EKSTRAKSI DAN UJI STABILITAS ZAT WARNA

Download sebagai pewarna alami diantarnya adalah ekstrak buah terung pirus sebagai zat warna lipstik (Rahim, 2011), ekstrak bunga mawar sortiran seb...

0 downloads 534 Views 363KB Size
JKK, Tahun 2014, Volum 3 (2), halaman 30-37

ISSN 23031077

EKSTRAKSI DAN UJI STABILITAS ZAT WARNA ALAMI DARI BUAH LAKUM (Cayratia trifolia (L.) Domin) Neliyanti1*, Nora Idiawati1 Program Studi Kimia Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, 78124

1

*Email: [email protected]

ABSTRAK Lakum (Cayratia trifolia (L.) Domin) memiliki buah yang bewarna ungu kehitam-hitaman yang diduga berasal dari antosianin. Penelitian ini dilakukan untuk mengekstraksi, menentukan golongan pigmen dan menguji stabilitas zat warna alami dari buah lakum. Ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut air yang divariasikan suhu dan etanol yang divariasikan konsentrasi. Ekstrak optimum diuji flavonoid dan uji antosianin serta diuji stabilitasnya terhadap pengaruh suhu, cahaya, pH dan oksidator dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Hasil ekstraksi optimum pelarut air pada 70oC dan pelarut etanol 60%. Golongan pigmen buah lakum adalah antosianin. Uji stabilitas menunjukkan penyimpanan pada suhu 30 oC dan 15 oC selama 2 hari menurunkan absorbansi ekstrak air sebesar 19,21 % dan 18,29 % dan ekstrak etanol sebesar 13,69 % dan 5,48 %. Penyinaran matahari selama 6 jam menurunkan absorbansi ekstrak air dan etanol sebesar 10,96 % dan 10,35 %. Penyinaran lampu 25 watt selama 48 jam menurunkan absorbansi ekstrak air dan etanol sebesar 5,18 % dan 5,64 %. Penambahan pH 1-2 meningkatkan absorbansi dan menurun pada pH 3-6. Penambahan oksidator H2O2 0,1 % selama 6 jam menurunkan absorbansi ekstrak air dan etanol sebesar 21,69 % dan 57,65 %. Antosianin buah lakum stabil pada suhu rendah, kondisi asam dan tanpa cahaya. Kata kunci : Lakum (Cayratia trifolia (L.) Domin), antosianin, ekstraksi.

PENDAHULUAN Warna adalah salah satu faktor penentu mutu bahan makanan dan indikator kesegaran atau kematangan. Secara visual faktor warna tampil terlebih dahulu dan menentukan daya komsumsi terhadap bahan makanan tersebut (Winarno, 1995). Oleh karena itu, produsen bahan makanan menggunakan zat warna tambahan untuk menambah daya tarik konsumen. Selain pada bahan makanan, pewarna juga digunakan pada produk kosmetik. Pewarna tambahan yang digunakan dapat berupa zat warna sintetik ataupun alami. Penggunaan zat warna sintetik menjadi pilihan utama karena harganya yang murah, warna yang dihasilkan lebih cerah dan stabil dibandingkan pewarna alami. Namun, penggunaan pewarna sintetik perlu memperhatikan aturan pemakaian. Penyalahgunaan zat pewarna melebihi ambang batas maksimum atau penggunaan secara ilegal zat pewarna yang dilarang digunakan pada makanan ataupun kosmetik dapat mempengaruhi kesehatan konsumen, sehingga penggunaan pewarna alami menjadi pilihan yang jauh lebih aman.

Beberapa tanaman yang telah diteliti sebagai pewarna alami diantarnya adalah ekstrak buah terung pirus sebagai zat warna lipstik (Rahim, 2011), ekstrak bunga mawar sortiran sebagai pewarna makanan, minuman dan body lotion (kosmetik) (Saati, dkk, 2011) dan ekstrak bunga rosella sebagai pewarna makanan dan minuman (Winarti dan Firdaus, 2010). Salah satu tanaman khas Kalimantan Barat yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami adalah Lakum (Cayratia trifolia (L.) Domin). Penelitian terhadap tumbuhan lakum telah dilakukan oleh Kumar et al. (2012), hasil skrining fitokimia ekstrak daun Cayratia trifolia (Linn) mengandung senyawa golongan flavonoid, karbohidrat, steroid, tannin dan terpenoid. Gupta et al. (2012), melaporkan bahwa ekstrak petroleum eter daun Cayratia trifolia (Linn) memiliki potensi sebagai antiinflamasi. Hasil penelitian Widhiana, dkk (2012) terhadap buah lakum Cayratia trifolia (L.) Domin, menunjukkan buah lakum ungu mengandung golongan senyawa flavonoid, saponin dan alkaloid dan memiliki nilai aktivitas antioksidan, IC50 sebesar 67.383 ppm.

30

JKK, Tahun 2014, Volum 3 (2), halaman 30-37

ISSN 23031077

Lakum termasuk ke dalam keluarga Vitaceae, seperti anggur biru (Vitis vinifera) dan diduga memiliki golongan pigmen yang sama yaitu antosianin, sehingga buah lakum memiliki potensi untuk dijadikan sebagai pewarna alami. Namun, dalam pengolahan dan penggunaan pewarna alami perlu memperhatikan kestabilannya berdasarkan golongan atau jenis zat warna yang terkandung dalam tumbuhan tersebut (Winarno, 1995). Penelitian yang telah dilaporkan mengenai buah lakum sampai saat ini hanya sebatas uji fitokimia dan aktivitas antioksidan. Oleh karena itu, pada penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode ekstraksi, jenis pelarut dan kondisi optimum untuk mengekstrak zat warna alami buah lakum, menentukan golongan zat warna yang terdapat pada buah lakum dan menentukan stabilitas warna alami ekstrak buah lakum terhadap suhu, cahaya, pH dan oksidator.

absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada rentang 475 nm – 560 nm. Uji Golongan Zat Warna Alami Buah Lakum (Harbone, 1996) Partisi Ekstrak air dan etanol yang menunjukkan hasil optimum kemudian dipartisi menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Pertama menggunakan pelarut n-heksana, kemudian dipartisi dengan etil asetat. Uji Flavonoid Ekstrak air, ekstrak etanol dan fraksi-fraksi dari hasil partisi diuji golongan flavonoid yaitu dengan memipet sebanyak 2 ml ekstrak ditambah dengan sedikit serbuk seng atau magnesium dan 2 ml HCl 2M. Senyawa flavonoid akan menimbulkan warna jingga sampai merah.

METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi blender, peralatan gelas, hot plate, kertas saring, lux meter, neraca analitik, pH meter saringan vakum, spektofotometer UV-Vis Genesis dan termometer. Bahan-bahan yang digunakan antara lain akuades, asam klorida (HCl) 2 M, buffer fosfat dan sitrat pH ( pH 1, 2, 3, 4, 5, 6), etanol (50 %, 60 %, 70 %, 80 % dan 96 %), etil asetat, hidrogen peroksida (H2O2) 0,1 %, n-heksana, natrium hidroksida (NaOH) 2 M dan serbuk Mg.

Uji Antosianin Fraksi dan ekstrak yang positif mengandung senyawa golongan flavonoid ditambahkan HCl 2M dipanaskan pada suhu 100oC selama 5 menit. Hasil positif bila timbul warna merah. Juga ditambahkan NaOH 2M tetes demi tetes sambil diamati perubahan warna yang terjadi. Hasil positif bila timbul warna hijau biru yang memudar berlahan-lahan. Uji Stabilitas Warna (Nurlela, 2011) Ekstrak yang diuji stabilitasnya adalah ekstrak optimum dari hasil ekstraksi pada masing-masing pelarut (air dan etanol). Masingmasing uji dilakukan 3 kali pengulangan.

Prosedur Penelitian Ekstraksi (Nurlela, 2011) Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah lakum (Cayratia trifolia (L.) Domin) yang telah matang. Sampel buah lakum sebanyak 50 gram ditimbang, lalu ditambahkan pelarut kemudian dihancurkan menggunakan blender (1 gram buah lakum : 1 mL pelarut). Proses ekstraksi menggunakan pelarut air dilakukan dengan menvariasikan temperatur (50°C, 60°C, 70°C, 80°C dan 90°C) menggunakan penangas air selama 120 menit. Lalu disaring menggunakan saringan vakum. Filtrat yang diperoleh diuji absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada rentang 475nm – 560nm. Proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol dilakukan dengan variasi konsentrasi etanol 50%, 60%, 70%, 80% dan 96% pada temperatur ruang selama 120 menit. Lalu disaring menggunakan saringan vakum. Filtrat yang diperoleh, diuji

Pengaruh Kondisi Penyimpanan Sampel disimpan pada temperatur kamar yaitu 30 °C dan pada temperatur 15 °C. Setelah 2 hari dilakukan pengenceran yaitu dengan cara pigmen cair dilarutkan sebanyak 2 mL dalam 100 mL air kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum. Pengaruh Lama Penyinaran Matahari Sepuluh mL dari larutan dimasukkan ke dalam vial bening tetutup kemudian dijemur dibawah sinar matahari selama 6 jam dan interval 3 jam sekali dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimum.

31

JKK, Tahun 2014, Volum 3 (2), halaman 30-37

ISSN 23031077

Pengaruh Lama Penyinaran Lampu Sepuluh mL larutan dimasukkan ke dalam vial bening tertutup kemudian disinari oleh lampu dengan kekuatan 25 watt selama 48 jam dan setiap 12 jam sekali dilakukan pengamatan terhadap absorbansinya pada panjang gelombang maksimum.

Perbandingan antara sampel dan pelarut adalah 1:1. Maserasi dilakukan selama 120 menit. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Inayati (2009) bahwa hasil ekstraksi zat warna antosianin dari kembang sepatu optimum dengan perbandingan antara sampel dan pelarut yaitu 1:1 dan waktu ekstraksi selama 120 menit. Ekstraksi dengan pelarut air dilakukan dengan cara pemanasan. Menurut Siegel et al. (1971), pemanasan dapat menginaktivasi enzim antosianase yang terdapat pada buah lakum sehingga dapat merusak antosianin selama penyimpanan. Variasi suhu untuk proses ekstraksi adalah 50oC-90oC, dengan tujuan untuk mencari suhu optimum untuk ekstraksi zat warna alami buah lakum. Suhu optimum ekstraksi dapat dilihat dari nilai absorbansi yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai absorbansi ekstrak, menandakan semakin banyak zat warna (pigmen) antosianin yang terekstrak. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang maksimum 530 nm.

Pengaruh pH Ekstrak pigmen dibuat dalam 6 tingkatan keasaman (pH: 1, 2, 3, 4, 5 dan 6). Sampel pigmen sebanyak 2 ml dilarutkan dalam 100 ml pH buffer sesuai dengan variasi pH. Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimum. Pengaruh Penambahan Oksidator Sepuluh mL dari larutan masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan oksidator H2O2 0,1 % sebanyak 1 mL, kemudian setiap 3 jam sekali (waktu pengukuran selama 6 jam) dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimum.

Absorbansi

Analisis Statistik Analisis data dari hasil uji stabilitas dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dan uji lanjutan dilakukan dengan uji BNT taraf 5 %. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Proses ekstraksi untuk menghasilkan pewarna alami dari buah lakum dilakukan menggunakan dua jenis pelarut, yaitu air dan etanol. Pemilihan pelarut berdasarkan kepolaran dari warna (pigmen) yang terkandung dalam buah lakum. Lakum yang termasuk dalam famili vitaceae seperti anggur, diduga memiliki warna (pigmen) dari golongan antosianin. Menurut Bridle and Timberlake (1997), antosianin merupakan komponen yang bersifat polar sehingga pelarut yang digunakan juga harus bersifat polar. Buah lakum matang ditambahkan pelarut, lalu diblender untuk penghancuran sampel. Proses penghancuran ini secara efektif merusak jaringan sel, yaitu melembutkan jaringan sel, memperluas permukaan bahan yang akan diekstrak yang berpengaruh pada semakin tingginya laju pelarutan bahan yang akan diekstrak, sehingga dapat mempercepat proses ekstraksi (Francis, 1982).

2 1,5 1 0,969 0,5 0

1,295

1,531

1,265 0,466

50 60 70 80 90 suhu ekstraksi ( C)

Gambar 1. Grafik hubungan variasi suhu ekstraksi buah lakum menggunakan pelarut air terhadap absorbansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu optimum untuk ekstraksi zat warna buah lakum adalah pada suhu 70oC. Dari suhu 50-70 oC, absorbansi semakin tinggi (gambar 1), ini menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur ekstraksi maka kecepatan perpindahan massa dari solute ke solven akan semakin tinggi, karena temperatur mempengaruhi nilai koefesien transfer massa dari suatu komponen (Mardiah, 2010). Namun, penggunaan suhu ekstraksi di atas 70oC, akan meningkatkan dekomposisi antosianin yang sangat tinggi (Sharifi and Hassani, 2012). Etanol yang digunakan untuk ekstraksi zat warna dari buah lakum dibuat dalam beberapa variasi konsentrasi, yaitu 50%, 60%, 70%, 80% dan 96%. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi pada suhu ruang selama 120 menit dengan sesekali diaduk. Tujuan dari variasi

32

ISSN 23031077

konsentrasi pelarut etanol adalah untuk melihat daya ekstrak dari beberapa konsentrasi etanol terhadap zat warna dari buah lakum. Panjang gelombang maksimum untuk pengukuran zat warna buah lakum menggunakan pelarut etanol adalah 540 nm.

Tabel 1. Hasil uji golongan flavonoid buah lakum pada ekstrak kasar dan berbagai fraksi. Sampel uji Uji flavonoid Ekstrak air +++ Ekstrak etanol +++ Partisi Fraksi n-heksana ekstrak Fraksi etil asetat + Air Fraksi air +++ Partisi Fraksi n-heksana ekstrak Fraksi etil asetat + etanol Fraksi etanol +++

Absorbansi

JKK, Tahun 2014, Volum 3 (2), halaman 30-37

1,5 1 0,5

1,267 1,295

1,053 0,967 0,604

0

(-) = tidak terdeteksi, (+) = intensitas lemah, (++) = intensitas sedang, (+++) = Intensitas kuat

50 60 70 80 96 konsentrasi etanol (%)

Uji Antosianin Hasil uji golongan zat warna alami (pigmen) terhadap ekstrak air, ekstrak etanol, fraksi air dan fraksi etanol menunjukkan bahwa buah lakum mengandung pigmen dari golongan antosianin (Tabel 2). Antosianin merupakan salah satu senyawa dari golongan flavonoid yang bersifat polar (Harbone, 1996; Bridle and Timberlake, 1997). Beberapa penelitian terhadap famili vitaceae seperti V. vinifera var. (Tempranillo), Vitis vinifera L. dan Vitis vinifera var. Prabu Bestari, menunjukkan bahwa antosianin merupakan pigmen utama yang terkandung dalam genus famili Vitaceae (G´omez-Ariza et al., 2006; Heidari et al., 2004; Wibiani, 2010).

Gambar 2. Grafik hubungan variasi konsentrasi etanol pada ekstraksi buah lakum terhadap absorbansi. Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa absorbansi meningkat dari etanol dengan konsentrasi 50% dan 60%, namun mengalami penurunan nilai absorbansi pada konsentrasi 70 - 96%. Penelitian ini menunjukkan bahwa etanol dengan konsentrasi 60% memiliki daya ekstrak yang baik untuk mengekstrak zat warna buah lakum. Winarti, dkk (2008), konsentrasi antosianin tertinggi diperoleh pada penggunaan pelarut etanol 96 % dan air dengan perbandingan 25:5.

Tabel 2. Uji antosianin ekstrak air, ekstrak etanol, fraksi air dan fraksi etanol buah lakum. Uji Hasil Standar Penelitian (Harbone, 1996) Dipanaskan Warna Warna mantap dengan HCl mantap (lebih (dapat 2M selama 5 cerah) diekstraksi menit pada dengan amil suhu 100oC alkohol) Ditambahkan Warna Warna larutan NaOH berubah berubah 2M tetes menjadi hijau menjadi hijau demi tetes dan memudar biru dan berlahanmemudar lahan perlahanlahan

Uji Golongan Zat Warna Alami Buah Lakum Ekstrak yang menunjukkan hasil optimum yaitu ekstrak pelarut akuades pada suhu 70oC dan ekstrak pelarut etanol 60 % selanjutnya dipartisi dengan pelarut n-heksana dan etil asetat. Partisi merupakan ekstraksi cair-cair yang dilakukan dengan menggunakan 2 pelarut yang tidak saling campur sehingga memisahkan senyawa-senyawa berdasarka kepolarannya. Ekstrak dan fraksi-fraksi yang diperoleh dari hasil partisi, diuji flavonoid. Uji Flavonoid Tabel 1. menunjukkan bahwa fraksi air, fraksi etanol dan fraksi etil asetat mengandung senyawa golongan flavonoid. Menurut Harbone (1996), etil asetat menarik flavon pada ekstrak warna yang mengandung antosianin. Sehingga untuk uji penentuan golongan zat warna (pigmen) dilakukan pada fraksi air, fraksi etanol, ekstrak air dan ekstrak etanol yang menunjukkan hasil uji flavonoid dengan intensitas kuat.

Uji Stabilitas Uji stabilitas dilakukan pada masing-masing ekstrak yang menunjukkan hasil optimum, yaitu ekstrak air pada suhu 70oC dan ekstrak etanol 60 %. Tujuan dari uji stabilitas adalah untuk melihat kestabilan antosianin dari buah lakum. 33

JKK, Tahun 2014, Volum 3 (2), halaman 30-37

ISSN 23031077

Menurut Winarno (1995), zat warna yang diperoleh dari tumbuhan akan mengalami perubahan pada beberapa kondisi, tergantung dari jenis zat warna (pigmen) yang terkandung dalam tumbuhan tersebut.

stabilitas dan antosianin.

memperlambat

degradasi

Ket : x = sebelum penyimpanan y = setelah disimpan pada suhu 30oC z = setelah disimpan pada suhu 15oC Absorbansi

Tabel 3. Persentase perubahan nilai absorbansi ekstrak antosianin buah lakum pada berbagai kondisi. % perubahan abs Uji stabilitas Ekstrak Ekstrak air etanol Penyimpanan pada 18,29 5,48 suhu 15oC (48 jam) Penyimpanan pada 19,21 13,69 suhu 30oC (48 jam) Penyinaran matahari 10,96 10,35 (6 jam) Penyinaran lampu 5,18 5,64 (48 jam) Penambahan 21,59 57,65 oksidator (6 jam)

0,4

e

0,2 0,1

cd

c

0,3 ab

a

ab

Air Etanol

0 x

y

z

Kondisi Penyimpanan Gambar 3. Grafik pengaruh kondisi penyimpanan terhadap absorbansi ekstrak zat warna alami buah lakum (huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT p<0,05). Pengaruh Lama Penyinaran Matahari Intensitas cahaya matahari saat pengukuran sebesar 45.000-56.000 lux. Besarnya intensitas sinar matahari sebanding dengan besarnya energi yang dikeluarkan matahari. Energi yang besar akan memicu terjadinya rekasi fitokimia atau fotooksidasi yang dapat membuka cincin antosianin (Andarwulan dan Faradilla, 2012). Hasil uji BNT0,05 menunjukkan terjadinya penurunan absorbansi ekstrak zat warna buah lakum setelah terpapar sinar matahari selama 6 jam. Gambar 4. menunjukkan ekstrak etanol tidak terjadi perubahan absorbansi yang nyata setelah terpapar sinar matahari (dilambangkan dengan huruf yang sama sebelum dan setelah disinari (huruf=ab)), sedangkan untuk ekstrak air mengalami penurunan absorbansi yang lebih nyata (dilambangkan dengan huruf yang berbeda sebelum (d=nilai absorbansi tinggi) dan setelah disinari (c=nilai absorbansi rendah/turun)). Besarnya penurunan absorbansi ekstrak air dan etanol yaitu 10,96 % dan 10,35 %. Ekstrak air mengalami penurunan absorbansi yang lebih besar dibandingkan ekstrak etanol, dikarenakan air yang terpapar langsung dengan cahaya matahari dapat merangsang terbentuknya hidrogen peroksida (H2O2) (Nindl, 2004), yang dapat mendekomposisi senyawa penghasil warna yang menyebabkan terjadinya pemudaran warna.

Pengujian stabilitas antosianin dilakukan dengan cara penentuan pengaruh suhu, pengaruh cahaya, pengaruh pH dan pengaruh oksidator. Hasil pengamatan stabilitas dianalisis dengan metode spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 530 nm untuk ekstrak air dan 540 nm untuk ekstrak etanol 60%. Pengaruh Kondisi Penyimpanan Pengujian stabilitas warna buah lakum pada kondisi penyimpanan dilakukan selama 48 jam (2 hari) pada suhu 30oC dan pada suhu 15oC. Hasil uji BNT0,05 menunjukkan terjadinya penurunan absorbansi ekstrak buah lakum setelah disimpan pada suhu 15oC dan 30oC. Seperti yang ditunjukkan grafik (gambar 3), huruf a pada ekstrak etanol dan huruf c pada ekstrak air menunjukkan nilai absorbansi terendah yaitu pada penyimpanan suhu 30oC yang berbeda nyata dengan penyimpanan pada suhu 15oC dan sebelum penyimpanan. Salah satu faktor penyebab penurunan nilai absorbansi adalah enzim. Enzim menyebabkan terjadinya dekolorisasi zat warna, sehingga warna yang diekstrak akan memudar (Sharifi and Hassani, 2012). Tabel 3. menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 15oC menyebabkan penurunan absorbansi yang lebih rendah dibandingkan penyimpanan pada suhu 30oC. Garcia-Palazon et al., (2004) menyatakan bahwa suhu penyimpanan yang rendah dapat menginaktifkan enzim, sehingga dapat menjaga

34

Absorbansi

JKK, Tahun 2014, Volum 3 (2), halaman 30-37

1

d

cd ab

0,5

ISSN 23031077

menunjukkan bahwa penambahan pH 6 (huruf ab=ekstrak etanol, cd=ekstrak air) menyebabkan penurunan absorbansi yang tertinggi dibandingkan pH 3-5. Sedangkan penambahan pH 1 dan 2 menyebabkan kenaikan nilai absorbansi dan nilai absorbansi tertinggi terjadi pada penambahan pH 2 (huruf e=ekstrak etanol, j=ekstrak air). Penambahan pH berpengaruh pada perubahan warna ekstrak antosianin. Semakin rendah pH yang ditambahkan, maka warna ekstrak akan semakin cerah (warna menjadi lebih merah).

c ab

a

Air 0

Etanol 0

3

6

waktu (jam)

Absorbansi

Gambar 4. Grafik pengaruh lama penyinaran matahari terhadap absorbansi ekstrak zat warna alami buah lakum (huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT p<0,05).

Absorbansi

Pengaruh Lama Penyinaran Lampu Cahaya lampu memberikan efek yang sama seperti cahaya matahari yaitu menyebabkan terjadinya penurunan absorbansi ekstrak zat warna buah lakum. Adanya cahaya seperti cahaya lampu akan mempercepat terjadinya destruksi atau penguraian antosianin (Laleh et al., 2006). Hasil uji BNT0,05 menunjukkan bahwa penyinaran lampu berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai absorbansi ekstrak air dan etanol. Dari hasil uji signifikansi menunjukkan bahwa terjadinya penurunan absorbansi setelah ekstrak terpapar sinar lampu selama 48 jam (ditunjukkan dengan huruf yang berbeda sebelum perlakuan dan setelah perlakuan (gambar 5)). Setelah terpapar sinar lampu selama 48 jam ekstrak air dan etanol mengalami penurunan absorbansi sebesar 5,18 % dan 5,64 %. 0,8

g

de

de

d

i

hi

0,3

g cde e cd c f cd ab ab a

0,2

0,1

a

b

ab

Gambar 6. Grafik pengaruh pH terhadap absorbansi ekstrak zat warna alami buah lakum (huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT p<0,05).

R1

R1 OH

O

O

R1

OH

12

24

36

R1 OGlu

OH

Kation flavilium R1 OH

R1

Air

OH

Etanol 0

O

HO

OH

ab

0

+

OGlu

ef

0,2

Etanol

0

Basa quidinol b

Air

hi

pH

0,6 0,4

j

0,4

O

HO

OH R1

OH O

HO

R1

48

OGlu

OGlu OH

OH

waktu (jam)

Kalkon

Gambar 5. Grafik pengaruh lama penyinaran lampu terhadap absorbansi ekstrak zat warna alami buah lakum (huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT p<0,05).

Karbinol

Gambar 7. Kesetimbangan antosianin dalam larutan. Terdapat empat kesetimbangan antosianin (gambar 7), yaitu basa quinoidal, kation flavilium, karbinol (pseudobasa) dan kalkon. Di bawah pH rendah, antosianin berada dalam bentuk kation flavilium merah. Saat pH dinaikkan (> 5), akan mempercepat kehilangan

Pengaruh pH Antosianin lebih stabil dalam media asam pada pH rendah daripada di larutan alkali dengan pH tinggi (Rein, 2005). Hasil uji BNT0,05 35

JKK, Tahun 2014, Volum 3 (2), halaman 30-37

ISSN 23031077

proton sehingga membentuk basa quinoidal yang cenderung menjadi biru atau ungu. Selain itu, kenaikan pH menyebabkan hidrasi kation flavilium untuk membentuk karbinol (pseudobasa) atau kalkon yang tidak berwarna (Rein, 2005).

dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, cahaya, pH dan oksidator dengan terjadinya penurunan nilai absorbansi setelah perlakuan,, sehingga menunjukkan bahwa antosianin buah lakum lebih stabil pada penyimpanan suhu rendah, tanpa cahaya, tanpa penambahan oksidator dan stabil pada pH asam (pH 1 dan 2).

Absorbansi

Pengaruh Penambahan Oksidator Oksidator yang digunakan pada penelitian ini adalah hidrogen peroksida 0,1 %. Hidrogen peroksida akan mengoksidasi senyawasenyawa yang terdapat dalam ekstrak. Hasil uji BNT0,05 menunjukkan bahwa penambahan oksidator setelah 6 jam menyebabkan penurunan nilai absorbansi (a=absorbansi terendah untuk ekstrak etanol, d=absorbansi terendah untuk ekstrak air) Persentase perubahan sebesar 21,59% untuk ekstrak air dan 57,65% untuk ekstrak etanol. Tingginya persen penurunan absorbansi pada ekstrak etanol dikarenakan etanol merupakan pelarut yang dapat membantu pelarutan senyawasenyawa hasil oksidasi hidrogen peroksida sehingga mempercepat dekomposisi zat warna (Retnowati, 2008). 2 1,5 1 0,5 0

f

e c

DAFTAR PUSTAKA Andarwulan, N. dan Faradilla, R.H.F., 2012, Pewarna Alami untuk Pangan, (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor. Bridle, P. and Timberlake, C.F., 1997, Anthocyanins as Natural Food Colours— Selected Aspects. Food Chem, 58(1-2):103– 109. Francis, F. J., 1982, Analysis of Anthocyanins, In P. Markakis (Ed.), Anthocyanins as Food Colors, Academic Press, New York. Garcia-Palazon, A., Suthanthangjai, W., Kajda, P. and Zabetakis, I., 2004, The Effects of High Hydrostatic Pressure on β-glucosidase, Peroxidase and Polyphenoloxidase in Red Raspberry (Rubus idaeus) and Strawberry (Fragaria ananassa), Food Chemistry, 88:7−10. Gupta, A., Bhardwaj, A., Gupta, J. and Bagchi, A., 2012, Antiimplantation Activity of Petroleum Ether Extract of Leaves of Cayratia trifolia Linn. on Female Albino Rat, Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 2:S197-S199. G´omez-Ariza, J.L., T. Garc´ıa-Barrera, T. and Lorenzo, F., 2006, Anthocyanins Profile as Fingerprint of Wines Using Atmospheric Pressure Photoionisation Coupled to Quadrupole Time-of-Flight Mass Spectrometry, Analytica Chimica Acta, 570:101–108. Harbone, J.B., 1996, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, a.b : Kosasih P. dan Iwang S., ITB, Bandung. Heidari, R., Khalafi, J. and Dolatabadzadeh, N., 2003, Anthocyanin Pigments of Siahe Sardasht Grapes, Journal of Sciences Islamic Republic of Iran, 15(2): 113-117. Inayati, Y. D., 2009, Pembuatan Kertas Indikator Asam Basa dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L), Valensi (1): 246251. Kumar, D., Gupta, J., Kumar, S., Arya, R., Kumar, T. and Gupta, A., 2012, Pharmacognostic Evaluation of Cayratia

d ab

a

Air Etanol

0

3

6

waktu (jam) Gambar 8. Grafik pengaruh waktu penambahan oksidator terhadap absorbansi ekstrak zat warna alami buah lakum (huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT p<0,05). Penambahan oksidator menyebabkan intensitas warna berkurang karena adanya penyerangan pada gugus reaktif pemberi warna. Oksidator dalam larutan menyebabkan kation flavilium yang berwarna merah kehilangan proton dan berubah menjadi karbinol yang tidak memberikan warna (Nurlela, 2011). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstraksi optimum untuk pelarut air pada suhu 70oC dan pelarut etanol dengan konsentrasi 60 %. Buah lakum mengandung zat warna alami (pigmen) dari golongan antosianin. Dari hasil uji signifikansi menunjukkan stabilitas warna buah lakum 36

JKK, Tahun 2014, Volum 3 (2), halaman 30-37

ISSN 23031077

trifolia (Linn.) Leaf, Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 2:6-10. Laleh, G.H., Frydoonfar, H., Heidary, R., Jameei, R. and Zare, S., 2006, The Effect of Light, Temperature, pH and Species on Stability of Anthocyanin Pigments in Four Berberis Species, Pakistan Journal of Nutrition, 5(1): 90-92. Mardiah, 2010, Ekstraksi Kelopak Bunga dan Batang Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) sebagai Pewarna Alami, Fakultas Agribisnis. Universitas Juanda. Nindl, G., 2004, Hydrogen Peroxide from Oxidative Stressor to Redox Regulator, CellSci Rev, 1(2):1-12. Nurlela, 2011, Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) dan Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L), Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Radji, M., 2011, Buku Ajar Mikrobiologi: Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran, EGC, Jakarta. Rahim, F., 2011, Pemanfaatan Zat Warna dari Ekstrak Cyphomandra betacea dan Minyak Kelapa Murni dalam Formulasi Lipstik, Scientia, 1(2):50-58. Rein, M., 2005, Copigmentation Reactions and Color Stability of Berry Anthocyanins. Doctoral dissertation, University of Helsinki, Helsinki. Retnowati, D.S., 2008, Pemutihan Eceng Gondok menggunakan H2O2 dengan Katalisator Natrium Bikarbonat, Reaktor, 12(1):33-36.

Saati, E.A., Theovilla RRD., Simon BW., dan Aulanni’am, 2011, Optimalisasi Fungsi Pigmen Bunga Mawar Sortiran sebagai Zat Pewarna Alami dan Bioaktif pada Beberapa Produk Industri, Jurnal Teknik Industri, 12( 2): 133–140. Sharifi, A. and Hassani, B., 2012, Extraction Methods and Stability of Color Extracted From Barberry Pigments, International Journal of AgriScience, 2: 320-327. Siegel, A., Markakis, P. and Bedfrod, C.L., 1971, Stabilization of Anthocyanins in Frozen Tart Cherries by Blanching, Journal of Food Science, 36(6):962-963. Wibiani, S., 2010, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antosianin dari Kulit Buah Anggur (Vitis vinifera var. Prabu Bestari), Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang. Widhiana, ET., Fitriana, N., Neliyanti dan Anugrah, ET, 2012, Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Buah Lakum (Vitis diffusa) dalam Berbagai Fraksi Khas Kalimantan Barat, Laporan PKM-P, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura. Winarno, F.G., 1995, Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia, Jakarta. Winarti, S. dan Firdaus, A., 2010, Stabilitas Warna Merah Ekstrak Bunga Rosela untuk Pewarna Makanan dan Minuman, Jurnal Teknologi Pertanian, 11: 87-93. Winarti, S., Sarofi, U. dan Anggrahini, D., 2008, Ekstraksi dan Stabilitas Warna Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.,) sebagai Pewarna Alami, Jurnal Teknik Kimia, 3:207214.

37