EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI JAHE MERAH DENGAN VARIASI JENIS PELARUT

Download Pengembangan minyak atsiri Indonesia ditujukan untuk meningkatkan ekspor dan substitusi impor, sehingga dapat menyediakan bahan baku untuk ...

0 downloads 416 Views 403KB Size
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534

Ekstraksi Minyak Atsiri Jahe Merah Dengan Variasi Jenis Pelarut Dan Waktu Ekstraksi Elvianto Dwi Daryono1,2, Ferry Andri Trilaksono1, Lia Walianti1 1)Jurusan

Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, ITN Malang e-mail: 2)[email protected]

ABSTRAK Pengembangan minyak atsiri Indonesia ditujukan untuk meningkatkan ekspor dan substitusi impor, sehingga dapat menyediakan bahan baku untuk industri dalam negeri yang berarti juga dapat menghemat devisa. Dalam penelitian ini, minyak atsiri jahe dibuat dari jahe merah yang diangin-anginkan selama 3 hari dengan ekstraksi distilasi. Variable yang diteliti adalah variasi jenis pelarut yaitu etanol, etil asetat dan n-heksan, serta waktu ekstraksi yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5 jam. Esktraksi dilakukan pada jahe merah asal Tumpang Malang yang berumur 8 bulan sebanyak 150 g. Perbandingan massa jahe terhadap volume pelarut yaitu 1 : 4. Ekstraksi dilakukan selama 1, 2, 3, 4, dan 5 jam dengan kecepatan pengadukan 199 rpm dan destilasi selama 3 jam pada suhu 80oC. Hasil ekstraksi merupakan campuran antara fixed oil dan minyak atsiri yang sudah menguap. Minyak atsiri jahe berwarna kuning cerah, kuning sampai coklat muda. Untuk semua jenis pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, semakin lama waktu ekstraksi maka minyak atsiri (sineol) yang terekstrak semakin banyak. Untuk rendemen terbaik diperoleh pada ekstraksi jahe merah menggunakan pelarut etil asetat dengan waktu esktraksi 5 jam yaitu 7,20%. Untuk kadar sineol terbaik diperoleh pada ekstraksi jahe merah menggunakan pelarut n-heksana dengan waktu esktraksi 5 jam yaitu 34,26%. Kata Kunci : Minyak atsiri, jahe merah, ekstraksi, distilasi, sineol, rendemen

ABSTRACT Development of Indonesian essential oils intended to increase exports and import substitution, so as to provide the raw materials for the domestic industry, which means it can also save foreign exchange. In this study, ginger essential oil made from red ginger aerated for 3 days with distillation extraction. Variables studied are variations in the type of solvent is ethanol, ethyl acetate and n-hexane, and the extraction time is 1, 2, 3, 4 and 5 hours. Extraction is done in red ginger origin Overlapping 8-month-old Malang 150 g. Ginger mass ratio of the volume of solvent is 1: 4. Extraction was carried out for 1, 2, 3, 4, and 5 hours with a stirring speed of 199 rpm and distilled for 3 h at 80 ° C. The result of a mix between fixed extraction of oil and essential oil has evaporated. Essential oils of ginger bright yellow, yellow to light brown. For all types of solvent used in the extraction, the longer time the extraction of essential oils (cineol) extracted more and more. For the best yield obtained in the red ginger extract using ethyl acetate solvent extraction time 5 hours is 7.20%. For best cineole levels obtained in the extraction of red ginger using nhexane extraction time 5 hours is 34.26%. Keywords : Essential oil, red ginger, extraction, distillation, cineole, yield

Pendahuluan Nilai perdagangan obat herbal, suplemen makanan di dunia pada tahun 2000 mencapai 40 milyar USD. Pada tahun 2002 meningkat menjadi 60 milyar USD dan pada tahun 2050 diperkirakan menjadi 5 triliun USD dengan peningkatan 15% per tahun. Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu dari lima komoditas andalan Indonesia (Anonim, [4]). Di samping mengekspor, Indonesia juga mengimpor beberapa jenis minyak atsiri yang sebagian dapat dihasilkan di Indonesia. Pada tahun 2006, Indonesia mengimpor minyak atsiri sebesar 815.797 kg dengan nilai US $ 7,36 juta (BPS, [6]). Oleh sebab itu pengembangan minyak atsiri SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015

763

SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534

Indonesia ditujukan untuk meningkatkan ekspor dan substitusi impor, sehingga dapat menyediakan bahan baku untuk industri dalam negeri yang berarti juga dapat menghemat devisa. Beberapa jenis minyak atsiri yang potensial untuk dikembangkan antara lain minyak adas, minyak jahe, minyak daun jeruk purut, minyak kapulaga, kayu manis dan minyak permen. Harga minyak jahe asal India di pasar Eropa US $ 105 per kg, minyak jahe asal Cina US $ 42,0 per kg (The Public Ledger, [17]). Sementara minyak jahe Indonesia belum banyak dikenal. Komponen penyusun utama minyak jahe adalah gingeren, gingerol, gingeron, zingiberen, linalool, campen, felandrene, sitral, sineol, borneol dan lain-lain (Lawless, 2002). Sebelumnya, suatu penelitian yang dilakukan oleh Grosch [10] menyimpulkan bahwa kontributor paling penting pada aroma jahe segar adalah senyawa-senyawa 1,8-sineol, linalool, sitronellil asetat, borneol, geranial, dan geraniol. Minyak atsiri jahe banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri parfum, kosmetik, essence, farmasi dan flavoring agent. Dewasa ini Indonesia dihadapkan pada dua masalah utama yaitu, mutu rendah dan harga yang berfluktuasi. Mutu minyak atsiri yang rendah merupakan akumulasi dari mutu bahan baku tanaman atsiri yang rendah dan tidak seragam, penggunaan alat ekstraksi, teknologi proses yang belum terstandar, serta kurangnya insentif harga bagi minyak atsiri yang bermutu baik (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, [18]). Melihat besarnya potensi minyak atsiri jahe sebagai komoditas ekspor, maka minyak atsiri jahe sangat bagus untuk terus dikembangkan guna meningkatkan mutu minyak atsiri jahe dengan metode ekstraksi yang lebih baik dan menguntungkan untuk memperoleh rendemen minyak atsiri jahe yang lebih besar. Bahan baku obat alam ini mempunyai beberapa kegunaan seperti dapat untuk mengobati sakit gigi, malaria, rematik, sembelit, batuk, kedinginan dan sumber antioksidan (Chrubasik et al., [6]; Al Amin, [1]; Ehrlich, [8]; El-Baroty et al., [9]). Aktivitas-aktivitas tersebut pada umumnya disebabkan oleh adanya senyawa bioaktif yang terkandung dalam rimpang jahe, seperti senyawa phenolic (shogaol dan gingerol) dan minyak atsiri, seperti bisapolen, zingiberen, zingiberol, curcurmen, 6-dehydrogingerdion, galanolakton, asam gingesulfonat, zingeron, geraniol, neral, monoakyldigalaktosylglykerol, gingerglycolipid (Kemper, [12]). Penggunaan jahe segar sebagai bahan aditif dalam makanan kurang efektif karena akan meninggalkan ampas, sedangkan yang dibutuhkan adalah ekstrak jahe. Selain itu perdagangan jahe segar sering kali mengalami kerugian karena kadar air yang dimiliki oleh jahe cukup tinggi sehingga jahe akan cepat membusuk dan menurunkan aroma dan cita rasa dari jahe tersebut. Untuk memperoleh minyak jahe bermutu tinggi diperlukan perlakuan pendahuluan seperti pengirisan dan pengeringan rimpang. Pengirisan dimaksudkan untuk membantu proses difusi minyak atsiri dari jaringan serta untuk mempercepat proses pengeringan. Pengeringan yang tidak berlangsung sempurna menyebabkan kadar air terlalu tinggi sehingga minyak yang terekstrak mengandung komponen larut air, seperti pati dan gula. Pengeringan jahe dilakukan dengan cara diangin-anginkan dan jahe kering dihaluskan sampai ukuran 40 mesh. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan rasa dan aroma. Rendemen minyak hasil destilasi yang diperoleh dari rimpang jahe yang diiris serta dikeringkan dengan cara diangin-anginkan yaitu 2,82% (Daryono, [7]). Tabel 1. Komposisi macam-macam jahe Karakteristik

Jenis jahe Minyak atsiri (%)

Pati (%)

Serat (%)

Abu (%)

Air (%)

Jahe gajah

1,62 - 2,29

55,10

6,89

6,60 - 7,57

33,33

Jahe emprit

3,05 - 3,48

54,7

6,59

7,39 - 8,9

-

3,90

44,99

-

7,46

-

Jahe merah (Sumber : Daryono, [7])

Pada penelitian ini digunakan proses ekstraksi dengan menggunakan variasi jenis pelarut yaitu etanol, etil asetat dan n-heksana sehingga diharapkan didapat % minyak atsiri yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari variasi jenis pelarut dan lamanya waktu ekstraksi terhadap optimasi minyak atsiri yang didapatkan dari ekstraksi jahe merah.

SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015

764

SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534 Tabel 2. Komposisi utama senyawa kimia dalam minyak atsiri jahe dengan GC-MS No.

Nama senyawa kimia

Kadar (%)

1.

α-pinene

3,57

2.

Camphene

12,47

3.

β-pinene

0,23

4.

1,8-cineole

17,89

5.

Linalool

0,23

6.

Borneol

3,10

7.

α-terpineol

1,15

8.

Nerol

0,23

9.

Neral

0,21

10.

Bisabolene

1,63

11.

Zingiberene

0,32

(Sumber : Riyanto [16])

Sineol dalam rimpang jahe bisa merangsang aktivitas saraf pusat, mencegah ejakulasi dini, dan merangsang ereksi. Jahe sifatnya menghangatkan, membantu melancarkan peredaran darah – termasuk sirkulasi darah pada organ seksual, dan sebagai simultan sehingga meningkatkan kemampuan ereksi. Menurut tabel 2. di atas, kadar tertinggi dalam minyak atsiri adalah senyawa sineol, yaitu berkisar 17,89%. Sifat khas dari sineol adalah berbau seperti kamfor dan mempunyai rasa dingin yang tajam. Pada suhu 15oC sineol memiliki bobot jenis sebesar 0,930 dan indeks bias 1,4550 pada suhu 20oC. Titik didih senyawa ini berkisar antara 176 oC – 177oC dengan titik beku < 0oC.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dari ekstraksi adalah pengadukan, jenis solvent, waktu perendaman, ukuran partikel dan lama ekstraksi. a.

b.

Pengadukan Dengan pengadukan yang makin kuat, difusi dan kecepatan perpindahan massa dari permukaan partikel ke dalam larutan akan semakin meningkat, dengan adanya pengadukan akan mencegah terjadinya endapan. Jenis solvent Dalam industri makanan, solvent extraction digunakan untuk memisahkan konsentrat dari komponen yang diinginkan dan menghilangkan atau mengurangi konsentrat dari komponen yang tidak diinginkan. Solvent harus dipilih yang cukup baik, tidak merusak solute atau residu. Solvent yang digunakan adalah solvent yang viskositasnya rendah agar sirkulasi bebas dapat terjadi. Solvent yang digunakan sebagai food extraction biasanya harus memiliki prasyarat tertentu. Syarat solvent yang perlu diperhatikan dalam ekstraksi minyak adalah faktor keamanan dan faktor ekonominya, diantaranya adalah sebagai berikut:  solvent mempunyai kelarutan yang tinggi pada suhu tinggi, dan kelarutan yang rendah pada suhu ruang, karena untuk evaporasi harus terjadi pemisahan antara minyak dan solvent.  toksisitas (tidak beracun ketika diproses).  selektivitas yaitu keefektifan pelarut dalam melarutkan zat yang dikehendaki dengan cepat dan baik.  mudah menguap.  bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen minyak.  tidak bereaksi dengan peralatan.  low flammability (tidak mudah meledak).  harganya murah. SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015

765

SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534

Pelarutan suatu bahan dipengaruhi oleh kepolaran bahan. Bahan yang cenderung lebih larut dalam air disebut memiliki sifat yang polar dan sebaliknya bahan yang cenderung lebih larut dalam pelarut organik disebut non-polar. Tingkat polaritas ini dapat ditunjukkan dengan lebih pasti melalui pengukuran konstanta dielektrikum suatu bahan solvent. Semakin besar nilai konstanta dielektrikum yang dimiliki oleh suatu solvent, maka solvent disebut semakin polar. Tabel 3. Sifat kelarutan solvent dalam air Solvent n-heksana Etil asetat Etanol

c.

d.

Rumus kimia

Titik didih

Pelarut non polar CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3 69 °C CH3-C(=O)-O-CH2-CH3 77 °C Pelarut polar protic CH3-CH2-OH 79 °C

Konstanta dielektrik

Massa jenis

2,0 6,0

0,655 g/ml 0,894 g/ml

30

0,789 g/ml

Ukuran partikel Kehalusan dari partikel yang sesuai akan menghasilkan hasil ekstraksi yang efektif dalam waktu singkat. Tetapi bila terlalu halus maka volatile oil akan hilang pada waktu penggilingan. Selain itu serbuk jahe akan melewati lubang saringan dan bercampur dengan hasil saringan. Lama Ekstraksi Untuk ekstraksi minyak menggunakan etanol selama 2 jam, minyak jahe yang dihasilkan hanya mengandung senyawa monoterpenes, sesquiterpenes, dan fatty acid. Sedangkan senyawa gingerol yang merupakan senyawa aktif yang paling utama dalam jahe, teridentifikasi dalam minyak yang diperoleh dari ekstraksi solvent dengan waktu ekstraksi 6 jam (Oktora, [14]).

Menurut Prasetyo dan Cantawinata [15] bahwa proses ekstraksi jahe merah dengan variabel Feed: Solvent memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perolehan dan kadar minyak atsiri jahe yang dihasilkan dari proses ekstraksi menggunakan etanol 95%, sedangkan temperatur dan ukuran bubuk jahe tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Kondisi optimum untuk ekstraksi minyak jahe didapatkan pada temperatur 50 oC, rasio F : S = 1 : 9, dan ukuran bubuk jahe -70/+80 mesh dengan perolehan minyak campuran (oleoresin dan minyak) sebesar 21,98% dan kadar minyak atsiri kasar sebesar 30,17%. Produk minyak jahe hasil penelitian mempunyai kadar minyak atsiri kasar yang cukup besar (standar 18-35%) dengan berat jenis 0,7219-0,9364 g/mL dan indeks bias 1,4201-1,4900. Menurut Anam [3] bahwa untuk ekstraksi jahe emprit menggunakan ukuran bahan 40 mesh menghasilkan minyak lebih baik dibanding 20 mesh dan 60 mesh dengan rendemen 20,601% dan kadar minyak atsiri dalam minyak 21,255%. Kondisi ekstraksi terbaik untuk menghasilkan rendemen minyak jahe yang tinggi dan bermutu baik diperoleh pada kombinasi perlakuan jenis pelarut etanol, waktu 3 jam dan suhu 40oC dengan rendemen minyak campuran (oleoresin dan minyak) 22,123%, kadar minyak atsiri 20,267%, sisa pelarut 9,203% dan indeks bias 1,517. Menurut Almasyhuri et al., [2] bahwa perbedaan cara pengeringan berpengaruh terhadap waktu pengeringan jahe merah. Pengeringan dengan oven suhu 50°C merupakan cara yang paling baik karena diperlukan waktu paling singkat, tetapi menghasilkan jahe kering dengan kandungan minyak atsiri dan jumlah fenol paling kecil dibandingkan dengan cara pengeringan lainnya. Pengeringan dengan diangin-angin merupakan cara yang paling baik dalam menghasilkan jahe merah kering dengan jumlah minyak atsiri dan fenol paling tinggi, tetapi diperlukan waktu pengeringan paling lama. Menurut Hutasoit et al., [11] bahwa setiap jenis jahe mempunyai komposisi dan kandungan minyak jahe yang berbeda. Jahe merah mempunyai rendemen terbesar yaitu 0,342% dengan kandungan minyak (sineol) sebesar 11,39%. Metode penyulingan mempengaruhi rendemen dan kualitas minyak jahe yang dihasilkan, dimana metode yang paling baik adalah metode penyulingan air dan uap. Jahe merah mempunyai kualitas minyak jahe terbaik yaitu massa jenis 0,8828 g/mL, bilangan asam 1,136, bilangan ester 7,980 serta memenuhi standar ISO (1995). SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015

766

SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534

Metode Penelitian Pada penelitian ini, cara pengambilan data yaitu dengan menggunakan metode eksperimen melalui proses ekstraksi selanjutnya dilakukan distilasi sampel, kemudian menganalisa sampel dengan metode GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry).

Kondisi Operasi Penelitian dilakukan dengan kondisi operasi yang dijaga sebagai berikut : pengeringan bahan dengan cara diangin-anginkan menggunakan kipas angin dengan kecepatan putar 1350 rpm selama 3 hari, jenis jahe yaitu jahe merah asal Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang dengan umur 8 bulan, massa jahe merah 150 gram, kecepatan putar stirrer 199 rpm, suhu ekstraksi 30oC, ratio bahan : pelarut = 1 : 4 (w/w), kadar air bahan 17,49%, suhu distilasi 80 oC dan waktu distilasi 3 jam. Kondisi operasi penelitian yang dijalankan adalah jenis pelarut etanol 96%, etil asetat 99% dan n-heksana 99% serta waktu ekstraksi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam.

Prosedur Penelitian Tahap persiapan Jahe merah dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan dengan diangin-anginkan selama 3 hari dengan menggunakan kipas angin dengan kecepatan putar 1350 rpm. Jahe yang telah kering diblender selama ± 30 detik dengan kecepatan putar blender skala 1, kemudian dimasukkan ke dalam desikator.

Tahap ekstraksi Serbuk jahe merah kering sebanyak 150 gram dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan jenis pelarut sesuai kondisi operasi penelitian sebanyak 600 gram. Stirrer dimasukkan ke dalam beaker glass dan bagian atas ditutup rapat dengan aluminium foil. Tombol switch on ditekan dan diatur kecepatan pengadukannya sehingga bahan dan pelarut teraduk sempurna. Ekstraksi dilakukan selama 1, 2, 3, 4 dan 5 jam. Setelah waktu ekstraksi tercapai, tombol switch off ditekan dan selanjutnya sampel diangkat. Sampel ditimbang 100 gram dimasukkan ke dalam botol sampel dengan diberi kode. Sampel disaring dengan kain saring untuk memisahkan padatannya kemudian ditimbang padatan dan cairan hasil ekstrak yang diperoleh.

Tahap distilasi Sampel cair hasil ekstrak dimasukkan ke dalam labu leher satu, kemudian dimasukkan ke dalam waterbath dan peralatan distilasi dirangkai secara sempurna. Destilasi dilakukan selama 3 jam pada suhu 80oC untuk memisahkan antara pelarut dan minyak atsirinya. Residu hasil destilasi yang merupakan minyak atsiri kasar dimasukkan ke dalam botol plastik kecil dan diberi kode. Sampel selanjutnya siap dianalisa kandungan minyak atsirinya dengan GC-MS.

Hasil dan Pembahasan Penelitian ini diawali dengan penentuan kadar air dari jahe merah sebagai penelitian pendahuluan. Selanjutnya dilakukan penelitian utama yaitu proses ekstraksi distilasi dengan variasi jenis pelarut dan waktu ekstraksi.

SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015

767

SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534 Tabel 3. Data rendemen minyak atsiri jahe merah Jenis pelarut

Rendemen minyak jahe merah (%) Jam ke-1

Jam ke-2

Jam ke-3

Jam ke-4

Jam ke-5

Etanol

32,30

33,10

35,55

36,85

46,30

Etil asetat

5,40

5,60

5,90

6,30

7,20

n-heksana

5,30

5,45

5,25

5,40

6,10

Jenis pelarut

Tabel 4. Data hasil analisa kadar sineol dengan GC-MS Kadar sineol (%) Jam ke-1

Jam ke-2

Jam ke-3

Jam ke-4

Jam ke-5

Etanol

16,26

16,79

17,42

17,68

18,17

Etil asetat

21,27

21,87

22,48

22,89

23,62

n-heksana

28,80

30,84

32,02

33,16

34,26

Gambar 1. Hubungan antara kadar sineol dengan waktu ekstraksi pada berbagai jenis pelarut

Dari tabel 3, pelarut etanol menghasilkan % rendemen yang lebih banyak dari pelarut lain dan diperoleh hasil terbaik pada lama ekstraksi 5 jam. Sedangkan untuk hasil paling sedikit dihasilkan oleh pelarut n-heksana pada lama ekstraksi 1 jam. Diperoleh hasil % rendemen terbesar pada etanol dikarenakan tidak hanya minyak atsiri yang terlarut dalam etanol tersebut namun juga melarutkan oleoresin dan senyawa lain, mengingat bahwa sifat etanol sebagai pelarut polar yang dapat mengikat oleoresin yang cukup besar. Sedangkan jika dibandingkan dengan pelarut n-heksana, rendemen yang diperoleh lebih sedikit dikarenakan pelarut tersebut kemungkinan besar mengikat minyak atsiri saja dimana pelarut n-heksana yang mempunyai sifat non-polar justru lebih banyak mengikat atsiri jika dibandingkan oleoresin. Hasil rendemen minyak atsiri yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih baik jika dibandingkan rendemen menggunakan metode penyulingan uap sebesar 0,342% yang dilakukan oleh Hutasoit dkk, (2012). Hasil rendemen dengan pelarut etanol dengan waktu ekstraksi 1 jam pada penelitian ini adalah 32,30%, lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian Prasetyo dan Cantawinata (2010) dengan rendemen 21,98% dan Anam (2010) dengan rendemen 22,123%. Tabel 4 dan gambar 1 adalah hasil analisa GC-MS ekstraksi minyak atsiri jahe merah menggunakan 3 jenis pelarut, yaitu etanol, etil asetat, dan n-heksana. Terlihat bahwa dari semua jenis pelarut terjadi peningkatan % kandungan sineol pada setiap peningkatan waktu ekstraksi. Semakin lama waktu esktraksi, maka semakin banyak kandungan sineol yang dihasilkan. Untuk hasil terbaik diperoleh dari pelarut n-heksana dengan waktu ekstraksi selama 5 jam dengan kadar sineol 34,26%. Kadar sineol yang didapatkan dalam penelitian ini SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015

768

SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534

lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Hutasoit dkk (2012) yang menghasilkan kadar sineol sebesar 11,39%. Hasil ekstraksi jahe merah diperoleh minyak atsiri dengan kondisi fisik cairan berwarna kuning cerah, kuning sampai coklat muda dan beraroma jahe yang cukup kuat.

Kesimpulan Jenis pelarut dan waktu ekstraksi sangat mempengaruhi rendemen dan kadar sineol yang didapatkan. Semakin lama waktu ekstraksi maka rendemen dan kadar sineol yang didapatkan akan semakin besar. Pelarut etanol bersifat polar sehingga akan lebih banyak mengekstrak komponen bersifat polar juga yaitu oleoresin. Pelarut etil asetat bersifat sedikit polar sehingga juga akan sedikit mengekstrak komponen bersifat polar. Pelarut n-heksana bersifat non polar sehingga akan lebih banyak mengekstrak komponen non polar. Kondisi terbaik untuk menghasilkan kadar sineol tertinggi pada proses ekstraksi ini adalah menggunakan pelarut n-heksana dengan lama waktu ekstraksi 5 jam dengan kadar sineol 34,26%.

Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

18.

Al-Amin, Z.M., Anti-diabetic and hypolipidaemic properties of ginger (Zingiber officinale) in streptozotocin-induced diabetic rats, British Journal of Nutrition, 96, 2006, pp. 660–666. Almasyhuri, Wardatun, S., Nuraeni, L., Perbedaan Cara Pengirisan Dan Pengeringan Terhadap Kandungan Minyak Atsiri Dalam Jahe Merah, Bul. Penelit. Kesehat, 40 (3), 2012, pp. 123 – 129. Anam, C., Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber officinale) Kajian Dari Ukuran Bahan, Pelarut, Waktu dan Suhu, Jurnal Pertanian MAPETA, 12 (2), 2010, pp. 72 – 144. Anonim, Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat, Edisi ke II, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta Litbang deptan, 2007. Biro Pusat Statistik, Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Impor, I, 2006, pp. 804. Chrubasik, S., Pitler, M.H., and Roufogalis, B.D., Zingiberis Rhizome: Comprehensive review on theginger effect and efficacy profiles, Phytomedine, International Journal of Phytotherapy & Phytopharmacology, 12, 2005, pp. 684-701. Daryono, E.D., Minyak Oleoresin dari Jahe Menggunakan Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etanol, “Ekstrak” Jurnal Fundamental dan Aplikasi Teknik Kimia, 4 (3), 2009, pp. 105-109. Ehrlich, S.D., Ginger, private practice specializing in complementary and alternative medicine, VeriMed Healthcare Network, 2008. El-Baroty, G. S., El-Baky, H.H., Farag, R.S., and M.A. Saleh., Characterization of antioxidant and antimicrobial compounds of cinnamon and ginger essential oils, African Journal of Biochemistry Research, 4, 2010, pp. 167-174. Grosch, W., Determination of Potent Odorants in Food by Aroma Extract Dilution Analysis (AEDA) and Calculation of Odor Activity Values (COAVS). Journal of Flavor and Fragrance, 9, 1997, pp. 147 – 158. Hutasoit, G.F., Benu, M.T., Suhirman A., Proses Destilasi Minyak Atsiri Jahe, Penelitian, Teknik Kimia ITN Malang, 2012. Kemper, K. J., Ginger (Zingiber officinale), Longwood Herbal Task Force and The Center for Holistic Pediatric Education and Research, 1999. Lawless, J., Encyclopedia of Essential Oils, Thorson, London, 2002, p 226. Oktora, R.D., Aylianawati, Yohanes, S., Ekstraksi Oleoresin dari Jahe. Jurnal Widya Teknik, 6 (2), 2007, pp. 131-141. Prasetyo, S., Cantawinata, A.S., Pengaruh Temperatur, Rasio Bubuk Jahe Kering Dengan Etanol, Dan Ukuran Bubuk Jahe Kering Terhadap Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber Officinale, Roscoe), Prosiding Seminar Rekayasa Kimia dan Proses, 2010, pp. 1411-4216. Riyanto, Design of a steam distillation with spiral pipes for increasing of essential oil yield, Proceeding International Seminar on Essential Oil (ISEO), International Convention Center, IPB, West Java, 2009. The Public Ledger, World Commodities Weekly, No. 72, 605, 2008, pp. 21. “Strategi Pengembangan Minyak Atsiri Indonesia”, Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. 28, No.5, 2006. SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015

769