EKSTRAK BIJI KOPI SEBAGAI ATRAKTAN IMAGO

Download sebagai atraktan imago penggerek buah kakao dengan berbagai tingkat konsentrasi. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit...

2 downloads 223 Views 473KB Size
EKSTRAK BIJI KOPI SEBAGAI ATRAKTAN IMAGO PENGGEREK BUAH KAKAO (Conopomorpha cramerella Snellen) EXTRACT OF COFFEE BEANS AS AN ATRRACTANT FOR COCOA POD BORER (Conopomorpha cramerella Snellen)

Amanda P. Firmansyah 1), Sylvia Sjam2) dan Vien Sartika Dewi2) 1)

2)

Pascasarjana Program Studi Sistem-Sistem Pertanian Universitas Hasanuddin, Kampus Unhas Tamalanrea. Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10.90245 Makassar Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Kampus Unhas Tamalanrea. Jl.Perintis Kemerdekaan KM.10.90245 Makassar

ABSTRACT The study aims to investigate the capability of coffee bean extract with variuos concentrations as an attractant to adult cocoa pod borer. The study was carried out in the laboratory of the deparment of pest and plant disease, Hasanuddin University and Maccubbu village. Robusta coffee beans and cocoa fruit skin type BAL 209 were soaked in methanol. The marinade was then evaporated with rotavapour to obtain a crude extract. The concentrations used for the coffee extract bean were 3%, 5%, 7%, and the control one while the concentration of 5% of the fruit skin extract of cocoa is used as a comparison. The experiment indicates taht the adult cocoa pod borer is more intersted in the 7% coffe bean extract with a value of interest of 86,48% and percentage of trapped borer is 31%. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan ekstrak biji kopi sebagai atraktan imago penggerek buah kakao dengan berbagai tingkat konsentrasi. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Universitas Hasanuddin dan desa Maccubbu. Biji kopi robusta dan kulit buah kakao jenis BAL 209 direndam dengan metanol. Rendaman tersebut kemudian diuapkan dengan rotavapour untuk mendapatkan ekstrak kasarnya. Konsentrasi yang digunakan untuk ekstrak kopi adalah 3%, 5%, 7%, dan satu kontrol sedangkan konsentrasi 5% ekstrak kulit buah kakao sebagai pembanding. Percobaan menunjukkan imago

penggerek buah kakao dewasa lebih tertarik pada ekstrak biji kopi 7% dengan nilai bunga 86,48% dan persentase penggerek terjebak adalah 31%.

PENDAHULUAN Penggerek buah kakao atau PBK (Conopomopha cramerella Snellen) merupakan hama utama kakao yang menimbulkan masalah serius di Indonesia, karena telah menyerang hampir seluruh areal pertanaman kakao dan sangat merugikan petani. Kehilangan hasil akibat serangan PBK dapat mencapai 64,90 – 82,20% (Wardojo, 1980). PBK menyerang saat fase larva. Larva yang baru menetas menggerek buah muda, memakan daging buah dan saluran makanan yang menuju ke biji. Setelah buah masak, barulah nampak gejala serangan PBK. Ini terlihat dari warna kulit buah menjadi pudar dan timbul belang berwarna jingga. Bila buah diguncang tidak menimbulkan bunyi, bila dibelah warna daging buah hitam, bijinya melekat satu sama lain, berwarna hitam, keriput dan ringan, serta mutunya rendah. Fenomena serangga seperti ini memberikan kendala dalam usaha pengendaliannya, terutama untuk pengendalian pada fase larva yang terdapat di dalam buah sehingga salah satu alternatif pengendalian diarahkan pada serangga dewasa atau fase imago. Pengendalian hama PBK dengan menggunakan insektisida sintetik yang hanya bisa diaplikasikan pada daun dan buah sehingga cara ini dinilai kurang berhasil. Salah satu cara pengendalian imago PBK pada saat ini adalah dengan penggunaan perangkap feromon seks sintetik yang sudah dikembangkan oleh beberapa perusahaan. Contoh feromon seks berupa “CPB-Lure” diekstrak dari imago betina

untuk menarik imago jantan.

Perangkap dipasang setinggi 0,5 m di atas tajuk tanaman kakao. Tidak lama setelah pemasangan perangkap, imago jantan PBK akan tertarik untuk datang sehingga terperangkap dan mati (Wahyudi, 2011). Karena feromon ini hanya menarik serangga jantan, kemungkinan besar tidak

memberi pengaruh signifikan terhadap intensitas serangan PBK, sehingga meskipun terbukti dapat menangkap hama PBK dalam jumlah besar tetapi efektifitasnya untuk menurunkan tingkat serangan dan kerusakan hama PBK di lapang perlu dikaji lebih lanjut (Priyono 2009). Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak bahan alami tanaman juga bisa digunakan sebagai penarik dalam memerangkap PBK. Beberapa

hasil penelitian ekstrak kulit buah kakao baik lapisan

eksokarp dan mesokarp dapat menarik serangga PBK (Nurjannah, 2008) dan campuran antara ekstrak kulit buah kakao baik lapisan eksokarp dan mesokarp menyebabkan peningkatan ketertarikan PBK (Sylvia, Sulaeha dan Citra, 2010). Ketertarikan PBK

pada ekstrak kulit buah kakao

disebabkan oleh suatu senyawa kimia. Menurut Harborne at al. (1967) pada buah dan biji kakao terdapat senyawa chlorogenic acid

(asam

klorogenat) yang merupakan senyawa metabolit sekunder yang dapat merangsang serangga untuk meletakkan telur. Asam klorogenat pertama kali diperoleh dalam bentuk kristal melalui proses kondensasi kafein dan quinic oleh Gorter (1909) yang berasal dari biji kopi muda. Senyawa ini selain bersifat antibakteri, antitumor, dan antioksidan juga bersifat sebagai stimulan serangga untuk meletakkan telur (Jeffrey, et al.,1999). Kopi memiliki kandungan asam klorogenat

tertinggi di antara

spesies tanaman, 6-7% dalam Arabika dan sampai 10% dalam Robusta. Kandungan asam klorogenat pada kopi diduga dapat menarik serangga dewasa PBK. Pembuktian akan hal tersebut telah dilakukan, diantaranya penelitian Rya (2010), yang mendapatkan hasil bahwa ketertarikan serangga dewasa PBK yang terdapat pada perlakuan ekstrak daun kopi dengan konsentrasi 5% lebih tinggi dalam menarik PBK dibanding konsentrasi 2,5% dan 7,5%. Dalam hal pemanfaatan buah kakao yang berumur 3-4 bulan untuk proses ekstraksi dinilai kurang efektif karena petani memerlukan pembesaran buah untuk diambil bijinya sebagai hasil produksi. Diperlukan analog atau bahan pengganti dalam menghasilkan ekstrak yang mampu

menarik dan memerangkap imago PBK selain kulit buah kakao. Biji kopi memiliki kandungan senyawa kimia yang sama dengan kulit buah kakao. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian ekstrak biji kopi dengan berbagai tingkat konsentrasi untuk mengetahui kemampuan menarik imago PBK dibandingkan dengan ekstrak kulit buah kakao.

BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di dua tempat yakni, Laboraturium Hama Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dan di Desa Maccobbu Pinrang yang berlangsung dari Juli hingga Desember 2012. Persiapan Buah kopi dari jenis robusta yang berasal dari Kabupaten Polewali ditumbuk dan dipisahkan antara kulit buah dan bijinya. Biji kemudian ditimbang sebanyak 500 g lalu ditumbuk kembali dengan menggunakan mortal, dan kemudian

ditempatkan ke dalam toples kaca. Biji lalu

direndam dengan methanol teknis sebanyak 1 lt selama 3 hari. Setelah 3 hari, ekstrak lalu disaring dan dipindahkank ke wadah lain. Perendaman seperti ini dilakukan sebanyak 3 kali, sehingga akan diperoleh 3 lt ekstrak kulit buah kopi yang siap diolah. Buah kakao jenis BAL 209 yang berumur 3-4 bulan dikupas dengan menggunakan pisau kemudian bagian mesokarp dan endokarp diambil lalu disatukan. Kulit buah tersebut lalu dikering anginkan selama 2 hari. Setelah itu kulit buah kakao ditimbang sebanyak 1 kg kemudian kulit buah

tersebut dirajang halus dan

dimasukkan ke dalam toples. Setelah itu, kulit buah kemudian direndam dengan methanol teknis sebanyak 3 lt. Perendaman dilakukan selama 3 hari. Perendaman seperti ini dilakukan sebanyak 3 kali, sehingga akan diperoleh 9 lt ekstrak kulit buah kakao yang siap diolah. Ekstrak biji kopi dan kulit buah kakao kemudian diuapkan dengan menggunakan alat rotavapor, tujuannya adalah untuk memisahkan ekstrak dari pelarut methanolnya. Rotavapor akan menguapkan methanol

sehingga terbentuk ekstrak yang cukup kental. Ekstrak dimasukkan ke dalam refrigator untuk dipergunakan dalam pengujian selanjutnya. Seluruh kegiatan ekstraksi bahan tanaman dilakukan di Laboraturium Hama Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Pupa diambil dari kulit buah kakao yang ditutup selama

5 hari

dengan menggunakan daun kakao. Setelah 5 hari daun serta kulit buah kakao diperiksa dengan seksama. Pupa biasanya terbentuk dipermukaan atas atau bawah daun atau disela-sela alur kulit buah kakao. Pupa yang diperoleh disimpan di dalam wadah. Pemeliharaan pupa dilakukan di Laboratorium Hama Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman. Pupa disimpan dalam wadah plastik yang bagian atasnya dilapisi kain kasa, pada bagian bawah wadah plastik dioleskan kapur anti serangga untuk mencegah datangnya semut.

Pemeliharaan dilakukan hingga pupa

berubah menjadi imago, dan siap digunakan dalam proses pengujian. Pelaksanaan Percobaan untuk skala laboraturium terdiri dari 3 jenis konsentrasi ekstrak biji kopi yakni 3% , 5%, 7 % serta 1 kontrol, sehingga terdiri dari 4 perlakuan, dimana tiap perlakuan dilakukan sebanyak 6 ulangan, dengan jumlah serangga uji sebanyak 30 ekor dari tiap ulangan. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan toples plastik berbentuk silinder. Disekeliling toples dibuat 4 lubang dengan diameter 2,5 cm dengan jarak masing-masing lubang 5 cm. Pada lubang kemudian dipasang tabung plastic kecil mengarah keluar. Dibagian dasar tabung dibuat lubang sebagai tempat sirkulasi udara. Lubang tersebut dilapisi kain kasa agar serangga tidak keluar. Setelah toples pengujian tersebut disiapkan, pupa yang telah berubah menjadi imago dimasukkan sebanyak 30 ekor. Pada penutup toples dipasangi kawat yang menghadap ke dalam untuk meletakkan kapas berisi madu sebagai makanan bagi imago PBK. Selanjutnya kapas dipotong dengan ukuran 2 x 2 cm. Pada kapas diteteskan sebanyak 0,5 ml

ekstrak kopi dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 7%. Kapas kemudian diletakkan di tengah-tengah lembar perekat berukuran 1 x 3 cm. Lembar perekat beserta kapas dimasukkan ke dalam 4 tabung yang berada toples pelastik.

Masing-masing

tabung

diberi

kode

berdasarkan

tingkat

konsentrasinya. Setelah itu toples ditutup kain hitam agar tidak ada intervensi lain pada pengamatan selain pengaruh ekstrak itu sendiri. Parameter pengamatan adalah konsentrasi berapa yang paling berpengaruh dalam menarik dan memerangkap imago PBK. Setelah pengujian tahap awal selesai, masuk kepada tahap pengujian selanjutnya dimana konsentrasi yang paling baik pada pengujian sebelumnya digunakan kembali, yakni ekstrak biji kopi dengan konsentrasi 5% dan 7%, dengan tambahan perlakuan berupa ekstrak kulit buah kakao yakni 5% sebagai pembanding. Penggunaan ekstrak kulit kakao

berdasarkan

penelitian Waniada (2010)

yang

menyatakan

ketertarikan imago PBK tinggi pada konsentrasi 5%, dengan nilai ketertarikan 64%. Percobaan disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Percobaan terdiri dari 3 jenis konsentrasi 5% biji kopi , 5% kulit kakao, 7% biji kopi serta 1 kontrol, sehingga terdiri dari 4 perlakuan, dimana tiap perlakuan dilakukan sebanyak 4 ulangan, dengan jumlah serangga uji sebanyak 30. Setelah itu toples ditutup kain hitam agar tidak ada intervensi lain pada pengamatan selain pengaruh ekstrak itu sendiri. Setelah melewati uji in vitro, konsentrasi yang paling banyak

menarik imago PBK dari dua percobaan sebelumnya digunakan kembali untuk

percobaan

skala

lapang.

Percobaan

dilakukan

dengan

menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), terdiri dari 5 perlakuan dimana setiap perlakuan dilakukan sebanyak 5 ulangan. 

A1

:

Ekstrak Biji Kopi 5%



A2

: Ekstrak Biji Kopi 7%



A3

: Ekstrak Biji Kopi 5 % + Ekstrak Kulit kakao 2,5 %



A4

: Ekstrak Kulit Kakao 5 % (KK)



A5

: Perekat (Kontrol)

Setiap ekstrak akan dipasang dengan menggunakan perangkap segitiga. Perangkap akan dipasang 0,5 m di atas kanopi tanaman kakao. Perangkap dipasangi kawat sepanjang 10 cm lalu dikaitkan ke ranting atau percabangan pohon. Perangkap dipasang pada tiap 3 pohon dengan jarak yang diberikan antara perlakuan yakni 100 m. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah banyaknya serangga dewasa PBK yang tertarik pada perlakuan yang diujikan. Tingkat ketertarikan serangga dewasa PBK terhadap ekstrak biji kopi, dihitung berdasarkan persamaan menurut dari Sighomang et al (1984).

Persentase Ketertarikan =

(N–A) N

100%

Keterangan : N

: Banyaknya serangga dewasa yang terdapat pada perlakuan

A

: Banyaknya serangga dewasa pada control

Klasifikasi Ketertarikan : Kelas 0

: Attraktan negatif

Kelas 1

: 0 – 20% (Kurang atau rendah)

Kelas 2

: 21,1% - 40% (Sedang)

Kelas 3

: 40,1% - 60% (Cukup)

Kelas 4

: 61,1% - 80% (Tinggi)

Kelas 5

: 80,1 – 100% (Sangat tinggi) HASIL DAN PEMBAHASAN

1.

Ketertarikan Imago PBK Dalam Berbagai Konsentrasi Pada Ekstrak Biji Kopi Hasil percobaan ketertarikan pada berbagai tingkat konsentrasi

menunjukkan bahwa ekstrak biji kopi dapat bersifat atraktan terhadap

imago PBK. Pengujian berbagai konsentrasi memperlihatkan bahwa pada konsentrasi 7% dan 5% lebih banyak menarik dan memerangkap

Rata-rata Imago PBK yang Terperangkap

serangga dewasa PBK dibandingkan dengan konsentrasi 3 % dan kontrol. 30.0

25.0a

25.0 17.2ab

20.0 12.2bc

15.0 10.0

6.1c

5.0 0.0 KONTROL

3%

5%

7%

Konsentrasi Perlakuan (%) Gambar 1.

Persentase Rata-rata Imago PBK yang Terperangkap pada Pengujian Ekstrak Biji Kopi pada Beberapa Tingkat Konsentrasi Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT=0,05

Pada gambar 4 memperlihatkan bahwa jumlah serangga dewasa yang terperangkap tertinggi pada konsentrasi 7% dengan nilai persentase rata-rata 25,0%, diikuti dengan konsentrasi 5 % dengan persentase ratarata 17,2%, kemudian konsentrasi 3 % dengan persentase rata-rata 12,2%, dan jumlah terendah kontrol sebesar 6,1%. Hasil analisis uji BNT perlakuan 7 % berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5 %, begitu pula perlakuan 5 % tidak berbeda nyata dengan perlakuan 3 %, dan perlakuan 3 % tidak berbeda nyata terhadap kontrol. Tabel 2. Persentase dan kelas ketertarikan terperangkap pada pengujian ekstrak biji kopi

imago PBK yang

Kelas Ketertarikan Perlakuan

3 % KP

Persentase Ketertarikan (%)

Tingkat

Kriteria

50,13

Kelas 3

Cukup

5% KP

64,60

Kelas 4

Tinggi

7% KP

75,6

Kelas 5

Sangat tinggi

Banyaknya imago PBK yang terdapat pada konsentrasi 7 % menyebabkan tingkat preferensi serangga dewasa PBK pada perlakuan ini adalah yang tertinggi, yaitu sebesar 75,6 %, sedangkan pada ekstrak dengan konsentrasi 5 % adalah 64,60 %, dan pada ekstrak dengan konsentrasi 3 % dengan persentase ketertarikan sebesar 50,13 %. Di dalam biji kopi terkandung beberapa senyawa kimia antara lain, kafein, trigoneline, protein, karbohidrat, asam alifatik, asam klorogenat, lemak, glikosida, mineral, dan komponen volatile (Sri dan Yusianto 2005). Dari beberapa kandungan kimia tersebut, asam klorogenat bertindak sebagai senyawa atraktan terhadap imago PBK. Hal ini sesuai Renwick dan Chew (1994) bahwa asam klorogenat selain bertindak sebagai antioksidan pada manusia, juga bersifat menarik serangga. 2.

Ketertarikan Imago PBK Pada Ekstrak Biji Kopi Dan Kulit Buah Kakao Hasil percobaan ketertarikan menunjukkan bahwa ekstrak biji kopi

dengan konsentrasi 7% masih lebih bersifat atraktan terhadap imago PBK. Sedangkan ekstrak kulit buah kakao dengan konsentrasi 5% memiliki nilai persentase yang lebih tinggi dibanding dengan ekstrak biji kopi konsentrasi 5%. Hal ini terlihat pada diagram di bawah ini.

Rata-rata Imago PBK yang Terperangkap

35

31a

30 25 19b

20

15bc 15 10 5

4d

0 KONTROL

5% kulit kakao

5% biji kopi

7% biji kopi

Konsentrasi Perlakuan (%) Gambar 2.

Persentase Rata-rata Imago PBK yang Terperangkap pada Pengujian Ekstrak Biji Kopi (KP) dan Ekstrak Kulit Buah Kakao (KK) pada Beberapa Tingkat Konsentrasi Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT=0,05

Pada gambar 5 memperlihatkan bahwa jumlah imago PBK yang terperangkap pada konsentrasi 7% biji kopi memiliki nilai persentase tertinggi sebesar 31%, kemudian diikuti oleh konsentrasi 5% kulit kakao sebesar 19%, konsentrasi 5% biji kopi sebesar 15%, dan kontrol sebesar 4% . Hasil analisis uji BNT perlakuan ekstrak biji kopi konsentrasi 7% berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, ekstrak biji kopi 5 % dan ekstrak kulit kakao 5 %. Tabel 3. Persentase dan kelas ketertarikan imago PBK yang terperangkap pada pengujian ekstrak biji kopi dan kulit buah kakao Kelas Ketertarikan Persentase Ketertarikan (%)

Tingkat

Kriteria

5% KK

78,26

Kelas 4

Tinggi

5% KP

72,22

Kelas 4

Tinggi

Perlakuan

7% KP

86,48

Kelas 5

Sangat tinggi

Banyaknya imago PBK yang terdapat pada ekstrak biji kopi konsentrasi 7 % menyebabkan tingkat preferensi serangga dewasa PBK pada perlakuan ini adalah yang tertinggi sebesar 86,48%, sedangkan pada ekstrak kulit buah kakao dengan konsentrasi 5 % adalah 78,26 %, , dan pada ekstrak biji kopi konsentrasi 5 % dengan persentase ketertarikan sebesar 72,22%. 3. Uji Lapangan Hasil uji lapangan berupa pemasangan perangkap dengan menggunakan ekstrak biji kopi dan ekstrak kulit buah kakao pada berbagai konsentrasi menunjukkan bahwa ekstrak biji kopi dengan konsentrasi 7% masih lebih besifat

atraktan terhadap imago

PBK jika dibandingkan

dengan ekstrak biji kopi konsentrasi 5%, ekstrak kulit buah kakao konsentrasi 5%, maupun campuran antara ekstrak biji kopi 5% dan 2,5 %

Rata-rata Imago PBK yang Terperangkap

ekstrak kulit buah kakao. Hal ini terlihat pada diagram di bawah ini. 1.4

1.2

1.2 1 0.8

0.6

0.6 0.4 0.2 0

0.2

0.2

5% KK

5% KP + 2.5% KK

0 KONTROL

5% KP

7% KP

Konsentrasi Perlakuan Gambar 3.

Rata-rata Imago PBK yang Terperangkap pada Pengujian Skala Lapang Dengan Menggunakan Ekstrak Biji Kopi (KP) dan Ekstrak Kulit Buah Kakao (KK) pada Beberapa Tingkat Konsentrasi

Pada uji lapang, tingkat imago yang terperangkap pada ekstrak kopi (KP) memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak

kulit kakao (KK), yakni pada konsentrasi 7 % (KP) sebesar 1,2 ekor, 5 % (KP) 0,6 ekor, 5 % (KK) 0,2 ekor, campuran antara 5 % (KP) + 2,5 % (KK) sebesar 0,2 ekor, dan kontrol 0 ekor. Ekstrak biji kopi memiliki kepekatan warna lebih dari ekstrak kulit buah kakao, begitu pula dengan kekentalan ekstrak itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh asam klorogenat pada biji kopi sangat tinggi dan dapat mencapai 12 persen berdasarkan bobot (Salisbury 1995). Kepekatan dalam ekstrak biji kopi disebabkan oksidasi asam klorogenat yang diikuti oleh polimerisasi (gabungan dari monomermonomer) menyebabkan pembentukan quinon yang menyebabkan perubahan warna cokelat yang pekat. Namun sedikitnya jumlah imago yang tertarik masih dipengaruhi beberapa faktor, antara lain kondisi lingkungan dan bahan perekat yang digunakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Morallo-Rejesus (1986) dalam Ramlah (2004) bahwa senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman atau yang berasal dari tanaman akan mudah mengalami penguraian.

KESIMPULAN Kesimpulan Ekstrak biji kopi mampu menarik imago PBK dibandingankan dengan ekstrak kulit buah kakao, hal ini terlihat dari persentase imago PBK yang terperangkap serta persentase preferensinya pada pengujian skala in vitro dan uji lapangan.

DAFTAR PUSTAKA AAK, 2008. Budidaya Tanaman Kopi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Anonim, 2011. Asam Klorogenat. (online) (http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_klorogenat diakses tanggal 10 Agustus 2011) Anonim, 2011. Pro-oxidant (online) ( http://en.wikipedia.org/wiki/Prooxidant, diakses tanggal 3 Nopember 2011)

Anonim, 2011. Asam Klorogenat (http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_klorogenat diakses 2011)

1

(online) Agustus

Araque, Pedronel, Herley Casanova, Carlos Ortiz, Beatriz Henao, dan Carlos Pelaez. 2007. Insecticidal Activity of Caffeine Aqueos Solutions and Caffeine Oleate Emulsions against Drosophila melanogaster and Hypothenemus hampei. J. Agric. Food Chem., 2007, 55 (17), pp 6918-6922. Dewi, V.S. 2007. Mekanisme Resistensi Tanaman Kakao Terhadap Penggerek Buah Kakao (PBK) (Conopomorpha cramerella Snellen). Program Pascasarja Universitas Hasanuddin Griffiths, L.A. 1958. Phenolic Acids and Flavanoids of Theobroma cacao. Separation and Identification By Paper Chromatography. Biochem. Jour. 70 : 120-125 Harborne, J.B., Herbert Baxter and Gerard P. Moss., 1970. Phytochemical Dictionary “ A Hand book of Bioactive Coumpounds from Plants “ second Edition. Taylor and Francis, Ltd. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Moderen Menganalisis Tumbuhan. Terbitan kedua. Penerbit ITB, Bandung. Harinder P. S. Makkar, P. Siddhuraju and Klaus Becker, Plant Secondary Metabolites , Methods in Molecular Biology, 2007, Volume 393, 89-91, DOI: 10.1007/978-1-59745-425-4_15 Hatanaka, T., Y.E. Choi, T. Kusano & H. Sano (1999). Transgenic plants of coffee (Coffea canephora) from embryogenic callus via Agrobacterium tumefaciens-mediated transformationPlant Cell Rep.,19, 106-110. Hulme, A.C. 1952. The Isolation of Chlorogenic Acid from the Apple Fruit. Ditton Laboratory, Department of Scientific and Industrial Research, East Malling, Maidatone, Kent. Biochem 1953 Vol : 53. Isyana, B., O. Ivanova. 2011. Carrot’s Resistant To Carrot Fly and Carrot Weevil, and Ways to Increase It (In Russian). Plant Protection Research Institute (St. Petersburg) Jalil, A. Maleyki, Amin Ismail, 2008. Polyphenols in Cocoa and Cocoa Products : Is There a Link between Antioxidant Properties and Health?. ISSN 1420-3049. (Molecules 2008, 13, 2190-2219; DOI: 10.3390/molecules 13092190) James DG, 2007. Futher Field Evaluation of Synthetic Herbivora-Induced Plan Volatiles As Attractants For Benificial Insect. J. Of Chemical Ecology Vol. 31 (2) : 481-495. Lattanzio, Vincenzo, Veronica M.T. Lattanzio & Angela Cardinali. 2006. Role of Phenolic in The Resistance Mechanisms of Plants Against Fungal Pathogens and insect. ISBN: 81-308-0034-9. Editor : Filippo Imperato (Research Signpost 37/661 (2), Fort

P.O., Trivandrum-695 023, Kerala, India) Lim, G.T. and K.Y. Pan., 1986. Observation on the sexual activity and egg production of cacao podborer Conopomorpha cramerella (Snellen) in the Laboratory. Annual Research Report, Departement of Agriculture, Kota Kinibalu, Sabah. Mustafa, Burhanuddin. 2005. Kajian Penyarungan Buah Muda Kakao Sebagi Suatu Metode Pengendalian Penggerek Buah Kakao (PBK) Conopomorpha cramerella Snellen (Lepidoptera : Gracillariidae). Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan. ISBN : 979-95025-6-7 Oka, I.N,. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya Di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Cetakan I. Renwick, J.A.A & F.S. Chew. 1994. OVIPOSITION BEHAVIOR IN LEPIDOPTERA. Annu. Rev. Entornot. 1994. 39:377-400 Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Terjemahan Kokasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB Bandung. Rudkin, G. 0. & Nelson, J. M. (1947). J. Amer. Chemical. Soc.69, 1470. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 2. penerjemah: Lukman DR, Sumaryono. Bandung:Penerbit ITB. Hal:145-147. ISBN 979-8591-27-5 Shukla, K. Shailendra, Tiwari V.K., Sushma Rani, Tewari I.C., 2011. Studies On Synthetic And Biological Activity Of Some New Triorganotin (IV) Carboxylates. ISSN : 2230-9314 & E-ISSN : 22309322, Volume. 1, Issue 2, 2011, PP-10-19 Sondheimer, E., 1958. On The Distribution Of Caffeic Acid and The Chlorogenic Acid Isomers In Plants. Arch. Biochem and Biophys. 74 : 131-138 Vance, C.P.T, K., Kirk, & R.T. Sherwood. 1980. Lignifications as a mechanism of disease resistance. Annual Review of Phytopathology 18:259-88. Wardojo, S. 1980. The cocoa podborer – major hidranceto development. Indonesian Agricultural Research & Development Journal, 2:1-4. Waniada, Citra. 2010. Pengujian Ekstrak Kulit Buah Kakao Sebagai Stimulant Imago Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snellen) Pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao L). Universitas Hasanuddin. Wahyudi, T. 2011. Panduan Lengkap Kakao. Penerbit Niaga Swadaya (online) (http://books.google.co.id/books?id=zo6a4YE5o0C&pg=PA146&lpg=PA146&dq=asal+feromon+pbk&source=bl&ot s=ailyb2e3E_&sig=hUztnYygWOqSKy0p1226FsuQzvY&hl=id&ei=D m8yTr7pCcOtrAfqjcHLCw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum= 4&ved=0CCcQ6AEwAw#v=onepage&q&f=false diakses tanggal 29 Juli 201)