerja horrnon steroid gonadal estrogen (estrogenik) yang kemudian dikenal sebagai fitoestrogen. Fitoestrogen didefinisikan sebagai senyawa dari tanaman yang rnempunyai struktur dan fungsi seperti steroid gonadal f7p-estradiol (E2) atau yang dapat memberikan efek biologis estrogen (Fowler. 1993) (Gambar 6).

Ada tiga kelompok

fitoestrogen utama antara lain kelompok isoflavon (genistein, genistin, daidzein, biochanin A, formonentin dan pratensein).

Ditinjau dari

struktur bangunnya isoflavon mernpunyai strukfur difenolik serupa sintetik estrogen stilbesterol dan heksestrol. Komponen isoflavon adalah produk yang banyak dihasilkan kedelai adalah genestein, daidzein dan glycetein. Wang ef a/. (1996) melaporkan bahwa isoflavon mempunyai kemampuan berikatan dengan reseptor estrogen. Dalam penelitiannya ia memeriksa efek genestein terhadap estrogen reseptor pada sel MCF-7 yakni biakan sel lestari kanker penelitiannya rendah (10"

menunjukan

- lo*

payudara

manusia. Hasil

bahwa genistein dengan konsentrasi

M) merangsang pertumbuhan, ha1 ini menunjukan

adanya salah satu efek estrogenik.

Gambar 6. Struktur kimiawi senyawa isoflavonoida: genestein, daidzein dan glycetein Akan tetapi pada konsentrasi yang lebih tinggi (> temyata

menghambat

menunjang

penelitian

pertumbuhan.

Oleh

sebelumnya

bahwa

M) genistein

karenanya senyawa

data

ini

isoflavon

mempunyai sifat antikarsinogenik (Peterson dan Barns, 1991). Biochanin

A dan genestein menghambat pertumbuhan biakan sel lestari kanker lambung in v i h ( Yanagihara et at.. 7993). i-lasil studi epidimiologi di Jepang menunjukan bahwa kematian wanita akibat kanker payudara menurun oleh karena dalam d i y a banyak kedelai ( Adlercreutz et a/., f 991). Jadi rnengenai efek pertumbuhan sel nampak adanya p e n g a ~ h

konsentrasi genestein yang dipakai. Selain mempunyai efek estrogenik dan antikarsinogenik senyawa

41

flavonoid juga dilaporkan rnempunyai peranan dalam mekanisme pertahanan tubuh dan inhibitor berbagai enzim (Vickery dan Vickery, 1981).

Dilaporkan pula bahwa senyawa flavonoid dan isoflavonoid

umumnya bersifat non-toksik terhadap mamalia dan merupakan antibiotik yang efektif dalam penanggulangan penyakit. Dari bahasan di atas dapat disirnputkan bahwa isoflavm mempunyai efek estrogenik tapi tidak karsinogenik sehingga baik untuk dipakai sebagai terapi aftematif dan perlu untuk diteliti lebih lanjut potensinya sehubungan dengan aterogenesis.

VitaminE. Antioksidan lain yang telah banyak diteliti adalah vitamin E yang telah dibuktikan menghambat laju pembentukan aterosklerosis pembuluh koroner ( yang di ukur ultrasound) pada monyet ekor panjang (Verfangiari dan Bush, 1992). Penambahan vitamin E pada diit dapat menurunkan resiko PJK sebesar 34% (Manson et a/. , 1991) dan data epidemiologis rnenyatakan bahwa penurunan tersebut pada wanita pascamenopause hampir sama dengan hasil pemberian HEP. Penelitian

Reaven et a/. ( 1993 ) melaporkan bahwa pemberian

vitamin E dosis tinggi pada manusia menurunkan kerentanan -LDL untuk teroksidasi in vitm.

42

Modifikasi LDL t LDL-teroksidasi) Peneliian

terkini

menyatakan

bahwa

oksidasi

lipoprotein

rnerupakan suatu mekanisme pembentukan lesi aterosklerotik melalui lipoprotein termoditikasi dalam dinding arteri (Steinberg eta/., 1989). Hal ini disebabkan obh adanya proses peroksidasi asam lernak jenuh ganda dati lipid lipoprotein baik dalam bentuk LDL dan VLDL yang rnelewati endotel atau yang terperangkap di lingkungan ektraselular intima. Lipid peroksidasi menyebabkan fragmentasi komponen Apoprtotein B dari LDL

dan VLDL sehingga molekul ini dapat dikenal oleh reseptor scavenger di makrofag.

Brown ef a/. (1980) menemukan bahwa makrofag sebagai sel scavenger akan menangkap lebih banyak LDL temodilikasi. Hal ini dibuktikan metalui pengubahan LDL melalui proses asetilisasi dimana hasilnya menunjukan bahwa asetiCLDL banyak ditangkap oleh reseptor

scavenger yang dikenal juga sebagai asetiCLDL reseptor pada makrofag (Steinberg et al., 1989).

Akibatnya ditemui peningkatan akumulasi

kolesterol ester. Menggunakan teknik imunositokimia dan hibridisasi insitu pada manusia dan kelinci (Kodama et a/.,1990 dan Yta-Hertualla ef

el., t 991b) ditemukan bahwa mseptor asetil LDL banyak pada makrofag yang terdapat pada lesi aterosklerosis. Tinjauan Steinberg (1991) mencakup beberapa bukti yang

43

menunjukan bahwa LDL teroksidasi lebih aterogenik dibandingkan dengan natif LDL: 1. mempunyai daya kemotaksis terhadap monosit yang bersirkulasi

(Quinn et el., 1987) 2. sebagai inhibitor motilitas makrofag residen (Quinn et el., 1985) 3. mempunyai daya sitotoksik terhadap kultur set (Morel et aL, 1984:

Cathcart et el., 1985) 4. dapat menstimulasi faktor kemotaksis dari kultur sel endotel (Cushing

et el.. 1990) 5. dapat menstimulasi sekresi faktor-faktor stirnulasi dan kemotaksis monosit pada kultur set endotelia (Rajavashisth etal., 1990) Sedangkan data yang menyatakan bahwa LDL-teroksidasi tejadi

bvivo adalah sebagai berikut: I . Probukol, antioksidan sintetik, dapat menghambat perkembangan lesi aterosklerotik (Carew et a/., 1987 dan Kita etal.. 1987) 2. antibodi terhadap LDL-teroksidasi seperti konjugat-malondialdehida atau konjugat4hidroksinonenal LDL memberikan reaksi positif tmhadap lesi aterosklerotik tetapi tidak pada arteri normal (Haberland

et a/., 1988; Palinski et el.. 1989; Rosefetd et al.. 1990 dan Palinski et

3. isolat LDL-teroksidasi dan karakteristik fisik dan biofoginya dari lesi aterosklerotik dapat diketahui

dengan menggunakan prosedur

ekstraksi (Palinski et aL,1989; Yta-Herttualla eta/.,1989)

4. kehadiran otoantibodi LDL-teroksidasi dalam plasma pasien dan kelinci Watanabe dan New Zealand White (Palinski et el., 1989; Rosefetd et al., 1990 , Palinski et at., 1990 dan Mitchinson et a!.. 7988).

Walaupun bukti-bukti telah ada namun masih tidak cukup untuk menunjang

hipotesis

LDL-teroksidasi

dalam

patogenesis

atreoskbrosis.

Mekanisme seiular LDL-teroksidasi mda ateroaenesis lnisiasi pembentukan lesi aterosklerotik rnenyebabkan perubahan strukturaf dan integritas fungsional lapisan endotel sehingga memudahkan influk lipoprotein plasma masuk ke subendotel. Tahap selanjutnya adalah aMivasi set endotel oleh LDLteroksidasi sehingga merangsang sekresi g r a n u k y t ' n o c y l b cobny stirnubting fixtor (GM-CSF) dan monocyfe mbny stimulating factor (M-CSF) yang

45

diikuti dengan rangsangan proliferasi dan diferensiasi makrofag. Selain itu M-CSF akan merangsang pembentukan reseptor scavenger pada perrnukaan sel makrofag sehingga peningkatan LDL-temksidasi dan pembentukan sel busa diiingkatkan. Akibatnya, peningkatan migrasi otot polos melalui induksi plahkf-derived growth factor (PDGF) yang dihasitkan oleh makrofag dan otot polos, serta terjadi peningkatan proliferasi otot polos atas induksi basic fibroblastgmwth factor @FGF) dari sel endotel (Lindner ef a1.,1991). Pada tahap fanjut, LDL-teroksidasi menyebabkan ekspresi reseptor scavenger pada permukaan otot polos sehingga

memungkinkan

endositosis

LDL-teroksidasi dan

terjadi

pembentukan set busa. Peran radikal bebas dalam pembentukan plak aterosklerotik telah dilaporkan (Cross et a/.. 1987 dan Loeper et a/.. 1987). Seperti telah diuraikan sebelumnya, LDL- teroksidasi merupakan salah satu penyebab terjadinya plak aterorna. Lipoprotein densitas rendah merupakan partikel lipoprotein dengan struktur yang terdiri atas inti yang bersifat nonpolar yaitu kolesterol ester dan trigliserida, dikelilingi oleh kolesterol bebas, fosfolipid, dan protein.

Protein LDL yang disebut apoprotein 5 1 0 0 yang

berada di permukaan partikel LDL merupakan protein LDL (epitop) yang dapat berinteraksi dengan reseptor LDL. Proses oksidasi dari lipoprotein merupakan suatu mekanisme pembentukan lipoprotein abnormal dalam

46

dinding arteri (Steinberg eta/., 1989). Ditinjau dari segi aterosklerosis, hat ini disebabkan oleh adanya proses oksidasi asam lemak jenuh majemuk dari lipid lipoprotein baik dalarn bentuk LDL dan lipoprotein berdensitas sangat rendah (VLDL) yang melewati endotel atau yang terperangkap di lingkungan ektraseluler intima. Efek merugikan yang timbul akibat proses oksidasi tersebut adalah adanya radikal bebas dalarn tubuh, seperti 'OH,

RO', ROO'. Radikal bebas tersebut kemudian akan mengoksidasi lipid lebih lanjut dan menghasilkan berbagai produk oksidasi lipid antara lain malondialdehida.

Oksidasi lipid menyebabkan fragmentasi komponen

Apoprototein B dari LDL dan VLDL sehingga molekui ini mengalami modifikasi pada bagian epitopnya (Apo B-loo), sehingga LDL teroksidasi menjadi salah satu ligan dari reseptor scavenger pada makrofag. Pengambilan LDL-teroksidasi oleh reseptor scavenger akan berlangsung terus selama partikel LDL-teroksidasi masih ada sebagai akibatnya terjadi akurnulasi kolesterol dan kolesterol ester dalam makrofag. Penelitian yang membandingkan pengaruh tsoflavon dan Isoflavon yang dikombinasikan dengan vitamin E pada laju pembentukan aterosklerosis, serta pengaruhnya tehadap LDL-teroksidasi dan kaitannya dengan aterogenesis perlu dilakukan,

Dengan mengetahui efek isoflavon seba-

gai antioksidan pada pembentukan aterogenesis, antioksidan asal tana-

47

man ini merupakan altematif yang sangat berguna bagi wanita pascamenopause dalarn pencegahan terjadinya PJK terutarna bagi mereka yang pedu rnernperhatikan efek sarnping HEP yaitu resiko kanker payudara.

Hal ini ditunjang dengan studi epidirniologi di Jepang yang me-

nunjukkan bahwa kernatian wanita akibat kanker payudara menurun oleh karena diet mereka banyak rnengandung kacang kedelai ( Adlenxeutz eta/., 1991).