EKSTRAKSI EUGENOL DARI DAUN SALAM INDIA

Download ekstrak daun salam India dapat ditentukan berat jenis dan kadar eugenol yang merupakan kandungan ... penelitian ekstraksi minyak daun salam...

2 downloads 488 Views 130KB Size
EKSTRAKSI EUGENOL DARI DAUN SALAM INDIA (LAURUS NOBILIS LAURACEAE) Tamzil Aziz, Yuanita, Susanti

Jurusan Teknik Kimia fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Abstrak Minyak daun salam India (Laurus nobilis Lauraceae) merupakan pengolahan daun salam India yang juga termasuk minyak atsiri. Pada penelitian ini, minyak daun salam India dihasilkan melalui metode ekstraksi menggunakan pelarut etanol dan asam klorida yang kemudian dilanjutkan dengan proses distilasi untuk membebaskan pelarut sehingga didapatkan minyak daun salam India murni. Setelah didapatkan ekstrak daun salam India dapat ditentukan berat jenis dan kadar eugenol yang merupakan kandungan senyawa yang paling dominan pada daun salam India. Untuk mendapatkan kadar eugenol yang optimum maka diteliti beberapa variabel proses yaitu jenis pelarut (etanol dan asam klorida) dan variasi konsentrasi dari masing-masing pelarut. Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa jenis pelarut etanol akan memberikan nilai berat jenis dan kadar eugenol yang lebih besar dibandingkan dengan pelarut asam klorida. Semakin tinggi konsentrasi pelarut maka nilai berat jenisnya akan semakin tinggi pula. Apabila berat jenis ditunjukkan oleh angka yang tinggi, kemungkinan minyak daun salam India tersebut mengandung kadar eugenol yang tinggi pula. Apabila sifat-sifat itu ditunjukkan oleh angka yang rendah, kemungkinan kandungan eugenol rendah persentasenya. Semakin tinggi konsentrasi pelarut maka kadar eugenolnya akan semakin tinggi pula. Pada penelitian ini kadar eugenol yang tertinggi dengan menggunakan pelarut etanol dengan konsentrasi 98% adalah 93,8%, berat jenis sebesar 1,7852 gr/ml. Kata kunci : minyak daun salam India, konsentrasi pelarut, eugenol Abstract Indian bay leaves is treated to produce Indian bay leaves oil. Indian bay leaves oil is one of atsiri oil. In this research, Indian bay leaves oil has been carried out by solvent extraction method such as ethanol and chloride acid. Then, the research was continued with distillation to eliminate solvent until pure oil reached. The research was done with some variable process such as kinds of solvent and concentration of solvent. Based on the research analyze, ethanol could increase specific gravity and percentages of eugenol than chloride acid. Higher concentration solvent could produce higher specific gravity and percentages of eugenol, where the optimum condition is reached on 98 % concentration of ethanol. In 98 % concentration of ethanol, the Indian bay leaves oil contains the highest percentages of eugenol (93,8 %) and specific gravity (1,7852 gr/ml). Key words : Indian bay leaves oil, solvent concentration, eugenol

I. PENDAHULUAN Daun salam India (Laurus Nobilis Lauraceae) memegang peranan penting dalam bidang pangan maupun non pangan dan merupakan tanaman asli India, Sri Lanka, Bangladesh dan Kepulauan Andaman. Dalam bidang pangan, sebagai penyedap masakan dan obat-obatan. Sedangkan dalam bidan non pangan, sebagai industri kosmetik (parfum) dan tanaman hias. Kemudian menyebar oleh migran India,

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

mereka kini tumbuh di daerah-daerah lain di dunia di mana imigran India yang menetap. Dibudidayakan secara luas, khususnya yang berkaitan dengan masakan India Selatan. Daun salam India Berupa tanaman perdu. Daunnya memiliki aroma khas menyengat. Cocok untuk masakan gule dan kari. Cepat berkembang biak dengan biji. Buahnya kecil kecil berwarna ungu. Bentuk pohonnya kecil, tumbuh tinggi 4-6 m, dengan batang sampai

17

40 cm diameter. Memiliki daun menyirip, dengan 1121 leaflet, setiap selebaran 2-4 cm dan 1-2 cm lebar. Bunganya putih kecil, dan harum. Hitam kecil, mengkilat berry yang bisa dimakan, tetapi benih beracun. Hampir seluruh bagian daun salam India dapat dimanfaatkan bagi kehidupan dan lingkungan. Dan dapat menghasilkan minyak daun salam India (Eugenol) yang dihasilkan dari proses ekstraksi. Pada penelitian ini akan dilihat berapa besar kadar eugenol pada daun salam India karena minyak atsiri memiliki pasaran luas dalam industri penyedap rasa dan wewangian. Adapun tujuan kami melakukan penelitian ekstraksi minyak daun salam India adalah untuk mengetahui kadar eugenol yang paling baik dengan melakukan variasi persen pelarut. Untuk menggugah perhatian masyarakat agar lebih memperhatikan kedudukan dan manfaat daun salam India, salah satu caranya adalah dengan mengambil minyak atsiri daun salam India. Beranjak dari hal tersebut maka penulis selaku mahasiswa melakukan penelitian berapa besar kadar eugenol pada daun salam India dengan berbagai variasi persen pelarut. Dari penelitian terdapat beberapa permasalahan berkaitan dengan ekstraksi eugenol dari daun salam India, yaitu Jenis pelarut apa yang paling baik digunakan pada proses ekstraksi? Dan bagaimana pengaruh jenis pelarut (etanol dan HCl) terhadap jumlah kualitas minyak daun salam India yang dihasilkan? Tujuan dilakukannya penelitian ekstraksi daun salam india ini adalah untuk mengetahui berat jenis dan penetapan kadar eugenol pada minyak atsiri yang berasal dari daun salam India dan untuk mengetahui apakah yang dilakukannya proses ekstraksi dengan jenis pelarut dan persen (%) pelarut yang berbeda akan mempengaruhi hasil yang didapat. Sedangkan manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat diketahui kadar eugenol yang paling baik dengan adanya beberapa variasi persen pelarut, menaikkan nilai tambah daun salam India karena dapat dibuat menjadi minyak atsiri yang dipergunakan sebagai bahan penyedap makanan, dan dari hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan sumber energi maupun pengembangan teknologi secara umum. Variabelvariabel yang diamati pada penelitian ini adalah jenis pelarut dan konsentrasi pelarut. Variabel-variabel tersebut diamati pengaruhnya terhadap penentuan kadar eugenol yang terdapat di dalam daun salam India.

18

II. FUNDAMENTAL Daun salam India memiliki pohon yang tingginya mencapai 25 m, batang bulat, permukaan licin, bertajuk rimbun dan berakar tunggang, daun tunggal, letak berhadapan, panjang rangkai daun 0,5-1 cm. Helaian daun berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang, ujung meruncing, pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan atas licin berwarna hijau tua, permukaan bawah berwarna hijau muda, panjang 5-15 cm, lebar 3-8 cm, jika diremas berbau harum. Mereka sangat aromatik. Daunnya digunakan sebagai bumbu masakan di India Selatan dan Sri Lanka, seperti masakan kare Jika disimpan dalam freezer untuk beberapa waktu, hal ini dapat berakibat pada hilangnya rasa aromanya. Struktur daun salam India lebih kuat sehingga setelah dikeringkan tidak mudah koyak, tidak seperti daun salam yang mudah koyak dan berubah warna coklat tua bila terlalu lama dikeringkan. Aroma yang dihasilkan daun ini tidak sekuat dan segurih daun salam. Sehingga banyak mempengaruhi gaya kuliner dunia barat. Sistematika taksonomi tumbuhan daun salam India adalah : Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan) Divisi (Divisio) : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji) Anak Divisi (Sub Divisio) : Angiospermae (Berbiji tertutup) Suku (Family) : Lauraceae Marga (Genus) : Laurus Jenis (Spesies) : Laurus nobilis Penggunaan daun salam India sebagai bumbu masakan telah dikenal sejak abad 1 Masehi. Daun salam India lebih dikenal dengan nama pattha. Daun salam India dibudidayakan di India, Sri Lanka, Asia Tenggara, Australia, Kepulauan Pasifik dan di Afrika sebagai bumbu masakan. Tanaman daun salam India ditemukan di alam liar, juga banyak dibudidayakan untuk aromatik daun dan sebagai hiasan. Tanaman ini tumbuh di hampir setiap rumah kebun di selatan India. Daun salam India digolongkan sebagai tanaman rempah-rempah dan angka-angka yang akurat pada produksi tidak tersedia. Sekitar 893 ton daun salam diekspor dari India antara tahun 2002 hingga 2003. Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

Penanaman daun ini di India Selatan banyak dilakukan tepat sebelum kedatangan musim hujan pada bulan Mei. Daun dapat dipanen sekitar 15 bulan setelah tanam, dan sebuah pohon dewasa dapat menghasilkan sekitar 100 kg daun setiap tahun. Salah satu tanaman daun salam India terkemuka daerah pertanian di India adalah pinggiran Coimbatore di Tamil Nadu. Perantara membeli daun dari petani untuk memasok ke pedagang di pasar sayur Coimbatore dan seluruh Tamil Nadu. Kurangnya hujan pada tahun 2003 menyebabkan kekurangan daun salam India, dan harga meningkat. Petani telah merespon dengan meningkatkan luas tanaman. Secara tradisional, daun salam India digunakan untuk mengobati diabetes telah menarik banyak minat. Senyawa khusus telah ditemukan yang mungkin membuatnya obat baru yang efektif bagi penderita diabetes. Kandungan Zat Kimia Daun salam India Zat kimia yang terkandung di dalam daun salam India, antara lain : 1. Eugenol Eugenol merupakan salah satu komponen kimia dalam daun salam India yang memberikan bau dan aroma khas. (Considine dan Considine, 1982 dalam www. Mipa.unej.ac.id) menyatakan bahwa eugenol murni merupakan cairan tidak berwarna, berbau, keras, dan mempunyai rasa pedas. Eugenol mudah berubah menjadi kecoklatan apabila dibiarkan di udara terbuka. Dalam bidang industri pemanfaatan eugenol masih terbatas pada industri parfum (Chairil, 1994, dalam www.mipa.unej.ac.id). Eugenol merupakan komponen kimia utama dalam minyak daun salam India, yaitu 65-85% volume (Ketaren, 1985 dan www.mipa.unej.ac.id). Menurut Guenther (1950), eugenol merupakan komponen utama minyak daun salam India yaitu 80-90%. Eugenol merupakan suatu alkohol siklis monohidroksi atau fenol sehingga dapat bereaksi dengan basa kuat. Eugenol dari minyak daun cengkeh dapat diisolasi dengan penambahan larutan encer dari basa kuat seperti NaOH, KOH atau Ca(OH) 2 (Majalah Eksata, 1989 : 71). Menurut Guenther, NaOH 3% dapat dipakai untuk mengisolasi komponen eugenol dari minyak daun cengkeh. Eugenol dan NaOH akan membentuk natrium eugenolat yang larut dalam air. Bagian non eugenol diekstrak dengan eter. Dengan penambahan asam anorganik akan menghasilkan garam natrium eugenol bebas. Eugenol ini kemudian dimurnikan dengan penguapan dan penyulingan(Guenther, 1950).

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

Tabel 2.1. Karakteristik Eugenol Spesifikasi

Nilai

Bobot jenis pada 25 oC 1,0540 Bobot jenis pada 20 oC 1,0664 Indeks bias pada 20 oC 1,5379 Kelarutan dalam alkohol 1:1 atau 1:2 70% Titik didih (oC) 253 (76 cm Hg ) *) Guenther (1950) 2.

Flavonoida Senyawa flavonoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru. Dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Dalam daun salam India hanya mengandung 30-40% flavonoida ( Ketaren, 1985). Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga bentuk susunanya C6-C3-C6. Beberapa senyawa flavonoida adalah: a. hidrokalkon b. flavanon kalkon c. flavon d. antosianin e. auron Sebagian besar senyawa flavonoida alam ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana unit flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan alkohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Pada prinsipnya, ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil alcohol beradisi kepada gugus karbonil dari gula sama seperti adisi alcohol kepada aldehida yang dikatalisa oleh asam menghasilkan suatu asetat. 3. Metil Eugenol Senyawa ini dipakai dalam industri parfum, penyedap, minyak atsiri, dan farmasi sebagai penyuci hama dan pembius lokal. Senyawa ini juga menjadi komponen utama dalam rokok kretek. Dalam industri, eugenol dapat dipakai untuk membuat vanilin. Campuaran eugenol dengan seng oksida

19

(ZnO) dipakai dalam kedokteran gigi untuk aplikasi restorasi (Prostodontika). Turunan-turunan eugenol dimanfaatkan dalam industri parfum dan penyedap pula. Metil eugenol digunakan sebagai atraktan. Lalat buah jantan terpikat oleh metil eugenol karena senyawa ini feromon seks yang dikeluarkan oleh lalat betina. Selain itu, beberapa bunga juga melepaskan metil eugenol ke udara untuk memikat lalat buah menghampirinya dan membantu penyerbukan. Turunan lainnya dipakai sebagai penyerap UV, analgesika, biosida, dan antiseptika. Pemanfaatan lainnya adalah sebagai stabilisator dan antioksidan dalam pembuatan plastik dan karet. Senyawa metil eugenol tidak berwujud cair, baunya lebih kuat jika dibandingkan dengan eugenol. Memiliki nama lain 1,2-dimethoxy-4-allyl bensol, rumus molekul C11H14O2, dan berat molekul 178,22 gr/mol.

sehingga membantu penyerbukan. Geraniol juga ditemukan pada tumbuhan tembakau dan dijadikan sebagai bahan tambahan pada rokok untuk meningkatkan rasanya. Geraniol memiliki rumus molekul C 10 H 18 O, massa molar 154,25 gr/mol, densitasnya 0,889 gr/cm3, dan titik didih 229 o C. Geraniol tidak larut dalam air. 9. Terpineol Terpineol banyak terdapat di dalam minyak kayu putih, dan minyak cemara. Ada tiga isomer, alpha-, beta-, dan gammaterpineol. Terpineol memiliki aroma yang mirip bunga lilac dan biasa digunakan dalam parfum, kosmetik, dan pemberi rasa. Terpineol memiliki massa molar 154,25 gr/mol, densitasnya 0,9338 gr/cm3, dan titik didih 219 oC.

4. Acetyl eugenol Acetyl eugenol memiliki banyak nama lain, yaitu aceteugenol; eugenol asetat; 1,3,4-eugenol asetat; dan 4-allyl-2-methoxyphenol asetat. Memiliki rumus molekul C 12 H 14 O 3 , dan berat molekul 206,241 gr/mol.

Minyak Atsiri Minyak yang terdapat di alam dibagi menjadi 3 golongan, yaitu minyak mineral (mineral oil), minyak nabati, dan minyak hewani yang dapat dimakan (edible fat), dan minyak atsiri (essential oil). Minyak atsiri yang dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile oil), dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungget taste), berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam pelarut organic dan tidak larut dalam air. (Ketaren, 1985). Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam tanaman, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Minyak tersebut disintesa dalam sel kelenjar (glandular cell) pada jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin (resin duct). (Ketaren, 1985). Minyak atsiri mengandung campuran bahan-bahan hayati, termasuk didalamnya adalah aldehide, alcohol, ester, ketone, dan terpen. Bahan-bahan ini kemungkinan merupakan sisa metaabolisme tumbuh-tumbuhan. (Haris, 1990). Kegunaan minyak atsiri sangat luas dan haesifik, khususnya dalam berbagai bidang industri. Banyak contoh kegunaan minyak atsiri, antara lain dalam industri kosmetik (sabun, pasta gigi, sampo, lotion); dalam industri makanan digunakan sebagai bahan penyedap atau penambah cita rasa, dalam industri parfum sebagai pewangi dalam

5. α dan β-pinene Pinene berwujud cair dan tidak berwarna dan memiliki rumus molekul C 10 H 16 . α dan β-pinene memiliki titik didih 163 – 166 oC, berat molar 136,23 gr/mol, density 0,858 gr/mL (pada 20 oC), larut dalam alkohol tetapi kurang larut dalam air, memiliki bau seperti kayu pinus. 6. Phellandrene Phellandrene memiliki rumus molekul C 10 H 16 , massa molar 136,24 gr/mol, densitasnya 0,846 – 0,85 gr/cm3, dan titik didih 171 – 172 oC. 7. Linalool Linalool dapat larut dalam air dan pelarut organik, berwujud cair pada suhu kamar. Banyak terdapat dalam tumbuh-tumbuhan, khususnya herbal dan buah. Linalool biasa digunakan dalam pembuatan vitamin E, proses industri makanan, parfum, kosmetik, dan sabun. Linalool memiliki rumus molekul C 10 H 17 OH dan nama lain 3,7-dimethyl-1,6-octadien3-ol. Linalool akan meleleh pada suhu kurang dari 20 o C dan mendidih pada suhu 198 – 199 oC. 8. Geraniol Penelitian menunjukkan bahwa geraniol efektif sebagai penolak nyamuk. Selain itu, bau geraniol dapat mengundang serangga, khususnya lebah madu, untuk mendapatkan nektar pada bunga 20

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

berbagai produk minyak wangi; dalam industri farmasi atau obat-obatan (anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri) dalam industri bahan pengawet; bahkan digunakan pula sebagai insektisida. (Rahmayati, 2002). Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap bagian tanaman, yaitu daun, bunga, buah, biji, batang, atau kulit dan akar. Dalam tanaman minyak atsiri mempunyai 3 fungsi, yaitu : 1. membantu proses penyerbukan dengan menarik beberapa jenis serangga atau hewan yang dapat membantu proses penyerbukan. 2. mencegah kerusakan dari beberapa jenis serangga atau hewan perusak. 3. sebagai cadangan makanan dalam tanaman. (Ketaren, 1985). 4. sebagai penutup bagian kayu yang terluka. 5. untuk pencegah penguapan cairan sel. (Guenter, 1987). Komposisi Kimia Minyak Atsiri Secara Umum Pada umumnya variasi komposisi minyak atsiri disebabkan oleh perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi yang digunakan, dan cara penyimpanan minyak. Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hydrogen (H), dan oksigen (O), serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan belerang (S). (Ketaren, 1985). Pada umumnya komposisi kimia dalam minyak atsiri dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : 1. Hidrokarbon yang terdiri terutama persenyawaan terpene. 2. “Oxygenated Hydrocarbon” Tetapi umumnya sebagian besar minyak atsiri terdiri dari campuran persenyawaan golongan hidrokarbon dan “oxygenated hydrocarbon”. Disamping itu minyak atsiri mengandung resin dan lilin dalam jumlah kecil yang merupakan komponen tidak dapat menguap. (Ketaren, 1985). Minyak Atsiri Eugenol Minyak atsiri eugenol adalah minyak atsiri yang biasanya dihasilkan dari ekstraksi atau penyulingan bunga dan daun cengkeh. Berbentuk zat cair, tidak berwarna, atau berwarna kekuningkuningan dan berubah menjadi coklat jika dikontakkan dengan udara. Eugenol bersifat larut dalam alkohol, chloroform, dan eter, mudah menguap, sukar larut dalam air, dan mempunyai rasa getir. (Ketaren, 1985). Eugenol mempunyai rumus kimia sebagai berikut :

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

CH 2 =CHCH 2 C 6 H 3 (OCH 3 )OH. (Ketaren, 1985) H

OH

O -- CH3

H

CH3 – CH = CH2

H

Gambar Rumus bangun eugenol Cara Memproduksi Minyak Atsiri Cara pengambilan minyak atsiri dari tumbuh-tumbuhan dilakukan dengan empat cara, yaitu : 1. Penyulingan 2. Ekstraksi dengan lemak dingin (Enfleurasi) 3. Ekstraksi dengan lemak panas (Meserasi) 4. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut mudah menguap 1. Penyulingan Penyulingan dapat didefinisikan sebagai pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jenis atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap. Dalam industri minyak atsiri dikenal 3 macam metode penyulingan, yaitu : a. Penyulingan dengan Air Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap berlingkar terbuka atau tertutup. (Guenther, 1987). b. Penyulingan dengan Air dan Uap Pada metode penyulingan ini, bahan olah diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan uap yang digunakan adalah uap jenuh, bahan yang akan disuling kontak dengan uap tersebut. (Guenther, 1987).

21

c.

Penyulingan dengan Uap Metode ketiga adalah penyulingan dengan uap prinsipnya sama dengan penyulingan air dan uap, tetapi uap yang digunakan pada penyulingan uap adalah uap kelewat jenuh dan tekanannya lebih dari 1 atmosfir. (Guenther, 1987). Sejauh ini, tidak ada perbedaan yang mendasar dari ketiga proses penyulingan tersebut, tetapi bagaimanapun juga dalam prakteknya hasilnya akan berbeda bahkan kadang-kadang perbedaan ini sangat berarti, karena tergantung pada metode yang dipakai dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama berlangsungnya penyulingan. 2. Ekstraksi dengan Lemak dingin (Enfluerasi) Prinsip kerja proses enfluerasi cukup sederhana. Jenis bunga yang digunakan tertentu (misalnya sedap malam dan bunga melati) stelah dipetik, bunga masih meneruskan aktivitas fisiologinya sehingga memproduksi minyak dan mengeluarkan bau wangi. Lemak mempunyai daya absorbsi yang tinggi dan jika dicampur dan kontak dengan bunga yang berbau wangi, maka lemak akan mengabsorbsi minyak yang dikeluarkan oleh bunga tersebut. Bunga segar hasil pemetikan ditabur di atas permukaan lemak (corp) yang telah disediakan dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian diganti lagi dengan bunga yang masih segar. Pada akhir proses, lemak akan jenuh dengan minyak bunga. Kemudian minyak bunga tersebut diekstraksi dengan menggunakan alkohol dan selanjutnya alkohol dipisahkan. (Guenther, 1987). 3. Ekstraksi dengan Lemak Panas (Meserasi) Prinsip dasar dari proses meserasi ialah sebagai berikut, minyak bunga diekstraksi dengan cara mencelupkan bunga ke dalam lemak panas. Dengan kata lain, wadah yang berisi lemak panas diisi dengan bunga segar sampai lemak tersebut jenuh dengan minyak bunga. Bunga yang telah layu dipisahkan dari lemak, dan lemak harum yang disebut pomade, yang telah banyak dikenal di dunia perdagangan. Pomade dapat diolah lebih lanjut dengan mengekstraksinya menggunakan alkohol keras, misalnya ekstraksi terhadap pomade melati atau sedap malam, sehingga dihasilkan ekstrait beralkohol (Extrait d’Orange, Extrait d’Rose) yang telah siap diperdagangkan atau siap menjadi pomade ekstraksi absolut dengan cara penyulingan vaccum. (Guenther, 1987). 4. Ekstraksi dengan Pelarut Mudah Menguap Metode ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1835 oleh Robiquet tidak lama kemudian Buchner dan Favrot melakukan percobaan ekstraksi bunga dengan menggunakan pelarut dietil eter. Sekitar tahun 1856, Millon di Algeria mengekstraksi bunga dengan menggunakan berbagai macam

22

pelaarut, Hirzel pada tahun 1874 menyarankan bahwa petroleum eter merupakan pelarut yang sangat baik digunakan dan telah dicoba di beberapa negara eropa. (Guenther, 1987). Cara kerja ekstraksi dengan pelarut menguap cukup sederhana yaitu dengan cara memasukkan bunga yang diekstraksi ke dalam ketel ekstraktor khusus, dan kemudian ekstraksi berlangsung secara sistematik pada suhu kamar, dengan menggunakan petroleum eter sebagai pelarut. Pelarut akan berpentrasi ke dalam bahan dan melarutkan minyak bunga, lilin, albumin, serta zat warna. Larutan tersebut selanjutnya dipompa ke dalam evaporator dan minyak dipekat pada suhu rendah. Setelah semua pelarut diuapkan dalam keadaan vaccum, maka diperoleh minyak bunga yang pekat. Dan suhu dijaga rendah selama proses ini berlangsung, dengan demikian uap aktif yang terbentuk tidak akan merusak persenyawaan minyak bunga. Jika dibandingkan dengan mutu minyak bunga hasil penyulingan, minyak bunga hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut lebih mendekati bau bunga alami. (Guenther, 1987). Walaupun cara ekstraksi menggunakan pelarut mudah menguap sederhana, namun proses menggunakan pelarut menguap tidak mudah tidak mudah diterapkan karena memerlukan alat-alat yang rumit dan mahal dan juga memerlukan tenaga kerja yang terlatih. Biaya ekstraktif lebih mahal. Hilangnya pelarut selama proses berlangsung tidak dapat dihindari, dan ini akan menambah biaya produksi. Semua minyak yang diekstraksi dengan pelarut menguap mempunyai warna gelap, karena mengandung pigmen alamiah yang bersifat tidak dapat menguap. Sebaliknya minyak hasil penyulingan uap, umumnya berwarna cerah dan bersifat larut dalam alkohol 95%. Namaun demikian, minyak hasil ekstraksi dengan pelarut mempunyai keunggulan, yaitu mempunyai bau yang mirip bau alamiah. (Guenther, 1987). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi menggunakan pelarut mudah menguap ialah : 1. Perlakuan Pendahuluan sebelum Ekstraksi Perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang mengandung minyak umumnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan cara pengecilan ukuran bahan (size reduction), pengeringan atau pelayuan. (Ketaren, 1985). Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

Proses pengecilan ukuran dan pengeringan bahan yang bersifat permiable (mudah ditembus dengan zat cair dan uap) kadang-kadang dilakukan denga tujuan untuk mengekstraksi minyak dengan waktu yang relatif lebih singkat. Perlakuan pendahuluan dengan cara pengeringan akan mempercepat proses ekstraksi dan memperbaiki mutu minyak, akan tetapi selama pengeringan kemungkinan sebagian minyak, akan hilang karena penguapan dan oksidasi oleh oksigen udara. (Ketaren, 1985). a. Perajangan Minyak atsiri dapat bersumber dari bahan berupa akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Sebelum bahan olah tersebut diekstrak atau disuling, sebaiknya dirajang terlebih dahulu menjadi potonganpotongan kecil. Proses perajangan ini bertujuan untuk mempermudah penguapan minyak atsiri dari bahan. Besar ukuran partikel hasil rajangan bervariasi, tergantung dari jenis bahan itu sendiri. Bahan berupa bunga (mawar, kenanga, melati) dan daun (nilam, kayu putih) tida berserat, dapat disuling langsung tanpa dirajang terlebih dahulu. Akan tetapi bahan yang berupa akar (akar wangi, umbi jahe) ranting dan semua bahan yang berupa kayu dan daun berserat harus dirajang menjadi potongan-potongan kecil, khususnya bahan yang berupa biji (lada, pala), harus dihancurkan. (Ketaren, 1985). b. Penyimpanan bahan olah Tempat dan kondisi bahan olah sebelum perajangan mempengaruhi penyusustan minyak atsiri, namun pengaruhnya tidak begitu besar seperti pada perajangan. Penyimpanan bahan olah dengan cara penimbunan sering dilakukan akibat terhambatnya proses penyulingan atau ekstraksi. (Ketaren, 1985). Kehilangan minyak disebabkan oleh penguapan secara bertahap, disamping turunnya mutu akibat proses oksidasi. Jika bahan olah harus disimpan sebelum proses, maka harus disimpan dalam udara kering yang bersuhu rendah, dan udara tidak disirkulasi. Jika mungkin ruang dilengkapi dengan ‘air conditioner’. (Ketaren, 1985). Penyusutan minyak selama penyimpanan dalam udara kering tergantung dari beberapa faktor, yaitu : kondisi bahann, metode dan lama penyimpanan, dan komposisi kimia minyak dalam bahan. Bahan olah berupa daun dan buangan tidak dapat disimpan lama, namun sebaliknya bahan berupa kulit pohon, kulit, akar, kayu lebih tahan disimpan lama, karena jumlah minyak yang menguap lebih kecil. (Ketaren, 1985). c. Pelayuan dan pengeringan Sebagian bahan olah memerluka proses pengeringan, sebelum disimpan atau disuling (diekstrak). Tujuan dari pelayuan dan pengeringan

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

bahan olah adalah untuk menguapkan sebagian air dalam bahan, sehingga proses penyulingan mudah dan lebih singkat dan untuk menguraikan zat tidak berbau sehingga berbau wangi. (Ketaren, 1985). Kehilangan minyak selama periode pelayuan dan pengeringan lebih besar dari kehilangan minyak selama proses penyimpanan. Hal ini terjadi karena pada proses pengeringan, air dalam tanaman akan berdifusi sambil mengangkut minyak atsiri dan akhirnya menguap. (Ketaren, 1985). Bahan yang mengandung fraksi minyak yang mudah menguap biasanya hanya dilayukan atau dikeringkan pada tingkat kering udara, sedangkan bahan yang mengandung minyak atsiri yang sukar menguap, biasanya dikeringkan lebih lanjut. (Ketaren, 1985). Pengujian Dan Analisa Minyak Atsiri Pengujian yang penting adalah penentuan sifat fisika kimia dari minyak yang dihasilkan. Penentuan bobot jenis, putaran optik, kelarutan dalam alkohol, dan indeks bias. Uji khusus lainnya dapat pula dilakukan (misalnya kadar eter, penentuan total alkohol, titik beku, residu penguapan) dan hal ini tergantung pada jenis bahan. Dengan cara membandingkan hasil analisis dengan data pustaka maka ahli kimia dapat memperoleh gambaran tetntang kemurnian dan kualitas minyak. (Guenther, 1987). Tujuan utama dari analisis ini adalah untuk mengetahui standarisasi minyak atsiri sehingga hasil karya ahli kimia yang bergerak di bidang industri minyak atsiri dapat menjadi pedoman pihak yang berkecimpung di bidang industri yang menangani minyak atsiri. (Guenther, 1987). Penetapan Bobot Jenis pada Minyak Atsiri Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai bobot minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,696 – 1,188 pada suhu 15 oC dengan air pada volume air yang sama denga volume minyak pada suhu 15 oC. Piknometer adalah alat penetapan bobot jenis yang praktis dan tepat digunakan, yang melengkapi dengan termometer dan sebuah kapiler dengan gelas pentup. (Guenther, 1987).

23

Metode Memperoleh Minyak Daun Salam India Sokhelet Extractor Dalam melakukan proses pemisahan, pada penelitian ini digunakan serangkaian alat ekstraktor, yang terdiri dari sichelet, labu ektraksi dan condenser. Dalam proses ekstraksi, pelarut pertama-tama dituang dari bagian atas sochelet kemudian mengalir kebawah melewati bungkusan sample menuju labu ekstraksi. Pada saat ekstraksi berlangsung pelarut akan menguap, uap tersebut mengalir ke atas dari saluran yang lebih kecil setelah mencapai tabung condenser terkondensasi kembali. Uap yang telah terkondensasi kemudian menetes pada bungkusan sample dan mulai mengekstrak. Variabel-variabel yang mempengaruhi dalam suatu proses ekstraksi adalah : 1) jumlah solvent 2) suhu ekstraksi 3) jenis solvent 4) ukuran partikel solid 5) waktu ekstraksi Pemilihan Pelarut Dalam pemilihan pelarut, harus memperhatikan pertimbangan berikut : 1) Selektifitas Pelarut harus memiliki selektivitas yang baik. Pelarut harus dapat melarutkan minyak dengan cepat dan sempurna dan sedikit mungkin melarutkan bahan non minyak. 2) Koefisien distribusi Pelarut harus dapat berdistribusi dengan cepat ke dalam bahan yang akan di ekstrak. 3) Kelarutan pelarut Pelarut sebaiknya tidak larut dalam air. 4) Kemampuan recovery Pelarut diharapkan mempunyai tingkat recovery yang tinggi sehingga lebih bernilai ekonomis. 5) Density 6) Tegangan permukaan 7) Reaktifitas kimia 8) Pelarut harus memiliki titik didih yang seragam, dan jika diuapkan tidak ada bagian pelarut yang tertinggal di dalam minyak. Pelarut yang mempunyai titik didih tinggi dan tidak seragam akan dapat tertinggal dalam minyak setelah proses penguapan sehingga mempengaruhi kualitas aroma dalam minyak yang dihasilkan. 9) Pelarut harus tidak beracun, mudah didapat dan harganya murah. Etil Alkohol Karakteristik Nama sistematis 24

: Etanol

Nama lain

: Ethyl Alkohol, Grain Alkohol, Hydroxyethane Rumus molekul : C2H6O Berat molekul : 46,06844 gr/mol Wujud : Cauran bening Sifat-sifat Fisik dan Kimia Densitas : 0,789 gr/cm3 Kelarutan : larut baik dalam air Titik lebur : -114,3 oC Titik didih : -78,4 oC Keasaman (pKa) : 15,9 Etanol merupakan senyawa organic yang tersusun dari unsur-unsur karbon, hydrogen, dan oksigen. Etanol memiliki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan dengan methanol dan lebih rendah dibandingkan dengan alcoholalkohol lainnya. Hal ini dapat diterangkan dengan adanya ikatan hydrogen di dalam molekul alcohol, sehingga alcohol dengan bobot molekul rendah sangat larut dalam air. Tetapi dengan adanya gaya Van Der Waals antara molekul-molekul hydrogen dalam alcohol menjadi lebih efektif menarik molekul satu sama lain sehingga mengalahkan efek pembentukan ikatan hydrogen (Koenan, 1986) Etanol bersifat miscible terhadap air dan dengan kebanyakan larutan organic, termasuk larutan non-polar seperti aliphatic, hydrocarbons. Lebih jauh lagi penggunaan etanol digunakan sebagai solvent untuk melarutkan obat-obatan, penguat rasa, dan zat warna yang tidak mudah larut dalam air. Bila bahan non-polar dilarutkan dalam etanol, dapat ditambahkan air untuk membuat larutan yang kebanyakan air. Gugus OH dalam etanol membantu melarutkan molekul polar dan ionion dan gugus alkilnya CH 3 CH 2 - dapat mengikat bahan non-polar. Dengan demikian etanol dapat melarutkan baik non maupun polar. Asam Klorida (HCl) Karakteristik : Nama lain Rumus molekul

:Klorina :HCl dalam air (H2O) Massa molar :36,46 g/mol (HCl) Wujud :Cairan tak berwarna sampai dengan kuning pucat Sifat-sifat kimia : Densitas : 1,18 g/cm3 (variable) Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

Titik leleh : −27,32 °C (247 K) Titik didih : 110 °C (383 K), Kelarutan : tercampur penuh dalam air Keasaman (pKa) : −8,0 Viskositas : 1,9 mPa•s pada 25 °C Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Ia adalah asam kuat, dan merupakan komponen utama dalam asam lambung. Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri. Asam klorida harus ditangani dengan wewanti keselamatan yang tepat karena merupakan cairan yang sangat korosif. Asam klorida diproduksi dalam bentuk larutan 38% HCl (pekat). Konsentrasi yang lebih besar daripada 40% dimungkinkan secara kimiawi, namun laju penguapan sangatlah tinggi, sehingga penyimpanan dan penanganannya harus dilakukan dalam suhu rendah. Konsentrasi HCl yang paling optimal untuk pengantaran produk adalah 30% sampai dengan 34%. Kandungan asam klorida pada kebanyakan cairan pembersih umumnya berkisar antara 10% sampai dengan 12%. Cairan pembersih tersebut harus diencerkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Asam klorida pekat (asam klorida berasap) akan membentuk kabut asam. Baik kabut dan larutan tersebut bersifat korosif terhadap jaringan tubuh, dengan potensi kerusakan pada organ pernapasan, mata, kulit, dan usus. Seketika asam klorida bercampur dengan bahan kimia oksidator lainnya, seperti natrium hipoklorit (pemutih NaClO) atau kalium permanganat (KMnO 4 ), gas beracun klorin akan terbentuk. III. METODOLOGI Pada penelitian ekstraksi minyak biji kelor ini, beberapa variabel kuantitatif yang diberikan adalah: • jenis pelarut : etanol HCl • konsentrasi pelarut : etanol : 25%, 50%, 75%, 98% HCl : 20%, 25%, 30%, 37% Prosedurnya pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : Proses Pendahuluan. Daun salam India dibersihkan dari kotoran-kotoran lainnya, kemudian dihaluskan. Setelah itu daun yang telah dihaluskan disimpan, kemudian dilakukan proses ekstraksi. Proses Ekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan sochlet. Sampel ditimbang seberat 100 gram, kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas saring yang dibentuk seperti silinder dimana besarnya sesuai dengan

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

ukuran sochlet yang digunakan. Selanjutnya sample tersebut dimasukkan ke dalam sochlet yang telah dirangkai dengan condenser dan labu didih, solven berupa etanol dimasukkan ke dalam labu dasar bulat sebanyak 100 ml. Kemudian rangkaian sochlet tersebut diletakkan di atas pemanas lalu dipanaskan sampai mencapai 90 oC. Ekstraksi dilakukan samapi etanol yang ada di dalam sochlet kembali kewarna asalnya 9bening). Prosedur ini dilakukan sama untuk setiap sample, yang membedakannya adalah konsentrasi pelarut yaitu HCl 20 %, HCl 25 %, HCl 30% , HCl 37 % sedangkan etanol 25 %, 50 %, 75 %, 98 %. Proses Destilasi Hasil Ekstraksi. Proses dari destilasi merupakan kelanjutan dari proses ekstraksi. Pada proses destilasi ini digunakan seperangkat alat destilasi, dimana solvent yang masih bercampuran dengan ekstrak daun salam India dipisahkan. Selanjutnya akan didapatkan ekstrak daun salam India yang masih mengandung zat warna, minyak atsiri eugenol dan zat-zat lainnya. Prosedur Analisa Berat Jenis - Menimbang piknometer kosong yang telah dibersihkan dan dikeringkan. - Memasukkan minyak eugenol dalam pikno lalu masukkan dalam gelas kimia berisi es, sampai temperature pikno 15 oC. - Mengeringkan dari es lalu timbang. Density = B.P berisi – B.P kosong Volume Piknometer (A.L. Underwood “Analisis Kimia Kuantitatif”) Prosedur Penentuan Kadar Eugenol Minyak hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam labu takar sebanyak 10 ml, kemudian tambahkan 75 ml larutan NaOH 1 N, lalu botol ditutup dan dikocok selama 5 menit. Labu takar tersebut dipanaskan di atas pemanas uap selama 10 menit, dengan sesekali dilakukan pengocokan untuk menjamin berlangsungnya proses penyabunan, lalu pemanasan dihentikan. Tambahkan larutan NaOH 1 N secara hati-hati melalui leher labu untuk memisahkan minyak yang tidak bereaksi, penambahan pada waktu panas

25

Karena senyawa non eugenol akan berubah padat. Lalu minyak yang tidak larut diukur. % Eugenol = 10 (10 – jumlah ml minyak yang tidak larut)

(A.L. Underwood “Analisa Kimia Kuantitatif”) 3.

Hasil dan Pembahasan Proses ekstraksi yang dilakukan memperoleh berat jenis dan kadar eugenol yang berbeda-beda. Hal ini berkaitan erat dengan variabel-variabel penelitian. Jenis pelarut dan konsentrasi pelarut mempengaruhi berat jenis dan kadar eugenol yang diperoleh. Ektraksi daun salam India menghasilkan berat jenis terbesar 1,7852 gr/ml dan kadar eugenol 93,8% untuk pelarut etanol dengan konsentrasi 98%. Dari hasil penelitian terdapat 2 kemungkinan, yaitu :

ekstraksi menggunakan pelarut etanol akan memberikan hasil yang lebih baik. Minyak daun salam India yang didistilasi dengan kadar pelarut yang tinggi akan menunjukkan nilai berat jenis yang tinggi pula. (Guenther, 1987). Oleh sebab itu semakin tinggi konsentrasi pelarut maka nilai berat jenisnya akan semakin tinggi pula. b. Pengaruh konsentrasi pelarut etanol dan asam klorida terhadap kadar eugenol yang terkandung di dalam daun salam India dapat dilihat pada grafik berikut : Kadar Eugenol 100 90 80 70 60 50

a.

Pengaruh konsentrasi pelarut etanol dan asam klorida terhadap berat jenis dapat dilihat pada grafik berikut :

40

etanol asam klorida

30 20 10 0

2 1.8 1.6 Berat1.4 jenis1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0

0

asam klorida etanol

0

50 100 150 Konsentrasi pelarut

Grafik 4.1. Pengaruh Konsentrasi Pelarut Terhadap Berat Jenis Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai berat jenis dari ekstraksi menggunakan pelarut etanol lebih tinggi dibandingkan dengan berat jenis dari ekstraksi menggunakan pelarut asam klorida. Hal ini dikarenakan nilai berat jenis etanol itu sendiri lebih tinggi daripada berat jenis asam klorida, sehingga mempengaruhi nilai berat jenis minyak yang dihasilkan. Selain itu, etanol bersifat polar sehingga di dalam minyak masih terdapat air yang terikat. Nilai berat jenis yang didapatkan dari ekstraksi dengan pelarut etanol berkisar antara 1,12 – 1,79 gr/ml. nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan nilai berat jenis yang didapatkan dari ekstraksi dengan pelarut asam klorida yaitu berkisar antara 0,47 – 1,06 gr/ml. Hal ini menunjukkan bahwa 26

50

100

150

Konsentrasi Pelarut

Grafik 4.2. Pengaruh Konsentrasi Pelarut Terhadap Kadar Eugenol Berdasarkan grafik 4.2 di atas dapat dilihat bahwa nilai kadar eugenol dari ekstraksi menggunakan pelarut etanol lebih tinggi dibandingkan dengan kadar eugenol dari ekstraksi dengan menggunakan pelarut asam klorida. Hal ini dikarenakan apabila berat jenis ditunjukkan oleh angka yang tinggi, kemungkinan minyak daun salam India tersebut mengandung kadar eugenol yang tinggi pula. Apabila sifat-sifat itu ditunjukkan oleh angka yang rendah, kemungkinan kandungan eugenol rendah persentasenya. (Somaatmadja, 1970). Oleh sebab itu, semakin tinggi konsentrasi pelarut maka kadar eugenolnya akan semakin tinggi pula. Pada penelitian ini kadar eugenol yang tertinggi dengan menggunakan pelarut etanol dengan konsentrasi 98% adalah 93,8%. a. Untuk analisa berat jenis - Untuk etanol sebagai pelarut

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

Tabel 4.1. Hasil Ekstraksi Dan Destilasi Daun Salam India Untuk Berat Pikno Berisi (Gram) Konsentrasi Pelarut (%) 25

Berat

50 75 98

1,3255 1,5505 1,7852

1,123

Berat piknometer kosong = 10,6092 gram -

Untuk HCl sebagai pelarut

Tabel 4.2. Hasil Ekstraksi Dan Destilasi Daun Salam India Untuk Berat Pikno Berisi (Gram) Konsentasi Pelarut Berat (%) 20 0,474 25 0,6765 30 0,8765 37 1,0562 Berat piknometer kosong = 10,6092 gram b.

Untuk analisa kadar eugenol - untuk etanol sebagai pelarut

Tabel 4.3. Hasil Ekstraksi Dan Destilasi Daun Salam India Untuk Volume Minyak Terlarut Dan Tak Terlarut (Ml) Konsentrasi Minyak Minyak Pelarut (%) Terlarut Tak Terlarut 25 60,800 2,95 50 62,325 1,44 75 62,610 1,14 98 63,130 0,62 Tabel Hasil Ekstraksi Dan Destilasi Daun Salam India Untuk Volume Minyak Terlarut Dan Tak Terlarut (Ml) Konsentrasi Minyak Minyak Pelarut (%) Terlarut Tak Terlarut 20 50,67 4,71 25 49,55 3,58 30 49,77 3,36 37 50,16 2,97

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain : 1. Kualitas minyak daun India yang baik dapat dihasilkan dengan menggunakan konsentrasi pelarut yaitu 98%. Konsentrasi pelarut dapat mempengaruhi nilai berat jenis dan kandungan kadar eugenol dari minyak daun salam India. 2. Semakin tinggi konsentrasi pelarut, maka semakin tinggi juga nilai berat jenis dan kandungan kadar eugenol dari minyak daun salam India. 3. Konsentrasi pelarut yang menggunakan pelarut etanol 98% akan menghasilkan berat jenis yang paling tinggi yaitu 1,7852. Etanol bersifat polar sehingga di dalam minyak masih terdapat air yang terikat. 4. Pada proses ekstraksi, konsentrasi pelarut dalam hal ini menggunakan etanol 98% menghasilkan kadar eugenol yang paling tinggi yaitu 93,8% dibandingkan dengan konsentrasi pelarut asam klorida. Eugenol merupakan senyawa penyusun utama dalam menentukan kualitas minyak daun salam India. Beberapa saran yang dapat diberikan setelah melaksanakan penelitian ini antara lain : 1. Untuk menghasilkan produk minyak daun salam India yang berkualitas tinggi, sebaiknya menggunakan pelarut yang titik didihnya rendah agar pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan temperatur yang tinggi. 2. Untuk pembuatan minyak daun salam India, selain metode ekstraksi dan distilasi sebaiknya juga dilakukan metode lain sehingga dapat membandingkan keuntungan dan kerugian metode yang telah dilakukan. 3. Sebaiknya pembuatan minyak daun salam India ini lebih ditingkatkan pada penelitian selanjutnya agar memperoleh hasil yang lebih baik.

27

DAFTAR PUSTAKA Ketaren. S., 1985, Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.

Guenther. E., 1987, Minyak Atsiri, jilid I, Universitas Indonesia, Jakarta NN. 2009. Ethanol. (online). (http://www.wikipedia.org, Agustus 2009). NN. 2009. Asam Klorida. (online). (http://www.wikipedia.org, Agustus 2009).

diakses

diakses

NN. 2009. Daun Salam India. (online). (http://www.wikipedia.org, diakses Agustus 2009).

28

9

Guenther E, 1965, The Essential Oils, Vol. II, D Van Nostrand Company, Inc., NewYork.

9

Guenther E, 1987, Minyak Atsiri, Jilid IV-B, Terjemahan S. Ketaren, Universitas Indonesia, Jakarta, p 478. Haris R., 1987, Tanaman Minyak Atsiri, Penerbit Swadaya, Jakarta, p. 15 -18.

9

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010