EFEKTIVITAS TEKNIK MNEMONIK TIPE AKROSTIK DALAM

Download tersebut, peneliti melakukan penelitian tentang penggunaan teknik mnemonik tipe akrostik. Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan tingkat da...

0 downloads 538 Views 744KB Size
EFEKTIVITAS TEKNIK MNEMONIK TIPE AKROSTIK DALAM PEMBELAJARAN AFIKSASI BAHASA INDONESIA

ARTIKEL PENELITIAN

Oleh: WAHYUDI NIM F1011131067

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2018

EFEKTIVITAS TEKNIK MNEMONIK TIPE AKROSTIK DALAM PEMBELAJARAN AFIKSASI BAHASA INDONESIA

Wahyudi, Sisilya Saman, Patriantoro Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak Email: [email protected]

Abstract The complex and many information in the linguistic rules of the Bahasa subject in curriculum 2013 makes students difficult to memorize. Especially in affixation material that has no abstract and meaning. This study aims to describe the application of mnemonic techniques accrostic type to improve memory in language affixation learning of Bahasa on grade X IPS SMAN 3 Pontianak. The research design used was experimental type with quantitative. The subjects of the research are the students of class X IPS 1 as experiment class and X IPS 3 as control class. While the value of the average pre-test of the experimental group students was 47,39 and the posttest average score is 84,12. Calculation of significant differences in the experimental group is 13,15. The magnitude of the influence of the use of accrostic-typemnemonik techniques have been calculated which is obtained ES of 1,17 > 0,8 which included in the high criteria. It is concluded that the use of accrostic-type mnemonic techniques has a significant effect on students’ memory level. Keywords: effectiveness, mnemonics, accrostic, affixation.

Otak dapat berpikir karena memiliki memori sebagai tempat penyimpanan informasi dan adanya kemampuan daya ingat. Daya ingat merupakan upaya untuk "memateri" informasi ke dalam memori, sehingga bilamana informasi tersebut diperlukan, maka informasi tersebut akan mudah diakses kembali (Arifuddin, 2010:200). Kemampuan mengingat sangat diperlukan oleh setiap orang, terutama bagi siswa untuk dapat melatih kecerdasannya. Mata pelajaran Bahasa Indonesia pada Kurikulum 2013 yang berbasis teks menimbulkan fenomena pembelajaran yang sulit karena siswa lebih banyak menghafal pemahaman jenis teks, struktur teks, dan kaidah kebahasaan dalam proses pembelajarannya. Terlebih tentang kaidah kebahasaan yang banyak dan rumit. Siswa banyak menghafal secara satu per satu kaidah kebahasaan tersebut sehingga banyak di antara siswa merasa kesulitan.

Kurangnya kemampuan mengingat siswa dibuktikan dengan ulangan harian lisan materi kaidah kebahasaan teks hasil observasi. Data yang diambil pada Senin, 22 Agustus 2016 menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang mendapat nilai di bawah 65. Rata-rata nilai siswa kelas X IPS 1 SMA Negeri 3 Pontianak 52,57, yaitu 6 siswa dengan nilai 65-75 (15,29%) dengan kategori nilai cukup baik dan 27 siswa dengan nilai kurang dari 65 dengan kategori kurang baik (84,71%). Ratarata nilai siswa kelas X IPS 3 SMA Negeri 3 Pontianak 53,21, yaitu 7 siswa dengan nilai 65-75 (15,34%) dengan kategori nilai cukup baik dan 26 siswa dengan nilai kurang dari 65 dengan kategori kurang baik (84,66%). Hasil yang ingin dicapai berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada Kurikulum 2013 adalah 80. Berdasarkan masalah tersebut, diperlukan adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan mengingat siswa yakni menggunakan teknik mnemonik.

1

Mnemonik berasal dari kata mne’monics yang berarti kepandaian menghafalkan. Mengingat dan mengahafal erat kaitannya sebab inti dari teknik ini adalah adanya referensi yang diasosiasikan oleh otak (Wojowasito dan Tito, 1980:2). Secara sederhana, teknik ini berarti memiliki kemampuan untuk menghubungkan kata-kata gagasan atau ide melalui suatu gambaran. Tujuan dari teknik ini adalah untuk mempermudah mengingat pengetahuan dan mempermudah mengingat kembali suatu informasi. Selain itu, teknik tersebut memiliki tiga tahap yang fundamental untuk menentukan keberhasilan dalam mengingat. Teknik mnemonik dilakukan dengan tiga tahap, yakni encoding (pemahaman), storage (penyimpanan), dan retrieval (pengeluaran) (Atkinson dalam Melton, 2005:167). Tahap pemahaman yakni suatu informasi baru dihubungkan dengan informasi yang lama kemudian proses penyimpanan dilakukan dengan memastikan sistematikanya agar mudah diingat kembali. Selanjutnya, informasi tersebut dicoba dikeluarkan yang tingkat keberhasilannya ditentukan oleh intensitas latihan dan kuatnya pengasosiasian. Tingkat keberhasilan dapat lebih dioptimalkan dengan memilih tipe dari teknik mnemonik, yakni tipe loci, kata-kata serima, akronim, akrostik, pengindeksan, pancang (peg word), imajery visual, cerita, kata kunci, dan organisasi. Tipe teknik mnemonik yang tepat diterapkan dalam pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia adalah tipe akrostik. Akrostik menggunakan huruf kunci untuk membuat konsep abstrak menjadi lebih konkrit sehingga lebih mudah diingat. Akrostik tidak selalu menggunakan huruf pertama dan juga tidak selalu menghasilkan singkatan dalam bentuk satu kata atau frasa (Buzan, 2002:87). Kelebihan dari teknik mnemonik tipe akrostik adalah mengoptimalkan kinerja ingatan, meningkatkan kemampuan menghafal, menyimpan informasi ke dalam memori jangka panjang, mempermudah dalam memanggil informasi yang telah lama dalam ingatan, dan mengasosiasi jenis afiks, serta

menggunakannya sesuai perbendaharaan kosakata yang dimiliki. Berbeda dengan contoh tersebut, afiksasi memiliki bentuk yang abstrak dan hanya berupa afiks yang tidak memiliki arti, sehingga sulit untuk diingat. Misalnya afiksasi jenis sufiks (akhiran) yang terdiri dari -nya, an, -i, dan -kan. Sufiks tersebut hanya memiliki empat contoh yang bentuknya abstrak. Siswa dapat mengingat contoh sufiks tersebut dengan waktu singkat, tetapi setelah pertemuan pembelajaran selanjutnya di hari berbeda siswa mengingatnya tidak secara lengkap. Berdasarkan hal tersebut, perlu diterapkannya teknik mnemonik tipe akrostik seperti -nya, -an, -i, dan -kan menjadi [nya]te [an]ak [i][kan] atau (nyate anak ikan) yang lebih mudah diingat karena sifatnya yang emosional dan lucu. Berdasarkan contoh tersebut, teknik mnemonik membuat informasi yang dipelajari berkesan dan memiliki relevansi dengan tuntutan hidup, sehingga akan tersimpan kuat dalam memori dan akan mudah dipanggil kembali ingatan informasi tersebut. Oleh karena itu, teknik mnemonik tipe akrostik tepat digunakan dalam pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia. Teknik mnemonik tipe akrostik dalam pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia untuk mengukur keberpengaruhan penerapan teknik tersebut terhadap daya ingat siswa menggunakan pendekatan eksperimen jenis kuantitatif. Hal ini merujuk pada keluhan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 3 Pontianak yang menyatakan kesulitan dalam menghafal, mengingat, dan rendahnya nilai hasil belajar. Selain itu, pembelajaran afiksasi juga sangat berperan penting dalam pembelajaran bahasa Indonesia untuk mendeskripsikan proses morfologis, menentukan arti kata, maupun perubahan kelas kata. Alasan berikutnya, materi terkait afiksasi terdapat pada silabus kelas X semester ganjil. Hal tersebut sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) pada Kurikulum 2013, yaitu 3.1 tentang memahami struktur dan kaidah teks anekdot, eksposisi, laporan hasil observasi, prosedur kompleks, dan negosiasi baik melalui lisan maupun tulisan.

2

Penelitian yang dilakukan oleh Asmarani (2013) di Universitas Negeri Semarang membuktikan adanya peningkatan hasil belajar siswa setelah mendapatkan pembelajaran menggunakan teknik mnemonik, yakni sebelum menggunakan teknik mnemonik nilai rata-rata siswa adalah 65,3 dan setelah menggunakan teknik mnemonik menjadi 80,56. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti melakukan penelitian tentang penggunaan teknik mnemonik tipe akrostik. Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan tingkat daya ingat siswa dan kebepengaruhan teknik mnemonik tipe akrostik pada materi afiksasi bahasa Indonesia kelas X IPS SMA Negeri 3 Pontianak.

Instrumen pretest dianalisis menggunakan uji validitas dengan rumus korelasi point biserial, uji reliabilitas dengan rumus Kuder-Richardson (KR-21), analisis tingkat kesukaran dan pemberian skor sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hasil posttest didapatkan dengan menggunakan menghitung rata-rata, menghitung perbandingan atau selisih, menghitung deviasi standar gabungan (dsg), uji t, dilanjutkan dengan menghitung simpang baku atau standar deviasi (SD) dan menghitung effect size. Prosedur penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yakni: 1) tahap pralapangan, 2) tahap pelaksanaan, dan 3) tahap akhir. Tahap Pralapangan Tahap-tahap pralapangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Melakukan observasi ke SMA Negeri 3 Pontianak sebagai sekolah yang diteliti dan meminta izin penelitian terhadap pihak sekolah. 2) Berdiskusi dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang rencana pelaksanaan penelitian yang dilakukan. 3) Menentukan jadwal penelitian. 4) Peneliti membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Bahasa Indonesia. 5) Melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. 6) Merevisi atau mengeliminasi instrumen penelitian. 7) Instrumen yang sudah dinyatakan validitas dan reliabilitas diujikan kembali.

METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan bentuk rancangan nonequivalent control group design dalam proses pengumpulan data (Sugiyono, 2015:116). Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X IPS SMA Negeri 3 Pontianak tahun ajaran 2016/2017 yang belum mendapatkan materi pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPS 1 sebagai kelas eksperimen. Sementara itu, X IPS 3 sebagai kelas kontrol semester ganjil SMA Negeri 3 Pontianak dengan total keseluruhan kedua kelas yang menjadi sampel berjumlah 66 siswa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, teknik observasi berperanserta (participant observation) dan tes, baik pretest maupun posttest berupa soal pilihan ganda sebanyak 25 butir soal. Alat yang digunakan untuk mengambil data dalam penelitian ini adalah analisis tes. Perangkat tes yang telah disusun dan digunakan dalam penelitian ini diujicobakan pada 38 siswa dari kelas X IPA 5. Instrumen penelitian berupa Lembar Kerja Siswa (LKS), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan butir soal yang telah divalidasi oleh satu orang guru pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas, diperoleh nilai rhitung = 0,830 >rtabel. Jadi, dapat disimpulkan angket penelitian reliabel.

Tahap Pelaksanaan Tahap-tahap pelaksanaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Pretest diberikan kepada kelas eksperimen dan kontrol untuk mengukur tingkat daya ingat mengenai materi afiksasi bahasa Indonesia. 2) Menganalisis data dari hasil pretest. 3) Kelompok eksperimen diberi perlakuan dengan pembelajaran teknik mnemonik tipe akrostik, sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran ceramah sebanyak tiga kali tatap muka untuk masing-masing kelompok penelitian. 4) Dilaksanakan posttest terhadap kelas eksperimen maupun kelas kontrol dengan menggunakan instrumen

3

penelitian berupaa 25 butir soal pilihan ganda. 5) Menganalisis data hasil posttest. 6) Menghitung dan menentukan besar nilai Effect Size.

tingkat daya ingat mengenai materi afiksasi bahasa Indonesia. Setelah hasilnya didapatkan, barulah pemaparan materi dilaksanakan dengan menggunakan teknik mnemonik tipe akrostik untuk kelas eksperimen dan teknik konvensional untuk kelas kontrol. Pembelajaran dengan menggunakan teknik mnemonik tipe akrostik untuk kelas eksperimen dilakukan dengan cara mencoba menanyakan dan mengaitkan kembali tentang materi afiksasi yang telah di pretest-kan. Pembelajaran afiksasi dengan menggunakan teknik konvensional diterapkan pada kelas kontrol. Pertama peneliti bertanya kepada siswa tentang kesulitannya menjawab pretest dan mengaitkan kembali ke pembelajaran afiksasi. Kedua, peneliti mulai memaparkan dan menjelaskan kembali materi afiksasi dengan menggunakan teknik konvensional. Ketiga, peneliti meminta siswa menghafalkan afiksasi satu per satu. Pertemuan berikutnya dilaksanakan posttest terhadap kelas eksperimen maupun kelas kontrol untuk mengukur tingkat kemajuan daya ingat dan hasil belajar. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, teknik observasi berperanserta (participant observation) dan tes, baik pretest maupun posttest berupa soal pilihan ganda sebanyak 25 butir soal. Alat yang digunakan untuk mengambil data dalam penelitian ini adalah analisis tes. Adapun hasil pretest dan posttest pada kelas eksperimen maupun kontrol dilihat pada tabel berikut.

Tahap Akhir Tahap-tahap akhir yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Melakukan analisis data terhadap hasil yang diperoleh berdasarkan instrumen yang telah dikerjakan oleh siswa. 2) Pendeskripsian hasil analisis data dan pengambilan simpulan untuk menjawab rumusan masalah yang telah ditentukan. 3) Menulis hasil laporan penelitian. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian eksperimen ini, yang menjadi subjek penelitian adalah 33 siswa kelas X IPS 1 yang menjadi kelas eksperimen dan 33 siswa kelas X IPS 3 yang menjadi kelas kontrol di SMA Negeri 3 Pontianak. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pembelajaran 2016/2017. Pelaksanaan penelitian dilakukan sebanyak tiga kali tatap muka atau pertemuan yang terdiri dari pretest untuk pertemuan pertama, pemaparan materi dengan menggunakan teknik mnemonik tipe akrostik untuk kelas eksperimen dan teknik konvensional untuk kelas kontrol pada pertemuan kedua, serta posttest pada pertemuan ketiga. Pretest diberikan kepada kelas eksperimen dan kontrol untuk mengukur

Tabel 1 Hasil Pretest dan Posttest Skor Pretest Posttest

x 47,39 84,12

Kelas Eksperimen SD % Ketuntasan 5,07 0 11,70 69,69

Tabel 1 tersebut mendeskripsikan bahwa kelas kontrol dan kelas eksperimen pada saat pretest memiliki persentase kentuntasan yang sama sebelum diberi perlakuan teknik pembelajaran. Perbedaan hasil pada kedua

x 48,12 64,96

Kelas Kontrol SD % Ketuntasan 4,91 0 16,64 27,27

kelas tampak pada setelah diberikan perlakuan. Kelas eksperimen diberikan teknik mnemonik tipe akrostik, sedangkan pada kelas kontrol diberikan teknik konvensional.

4

Persentase keberhasilan pada kelas eksperimen adalah 69,69%, sedangkan pada kelas kontrol adalah 27,27%. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan daya ingat siginifikan yang dapat dilihat melalui

hasil belajar di antara keduanya. Adapun hasil belajar siswa yang menunjukkan tingkat daya ingat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Belajar Aspek Skor posttest tertinggi Skor posttest terendah Nilai rata-rata Jumlah siswa tuntas Jumlah siswa tidak tuntas

Kelas Eksperimen 25 13 84,12 23 10

Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen yakni 84,12 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yang memiliki nilai 64,96 dengan selisih 19,19. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan perlakuan yang diberikan untuk menjawab rumusan masalah, khususnya tingkat daya ingat siswa. Kelas eksperimen menggunakan teknik mnemonik tipe akrostik, sedangkan kelas kontrol menggunakan teknik konvensional.

Kontrol 23 8 64,96 9 24

yang akan dihafalkan oleh siswa. 2) Developing connections, make material familiar and develop connection, membuat asosiasi dan membangun hubungan koneksi antarmateri. 3) Ekspanding sensori image, mempertajam daya ingat. 4) Recalling the material until it is completely, berlatih memanggil kembali infomasi hingga tuntas. Empat tahapan tersebut sangat berkontribusi dalam memberikan pengaruh terhadap tingkat daya ingat siswa dengan menggunakan teknik mnemonik tipe akrostik. Satu dari keempat tahapan tersebut yang paling berpengaruh dan memegang peranan penting adalah developing connections, make material familiar and develop connection. Tahap ini berarti membuat asosiasi, membangun hubungan koneksi antarmateri (Joyce, 2009). Pembuatan akrostik oleh peneliti berlandaskan tiga faktor yang memengaruhi daya ingat, yakni asosiasi, kebermaknaan dan emosi yang saling berkaitan satu sama lain. Hubungan yang dibangun tersebut antara afiks yang tak bermakna dengan kosakata yang relevan dengan tuntutan hidup sehingga terasa lebih dikenal oleh siswa. Tahapan pembelajaran materi afiksasi bahasa Indonesia pada kedua kelas diawali dengan menyiapkan dan menampilkan media pembelajaran audio-visual berupa video tentang kehebatan seorang pesulap yang menghafal deretan angka secara tepat dan

Pembahasan Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 3 Pontianak yang terletak di Jalan W.R. Supratman Nomor 1 Kecamatan Pontianak Timur, Kalimantan Barat. Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengukur efektivitas teknik mnemonik tipe akrostik dalam pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia yang diterapkan terhadap dua kelas sebagai sampel. Adapun sampelnya yaitu kelas X IPS 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas X IPS 3 sebagai kelas kontrol. Penelitian dilaksanakan tiga kali dengan alokasi waktu 2x40 menit per tatap muka. Penerapan teknik mnemonik tipe akrostik dalam pembelajaran afiksasi. bahasa Indonesia pada kelas eksperimen dilaksanakan sebanyak 4 tahap sebagai berikut. 1) Attending to the material and use techniques of underlining, listing and reflecting, materi yang telah disiapkan, dibuat daftar akrostik

5

Rata-Rata Nilai

akurat. Tujuannya adalah melibatkan faktor emosional agar siswa memberikan respon positif dan memberikan perhatian yang lebih besar karena perhatian merupakan satu di antara faktor yang memengaruhi daya ingat berdasarkan (Suryabrata, 1993). Peneliti kemudian mengaitkan antara video dengan materi pembelajaran bahwa kecerdasan tingkat tinggi ataupun kecerdasan yang diwariskan, tetapi menghafal bisa dipelajari dan dilatih. Kelas eksperimen diterapkan teknik mnemonik tipe akrostik Adapun akrostik diterapkan oleh siswa dalam pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia adalah sebagai berikut. 1) Prefiks, infiks, sufiks, konfiks dan simulfiks dibuat menjadi “[pre]man [in]dia [su]ka [kon]de [si]mon”. 2) Afiks se-, meN-, peN-, di-, ter-, dan ber- dapat dibuat menjadi “[se][men]tara [pen]dekar [di][ter]kam [ber]uang”. 3) Afiks -em-, -el-,-in-, dan -erdapat dibuat menjadi “[em]ak [el][in] [er]or”. 4) Afiks -nya, -an,-i, dan -kan dapat dibuat menjadi “[nya]te [an]ak [i][kan]”. 5) Afiks senya, per-an, peN-an, ke-an, dan ber-an dapat dibuat menjadi “[se]perti[nya] [pe][ran] [pen][an]tian [ke]n[an] [ber][an]takan”. 6) Afiks ng-, ny- dan n- dapat dibuat menjadi “[n]a[ng]ka[ny]a”. Pembuatan akrostik oleh peneliti berlandaskan tiga faktor yang memengaruhi daya ingat, yakni asosiasi, kebermaknaan dan emosi yang saling berkaitan satu sama lain.

100 80 60 40 20 0

Peneliti selanjutnya memberikan pemaparan cara penggunaan akrostik dengan media pembelajaran berupa powerpoint. Caranya adalah setiap jenis afiks hanya perlu dipisahkan dari setiap kata yang terdapat dalam akrostik. Cara tersebut melibatkan memori semantik sebagai memori penyimpan perbendaharaan kosakata sehingga mampu membedakan dan memisahkan contoh afiks dari jenis afiksasi. Kemudian setiap penjelasan jenis afiksasi, peneliti memberikan contoh kata dan kalimat agar penggunaan afiks tepat digunakan serta tidak terjadi kekeliruan pada fase penyandian (encoding). Berikutnya dilakukan tahap pelatihan untuk menyimpan informasi dari memori jangka pendek ke jangka panjang dan diakhiri dengan memberikan umpan balik berupa menanyakan kendala-kendala yang dialami oleh siswa pada saat proses pembelajaran. Kelompok kontrol penjelasan afiksasi bahasa Indonesia juga disampaikan menggunakan media visual berupa slide powerpoint. Hanya saja dalam setiap slide sama sekali tidak terdapat akrostik. Hal tersebutlah yang menjadi letak perbedaannya. Tingkat daya ingat siswa ditunjukkan dengan hasil belajar kelas eksperimen dan kontrol pada materi afiksasi bahasa Indonesia melalui pretest dan posttest. Hasil yang diperoleh dari tes tersebut didapatkan nilai rata-rata yang berbeda pada kedua kelas. Adapun perbedaan tingkat daya ingat yang ditunjukkan melalui hasil belajar dapat dilihat pada grafik berikut.

84.12 64.96 48.12

47.39

Pretest Posttest

Kelas Eksperimen

Kelas Kontrol

Grafik 1 Nilai Rata-rata Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol Berdasarkan grafik 1, kedua kelas menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan hasil belajar tersebut terjadi

karena adanya proses pembelajaran yang memerhatikan faktor untuk meningkatkan daya ingat dan adanya latihan secara

6

berulang-ulang sebagai bentuk usaha untuk meletakkan informasi dari memori jangka pendek ke jangka panjang. Rata-rata nilai pretest siswa kelas kontrol adalah 48,12 dan rata-rata nilai posttest siswa kelas kontrol adalah 64,96. Berbeda dengan kelas kontrol, rata-rata nilai pretest siswa kelas eksperimen adalah 47,39 dan rata-rata nilai posttest siswa kelas eksperimen adalah 84,12. Kelas eksperimen peningkatannya jauh lebih signifikan. Hal tersebut terjadi karena

kelas eksperimen menggunakan teknik mnemonik tipe akrostik, sedangkan pada kelas kontrol menggunakan teknik konvensional tanpa akrostik. Hasil belajar yang berbeda pada kedua kelas diketahui dari posttest berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada Kurikulum 2013 adalah 80. Adapun jumlah dan persentase ketuntasan siswa pada kedua kelas yang menunjukkan tingkat daya ingat dapat diketahui melalui tabel berikut.

Tabel 3 Jumlah dan Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Materi Afiksasi Bahasa Indonesia Kelas

Tuntas Berdasarkan KKM Jumlah Siswa Persentase

Eksperimen (diajar dengan menggunakan teknik mnemonik tipe akrostik) Kontrol (diajar dengan menggunakan teknik konvensional)

Tabel 3 tersebut mendeskripsikan bahwa kelas eksperimen memiliki jumlah siswa dan persentase ketuntasan yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Kelas eksperimen memiliki jumlah siswa yang tuntas sebanyak 23 dengan persentase ketuntasan 69,69%, sedangkan pada kelas kontrol memiliki jumlah siswa yang tuntas sebanyak 9 dengan persentase ketuntasan 27,27%. Berdasarkan

23

69,69%

9

27,27%

data tersebut dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen secara kuantitas lebih banyak yang mencapai bahkan melebihi nilai KKM daripada kelas kontrol. Dilihat dari persentase per butir soal yang dikerjakan pada saat posttest, kelas eksperimen juga lebih unggul dibandingkan kelas kontrol. Adapun persentase ketuntasan per butir soal pada kedua kelas dapat dilihat pada grafik berikut.

Presentase Ketuntasan Siswa

100 80 60

Kontrol

40

Eksperimen

20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Nomor Soal Posttest

Grafik 2 Ketuntasan Siswa Per Butir Soal Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

7

dan ber- dapat dibuat menjadi “[se][men]tara [pen]dekar [di][ter]kam [ber]uang” yang setiap suku awal katanya menunjukkan contoh prefiks. 3) Afiks -em-, -el-,-in-, dan -er- dapat dibuat menjadi “[em]ak [el][in] [er]or” yang setiap suku awal maupun seluruh bagian katanya menunjukkan contoh infiks. 4) Afiks -nya, -an,-i, dan -kan dapat dibuat menjadi “[nya]te [an]ak [i][kan]” yang setiap suku awal maupun seluruh bagian katanya menunjukkan contoh sufiks. 5) Afiks se-nya, per-an, peN-an, ke-an, dan ber-an dapat dibuat menjadi “[se]perti[nya] [pe][ran] [pen][an]tian [ke]n[an] [ber][an]takan” yang suku katanya menunjukkan contoh konfiks. 6) Afiks ng-, ny- dan n- dapat dibuat menjadi “[n]a[ng]ka[ny]a” yang dalam katanya terdapat contoh simulfiks. Pembuatan akrostik oleh peneliti berlandaskan tiga faktor yang memengaruhi daya ingat, yakni asosiasi, kebermaknaan dan emosi yang saling berkaitan satu sama lain. Sesuai dengan pendapat (Atkinson dalam Melton, 2005:167), sebelum suatu informasi dapat disimpan dan dikeluarkan, maka perlu adanya penyandian (encoding). Penyandian merupakan proses penerjemahan informasi berupa kode-kode dengan bantuan gambaran mental. Fase penyandian, peneliti mulai dengan menanyakan kepada beberapa siswa untuk menyebutkan jenis afiksasi secara lengkap. Beberapa siswa yang ditanya tidak ada jawaban yang lengkap dan cenderung banyak yang salah padahal materi tentang afiksasi sudah pernah dipelajari. Kemudian peneliti lanjutkan dengan menyampaikan materi menggunakan media yang telah dibuat. Setelah siswa melihat slide yang terdapat akrostik di dalamnya, kebanyakan dari siswa tertawa. Respon tersebut terjadi karena akrostik yang dibuat sangat dekat dengan kehidupan, relevan, memiliki hubungan asosiasi yang jelas. Peneliti selanjutnya memberikan pemaparan cara penggunaan akrostik yang telah dibuat. Caranya adalah setiap jenis afiks hanya perlu dipisahkan dari setiap kata yang terdapat dalam akrostik. Kemudian setiap penjelasan jenis afiksasi, peneliti memberikan contoh kata dan kalimat

Grafik 2 menunjukkan peningkatan daya ingat yang didapatkan dari hasil analisis posttest, kelas eksperimen lebih meningkat pesat dibandingkan kelas kontrol pada materi afiksasi bahasa Indonesia. Hal tersebut terjadi karena kelas eksperimen belajar menggunakan teknik mnemonik tipe akrostik. Teknik mnemonik tipe akrostik dalam pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia pada kelas eksperimen diterapkan sebanyak empat tahap yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam meningkatkan daya ingat. Tahap pertama penerapan teknik mnemonik oleh Joyce (2009) attending to the material and use techniques of underlining, listing and reflecting. Artinya materi yang telah disiapkan, dibuat daftar akrostik yang akan dihafalkan oleh siswa. Hal yang terpenting dalam tahap persiapan adalah pemusatan perhatian siswa. Peneliti menyiapkan dan menampilkan media pembelajaran audio-visual berupa video tentang kehebatan seorang pesulap yang menghafal deretan angka secara tepat dan akurat. Selanjutnya, peneliti mulai mengaitkan antara video yang telah disimak oleh siswa dengan materi pembelajaran mengenai afiksasi bahasa Indonesia. Hal tersebut peneliti lakukan untuk memengaruhi proses mengingat siswa yakni relevansi. Perhatian yang telah didapatkan, relevansi atau keterkaitan materi, dan kepercayaan emosional yang telah dibangun merupakan faktor penting yang memengaruhi proses mengingat. Tahap kedua yang dikemukakan oleh Joyce (2009) yakni developing connections, make material familiar and develop connection yang berarti membuat asosiasi, membangun hubungan koneksi antarmateri. Adapun akrostik yang dibuat peneliti yang diterapkan oleh siswa dalam pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia adalah sebagai berikut. 1) Prefiks, infiks, sufiks, konfiks dan simulfiks dibuat menjadi “[pre]man [in]dia [su]ka [kon]de [si]mon” yang setiap suku awal katanya merujuk pada jenis-jenis afiksasi. 2) Afiks se-, meN-, peN-, di-, ter-,

8

agar penggunaan afiks tepat digunakan serta tidak terjadi kekeliruan pada fase penyandian (encoding). Tahap ketiga penerapan teknik mnemonik yang dikemukakan oleh Joyce (2009) yakni ekspanding sensori image yang berarti mempertajam daya ingat. Mempertajam daya ingat yakni dengan melakukan latihan berupa pengulanganpengulangan dalam menghafal karena penentuan disimpannya informasi akrostik mengenai materi afiksasi ke memori jangka pendek atau jangka panjang terjadi pada tahap pelatihan. Proses latihan mengingat berlangsung selama 30 menit dengan cara siswa visualisasi dan mengulang terus menerus informasi sampai waktu selesai agar hafal. 10 menit pertama proses visualisasi dengan melihat buku catatan masing-masing dan pengulangan informasi terus dilakukan siswa. Peneliti mengawasi siswa yang secara mandiri untuk terus menghafalkan secara berulang-ulang. Tahap keempat Joyce (2009) yakni practice recalling the material until it is completely yang berarti berlatih memanggil kembali infomasi hingga tuntas. Peneliti pada tahap ini menggunakan waktu 20 menit untuk siswa bersama teman sebangkunya akan menyebutkan jenis dan contoh afiksasi. Dua orang sebangku pada kelompok eksperimen berdiri untuk saling melengkapi saat memverbalkan secara lisan jenis afiksasi dan contoh afiks yang telah dihafalkan. Kedua siswa yang menghafal kemudian menyebutkan afiksasi berdasarkan akrostik yang telah dibuat. Kemudian setelah selesai bergiliran dengan pasangan sebangku lainnya. Hasilnya hafalan dapat disebutkan secara sistematis dan ketika ada satu orang yang sedikit terhambat, teman sebangkunya dapat menambahkan lalu kemudian dapat dilanjutkan kembali. Walaupun tidak semuanya terlalu lancar, tetapi hafalan tuntas dan mampu disebutkan secara sistematis. Kelas kontrol tidak menggunakan bantuan teknik mnemonik tipe akrostik dalam pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia. Kelas kontrol mengalami lebih banyak hambatan. Prosesnya, ada beberapa contoh afiks yang

masih terlupakan. Hal tersebut terjadi karena siswa menghafal butir afiks secara acak dan tidak sistematis seperti akrostik. Siswa yang hafalannya terhambat cenderung berhenti, membutuhkan waktu yang lebih lama, memejamkan mata, mencari ide melihat ke atas, mengetuk-ngetuk kepala dan sebagainya pertanda berusaha keras mengingat. Hasil perhitungan effect size menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan teknik mnemonik tipe akrostik berkriteria tinggi. Dikatakan dalam kriteria tinggi karena hasil perhitungan ES = 1,17 yang berarti 1,17 > 0,8. Keefektivitasan teknik mnemonik tipe akrostik yang telah dihitung tersebut dapat disimpulkan bahwa kriteria tinggi karena hasil perhitungan ES = 1,17 yang berarti 1,17 > 0,8 diperoleh dari pengaruh akrostik yang dibuat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penggunaan teknik mnemonik tipe akrostik memberikan pengaruh yang besar terhadap tingkat daya ingat siswa pada pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia kelas X IPS SMA Negeri 3 Pontianak. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pelaksanaan pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia pada siswa kelas X IPS SMA Negeri 3 Pontianak tahun ajaran 2016/2017 dilakukan pada dua kelas, yakni pada kelas X IPS 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas X IPS 3 sebagai kelas kontrol. Adapun hasil peningkatan daya ingat tersebut yakni nilai rata-rata pretest siswa kelompok kontrol adalah 48,12 dan nilai rata-rata posttest adalah 64,96. Sedangkan nilai ratarata pretest siswa kelas eksperimen adalah 47,39 dan nilai rata-rata posttest adalah 84,12. Kemudian nilai efektivitas teknik mnemonik tipe akrostik adalah Effect Size = 1,17 yang digolongkan berkriteria tinggi karena 1,17 lebih besar dari 0,8. Berdasarkan hitunganhitungan yang telah didapatkan nilainya tersebut, maka kelas eksperimen yang menggunakan teknik mnemonik tipe akrostik lebih baik daya ingatnya dibandikan kelas kontrol. Kelas eksperimen dapat mempertahankan informasi lebih lama melalui latihan dan pengulangan-pengulangan yang

9

dilakukan. Artinya siswa pada kelas eksperimen dapat menyimpan informasi dari memori jangka pendek bergeser ke memori jangka panjang. Oleh karena itu, teknik mnemonik tipe akrostik layak digunakan dalam pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia.

cakupan materi pembelajaran yang lebih luas dan mampu menggunakannya sesuai dengan kebutuhan siswa-siswa. 6) Pembaca yang sering mengalami kelupaan dapat menggunakan teknik mnemonik tipe akrostik sebagai alat bantu alternatif mengingat suatu informasi.

Saran Saran yang dapat diberikan oleh peneliti untuk perbaikan di waktu mendatang adalah sebagai berikut. 1) Guru yang mengajar bidang studi Bahasa Indonesia dapat menjadikan teknik mnemonik tipe akrostik sebagai acuan dalam pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia agar siswa dapat lebih mudah mengingat dan menghafal. 2) Guru lebih kreatif dalam membuat teknik mnemonik tipe akrostik, tidak hanya dalam pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia, tetapi juga dalam materi pembelajaran lainnya. 3) Siswa dapat menjadikan teknik mnemonik tipe akrostik sebagai acuan dalam pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia agar hasil belajar lebih meningkat dan memuaskan. 4) Melihat kekurangan dan kelebihan dari penggunaan teknik mnemonik tipe akrostik dalam pembelajaran, guru perlu memperhatikan cara penerapan teknik mnemonik tipe akrostik tersebut yang disesuaikan dengan relevansi kehidupan dan memerhatikan prinsip-prinsip akrostik. 5) Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penggunaan teknik mnemonik tipe akrostik ke

DAFTAR RUJUKAN Arifuddin. 2010. Neuropsikolinguistik. Jakarta: Rajawali Pers. Asmarani, Kartika. 2013. Efektifitas Metode Mnemonik dalam Meningkatkan Daya Ingat Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Satu Atap Sluke pada Mata Pelajaran Sejarah Tahun Pelajaran 2012/2013. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Atkinson, Rites L dkk. 2009. Pengantar Psikologi Edisi Kesebelas, Jilid Satu. Batam: Interaksara. Buzan, Tony. 2002. Use Your Perfect Memory: Teknik Optimalisasi Daya Ingat. Yogyakarta: Ikon Terelitera. Joyce, B. 1996. Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suryabrata, Sumadi. 1993. Pembimbing ke Psikodiagnostik. Yogyakarta: Rake Sarasin. Wojowasito S dan Wasito Tito. 1980. Kumus Lengkap Inggris –Indonesia Indonesia Inggris dengan Ejaan yang Disempunakan. Bandung: Nasta.

10