Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering 1)BPTP 2)Balai
Sumanto 1) dan Suwardi 2)
Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru Penelitian Tanaman Serealia, Jl. Dr. Ratulangi 274 Maros, Sulsel
Abstrak Pengkajian dilaksanakan pada lahan kering di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Pengkajian bertujuan untuk mengetahui efektivitas pupuk organik kotoran sapi dan pupuk organik dari kotoran ayam, terhadap hasil jagung. Tanah diolah sempurna dan benih jagung Bisi-2 ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 70 cm, 1 tanaman per lubang. Tanaman dipupuk dengan Urea 300 kg + SP-36 200 kg + KCl 150 kg + kapur 500 kg/ha. Setengah dari pupuk Urea dan seluruh pupuk SP-36, KCl dan kapur diberikan pada waktu tanam dengan cara dilarik di samping barisan tanaman, sedang sisanya diberikan pada 30 hari setelah tanam. Pengkajian disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan dan petak perlakuan berukuran 4 m x 5 m. Ada 6 macam perlakuan pupuk organik yang dikaji yaitu; (1) Pupuk organik kotoran sapi 2,5 t/ha + pupuk organik kotoran ayam 0,0 t/ha; (2) Pupuk organik kotoran sapi 2,0 t/ha + pupuk organik kotoran ayam 0,5 t/ha; (3) Pupuk organik kotoran sapi 1,5 t/ha + pupuk organik kotoran ayam 1,0 t/ha; (4) Pupuk organik kotoran sapi 1,0 t/ha + pupuk organik kotoran ayam 1,5 t/ha; (5) Pupuk organik kotoran sapi 0,5 t/ ha + pupuk organik kotoran ayam 2,0 t/ha; (6) Pupuk organik kotoran sapi 0,0 t/ha + pupuk organik kotoran ayam 2,5 t/ha. Pupuk organik, baik dari kotoran sapi, kotoran ayam maupun campuran dari keduanya tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman jagung pada umur 60 dan 90 hari, panjang tongkol kupas, diameter tongkol kupas dan jumlah tongkol jagung. Tanaman jagung yang hanya diberi pupuk organik dari kotoran sapi dibandingkan dengan tanaman jagung yang hanya diberi pupuk organik dari kotoran ayam saja tidak berpengaruh terhadap diameter batang, bobot tongkol segar dan hasil jagung pipilan kering. Campuran pupuk organik dari kotoran sapi sebanyak 1,5 t/ha + pupuk organik dari kotoran ayam sebanyak 1,0 t/ha menghasilkan jagung pipilan kering tertinggi, yaitu 6,76 t/ha. Kata kunci: Efektivitas, pupuk organik, jagung
Pengembangan jagung di Provinsi Kalimantan Selatan didukung oleh potensi lahan kering yang cukup luas (1,4 juta ha) dan sekitar 471 ribu ha berada di Kabupaten Tanah Laut dan yang telah dimanfaatkan untuk tanaman pangan sekitar 70 ribu ha atau ± 14,94 % (BPS Kalimantan Selatan, 1995), sehingga masih berpotensi besar untuk pengembangan jagung. Rata-rata produktivitas jagung di Kalimantan Selatan adalah 2,95 t/ha yang masih di bawah rata-rata nasional yang telah mencapai 3,33 t/ha (Sriyono, 2005). Untuk meningkatkan produksi jagung di Kalimantan Selatan dapat dicapai melalui intensifikasi
Pendahuluan Jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang menjadi prioritas utama setelah padi untuk dikembangkan di Kalimantan Selatan. Produksi jagung di Kalimantan Selatan baru mencapai 35.661 ton (Zauhari, 2000), sementara peternak ayam di kabupaten Banjar saja memerlukan jagung 60.000 ton/tahun (Darto, 2000), sehingga pangsa pasar jagung domestik masih terbuka lebar. Kalimantan Selatan masih mendatangkan jagung dari luar daerah terutama dari Jawa dan Sulawesi. 199
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
maupun ekstensifikasi karena di daerah ini masih sangat memungkinkan. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan jagung di Kalimantan Selatan antara lain: kurangnya tenaga kerja, lahan masam, alat pengering belum memadai, harga saat panen rendah, kurang tersedianya benih jagung unggul yang berkualitas dan berdaya hasil tinggi, serta lemahnya modal untuk pengadaan sarana produksi. Di kabupaten Tanah Laut petani dapat menanam jagung dua kali dalam setahun, akan tetapi pada pertanaman jagung kedua di musim kemarau sering kekurangan air. Pada musim tanam kemarau tahun 2003 produktivitas jagung sangat rendah, di bawah 2 t/ha, karena tanaman jagung mengalami kekeringan dan tanaman yang puso mencapai 60%. Permasalahan lain yang dihadapi petani jagung di Kalimantan Selatan adalah jenis lahan kering yang diusahakan tergolong podsolik merah kuning (PMK) dengan tingkat kesuburan rendah. Guna meningkatkan produktivitas lahan, petani selain menggunakan pupuk kimia, juga menggunakan pupuk organik untuk meningkatkan hasil jagungnya. Pupuk organik sangat penting bagi usaha pertanian, karena selain meningkatkan hasil juga dapat memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah (Anonim, 1988a; Anonim, 1988b; Sally, 1999 dan Thamrin, 2002). Petani jagung di lahan kering biasanya menggunakan pupuk organik dari kotoran ayam. Di lain pihak harga pupuk organik dari kotoran ayam cukup tinggi, sementara modal petani umumnya lemah, sehingga untuk menyediakan pupuk organik dari kotoran ayam dalam jumlah yang memadai, terasa cukup berat. Selain itu, saat diperlukan pupuk organik tersebut terkadang tidak tersedia. Oleh sebab itu perlu diusahakan pupuk organik
alternatif yang dapat mengurangi ketergantungan pupuk organik dari kotoran ayam. Kalimantan Selatan, khususnya di Kabupaten Tanah Laut memiliki sapi sebanyak 63.409 ekor (Maskamian, 2004). Seekor sapi dapat menghasilkan pupuk organik dari kotoran ayam sebanyak 5 kg/ekor/hari, sehingga memiliki potensi pupuk organik lokal yang cukup besar. Selama ini kotoran sapi tersebut belum dimanfaatkan, dan hanya dibuang atau dibakar. Dengan proses sederhana yaitu pengomposan menggunakan bantuan Stardec ditambah Urea dan SP-36 kualitas pupuk organik dari kotoran sapi dapat ditingkatkan, sehingga diharapkan pupuk organik dari kotoran sapi dapat menggantikan sebagian atau bahkan seluruh fungsi pupuk organik dari kotoran ayam, dengan efektivitas yang sama terhadap produktivitas jagung. Penggunaan pupuk organik dari kotoran sapi pada kegiatan integrasi jagung – sapi di lahan kering, meskipun tidak meningkatkan produktivitas, namun dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan pendapatan petani (Eny et al., 2004). Pupuk organik dari kotoran sapi harganya lebih rendah dibanding pupuk organik dari kotoran ayam dan diharapkan tersedia pada saat diperlukan, karena pupuk organik dari kotoran sapi merupakan potensi sumberdaya lokal yang mudah didapatkan. Pengkajian bertujuan untuk mengetahui efektivitas pupuk organik kotoran sapi dan pupuk organik kotoran ayam terhadap hasil jagung di lahan kering.
Bahan dan Metode Pengkajian dilaksanakan pada lahan kering di Desa Sumber Mulya, Kecamatan Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan 200
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Selatan. Jagung hibrida varietas Bisi-2 ditanam pada petakan berukuran 5 m x 4 m. Lahan diolah sempurna dan benih jagung ditanam dengan jarak 20 cm x 70 cm (1 tanaman per lubang). Enam macam perlakuan campuran pupuk organik yang dikaji yaitu: (1) Pupuk organik kotoran sapi 2,5 t/ha + pupuk organik kotoran ayam 0,0 t/ha; (2) Pupuk organik kotoran sapi 2,0 t/ha + pupuk organik kotoran ayam 0,5 t/ha; (3) Pupuk organik kotoran sapi 1,5 t/ha + pupuk organik kotoran ayam 1,0 t/ha; (4) Pupuk organik kotoran sapi 1,0 t/ha + pupuk organik kotoran ayam 1,5 t/ha; (5) Pupuk organik kotoran sapi 0,5 t/ha + pupuk organik kotoran ayam 2,0 t/ha; (6) Pupuk organik kotoran sapi 0,0 t/ha + pupuk organik kotoran ayam 2,5 t/ha. Pengkajian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 4 ulangan. Tanaman dipupuk dengan Urea 300 kg + SP-36 200 kg + KCl 150 kg + Kapur 500 kg/ ha. Setengah dari pupuk urea diberikan pada saat tanam dan sisanya diberikan pada saat tanaman jagung berumur 30 hari setelah ta-
nam. Pupuk SP-36, KCl, kapur dan pupuk kandang seluruhnya diberikan pada saat tanam. Pengendalian hama dan penyakit dilaksanakan sesuai konsep pengendalian hama terpadu. Data yang dikumpulkan meliputi pertumbuhan dan hasil jagung. Tongkol jagung dipanen apabila jagung telah matang dengan ciri klobot telah berwarna kuning kecoklatan dan telah terbentuk titik hitam pada plasenta biji jagung. Tongkol jagung selanjutnya dikupas, dikeringkan, dipipil dan dikeringkan kembali hingga kadar air biji jagung mencapai maksimal 14%. Data hasil pengkajian dianalisis secara statistik menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan DMRT.
Hasil dan Pembahasan Kondisi fisik tanaman jagung di lapangan pada 30 hari setelah tanam (hst) kurang seragam. Tanaman jagung yang hanya diberi pupuk kotoran sapi atau dari kotoran ayam terlihat lebih rendah dari pada tanaman jagung yang diberi pupuk organik campuran kotoran sapi + pupuk organik kotoran ayam yang secara statistik berbeda nyata (Tabel 1). Tanaman jagung yang hanya diberi pupuk
Tabel 1. Tinggi tanaman jagung dan diameter batang jagung di desa Sumber Mulya, Kabupaten Tanah Laut. MH. 2004 Pupuk organik (kg/ha)
Tinggi tanaman jagung (cm)
Sapi
Ayam
30 hst
60 hst
90 hst
Diameter batang (cm) 90 hst
2,5
0,0
47,1 a
238,0 a
241,2 a
2,1 a
2,0
0,5
60,1 b
253,9 a
257,4 a
2,1 a
1,5
1,0
62,4 b
260,5 a
262,8 a
2,3 ab
1,0
1,5
59,0 b
255,4 a
258,9 a
2,3 ab
0,5
2,0
58,3 b
258,3 a
260,9 a
2,4 b
0,0
2,5
48,2 a
254,5 a
260,4 a
2,1 a
Angka sekolom diikuti huruf sama di belakangnya tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan DMRT 201
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
organik kotoran sapi atau dari kotoran ayam pada 30 hst tinggi tanamannya secara statistik tidak berbeda nyata. Pada 60 hst tinggi tanaman jagung terlihat lebih merata, demikian pula pada 90 hst, tetapi secara statistik seluruh perlakuan yang diuji tidak berbeda nyata. Hasil analisis diameter batang pada saat tanaman 90 hst tidak berbeda nyata antara tanaman jagung yang diberi pupuk organik dari kotoran sapi dibanding dengan yang diberi kotoran ayam. Pada Tabel 2 terlihat bahwa pemberian pupuk organik baik dari kotoran sapi, kotoran ayam maupun dari campuran keduanya pada tanaman jagung ternyata juga tidak berbeda nyata terhadap diameter tongkol jagung kupas. Diameter tongkol jagung kupas berkisar antara 4,3 cm – 4,5 cm. Campuran pupuk organik dari kotoran sapi + pupuk organik dari kotoran ayam yang diberikan pada tanaman jagung hanya berpengaruh terhadap
brangkasan jagung per petak. Tanaman jagung yang diberi pupuk organik dari kotoran sapi tanpa dicampur dengan pupuk organik dari kotoran ayam, menghasilkan brangkasan jagung per petak paling enteng (20,2 kg) dan berbeda nyata dengan tanaman jagung yang diberi perlakuan pupuk organik yang lainnya. Sementara itu, tanaman jagung yang diberi 100% pupuk organik dari kotoran ayam, tanpa dicampur dengan pupuk organik dari kotoran sapi menghasilkan brangkasan jagung per petak paling berat yaitu 28,1 kg (Tabel 2). Pemberian pupuk organik dari kotoran sapi pada tanaman jagung dibandingkan dengan tanaman jagung yang diberi pupuk organik dari kotoran ayam ataupun dicampuran keduanya, ternyata secara statistik menghasilkan panjang tongkol jagung yang tidak berbeda nyata (Tabel 2). Hasil analisis statistik terhadap jumlah tongkol jagung per petak menunjukkan
Tabel 2. Panjang tongkol jagung kupas, diameter tongkol jagung kupas dan hasil brangkasan tanaman jagung di desa Sumber Mulya, Kabupaten Tanah Laut MH. 2004 Pupuk organik (t/ha)
Panjang tongkol kupas (cm)
Diameter tong- Brangkasan per kol kupas (cm) petak (kg)
Sapi
Ayam
2,5
0,0
17,6 a
4,3 a
20,2 a
2,0
0,5
18,2 a
4,3 a
23,2 b
1,5
1,0
18,4 a
4,4 a
25,3 b
1,0
1,5
19,0 a
4,5 a
25,4 bc
0,5
2,0
19,1 a
4,5 a
24,2 bc
0,0
2,5
18,0 a
4,4 a
28,1 c
Angka sekolom diikuti huruf sama di belakangnya tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan DMRT
202
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
bahwa, campuran pupuk organik dari kotoran sapi + pupuk organik dari kotoran ayam yang diberikan pada tanaman jagung tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tongkol jagung per petak. Jumlah tongkol jagung per petak berkisar antara 93,00 tongkol – 107,25 tongkol (Tabel 3). Pada Tabel 3 terlihat bahwa pemberian campuran pupuk organik dari kotoran sapi + pupuk organik dari kotoran ayam pada tanaman jagung menghasilkan bobot tongkol jagung segar berklobot per petak yang berbeda nyata. Bobot tongkol jagung segar berklobot per petak tertinggi mencapai 20,20 kg yang dihasilkan tanaman jagung yang diberi pupuk organik dari kotoran sapi sebanyak 1,5 t/ha + pupuk organik dari kotoran ayam sebanyak 1,0 t/ha. Bobot tongkol jagung segar berklobot per petak terendah sebesar 16,90 kg yang dihasilkan oleh tanaman jagung yang diberi pupuk organik dari kotoran sapi sebanyak 2,5 t/ha. Namun demikian pemberian perlakuan pupuk organik dari kotoran sapi saja sebanyak 2,5 t/ha pada tanaman jagung
menghasilkan bobot tongkol jagung segar berklobot per petak tidak berbeda nyata dengan tanaman jagung yang diberi pupuk organik dari kotoran ayam sebanyak 2,5 t/ha. Pemberian campuran pupuk organik dari kotoran sapi + pupuk organik dari kotoran ayam pada tanaman jagung juga menghasilkan biji kering yang berbeda nyata, tetapi pemberian pupuk organik dari kotoran sapi sebanyak 2,5 t/ha pada tanaman jagung menghasilkan biji kering per ha yang tidak berbeda nyata antara tanaman jagung yang diberi pupuk organik dari kotoran ayam sebanyak 2,5 t/ha. Hasil tanaman jagung yang diberi pupuk organik dari kotoran sapi sebanyak 2,5 t/ha mencapai 5,66 t/ha dan pemberian pupuk organik dari kotoran ayam sebanyak 2,5 t/ha memberikan hasil biji kering 6,40 t/ha (Tabel 3). Sesuai dengan laporan Eny et al. (2004), bahwa tanaman jagung yang diberi pupuk organik dari kotoran sapi hasilnya tidak berbeda jauh dibanding dengan tanaman jagung yang diberi pupuk organik dari kotoran ayam.
Tabel 3. Jumlah tongkol jagung, bobot tongkol jagung segar berklobot berkulit dan hasil biji di desa Sumber Mulya, Kabupaten Tanah Laut MH. 2004
Sapi
Ayam
Jumlah jagung per petak (tongkol)
2,5
0,0
93,00 a
16,90 a
5,66 a
2,0
0,5
103,25 a
19,68 b
6,59 b
1,5
1,0
102,00 a
20,20 b
6,76 b
1,0
1,5
99,25 a
19,03 ab
6,37 ab
0,5
2,0
100,25 a
18,58 ab
6,22 ab
0,0
2,5
107,25 a
19,20 ab
6,40 ab
Pupuk organik (t/ha)
Bobot tongkol basah berkulit per petak (kg)
Hasil pipilan kering (t/ha)
Angka sekolom diikuti huruf sama di belakangnya tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan DMRT
203
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Kabupaten Tanah Laut. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Pelaihari, 29 p.
Kesimpulan Tanaman jagung yang diberi pupuk organik baik dari kotoran sapi maupun kotoran ayam menunjukkan pertumbuhan yang sama yang tercermin dari tinggi tanaman yang sama. Hal yang sama terlihat pada panjang tongkol dan jumlah tongkol. Pupuk organik berpengaruh terhadap diameter batang jagung, bobot tongkol segar dan hasil jagung pipilan kering. Jagung yang diberi campuran pupuk organik dari kotoran sapi sebanyak 1,5 t/ha + pupuk organik dari kotoran ayam sebanyak 1,0 t/ha memberikan hasil biji kering tertinggi sebesar 6,76 t/ha.
Eny, S.R., N. Amali, A. Darmawan, Sumanto, A. Subhan, N. Awaliah dan Pagiyanto. 2004. Pemanfaatan Limbah Jagung untuk Pakan Lengkap dalam Sistem Usahatani Ternak Sapi dan Jagung di Lahan Kering Kalimantan Selatan. Laporan Akhir BPTP Kalimantan Selatan tahun 2004. Banjarbaru, 63 p. Maskamian, A. 2004. Buku Saku Peternakan tahun 2004. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan, 58 p. Sally. 1999. Kompos Sebagai Sumber Bahan Organik. Liptan. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Samarinda. Sriyono. 2005. Arah Kebijakan dan Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Selatan tahun 2006 - 2010. Makalah disampaikan pada Rapat Koordinasi Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih Propinsi Kalimantan Selatan, tanggal 28 – 30 September di Banjarmasin.
Daftar Pustaka Anonim. 1988a. Pemupukan Berimbang. Departemen Pertanian. Balai Informasi Pertanian Kalimantan Timur, 19 p. ----------. 1988b. Pemupukan Berimbang. Departemen Pertanian. Proyek Informasi Pertanian Kalimantan Tengah, 32 p.
Thamrin, T. 2002. Teknik Pembuatan Kompos. Liptan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatra Selatan.
----------. 1992. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan TK.I. Propinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru.
Zauhari, M.R. 2001. Laporan Tahunan Dinas Tahun 2000. Dinas Pertanian Propinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru, 131 p.
BPS Kalimantan Selatan. 1995. Kalimantan Selatan Dalam Angka. Banjarmasin. Darto, H. 2000. Selayang Pandang Pengembangan Sentra Agribisnis Jagung di
204